pelaksanaan rehabilitasi terhadap pecandu...
Post on 28-Jul-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN REHABILITASI TERHADAP
PECANDU NARKOTIKA MENURUT UNDANG-
UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA DI BADAN NARKOTIKA PROVINSI
SUMATERA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Sarjana Hukum
Program Studi Hukum Program Sarjana
OLEH :
ANDI HILAL AKBAR
NIM : 502017008
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
PALEMBANG
2021
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN:
“Allah tidak membebani seseorang itu melainkan
sesuai dengan
kesanggupannya”
(Al-Quran, AL Baqarah ayat 286)
“kejerlah akhirat maka dunia akan mengikutimu
Dan cobalah hidup diantara waktu sholat maka akan
Kau sadari seberapa singkatnya waktu didunia ini, hanya berjarak
Dari waktu sholat satu dengan waktu sholat yang lainnya”
Kupersembahkan Untuk :
Ayah Dan Ibu Ku Tercinta
Adikku Tercinta
Seluruh Anggota Keluargaku
Sahabat-Sahabatku
Para Pendidik
Sahabat Sealmamater
Sahabat Dengan Almamater Lain
Orang Orang Tercinta
V
ABSTRAK
PELAKSANAAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA
MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA DI BADAN NARKOTIKA PROVINSI SUMATERA
SELATAN
Andi Hilal Akbar
Dalam penulisan skripsi ini, penulis bertujuan untuk mengetahui
bagaimana penetapan ataupun proses rehabilitasi. Skripsi ini adalah mengenai
Penetapan Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Menurut Undang Undang
No. 35 Tahun 2009 Tenntang Narkotika. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Dasar Hukum Penetapan Status Rehabilitasi terhadap pecandu Narkotika,
Penetapan status Rehabilitasi terhadap pecandu Narkotika dapat menghilangkan
unsur pidana, Provinsi Sumatera Selatan sudah termasuk dalam kondisi darurat
narkotika, dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika, Rehabilitasi
dapat memberikan dampak jera kepada pecandu narkotika. penelitiann hukum
empiris sendiri dapat digunakan metode atau teknik pengumpulan data dengan
cara wawancara. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa penetapan
Rehabilitasi Merujuk dan di dasari oleh Undang Undang No. 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika Selain Itu adapula Surat Edaran Mahkama Agung No. 04
Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan,Korban Penyalahgunaan Dan
Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilit Asi Medis Dan Rehabilitasi
Sosial. Adapun untuk penetapan rehabilitasi terlebih dalu harus melalui beberapa
tahapan yang di mulai melalui kepolisian, dan pengadilan yaitu kuasa hakim
hingga di tetapkannya hukuman penjara atau cukup dengan rehabilitasi terhadap
penyalahguna narkotika atau bisa juga dengan laporan oleh keluarga
pennyalahguna narkotika itu sendiri bahkan apabila seorang penyalahguna
narkotika dengan sukarela menyerahkan diri ke badan narkotika nasional (BNN)
umtuk dilakukan proses rehabilitasi.
Kata kunci : BNN, Penetapan, Rehabilitasi,Pecandu Narkotika
Vi
KATA PENGANTAR
Assalam’mualaikum Wr.Wb
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“PELAKSANAAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOBA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG
NARKOTIKA DI BADAN NARKOTIKA PROVINSI SUMATERA
SELATAN” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum
di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas bimbingan dan pengarahan dari dosen
Pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak yang semuanya tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Namun, keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis
tidak melepaskan kemungkinan skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu
penulis mohon maaf atas kekurangan yang ada, serta senantiasa mengharapkan
bimbingan dari dari bapak/ibu sekalian dan dengan hati terbuka akan menerima
masukan dari semua pihak untuk penulisan lebih lanjutnya. Pada kesempatan
yang baik ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dorongan serta bantuan kepada penulis khususnya Terhadap :
1. Bapak Dr. Abid Djazuli, S.E., M.M., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Palembang;
Vii
2. Bapak Nur Husni Emilson, S.H.,SP.,N,MH selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang;
3. Bapak/ibu Wakil Dekan 1, ll, lll, lV Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang;
4. Bapak Yudistira Rusydi., S.H.,M.Hum selaku Ketua Prodi Starta 1 Ilmu
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang;
5. Bapak Prof.Dr.Drs.H.Marshaal NG.,S.H,.M.H, Selaku dosen
pembimbing skripsi yang Dengan penuh perhatian telah memberkan
arahan, bimbingan, dan saran dalam Penyusunan skripsi ini;
6. Ibu Eni Suarti.,S.H.,M.H, selaku pembimbing akademik penulis yang
Dengan penuh perhatian telah memberkan arahan, bimbingan, dan saran
dalam Penyusunan skripsi ini,
7. Secara khusus dengan rasa hormat penulis sampaikan kepada orang tua
penulis, yang Telah memberikan doa, dukungan serta bimbingan bagi
penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini, terima kasih Bapak M.Akib Al
Hamasong Dan Ibu Andi Indah Lestari;
8. Sahabat sahabat penulis selama menempuh perkuliahan di fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang, “Bopeng Squad” Yaitu
Rizki Lutfi Mantori (lintang laskar pelangi / mat kiting), M.Reza Fauzan
(Anak Papa), Fathan Elan Yukhaa Mukhtarudin (Bontet), Ridhwan (Wan
abut), Alief (wedar bajigur), Georgeo Yanissyo (mu’alaf), Eko Lelono
Sejati (wak jeng, KM punya), M.Zulfikri (budak KM), Utari Eka Putri
(ayuk ut ut), Detha Suci Rachmadaila (mutung), Tika Astuti (mbk tutik),
vii
Viii
Nhesi Ariska (orgen) ,Wahyu bucin fc,ikhsan kiyai bucin fc, BUCIN
Fc,dan Teman Teman Satu Pembimbing Skripsi;
9. Teman teman KKN MANDIRI KE-54 UMPalembang dengan DPL
Gumar Herudiansyah.,S.E.,M.M,;
10. Teman teman seperjuangan almamater lainnya yang telah memberikan
dukungan Baik Secara moril maupun materil;
11. Orang yang selalu memberikan semangat dan dukungan “ Novean
Sareni,S.H, Andi Hilda Octariana”;
12. Semoga penulisan skripsi ini memberikan manfaat dan motivasi bagi
pihak Yang membacanya,
Akhirnya segala kritik dan saran penulis terima guna perbaikan di masa
mendatang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................... ....................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN .................... ii
SURAT PERNYATAAN ORISNALITAS SKRIPSI ................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................. iV
ABSTRAK .................................... ..................................................... V
KATA PENGANTAR .................. .................................................... Vi
DAFTAR ISI ................................. ..................................................... ix
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 8
C. Ruang Lingkup Dan Tujuan ................................................. 9
D.Kerangka Konseptual ............................................................ 9
E. Metode Penelitian ............................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ......................................................... 12
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Rehabilitasi ................................................. 14
B. Upaya Penetapan Rehabilitasi Narkoba ......................... 18
C. Tujuan Penetapan Rehabilitasi ....................................... 22
D. Rehabilitasi Dan Pembinaan Rehabilitasi Narkotika ..... 23
X
E. Tugas Dan Wewenang Badan Narkotika Nasional ........ 33
F. Pengaruh Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkoba ...... 37
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Yang Menjadi Dasar Hukum Penetapan
Status Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika ............. 40
2. Penetapan Status Rehabilitasi Terhadap
Pecandu Narkoba Dapat Menghilangkan Unsur Pidana ... 45
A. Provinsi Sumatera Selatan sudah termasuk
dalam kondisi darurat narkotika ................................. 47
B. dampak yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan narkotika ........................................... 50
C. Rehabilitasi dapat memberikan
dampak jera kepada pecandu narkotika ....................... 52
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 57
B. Saran-saran ........................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Barang haram ini berubah menjadi sosok pecandu yang sukar dilepaskan
ketergantungannya. Penggunaan terus-menerus dan berlanjut akan menyebabkan
ketergantungan atau dependensi yang disebut juga kecanduan, tingkatan
penyalahgunaan biasanya sebagai berikut: coba-coba, senang-senang,
menggunakan pada saat tertentru, penyalahgunaan, dan ketergantungan.1 Pecandu
pada dasarnya merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika yang
melanggar peraturan Pemerintah. Berkaitan dengan masalah penyalahgunaan
narkotika tersebut, diperlukan suatu kebijakan hukum pidana yang memposisikan
pecandu narkotika sebagai korban, bukan sebagai pelaku. Hal yang menarik
dalam Undang-Undang narkotika adalah kewenangan hakim untuk menjatuhkan
vonis bagi seorang yang terbukti sebagai pecandu narkotika untuk dilakukannya
rehabilitasi.2 Adapun Undang-undang yang pertama kali mengatur tentang
Narkotika adalah Undang Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika. Setelah
undang-undang narkotika berjalan hampir selama 12 tahun, pada tahun 2009
Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah surat edaran (SEMA RI no.7/2009) yang
ditujukan kepada pengadilan negeri dan pengidilan tinggi di seluruh Indonesia
untuk menempatkan pecandu narkotika di panti rehabilitasi dan yang terbaru
1Hendra Akhdhiat, Psikologi hukum (Bandung: CV Pustaka setia, 2011), h. 54
2Direktorat Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN, Himpunan Peraturan
Tentang Narkotika dan Peraturan Lainnya (Jakarta : 2016), h. 249
2
adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun
2010 Pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia seutuhnya yang adil, sejahtera, dan makmur sesuai dengan amanat
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada awalnya narkotika digunakan
untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan
kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika digunakan
untuk hal-hal negatif. Di dunia kedokteran narkotika banyak digunakan khususnya
dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi mengingat didalam narkotika
terkandung zat yang dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, dan kesadaran
pasien. Oleh karena itu, agar penggunaan narkotika dapat memberikan manfaat
bagi kehidupan umat manusia, peredarannya harus diawasi secara ketat.
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Pentingnya peredaran narkotika diawasi secara ketat Karena saat ini
pemanfaatannya banyak untuk hal-hal negatif. Disamping itu, melalui
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, dan adanya penyebaran
narkotika yang juga telah menjangkau hampir ke semua wilayah Indonesia.
Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh oleh peredaran narkotika lambat
laun berubah menjadi sentral peredaran narkotika. Begitu pula, anak-anak yang
pada mulanya awam terhadap tentang penempatan penyalahgunaan, korban
penyalahgunaan dan pecandu narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis
dan Rehabilitasi Sosial yang merupakan revisi dan Surat Edaran Mahkamah
Agung nomor 07 tahun 2009. Tentunya Surat Edaran Mahkamah Agung ini
merupakan suatu langkah maju didalam membangun penghentian kriminalisasi
3
dan dekriminalisasi terhadap pecandu narkotika. Dekriminalisasi adalah proses
perubahan penilaian terhadap sejumlah perbuatan yang diancam pidana menjadi
perbuatan yang dipandang sebagai bukan kejahatan yang perlu dipidana.3
Reformasi hukum pidana dalam Undang-Undang narkotika di Indonesia tampak
sekali berproses dalam suatu dinamika perkembangan sosial dan teknologi yang
berpengaruh terhadap perkembangan kriminalitas di Indonesia, yang menuntut
tindakan dan kebijaksanaan antisipatif. Antisipatif terhadap ancaman tindak
kriminalitas yang juga dalam bentuk penyalahgunaan narkotika dan psikotoprika
dilakukan melalui pembaharuan hukum yang cukup memiliki sejarah panjang dan
jelas alur-alur langkahnya.4 Reformasi hukum pidana tersebut, khususnya
ketentuan yang mengatur mengenai rehabilitasi terhadap pengguna narkotika
merupakan bentuk langkah pembaharuan hukum pidana nasional yang
menunjukkan adanya kebijakan hukum pidana yang merupakan kebijakan yang
bertujuan agar pengguna narkotika tidak lagi menyalahgunakan narkotika tersebut
karena tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam bermasyarakat secara
damai dan adil.5 Peran dan tanggung jawab orang tua amat penting dan
menentukan bagi keberhasilan pencegahan penyalahgunaan Narkotika, orang tua
di rumah, bapak dan ibu guru di sekolah, dan tokoh masyarakat, serta aparat
penegak hukum.6
3Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1987) h.
175 4O.C Kaligis, Narkoba dan peradilan di Indonesia (Bandung: Alumni, 2006) h. 27
5Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Rajagrafindo Persaa, 2012) h.21
6Wahidah Abdullah, Pelaksanaan pendidikan islam dan implementasinya terhadap
penanggulangan penyalahgunaan narkoba (Makassar: Alauddin University Press, 2012) h. 27
4
Rehabilitasi, menurut pasal 1 angka 23 KUHAP adalah:
“hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan,
kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat
penyidikan, penuntutan atau pengadilan karena ditangkap, ditahan,
dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undangundang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Rehabilitasi merupakan salah satu bentuk dari pemidanaan yang bertujuan
sebagai pemulihan atau pengobatan. Menurut Soeparman rehabilitasi adalah
fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang-orang tertentu
dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini.Rehabilitasi bagi
narapidana di lembaga pemasyarakatan adalah tempat yang memberikan pelatihan
ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkotika. Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rehabiliasi merupakan salah satu
upaya pemulihan dan pengembalian kondisi bagi penyalahguna maupun korban
penyalahguna narkotika agar dapat kembali melaksanakan fungsionalitas
sosialnya yaitu dapat melaksanakan kegiatan dalam masyarakat secara normal dan
wajar. Program rehabilitasi dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan narkotika
Cipinang Jakarta Timur merupakan serangkaian upaya yang terkoordinasi dan
terpadu, terdiri atas upaya-upaya medis, bimbingan mental, psikososial,
keagamaan dan pendidikan untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri,
kemandirian dan menolong diri sendiri serta mencapai kemampuan fungsional
sesuai dengan potensi yang dimiliki baik fisik, mental, sosial dan ekonomi.
5
Program ini dilaksanakan untuk membantu Warga Binaan terlepas dari
ketergatungan narkotika dan psikotropika, dengan rehabilitasi ini menjadikan
pusat penanggulangan terpadu dalam satu atap atau One StopCenter(OSC). Untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas diperlukan program rehabilitasi yang
meliputi rehabilitasi medik, psikiatrik, psikososial, dan psikoreligius sesuai
dengan definisi sehat dari WHO (1984), dan American association/APA (1992).7
Penggunaan rehabilitasi dianggap lebih dapat membantu para korban
penyalahgunaan narkotika daripada penjatuhan pidana penjara atau pidana
kurungan. Penjatuhan rehabilitasi ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang Menempatkan Pemakai Narkotika kedalam
Panti Terapi dan Rehabilitasi yang menyatakan bahwa mereka sebagai tahanan
kasus narkotika sesungguhnya orang yang sakit sehingga tindakan rehabilitasi
hendaknya lebih tepat dijatuhkan dan kondisi LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan)
yang tidak mendukung dikhawatirkan malah mengakibatkan efek yang tidak baik
terhadap mereka karena dapat semakin memperburuk kesehatan serta kondisi
kejiwaan para penyalah guna narkotika tersebut. Penjatuhan rehabilitasi masih
jarang dijatuhkan kepada para korban penyalah guna narkotika padahal telah
diatur secara tegas dalam Undang– undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 tentang
Menempatkan Pemakai Narkotika kedalam Panti Terapi dan Rehabilitasi.8
7Dadang Hawari, Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alcohol, & Zat
Adiktif), Gaya Baru 2006 Jakarta FKUI, hlm. 134 8Martono, Lydia Harina dan Satya Joewana, 2006, Peran Orang Tua dalam Mencegah
dan menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika, Balai Pustaka, Jakarta
6
Era globalisasi seperti sekarang ini, semakin banyak permasalahan-
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan
masyarakat.Banyak peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat mengenai
carut-marutnya penegakan hukum pidana di Indonesia. Undang-Undang No 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang mengatur bahwa peredaran narkoba dan zat
adiktif lainnya diancam dengan pidana. Sebelumnya Undang Undang tentang
Narkotika diatur melalui Undang Undang No. 22 tahun 1997 yang diubah dengan
Undang Undang No 35 tahun 2009. Mengingat ada beberapa hal yang perlu
disempurnakan dalam pasal 2 tentang pengaturan narkotika Ini dalam rangka
menyesuaikan dengan perkembangan yang ada. Dalam Pasal 127 ayat (3)
Undang-Undang Narkotika, setiap penyalahguna Narkotika Golongan I, II, III
bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara dan pemenjaraan pengguna
narkotika dan obat berbahaya terbukti tidak efektif.9
Hal ini merupakan benang merah dalam penegakan hukum terhadap
pengguna narkotika sebagaimana data BNN memprediksi, prevalensi pengguna
narkoba meningkat pada 2014 menjadi 4,8 juta orang (2,68 persen populasi
Indonesia) dari 4,7 juta orang (2,2 persen) berda-sarkan penelitian Badan
Narkotika Nasional 2011. Berbagai sikap atau pandangan dari kalangan
pemerintah dan masyarakat dalam menyikapi peningkatan jumlah pengguna dan
atau pecandu narkoba berakibat pada kehidupan masyarakat umum yang secara
tidak langsug merasakan ketidak nyamanan dalam kehidupan dilingkungan
9M. Tavip, 2010, “Pelaksanaan Therapeutic Community Dan Rehabilitasi Terpadu Bagi
Narapidana Narkotika Dan Psikotropika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan
Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan”, available from : URL : http://www.ma-
ri.go.id/info/lapas/rehabilitasi,
7
sekitarnya, maka pecandu narkoba harus ditangani secara benar, bukan saja
dikenakan pidana penjara tetapi perlu juga dikenakan tindakan yang lain
diperkenankan oleh hukum. Namun demikian pembuat Undang Undang juga
sudah mengakomodir tindakan terhadap pemakai (pengguna) dengan persyaratan
dalam ayat selanjutnya dijelaskan dalam memutus perkara setiap penyalahgunan
narkotika, hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 Undang Undang Narkotika. Pasal 54 memuat
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosiai.Narkoba merupakan singkatan dari
Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif. Terminologi narkoba familiar
digunakan oleh aparat penegak hukum seperti polisi (termasuk didalamnya Badan
Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas Pemasyarakatan. Selain narkoba,
sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah NAPZA yaitu
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah NAPZA biasanya lebih banyak
dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya
pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat yang
sama.10
Secara etimologi narkotika berasala dari bahasa inggiris yaitu narcotics
ynag berarti obat bius, yang artinya sama dengan narcosis dalam bahasa
Yunaniyang berarti menidurkan atau membiuskan. Sedangkan dalam kamus
10
A.Hamid S. Attamimi, 1992, “Teori perundang-undangan Indonesia”, makalah pada
Pidato Upacara pengukuhan Guru Besar tetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta,
8
inggiris indonesia narkoba berarti bahan-bahan pembius, obat bius atau
penenang.11
Wiliam Benton sebgaiaman dikutip oleh Mardani menjelaskan dalam
bukunya narokoba adalah istilah umum untuk semua jenis zat yang melemahkan
atau membius atau dalam patologi sosial merumuskan defenisi narkotika sebagai
bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat
menurunkan kesadaran. Sementara Smith Kline dan French Clinical memberi
defenisi narkotika sebagai zat-zat yang dapaat mengakibatkan ketidaksadaran atau
pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan pusat
saraf. Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk jenis candu seperti morpin,
cocain, dan heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu seperti (meripidin dan
methodan). Sedangkan Korp Reserce Narkoba mengatakan bahwa narkotika
adalah zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, susunan pengamatan
atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan saraf.12
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka terdapat beberapa
pokok-pokok Masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi dasar Hukum penetapan status Rehabilitasi terhadap
pecandu Narkotika.
2. Apakah penetapan status Rehabilitasi terhadap pecandu Narkotika dapat
menghilangkan unsur pidana.
11
Hasan Sadly, Kamus Inggiris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 390 12
Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: balaiPustaka,
1988)
9
A. Apakah Provinsi Sumatera Selatan sudah termasuk dalam kondisi
darurat narkotika.
B. Seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan
narkotika.
C. Apakah dengan Rehabilitasi dapat memberikan efek jera kepada pecandu
narkotika.
C. Ruang lingkup dan Tujuan
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam pembahasan ini yaitu untuk membatasi agar hasil
penelitian ini akan lebih di fokuskan terhadap penetapan rehabilitasi terhadap
pecandu narkoba, dan Hukum penetapan status rehabilitasi pecandu narkoba serta
unsur-unsur pidana yang tergolong dalam proses rehabilitasi
2. Tujuan
a. Untuk lebih mengetahui secara mendalam dan menganalisis penetapan
Rehabilitasi Terhadap Pecandu narkoba dipusat Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional (BNN), Kota Palembang.
b. Untuk mengetahui bagaimana proses penetapan status rehabilitasi bagi
Pecandu narkobaYang termasuk didalam Undang-Undang No.35 tahun
2009 Tentang Narkotika.
D. Kerangka konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang berhubungan atau
menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang
10
berkaitan dengan istilah itu. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian
dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan dan mengembalikan kondisi para
mantan penyalahguna/ketergantungan NAZA kembali sehat dalam arti
sehat fisik, psikologik, sosial dan spiritual/agama (keimanan). Dengan
kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi
secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, di
sekolah/kampus, di tempat kerja dan lingkungan sosial. 13
2. Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.
Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan
singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.Semua istilah ini,
baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang
umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya.Secara
terminologis narkoba adalah obat yang dapat menenangkan
syaraf,menghiangkan rasa sakit , menimbulkan rasa ngantuk atau
merangsang.14
3. Badan Narkotika Nasonal (BNN) adalahsebuah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif
13
Dadang Hawari, Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alcohol, &Zat
Adiktif), Gaya Baru 2006 Jakarta FKUI, hlm. 132 14
Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: balai Pustaka, 1988),
h.609.
11
lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. BNN dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
E. Metode Penelitian
1.Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini sendiri metode yang digunaan adalah Yuridis
Empiris, Penelitian yuridis empiris sendiri merupakan penelitian yang
menggunakan data primer yakni penelitian langsung dari survey dan wawancara
di Badan Narkotika Nasional (BNN), kota palembang.dengan cara terjun langsung
kelapangan “objeknya”15
(data primer) dan dari berbagai sumber seperti Undang-
Undang Narkotika dan Peraturan Badan Narkotika.Penelitian ini sendiri pun
merupakan penelitian yang condong bersifatkuantitatif, berdasarkan data primer.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Dalam penelitiann hukum empiris sendiri dapat digunakan metode atau
teknik pengumpulan data dengan cara wawancara. Wawancara juga dapat
diartikan sebagai percakapan yang memiliki tujuan tertentu. Dalam wawancara
sendiri terdapat dua pihak, yaitu “interviewer” dan “interviewee”. Interviewer atau
mencari data (informasi) dengan mengajukan pertanyaan, serta meminta
penjelasan dan menggali keterangan secara mendalam (detail). Sedang
kaninterviewee atau pemberi data (informasi) yang menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh interviewer.16
15
Amirudin dan Asikin Zainal, Penghantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta,2004,hlm.29. 16
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2001., hlm.87
12
3. Alat Pengumpulan Data
a. Alat Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer yaitu dengan cara wawancara.Wawancara
merupakan salah satu yang digunakan dalam pengumpulan data yang
pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung dengan narasumber yang
bersangkutan.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiataan menganalisis data-data yang telah
diolah seperti yang disebut diatas. Untuk menganalisis data, tergantung padasifat
data-data yang dikumpulkan oleh penelitinya. Dalam menganalisis data ini, juga
digunakan teknik analisis/analisa secara kulitatif, karena data yang dikaji sendiri
adalah berupa keterangan dan bahan-bahan tertulis yang diperoleh dengan
menggunakan metode wawancara.17
Adapun bahan yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai beriku :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan huku yang mengikat terdiri dari
peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.
Misalnya: Kitab Undang – Undang Hukum Pidana.18
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum premier dan dapat membantu enganalisis dan memahami bahan
hukum primer, dan berupa: Rancangan peraturan perundang-undangan,
17
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis2, Jakarta, Rajawali
Pers,2009, hlm.51. 18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2005, hlm.93.
13
perundang-undang yng tidak berlaku, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-
hasil penelitian jurnal, dan lain sebagainya.19
c. Bahan hukum tersier yang memeberikan penjelasan lebih mendalam
mengenai hukum primer dan hukum sekunder atara lain:
1) Ensiklopedia Indonesia;
2) Kamus Hukum;
3) Kamus bahasa Inggris-Indonesia;
4) Berbagai majalah maupun jurnal hukum.20
F. Sistematika Penulisan
Rencana Penulisan Skripsi Ini Akan Disusun Secara Keseluruhan Dalam 4
(Empat) Bab Dengan Sistematika Sebagai Berikut :
BAB 1 PENDAHULAN
Menguraikan latar belakang, permasalahan, ruang lingkup dan tujuan,
kerangka konseptual, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi paparan tentang :
A.Pengertian rehabilitasi
B.Upaya Penetapan Rehabilitasi Narkotika
C.Tujuan Penetapan Rehabilitasi
19
Suteki dan Galang Taufani, “Metodologi Penelitian Hukum (Filasafat, Teori, dan
Praktik), Rajawali Pers, Depok, 2018, hlm.212. 20
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010,
hlm.114.
14
D. Rehabilitasi dan Pembinaan Pecandu Narkotika
E. Tugas Dan Wewenang Badan Narkotika Nasional (BNN)
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Dasar Hukum Penetapan Status Rehabilitasi terhadap pecandu
Narkotika.
2. Penetapan status Rehabilitasi terhadap pecandu Narkotika dapat
menghilangkan unsur pidana
A. Provinsi Sumatera Selatan sudah termasuk dalam kondisi darurat
narkotika.
B. dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika.
C. Rehabilitasi dapat memberikan dampak jera kepada pecandu
narkotika.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
A.Hamid S. Attamimi, 1992, “Teori perundang-undangan Indonesia”, makalah
padaPidato Upacara pengukuhan Guru Besar tetap di Fakultas Hukum
UI, Jakarta,
Anton M. Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: balai Pustaka,
1988)
Amirudin dan Asikin Zainal, Penghantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali
Pers, Jakarta.
Adi Sujatno, Pencerahan Dibalik Penjara dari Sangkar Menuju Sanggar Untuk
MenjadiManusia Mandiri, Teraju, Jakarta,2008.
Ali,Ahmad,2009,Menguak teori hukum (legal theory) dan teori peradilan
(judicialprudence),PT Prenada Media Group.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta,
1987).
Dadang Hawari, Penyalahgunaan & Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alcohol,
& Zat Adiktif), Gaya Baru 2006 Jakarta FKUI.
Hendra Akhdhiat, Psikologi hukum (Bandung: CV Pustaka setia, 2011).
Hasan Sadly, Kamus Inggiris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000).
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis2, Jakarta,
Rajawali Pers,2009.
Kepmenkes Ri No. 420/Menkes/Sk/Iii/2010 Tentang Pedoman Layanan Terapi
Dan Rehabilitasi Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan Napza
Berbasis Rumah Sakit. 2010.
Lydia Harlina Martono, dan satya joewana., 2006, pencegahan dan
penanggulangan penyalahgunaan narkoba berbasis sekolah, balai
pustaka, jakarta.
61
Mashuri Sudiro, Islam Melawan Narkotika, (Yogyakarta: CV. Adipura, 2000).
Martono, Lydia Harina dan Satya Joewana, 2006, Peran Orang Tua dalam
Mencegah dan menanggulangi Penyalahgunaan Narkotika, Balai
Pustaka, Jakarta.Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010
tentang Penempatan Penyalahgunaan, Angka 3 huruf a.
O.C Kaligis, Narkoba dan peradilan di Indonesia (Bandung: Alumni, 2006).
Siswanto Sunarsono, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian
Sosiologi Hukum, Grafindo, Jakarta.
Subgyo partodiharjo,Op.Cit,
Wahidah Abdullah, Pelaksanaan pendidikan islam dan implementasinya terhadap
penanggulangan penyalahgunaan narkoba (Makassar: Alauddin
University Press, 2012).
Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Rajagrafindo Persaa, 2012).
2. Undang Undang
Direktorat Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama BNN, Himpunan
Peraturan Tentang Narkotika dan Peraturan Lainnya (Jakarta : 2016).
pasal 1 angka 23 KUHAP
pasal 1 ayat (1) Undang Undang No. 35 Tahun 2009
Pasal 127 ayat 3 Undang-Undang Narkotika
Pasal 103 Undang Undang No. 35 Tahun 2009
Pasal 54 Undang Undang No. 35 Tahun 2009
Pasal 55 Undang Undang No. 35 Tahun 2009
Pasal 64 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Pasal 65 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Pasal 70 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Pasal 71 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
62
Pasal 72 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Pasal 75 Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
Surat Edaran Mahkama Agung No. 04 /Bua. 6 / Hs/Sp/IV / 2010
Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
3. Wawancara
Sri Mariance Naibaho. 2020. Penetapan Lembaga Rehabilitasi. BNNP Sumatera
Selatan. Sumatera Selatan. 11 mins
Risda Meylinda. 2020. Penetapan Lembaga Rehabilitasi. BNNP Sumatera
Selatan. 8 Mins
Rizal Hermedi. 2020. Penetapan Lembaga Rehabilitasi. BNNP Sumatera Selatan.
5 Mins
4. Internet
M. Tavip, 2010, “Pelaksanaan Therapeutic Community Dan Rehabilitasi Terpadu
Bagi Narapidana Narkotika Dan Psikotropika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Medan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan”, available from:
URL : http://www.ma-ri.go.id/info/lapas/rehabilitasi,
top related