peluang dan ancaman industri pisang
Post on 24-Oct-2015
92 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
PELUANG DAN ANCAMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN BUAH PISANG
I. INDUSTRI BUAH PISANG SEGAR
Pisang adalah komoditas yang sangat strategis dalam menghadapi perdagangan
bebas di tingkat Asean atau di tingkat dunia nanti. Di masa itu, kita pasti akan makin
dibanjiri oleh durian, lengkeng dan leci dari Thailand. Mangga akan mengalir dari
Malaysia dan Australia. Apa yang bisa kita andalkan? Buah-buahan tanaman keras
seperti jeruk, mangga dan rambutan perlu waktu lama pengembangannya. Satu-satunya
yang bisa dipacu cepat hanyalah pisang. Sebab salak tidak begitu digemari di luar negeri
karena alasan teknis mengupas dan mengkonsumsinya; selain karena julukannya yang
sudah terlanjur negatif “snake fruit”. Kebetulan, Thailand selama ini tidak begitu
tertarik untuk mengebunkan pisang secara serius. Sementara Filipina hanya terbatas ke
menangani cavendish. Satu-satunya negara Asean yang jeli menangkap peluang pasar
hanyalah Malaysia. Negeri jiran ini telah mengembangkan pisang mas yang memang
terkenal tahan banting itu dengan pola kebun cavendish dan mengekspornya ke Jepang.
Pola seperti inilah yang harus kita tiru untuk dijadikan model pengembangan pisang
rakyat.
Selama ini di swalayan-swalayan modern di kota-kota besar, kita pasti hanya
menemui pisang yang mulus seperti lilin berwarna kuning cerah. Itulah cavendish yang
dikebunkan secara besar-besaran di hampir semua negeri tropis di dunia dan
dipasarkan ke negeri-negeri sub tropis. Pasar pisang dunia sampai sekarang memang
didominasi oleh jenis cavendish yang dikebunkan oleh konglomerat dunia. Tercatat ada
empat pelaku bisnis pisang kelas multi nasional. Yakni Del Monte, United Fruit, Dole dan
Arthal yang memproduksi dan memasarkan pisang cavendish atau yang di Eropa
disebut sebagai chiquita. Cavendish sendiri sebenarnya adalah nama seorang pakar
kimia dan fisika Inggris, Henry Cavendish yang hidup antara 1731 – 1810. Tetua pisang
cavendish yang pendek dan buntek itu berasal dari daratan Cina, yang di Indonesia
dikenal sebagai pisang “morosebo”. Pisang cebol ini pada abad XVIII dibawa oleh Henry
1
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
Cavendish ke Inggris untuk diteliti dan dimuliakan. Setelah melalui serangkaian
pemuliaan, akhirnya jadilah pisang cavendish yang sekarang ini. Untuk menghormati
Henry Cavendish dengan The Cavendish Laoratorynya di Cambridge sana, dinamailah
pisang unggul ini dengan sebutan cavendish.
Sosok cavendish sama dengan pisang ambon kita, terutama ambon kuning.
Hanya saja kulit dan pangkal tangkai buahnya lebih liat dan kuat. Rasanya lebih asam,
tetapi justru rasa asam inilah yang disukai masyarakat kulit putih. Varietas cavendish
yang kemudian dibudidayakan antara lain Valery, Grand Naine, Williams dan Omalag.
Cavendish mula-mula dikembangkan secara besar-besaran di Kosta Rika, Ekuador,
Panama dan Kolombia serta Brasil. Belakangan juga dikebunkan di Afrika, Australia dan
Filipina. Di Indonesia, kebun cavendish baru muncul tahun 80an. Tercatat yang cukup
luas adalah PT Nusantara Tropical Fruit (NTF) dan Multi Agro Corp. (MAC) di Lampung,
PT Global Agronusa Indonesia (GAI) di Halmahera, PT Hasfarm Product (HP) di Papua,
PT Chiquita Banana Corp (CBC) di Sulteng; PT Katulistiwa Agro Bima (KAB) di Riau dan
PT Horti Nusantara (HN) di Jatim. Selain itu tak terhitung kebun-kebun skala kecil yang
dikelola oleh badan hukum maupun perorangan, yang juga tertarik untuk
mengembangkan cavendish karena tergiur iming-iming ekspor.
Proses budidaya dan penanganan pasca panen cavendish sangat rumit dan
mustahil dikerjakan oleh para petani tradisional kita. Skala sampai ribuan hektar
memerlukan penanggulangan hama/penyakitnya melalui penyemprotan dengan
pesawat terbang. Di Australia, pengembangan cavendish skala rumah tangga dua
sampai 5 hektar dimungkinkan sebab perusahaan penyemprotan hama sudah ada di
mana-mana. Lagi pula humiditas (kelembapan udara) di Australia sangat rendah hingga
ancaman penyakit berkurang. Pemetikan cavendish juga harus dilakukan dengan tanpa
menyentuh tanah. Pengangkutan dari kebun ke lokasi pakaging tidak boleh
menimbulkan lecet-lecet dan paling lama hanya boleh makan waktu 8 jam sampai
selesai proses pasca panen. Untuk itu diperlukan kabel-kabel penggantung dan penarik
tandan. Proses pasca panen dimulai dari penyisiran, pencucian, pengangin-anginan,
sortasi sampai ke paking dengan plastik dan kardus. Pengangkutan dilakukan dengan
cold storage bersuhu 14 derajat celsius hingga kesegaran pisang bisa dipertahankan
sampai 2 bulan. Di negeri konsumen kemasan dibuka lalu suhu dinaikkan sampai 20
derajat celsius dan diberi gas etilen untuk pemasakan. Kalau cavendish dipetik dan
2
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
dibiarkan seperti pisang rakyat, hasilnya seperti halnya ambon lumut. Matang tetapi
warna kulitnya hanya hijau saja. Cavendish rakyat yang dijual di kaki lima dan pasar
lokal di Indonesia, memang jauh sekali penampilannya dengan cavendish hasil kebun-
kebun besar yang pasca panennya dilakukan dengan benar.
Dewasa ini banyak petani cavendish yang kecewa berat. Jangankan petani,
perusahaan besar seperti NTF di Lampung dan GAI di Maluku pun hancur. GAI yang
milik Sinar Mas itu bukan hanya hancur karena penyakit tetapi juga oleh kerusuhan
yang menimpa pulau Halmahera. Padahal kebun GAI mempekerjakan sampai 3.000
tenaga kerja. Kebun Horti Nusantara di Jatim yang hanya menanam cavendish untuk
bahan “pure” pun sekarang dianggap membebani petani plasmanya dengan “pinjaman”
benih hingga urusan jadi panjang. Benih inilah sebenarnya yang merupakan incaran
para aparat pemerintah kita untuk diiming-imingkan ke petani maupun pengusaha agar
bersedia menanam cavendish. Kalau harga benih pisang rakyat berupa anakan atau
pecahan bonggol hanya Rp 1.000,- sampai di kebun, maka benih hasil kultur jaringan
mencapai Rp 2.500,- kalau per hektar memerlukan 1.000 benih, maka untuk proyek 100
hektar saja akan diserap benih Rp 250.000.000,- Kalau antara 10 sampai 20 persennya
bisa dimainkan maka setiap proyek seluas 100 hektar ada omset KKN antara Rp
25.000.000,- sampai Rp 50.000.000,-.
Entah mengapa sampai sekarang Thailand yang dikenal sebagai "Rajanya" buah
tropis itu tidak mau mengembangkan pisang. Mungkin mereka sadar bahwa pasar
pisang dunia dikuasai oleh cavendish sementara jenis-jenis “pisang rakyat” mereka
tidak sebanyak Indonesia. Inilah peluang yang harus ditangkap Indonesia untuk
membalas serbuan durian monthong dan lengkeng bangkok dengan ambon, raja bulu,
raja sereh dan lain-lain. Bulan Agustus silam, di Bandungan, Ambarawa, Jateng; para
pedagang buah sibuk melayani pembeli yang menuding-nuding buah lengkeng.
Ambarawa, Temanggung dan Magelang di Jawa Tengah memang terkenal sebagai sentra
lengkeng. Tetapi lengkeng yang dipasarkan antara Rp 10.000,- (butiran) sampai Rp
20.000,- (tangkai) per kg. tersebut, seluruhnya lengkeng bangkok. Sebab bulan Juli
adalah masa panen raya lengkeng Thailand di Ciangmai dan Ciangrai sana. Sementara
panen lengkeng Ambarawa antara Februari – Maret. Untuk mengelabuhi pembeli, para
pedagang lengkeng di Bandungan biasa mengikatkan ranting-ranting berikut daun
lengkeng bangkok segar di ikatan lengkeng tersebut. Sebab tanaman lengkeng bangkok
3
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
yang daunnya panjang-panjang itu sekarang ini sudah pula ditanam di Bandungan. Di
Jakarta, para pedagang lengkeng bangkok biasa menghiasi dagangan mereka dengan
daun-daun mahoni. Sepintas, daun mahoni memang mirip dengan daun lengkeng
Thailand.
Di bulan-bulan Mei sampai Juli, yang mengalir dari Thailand ke Indonesia adalah
durian monthong. Ini bahasa Thai yang artinya si bantal emas atau golden pilow.
Maklum, durian monthong memang berdaging buah sangat tebal dan bijinya selalu
kempes. Beratnya rata-rata di atas 3 kg per buah. Bahkan di kebun Warso Farm di
Bogor pernah ada yang mencapai berat 12 kg. Harga durian bangkok itu sekitar Rp
20.000,- per kg berikut kulit. Kalau tidak pas musim bisa melonjak sampai Rp 30.000,-
per kg. Meskipun Warso Farm tetap mampu menjual durian monthongnya dengan
harga stabil Rp 35.000,- per kg di kebun. Selain itu kita juga sudah didatangi durian D 24
dan mangga “Sulaiman” dari Malaysia. Demikian pula Kensington Pride, mangga
unggulan Australia itu pun satu dua kali sempat pula masuk Jakarta. Itu semua
sebenarnya hanyalah kecil kalau dibanding dengan apel, jeruk, pir, anggur dan kurma
yang setiap tahunnya membanjiri pasar-pasar swalayan dan terminal serta kaki lima
kota-kota di Indonesia. Ini bisa dimaklumi sebab laju konsumsi buah kita memang
selalu lebih tinggi dibanding tingkat produksinya.
Pertanyaan yang muncul, andaikan pada saat pasar bebas nanti kita dibanjiri
buah-buahan impor dari Thailand, Malaysia, Filipina, RRC, Australia dan lain-lain, apa
yang mesti kita lakukan? Kalau yang masuk ke Indonesia itu apel, jeruk, pir, anggur dan
kurma, kita memang tidak bisa apa-apa. Tetapi kalau yang masuk durian, lengkeng,
mangga, rambutan, duku, manggis dan lain-lain buah tropis, maka itu akan benar-benar
memalukan bangsa. Lebih-lebih kalau kita tidak bisa membalas dengan mengirim buah-
buahan kita. Tetapi apakah yang bisa kita andalkan? Ekspor buah kita selama ini
didominasi oleh nanas olahan dari Great Giant Peanaple (GGP) di Lampung dan dari
kebun-kebun pisang cavendish kita. Buah tropis kita yang sudah menembus pasar
ekspor baru terbatas mangga dan manggis dengan volume yang sangat terbatas. Kalau
kita bermaksud mengembangkan mangga dan manggis atau buah-buah tanaman keras
lainnya, maka akan diperlukan waktu yang sangat lama untuk mengejar ketertinggalan
ini. Satu-satunya buah yang siap untuk digarap hanyalah pisang rakyat.
4
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
Sentra pisang rakyat terbesar kita saat ini adalah Lampung. Di sana ada pula
kebun cavendish yang cukup besar dan modern. Tetapi kebun cavendish ini tidak
pernah dimanfaatkan oleh Deptan atau Pemda untuk membantu membenahi pisang
rakyat. Padahal kalau NTF diikutsertakan membantu masyarakat memperbaiki mutu
pisang mereka dan berhasil; maka pada saat pasar bebas nanti kita bisa ganti
membanjiri Thailand dengan pisang rakyat dari Lampung, Kalimantan dll. Sebab pisang
lokal Thailand Kluai Namwa, Kluai Hom dan Kluai Khai yang sangat mereka bangga-
banggakan sebagai pisang yang “terenak” di dunia dan sempat diberi penghargaan oleh
Raja, kualitasnya sangat pas-pasan kalau dibanding dengan raja bulu, ambon kuning,
raja sereh, pisang mas dan lain-lain. Ini merupakan peluang yang mau tidak mau mesti
digarap. Belum peluang untuk masuk Singapura, Hongkong, Taiwan, RRC dan Timur
Tengah. Jepang, sedang Eropa dan Amerika sebaiknya jangan kita usik. Sebab pasar
pisang di sana sudah didominasi oleh cavendish.
II. INDUSTRI TEPUNG PISANG
Di beberapa daerah di Indonesia, pisang terbuang-buang karena volumenya
sangat besar, konsumennya kurang sementara sarana transportasi tidak memadai. Nilai
satu tandan pisang memang bervariasi tergantung jenis dan daerah dimana terdapat
lokasi perkebunannya. Kawasan yang memiliki pisang dengan kondisi demikian antara
lain seperti di Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Tenggara. Pisang dari Sumatera, rata-
rata sudah bisa tersalurkan ke Jakarta melalui penyeberangan Merak Bakauhuni.
Sebagian pisang dari Kalimantan seperti Kaltim sebenarnya juga sudah tersalurkan ke
Surabaya menggunakan truk tronton yang dinaikkan kapal. Namun volume pisang
Kaltim yang masuh Surabaya relatif masih kecil dibanding dengan volume produksinya.
Padahal ada kelakar yang mengatakan bahwa Taman Nasional Kutai (TNK) yang
terletak antara kota Bontang dengan Sangata sudah berubah nama menjadi TNP alias
Taman Nasional Pisang. Sebab kalau kita melewati jalan darat Bontang – Sangata, maka
di kiri kanan jalan akan tampak hamparan tanaman pisang yang meskipun tidak pernah
dirawat sama sekali, tetapi kondisinya sangat baik. Taman Nasional yang sebagian
terbakar habis itu, sekarang memang telah berubah menjadi kebun pisang. Jenis pisang
yang ditanam kebanyakan kepok putih dan kepok kuning yang oleh masyarakat
setempat disebut sebagai pisang sanggar.
5
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
Menyikapi fakta ini, banyak pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten
yang berkeinginan untuk mengolah pisang rakyat yang terbuang-buang ini menjadi
tepung. Termasuk pemerintah kabupaten Kutai Timur. Niat semacam ini, sebenarnya
sudah mulai muncul sejak tahun 1980an. Ketika itu pihak yang berkeinginan untuk
mengolah pisang segar menjadi tepung adalah pengusaha swasta. Dengan asumsi,
keuntungan yang diperoleh akan cukup besar. Sebab produksi melimpah, harga murah,
sementara teknologi penepungan pisang juga relatif mudah. Tetapi ketika para
pengusaha itu mengetahui bahwa pasar tepung pisang relatif kecil, maka mereka pun
mundur teratur. Namun pengusaha lain datang lagi dengan niat yang sama, lalu setelah
tahu pasarnya kecil mundur lagi dan seterusnya. Beberapa bulan yang lalu ada satu
pemerintah kabupaten yang dengan sangat antusias mengemukakan bahwa mereka
sudah berhasil menepungkan pisang dengan hasil yang sangat bagus. Langkah berikut
yang akan mereka tempuh adalah segera membangun pabrik untuk menangani pisang
rakyat yang memang berkelimpahan itu. Tujuan utamanya adalah untuk menolong
petani pisang agar bisa memasarkan produk mereka dengan harga layak.
Teknologi menepungkan pisang memang sangat sederhana. Ada dua cara
penepungan, yakni cara basah dan cara kering. Pada cara basah, buah pisang yang telah
tua dikupas dan dihancurkan. Hasilnya dicampur air, disaring dan diendapkan. Setelah
seluruh pati mengendap, maka air dibuang dan tepung pisang yang mengendap di
bawah diambil untuk dikeringkan. Pada cara kering, pisang yang sama setelah dikupas
diiris melintang (karena lebih mudan dan cepat) lalu dikeringkan. Hasil pengeringan ini
selanjutnya digiling dan diayak sampai menjadi tepung. Pada cara pertama, yang kita
peroleh adalah pati pisang, karena selulosa tidak ikut terambil (menjadi ampas). Pada
cara kedua, selulosanya terikut pada tepung. Cara penepungan demikian umum
dilakukan untuk semua produk. Terutama pada umbi-umbian serta batang sagu/aren.
Meskipun, pada masing-masing produk tetap ada perlakuan spesifik yang tidak
dilakukan pada produk lain.
Sebenarnya, pisang lebih lazim diproduksi menjadi konsentrat (pure). Yakni,
daging buah pisang mentah itu langsung digiling sampai menjadi bubur. Bubur pisang
inilah yang kemudian dikemas dalam drum-drum khusus, didinginkan dan dikirim ke
produsen makanan bayi dan bahan-bahan lain. Namun kebutuhan dunia akan pure
pisang juga relatif kecil jika dibanding dengan kebutuhan akan pisang segarnya. Ketika
6
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
PT Global Agronusa Indonesia di Halmahera, Maluku Utara masih berproduksi, pernah
pula mencoba untuk menglah pisang cavendish afkir mereka menjadi pure. Setelah
beberapa kali mencoba, kegiatan ini dihentikan karena pasar dan marjinnya sangat
kecil. Saat ini yang masih meproduksi pure pisang antara lain sebuah perusahaan di
Mojokerto. Itu pun diselang-seling dengan menggiling mengkudu (pace), mangga,
markisa dan lain-lain produk sesuai dengan ketersediaan raw material maupun
pesanan. Ini semua dilakukan bukan karena stok pisang cavendish mereka yang kurang,
melainkan karena potensi pasarnya memang terbatas.
Pisang yang lazim diproses menjadi tepung maupun pure adalah jenis yang
kandungan karbohidratnya tinggi. Misalnya ambon kuning dan cavendish. Dua pisang
ini dipilih selain karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, juga karena faktor
produktivitas serta ketersediaannya. Namun ambon kuning, tidak akan pernah bisa
masuk ke industri tepung. Sebab selama ini pasar segarnya pun masih selalu
kekurangan. Industri keripik yang juga mengandalkan pasokan kepok kuning, selalu
berebut dengan pasar segarnya. Sebenarnya pisang tanduk dan pisang nangka,
kandungan karbohidratnya lebih tinggi dari ambon serta cavendish. Tetapi dalam satu
tandan pisang tanduk, hanya akan ada satu atau dua sisir. Sementara masa berbuahnya
pada umur 1,5 tahun sejak tanam dan anakannya juga sangat kurang. Hingga populasi
pisang tanduk selalu lebih rendah dibanding ambon. Pisang nangka sebenarnya cukup
produktiv dan kandungan karbohidratnya juga tinggi. tetapi pisang ini jarang
dibudidayakan orang karena nilai ekonomisanya yang rendah. Sebenarnya di Prov.
Banten, khususnya di Kab. Lebak, telah dikembangkan pula pisang introduksi dari
Australia yang produktivitasnya baik, pisangnya besar-besar dan kadar patinya tinggi
dan tidak lazim dikonsumsi sebagai pisang meja maupun olahan (goreng/bakar). Pisang
seperti inilah sebenarnya yang paling ideal untuk diproduksi menjadi tepung maupun
pure.
Rata-rata, pisang yang berkelimpahan di kawasan Kalimantan dan Sulawesi
adalah jenis kepok. Biasanya kepok putih, yakni jenis kepok yang daging buahnya
berwarna putih. Nilai ekonomis kepok putih relatif rendah, tetapi tanaman ini sangat
tahan terhadap serangan cendawan fusarium maupun bakteri pseudomonas. Yang
sangat digemari oleh pasar sebagai pisang olahan sebenarnya kepok kuning. Baik untuk
pengisi kue dan roti, digoreng. direbus maupun dipanggang. Tetapi kepok kuning sangat
7
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
rentan terhadap serangan dua penyakit tadi. Hingga apabila ada niat untuk
mengembangkan agroindustri tepung pisang, sasarannya pasti ditujukan ke kepok
putih. Produktivitas kepok putih sebenarnya relatif baik kalau yang kita lihat hanya
tandan pisangnya. Namun rasio volume daging buah pisang dibanding dengan kulitnya
relatif kecil. Hingga sebenarnya kepok putih pun kurang ideal untuk dijadikan bahan
baku industri tepung pisang. Minimal jika dibandingkan dengan cavendish dan ambon
kuning. “ Karenanya merancang sebuah agroindustri tepung pisang hanya dengan
melihat pisang yang berkelimpahan, jelas tidak rasional. Sebab masih banyak hal-
hal yang akan menjadi pertimbangan untuk mengembangkan agroindustri tepung
pisang. Dari cukup banyak pertimbangan tersebut, yang paling utama adalah
pertimbangan pasarnya”.
Kalau pertimbangan utamanya adalah pasar, maka mengupayakan pasar segar
akan lebih sederhana dibanding dengan membangun agroindustri tepung pisang. Di
Kalimantan Timur misalnya, akan lebih mudah mengupayakan jalur distribusi
dibanding membangun pabrik tepung pisang. Pisang Kutai Timur sudah mulai masuk
Surabaya dengan truk tronton kapasitas 10 ton. Pisang di pulau Sebatik Indonesia
setelah diangkut ke Nunukan (Indonesia) dan Tawao (Malaysia) bisa meningkat 10 lipat
nilainya. Peningkatan nilai dari Rp 500,- per tandan menjadi Rp 5.000,- (2,5 ringgit) itu
sudah bisa menutup ongkos angkut dan keuntungan pedagang serta petani. Kalau ini
semua diupayakan, maka keluhan pisang yang menumpuk dan terbuang sia-sia itu pasti
akan teratasi. Yang menjadi permasalahan kadang-kadang justru pengangkutan dari
kebun yang paling jauh ke lokasi jalan raya. Pada kebun cavendish pun hal ini menjadi
kendala hingga terciptalah pengangkutan dengan kabel.
Apabila agroindustri pisang rakyat akan dikembangkan, yang lebih ideal justru
pengembangan industri keripik, sale bahkan juga ledre. Pengembangan ledre yang
sukses di Malang serta Bojonegoro (Jatim), telah sempat didatangi oleh rombongan dari
Kaltim. Tiga macam produk olahan pisang ini lebih rasional untuk dimulai karena
beberapa alasan. Pertama modal yang dikeluarkan akan lebih banyak dinikmati oleh
rakyat. Sebab tiga produk ini merupakan usaha padat karya, bukan padat modal. Kedua,
pasar dari tiga produk ini juga lebih jelas dibanding dengan pasar tepung pisang. Tetapi
agroindustri tiga produk pisang ini, sebaiknya tetap mengandalkan "limpahan" dari
produk segarnya. Sebab nilai tertinggi dari komoditas buah-buahan, termasuk pisang
8
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
adalah produk segarnya. Secara nasional, Indonesia masih kekurangan pisang. Paling
tidak selama 3 bulan dalam setahun, pisang akan berkurang di pasaran. Apabila pasar
nasional telah jenuh pun, peluang ekspor ke RRC sangat tebuka. Ketika ada Pekan
Dagang RRC di Pekan Raya Jakarta Kemayoran baru-baru ini, mereka menyambut
gembira tawaran pisang dari Indonesia.
III. PELUANG DAN STRATEGI
Menghadapi semua ancaman dan kendala diatas, khususnya dalam hal
pengembangan tepung pisang perlu adanya komitmen dari tingkat daerah sampai
ketingkat pusat dalam mensosialisasikan dan mengembangkan penggunaan tepung
yang berbasis komoditas lokal.
Disisi lain tepung terigu saat ini merupakan komoditas pangan paling strategis
selain beras di tanah air. Tepung terigu merupakan bahan baku aneka olahan pangan
seperti roti, mi, kue-kue, dan lain sebagainya. Gandum yang merupakan bahan baku
tepung terigu sesungguhnya sulit dikembangkan secara luas di Indonesia. Hal tersebut
lantaran tanaman gandum menuntut agroklimat dengan kelembapan tinggi yang
notebene berada di negara-negara yang memiliki iklim subtropis. Kondisi tersebut yang
memaksa Indonesia mengimpor tepung terigu dari beberapa negara seperti Amerika
Serikat dan Australia.
Sebagai informasi, secara nasional konsumsi tepung terigu saat ini terus
meningkat. Data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO)
memperlihatkan konsumsi terigu sepanjang 2012 mencapai 5,04-juta ton. Dari jumlah
itu 4,12-juta ton di antaranya perlu diimpor. Data APTINDO juga memperlihatkan saat
ini di Indonesia terdapat 21 pabrik tepung terigu dengan kapasitas produksi saat ini
mencapai 8,07- juta ton per tahun dan seluruhnya masih mengandalkan tepung terigu
impor.
Peluang melakukan subsitusi untuk menggantikan tepung terigu terbuka lebar.
Apalagi harga tepung terigu terus meningkat. Pada 2007 harga tepung terigu mencapai
Rp 3.500 per kg. Menginjak 2008–2011 harga berkisar Rp8.500–Rp.10.000 per kg.
Kondisi ini jelas berdampak terhadap industri pangan berbasis tepung terigu. Oleh
9
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
karena itu subsitusi dengan memakai komoditas lokal seperti pisang, singkong dan
sebagainya perlu terus digenjot. Sebagai gambaran, andai memakai tepung pisang
modifikasi sebagai subsitusi sebesar 10%, maka diperlukan sekitar 500.000 ton tepung
pisang setiap tahun.
Melihat peluang di atas, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan saat ini
adalah dengan membentuk lembaga atau gerakan MASYARAKAT TEPUNG PANGAN
INDONESIA ( MTPI ) . Konsep ini diperkenalkan H. Suharyo Husen, dimana saat ini
beliau menjabat sebagai Wakil Ketua Komtap Industri Derivatif Pertanian, Kadin
Indonesia.
Konsep dari MTPI ini adalah sebagai berikut :
MASYARAKAT TEPUNG PANGAN INDONESIA ( MTPI )
Visi : Tepung bahan baku Industri Pangan Yang Handal.
Misi :
1. Mempromosikan pembuatan tepung dari berbagai macam bahan baku industri
pangan;
2. Meningkatkan kualitas dan kwantitas tepung berbasis komoditas lokal sebagai
bahan baku industri pangan;
3. Meningkatkan industri agro tingkat pedesaan untuk mengolah komoditas lokal
menjadi bahan baku industri tepung yang berkualitas;
4. Meningkatkan partisipasi petani dalam rangka ketahanan pangan nasional
melalui peningkatan produksi berbagai bahan baku lokal untuk menunjang
industri tepung ;
5. Mendorong industri tepung berbahan baku lokal menggunakan komoditas lokal
unggulan daerah;
6. Mengusahakan kepada pemerintah pembebasan PPN 10 % terhadap chips dan
tepung komoditas lokal;
10
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
7. Memperkuat ketahanan pangan nasional melalui gerakan industri tepung
nasional berbahan baku spesifik atau lokal.
Tujuan :
Mensinergikan semua stack holder tepung untuk meningkatkan ketahanan pangan
nasional.
Program :
1. Pengembangan sistem klaster industri agro komoditas lokal spesifik (umbi-
umbian, kacang-kacangan) untuk memproduksi bahan setengah jadi (chips,
sawut, gaplek dsb) sebagai bahan industri tepung
2. Meningkatkan pendapatan petani dan pemangku kepentingan lainnya yang
berhubungan dengan produksi tepung berbahan baku lokal
3. Gerakan nasional industri tepung Indonesia.
Sasaran :
1. Semua komoditas lokal non beras (pisang, umbi-umbian, kacang-kacangan dan
biji-bijian)
2. Semua wilayah Indonesia dengan spesifik komoditas lokal masing-masing
3. Semua petani penghasil komoditas lokal sebagai bahan baku tepung untuk
pangan
4. Semua industri pertepungan di Indonesia
Target
1. Meningkatkat produksi tepung berbahan baku komoditas lokal baik kwantitas
maupun kualitas
2. Melaksanakan diversifikasi pangan melalui pemanfaatan tepung berbahan baku
komoditas lokal
3. Memperkuat ketahanan pangan nasional melalui diversifikasi pangan berbahan
baku tepung komoditas lokal
11
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
4. Meningkatkan pendapatan petani dengan target Rp 15 juta/bulan/petani
5. Mensejahterakan petani dan stack holder lainnya berbasis tepung komoditas
lokal
Manajemen
1. Masyarkat Tepung Pangan Indonesia dipimpin oleh Seorang Ketua Umum
dengan beberapa Ketua;
2. Untuk tugas sehari-hari diangakat seorang Direktur Eksekutif
3. Untuk mendukung jalannya organisasi perlu ditetapkan kepala sekretariat dan
staffnya yang full time
4. Dapat dibentuk cabang-cabang masyrakat tepung pangan indonesia tingkat
propinsi dan tingkat kabupaten/kota di seluruh indonesia
5. Dalam kegiatan sehari-hari masyarakat tepung pangan indonesia dilengkapi
dengan kantor dan peralatan yang memadai baik dipusat maupun didaerah
6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Masyarakat Tepung Indonesia
akan disusun segera setelah deklarasi pembentukan Masyarakat Tepung Pangan
Indonesia (MTPI) atau Indonesian Food Flour Society ( IFFS ).
Rencana Kerja :
Rencana Kerja Jangka Pendek :
1. Pengumpulan dan pengolahan data dasar pertepungan bahan pangan di
Indonesia;
2. Penyusunan Pengurus Pusat Masyarakat Tepung Indonesia;
3. Menyusun Kesekretariatan MTI;
4. Menetapkan lokasi Kantor Pusat MTI;
5. Melengkapi keperluan Kantor MTI;
12
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
6. Melengkapi administrasi MTI ( Akte Notaris, MPWP, Domisili, TDP , Pendaftaran
ke Kementerian Dalam Negeri
7. Mengumpulkan KTP dan CV Pengurus MTI Pusat
Rencana Kerja Jangka Menengah:
1. Rapat-Rapat Pengurus MTPI Pusat;
2. Penyelesaian AD/ART MTPI;
3. Menyiapkan Kelengkapan Administrasi MTI seperti stempel, Kop Surat, Web Site
dsb.;
4. Membuat Daftar Mitra Kerja MTPI
5. Membuat daftar anggota MTPI
6. Menyiapkan Formulir-Formulir keanggotaan dan pembukaan cabang di tingkat
Propinsi dan Kabupaten/Kota
7. Menjalin kerjasama tehnik pembinaan industri tepung pangan di Indonesia ,
denga Kementerian Pertanian cq Ditjen P2HP dan Kementerian Perindustrian cq
Ditjen Industri Agro dan Kimia.
Rencana Kerja Jangka Panjang :
1. Pembinaan anggota MTPI
2. Pelatihan dan Promosi
3. Litbang Pertepungan Indonesia
4. Kerjasama dengan pihak ketiga dalam arti luas baik dalam negeri maupun luar
negeri
5. Mengadakan Gerakan Nasional Industri Tepung Pangan Indonesia
6. Secara terus menerus memantau perkembangan pertepungan pangan dunia
7. Membangun Pusat Tepung Pangan Nasional.
13
Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Seruyan
Daftar Komoditas Bahan Baku Tepung Pangan:
1. Padi
2. Gandum
3. Jagung
4. Kedele
5. Singkong
6. Ubi Jalar
7. Pisang
8. Talas Jepang/Satoimo
9. Talas
10. Iles-Iles
11. Sukun
12. Nangka
13. Sago
14. Sorghum
15. Mangruf
16. Kacang hijau
17. Kacang tanah
18. Koro
14
top related