pbl_skenario 2
Post on 18-Jan-2016
16 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pembunuhan Anak Sendiri
Angela
10.2010.349
D5
3 Desember 2013
Mahasiswi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6
Email: dogiest_angels@yahoo.co.id
Pendahuluan
Bayi yang lahir dapat berupa bayi lahir hidup maupun bayi lahir mati. Hal tersebut dapat
dibedakan melalui pemeriksaan terhadap paru-paru. Pada bayi yang dilahirkan juga harus
dilakukan penilaian apakah bayi tersebut mampu untuk hidup di luar atau tidak. Jika bayi
tersebut sudah cukup bulan dan mature maka bayi tersebut mampu untuk hidup di luar. Pada
mayat bayi harus dilakukan penilaian apakah bayi tersebut sudah dirawat atau belum dirawat.
Pemeriksaan forensik terhadap pembunuhan anak sendiri tidak hanya dilakukan pada bayi yang
merupakan korban, tetapi juga terhadap ibunya yang menjadi pelaku. Hal ini untuk mengetahui
apakah terdapat gangguan psikis pada ibu tersebut atau tidak. Pemeriksaan pada ibu tidak
hanya berupa pemeriksaan secara psikis melainkan juga melakukan harus ditentukan apakah
ibu tersebut memang benar merupakan orang tua kandung dari bayi tersebut atau bukan.
Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan pada ibu untuk menentukan apakah benar ibu tersebut
merupakan orang tua kandung dari anaknya, salah satunya adalah dengan pemeriksaan DNA.
Jika bayi tersebut dibuang maka pemeriksaan terhadap lokasi ditemukannya mayat tersebut
harus dilakukan. Pemeriksaan forensik secara lengkap harus dilakukan pada korban yang
kemudian dituangkan dalam visum et repertum. Visum et repertum akan berfungsi sebagai
barang bukti dalam proses persidangan. Untuk itu ingin diketahui pemeriksaan forensik yang
dilakukan pada mayat bayi yang diduga dibunuh oleh ibu kandungnya sendiri.
1
Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi seseorang dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif atau tidak meragukan. Penentuan identitas
personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual, dokumen, pakaian, dan
perhiasan, medik, gigi, serologik, dan secara eksklusi. Selain itu juga dapat dilakukan melalui
pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan sidik jari bertujuan membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data
sidik jari ante mortem. Pemeriksaan sidik jari dianggap sebagai pemeriksaan yang
ketepatannya paling tinggi untuk menentukan identitas seseorang.
Metode visual dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Akan tetapi metode ini memiliki tingkat kesalahan yang tinggi dikarenakan adanya
pengaruh dari faktor emosi. Pemeriksaan dokumen dapat dilakukan dari kartu identitas seperti
KTP, SIM, Paspor, dll.
Identifikasi medis menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat atau kelainan khusus. Melalui identifikasi medis dapat diperoleh data tentang jenis
kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan pada tulang, dll.
Pemeriksaan gigi meliputi pencatatan data gigi atau odontogram dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar X, dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi, dll.
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Pada jenazah
umumnya darah sudah membusuk sehingga proses pemeriksaan serologik dilakukan dengan
memeriksa rambut, kuku, dan tulang.
Identifikasi kerangka berutujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut merupakan
kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus,
deformitas, dan rekonstruksi wajah dapat dilakukan. Perkiraan saat kematian dapat dilakukan
dengan memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
2
Pemeriksaan ras dapat dilakukan dengan pemeriksaan antropologi pada tengkorak, gigi geligi
dan tulang panggul atau tulang lainnya. arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas pertama yang
berbentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid. Jenis kelamin ditentukan
berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta
skapula dan metakarpal. Pada panggul, indeks isopubis merupakan ukuran yang paling sering
digunakan. Laki-laki bernilai 83,6 sedangkan wanita 99,5.
Pada laki-laki didapatkan juga ukuran anatomik lain seperti indeks asetabuloisiadikum, indeks
cotuloisiadikum, ukuran pintu atas, tengah dan bawah panggul serta morfologi deskriptif
seperti insisura isiadikum mayor yang sempit. Pada wanita dapat digunakan sulkus
preaurikularis ayng menonjol, arkus sub-pubis dan krista iliaka juga bbeberapa ukuran pada
tulang dada seperti panjang sternum tanpa xypoid, lebar sternum pada segmen I dan II, tebal
minimum manubrium dan korpus sternum segmen I untuk menentukan jenis kelamin.
Pemeriksaan pada pusat penulangan atau osifikasi dan penyatuan epifisis tulang sering
digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan
langsung terhadap pusat penulangan pada tulang.
Pemeriksaan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan
gigi(intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-
12 tahun). Pengukuran tinggi badan seseorang dapat dilakukan dari panjang tulang dimana
tulang yang diukur dalam keadaan kering bniasanya lebih pendek 2 mm dari tulang segar,
sehingga dalam menghitung tinggi badan harus diperhatikan.
Jika tidak ada individu yang dicurigai sebagai korban maka dapat dilakukan upaya rekonstruksi
wajah pada tengkorak dengan menambal tulang tengkorak tersebut menggunakan data
ketebalan jaringan lunak pada berbagai titik di wajah yang kemudian diberitakan ke
masyarakat untuk mengetahui identitas korban.
Tanatologi
Tanatologi merupakan ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Kematian
dibedakan menjadi: 1. Mati somatis atau mati klinis terjadi akhibat terhentinya ketiga sistem
penunjang kehidupan yaitu sistem saraf pusat, respirasi, dan kardiovaskuler. 2. Mati suri atau
suspended animation disebabkan karena terhentinya ketiga sistem kehidupan jika dilakukan
3
pemeriksaan dengan alat kedokteran sederhana. 3. Mati seluler atau mati molekuler adalah
kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelahkematian somatis. 4. Mati
serebral merupakan kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum sedangkan sistem respirasi dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
5. Mati otak disebabkan karena terjadinya kerusakan seluruh isi neural intrakranial yang
ireversibel termasuk batang otak dan serebelum.
Waktu kematian dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap tanda-tanda kematian. Tanda-
tanda kematian dibedakan menjadi tanda pasti dan tanda tidak pasti. Tanda-tanda tidak pasti
kematian terdiri dari: 1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit. 2. Terhentinya sirkulasi. 3.
Kulit pucat. 4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. 5. Pembuluh darah retina mengalami
segmentasi beberapa menit setelah kematian dan bergerak ke tepi lalu menetap. 6. Pengeringan
kornea .
Tanda-tanda pasti dari kematian, antara lain: 1. Lebam mayat atau livor mortis. 2. Kaku mayar
atau rigor mortis. 3. Penurunan suhu tubuh atau algor mortis. 4. Pembusukan atau
docomposition. 5. Adiposera atau lilin mayat. 6. Mumifikasi.
Lebam mayat dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, dimana setelah mati klinis etritrosit akan
menempati tempat terbawah mengisi pembuluh darah vena yang kemudian akan membentuk
bercak warna merah ungu atau livide pada bagian terbawah dari tubuh. Akan tetapi pada bagian
yang tertekan oleh alas keras tidak akan timbul lebam mayat. Letak dari lebam mayat
tergantung pada posisi ketika meninggal. Lebam mayat umumnya mulai tampak 20-30 menit
setelah kematian dan akan menetap setelah 8-12 jam. Menentapnya lebam mayat disebabkan
karena bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah cukup banyak sehingga sulit berpindah dan
terdapatnya kekakuan pada otot-otot dinding pembuluh darah.
Lebam mayat pada setiap orang memiliki warna yang berbeda-beda tergantung dari penyebab
kematian tersebut. Jika lebam mayat disebabkan oleh keracunan CO atau CN maka lebam
mayat yang timbul akan berwarna merah muda, sedangkan jika disebabkan oleh keracunan
nitrit maka lebam mayat yang timbul akan berwarna coklat.
Kaku mayat disebabkan karena habisnya ATP yang menyebabkan aktin dan miosin tidak lagi
lentur melainkan menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dapat dibuktikan dengan
memeriksa persendian. Kaku mayat tampak 2 jam setelah mati klinis dan dimulai dari bagian
luar tubuh pada otot-otot kecil ke arah dalam. Kekakuan pada mayat dibedakan menjadi 3
4
macam, antara lain: 1. Cadaveric spasm yang merupakan bentuk kekakuan pada otot yang
terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasm timbul dengan intensitas yang sangat
kuat tanpa didahului dengan relaksasi primer. Penyebab dari cadaveric spasm adalah habisnya
cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan
sebelum meninggal. 2. Heat stiffening merupakan koagulasi protein otot oleh panas sehingga
otot berwarna merah muda, kaku, rapuh. Hal ini sering dijumpai pada korban yang mati
terbakar. 3. Cold stiffening merupakan kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin shingga
terjadi pembekuan cairan tubuh.
Algor mortis terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke benda yang lebih
dingin baik dengan cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi. Penurunan suhu akan lebih
cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin dengna kelembaban rendah, tubuh
yang kurus, posisi telentang, tidak berpakaian atau berpakaian tipis.
Pembusukan merupakan proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja
bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril
yang timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamatai dan hanya dapat
dicegah dengan pembekuan jaringan. Pembusukan akan terlihat kira-kira 24 jam pasca mati
berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah yaitu daerah sekum. Warna kehijauan
disebabkan karena terbentuknya sulf-met-hemoglobin yang secara bertahap warna tersebut
akan menyebar keseluruh perut dan dada dan bau busuk mulai tercium. Pembuluh darah bawah
kulit akan tampak melebar dan berwarna hijau kehitaman. Pembentukan gas di dalam tubuh
dimulai pada dari dalam lambung dan usus yang kemudian akan menyebabkan tegangnya perut
dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat dalam jaringan
dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya krepitasi dan menyebabkan pembengkakan
secara menyeluruh. Adanya larva lalat menandakan telah terjdi pembusukan nyata yaitu 36-48
jam setelah meninggal.
Adiposera merupakan terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak, atau berminyak,
berbau tengik dan terjadi dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Adiposera terdiri dari asam
lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga
terbentuk asam lemak jenuh pasca kematian ayng tercampur dengan sisa otot, jaringan ikat,
jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial. Adiposera
dapat terjadi pada berbagai lemak tubuh tetapi yang pertama kali terkena adalah lemak pada
bagian superficial. Adanya adiposera menyebabkan gambaran luar tubuh dapat bertahan selama
5
bertahun-tahun, dan akan menghambat pembusukan karena derajat keasaman dan dehidrasi
jaringan bertambah.
Mumifikasi merupakan proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat
sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan.
Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk
karena kuman yang tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi
jika suhu lingkungan dalam keadaan hangat, kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh
yang dehidrasi dan waktu yang lama.
Selain tanda-tanda pasti dan tidak pasti dari kematian, untuk menentukan lamanya waktu
kematian dapat dilakukan melalui identifikasi beberapa perubahan, seperti 1. Perubahan pada
mata. 2. Perubahan pada lambung. 3. Perubahan rambut. 4. Pertumbuhan kuku. 5. Perubahan
dalam cairan serebrospinal. 6. Kadar kalium. 7. Komponen darah. 8. Reaksi supravital.
Pemeriksaan Luar
Penyebab kematian yang paling sering ditemukan pada pembunuhan anak sendiri adalah mati
lemas atau asfiksia. Selain itu juga dapat disebabkan karena proses persalinan atau trauma
lahir, kecelakaan atau alamiah yang disebabkan karena penyakit.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki
saluran pernapasan yang disebabkan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik. Orang
yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dari 4 fase, yaitu: 1. Fase
dispnea yaitu terjadinya penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan penimbunan
karbondioksida dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata
sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah
meninggi dan mulai tampak adanya sianosis. 2. Fase konvulsi disebabkan oleh kadar
karbondioksida yang naik sehingga timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga
terjadi kejang yang awalnya berupa klonik dan kemudian menjadi tonik dan pada akhirnya
menjadi spasme opistotonik. Hal ini disebabkan oleh kadar oksigen yang kurang. 3. Fase apnea
yang disebabkan oleh depresi pusat pernapasan yang hebat, pernapasan melemah dan dapat
berhenti. 4. Fase akhir berupa paralisis pusat pernapasan dimana pernapasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher.
Pada pemeriksaan luar akan ditemukan adanya sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
Selain itu juga ditemukan adanya warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk
6
lebih cepat. Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan
aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Terdapatnya busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernapasan pada fase dispneu disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang dapat
bercampir dengan darah akibat pecahnya kapiler.
Pada mata didapatkan pembuluh darah yang melebar di daerah konjungtiva bulbi dan palpebra
yang terjadi pada fase konvulsi. Hal ini terjadi akibat tekanan hidrostatik dalam pembuluh
darah meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu hipoksia juga dapat
merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sela akan pecah dan
timbul bintik-bintik perdarahan yang disebut sebagai tardieu’s spot.
Asfikisa yang mungkin dilakukan pada anak sendiri adalah disebabkan oleh pembekapan
ataupun adanya benda asing dalam saluran nafas. Pembekapan merupakan penutupan lubang
hidung an mulut yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru. Jika pembekapan terjadi
dengan benda yang lunak maka pada pemeriksaan luar mungkin tidak ditemukan tanda-tanda
kekerasan. Jika ditemukan tanda kekerasan, maka yang mungkin ditemukan adalah luka lecet
jenis tekan atau geser, goresan kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi, dan dagu
yang mungkin terjadi akibat korban yang melawan. Luka memar atau lecet apda bagian atau
permukaan dalam bibir akibat bibir yang terdorong dan m enkan gigi, gusi, dan lidah.
Adanya benda asing dalam saluran napas akan mengakibatkan hambatan udara masuk ke
dalam paru-paru. Asfiksia yang disebabkan karena adanya benda asing dibedakan menjadi
gagging dan choking. Gagging merupakan keadaan dimana terjadi sumbatan dalam orofaring,
sedangkan choking merupakan sumbatan yang terdapat dalam laringofaring. Mekanisme
kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal akibat rangsangan pada
resptor nervus vagus di arkus faring yang meninmbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat
cardiac arest dan kematian. pada permiksaan jenazah akan ditemukan adanya sumbatan dalam
saluran nafas.1
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam yang dilakukan pada jenasah harus mengungkapkan berbagai hal, seperti:
1. Penyebab luka. 2. Arah kekerasan. 3. Cara terjadinya luka. Untuk mengetahui apakah luka
yang ditemukan sebagai akibat kecelakaan, pembunuhan atau bunuh diri. Luka yang
7
disebabkan oleh kecelakaan terdapat pada bagian yang terbuka. Luka yang disebabkan oleh
pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Jika korban sempat
melakukan perlawanan maka dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya terdapat pada daerah
ekstensor lengan bawah atau telapak tangan. Pada korban yang bunuh diri umumnya
ditemukan adanya luka percobaan. 4. Hubungan antara luka dengan sebab kematian.
Dalam menilai hubungan antara luka dengan sebab kematian harus dapat membuktikan bahwa
luka yang ditemukana dalah luka yang terjadi selama korban masih hidup atau luka intravital.
Tanda intravital dapat bervariasi seperti resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka,
serbukan sel radang, pemeriksaan histoensimatik sampai pemeriksaan kadar histamin bebas
dan serotonin jaringan.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat : 1.
Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara tidak
langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang mengeras juga
menunjukkan adanya pembesaran. 2. Bentuk. 3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh
mempunyai permukaan yang lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah
jika terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan. 4. Konsistensi:
Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut. 5. Kohesi: Merupakan
kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan
daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek)
menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang
kuat. 6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-abuan, tapi
hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut. Warna
kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna
organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.
Pada korban yang mati akibat asfiksia dapat ditemukan: 1. Darah berawanta lebih gelap dan
encer disebabkan oleh fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati. 2. Busa halus di dalam
saluran napas. 3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi
lebih berat, gelap, dan banyak mengeluarkan darah. 4. Ptekie. 5. Edema paru yang
berhubungan dengan hipoksia. 6. Beberapa kelainan yang berhubungan dengan kekerasan.1,2
Pemeriksaan Autopsi
8
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atau penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian
serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan
penyebab kematian.
Otopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu
sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.
autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari autopsi medikolegal adalah: a. Untuk memastikan identitas seseorang
yang tidak diketahui atau belum jelas. b. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme
kematian, dan saat kematian. c. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan. d. Membuat laporan tertulis yang
objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.
Autopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada autopsi
medikolegal : 1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah. 2. Autopsi hanya
dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang. 3. Autopsi harus
segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk autopsi. 4. Hal-hal yang
berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu sebelum memulai autopsi.
Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari pemeriksaan fisik. 5. Pencahayaan
yang baik sangat penting pada tindakan autopsi. 6. Identitas korban yang sesuai dengan
pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka
tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh. 7. Ketika dilakukan
autopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang. 8. Pencatatan perincian pada
saat tindakan autopsi dilakukan oleh asisten. 9. Pada laporan autopsi tidak boleh ada bagian
yang dihapus. 10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diautopsi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal adalah: 1.
Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan, termasuk surat
izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum. 2. Memastikan
mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut. 3.
9
Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap mungkin
untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan. 4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk autopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal. 5. Mempersiapkan format autopsi, hal ini penting untuk
memudahkan dalam pembuatan laporan autopsi.
Pemeriksaan autopsi pada bayi harus ditentukan apakah bayi tersebut merupakan bayi yang
lahir hidup atau lahir mati. Hal tersebut dapat diketahui melalui pemeriksaan uji apung paru.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan lainnya, yaitu: 1. Pemeriksaan rongga dada
dimana didapati diafragma terletah rendah setinggi iga ke 5 atau 6. 2. Paru-paru yang
mengembang pada bayi yang telah bernapas dan pada permukaan paru dapat ditemukan
gambaran mozaic. Sedangkan pada paru-paru bayi yang belum bernapas kedua paru masih
menguncup dan terletak tinggi dalam rongga dada.2,3
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan terhadap paru-paru
dengan melakukan uji apung. Dalam melakukan uji apung, paru-paru tidak boleh disentuh
untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jarignan paru
akibat manipulasi berlebihan.
Pada pemeriksaan uji apung paru-paru, pemeriksaan dilakukan dengan mengeluarkan organ
tubuh mulai dari lidah sampai paru-paru yang tidak boleh disentuh dalam prosesnya dan
kemudian dimasukkan ke dalam air dan dilihat mengapung atau tenggelam. Setelah itu paru-
paru kiri dan kanan dilepaskan dan imasukkan kembali ke dalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air dan dilihat
mengapung atau tidak. kemudian 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke
dalam air dan diperhatiakan mengapung atau tidak.
Pada bayi yang mati dan mengalami pembusukkan pada pemeriksaan paru didapatkan hasil
paru-paru tersebut mengapung. Oleh karena itu jika pada potongan kecil paru masih
mengapung, letakkan potongan tersebut diantara 2 karton dan ditekan secara tegak lurus dan
tidak bergeser untuk mengeluarkan gas pembusukkan yang terdapat pada jaringan interstisial
paru kemudian masukkan kembali ke dalam air. Bila masih mengapung maka paru-paru
tersebut berisi udara residu yang tidak akan keluar dan menandakan bayi tersebut lahir hidup.
10
Hasil negatif pada uji paru belum tentu bayi tersebut lahir mati, bisa saja bayi tersebut lahir
hidup kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut sehingga udara dalam
alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif, pemeriksaan histopatologi paru harus dilakuka untuk
memastikan bayi tersebut lahir hidup atau lahir mati.
Pemeriksaan mikroskopik paru dilakukan setelah dilakukannya fiksasi denga laruan formalin
10%. Sesudah 12 jam dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif
meresao dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam kemudian dibuatkan
sediaan histopatologik yang menggunakan pewarna HE dan jika telah membusuk dapat
digunakan Gomori atau Ladewig.
Tanda khas untuk paru bayi yang belum bernapas adalah adanya tonjolan yang berbentuk
seperti bantal yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga tampak
seperti gada. Pada permukaan ujung bebas tonjolan tampak kapiler berisi banyak darah. Jika
sudah membusuk maka dengan pewarnaan Gomori dan Ladewig tampak serabut-serabut
retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelokkelok seperti rambut keriting dan pada
tonjolan pada permukaan membentuk gelung-gelung terbuka. Serabut-serabut elastin pada
dinding alveoli belum terwarnai dengan jelas, masih merupakan fragmen-fragmen yang
tersusun dan belum membentuk satu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut
tersebut tegang, tidak bergelombang dan tidak terdapat pada daerah yang mengalami
penonjolan.
Pada bayi yang lahir mati dapat ditemukana danya tanda inhalasi cairan amnion yang luas
karena asfiksia intrauterin, terlihat sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kuit,
berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf S. selain itu terlihat sedikit sel-
sel amnion yang bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksntrik dengan
batas yang tidak jelas. Pada lahir mati ditandai dengan adanya keadaan yang tidak
memungkinkan terjadinya kehidupan seperti trauma persalinan hebat, perdarahan otak yang
hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan
kongenital yang fatal seperti anensefalus dan sebagainya.1,3
Pemeriksaan terhadap Ibu
Pemeriksaan pada seorang wanita yang dicurigai sebagai ibu kandung dari bayi yang
ditemukan dapat dilakukan dengan memeriksa keadaan tubuh wanita tersebut. Jika wanita
tersebut memang benar baru melahirkan anak, maka dapat ditemukan keadaan dada dan rahim
11
yang masih membesar, keluarnya cairan kemerahan dari vagina, dan terdapat tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa ibu tersebut masih dalam masa nifas.
Adanya barang bukti yang bisa dikaitkan atau ada hubungannnya dengan barang bukti yang
didapatkan pada tubuh korban, seperti: pembungkus mayat, kain yang berlumuran darah
sewaktu persalinan, alat penyeret serta barang-barang bukti lainnya yang berasal dari si ibu
atau tempat terjadinya persalinan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemeriksaan DNA. Secara
umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi personal, pelacakan hubungan genetik
(disputed parentage atau kasus ragu orang tua) dan pelacakan sumber bahan biologis. Kasus
paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus sengketa asal usul.
Sengketa asal usul berdasarkan objek sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis
kasus, yaitu: 1. Kasus ragu orangtua yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa orangtua
(ayah dan ibu) dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi,
kasus pencarian orang tua pada kasus penculikan, bayi tertukar, kasus terpisahnya keluarga
pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak dikenal. 2. Kasus ragu ayah
yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah kandung dari seorang anak. Yang termasuk
dalam kategori ini adalah kasus imigrasi, kasus klaim keayahan oleh seorang wanita, kasus
perselingkuhan dan kasus incest. 3. Kasus ragu ibu yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa
ibu kandung dari seorang anak. Yang termasuk dalam kategori ini dalah kasus bayi tertukar,
kasus pembunuhan anak sendiri, dan kasus aborsi. 4. Kasus ragu kerabat yaitu kasus yang
mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih punya hubungan darah atau tidak. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah pelacakan silsilah keluarga, kasus pencarian keluarga
setelah bencana alam.
Ada beberapa pemeriksaan DNA yang bisa dilakukan,yaitu: 1. Konsep Polimorfisme. 2.
Pemeriksaan DNA Fingerprint. 3. Analisis VNTR lain. 4. Pemeriksaan RFLP. 5. Metode PCR.
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu bentuk yang
berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi / modifikasi pada suatu lokus
yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat
polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan
keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari yang lain.
12
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain ialah
golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim eritrosit dan sistim HLA
(Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada tingkat
yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik atau DNA.
Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR
(Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme DNA
menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis
yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua,
DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan
pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah yang
tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga
berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan
ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih
mungkin untuk dianalisis.
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang
termasuk daerah non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan
urutan basa tertentu yang berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan multilokus.
Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing-masing individu mempunyai jumlah
pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga kemungkinan dua
individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali. Bagian DNA ini
dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar
pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari
kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak
langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu
memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.
Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang
potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA
pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya
dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA
13
yang tleha terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa
dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk membuat DNA-
nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian dicampurkan dengan
pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses yang dinamakan
hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen DNA yang
merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,
dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif
tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif ini akan tampak
pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di
supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat dihasilkan
sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak dikenal
dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban.
Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok
dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat
dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan pita DNA
tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita DNA yang
persis pola susunannya.
Pada analisis VNTR lain, metode pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan
menggunakan enzim restriksi, sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun
semua masih menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal (singel
locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada sistim
pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu lokus
tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA saja.
Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita satunya
berasal dari sang ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi lebih
mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku perkosaan.
Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku perkosaan
adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit membuat
14
kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal selain kasus
perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus sekaligus.
ecara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus identifikasi
personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak lokus tunggal.
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah
suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA setelah
dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai kamampuan
memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-
potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA
yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA
yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode analisis RFLP.
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak fragmen
DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara 90-95
derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded) akan
terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan dengan
pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau primer annealing) yang dihitung
dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).3
Pemeriksaan terhadap Bayi
Pada pemeriksaan mayat bayi, untuk menentukan usia janin atau embrio dalam kandungan
menggunakan rumus De Haas. Rumus De Haas terdapat pada 5 bulan pertama, panjang kepala-
tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan) dan selanjutnya = umur gestasi (bulan) x 5.
Bayi yang ditemukan juga harus dilakukan pemeriksaan untuk menentukan bayi tersebut cukup
bulan atau tidak atau non-viable, karena pada keadaan prematur dan nonviable bayi tersebut
dapat menggal akibat proses alamiah besar. Viable merupakan keadaan bayi atau hidup dii luar
kandungan lepas dari ibunya.Krteria untuk itu adalah umur kehamilan lebih dari 28 minggu
dengan panajang badan lebih dari 23 cm dan lebih dari 32cm, berat badan lebih dari 1000 cm,
dan tidak ada cacat bawaan yang fatal.
Pada bayi cukup bulan bila umur kehamilan lebih dari 36 mingu dngan panjang kepala-tumit
lebih dari 48 cm, panjang badang kepala 30-33 cm, berat badan 2500-3000gr dan lingkar
kepala 33 cm.
15
Pada bayi cukup bulan terdapat pusat penulangan pada distal femur sedangkan pada proksimal
tibia kadang-kadang terdapat atau baru terdapat sesudah lahir. Pada bayi wanita pusat
penulangan timbul lebih cepat.
Bayi cukup bulan juga memiliki ciri-ciri berupa lanugo sedikit, terdapat pada dahi, punggung
dan bahu, pembentukan tulang rawan telinga telah sempurna, diameter tonjolan susu 7 mm atau
lebih, kuku jari telah melewati ujung-ujung jari, garis-garis telapak kaki telah terdapat melebihi
2/3 bagian depan kaki, testis sudah turun ke dalam skrotum, labia minora sudah tertutup oleh
labia mayora yang telah berkembang sempurna, kulit berwarna merah muda atau merah
kebiruan. Setelah 1-2 minggu warna kulit akan berubah menjadi lebih pucat atau coklat
kehitam-hitaman, lemak bawah kulit cukup merata sehingga kilit tidak berkeriput
Penentuan umur bayi melalui ekstrauterin dilakukan setelah bayi tersebut dilahirkan, yaitu: 1.
Udara dalam saluran cerna jika hanya terdapat dalam lambung atau duodenum menandakan
bayi tersebut hidup beberapa saat. Jika udara tersebut berada dalam usus halus berarti bayi
tersebut telah hidup 1-2 jam. Jika terdapat pada usus besar menandakan bayi tersebut telah
hidup 5-6 jam, dan jika udara berada dalam rektum berarti telah hidup selama 12 jam. 2.
Mekonium akan keluar semua dalam waktu 24 jam setelah lahir. 3. Perubahan tali pusat. Pada
tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam dan kemudian
akan mengering seperti benang dalam waktu 6-8 hari dan akan terjadi penyembuhan luka yang
sempurna jika tidak terjadi infeksi dalam 15 hari. Secara mikroskopik pada daerah yang akan
lepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa sebukan sel-sel
leukosit berinti banyak yang kemudian akan terlihat sel-sel limfosit dan jaringan granulasi. 4.
Eritrosit berinti akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, tetapi masih dapat ditemukan
dalam sinusoid hati pada beberapa bayi. 5. Ginjal pada hari ke 2-4 akan ditemukan deposit
asam urat yang berawarna jingga berbentuk kipas dan lebih banyak dalam piramid dan akan
menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme telah terjadi. 6. Setelah bayi lahir akan terjadi
obliterasi arteri dan vena umbilikalis dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup
setelah 3-4 minggu dan foramen ovale akan tertutups etelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadang
tidak menutup walaupun tidak berfungsi lagi. Duktus arteriosus akan tertutup setelah 3 minggu
1 bulan.
Pada bayi yang telah dirawat dapat ditemukan beberapa hal, yaitu: a. Tali pusat yang terlah
terikat, diputuskan dengan gunting atau pisau kurang lebih 5 cm dari pusat bayi dan diberi obat
antiseptik. Jika tali pusat dimasukkan ke dalam air akan terlihat ujungnya terpotong rata. b.
16
Verniks kaseosa atau lemak bayi telah dibersihkan termasuk bekas-bekas darah. c. Pada tubuh
bayi terdapat pakaian atau penutup.
Pemeriksaan yang harus dilakukan juga pada bayi adalah: 1. Mulut dilihat apakah ada benda
asing yang menyumbat atau tidak, dilihat juga apakah palatum mole robek atau tidak. 2. Kepala
dilihat apakah terdapat kaput suksedaneum, molase tulang-tulang tengkorak. 3. Tanda
kekerasan. Perhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut dan hidung, serta memar pada
mukosa bibir dan pipi. Tanda pencekikan atau jerat pada leher, memar atau lecet pada tengkuk,
dan lain-lain. 4. Rongga dada. 5. Tanda asfiksia berupa tardieu’s spots pada permukaan paru,
jantung, timus dan epiglottis. 6. Tulang belakang dilihat apakah terdapat kelainan congenital
dan tanda kekerasan. 7. Pada pemeriksaan kepala bayi baru lahir, kulit kepala disayat dan
dilepaskan seperti pada orang dewasa. Kedua keeping tulang atap tengkorak dipatahkan kea rah
lateral. Biasanya duramater ikut tergunting karena melekat erat pada tulang. Perhatikan apakah
terdapat perdarahan subdural atau subaraknoid. Perhatikan keadaan falks serebri dan tentorium
serebeli terutama pada perbatasanya (sinus rektus dan sinus transverses) apakah terdapat
robekan. Selanjutnya dilakukan pengeluaran otak seperti pada orang dewasa. Tujuan
pembukaan tengkorak seperti ini adalah supaya falks serebri serta tentorium tetap dalam
keadaan utuh sehingga tiap kelainan dapat ditentukan dengan jelas.2
TKP
Tempat kejadian perkara adalah tempat ditemukannya benda bukti dan atau tempat terjadinya
peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Dalam melakukan
pemeriksaan pada TKP, kehadiran dokter tergantung pada kasus yang terjadi. Peran dokter di
TKP adalah untuk membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran
forensik.
Dasar dari pemeriksaan TKP adalah hexameter yaitu menjawab 6 pertanyaan berupa: 1. Apa
yang terjadi. 2. Siapa yang tersangkut. 3. Dimana dan kapan terjadinya. 4. Bagaimana
terjadinya. 5. Dengan apa melakukannya. 6. Kenapa peristiwa tersebut terjadi.
Dalam melakukan pemeriksaan di TKP harus mengikuti ketentuan yang berlaku selama
penyelidikan dengan menjaga agar tidak mengubak keadaan TKP. Semua benda yang
ditemukan di lokasi harus segera diamankan untuk kemudian diserahkan ke laboratorium.
17
Jika korban masih dalam keadaan mati mka dokter bertugas untuk menegakkan diagnosis
kematian, memperkirakan saat kematian, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan cara
kematian, menemukan dan mengamankan benda bukti biologis dan medis.
Pemeriksaan dimulai dengan membuat foto dan sketsa TKP termasuk penjelasan mengenai
letak dan posisi korban, benda bukti dan interaksi lingkungan. Pengambilan foto dilakukan
pada jarak dekat, jauh, dan menengah. Mayat dibungkus dengan plastik atau kantung plastik
khusus untuk mayat setelah sebelumnya kedua tangannya di bungkus plastik sebatas
pergelangan tangan. Hal ini bertujuan agar dapat melakukan sidik jari dengan baik meskipun
pemeriksaan sidik jari dapat dilakukan sebelum korban dibawa.
Benda bukti yang ditemukan diamakankan dengan memperlakukannya sesuai prosedur yaitu
dipegang dengan hati-hati serta dimasukkan ke dalam kantong plastik tanpa meninggalkan
jejak sidik jari baru. Barang bukti cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kering, sedangkan
yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan dimasukkan ke dalam amplop
atau kantong platik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dna dimasukkan ke dalam kantung
plastik. Semua barang bukti harus diberi label dengan keterangan tentang jenis benda, loksi
penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan.1
Aspek Hukum dan Medikolegal
Aspek-aspek hukum yang berhubungan dengan kasus pembunuhan terhadap anak sendiri
terdapat pada pasal 341, 342, 343, 181, 304, 305, 306, 307, dan 308 KUHAP.
Pasal 341 KUHAP berisi: Seorang ibu yang dengan sengaja menghilangkan jiwa anaknya pada
ketika dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia
sudah melahirkan anak, dihukum, karena makar mati terhadap anak, dengan hukuman penjara
selama-lamanya 7 tahun.
Pasal 342 KUHAP berisi: Seorang ibu yang dengan sengaja akan menjalankan keputusan yang
diambilnya sebab takut ketahuan bahwa ia tidak lama lagi akan melahirkan anak,
menghilangkan jiwa anaknya itu pada ketika dilahirkan atau tidak lama kemudian daripada itu,
dihukum karena pembunuhan anak yang direncanakan dengan hukuman penjara selama-
lamanya 9 tahun.
Pasal 343 KUHAP berisi: Bagi orang lain yang turut campur dalam kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 341 dan 342 dianggap kejahatan itu sebagai makat mati atau pembunuhan.
18
Pasal 181 KUHAP berisi: Barang siapa mengubur, menyembunyikan, mengangkut, atau
menghilangkan mayat dengan maksud hendak menyembunyikan kematian atau kelahiran orang
itu, dihukum penjara selama-lamanya 9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya 4500 rupiah.
Pasal 304 KUHAP berisi: Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang
dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan perawatan atau pemeliharaan pada
orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara
selama 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 305 KUHAP menyebutkan: Barang siapa menaruhkan anak yang dibawah umur 7 tahun
di suatu tempat supaya dipungut oleh orang lain, atau dengan maksud akan terbebas dari pada
pemeliharaan anak itu, meninggalkannya, dihukum penjara sebanyak-banyaknya 5 tahun 6
bulan.
Pasal 306 KUHAP ayat 1 menyebutkan: Kalau salah satu perbuatan yang diterangkan dalam
pasal 304 dan 305 itu menyebabkan luka berat, maka di tersalah dihukum penjara selama-
lamanya 7 tahun 6 bulan. Ayat 2: Kalau salah satu perbuatan ini menyebabkan orang lain mati,
si tersalah itu dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun.
Pasal 307 KUHAP menyebutkan: Kalau si tersalah karena kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 305 adalah bapak atau ibu dari anak itu, maka baginya hukuman yang ditentukan dalam
pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan sepertiganya
Pasal 308 KUHAP berisi: Kalau ibu menaruh anaknya di suatu tempat supaya dipungut oleh
orang lain tidak lama sesudah anak itu dilahirkan oleh karena takut akan diketahui orang ia
melahirkan anak atau dengan maksud akan terbebas dari pemeliharaan anak itu,
meninggalkannya, maka hukuman maksimum yang tersebut dalam pasal 305 dan 306
dikurangi seperduanya.
Prosedur medikolegal yang berlaku terkait dengan kewajiban dokter membantu peradilan
tertuang dalam pasal 133 KUHAP. Pasal 133 KUHAP ayat 1 berisi dalam hal penyidik untuk
kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peritiwa yang merupakan tidnak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
kterangan ahli kepada ahl kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
19
Pasal 133 KUHAP ayat 2 berisi permintaan keterangna ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
satu dilakukan secara tertulis uang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Pasal 133 ayat 3 berisi mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Selain tertuang pada pasal 133, kewajiban dokter juga tertuang pada pasal 134 KUHP. Pasal
134 KUHAP ayat 1 berisi dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
Pasal 134 ayat 2 berisi dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
Pasal 134 ayat 3 berisi apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3.
Pasal 179 KUHAP ayat 1 menyatakan setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan.
Pasal 179 KUHAP ayat 2 menyatakan bahwa semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi
berlaku juga bagi mereka yang memebrikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.4
Visum et Repertum
Visum et repertum adalah surat keterangan dokter yang dikeluarkan untuk polisi dan
pengadilan dan berfungsi sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana. Visum et repertum
berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada tubuh korban.
Pembuatan visum et repertum harus objektif tanpa adanya pengaruh dari orang-orang yang
berkepentingan dalam perkara dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
20
Ada beberapa jenis Visum et Repertum, yaitu: 1. Visum et Repertum Perlukaan atau
Keracunan. Untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka atau
sakitnya tersebut. 2. Visum et Repertum Kejahatan Susila. Pada umumnya, korban kejahatan
susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya
persetubuhan yang diancam hukuman oleh KUHP seperti pemerkosaan, persetubuhan pada
wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur. 3. Visum et
Repertum Psikiatrik. Dibuat oleh dokter spesialis psikiatri di rumah sakit jiwa atau rumah sakit
umum. Bukan hanya untuk orang yang menderita penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang
yang retardasi mental. Diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana,
bukan bagi korban sebagaimana visum et repertum lainnya. Menguraikan tentang segi kejiwaan
manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. 4. Visum et Repertum Jenazah. Korban mati
akibat tindak pidana atau dugaan tindak pidana. Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab
kematian korban, selain jenis luka atau kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan saat
kematian. Dalam Visum et Repertum jenazah, jenazah yang diminta visum et repertumnya
harus diberi label yang memuat identitas mayat, diberikan cap jabatan yang diikat pada ibu jari
kaki atau bagian tubuh lainnya. Dalam surat permintaan visumnya harus jelas tertulis jenis
pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar jenazah atau pemeriksaan autopsi.
Autopsi hanya dilakukan dengan keizinan keluarga korban dan penyidik wajib memberitahu
keluarga korban dan terangkan maksud dan tujuan pemeriksaan. Apabila seluruh pemeriksaan
yang diminta penyidik selesai dilakukan, jenazah boleh dibawa keluar dari institut kesehatan
dengan surat keterangan kematian.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184
KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau
pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui
dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan
norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan,
maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang
21
tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian
ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP. Bagi
penyidik visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan
didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur
Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et
repertum.
Visum et repertum terdiri atas 5 bagian, yaitu: 1. Projustitia. Projustitia diletakkan pada sebelah
kanan kertas yang berarti untuk kepentingan penyidikan. 2. Pendahuluan. Pada bagian
pendahuluan berisikan identitas dokter pemeriksa, instansi pemeriksa, tempat dan waktu
pemeriksaan, instansi peminta visum, nomor dan tanggal surat permintaan, serta identitas
korban yang diperiksa. 3. Pemberitaan. Berisikan hasil pemeriksaan dimana memuat semua
barang bukyi yang dituliksan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang lain. 4.
Kesimpulan. Berisi kesimpulan hasil pemeriksaan berdasarkan keilmuan atau keahliannya.
Pada kesimpulan juga disebutkan jenis perlukaan atau cedera, penyebab serta derajat luka. 5.
Penutup. Merupakan kalimat yang menyatakan bahwa visum dibuat dengan sebenarnya,
berdasarkan keilmuan serta mengingat sumpah dan sesuai dengan KUHAP.5-7
Interpretasi Kasus
Kasus: Sesosok mayat bayi lahir ditemukan di seuatu tempat sampah. Masyarakat
melaporkanya kepada polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang
perempuan yang menghentikan mobilnya didekat sampah tersebut dan berada disana cukup
lama. Seorang dari anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai dokter
direktur rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang dicurigai
sebgai pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus mengatur segalanya
agar semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan membriefing para dokter yang
akan menjadi pemeriksa.
Berdasarkan kasus, mayat bayi yang ditemukan pada tempat sampah merupakan mayat bayi
laki-laki yang tidak diketahui identitasnya, dimana tertutup dengan kain pembungkus yang
22
tebal. Pada mayat bayi tersebut ditemukan adanya luka lecet jenis tekan pada daerah hidung,
bibir dan pipi yang berukuran 3cmx3cm. Di sekitar mayat tidak ditemukan adanya barang-
barang lain. Pada saat dilakukan pemeriksaan luar terlihat dada bayi tersebut mengembang, dan
tidak ditemukan adanya kekakuan pada tubuh mayat tersebut. Berdasarkan data antropometri
didapatkan berat mayat tersebut 3500 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 34 cm,
diameter dada 7 cm, diameter perut 6 cm, lingkar dada 31 cm, dan lingkar perut 29 cm. Lebam
mayat ditemukan pada bagian punggung yang meluas hingga ke dada dan ditemukan adanya
warna kehijauan pada perut kanan bawah yang merupakan tanda-tanda pembusukan, tetapi
belum ditemukan adanya larva lalat. Selain itu ditemukan adanya sianosis pada bibir dan jari-
jari bayi. Melalui pemeriksaan dalam ditemukan adanya pusat penulangan pada daerah kuboid
yang menandakan mayat bayi tersebut merupakan bayi cukup bulan. Ditemukan adanya
tardieu’s spot pada mukosa usus halus, uji apung paru positif.
Wanita yang dicurigai sebagai ibu korban memiliki tanda-tanda baru saja melahirkan dimana
dada dan rahimnya masih besar, terdapat memar dan laserasi pada vagina setelah melahirkan
dan ditemukan adanya lokia. Berdasarkan anamnesis psikiatri, diketahui wanita tersebut takut
ketahuan telah melahirkan seorang bayi dua hari yang lalu yang telah diberi nama Ben oleh
wanita tersebut.
Berdasarkan hasil permeriksaan terhadap jenazah, maka visum et repertum yang dapat dibuat
adalah sebagai berikut:
23
RS MANDIRI LOKA
Jl. Antapani no. 6 Jakarta 1892
Telp 3106197, Fax 3154626
Jakarta, 5 Desember 2013
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
No. 03/TU.RSML/I/2013
Yang bertandatangan di bawah ini, dr. Angela, dokter ahli kedokteran forensik pada Rumah
Sakit Mandiri Loka Jakarta, menerangkan bahawa atas permintaan dari kepolisian sektor
Jakarta Barat dengan suratnya nomor VER02/12/2013 tertanggal 2 Desember 2013, maka
dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal lima desember dua ribu tiga belas pukul sepuluh
lewat dua puluh lima menit bertempat di ruang bedah jenazah Rumah Sakit Mandiri Loka,
telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah:
Nama : Ben----------------------------------------------------------------------------------------
Umur : 2 hari--------------------------------------------------------------------------------------
Jenis Kelamin : Laki-laki----------------------------------------------------------------------------------
Warga negara : Indonesia----------------------------------------------------------------------------------
Hasil Pemeriksaan: ---------------------------------------------------------------------------------------
I. Pemeriksaan luar. -------------------------------------------------------------------------------------
1. Mayat terbungkus dengan kain tebal bergambar bunga. ------------------------------------------
2. Mayat memiliki berat tiga ribu lima ratus gram dengan panjang badan empat puluh delapan
sentimeter, lingkar kepala tiga puluh empat sentimeter, diameter dada tujuh sentimeter,
diameter perut enam sentimeter, lingkar dada tiga puluh satu sentimeter, dan lingkar perut
dua puluh sembilan sentimeter. ------------------------------------------------------------------------
3. Ditemukan adanya lebam mayat pada daerah punggung yang meluas ke dada dengan sendi-
sendi jari dan lengan tidak lagi mengalami kekakuan.----------------------------------------------
4. Ditemukan adanya warna kehijauan pada perut kanan bawah. ------------------------------------
24
5. Rambut, alis, dan bulu mata korban berwarna hitam dan tidak ditemukan adanya darah
disekitarnya, tetapi mudah untuk dicabut.------------------------------------------------------------
6. Terdapat kekeruhan pada mata kanan dan kiri korban.--------------------------------------------
7. Hidung korban tidak ditemukan adanya fraktur tulang hidung maupun luka lainnya.----------
8. Tidak ditemukan adanya busa pada mulut korban dan tidak ditemukan adanya gigi pada
mulut korban.---------------------------------------------------------------------------------------------
9. Testis sudah turun ke skrotum.--------------------------------------------------------------- ----------
10. Pada hidung, mulut, dan pipi terdapat luka lecet tekan berukuran tiga sentimeter kali tiga
sentimeter. ---------------------------------------------------------------------------------------------
11. Tidak ditemukan adanya tanda-tanda fraktur terbuka pada tubuh korban-------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah) ---------------------------------------------------------------
12. Iga tidak ditemukan fraktur dan dalam keadaan mengembang.-------------------- ----------------
13. Tidak ditemukan adanya kelainan pada jantung------------------------------------------------------
14. Paru-paru dalam keadaan mengembang.---------------------------------------------- ----------------
15. Lidah berwarna pucat, dan tidak ditemukan adanya luka gigit maupun luka lecet.--------------
16. Kedua lobus hepar berwarna gelap, hepar masih berbatas tegas dengan diafragma.------------
17. Lambung tidak membesar.-------------------------------------------------------------- ----------------
18. Limpa tidak mengalami ruptur dan tidak ditemukan adanya kelainan.----------- ----------------
19. Terdapat proses penulangan pada daerah kuboid. ---------------------------------------------------
20. Ditemukan adanya bintik-bintik perdarahan atau tardieu’s spot pada daerah mukosa usus
halus. -------------------------------------------------------------------------------------------------------
III. Pemeriksaan Laboratorium------------------------------------------------------------------------
21. Uji apung paru positif. -----------------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan: -----------------------------------------------------------------------------------------------
Pada mayat bayi laki-laki ini ditemukan luka lecet tekan pada hidung, mulut, dan pipi yang
memperlihatkan akibat pembekapan.----------------------------------------------------------------------
Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya
dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.----
Dokter yang memeriksa,
dr. Angela
25
Kesimpulan
Mayat bayi yang ditemukan pada tempat sampah perlu dilakukan autopsi atau bedah jenazah
untuk mengetahui apakah mayat tersebut lahir mati atau lahir hidup. Selain itu juga harus
dilakukan pemeriksaan terhadap wanita yang dicurigai sebagai ibu kandung korban sehingga
dapat membantu pelaksanaan proses hukum.
Daftar Pustaka
1. Editor. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1997: 26-205.
2. Editor. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2000: 55-63.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 187-9.
4. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses
penyidikan. Jakarta: Sagung Seto. 2008.
5. Editor. Peraturan perundang-udangan bidang kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994: 11-39.
6. Hanafiah M Jusuf, Amir Amiri. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. 2009: 93.
7. Safitry Oktavinda. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013: 6-41.
8. Visum et Repertum diunduh dari
repository.ui.ac.id/.../5b89f93c8126168b0b146743736b02b581a1a0a3.pdf, 4 Desember
2013.
26
top related