pak han revisi ii(1)
Post on 26-Oct-2015
25 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada setiap organisasi salah satu sumber daya yang penting adalah manusia
yang berkedudukan sebagai karyawan, buruh ataupun pekerja. Bagaimanapun
majunya teknologi dewasa ini yang mampu menggantikan sebagian besar tenaga
kerja manusia, namun masih banyak kegiatan yang tidak dapat menggunakan alat
perlengkapan mekanis dan sepenuhnya otomatis tersebut. Dikatakan paling
berharga karena dari semua sumber yang terdapat dalam suatu organisasi, hanya
sumber daya manusialah yang mempunyai harkat dan martabat yang harus
dihargai dan dijunjung tinggi. Selain itu, hanya sumber daya manusialah yang
memiliki kemampuan berpikir secara rasional.
Tanpa adanya unsur manusia dalam suatu organisasi, tidak mungkin
organisasi tersebut dapat bergerak dan berjalan menuju yang diinginkan. Dengan
demikian, sumber daya manusia adalah seseorang yang siap, mau dan mampu
memberi sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi (Rivai, 2010;6).
Sumber daya manusia perlu dikelola secara baik dan profesional agar dapat
tercipta keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan
bisnis. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi organisasi
agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Perkembangan
bisnis suatu organisasi sangat bergantung pada produktivitas tenaga kerja yang
ada di organisasi tersebut. Tentunya dalam mengelola sumber daya manusia
dalam organisasi tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan, hal itu
1
2
membutuhkan proses panjang. Masalah sumber daya manusia sampai sekarang
masih menjadi sorotan dan tumpuan bagi organisasi untuk bertahan di era
globalisasi ini. Dan pengelolaan sumber daya manusia inilah yang disebut
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (Hasibuan, 2010;1). Selain itu, manajemen juga
untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain, artinya artinya tujuan
dapat dicapai bila dilakukan oleh satu orang atau lebih. Dalam bukunya Hasibuan
(2010;10) mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu
dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Melalui
sumber daya manusia yang efektif mengharuskan manajer atau pimpinan dapat
menemukan cara terbaik dalam mendayagunakan orang-orang yang ada dalam
lingkungan organisasinya agar tujuan-tujuan yang diinginkan tercapai.
Diperlukannya perbaikan kualitas SDM dalam suatu organisasi karena peran
strategis SDM sebagai pelaksana dari fungsi-fungsi organisasi, yaitu:
perencanaan, pengorganisasian, manajemen staf, kepemimpinan, pengendalian,
dan pengawasan serta sebagai pelaksana operasional perusahaan seperti
pemasaran, produksi, perdagangan, industri, keuangan, dan administrasi. Berhasil
atau gagalnya pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut sangat berpengaruh sejauh mana
kualitas SDM-nya. Dengan demikian, betapa penting peran strategisnya
pengembangan dan peningkatan kualitas SDM dalam organisasi yang terus
3
berkembang sejalan dengan tuntutan era globalisasi. SDM yang berkualitas akan
menentukan maju mundurnya bisnis organisasi di masa mendatang.
Peran sumber daya manusia memang sangat penting dalam suatu organisasi
agar tetap “survive” dalam iklim persaingan tanpa batas ini, sehingga peran
manajemen sumber daya manusia tidak hanya menjadi tanggung jawab
pegawainya tetapi juga untuk pimpinan organisasi. Pengelolaan dan
pendayagunaan yang dilakukan pimpinan terhadap para pegawainya terus
dikembangkan secara maksimal hingga tercapai tujuan organisasi.
Organisasi yang baik, tumbuh dan berkembang akan menitikberatkan pada
sumber daya manusia guna menjalankan fungsinya dengan optimal, khususnya
menghadapi dinamika perubahan lingkungan yang terjadi. Dengan demikian
kemampuan teknis, teoritis, konseptual, moral dari para pelaku organisasi /
perusahaan di semua tingkat (level) pekerjaan sangat dibutuhkan. Selain itu pula
kedudukan sumber daya manusia pada posisi yang paling tinggi berguna untuk
mendorong perusahaan menampilkan norma perilaku, nilai dan keyainan sebagai
sarana penting dalam peningkatan kinerjanya.
Seorang karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan baik dapat
menunjang tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-
indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan,
2009:5) . Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor-
faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan
eksternal, dan faktor internal karyawan atau pegawai. Karyawan dapat bekerja
4
dengan baik bila memiliki kinerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kerja
yang baik pula. Dengan adanya kinerja yang tinggi yang dimiliki karyawan,
diharapkan tujuan organisasi dapat tercapai. Sebaliknya, tujuan organisasi susah
atau bahkan tidak dapat tercapai bila karyawannya bekerja tidak memiliki kinerja
yang baik sehingga tidak dapat menghasilkan kerja yang baik pula.
Sebagai makhluk sosial, karyawan tidak terlepas dari berbagai nilai dan norma
yang ada di perusahaan. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara karyawan
bertingkah laku, cara menggambarkan pekerjaannya, cara bekerja dengan
koleganya, dan cara memandang masa depan dengan wawasan yang luas
ditentukan oleh norma, nilai dan kepercayaannya. Menurut Shein (dalam Tika,
2006;3) “Culture is pattern of basic assumption invented, discovered or
developed by given group as it learns to cope with is problem of external adaption
& internal integration. That has worked well enough to be considered valid and
therefore, to be taught to new members as the correct way to percieve, think and
fill in relation to those problems”. Yang artinya budaya organisasi sebagai pola
asumsi-asumsi yang mendasar dimana kelompok yang ada menciptakan,
menemukan atau berkembang dalam proses belajar untuk menanggulangi
kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan integrasi internal. Sedangkan definisi
alternatif diberikan oleh Moorhead dan Griffin (dalam Mc.Kenna; Nick Beech,
2002;63) yang menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat
nilai, yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi
untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana
yang tidak dapat diterima. Budaya organisasi mempunyai peran yang sangat besar
5
dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi pada mulanya akan
dipengaruhi oleh budaya sekitar dari para anggota organisasi. Budaya organisasi
menunjukan kepribadian dari organisasi tersebut.
Komunikasi merupakan aktivitas dasar. Pentingnya komunikasi bagi manusia
tidaklah dapat dimungkiri begitu juga halnya bagi suatu organisasi. Dalam
melaksanakan pekerjaan, karyawan tidak lepas dari komunikasi dengan sesama
rekan sekerja, dengan atasan dan dengan bawahan. Komunikasi yang baik dapat
menjadi sarana yang tepat dalam meningkatkan kinerja karyawan. Komunikasi
yang efektif adalah penting bagi semua organisasi. Oleh karena itu, menurut
Kohler (dalam Arni Muhammad, 2002;1) para pimpinan organisasi dan para
komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan
kemampuan komunikasi mereka. Menurut Goldhaber (dalam Arni Muhammad,
2002;67) memberikan definisi komunikasi organisasi berikut, “Organizational
communications is the process of creating and exchanging messages within a
network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”,
atau dengan kata lain Komunikasi Organisasi adalah proses menciptakan dan
saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu
sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-
ubah.
Selain faktor dari budaya organisasi dan komunikasi, motivasi juga mampu
sebagai salah satu faktor dalam pengukuran kinerja. Motivasi merupakan
penggambaran hubungan antara harapan dengan tujuan. Setiap organisasi dan
orang ingin dapat mencapai sesuatu atau beberapa tujuan dalam kegiatan –
6
kegiatannya. Seperti telah kita ketahui bahwa karyawan adalah manusia biasa
yang memiliki berbagai keinginan tertentu yang diharapkan akan dipenuhi oleh
perusahaan tempat mereka bekerja. Di lain pihak perusahaan juga menginginkan
karyawannya untuk melakukan jenis perilaku tertentu. Peranan pimpinan untuk
memotivasi kerja karyawan menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh
pimpinan perusahaan. Pekerja harus mampu menangkap berbagai dorongan yang
diberikan oleh perusahaan sehingga dapat memacu motivasi kerjanya disamping
juga meningkatkan kemampuan kerjanya. Menurut Mitchel (dalam Winardi,
2002;1) mengartikan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang
meyebabkan timbulnya, diarahkan dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan
sukarela (voluenter) yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Perusahaan juga harus
memperhatikan pemenuhan kebutuhan karyawan yang sesuai dengan jasa yang
diberikan perusahaan. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan suatu
kegiatan guna mendapat hasil yang terbaik. Oleh karena itulah tidak heran jika
karyawan yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya mempunyai
kinerja yang tinggi pula. Untuk itu motivasi kerja karyawan perlu dibangkitkan
agar karyawan dapat menghasilkan kinerja yang terbaik.
PT. PLN (Persero) merupakan perusahaan milik pemerintah (BUMN) ini dari
tahun ke tahun semakin kompleks sejalan dengan perkembangan tekhnologi. Kini,
perusahaan penyedia tenaga listrik ini tidak hanya harus memenuhi kebutuhan
kualitas dan keandalan sistem, tetapi juga harus berwawasan lingkungan dimana
dibutuhkannya juga sumber daya manusia yang kompeten dalam mencapai
sasaran yang diinginkan. Bagi PT.PLN (Persero) sumber daya manusia perlu
7
mendapat perhatian, karena dengan sumber daya manusia yang ada diharapkan
kinerja organisasi tersebut juga tercapai dengan baik. Disini PT. PLN (Persero)
tidak hanya mampu dalam memberikan pelayanan yang memuaskan tetapi juga
berorientasi pada nilai. Sehingga perusahaan tidak hanya sekedar mengejar
pencapaian produktivitas kerja saja, tetapi juga lebih pada kinerja dalam proses
pencapaiannya. Karena kinerja merupakan kunci dalam pencapaian produktivitas.
Dan oleh karena itu, perusahaan memerlukan sumber daya manusia yang memiliki
keahlian dan kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi organisasi.
PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan pemerintah, dapat dikategorikan
sebagai perusahaan jasa kelistrikan yang mengandalkan kualitas pelayanan jasa
telah terus berusaha untuk tidak mengabaikan para pelanggannya, tetapi harus
mampu meningkatkan kualitas pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat.
Seperti PT. PLN Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta juga merupakan
perusahaan yang memproduksi listrik melalui unit-unit pembangkitnya.
Sebagaimana sebuah perusahaan negara, PT. PLN Distribusi Jawa Tengah dan
Yogyakarta banyak mendapatkan sorotan dari berbagai pihak mengenai
efektivitas kerja dalam organisasi dan kualitas layanan yang diberikan. Oleh
karena itu peningkatan kualitas dan efektivitas kerja menjadi sangat penting
melalui peningkatan kinerja di dalamnya. Hal ini dapat dilihat dari seberapa besar
tingkat efektivitas organisasi dalam melaksanakan fungsinya. Sebuah organisasi
dapat bertahan hidup dan akan dapat berkembang apabila mampu beroperasi
secara efektif. Salah satu unit yang perlu memperhatikan efektivitasnya adalah
8
PT. PLN (Persero) Area Semarang. Dimana di dalamnya diperlukan juga
peningkatan kinerja agar sasaran yang dituju dapat terealisasi dengan baik.
Peningkatan kinerja karyawan akan membawa kemajuan bagi perusahaan
untuk dapat bertahan dalam suatu persaingan lingkungan bisnis yang tidak stabil.
Bagi PT. PLN (Persero) Area Semarang upaya untuk meningkatkan kinerja
karyawan merupakan tantangan manajemen yang paling serius karena
keberhasilan untuk mencapai tujuan dan kelangsungan hidup perusahaan
tergantung pada kualitas kinerja sumber daya manusia yang ada didalamnya. PT.
PLN (Persero) Area Semarang memiliki tujuan dalam sistem manajemen kinerja
pegawainya, yaitu :
1. Mendorong dan menghargai pencapaian pegawai yang selaras dengan
visi dan misi korporat
2. Peningkatan kinerja pegawai secara berkelanjutan
3. Memberikan transparansi dan keterukuran sistem penilaian kinerja bagi
peningkatan karir pegawai
PT. PLN (Persero) Area Semarang pada umumnya masih menggunakan
penilaian kinerja karyawan sebagai instrumen untuk mengendalikan perilaku
karyawan, membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kenaikan gaji,
pemberian bonus, promosi dan penempatan karywan pada posisi yang sesuai serta
mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan yang
bersangkutan. Didalam PT. PLN (Persero) Area Semarang memiliki suatu
ketetapan bahwa pada pengukuran kinerja pelaksanaan pengukuran harus melalui
diskusi atasan dan bawahan sesuai pencapaian dan dampak bagi perusahaan.
9
Wawancara yang dilakukan dengan bapak Arif Suharso supervisor administrasi
umum pada tanggal 8 Agustus 2012 pukul 11.00 di PT. PLN (Persero) Area
Semarang, mengatakan bahwa ntuk melakukan penilaian kinerja bagi para
karyawannya, PT. PLN (Persero) Area Semarang memiliki beberapa tahap yang
perlu dilakukan pada tahap pengukuran :
Untuk Bawahan : - Pengisian pencapaian kinerja
- Umpan balik kinerja pegawai
Untuk Atasan : - Verifikasi kolom perhitungan pencapaian
- Evaluasi dan persetujuan pencapaian bawahan
- Pengukuran pencapaian bawahan
- Pengukuran kompetensi individu
- Penyelarasan pencapaian kinerja pegawai dengan kinerja
korporat
Berikut merupakan tabel pencapaian sasaran kinerja dimana para karyawan
pada PT. PLN (Persero) Area Semarang mampu mencapai sasaran kinerjanya
sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
10
Tabel 1.1Pedoman Pencapaian Sasaran Kinerja
PT. PLN (Persero)Area Semarang
Waktu Kuantitas Kualitas
Sangat cepat / ≤ 80 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target ≥ 120 %
Melebihi KualitasLebih cepat / 81 % - 88 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target 112% -119%
Cepat / 89 % -96 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target 104% -111%
Memenuhi KualitasTepat / 97 % - 103 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target 97% - 103%
Terlambat / 104 % -114 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target 96% - 86% Kurang Memenuhi
KualitasSangat terlambat / ≥ 115 % dari target
Rasio realisasi dibandingkan rencana / pencapaian target < 85%
Sumber : PT. PLN (Persero) Area Semarang, tahun 2012
Bagi PT. PLN (Persero) Area Semarang budaya organisasi merupakan
pemegang peran penting dalam pencapaian target perusahaan. Budaya baru yang
dikembangkan perusahaan telah ditetapkan PT. PLN (Persero) Area Semarang
melalui pedoman perilaku (code of conduct) yang menjelaskan bagaimana
hubungan yang seharusnya terjadi antara atasan terhadap bawahan, bawahan
terhadap atasan dan juga hubungan dengan rekan kerja. Dalam buku code of
conduct tersebut juga dijelaskan nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar
terbentuknya budaya perusahaan. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah saling
11
percaya, integritas, peduli dan pembelajar. Jika nilai-nilai tersebut dapat
diterapkan dengan baik dalam perusahaan maka pengembangan potensi individu
tersebut akan menjadi lebih baik. Nilai saling percaya mendorong suasana kerja
yang kondusif antara atasan dan bawahan. Nilai integritas akan membawa
kerjasama dalam suasana kompetisi yang baik. Sedangkan nilai kepedulian akan
membawa semua karyawan, baik itu bawahan ataupun atasan untuk saling peduli.
Dimana bawahan peduli akan rencana dan target yang dimiliki oleh atasan dan
atasan juga peduli terhadap kebutuhan bawahan, antara lain terhadap
pengembangan karir mereka. Nilai pembelajar merupakan nilai yang sangat
berpengaruh secara siginifikan terhadap pengembangan potensi individu. Jika
karyawan memiliki tingkat nilai pembelajar yang tinggi maka akan semakin
mudah untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Selain berpegang pada nilai budaya organisasi, di PT. PLN (Persero) Area
Semarang aktivitas komunikasi juga berperan penting dalam pengembangan
karyawan yang terjadi di dalam organisasi. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, PT. PLN (Perseo) Area Semarang juga mengutamakan akan
komunikasi yang efektif guna memperlancar komunikasi yang baik menyangkut
komunikasi internal maupun komunikasi eksternal. Komunikasi internal yang
dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Semarang lebih banyak ditujukan kepada
pembinaan manajemen organisasi bagi karyawannya. Seperti halnya para
karyawan dapat mengemukakan pendapatnya, ide-ide atau inovasinya terhadap
pimpinan di setiap apel pagi yang selalu dilakukan oleh pihak perusahaan. Selain
itu adanya hubungan yang terjalin dengan baik antara pimpinan dengan para
12
karyawannya, karena karyawan dapat saling bertukar pikiran/sharing kepada
pimpinan, sehingga pimpinan mengetahui apa yang dibutuhkan karyawannya.
Sedangkan komunikasi eksternal yang dilakukan lebih ditujukan kepada pelayan
tugas organisasi, pembinaan hubungan baik atau pelaksanaan yang melibatkan
masyarakat. Seperti, bagaimana para karyawan dalam mengatasi keluhan para
pelanggan dan itu harus ada komunikasi yang baik dan edukatif antara pihak
perusahaan dengan pelanggan. Sehingga pelanggan merasa puas dan percaya atas
pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) Area Semarang. Oleh karena
itu, adanya komunikasi yang efektif dalam organisasi dapat mempengaruhi para
karyawan dalam meningkatkan kinerjanya.
Berikut merupakan data realisasi kinerja PT. PLN (Persero) Area Semarang
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011:
Tabel 1.2Realisasi Kinerja PT. PLN (Persero) Area Semarang
No Tahun Target RealisasiRealisasi
(%)Persentasi
kenaikan/penurunanKategori
1 2007 100 95,88 95,88 % - K-12 2008 100 93,20 93,20 % (2,79 %) K-13 2009 100 86,99 86,99 % (6,66 %) K-24 2010 100 94,84 94,84 % 9,02 % K-15 2011 100 96,45 96,45 % 1,69 % K-1
Sumber : Data Realisasi Kinerja Unit PT. PLN ( Persero) Area Semarang
Keterangan :1. PLN – KI : bila, 90 ≥ Total nilai bobot ≤ 1002. PLN – K2 : bila, 80 ≤ Total nilai bobot < 903. PLN – K3 : bila, 70 ≤ Total nilai bobot < 804. PLN – K4 : bila, Total nilai bobot < 70
Dari Tabel 1.2 Realisasi Kinerja Unit PT. PLN (Persero) Area Semarang dari
tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 realisasi target kinerja tidak tercapai,
13
sehingga terjadi fluktuasi. Dimana pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009
kinerja mengalami penurunan. Pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2008
kinerja mengalami penurunan sebesar 2,79 persen dan memasuki tahun 2008
sampai dengan tahun 2009 terjadi penurunan yaitu 3,87 persen. Sehingga, dapat
dilihat bahwa pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 merupakan penurunan
yang paling tinggi. Tetapi memasuki tahun 2010 sampai dengan tahun 2011
kinerja mengalami kenaikan sangat tinggi yaitu 7,33 persen. Sedangkan
berdasarkan realisasi target, pada tahun 2007-2011 masuk pada kategori K1.
Kecuali pada tahun 2009 berada pada kategori K2. Hal ini dapat dilihat dari
perkembangan pada persentasi kenaikan/penurunan yang mengalami fluktuasi.
Penurunan kinerja yang terjadi tersebut tidak terlepas juga dari pengaruh para
karyawannya di tiap unitnya. Sehingga ini juga bisa menjadi masalah bagi PT.
PLN (Persero) Area Semarang. Tapi untuk mengantisipasi adanya penurunan lagi
seperti yang terjadi pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 PT. PLN
(Persero) Area Semarang telah mencoba untuk melakukan upaya lebih dalam lagi.
Dan upaya-upaya yang dilakukan kemarin kurang efektif, sehingga perusahaan
perlu lebih memperhatikan apa yang menjadi kendala sehingga tidak terjadi lagi
penurunan.
Adapun indikator-indikator yang mempengaruhi realisasi kinerja PT. PLN
(Persero) Area Semarang, adalah sebagai berikut :
14
Tabel 1.3Indikator-indikator Kinerja
Tahun 2007-2011
NOINDIKATOR
REALISASI KINERJA
2007 2008 2009 2010 2011
1. Perspektif Bisnis Internal 19,32 24,23 18,13 10,00 -2. Perspektif Pelayanan
Pelanngan14,03 9,84 7,15 17,88 -
3. Perspektif Keuangan 63,57 59,13 47,03 58,66 -4. Perspektif Pembelajaran - - 14,68 9,85 -5. Perspektif Administrasi - - - - -6. Perspektif Pengawasan (1,04) - - (1,55) -7. Pelanggan - - - - 12,808. Produk dan Layanan - - - - 25,009. Proses Bisnis Internal - - - - 24,3210. SDM - - - - 9,9511. Keuangan dan Pasar - - - - 16,3812. Kepemimpinan - - - - 8,00
TOTAL NILAI 95,88 93,20 86,99 94,84 96,45Sumber : PT. PLN Distribusi Jawa Tengah dan Yogyakarta
Berdasarkan indikator-indikator yang terdapat pada tabel 1.3, dapat dilihat
bahwa terjadi perubahan indikator pada tahun 2011. Ini terjadi karena adanya
kebijakan pusat PT. PLN (Persero) yang telah berubah-ubah di setiap tahunnya.
Pada tahun 2011 indikator mulai lebih dijabarkan lagi oleh pusat agar dapat
memudahkan PT. PLN (Persero) dalam kemampuannya mengukur kinerja
perusahaan serta karyawan yang berada di dalamnya.
Sehingga dalam hal ini seorang pemimpin harus mampu dalam memotivasi
dan mengarahkan karyawan karena sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja
karyawan. Selain itu diperlukan juga adanya komunikasi didalam suatu
perusahaan, karena itu sangat penting untuk diperhatikan oleh manajemen
perusahaan untuk dapat berinteraksi dengan karyawan lainnya. Dengan adanya
15
komunikasi yang baik akan cukup memuaskan para karyawan perusahaan dan
mendorong para karyawan tersebut untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
Sehingga diharapkan kinerja karyawan dapat meningkat, dan tujuan perusahaan
dapat mudah tercapai. Selain dengan dukungan motivasi dan komunikasi
organisasi, budaya organisasi juga merupakan salah satu alat yang mempunyai
peran besar dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi yang kuat akan
membantu perusahaan dalam memberikan kepastian kepada seluruh karyawan
untuk berkembang bersama, demi tumbuh dan berkembangnya perusahaan. Untuk
itu, dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang “Pengaruh Budaya
Organisasi, Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Karyawan melalui
Motivasi sebagai Variabel Intervening pada PT. PLN (Persero) Area
Semarang“.
1.2 Perumusan Masalah
Masalah dapat diartikan sebagaimana penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar-benar terjadi, antara teori dan praktek, antara aturan
dengan pelaksanaan, antara rencana dengan pelaksanaan. Masalah merupakan
kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, maka rumusan masalah
itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui
pengumpulan data (Sugiyono. 2009:35). Berdasarkan pada latar belakang yang
telah dipaparkan pada tabel 1.2, dapat diketahui bahwa pencapaian realisasi
kinerja dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 yang ditetapkan perusahaan
tidak tercapai. Terjadi penurunan dalam pencapaian realisasi kinerja dari tahun
16
2007 sampai dengan tahun 2011. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya
faktor budaya organisasi, komunikasi organisasi maupun motivasi yang telah
diberikan oleh PT. PLN (Persero) Area Semarang yang juga akan menyebabkan
turunnya kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Area Semarang. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka dirumuskan suatu pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi pada PT PLN
(Persero) Area Semarang?
2. Bagaimana pengaruh komunikasi organisasi terhadap motivasi pada PT PLN
(Persero) Area Semarang?
3. Bagaimana pengaruh budaya organisasi dan komunikasi organisasi terhadap
motivasi pada PT PLN (Persero) Area Semarang?
4. Bagaimana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT.
PLN (Persero) Area Semarang?
5. Bagaimana pengaruh komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan pada
PT. PLN (Persero) Area Semarang?
6. Bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan pada PT. PLN
(Persero) Area Semarang?
7. Bagaimana pengaruh budaya organisasi, komunikasi organisasi dan motivasi
terhadap kinerja karyawan PT PLN (Persero) Area Semarang
1.3 Tujuan penelitian
17
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang
mendalam dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh budaya organisasi,
komunikasi organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan.
Dari pokok permasalahan yang sudah dirumuskan maka dapat di simpulkan
bahwa tujuan penelitian berkaitan dengan :
1. Untuk mengetahui pengaruh antara budaya organisasi terhadap motivasi pada
PT PLN (Persero) Area Semarang.
2. Untuk mengetahui pengaruh antara komunikasi organisasi terhadap motivasi
pada PT PLN (Persero) Area Semarang.
3. Untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dan komunikasi
terhadap motivasi pada PT PLN (Persero) Area Semarang.
4. Untuk mengetahui pengaruh antara budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
5. Untuk mengetahui pengaruh antara komunikasi organisasi terhadap kinerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
6. Untuk mengetahui pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan pada
PT. PLN (Persero) Area Semarang.
7. Untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi, komunikasi organisasi,
dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada PT PLN (Persero) Area
Semarang.
1.4 Kegunaaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, antara
lain:
18
A. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang pengembangan dan
pengetahuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia kerja
mengenai budaya organisasi, komunikasi organisasi, dan motivasi yang ada
hubungannya dengan peningkatan kinerja karyawan yang dilakukan oleh PT
PLN (Persero) Area Semarang.
B. Kegunaan Praktis
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu mengembangkan pemikiran
bagi PT PLN (Persero) Area Semarang sebagai masukan dalam
pertimbangan untuk pengambilan keputusan / kebijaksanaan oleh pihak
perusahaan dalam rangka meningkatkan usaha untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang berkaitan dengan masalah budaya organisasi,
komunikasi organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan.
2. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi yang dapat
memberikan sumbangan pemikiran atau ide bagi penelitian lain yang sejenis
untuk menambah informasi dalam meningkatkan kinerja karyawan.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan dalam penulisan ini penulis dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang pengaruh budaya organisasi, komunikasi organisasi,
dan motivasi terhadap kinerja dan faktor apa saja yang paling penting dari
ketiga variabel dalam mempengaruhi kinerja.
19
1.5 Kerangka Teori / konsep
1.5.1 Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja
Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya pendukung
utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia yang
berkualitas akan turut memajukan organisasi sebagai suatu wadah peningkatan
produktivitas kerja. Kedudukan strategis untuk meningkatkan produktivitas
organisasi adalah karyawan, yaitu individu-individu yang bekerja pada suatu
organisasi atau perusahaan.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Kinerja
(performance) sering kali diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja
merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya
perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kinerja mempunyai makna yang lebih
luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses
kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang
dicapai dari pekerjaan tersebut. Menurut Helfert dalam buku Rivai & Ella Juvani
(2010;604) kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi
oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber yang
20
dimiliki. Sedangkan menurut Mulyadi dalam buku Rivai & Ella Juvani
(2010;604) kinerja merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, yaitu:
Faktor Internal pegawai, yaitu faktor-faktor dalam diri pegawai yang
merupakan bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang.
Faktor Lingkungan Internal pegawai, dalam melaksanakan tugasnya, pegawai
memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja.
Faktor Lingkungan Eksternal pegawai, adalah keadaan, kejadian, atau situasi
yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja
karyawan.
b. Manajemen Kinerja
Menurut Michael Amstrong dalam buku Wirawan (2009;99)
mendifinisikan manajemen kinerja sebagai berikut :
“Performance management is a process which is designed to improve
organizational, team and individual performanceand which is owned and
driven by line manajers.”
“Manajemen kinerja merupakan proses yang bertujuan meningkatkan
kinerja individu pegawai, kinerja tim kerja, dan kemudian meningkatkan
kinerja organisasi. Proses manajemen kinerja dilakukan bersama antar
manajer dan pegawai.
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan sejumlah aspek kinerja.
Pertama, manajemen kinerja berupaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi atau perusahaan. Tujuan tersebut dicapai melalui partisipasi individu
21
pegawai dalam mencapai tujuan dari tugasnya yang hasilnya berupa kinerja
pegawai. Manajemen kinerja berupaya meningkatkan kinerja karyawan secara
terus menerus atau minimal memepertahankannya jika sudah mencapai standar
kinerjanya.
Kedua, manajemen kinerja berupaya menciptakan dan meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi kinerja pegawai secara terus menerus.
Ketiga, manajemen kinerja berupaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas
proses pencapaian tujuan. Keempat, manajemen kinerja mengukur kinerja
individu karyawan, tim kerja, dan kinerja perusahaan secara periodik.
c. Dimensi Kinerja
Menurut Winardi (2009;54) dimensi kinerja adalah unsur-unsur dalam
pekerjaan yang menunjukkan kinerja. Untuk mengukur kinerja, dimensi-dimensi
kinerja dikembangkan menjadi indikator kinerja. Indikator kinerja kemudian
digunakan untuk mengembangkan instrumen evaluasi kinerja yang kemudian
digunakan untuk mengukur kinerja seorang pegawai.
Secara umum, dimensi kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Hasil Kerja, adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat
dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya.
Perilaku Kerja, adalah perilaku karyawan yang ada hubungannya dengan
pekerjaan. Perilaku kerja diperlukan karena merupakan persyaratan dalam
melaksankan pekerjaan. Dengan perilaku kerja tertentu, karyawan dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan menghasilkan kinerja yang
22
diharapkan oleh organisasi. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar
kinerja, prosedur kerja, kode etik, dan peraturan organisasi.
Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan adalah sifat pribadi
karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya. Karyawan
mempunyai banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika
dewasa dari pengalaman kerjanya. Dan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
hanya dapat dikerjakan oleh karyawan yang mempunyai sifat pribadi tertentu.
d. Penilaian Kinerja
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan
perusahaaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kerja. Menurut Rivai &
Ella Jauvani (20101;549) penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal
dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-
sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk
ketidakhadiran. Sehingga, penilaian kinerja merupakan hasil kerja karyawan
dalam lingkup tanggung jawabnya. Berdasarkan pendapat tersebut, penilaian
prestasi pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang
dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya. Menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan dalam buku Rivai
& Ella Jauvani Sagala (2009;604) menjelaskan bahwa tujuan utama dari penilaian
kinerja adalah untuk memotivasi individu karyawan untuk mencapai sasaran
organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh
organisasi. Penilaian kerja dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk :
23
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan secara maksimum.
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya
seperti promosi, pemberhentian, mutasi.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk menilai kinerja
secara kuantitatif menurut Mulyadi dalam buku Rivai & Ella Jauvani Sagala
(2009;605) :
1. Ukuran kinerja unggul. Adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu
ukuran penilaian. Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan
dan manajemen akan cenderung untuk memusatkan usahanya pada kriteria
tersebut dan mengabaikan kriteria yang lainnya, yang mungkin sama
pentingnya dalam menentukan sukses tidaknya perusahaan atau bagian
tertentu.
2. Ukuran kinerja beragam. Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai
macam ukuran untuk menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam merupakan
cara untuk mengatasi kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek
kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya
dengan berbagai kriteria.
24
3. Ukuran kinerja gabungan. Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih
penting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan tujuan lain,
maka perusahaan melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya.
1.5.2 Budaya organisasi
Banyak orang mengartikan budaya / kebudayaan dalam arti terbatas /
sempit, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya
akan keindahan dengan hanya terbatas pada seni. Namun demikian, budaya /
kebudayaan dapat pula diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta
pengalamannya dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Para ahli ilmu sosial
mengartikan konsep kebudayaan sebagai seluruh pikiran manusia yang tidak
berakar pada nalurinya sehingga hanya dicetuskan oleh manusia sesudah melalui
proses belajar. Edward Burneett (dalam Ndraha, 2003;43) mengemukakan definisi
budaya sebagai berikut “Culture or Civilization, taken in its wide technographic
sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law,
custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of
society”. Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu
pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan berbagai
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat.
Budaya menurut Robert G. Owens (dalam Tika, 2006;2) sebagai berikut “Culture
is asystem of shared values and benefit that interact with an organization’s
people, organizational structures, and control systems to produce behavioral
25
norms”. Budaya adalah suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang
berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi, dan sistem
kontrol yang menghasilkan norma perilaku.
Karakteristik budaya :
1. Mempelajari : diperlukan dalam belajar, observasi, pengalaman
2. Saling berbagi : kelompok, keluarga, masyarakat
3. Transgenerasi : kumulatif dan dari generasi ke generasi
4. Persepsi pengaruh : perilaku
5. Adaptasi : kapasitas berubah atau adaptasi
Schein menjelaskan bahwa pada dasarnya budaya muncul dari tiga
sumber:
1. Keyakinan-keyakinan, nilai-nilai dan asumsi dari para pendiri organisasi.
2. Belajar dari pengalaman yang dilakukan oleh anggota kelompok
sebagaimanan perkembangan organisasi.
3. Keyakinan, nilai-nilai dan asumsi-asumsi ybaru yang dibawa masuk oleh
pimpinan dan anggota baru.
Secara umum, perusahaan atau organisasi terdiri atas sejumlah orang
dengan latar belakang, kepribadian, emosi dan ego yang beragam. Hasil
penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut akan membentuk budaya
organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai
kesatuan orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai
yang sama. Menurut Wirawan (2007;10) budaya organisasi didefinisikan sebagai
norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan
26
sebagainya (isi budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama
oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan
diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi
sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam
memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.
Phithi Sithi Amnuai (dalam Ndraha, 2003;102) dalam tulisannya How to Build a
Corporation Culture dalam majalah Asian Manajer (September 1989)
mendefiniskan Budaya Organisasi sebagai berikut, “Organizational Culture is a
set of basic assumption and beliefs that are shared by members of an
organization, being developed as they learn to cope with problems of external
adaption and internal integration”. Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi
dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian
dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi
eksternal dan masalah integrasi internal.
Menurut Stephen P.Robbins dalam buku Tika (2006;13) membagi lima
fungsi budaya organisasi, sebagai berikut:
1. Berperan menetapkan batasan
2. Mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan
individual seseorang
4. Meningkatkan stabilitas sistemsosial karena merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi
27
5. Sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Berdasarkan pengamatan / hasil riset, dikemukakakan tujuh karakteristik
primer yang secara bersama- sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi,
yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Yaitu sejauh mana para karyawan didorong
untuk berinovasi dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian, yaitu sejauh mana para karyawan diharapkan
memperlihatkan presisi/ kecermatan, analisis, dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil, yaitu sejauh mana manajemen berfokus pada hasil, bukannya
pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi orang, yaitu sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.
5. Orientasi tim, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-
tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan, yaitu sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan
bukannya santai-santai.
7. Kemantapan, yaitu sejauh mana kegiatan organisasi menekankan
dipertahankannya status quo sebagai kontras dengan pertumbuhan.
Robert Stringer dalam buku Wirawan (2007;126) mengemukakan bahwa
budaya organisasi terdiri atas lima komponen:
28
Nilai-nilai
Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau mengakses
sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik atau buruk,
produktif, atau pemborosan.
Kepercayaan
Kepercayaan merefleksikan pemahaman anggota organisasi mengenai cara
organisasi bekerja dan kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka
lakukan.
Mitos
Cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya untuk
memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstranmisi budaya
organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya bagi
anggota yang ada.
Tradisi
Tradisi merupakan kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu
organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual, seeperti upacara sambut
pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan.
Tradisi mengabdikan nilai-nilai budaya organisasi, kemajuan, atau prestasi
khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi.
Norma
Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi mengenai
pakaian, kebiasaan kerja, dan norma perilaku interpersonal.
29
1.5.3 Komunikasi Organisasi
a. Pengertian komunikasi
Komunikasi dalam organisasi menjadi hal penting untuk menciptakan
kesamaan pemahaman atas informasi yang disampaikan satu sama lain. Dengan
adanya komunikasi yang baik, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil
dan begitu pula sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya komunikasi organisasi
dapat menjadi berantakan. Menurut Louis Forsdale (dalam Arni Muhammad,
2002;2) “communication is the process by which a system is established,
maintained, and altered by means of shared signals that operate according to
rules”. Komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan
tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan
diubah.
Hovland, Janis dan Kelley seperti yang dikemukakan oleh Forsdale
(dalam Arni Muhammad, 2002;2) mengatakan bahwa “communication is the
process by which an individual transmits stimuly ( usually verbal ) to modify the
behavior of other individuals”. Dengan kata lain komunikasi adalah proses
individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah
tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka menganggap komunikasi sebagai
suatu proses, bukan sebagai sesuatu hal. Sedangkan menurut Brent D.Rubent
(dalam Arni Muhammad, 2002;3) memberikan definisi mengenai komunikasi
manusia yang lebih komperhensif sebagai berikut : Komunikasi manusia adalah
suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam
organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan
30
informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dengan orang lain. Pada definisi
inipun komunikasi juga dikatakan sebagai suatu proses yaitu suatu aktivitas yang
mempunyai beberapa tahap yang terpisah satu sama lain tetapi berhubungan.
William J.Seiler (dalam Arni Muhammad, 2002;4) memberikan definisi
komunikasi yang lebih bersifat universal. Dia mengatakan komunikasi adalah
proses dengan mana simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi
arti.
Dari berbagai macam definisi tersebut Arni Muhammad (2008;4-5)
menyimpulkan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non
verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku.
Istilah proses maksunya bahwa komunikasi itu berlangsung melalui tahap-tahap
tertentu secara terus menerus, berubah-ubah, dan tidak ada henti-hentinya. Proses
komunikasi merupakan proses yang timbal balik karena antara si pengirim dan si
penerima saling mempengaruhi satu sama lain.
b. Komunikasi Organisasi
Redding dan Sanborn (dalam Arni Muhammad, 2002;65) mengatakan
bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam
organisasi yang kompleks, yang termasuk adalah komunikasi interpersonal,
hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan ke
bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi horizontal atau
komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya dalam organisasi,
ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan
komunikasi evaluasi program. Katz dan Kahn (dalam Arni Muhammad, 2002;65)
31
mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran
informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Zelko dan Dance (dalam
Arni Muhammad, 2002;66) mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah
suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan
komunikasi eksternal. Dan Greenbaunm (dalam Arni Muhammad, 2002;66)
mengatakan bahwa bidang komunikasi organisasi termasuk arus komunikasi
formal dan informal dalam organisasi. Dari berbagai macam persepsi tersebut
mengenai komunikasi organisasi, dapat disimpulkan yaitu:
1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks
yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal.
2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media.
3. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya,
hubungannya dan ketrampilan / skillnya.
Menurut Goldhaber yang diambil dari buku Arni Muhammad (2002;67)
mengatakan Komunikasi Organisasi mengandung tujuh konsep kunci, yaitu :
1. Proses
Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka yang dinamis yang menciptakan
dan saling menukar pesan di antara anggotanya.karena gejala menciptakan
dan menukar informasi ini berjalan terus menerus dan tidak ada henti-
hentinya maka dikatakan seabagai suatu proses.
2. Pesan
Yang dimaksud pesan adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang,
objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan orang. Dalam
32
komunikasi organisasi kita mempelajari ciptaan dan pertukaran pesan dalam
seluruh organisasi. Pesan dalam organisasi ini dapat dilihat menurut beberapa
klasifikasi, yang berhubungan dengan bahasa, penerima yang dimaksud,
metode difusi dan arus tujuan dari pesan.
3. Jaringan
Organisasi terdiri dari satu seri orang yang tiap-tiapnya menduduki posisi
atau peranan tertentu dalam organisasi. Ciptaan dan pertukaran pesan dari
orang-orang ini sesamanya terjadi melewati suatu set jalan kecil yang
dinamakan jarigan komunikasi.
4. Saling tergantung
Konsep kunci komunikasi organisasi adalah keadaan yang saling bergantung
satu bagian dengan bagian lainnya. Hal ini telah menjadi sifat dari suatu
organisasi yang merupakan suatu sistem terbuka. Bila suatu bagian
mengalami gangguan akan berpengaruh kepada bagian lainnya bahkan
seluruh sitem organisasi.
5. Hubungan
Karena organisasi merupakansuatu sistem terbuka, sistem kehidupan sosial
maka untuk berfungsinya bagian-bagian itu terletak pada tangan manusia.
Dengan kata lain, jaringan melalui mana jalannya pesan dalam suatu
hubungan organisasi dihubungkan oleh manusia. Oleh karena itu hubungan
manusia dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku
komunikasi dari orang yang terlibat dalam suatu hubungan yang perlu
dipelajari.
33
6. Lingkungan
Semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam
pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Komunikasi
organisasi terutama berkenaan dengan transaksi yang terjadi dalam
lingkungan internal organisasoi yang terdiri dari organisasi dan kulturnya,
dan antara organisasi itu dengan lingkungan eksternalnya.
7. Ketidakpastian
Yang dimaksud adalah perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi
yang diharapkan. Ketidakpastian dalam suatu organisasi disebabkan oleh
terlalu banyak informasi yang diterima daripada sesungguhnya diperlukan
untuk menghadapi lingkungan mereka. Oleh karena itu, salah satu urusan
utama dari komunikasi organisasi adalah menentukan dengan tepat berapa
banyaknya informasi yang diperlukan untuk mengurangi ketidakpastian tanpa
informasi yang berlebih-lebihan.
c. Jaringan Komunikasi
Jaringan merupakan sebuah sistem dari garis komunikasi yang
berhubungan dengan pengirim dan penerima di dalam sebuah fungsi sosial
organisasi, yang mempengaruhi perilaku individu yang bekerja di dalamnya dan
posisi individu yang bekerja dalam jaringan tersebut (Ruslan dalam Sehfudin,
2011;22).
Pace & Faules dalam Sehfudin (2011;22) membagi 4 (empat) fungsi
jaringan komunikasi, yaitu:
34
1. Keteraturan Jaringan adalah jaringan komunikasi yang teratur berhubungan
dengan tujuan organisasi mengenai jaminan kesesuaian untuk perencanaan,
jaminan produktivitas, termasuk kontrol-kontrol, pesan-pesan, bentuk perintah
dan umpan balik sub ordinat dengan superior (yang lebih tinggi dalam tugas
aktivitas. Contohnya pernyataan kebijakan dan aturan-aturan).
2. Inovatif Jaringan adalah jaringan komunikasi inovatif yang berusaha keras
untuk memastikan adaptasi organisasi terhadap pengaruh internal dan eksternal
(teknologi, sosiologi, pendidikan, ekonomi, politik) dan dukungan terhadap
kelanjutan produktivitas dan keefektifan, termasuk pemecahan masalah,
adaptasi atau perubahan strategis dan proses implementasi ide baru.
3. Keutuhan Integratif atau pemeliharaan jaringan adalah termasuk perasaan
terhadap diri sendiri, gabungan (solidaritas) dan kerja yang secara langsung
berhubungan dengan tujuan organisasi, terutama masalah moral karyawan.
4. Jaringan Informatif Instruktif bertujuan untuk menjamin tujuan yang lebih
cocok, sesuai, bermoral dan institusional. Dengan demikian akan
meningkatkan produktivitas kinerja karyawan.
d. Arus komunikasi
Berdasarkan fungsionalnya arus komunikasi yang terjadi dalam organisasi
formal terdiri dari arus vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas) dan
arus horisontal (lateral atau silang).
1. Arus Komunikasi Vertikal dari Atas ke Bawah
Komunikasi ini merupakan saluran yang paling sering digunakan dalam
organisasi. Arus komunikasi ini adalah pengiriman pesan dari pimpinan
35
(supervisi) ke bawahan (subordinate). Arus ini digunakan untuk mengirim
perintah, petunjuk, kebijakan, memorandum untuk pekerja pada tingkat yang
lebih rendah dalam organisasi. Masalah yang paling mendasar komunikasi
dari atas ke bawah hanya mempunyai satu arah saluran, yakni tidak
menyediakan feedback (umpan balik) dari pekerja dalam organisasi itu.
Asumsinya adalah jika pekerja mengetahui apa yang diketahui oleh manajer,
maka mereka akan memaksakan diri untuk menyelesaikan masalah organisasi
atau perusahaan.
2. Arus Komunikasi Vertikal dari Bawah ke Atas
Komunikasi ini adalah komunikasi yang berasal dari bawahan (subordinate)
kepada atasan (supervisi) dalam rangka menyediakan feedback (umpan balik)
kepada manajemen. Para pekerja menggunakan saluran komunikasi ini
sebagai kesempatan untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan yang mereka
ketahui. Asumsi dasar dari komunikasi ini adalah bahwa pekerja harus
diperlakukan sebagai partner dalam mencari jalan terbaik untuk mencapai
tujuan. Komunikasi dari bawah ke atas akan menarik ide-ide dan membantu
pekerja untuk menerima jawaban yang lebih baik tentang masalah dan
tanggung jawabnya serta membantu kemudahan arus dan penerimaan
komunikasi dari bawahan ke atasan.
3. Arus Komunikasi Horisontal
Komunikasi ini merupakan arus pengiriman dan penerimaan pesan yang
terjadi antara pimpinan dan bawahan. Hasil dari beberapa studi
mengungkapkan bahwa sekitar 2/3 dari organisasi yang ada menggunakan
36
arus komunikasi ini. Komunikasi horisontal dikenal sebagai komunikasi
lateral atau silang dan merupakan arus pemahaman yang paling kuat dalam
komunikasi. Komunikasi ini berfokus pada koordinasi tugas, penyelesaian
masalah, pembagian informasi, dan resolusi konflik. Banyak pesan akan
mengalir pada semua lini tanpa melalui penyaringan. Komunikasi horisontal
sangat penting bagi pekerja pada tingkat bawah untuk selalu berkomunikasi
antara atasan dengan bawahan.
1.5.4 Motivasi
Sukses atau tidaknya suatu organisasi, sangat tergantung dari aktivitas dan
kreativitas sumber daya manusianya. Untuk itu, hal utama yang harus
diperhatikan seorang manajer ialah membangkitkan gairah kinerja karyawannya.
Peranan manajer sangat besar dalam memotivasi karyawan agar bekerja sesuai
dengan program yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Motivasi pada dasar nya
adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu
yang kita inginkan. Dengan kata lain, adalah dorongan dari luar terhadap
seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan “dorongan” (driving force)
disini dimaksudkan : desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan
hidup, dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Motivasi
mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka
mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya
untuk mewujudkan tujuan perusahaan.
Menurut Manullang motif merupakan daya pendorong atau tenaga
pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam
37
diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Hasibuan mendefinisikan
motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang, setiap motif memiliki tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan
menurut Moekijat, motif adalah suatu pengertian yang mengndung semua alat
penggerak alasan-alasan / dorongan-dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Motivasi berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang
menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Dapat juga
dikatakan, motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan
cara tertentu. Di dalam bukunya, Hasibuan menjelaskan bahwa motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar
mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Stephen Robbins dalam buku Rivai
& Ella Jauvani (2010;838) motivasi adalah “The willingness to exert high levels
of effort toward organizational goals, conditional by the efforts ability to satisfy
some individual need.” Motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal
mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan
usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Dengan demikian pada
dasarnya motivasi dapat dikatakan bahwa “kondisi mental yang mendorong
dilakukannya suatu tindakan ( action atau activities) dan memberikan kekuatan
(energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurangi ketidakseimbangan”.
38
Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika tidak dirasakan adanya
kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan tersebut. Rangsangan-
rangsangan terhadap hal semacam itu yang akan menumbuhkan rasa motivasi, dan
motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk
mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.
TEORI – TEORI MOTIVASI
a. Hierarki Teori Kebutuhan
Teori motivasi yang terkenal adalah teori kebutuhan yang dikemukakan
oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow dalam buku Rivai & Ella Jauvani Sagala
(2009;840) bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan yaitu :
kebutuhan secara fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan Fisiologis : meliputi kebutuhan makan, minum, perlindungan
fisik, seksual, dan berlindung
Rasa aman : meliputi rasa ingin melindungi dari ancaman, bahaya,
pertentangan, dan lingkungan hidup
Sosial : kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan untuk diterima dalam kelompok,
berafiliasi, berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai
Penghargaan diri : kebutuhan akan harga diri, kebutuhan dihormati dan
dihargai orang lain
Aktualisasi diri : kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi,
kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide, memberikan
penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
39
Menurut teori tersebut mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan
yang benar-benar terpenuhi secara lengkap, sebuah kebutuhan yang pada dasarnya
telah dipenuhi tidak lagi memotivasi. Jadi bila ingin memotivasi seseorang,
menurut Maslow, perlu memahami tingkat hierarki dimana orang tersebut berada
saat ini dan fokus untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas tingkat tersebut.
Kelima kebutuhan tersebut sangat penting dan terkait dalam bentuk tingkatan
yang teratur. Satu tingkat kebutuhan menjadi kuat setelah tingkat kebutuhan yang
lebih rendah terpenuhi kepuasannya.
b. McClelland Theory of Needs
David Mcclelland dalam buku Rivai & Ella Jauvani Sagala (2009;840)
menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam
organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. McClelland theory of needs
memfokuskan kepada tiga hal, yaitu:
1. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan ( need for achievement )
Kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah
ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan.
2. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja ( need for power )
Kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan
bijaksana di daalam tugasnya masing-masing.
3. Kebutuhan untuk berafiliasi ( need for affiliation )
Hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para
karyawan di dalam organisasi.
40
Pada kelompok masing-masing karyawan akan mempunyai tingkat kebutuhan
kekuasaan. Karyawan yang mempunyai tingkat kebutuhan kekuasaan tinggi akan
cenderung memilih situasi dimana mereka akan dapat memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan untuk mempengaruhi orang lain.
c. Theory X and Theory Y
Douglas Mc Gregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang
manusia, negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Setelah
melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan,
McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi
sebagai berikut :
1. Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti :
Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia
akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja.
Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya,
mereka harus diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakuti untuk
menerima sanksi hukum jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.
Karyawan akan menghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan
formal sebisa mungkin.
Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan diatas faktor lainnya
yang berhubungan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya
dengan sedikit ambisi.
41
2. Teori Y memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut :
Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang wajar,
lumrah dan alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian
berdiskusi atau sekedar teman bicara.
Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika
mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif adalah
tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya melulu dari
kalangan top management atau dewan direksi.
Teori X berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih rendah
mendominasi individu. Teori Y berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat
yang lebih tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri yakin bahwa asumsi-
asumsi teori y lebih valid daripada teori x. Oleh karena itu, ia mengemukakan
berbagai ide seperti pembuatan keputusan partisipatif, pekerjaan yang menantang,
serta hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan yang akan
memaksimalkan motivasi pekerjaan seorang karyawan.
Berdasarkan teori di atas, ada persamaan mengenai motivasi yang
dikemukakan oleh Maslow, McGregor, dan McClelland yaitu mereka sama-sama
mengemukakan bahwa seseorang termotivasi atas dasar kebutuhan, bukan atas
dasar keadilan maupun harapan.
42
1.5.5 Hubungan Budaya Organisasi, Komunikasi Organisasi, dan
Motivasi terhadap Kinerja karayawan
Tidak berbeda dengan budaya yang mempengaruhi masyarakatnya, maka
budaya organisasi juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku semua anggota
organisasi. Budaya yang kuat dalam organisasi dapat memberikan paksaan atau
dorongan kepada para anggotanya untuk bertindak atau berperilaku sesuai dengan
yang diharapkan oleh organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan,
meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang
kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan.
Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari
karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi.
Menurut Robbins dalam Sehfudin (2011;33) menyatakan bahwa
komunikasi merupakan sebuah pentransferan makna maupun pemahaman makna
kepada orang lain dalam bentuk lambang-lambang, simbol, atau bahasa-bahasa
tertentu sehingga orang yang menerima informasi memahami maksud dari
informasi tersebut. Pace & Faules dalam Sehfudin (2011;34) mengungkapkan
bahwa karyawan yang memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi karyawan
yang lebih baik pula. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
komunikasi yang baik akan membuat karyawan menjadi karyawan yang baik pula,
artinya bahwa karyawan ini dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Motivasi dan kemampuan untuk menghasilkan memang merupakan syarat
pokok yang istimewa bagi manusia yang langsung berpengaruh terhadap tingkat
dan mutu kerja. Sumber motivasi seseorang berbeda-beda, karena tidak ada
43
manusia yang sama satu sama lain. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa
dengan motivasi yang dimilikinya itu, orang tersebut akan lebih mempunyai
ketahanan dan kekuatan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Bagi seorang
karyawan yang bekerja di dalam organisasi, motivasinya untuk mencapai tujuan
organisasi akan membuatnya bersemangat untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika
karyawan bersemangat dalam bekerja, maka kinerjanya akan meningkat. Selain
itu akan terbentuk komitmen karyawan untuk mencapai kinerja yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas terdapat keterkaitan antara budaya organisasi,
pemberian komunikasi organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan.
Dimana seorang karyawan yang memiliki motivasi tinggi dalam melaksanakan
tugasnya akan menghasilkan kinerja yang maksimal bagi perusahaan dan dengan
adanya hubungan atau komunikasi yang baik seluruh anggota organisasi dan
melalui adanya budaya organisasi yang terdapat dalam organisasi tersebut akan
meningkatkan kinerja yang akan memberikan hasil terbaik demi tujuan
perusahaan.
1.5.6 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai kinerja karyawan telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu, hal ini dapat dijadikan sebagai refrensi untuk melakukan
penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Arif Sehfudin dari Universitas
Diponegoro fakultas ekonomi/ manajemen tahun 2011 dengan judul Pengaruh
Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi dan Motivasi terhadap Kinerja
44
Karyawan pada PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Semarang
dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) gaya kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, (2) komunikasi organisasi
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dan (3) motivasi kerja
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Penelitian lain dilakukan oleh Arif dari Universitas Diponegoro fakultas
ekonomi/manajemen tahun 2010 dengan judul Pengaruh Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan menunjukkan dari hasil analisi
regresi linear berganda diperolehbahwa faktor yang paling mempengaruhi kinerja
karyawan adalah kepemimpinan, hal ini dibuktikan dengan nilai standardized
coeficient terbesar. Kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Semakin baik kepemimpinan, maka kinerja akan
meningkat. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Artinya, apabila budaya organisasi semakin baik, maka kinerja karyawan akan
meningkat.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dito dari Universitas Diponegoro
fakultas ekonomi/manajemen tahun 2010 dengan judul Pengaruh Kompensasi
terhadap Kinerja Karyawan PT. Slamet Langgeng Purbalingga dengan Motivasi
Kerja sebagai Variabel Intervening, menujukkan berdasarkan hasil uji-t yang
dilakukan dan hasil analisis regresi linear dapat diketahui bahwa kompensasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi dan pada hasil analisis
regresi linear 2 diketahui bahwa Kompensasi dan Motivasi berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja. Dan berdasarkan hasil dua analisis regresi linear
45
dapat dilakukan uji mediasi (intervening) sehingga diketahui bahwa variabel
motivasi mampu menjadi variabel intervening oleh karena perhitungan
standardized coeffients untuk pengaruh tidak langsung kompensasi terhadap
kinerja melalui motivasi kerja lebih besar dibanding pengaruh secara langsung
kompensasi terhadap kinerja.
Penelitian lain tentang Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi terhadap
Kepuasan Kerja dalam mempengaruhi Kinerja Karyawan oleh Indraswari dari
Universitas Diponegoro fakultas ekonomi/manajemen tahun 2011
mengindikasikan adanya pengaruh positif dan signifikan antar variabel. Ini
menunjukkan bahwa masing-masing dari budaya organisasi, motivasi, dan
kepuasan kerja mempunyai hubungan kausalitas dengan kinerja karyawan.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu dugaan sementara yang perlu dibuktikan
kebenarannya. Menurut Sugiyono (2008:93), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian
ini adalah :
1. Diduga ada pengaruh antara budaya organisasi terhadap motivasi
pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
2. Diduga ada pengaruh antara komunikasi organisasi terhadap
motivasi pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
3. Diduga ada pengaruh antara budaya organisasi, komunikasi
organisasi terhadap motivasi pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
46
4. Diduga ada pengaruh antara budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
5. Diduga ada pengaruh antara komunikasi organisasi terhadap kinerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
6. Diduga ada pengaruh antara motivasi terhadap kinerja karyawan
pada PT. PLN (Persero) Area Semarang.
7. Diduga ada pengaruh antara budaya organisasi, komunikasi
organisasi, dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Area
Semarang.
Gambar 1.1
Hubungan antara variabel penelitian
Keterangan :
Budaya Organisasi ( X1 ) : variabel independenKomunikasi Organisasi ( X2 ) : variabel independenMotivasi ( Z ) : variabel interveningKinerja ( Y ) : variabel dependen
BUDAYA ORGANISASI
(X1)
KOMUNIKASI ORGANISASI
(X2)
MOTIVASI
(Z)
KINERJA KARYAWAN
(Y)
47
1.7 Definisi Konsep
Adapun definisi konseptual dari variabel dari masing-masing penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Budaya Organisasi
Budaya organisasi didefinisikan sebagai norma, nilai-nilai, asumsi,
kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi budaya
organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri,
pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan
kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga
mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi dalam
memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan
organisasi (Wirawan, 2007;10).
2. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam
organisasi yang kompleks, yang termasuk adalah komunikasi interpersonal,
hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi dari atasan
ke bawahan, komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi
horizontal atau komunikasi dari orang-orang yang sama level/tingkatnya
dalam organisasi, ketrampilan berkomunikasi dan berbicara, mendengarkan,
menulis dan komunikasi evaluasi program ( Arni Muhammad, 2002;65).
3. Motivasi
48
Motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam
pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha
untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu (Stephen P.Robbins dalam
buku Rivai & Ella Jauvani, 2010;838).
4. Kinerja
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber yang
dimiliki (menurut Helfert dalam buku Rivai & Ella Jauvani, 2010;604).
1.8 Definisi Operasional
1. Budaya organisasi
Budaya organisasi yang dimaksud adalah nilai-nilai yang diyakini dan
dilakukan sebagai dasar tindak seluruh karyawan PT. PLN (Persero)
Area Semarang yang diterapkan, dipelajari secara berkesinambungan.
Indikator-indikator dari Budaya Organisasi :
- Karyawan yang inovatif
- Karyawan memberikan perhatian kepada setiap masalah dengan
memperhitungkan resiko
- Berorientasi kepada hasil yang akan dicapai
- Berorientasi kepada semua kepentingan karyawan (team work)
2. Komunikasi organisasi
49
Komunikasi merupakan hubungan lisan maupun tulisan oleh karyawan
PT. PLN (Persero) Area Semarang untuk melakukan apa yang perlu
dikerjakan dan pentingnya melakukan hal tersebut.
Beberapa indikator-indikator dari komunikasi organisasi :
- Hubungan baik antar karyawan internal dan eksternal
- Hubungan baik dengan pimpinan / bawahan
- Kemudahan para karyawan dalam mendapatkan informasi
- Kemudahan para karyawan dalam mengemukakan pendapat atau
gagasannya
3. Motivasi
Motivasi merupakan keadaan dari dalam dan luar diri individu PT. PLN
(Persero) Area Semarang yang mendorong untuk melakukan pekerjaan
yang sudah dibebankan kepadanya.
Adapaun indikator-indikator dari motivasi :
- Keinginan untuk memperoleh insentif
- Keinginan untuk meningkatkan jabatan
- Kemauan untuk aktualisasi diri
- Kebutuhan akan harga diri
- Kenyamanan dalam bekerja
- Kebutuhan melakukan pekerjaan sesuai kemampuan
4. Kinerja
50
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan PT. PLN
(Persero) Area Semarang dalam melaksanakan tugas yang berdasarkan
kecakapan, kesanggupan serta waktu.
Indikator-indikator kinerja, yaitu :
- Pemahaman akan tugas yang diberikan oleh perusahaan
- Tingkat kesalahan dalam bekerja
- Kecepatan karyawan dalam menyelesaikan tugas
- Ketepatan karyawan dalam menyelesaikan tugas
- Hasil kerja terkait kualitas standar perusahaan
1.9 Metode Penelitian
1.9.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian explanatory yaitu
penelitian yang bermaksud menjelaskan pengaruh antara satu variabel
dengan variabel lain (Sugiyono, 2008:6). Adapun pengaplikasian
variabel-variabel tersebut adalah budaya organisasi, komunikasi
organisasi sebagai variabel independen, sedangkan motivasi sebagai
variabel intervening yang mempengaruhi kinerja karyawan sebagai
variabel dependen.
Penggunaan tipe penelitian ini sesuai dengan tujuan utama dari
penelitian ini yaitu menguji rumusan hipotesis yang diajukan diterima
atau ditolak.
1.9.2 Populasi dan Sampel
51
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek /
subyek yang mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian dan ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2006;55). Populasi dalam penelitian ini
adalah jumlah karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Semarang yang
berjumlah 96 orang karyawan, yang terdiri dari karyawan tetap semua
bagian PLN (Persero) Area Semarang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2006;56). Pengambilan sampel
dilakukan dengan sampling jenuh atau dikenal juga dengan istilah sensus.
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2009;85). Peneliti
mengambil sampling jenuh atau sensus karena semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel yaitu 96 orang karyawan PT. PLN (Persero)
Area Semarang.
1.9.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis Data
a. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka atau data
kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif yang didapat adalah
data berupa jumlah hasil kuesioner 96 orang karyawan PT. PLN
(Persero) Area Semarang.
b. Data Kualitatif
52
Data kualitatif yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, dan gambar
yang dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis,
data kualitatif yang diperoleh yaitu berupa gambaran umum
perusahaan.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam,
yaitu:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya
yaitu para karyawan PT. PLN (Persero) Area Semarang, diamati
dan dicatat untuk pertama kalinya. Data ini merupakan data yang
diperoleh dari jawaban responden melalui pengisian kuesioner.
Data ini meliputi data pribadi (biodata) responden dan juga
mengenai persepsi responden terhadap budaya organisasi,
komunikasi organisasi, dan motivasi serta kinerja karyawan di PT.
PLN (Persero) Area Semarang.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diambil dari sumber lain
sehingga tidak bersifat otentik karena sudah diolah dan diperoleh
melaui tangan kedua, ketiga dan selanjutnya. Data ini meliputi :
- Buku-buku teks mengenai Manajemen Sumber Daya Manusia yang
mencakup teori-teori tentang budaya organisasi, komunikasi
organisasi, dan motivasi serta kinerja karyawan.
53
- Hasil-hasil riset tentang budaya organisasi, komunikasi organisasi,
motivasi maupun kinerja yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya
yang datanya masih relevan.
- Data kinerja karyawan PT. PLN (Persero) Area Semarang dan juga
mengenai gambaran umum perusahaan yang terdiri dari sejarah,
perkembangan, dan bidang usaha perusahaan.
1.9.4 Skala Pengukuran
Penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial atau dalam hal ini variabel penelitian
(Sugiyono, 2008:132). Bahwa semakin tinggi skor atau nilai maka
individu tersebut mempunyai sikap positif atau mendukung, dan
sebaliknya semakin rendah skor atau nilai yang diperoleh maka individu
tersebut mempunyai sikap negatif atau tidak mendukung. Skala Likert
mempunyai interval 1 – 5. Penentuan nilai atas skor pada skala likert
adalah sebagai berikut :
Skor 5 untuk jawaban yang dinilai sangat mendukung secara positif
terhadap pertanyaan penelitian.
Skor 4 untuk jawaban yang dinilai mendukung secara positif terhadap
pertanyaan penelitian.
Skor 3 untuk jawaban yang dinilai ragu – ragu / netral terhadap
pertanyaan penelitian.
54
Skor 2 untuk jawaban yang dinilai kurang mendukung secara positif
terhadap pertanyaan penelitian.
Skor 1 untuk jawaban yang dinilai tidak mendukung secara positif
terhadap pertanyaan penelitian.
1.9.5 Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksud untuk mendapatkan data yang reabel,
akurat dan releven sesuai dengan tujuan penelitian. Adapan pengumpulan
data yang dilakukan oleh peneliti meliputi:
a. Wawancara
Teknik wawancara merupakan salah satu teknik
pengumpulan data dimana peneliti melakukan tanya jawab
langsung kepada responden baik melalui tatap muka langsung
ataupun melalui jaringan telepon dalam rangka menggali informasi
yang relevan dengan tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari respondennya dan
juga menggali informasi mengenai gambaran umum perusahaan.
b. Kuesioner
Kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang
dilakukan dengan memberikan pertanyaan yang tertulis kepada
responden. Kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang
efisien jika peneliti sudah mengetahui variabel yang diteliti dan
tujuan yang diharapkan dari responden dalam menjawab kuesioner.
1.9.6 Instrumen Penelitian
55
1. Kuesioner
Merupakan alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara
memberi pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (Sugiyono, 2009;199). Kuesioner dapat bersifat
terbuka, tertutup dan semi terbuka. Instrumen yang digunakan
dengan angket dan skala bertingkat.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan keusioner atau angket
tertutup. Angket tertutup merupakan angket yang pernyataan atau
pertanyaannya tidak memberikan kebebasan keoada responden
untuk memberikan jawaban dan pendapatnya sesuai keinginan
mereka. Dalam penelitian tentang budaya organisasi, komunikasi
organisasi, motivasi dan kinerja karywan ini maka akan
menggunakan teknik tersebut. Dalam item kuesioner semi tertutup
harus diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya terhadap instrumen
penelitian. Dalam hal ini perlu dibedakan antara hasil yang valid
dan reliabel.
1.9.7 Tekhnik Pengolahan Data
a. Editing
Merupakan tahap dimana peneliti melakukan pengecekan terhadap data
yang telah diperoleh, karena kemungkinan ada kesalahan dan ketidak
lengkapan.
b. Coding
56
Yaitu proses pemberian kode tertentu terhadap macam jawaban dari
kuesioner untuk kemudian dikelompokkan ke dalam kategori yang sama.
c. Tabulating
Membuat tabulasi atau menyusun data dalam bentuk tabel guna
mendapatkan data dalam bentuk yang ringkas. Adapun tahapannya
adalah memasukkan data yang diperoleh dan telah dikelompok-
kelompokkan dalam bentuk tabel induk kemudian tabel tersebut disajikan
untuk diuji. Dari hasil perhitungan tersebut kemudian dianalisis untuk
memperoleh temuan dan kesimpulan penelitian.
1.9.8 Tekhnik Analisis Data
a. Uji Validitas
Uji validitas merupakan uji penelitian yang digunakan untuk
mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan
valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuesioner dan begitu pula sebaliknya jika tidak
valid berarti kuesioner tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur
variabel yang akan diukur.
Instrumen hasil penelitian dikatakan valid apabila dapat
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang
57
dimaksud. Suatu kuesioner dikatakan valid jika nilai korelasi (r hitung) >
r tabel.
Uji validitas instrumen dapat dilakukan dengan menggunakan Rumus
korelasi yang dikemukakan oleh Pearson yaitu korelasi product moment.
(Sekaran, 2003: 84)
Uji validitas dihitung dengan rumus korelasi product moment :
r hitung =
Dimana :
N = Jumlah responden
Y = Jumlah skor item yang diuji validitasnya
X = Skor item soal yang diuji validitasnya
Dari hasil angka korelasi yang telah diperoleh, maka dibandingkan
dengan angka kritik pada tabel korelasi r pada taraf signifikansi 5%. Item
pernyataan dikatakan valid apabila r hitung > dari r tabel. Item
pernyataan dikatakan tidak valid apabila r hitung < dari t tabel.
b. Uji Reliabilitas
Uji realibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel. Instrumen yang dipercaya dan reliabel
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga kebernarannya. Oleh
sebab itu jika data tersebut benar maka diambil beberapa kali penelitian
tetap akan menghasilkan data yang sama. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel jika nilai Alpha (α ) > 0,6 (Imam Ghozali, 2001).
58
Pada penelitian ini digunakan rumus Alpha :
R11 =
Dimana :
R11 = Realibilitas instrumen
K = Banyaknya butir instrument
∑δb² = Jumlah varians butir
δt² = Varians total
Dengan menjelaskan jika:
- Apabila r11 hitung > r11 tabel, maka reliable
- Apabila r11 hitung < r11 tabel, maka tidak reliable.
c. Analisis Regresi Linear Sederhana
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun
klausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Dimana
dampak dari penggunaan analisis ini dapat digunakan untuk memutuskan
apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui
menaikkan dan menurunkan keadaan variabel independen. (Sugiyono,
2008:270)
Rumus persamaan regresi linier sederhana, digunakan pada hipotesis
1, 2, 4, 5, dan 6 yaitu:
Y = a + bX
59
Keterangan :
Y = variabel terikat (kinerja karyawan)X = variabel bebas (budaya organisasi, komunikasi organisasi,
motivasi) a = konstanta b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan ada variabel independent. Apabila b (+) maka naik, dan apabila b (-) maka terjadi penurunan.
Secara teknis harga b merupakan tangan dari (perbandingan) panjang
garis variabel dependen, setelah persamaa regresi ditemukan (Sugiono,
2008:270). Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi.
Apabila koefisien korelasi tinggi, maka harga b juga besar dan sebaliknya
bila koefisien korelasi rendah maka harga b juga rendah.
Untuk mencari a dan b bisa digunakan rumus yaitu:
d. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan oleh peniliti jika peneliti
bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel
dependent, bila dua atau lebih variabel independent sebagai faktor
prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya) (Sugiono, 2008: 277).
Jadi analisis ini digunakan jika variabel independent minimal 2. Analisis
60
ini akan menghubungkan dua jenis variabel pengaruh (variabel bebas
diberi rotasi x) dan variabel tergantung (variabel tak bebas diberi rotasi
y), apabila bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas
adalah hubungan yang linear, maka regresi ini disebut regresi linear. Jika
variabel pengaruhnya terdiri dari satu, maka analisis tersebut disebut
regresi berganda. Menurut Sugiono (2008:277), model regresi linear
berganda untuk populasi umum ditunjukkan sebagai berikut:
Persamaan regresi untuk dua prediktor untuk hipotesis 6 dan 7 adalah:
Y= a + b1x1 + b2x2 + b3x3
Dimana :
Y = kinerja karyawan
X1 = Budaya Organisasi
X2 = Komunikasi Organisasi
X3 = Motivasi
b1 = Koefisien regresi berganda antara x1 dan y
b2 = Koefisien regresi berganda antara x2 dan y
b3 = Koefisien regresi berganda antara x3 dan y
a = Konstanta
Untuk membuat ramalan melalui regresi, maka data setiap variabel
harus tersedia, selanjutnya berdasarkan data itu harus dapat ditemukan
persamaan melalui perhitungan.
e. Analisis Korelasi
61
Uji korelasi ini digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya pengaruh
variabel uji independen terhadap variabel dependen. Selain itu juga
digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Untuk menentukan
keeratan hubungan/koefisien korelasi antar variabel tersebut,
menggunakan kriterianya sebagai berikut:
Tabel 1.4Kriteria koefisiensi korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan0,00 - 0,199 Sangat Rendah0,20 - 0,399 Rendah0,40 - 0,599 Sedang0,60 - 0,799 Kuat0,80 - 1,000 Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, 2009 hal 250
f.Koefisien Determinasi
Setelah regresi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien
determinasi. Koefisen determinasi digunakan untuk mengetahui
prosentase sumbangan variabel Budaya Organisasi (X1), Komunikasi
Organisasi (X2) dan Motivasi (X3) terhadap perubahan variabel Kinerja
Karyawan(Y) .
Rumus Koefisien Determinasi adalah:
KD = (r²) x 100%
Keterangan :
62
KD = Koefisien Determinasir = Koefisien korelasi
1.9.9 Teknik Pengujian Hipotesis
a. Uji t (Uji Signifikansi Parsial)
Uji t yaitu uji untuk mengetahui pengaruh independen variabel
( Budaya Organisasi, Komunikasi Organisasi, dan Motivasi ) terhadap
dependen variabel (Kinerja Karyawan).
t=
Keterangan :
t = nilai t hitung / uji t
r = Koefisien Korelasi Product Moment
n = Jumlah sampel
Dengan kriteria sebagai berikut :
Taraf kesalahan 5% (0,05)
Derajat kebebasan (df) dari tabel = n – k
Uji dua sisi
t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
terdapat pengaruh signifikan variabel bebas ( = budaya
organisasi, = komunikasi organisasi dan = motivasi)
secara individual terhadap variabel terikat (Y = kinerja
63
karyawan) pada derajat kebebasan (degree of freedom) sebesar
n – k.
t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya
tidak ada pengaruh signifikan variabel bebas ( = budaya
organisasi, = komunikasi organisasi dan = motivasi)
secara individual terhadap variabel terikat (Y = kinerja
karyawan) pada derajat kebebasan (degree of freedom) sebesar
n – k.
Cara pengujiannya adalah :
Ho : β = 0, artinya tidak ada pengaruh yang positif dan
signifikan antara budaya organisasi ( ), komunikasi organisasi
( ) dan motivasi ( ) secara parsial / tunggal terhadap
variabel terikat kinerja karyawan (Y).
Ha : β > 0, artinya ada pengaruh yang positif dan signifikan
antara budaya organisasi ( ), komunikasi organisasi ( ) dan
motivasi ( ) secara parsial / tunggal terhadap variabel terikat
kinerja karyawan (Y).
Gambar 1.2
Diagram Uji t
Terima Ho
t-tabel t-hitung
Tolak Ho Tolak Ho
64
b. Uji F
Untuk mengetahui hubungan secara simultan (bersama-sama) antara
independen variabel (budaya organisasi, komunikasi organisasi,
motivasi) terhadap dependen (Kinerja Karyawan) digunakan rumus :
F=
Keterangan :
R² = Koefisien regresi bergandan = Jumlah sampel K = Jumlah koefisien variabel bebas
Penentuan tingkat kesalahan atau Level of significant α= 0,05 atau
5%, penentuan derajat kebebasan (dk),
dk = n – 1 – k
Dimana :
n : banyaknya sampel
k : banyaknya variabel bebas
Hipotesis untuk Uji F :
Ho : β1, β2 = 0 : Secara simultan tidak ada pengaruh yang
signifikan antara Budaya Organisasi, Komunikasi Organisasi, dan
Motivasi terhadap Kinerja Karyawan.
65
Ho : β1, β2 ≠ 0 : Secara simultan ada pengaruh yang signifikan
antara Budaya Organisasi, Komunikasi Organisasi, dan Motivasi
terhadap Kinerja Karyawan.
Gambar 1.3
Diagram Uji F
Keterangan :
- F hitung > F tabel, maka Ho ditolak atau Ha diterima artinya
ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas {budaya
organisasi ( ), komunikasi organisasi ( ) dan motivasi ( )}
secara simultan terhadap variabel terikat {kinerja karyawan
(Y)}.
- F hitung < F tabel, maka Ho diterima atau Ha ditolak artinya
tidak ada pengaruh yang signifikan antara varibel bebas
{budaya organisasi ( ), komunikasi organisasi ( ) dan
Daerah penolakan H5 atau Daerah penerimaan
Ho0
Daerah penerimaan H5 atau Daerah penolakan
Ho
Uji F
F tabel F hitung
66
motivasi ( )} secara simultan terhadap variabel terikat
{kinerja karyawan (Y)}.
c. Analisis Jalur (Path Analysis)
Menurut Robert D. Rutherford (dalam Jonathan Sarwono, 2007:1),
analisis jalur adalah suatu teknik untuk menganalisis hubungan sebab
akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung, tapi juga
secara tidak langsung.
Asumsi yang perlu diperhatikan sebelum melakukan analisis adalah:
1. Hubungan antar variabel haruslah linier dan
aditif.
2. Semua variabel residu tak punya korelasi satu
sama lain.
3. Pola hubungan antar variabel adalah rekursif
atau hubungan yang tidak melibatkan arah pengaruh yang timbal
balik.
4. Tingkat pengukuran semua variabel sekurang-
kurangnya adalah interval (Harun Al Rasyid, 2005).
Gambar 1.4
Hubungan kausal dari X1, X2 ke Z dan dari Z ke Y
X1
Z
€1
X2
Y
€2
67
Persamaan regresi analisis jalur :
1. Pengaruh Langsung
Untuk menghitung pengaruh langsung, digunakan formula sebagai
berikut :
a. Pengaruh variabel budaya
organisasi terhadap motivasi = X1 → Z
b. Pengaruh variabel komunikasi
organisasi terhadap motivasi kerja = X2 → Z
c. Pengaruh variabel budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan = X1 → Y
d. Pengaruh variabel motivasi
terhadap kinerja karyawan = Z → Y
e. Pengaruh variabel kommunikasi
organisasi terhadap kinerja karyawan = X2 → Y
2. Pengaruh Tidak Langsung
Untuk menghitung pengaruh tidak langsung, digunakan formula
sebagai berikut :
a. Pengaruh variabel budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi = X1 →
Z → Y
b. Pengaruh variabel komunikasi
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi = X2 →
Z → Y
68
3. Pengaruh Total
a. Pengaruh variabel budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi = X1 →
Z → Y
b. Pengaruh variabel komunikasi
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi = X2 →
Z → Y
4. Persamaan Struktural
a. Z = PZ X1 + PZ X2 + €1
b. Y = PY X1 + PY X2 + PY Z + €2
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Michael. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Elex Media Komputindo
Arep, Ishak; Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Motivasi. Jakarta : Grasindo
Aribowo, Risky Novianto. 2011. Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi & Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada CV. Karya Mina Putra Rembang Devisi Kayu). Semarang : Universitas Diponegoro
Arif, Rusdan. 2010. Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Bank Mega Cabang Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro
69
Ariwibowo, Onedy. 2010. Peran Budaya Organisasi Studi Ekplorasi pada PT. SIMOPLAS (Simongan Plastic Factory Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro
Dito, Anoki Herdian. 2010. Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan PT Slamet Langgeng Purbalingga dengan Motivasi sebagai variabel intervening. Semarang : Universitas Diponegoro
Hasibuan, Malayu. 2003. Organisasi & Motivasi ( Dasar Peningkatan Motivasi ). Jakarta : Bumi Aksara
Hasibuan, Malayu. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara
Indraswari, Meyta. 2011. Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja dalam mempengaruhi Kinerja Karyawan Kantor Unit PT. Telkom Regional IV Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro
Ishak, Aswad; Faiz Ayatullah. 2003. Komunikasi & Organisasi. Yogyakarta : UPFE UMY
Kotter, John; James L.Heskett. 1997. Corporate Culture and Performance. Jakarta : Prehallindo
Kristiwardana, Aryo. 2011. Analisis Pengaruh Motivasi Kerja & Komitmen Organisasional terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. BPR Estetika Artha Guna Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosdakarya
Martoyo, Susilo. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia edisi 4. Yogyakarta : BPFE
McKenna, Eguene; Nick Beech. 2002. The Essence of Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Penerbit Andi
Muhammad, Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara
Ndraha, Talizidihu. 2003. Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta
Poerwanto.2008. Budaya Perusahaan. Jakarta : Pustaka Pelajar
70
Rivai, Veithzal; Ella Jauvani Sagala. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari teori ke praktik. Jakarta : Rajawali Pers
Reza, Regina Aditya. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Sinar Santosa Perkasa Banjarnegara. Semarang : Universitas Diponegoro
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta : Penebit Andi
Sehfudin, Arif. 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi Organisasi & Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan ( Studi pada PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Cabang Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alfabeta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : CV. Alfabeta
Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatis dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta
Suwarto, F.X; D. Koeshartono. 2009. Budaya Organisasi kajian konsep dan implementasi. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya
Tika, Moh. Pabundu. 2006. Budaya Organisasi & Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta : Bumi Aksara
Wibowo. Manajemen Kinerja. 2007. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Winardi, J. 2002. Motivasi & Pemotivasian dalam Manajemen. Bandung : Rajawali Pers
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba Empat
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta : Salemba Empat
Zinun, Buchari. 1989. Manajemen dan Motivasi. Jakarta : Balai Aksara
71
top related