nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud...
Post on 11-Aug-2020
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SALAT TAHAJUD
(Kajian Surat al-Israa’ Ayat 79 dan al-Muzzammil Ayat
1-4)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
MUHAMMAD MUKHIB
NIM 11111091
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
SALAT TAHAJUD
(Kajian Surat al-Israa’ Ayat 79 dan al-Muzzammil Ayat
1-4)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Oleh
MUHAMMAD MUKHIB
NIM 11111091
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
iv
v
vi
vii
MOTTO
راالليسألمسلمرجلي وافقهاللساعةالليلفإن والخرةالدن ياأمرمنخي
ليلةكلوذلكإياهأعطاهإل
“Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan
do‟a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu
tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku
setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah SWT skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang yang telah membantu
mewujudkan mimpiku:
1. Bapak dan Ibu yang telah memberikan mahkota kasih sayangnya
kepadaku dari aku kecil yang tak mengerti apa-apa hingga kini aku
mengerti makna hidup.
2. Bapak KH. Drs. Nasafi, M.Pd.I yang telah memberikan motifasi, dorongan
serta ilmu-ilmu yang berguna bagi saya hingga dapat menentukan langkah
kebenaran.
3. Sahabat kampusku Taufiq, Ibad, dan Saeful yang telah setia menemani
dan menjalin persahabatan yang utuh.
4. Teman-teman PAI C angkatan 2011 seperjuangan yang telah memberikan
banyak kenangan.
5. Teman-teman Pondok Pesantren Nurul Asna seperjuangan yang telah
memberikan banyak kenangan.
6. Mazida Wardati yang selalu memeberikan semangat dan mendorong
untuk menyelesaikan skripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga .
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI.
4. Ibu Dra. Siti Farikhah, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Wahidin, S.Pd.I., M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis skripsi ini.
6. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
x
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudara di rumah yang telah mendoakan dan
memberikan dukungan dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dan
penyusunan skripsi dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal
baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Salatiga, 27 Januari 2016
Penulis
Muhammad Mukhib
NIM 11111091
xi
ABSTRAK
Mukhib, Muhammad. 2016. “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Salat
Tahajud (Kajian Al-Qur’an Surat al-Israa’ Ayat 79 Surat al-
Muzzammil Ayat 1-4)”. Program Studi S1 PAI Institut Agama Islam
Negeri. Pembimbing Wahidin, S.Pd.I., M.Pd.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Akhlak, Salat Tahajud
Salat tahajud mempunyai kedudukan yang sangat penting setelah salat
fardlu, ibadah salat tahajud dapat memberikan suatu keberuntungan bagi jiwa
manusia, karena salat adalah sebagai penenang jiwa orang-orang yang gelisah,
apalagi waktu pelaksanaanya pada waktu yang tenang. Disisi lain, salat
merupakan ibadah yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, salat juga
dapat membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia. Pokok permasalahan
tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud yang terkandung dalam
surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dan implementasi nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam salat tahajud dalam ayat tersebut dikaitkan dengan
konteks kekinian.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam salat tahajud surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4) 2)
mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud surat
al-Israa‟ ayat 79 dan surat al-Muzzammil ayat 1-4 dengan konteks kekinian.
Penelitian ini menggunakan metode library research, yaitu penelitian
tersebut dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan objek
penelitian, dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer
maupun yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan. Dalam penarikan
kesimpulan penulis menggunakan metode maudhu‟i. Metode maudhu‟i adalah
membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang telah
ditetapkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam salat tahajud terdapat
nilai-nilai pendidikan akhlak yaitu beribadah kepada Allah dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, melaksanakan ajaran Rasulullah Saw
dan Berakhlak baik kepada dirinya sendiri. Adapun implementasi nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam salat tahajud surat al-Israa‟ ayat 79 dan surat al-
Muzzammil ayat 1-4 dengan konteks kekinian, yaitu diangkat derajat nya ke
tempat terpuji, memperoleh cinta Allah SWT, menenangkan jiwa, menyehatkan
raga, merawat ketampanan dan kecantikan dan meningkatkan sumber daya
manusia agar saling berkompetisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
xii
DAFTAR ISI
Sampul ..............…………………………………………………..……. i
Halaman Berlogo …………………………………………………..…. ii
Halaman Judul …………………………………………………..…….. iii
Halaman Persetujuan Pembimbing ……………………………..……… iv
Halaman Pengesahan Kelulusan ………………………………………. v
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan ………………………………… vi
Halaman Motto...............................…………………………………….. vii
Halaman Persembahan....................…………………………………….. viii
Kata Pengantar …………………………………………………………. ix
Abstrak …………………………………………………………………. xi
Daftar Isi ……………………………………………………………….. xii
Daftar Lampiran ......................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ……… ……………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah ….……………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……….……………………………………..... 4
C. Tujuan Penelitian....….…………………………………………… 4
D. Penegasan Istilah ......……………………………………………. 5
xiii
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
F. Metode Penelitian .......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan .................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI 15
A. Pengertian Nilai............................................................................... 15
B. Pendidikan Akhlak.......................................................................... 17
C. Salat Tahajud................................................................................... 23
D. Kompilasi Ayat Salat Tahajud........................................................ 28
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH……………........... 35
A. Asbabun Nuzul …………………..………………….................... 35
1. Surat al-Muzzammil ayat 1-4................................................... 37
B. Munasabah ……………………………………............................. 38
1. Munasabah Surat al-Israa‟ ayat 79 dengan
Surat al-Muzzammil ayat 1-4.................................................... 39
BAB IV PEMBAHASAN…………........................................................... 41
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir Terhadap Ayat 79 (al-Israa‟)
dan Ayat 1-4 (al-Muzzammil).......................................................... 41
1. Tafsir Surat al-Israa‟ Ayat 79.................................................... 41
2. Tafsir Surat al-Muzzammil Ayat 1-4......................................... 46
B. Nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an
Surat al-Israa‟ ayat 79...................................................................... 54
1. Akhlak Beribadah Kepada Allah.............................................. 54
xiv
2. Akhlak Menjalankan Ajaran Rasulullah Saw........................... 55
C. Nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an
Surat al-Muzzammil ayat 1-4.......................................................... 56
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri................................................... 57
2. Akhlak Terhadap Sesama Muslim.............................................. 58
D. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur‟an
Surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 Dikaitkan
Dengan Konteks Kekinian................................................................ 59
BAB V PENUTUP …………….....……………………………………..... 65
A. Kesimpulan ……..…………………………………………….......... 65
1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur‟an
Surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4 .............................. 65
2. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Salat
Tahajud Kajian al-Qur‟an Surat al-Israa‟ ayat 79 dan Surat
al-Muzzammil ayat 1-4 Dikaitkan Dengan Konteks Kekinian....... 66
B. Saran-saran ........................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR KONSULTASI
SKK
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh ajarannya bersumber
dari wahyu Ilahi yang tidak akan berubah sampai kapanpun. Allah SWT
telah memberikan aturan-aturan dengan rinci. Dengan aturan-aturan itu,
seluruh problem makhluk-Nya dalam situasi dan kondisi apapun dapat
terselesaikan dengan tuntas tanpa ada yang dirugikan. Aturan-aturan Islam
senantiasa memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia, sebab Islam
lahir dari Dzat yang menciptakan manusia. Dia Maha tahu atas hakikat
mahluk yang diciptakan-Nya.
Di zaman globalisasi ini kecanggihan dunia modern dengan
teknologi dan informasinya, ternyata tidak diikuti kemajuan dibidang
akhlak. Dunia semakin maju tetapi disisi lain manusia kian terbelakang.
Manusia berhasil mencapai cita-citanya di dunia, tapi ia gagal memikirkan
nasib dirinya di akhirat kelak. Fakta dari fenomena yang ada merupakan
wujud kesuksesan Yahudi dan Nasrani untuk menghancurkan akhlak
generasi Islam dan menjauhkan mereka dari kaidah hukum Islam yang
sebenarnya. Sangat disesalkan kenyataan yang kita dapatkan disekitar kita.
Banyaknya umat islam yang lalai dalam membina pendidikan akhlak
membuatnya mengabaikan perintah Allah SWT. Dan malah mendekati
laranan-larangan-Nya sehingga membuat akhlak seseorang melebihi
batasnya di dalam hawa nafsu, maka supaya dilemahkan keinginan ini
2
dengan tidak mementingkan kepada keduniaan.
Islam telah memerintahkan salat dan rasul pembawa rahmat Saw
telah menjelaskannya, kemudian diikuti oleh para sahabat, tabi‟in dan para
imam agama Islam (Mahmud ash-shawwaf, 2007:38). Salat mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam Islam, dan merupakan fondasi yang
kukuh bagi tegaknya agama Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
سلموعمودهالصلةوذروةسناموالهاد)ترمذى. )،منرة:٩٩١رأسالمرال
Artinya :
Pokok dari perkara agama adalah Islam, tiangnya adalah shalat, sedangkan
puncaknya adalah jihad.
Tujuan salat adalah pengakuan hati bahwa Allah SWT sebagai
pencipta adalah Mahaagung, dan pernyataan patuh terhadap-Nya serta
tunduk atas kebesaran dan kemuliaan-Nya, Tuhan Yang Mahakekal dan
Mahaabadi. Bagi orang yang melaksanakan salat dengan khusyuk dan
ikhlas, hubungan dengan Allah SWT akan kukuh, kuat, dan mampu
beristiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT, dan menjalankan
ketentuan yang digariskan-Nya (Sholeh, 2006:109). Dengan melaksanakan
ibadah salat wajib kita sebagai umat Islam jangan merasa puas dengan
pahala yang sudah didapatkan melainkan juga harus melaksanakan ibadah
salat sunah sebagai ibadah tambahan kebaikan bagi umat Islam yang
senantiasa melaksanakan.
Sejarah mencatat bahwa ibadah mahdah yang pertama
diperintahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw sebelum
3
diperintahkan ibadah yang lain adalah salat tahajud (Sholeh, 2006:110).
Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
يامب عدرمضانشهراللوالذيتدع ونوأفضلصلةب عدالمفروضةصلةالليلوأفضلالص
)٩،منرة:٩٩١المحرم)امحد.
Artinya:
Shalat yang paling utama setelah shalat fardlu adalah shalat malam, dan
puasa yang paling utama setelah puasa Ramadlan adalah bulan Allah yang
kalian sebut dengan Muharram.
Jadi salat tahajud mempunyai kedudukan yang sangat penting
setelah salat fardlu, yaitu jelas dasar hukumnya untuk diamalkan oleh
setiap umat Islam yang pengamalannya dilakukan pada malam hari
(tengah malam).
Dengan demikian, betapa pentingnya amalan tersebut untuk
dikerjakan pada malam hari akan menimbulkan ketenangan dan
kekhusyukan bagi orang yang melaksanakannya. Hal ini disebabkan
karena waktu malam hari merupakan saat yang tenang dan panjang untuk
bermunajat dan bertaqarrub kepada Allah SWT. Ibadah salat tahajud juga
memberikan suatu keberuntungan bagi jiwa manusia, karena salat adalah
sebagai penenang jiwa orang-orang yang gelisah, apalagi waktu
pelaksanaanya pada waktu yang tenang. Disisi lain, salat merupakan
ibadah yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, salat juga dapat
membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia.
4
Salat tahajud diyakini dapat meningkatkan produktifitas kerja yang
berbasis spiritualitas. Salah satu progam untuk meningkatkan sumber daya
manusia (SDM) yang andal secara intelektual, emosional, dan spiritual
adalah membiasakan salat tahajud pada setiap malamnya untuk
berkompetisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan agar selalu
memperoleh berbagai kemuliaan (Fadhil, 2011:137).
Berangkat dari fenomena di atas, mendorong penulis melakukan
penelitian dengan mengambil judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
Dalam Salat Tahajud (Kajian atas surah Surat al-Israa’ ayat 79 dan
al-Muzzammil 1-4)”
B. Rumusan Masalah
Mengacau dari uraian di atas, maka selanjutnya penulis
merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut. Hal
tersebut antara lain:
1. Bagaimana nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam surat al-
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4?
2. Bagaimana Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat
al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dikaitkan dengan
konteks kekinian?
C. Tujuan penelitian
Bertolak dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
dapat di tetapkan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh deskripsi tentang nilai pendidikan akhlak
dalam salat tahajud yang terkandung dalam al-Qur‟an surat al-
5
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4.
2. Untuk memperoleh deskripsi implementasi nilai-nilai pendidikan
akhlak dalam salat tahajud dalam al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79
dan al-Muzzammil ayat 1-4 dikaitkan dengan konteks kekinian
khususnya pendidikan akhlak kepada Allah SWT dan manusia.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul
penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan istilah-istilah yang
terdapat dalam judul ini antara lain:
1. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
preferensinya tercermin dalam prilaku, sikap, dan perbuatan-
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Sehingga, nilai dapat diartikan
sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan
(Poerwadarminta, 2006:801).
2. Pendidikan akhlak
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2007:263)
Pendidikan dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari
bahasa Latin “educare” yang dapat diartikan pembimbingan
6
berkelanjutan (to lead forth). Sedangkan dalam arti luas pendidikan
adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang
zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, yang kemudian
mendorong segala potensi yang ada di dalam diri individu
(Suhartono, 2006:79).
Sedangkan akhlak secara etimologis, kata akhlak adalah
sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab al-Akhlâq. Ia merupakan
bentuk jamak dari kata al-Khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat
atau watak. Selanjutnya arti ini sering di sepadankan (disinonimkan)
dengan kata: etika, moral, kesusilaan, tata karma atau sopan santun
(Abdul Halim, 2000:8).
Dengan demikian, makna kata akhlak merupakan sebuah kata
yang digunakan untuk mengistilahkan perbuatan manusia yang
kemudian diukur dengan baik atau buruk. Dan dalam Islam, ukuran
yang digunakan untuk menilai baik atau buruk itu tidak lain adalah
ajaran Islam itu sendiri (al-Qur‟an dan al-Hadits) (Abdul Halim,
2000:9).
Secara terminologis, akhlak ialah perbuatan-perbuatan
seseorang yang telah mempribadi, dilakukan secara berulang-ulang
atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan berbagai pertimbangan
dan tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain (Abdul Halim,
2000:12).
Ada dua jalur akhlak yang dihadapi manusia dalam hidupnya,
yaitu:
7
1. Jalur akhlak yang bersifat vertikal, yaitu jalur akhlak manusia
dengan Tuhan.
2. Jalur akhlak yang bersifat horizontal, yaitu jalur akhlak manusia
sesama manusia dan manusia dengan alam sekitar
(Tatapangarsa, 1980:18)
Dari uraian di atas menunjukkan jalur akhlak yang harus
dihadapi manusia. Akan tetapi penulis akan membahas jalur akhlak
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesama manusia.
Yang dimaksud pendidikan akhlak disini adalah suatu proses
perbaikan, perawatan, dan pengurusan terhadap pihak yang dididik
dengan menggabungkan unsur-unsur pendidikan khususnya
pendidikan akhlak sehingga ia menjadi matang dan mencapai tingkat
sempurna yang sesuai dengan kemampuan.
3. Salat tahajud
Salat rukun Islam kedua, berupa ibadah kepada Allah SWT,
yang wajib diakukan oleh setiap muslim mukalaf, dengan syarat,
rukun, dan bacaan tertentu, dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:983). Salat
secara bahasa berarti doa. Ibadah salat dinamai doa karena dalam
salat itu mengandung doa (Sholeh, 2006:108).
Tahajud berasal dari kata al-Hujud, yang mengandung arti
bangun dari tidur (Hanif al-fajar, 2009:83). Salat tahajud artinya
salat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan
dilaksanakan setelah tidur lebih dahulu walaupun tidurnya hanya
8
sebentar (Sholeh, 2006:109). Salat tahajud hukumnya adalah sunah
muakad. Orang yang melaksanakan salat tahajud disebut
mutahajjid. Salat tahajud adalah salat sunah yang dikerjakan di
sepertiga malam yang terakhir, di mana orang yang terbiasa
dengannya mendapat predikat sebagai orang shalih, sedangkan
tujuan dari salat tahajud adalah untuk melengkapi, berdoa, dan
bermunajat kepada Allah SWT terhadap berbagai kebutuhan dan
keperluan kita sebagai seorang manusia (Muhyidin, 2009:57).
4. Al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4
Surat al-Israa‟ (perjalanan malam) adalah surat ke tujuh belas
setelah surat an-Nahl dalam susunan al-Qur‟an, yang terdiri dari
111 ayat, termasuk dalam golongan surat makkiyah. Adapun ayat
79 menjelaskan tentang seruan untuk melaksanakan salat tahajud
sebagai suatu ibadah tambahan bagimu agar tidak selalu puas
terhadap amalan ibadah wajib dan membuat umat muslim untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Sedangkan surat al-Muzzammil (orang yang berselimut)
merupakan surat ke tujuh puluh tiga setelah surat al-Jin yang terdiri
dari 20 ayat, termasuk dalam golongan surat makkiyah. Adapun
ayat 1-4 menjelaskan tentang perintah untuk melaksanakan
sembahyang di malam hari. Jadi, maksud dari pengertian diatas
adalah bahwasannya penulis ingin mengungkap nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam surat al-Israa‟ ayat 79 dikaitkan dengan
surat al-Muzzammil ayat 1-4 karena dalam surat tersebut
9
menjelaskan tentang perintah melaksanakan salat tahajud di waktu
sepertiga malam yang terakhir. Dengan ayat-ayat di atas Allah
SWT memuji orang-orang yang bangun di waktu malam lalu
mendekatkan diri kepada-Nya dengan berzikir, berdoa, beristighfar
dan beribadah kepada-Nya di tengah malam. Sehingga, dengan
demikian seseorang benar-benar bisa menjadi pribadi yang
berakhlak mulia dihadapan Allah SWT maupun sesama umat
Islam.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Memberikan sumbangsih pemikiran ilmu pada umumnya dan
pendidikan akhlak pada khususnya, terutama mengenai nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam salat tahajud kajian al-Qur‟an surat al-
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4.
b. Penelitian ini ada implementasinya dengan Ilmu Agama Islam
khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga
hasil pembahasannya berguna menambah literature atau bacaan
tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud kajian
al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4.
c. Penelitian ini semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat umumnya kepada penulis khususnya untuk
mengetahui dan mendalami serta mengamalkan nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam salat tahajud yang terkandung dalam al-
Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4
10
khususnya pendidikan akhlak terhadap Allah SWT dan manusia.
2. Manfaat praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan
berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai berikut:
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi
bagi guru maupun pendidik dalam mensosialisasikan pendidikan
akhlak dalam salat tahajud sesuai dengan aturan ajaran Islam.
b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan khususnya
bagi para siswa agar dapat mengaplikasikan pendidikan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari.
F. Metode penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk
sampai pada tujuan penelitian, teknik tersebut meliputi:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti tergolong penelitian
pustaka (library research), penelitian tersebut dengan mengumpulkan
data-data yang berhubungan dengan objek penelitian, dengan
mengumpulkan data-data yang diperlukan, baik yang primer maupun
yang sekunder, dicari dari sumber-sumber kepustakaan (seperti buku,
majalah, artikel, jurnal) (Kuswaya, 2009:11).
2. Pendekatan penelitian.
11
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode
tematik, tafsir tematik atau disebut dengan tafsir maudhu‟i yaitu
membahas ayat-ayat al-Qur‟an sesuai dengan tema atau judul yang
telah ditetapkan.
Menurut Baidan, (2000:152), dijelaskan bahwa dalam penerapan
metode tematik atau Maudhu‟i, ada beberapa langkah yang harus di
tempuh oleh mufasir. Antara lain sebagai berikut:
a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut
sesuai dengan kronologi urutan turunnya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya ayat yang mansukhah, dan
sebagainya.
b. Menelusuri latar belakang turun (asbab nuzul) ayat-ayat yang telah
dihimpun (kalau ada).
c. Meneliti dengan cermat semua kata atau kalimat yang dipakai
dalam ayat tersebut, terutama kosa kata yang menjadi pokok
permasalahan di dalam ayat itu. Kemudian mengkajinya dari
semua aspek yang berkaitan dengannya, seperti bahasa, budaya,
sejarah, munasabat, pemakaian kata ganti (dhamir), dan
sebagainya.
d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat itu dari pemahaman dari aliran
dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang
kontemporer.
12
e. Semua itu dikaji secara tuntas dan saksama dengan menggunakan
penalaran yang objektif melalui kaidah-kaidah tafsir yang
mu‟abar, serta didukung oleh fakta (kalau ada), dan argumen-
argumen dari al-Qur‟an, hadits, atau fakta-fakta sejarah yang dapat
ditemukan.
Walaupun di atas dijelaskan menghimpun ayat-ayat yang
berkenaan dengan judul sesuai dengan kronologi urutan turunnya.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas surat al-
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4. Yaitu karena adanya
hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat
atau surat yang sebelum dan sesudahnya.
3. Teknik pengumpulan data.
Metode yang digunakan peneliti adalah metode yang bersifat
library research dalam pengumpulan data yang akan digunakan untuk
penelitian, maka penulis membagi sumber data menjadi dua bagian:
a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan
dengan penelitian yaitu al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-
Muzzammil ayat 1-4 beserta tafsirnya baik berupa hadits-hadits
maupun penjelasan dan Tafsir para Ulama‟ diantaranya adalah
Tafsir al-Misbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab, Tafsir Ibnu
Katsir karya karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Muyassar
karya Dr. „Aidh al-Qarni dan Al-Qur‟an dan Tafsirnya karya
Departemen Agama RI.
13
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang mengandung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Adapun sumber data
sekunder berupa buku-buku pendidikan orang tua pada anak,
internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul
skripsi ini.
4. Metode analisis
Analisis non-statis sesuai untuk data deskriptif atau data textual.
Data deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu
analisis macam ini juga disebut analisis isi (content analysis)
(Suryabrata, 1995:85). Disini peneliti menggunakan metode content
analysis dalam menguraikan makna yang terkandung dalam redaksi al-
Qur‟an, setelah itu dari hasil interpretasi tersebut dilakukan analisa
secara mendalam dan saksama guna menjawab permasalahan yang ada
dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti.
G. Sistematika Penulisan Skripsi.
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika penulisan skripsi ini
secara garis besar sebagai berikut:
Bab I pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan Teori: Kajian Pustaka dan Kompilasi ayat-ayat.
Pada bab ini menjelaskan tentang pengertian nilai, pengertian pendidikan
14
akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak,
pengertian salat tahajud, waktu pelaksanaan salat tahajud, bilangan rekaat
salat tahajud, variasi bobot bacaan ayat dalam salat tahajud, etika salat
tahajud dan kompilasi ayat-ayat surat tahajud.
Bab III Asbabun nuzul dan munasabah. Pada bab ini dijabarkan
tentang asbabun nuzul (sejarah turunnya ayat-ayat suci al-Qur‟an) dan
munasabah (keterkaitan dan keterpaduan hubungan antara bagian-bagian
ayat, ayat-ayat, dan surah-surah dalam al-Qur‟an) dari ayat-ayat al-Qur‟an
surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4.
Bab IV Pembahasan. Pada bab ini memaparkan tentang tafsir al-
Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4. Pada bab ini
akan dibahas tentang tafsir al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4
secara umum, tafsir al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil
ayat 1-4 dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-
Rifa‟i, tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan tafsir Muyassar
karya Dr. „Aidh al-Qarni. Pada bab ini pula akan dibahas nilai-nilai
pendidikan akhlak dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak
dikaitkan dengan konteks kekinian yang diajarkan dalam al-Qur‟an surat
al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4.
Bab V Penutup, Simpulan Dan Saran. Bab penutup yang memuat
kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi ini, saran-saran dan kalimat
penutup yang sekiranya dianggap penting dan daftar pustaka.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Nilai
Secara garis besar nilai dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai-
nilai nurani (values of being) dan nila-nilai memberi (values of giving)
(Elmubarok, 2009:7). Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri
manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita
memperlakukan orang lain, yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah
kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu
batas, kemurnian, dan kesusaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang
perlu dipratikkan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak
yang diberikan, yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi adalah
setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik
hati, ramah, adil, dan murah hati (Elmubarok, 2009:7).
Adapun pengertian nilai menurut beberpa ahli (Muhaimin dan
Abdul Mujib, 1998:110) adalah sebagai berikut:
1. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak
dan sering didasari hal-hal penting.
2. Green, memandang nilai sebagai kesadaran yang secara koletif
berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan
perseoragan.
3. Woods, mengatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petnjuk umum
16
yang telah berlangung lama yang mengarahkan tingkah laku dan
kepuasaan dalam kehidupan sehari sehari-hari.
4. Dalam pengertian lain, nilai adalah konsepsi-konepsi abstrak dalam
diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap baik
dan benar serta hal-hal yang dianggap buruk dan salah.
Lubis (2009:16-18) menulis penggertian nilai yang dikemukakan
dari beberapa tokoh seperti, Milton Roceach dan James Bank dalam
Kartawisatra (1980:1) mengatakan bahwa nilai adalah suatu tipe
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan,
dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan
dipercaya. Sementara itu menurut Frankel nilai adalah standar tingkah
laku, keindahan, keadilan, kebenaran, dan efisiensi yang mengikat
manusia dan sepatutnya dijalankan dan dipertahankan.
Adapun Sidi Gazalba (Lubis, 2009:17-18) mengartikan nilai adalah
sesuatu yang bersifat abstrak dan ideal. Nilai bukan konkrit, bukan fakta,
tidak hanya sekedar soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki, yang disenangi dan yang tidak disenangi. Nilai itu terletak
antara hubungan subjek dan objek. Seperti garam, emas Tuhan itu tidak
bernilai bila tidak ada subjek yang meniai. Garam menjadi berarti setelah
ada orang yang membutuhkan, emas menjadi berharga setelah ada orang
yang mencari perhiasan, dan Tuhan akan menjadi berarti setelah ada
makhluk yang membutuhannya. Tetapi nilai juga terletak pada barang
17
(objek), nilai ketuhanan karena dalam dzat Tuhan terdapat sesuatu yang
sangat berharga bagi manusia, dan dalam logam emas terdapat zat yang
tidak lapuk, antikarat dan jenis keindahaan lainnya yang sangat berharga
bagi manusia.
Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau tujuan sosial
yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala, 2006:237).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa nilai
merupakan sifat yang melekat pada suatu (sistem kepercayaan) yang
berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).
Sifat tersebut ada sebelum dibutuhkan manusia, sifat akan meningkat
sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia
sendiri.
B. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian pendidikan akhlak
Pendidikan akhlak terbentuk atas dua kata yaitu “pendidikan” dan
“akhlak”. Untuk memudahkan dalam memahami pengertian
pendidikan akhlak harus dipahami kedua kata tersebut.
Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberikan peningkatan (to evolve, to
develop). Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan
berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh
pengetahuan (Muhibbin, 1997:10).
Menurut Dr.M. Fadhil al-Jamaly bahwa pendidikan adalah upaya
18
pengembangan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju
dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia,
sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan
dengan akal, perasaan maupun perbuatan (Jalaludin, 2001:73).
Selanjutnya menurut Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumy al-
Syaibany mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah
tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam
sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan
profesi di antara berbagi profesi asasi dalam masyarakat. Al-Syaibani
melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi
pada diri individu maupun masyarakat. Dengan demikian pendidikan
bukanlah aktivitas dengan proses sekali jadi (instan) (Jalaludin,
2001:74).
Secara etimologis “akhlak” berasal dari bahas arab, jamak dari
khuluqun (خلق) yang artinya tingkah laku, perangai, tabiat, watak,
moral, atau budi pekerti (Mahmud Yunus, 2007:120). Akhlak secara
bahasa khalaqa (خلق) dari segi pengertian kebahasaan memiliki
sekian banyak arti antara lain “menciptakan” (dari tiada), menciptakan
(tanpa satu contoh terlebih dahulu) (M. Quraish, 1997:86). Kata
Khalaqa (خلق) memberi tekanan tentang kehebatan dan kebesaran
Allah dalam ciptaan-Nya. Allah pantas menerima pengabdian
19
mahluknya, maka akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-khâlik
( لالقا ) dan al-makhluk (المخلوق) akhlak berarti sebuah perilaku yang
menghubungkan antara hamba dengan Allah (Zubaedi, 2011:65).
Dari pengertian etimologi seperti ini, akhlak bukan saja
merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan
antara sesama manusia, tetapi juga mengatur hubungan antara
manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun
(Ilyas, 2006:1).
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak. Penulis
memaparkan tiga pendapat diantara:
a. Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memikirkan pemikiran dan pertimbangan (Ilyas, 2006:2).
b. Ahmad bin Mushthofa.
Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis
keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan
antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berfikir, kekuatan marah,
dan kekuatan syahwat (Mahmud, 2004:33).
c. Muhammad bin Ali asy-Syariif al-Jurjani.
Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam
diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
ringan, tanpa perlu berfikir dan merenung. Jika dari sifat tersebut
terlahir perbuatan-perbuatan yang indah menurut akal dan
20
syari‟at, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan
akhlak yang baik. Sedangkan jika darinya terlahir perbuatan-
perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan sifat yang buruk
(Mahmud, 2004:32).
Dari ketiga definisi yang dikutip diatas penulis menyimpulkan
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang
terlahir dengan perbuatan-perbuatan, sehingga dia akan muncul secara
spontan bilamana diperlukan, tanpa melakukan pemikiran atau
pertimbangan lebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Jika perbuatan itu baik sesuai dengan akal dan syari‟at maka disebut
akhlak yang baik, dan jika perbuatan tersebut buruk maka disebut
dengan akhlak yang buruk.
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama pendidikan akhlak adalah agar manusia berada
dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang
telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang akan mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak mulia
merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak. Akhlak seseorang
akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang
terkandung dalam al-Qur‟an (Mahmud, 2004:159).
al-Qur‟an dan al-Sunah merupakan sumber yang menjelaskan
akhlak Islam dengan tepat dan detail. Telah dijelaskan dalam al-
Qur‟an surat al-Ahzab : 21
21
حسن أسوة اللو رسول ف لكم كان اللولقد وذكر الخر والي وم اللو ي رجو كان لمن ة
كثريا
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-
Ahzab: 21).
Tujuan dari diutusnya Nabi Muhammad Saw sang penutup para
nabi tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Adapun
pengutusan Nabi Muhammad Saw itu sendiri setelah umat manusia
menempuh rentang waktu yang sangat panjang dan telah diutus
kepada mereka sekian banyak nabi dan rasul.
Sesungguhnya akhlak mulia merupakan warisan turun-temurun
dari setiap generasi umat manusia. Sehingga setiap generasi
mengambil bagian dari akhlak mulia tersebut. Adapun tugas para nabi
dan rasul adalah memotivasi manusia agar mengamalkan nilai-nilai
akhlak mulia tersebut seoptimal mungkin. Pengutusan para nabi
kepada umat manusia terus berjalan, hingga tiba saatnya kehendak
Allah mengakhirinya dengan mengutus seorang rasul sebagai
Khatamul Anbiyâ pemungkas para nabi dan tidak ada lagi rasul setelah
beliau. Penutup para nabi ini haruslah diutus kepada seluruh umat
manusia dengan membawa ajaran yang mencakup seluruh nilai-nilai
akhlak mulia. Hal ini wajar mengingat setelah beliau tidak ada nabi
22
yang diutus untuk menyempurnakan ajaran yang beliau bawa
(Mahmud, 2004:216).
Dari uraian diatas sudah jelas bahwa tujuan pendidikan akhlak
adalah terciptanya pribadi yang memiliki akhlak mulia yang tercermin
dalam perbuatan yang baik, dan ukuran yang pasti untuk menentukan
baik dan buruk didasarkan pada al-Qur‟an dan al-Sunah.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup akhlak itu sangat luas, mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik secara vertikal dengan Allah SWT maupun horizontal
dengan sesama mahluk-Nya. Menurut Abdullah Drâs dalam bukunya
Dustûr al-Akhlâq fî al-Islâm membagi Ruang lingkup Akhlak kepada
lima bagian yaitu: Akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak
kepada masyarakat, akhlak dalam bernegara, akhlak dalam beragama
(Ilyas, 2006:6).
Adapun ruang lingkup akhlak tersebut yaitu:
a. Akhlak kepada Allah SWT
b. Akhlak kepada Nabi Muhammad Saw
c. Akhlak kepada sesama muslim
d. Akhlak kepada diri sendiri
Dari uraian di atas menunjukkan betapa luasnya ruang lingkup
pendidikan akhlak. Akan tetapi penulis menspesifikasikannya ke
dalam empat macam sebagaimana yang terpaparkan di atas.
23
C. Salat Tahajud
1. Pengertian Salat Tahajud
Salat menurut bahasa adalah doa. Salat dinamakan doa karena
dalam salat terkandung doa. Secara terminology salat merupakan
ibadah yang terdiri atas ucapan dan perbuatan yang di mulai dengan
takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Salat merupakan salah
satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus
dikerjakan baik bagi mukimin maupun dalam perjalanan.
Salat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Salat
didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah
17 rakaat. Salat tersebut merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf baik sedang sehat
maupun sakit. Selain salat wajib ada juga salat-salat sunah.
Perintah tentang diwajibkannya mendirikan salat tercantum dalam
QS. al-Baqarah ayat 43:
وأقيمواالصلةوآتواالزكاةواركعوامعالراكعي
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-
orang yang ruku‟(QS. al-Baqarah: 43).
Tujuan salat adalah berharap hati kepada Allah SWT sebagai
ibadah, dengan penuh kekhusyukan dan keiklasan di dalam beberapa
perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam (Rifa‟i, 2014:32).
24
Salat mempunyai fungsi yang penting dalam kehidupan, yakni
salat dapat mencegah kita dalam melaksanakan perbuatan keji dan
munkar. Seperti dalam firman Allah Q.S. al-„Ankabut : 45 yang
berbunyi:
هىعنالفحشاءوالمنكر الصلةت ن لةإن اتلماأوحيإليكمنالكتابوأقمالص
ولذكراللوأكب رواللوي علمماتصن عون
Artinya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al
Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan (QS.al-Ankabut: 45).
Salat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu salat: (1) Salat
fardhu „ain, yaitu salat yang diwajibkan untuk setiap individu, seperti
salat lima waktu, (2) Salat fardhu kifayah, yaitu salat yang wajib
untuk umum, dan kewajiban itu gugur ketika salah satu orang ada
yang mengerjakannya, seperti salat jenazah, (3) Salat sunah, salat
sunah ada dua macam, yaitu: (a) Salat sunah rawatib, yaitu salat sunah
sebelum dan sesudah salat fardhu, dan (b) Salat sunah bukan rawatib,
yang tidak berhubungan dengan salat fardhu. Dan salat tahajud
merupakan salah satu salat sunah yang bukan rawatib.
Tahajud artinya bangun dari tidur. Salat tahajud adalah salat
sunah pada malam hari setelah tidur. Bilangan rekaatnya paling sedikit
25
dua rekaat dan banyaknya tidak terbatas. Waktunya mulai setelah
melaksanakan salat isya‟ sampai terbit fajar. Mengerjakan salat
tahajud di rumah lebih utama dari pada di masjid. Bagi orang yang
akan mengerjakan salat tahajud disunahkan tidur qailulah (tidur pada
waktu siang hari sebelum zawal) (Masykuri, 2006:206).
Salat tahajud memang merupakan salat sunah (boleh memilih).
Akan tetapi ia dianggap sebagai salat yang paling efektif untuk
meningkatkan ketaatan religius yang sesungguhnya dan kecintaan
kepada Allah. Ketika ia dilakukan secara pribadi di ujung malam,
ketika kebanyakan manusia terlelap dalam tidurnya, ia bisa
mengangkat jiwa seseorang dan mengantarkannya untuk dekat kepada
Allah. Orang tersebut akan mengalami “kehadiran ilahiyyah” (Divine
Presence) di kedalaman hatinya dan di dalam ceruk jiwanya yang
paling dalam. Selanjutnya hal itu akan menciptakan “kesadaran” yang
agung dan terpercaya dari kehadiran Allah yang hidup di dalam diriya
(Imran, 2005:43-44).
2. Waktu Salat Tahajud
Malam hari terbagi dalam tiga bagian. Pembagian ini terkait
dengan al-Qur‟an surat al-Muzzammil ayat 3 dan 4, yang berbunyi:
) ((أوزدعليوورتلالقرآنت رتيلنصفوأوانقصمنوقليل)
Artinya:
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau
lebih dari seperdua itu. dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-
26
lahan (Tarjamah al Fazil Qur‟an Inayah, Jil. X : 262).
Merujuk pada penjelasan Departemen Agama RI, apabila
diinterpretasikan menurut waktu indonesia, sepertiga malam pertama
kira-kira pukul 22.00-23.00 WIB. Sepedua malam diperkirakan kira-
kira pukul 00.00-01.00 WIB. Sedangkan dua pertiga malam terakhir
adalah sekitar pukul 02.00 WIB, atau pukul 03.00 WIB, sampai
sebelum fajar atau masuk waktu salat subuh. Di antara ketiga waktu
ini, sebaik-baiknya adalah sepertiga malam terakhir (Ramadhani,
2007:58).
3. Bilangan Rekaat Salat Tahajud
Adapun jumlah maksimal rekaat salat malam adalah seperti yang
diriwayatkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Muhammad Saw.
mengerjakan salat malam sebanyak tiga belas rekaat. Ada yang
meriwayatkan sembilan atau tujuh rekaat. Sementara banyak riwayat
menyebutkan bahwa jumlah rekaat salat malam yang dikerjakan oleh
Nabi adalah sebelas rekaat (Rahman, 2007:7).
4. Variasi Bobot Bacaan Ayat dalam Salat Tahajud
Rasulullah Saw ketika mengerjakan salat tahajud tidak
menetapkan bacaan tertentu. Tetapi ada baiknya apabila kita
membacanya secara tertib dari awal surah. Sedikit demi sedikit setiap
kali bangun malam sampai dapat mengkhatamkam al-Qur‟an secara
keseluruhan dalam waktu tertentu. Kemudian setelah itu kita
memulainya lagi dari awal hingga ketiga puluh juz al-Qur‟an kita
27
khatamkan lagi, dan begitu seterusnya (Rahman, 2007:7).
5. Etika Salat Tahajud
Terdapat beberapa etika yang perlu diperhatikan oleh orang yang
hendak melakukan salat tahajud. Etika itu adalah sebagai berikut:
a. Berniat akan melakukan salat tahajud ketika akan tidur. Ini sesuai
dengan sabda Nabi saw sebagai berikut:
فرأمن تى يصلى ي قوم أن وىوي نوي اشو، امن ف غلبو لنوالليل، حت م
جلوعزربوصدقةمننن وموكاى،ومانولوكتبح،يصب
Artinya:
Barang siapa yang mau tidur dan berniat akan bangun melakukan
shalat malam, tapi tertidur sampai pagi, mereka dituliskan apa
yang diniatkan itu merupakan sedekah untuk Tuhan (HR. An-
Nasa‟iy No. 1759: 346).
b. Membersihkan bekas tidur dari wajahnya, kemudian bersuci dan
memandang ke langit sambil berdo‟a membaca akhir dari surat al-
Imran, yang berbunyi:
ت قوااللولعلكمت فلحونياأي هاالذينآمنوااصبواوصابرواورابطواوا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu)
dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung
(Tarjamah al Fazil Qur‟an Inayah, Jil. II : 110).
c. Membuka salat tahajud dengan salat Iftitah.
d. Hendaknya membangunkan keluarganya untuk bersama-sama
salat tahajud.
28
e. Jika mengantuk sebaiknya salatnya dihentikan saja sampai
kantuknya hilang.
f. Jangan memaksakan diri dan hendaklah salat tahajud dijalankan
sesuai dengan kesanggupannya. Karena itu mengkondisikan diri
adalah cara yang baik. Karena bila sudah terbiasa bangun di
tengah malam rasa dan kantuk akan tidak ada (Sholeh, 2006:117-
118).
D. Kompilasi Ayat Salat Tahajud
1. Definisi Kompilasi
Istilah kompilasi diambil dari bahasa Inggris compilation yang
berarti kumpulan (Peter Salim, 1985:372), misalnya mengumpulkan
peraturan-peraturan yang tersebar berserakan dimana-mana. Dalam
Bahasa Indonesia Kompilasi adalah kumpulan yang tersusun secara
teratur (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1982:453).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa kompilasi
itu adalah kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan tertulis yang
diambil dari berbagai buku/tulisan mengenai sesuatu persoalan
tertentu. Pengumpulan bahan dari berbagai sumber yang dibuat oleh
beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku
tertentu, sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan
dapat ditemukan dengan mudah (Abdurrahman, 1992:11).
Pada skripsi ini penulis akan mengkaji sebagian dari ayat-ayat
yang berkaitan dengan salat tahajud. Ayat-ayat tersebut akan
29
dikumpulkan dan dijabarkan pada pembahasan di bawah ini.
2. Ayat Tentang Salat Tahajud dan Kandungannya
a. Surat al-Israa‟ ayat 79
عثكربكمقاماممودا دبونافلةلكعسىأني ب ومنالليلف ت هج
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai
tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke
tempat yang terpuji (QS.al-Israa‟: 79)
Ayat ini memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin agar
bangun di malam hari untuk mengerjakan salat tahajud. Yaitu
merupakan ayat pertama kali memerintahkan Rasulullah
mengerjakan salat malam sebagai tambahan atas salat yang wajib.
Kebiasaan Nabi ini dapat dijadikan dasar dijadikan dasar
hukum bahwa salat tahajud itu sunat dikerjakan oleh seseorang,
setelah tidur beberpa saat di malam hari, kemudian pada
pertengahan malam hari ia bangun untuk salat tahajud. Kemudian
Allah SWT menerangkan bahwa hukum salat tahajud itu adalah
sebagai ibadah tambahan bagi Rasulullah di samping salat lima
waktu. Oleh karena itu, hukumnya bagi Rasulullah adalah wajib,
sedang bagi umatnya adalah sunat.
Dalam ayat ini, diterangkan tujuan salat tahajud bagi Nabi
Muhammad ialah agar Allah SWT dapat menempatkannya pada
maqāman mahmūdan (di tempat yang terpuji). Yang dimaksud
30
dengan maqāman mahmūdan ialah syafaat Rasulullah Saw pada
hari kiamat. Pada hari itu manusia mengalami keadaan yang
sangat susah yang tiada taranya. Yang dapat melapangkan dan
meringankan manusia dari keadaan yang sangat susah itu
hanyalah permohonan Nabi Muhammad Saw kepada Tuhannya,
agar orang itu dilapangkan dan diringankan dari penderitanya.
Umat manusia memang berhak mendapat syafaat karena amal
saleh dan budi pekerti mereka semasa di dunia, yaitu diampuni
dosanya oleh Tuhan atau dinaikkan derajatnya (Departemen
Agama RI, 2009:527)
Dari penafsiran di atas tentang surat al-Israa‟ ayat 79 dapat
dipahami bahwa dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk
melaksanakan salat tahajud. Kata tahajud berasal dari kata hujud
yang berarti tidur. Salat tahajud juga disebut dengan salat malam
(salat lail), karena dilaksanakan pada waktu malam hari.
Dengan melaksanakan salat tahajud akan terjadi hubungan
antara hamba dengan Tuhannya. Selain itu bagi seseorang yang
rajin melaksanakan salat tahajud secara rutin, tepat gerakannya
dan khusuk akan mendapatkan tempat yang terpuji di sisi Allah.
Salat tahajud selain bernilai ibadah, juga sekaligus
mempunyai dampak terhadap psikologis seseorang apabila
dilakukan dengan benar. Dengan melaksanakan salat tahajud
secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa,
31
seseorang akan memiliki respons tubuh yang baik, yang
kemungkinan besar akan terhindar dari berbagai macam penyakit.
Berdasarkan penelitian secara medis menunjukkan salat tahajud
dengan benar akan membuat orang mempunyai ketahanan tubuh
yang baik.
b. Surat al-Muzammil ayat 1-4
Pada firman Allah yang lain diterangkan bahwa bangun di
tengah malam untuk salat tahajud dan membaca al-Qur‟an dengan
khusyuk akan dapat membuat iman menjadi kuat dan membina
diri pribadi. Allah SWT berfirman:
ل) المزم أي ها قليل)يا إل الليل قم قليل)( منو انقص أو نصفو زد( أو )
) (عليوورتلالقرآنت رتيل
Artinya:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk
salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya
atau kurang sedikit dari itu atau lebih dari (seperdua) itu, dan
bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan (QS.al-Muzzammil:
1-4).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkaan Nabi Muhammad
yang sedang berselimut supaya mendirikan salat pada sebagian
malam. Seruan Allah kepada Nabi Muhammad ini didahului
dengan kata-kata “Hai orang yang berselimut”. Allah
menerangkan maksud perkataan sebagian yang terdapat dalam
ayat sebelumnya, yaitu separuh atau lebih. Allah menyerahkan
32
kepada Nabi Muhammad untuk memilih waktu melakukan salat
malam. Ia dapat memilih antara sepertiga, seperdua, atau dua
pertiga malam. Allah memberi kebebasan kepada Nabi
Muhammad untuk memilih waktu-waktu tersebut.
Sepertiga malam menurut waktu Indonesia ialah kira-kira
antara jam 10 dan jam 11 malam, seperdua malam ialah waktu
antara jam 12 dan jam 1 malam dan dua pertiga malam ialah
waktu antara jam 2 dan jam 3 sampai sebelum fajar.
Dan dalam ayat terakhir, Allah memerintahkan Nabi
Muhammad supaya membaca al-Qur‟an secara seksama (tartil).
dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan ini
dilaksanakan oleh Nabi Saw. „Aisyah meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw membaca al-Qur‟an dengan tartil, sehingga surah
yang dibacanya menjadi lebih lama dari ia membaca biasa. Yang
dimaksud dengan tartil ialah kehadiran hati ketika membaca,
bukan asal mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan
memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu,
sebagaimana kebiasaan yang dilakuan pembaca-pembaca al-
Qur‟an zaman sekarang. Membaca seperti itu adalah suatu bacaan
yang dilakuan orang-orang yang tidak mengerti agama.
Membaca al-Qur‟an secara tartil mengandung hikmah, yaitu
terbukanya kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang
dibaca dan di waktu menyebut nama Allah, si pembaca akan
33
merasakan kemahaagungan-Nya. Ketika tiba ayat yang
mengandung janji, pembaca akan timbul harapan-harapan,
demikian juga ketika membaca ayat ancaman, pembaca akan
merasa cemas.
Sebaiknya membaca al-Qur‟an secara tergesa-gesa atau
dengan lagu yang baik, tetapi tidak memahami artinya adalah
suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi yang
terkandung dalam ayat yang dibacanya (Departemen Agama RI,
2009:399)
Dari surat al-Muzammil ayat 1 sampai dengan 4 juga
menegaskan adanya rahasia bangun di tengah malam untuk
melaksanakan salat tahajud. Pertama, sengaja untuk bangun
malam. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki
niat yang kuat dan juga didorong oleh motivasi yang kuat,
sehingga pekerjaan tersebut akan dilakukan dengan ikhlas dan
bersungguh.
Kedua, bacaan di malam hari memiliki dampak yang lebih
mengesankan. Hal ini dikarenakan bangun di tengah malam itu
sangat baik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Bacaan-bacaan
di waktu malam itu lebih baik dari pada siang hari karena suara
yang dihasilkan lebih jernih dalam kesunyian malam.
Bangun malam memang sulit dilakukan, dan hanya sedikit
sekali yang melakukanannya. Dengan bangun malam justru akan
34
membangkitkan spirit dalam diri untuk bangun dengan
mensucikan diri dengan berwudlu, maka keadaan suci tersebut
akan memberikan motivasi tersendiri bagi diri sendiri serta
memberikan kesehatan fisik maupun psikis.
35
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
AL-QUR’AN SURAT AL-ISRAA’ AYAT 79 DAN AL MUZZAMMIL
AYAT 1-4
A. Asbabun Nuzul
Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia dengan wahyu
yang diturunkan-Nya melalui utusan-Nya. Petunjuk Allah yang berlaku
untuk semua manusia di semua tempat dan zaman itu termaktub dalam
kitab suci al-Qur‟an, al-Qur‟an diturunkan Allah untuk menjadi petunjuk
bagi manusia dalam upaya mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat nanti. Oleh karena itu, al-Qur‟an diturunkan sesuai dengan
kebutuhan orang perorang dan masyarakat. Ayat al-Qur‟an ada yang turun
tanpa disertai sebab dan ada pula yang turun disertai dengan sebab atau
sebagai respon suatu peristiwa yang terjadi atau persoalan yang perlu
dijawab. Peristiwa atau persoalan yang melatarbelakangi turun ayat itu
disebut asbabun-nuzul (sebab turun ayat).
Berkaitan dengan hal tersebut, Baidan (2005:131) menjelaskan
bahwa ayat-ayat al-Qur‟an yang turun, ada yang tanpa didahului sebab dan
ada yang didahului oleh sebab tertentu. Ayat yang turun yang didahului
oleh sebab tertentu ada yang secara tegas tergambar sebab tersebut dalam
ayat dan ada pula yang tidak dinyatakan secara jelas dalam ayat yang
bersangkutan.
36
Pengetahuan tentang asbabun-nuzul atau sejarah turunnya ayat-
ayat suci al-Qur‟an amatlah diperlukan bagi seseorang yang hendak
memperdalam pengertian tentang ayat-ayat suci al-Qur‟an. Dengan
mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang dapat mengenal dan
menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu
diturunkan. Ada beberapa hal yang mendorong manusia untuk mengetahui
asbabun-nuzul, yakni, pertama, Mengetahui hikmah (rahasia) yang
terkandung di balik ayat-ayat yang mempersoalkan syari‟at (hukum).
Misalnya, kita dapat memahami lewat pengetahuan asbabun-nuzul kenapa
judi, riba, memakan harta anak yatim itu diharamkan.
Sebaliknya, bagaimana mula-mula Allah mensyari‟atkan salat
khauf (salat yang dilakukan waktu situasi gawat atau perang), mengapa
tidak boleh melakukan shalat jenazah atas orang musyrik, bagaimana
pembagian harta rampasan perang, dan seterusnya. Hampir semua ayat
hukum itu mengandung aspek filosofis yang sebagian di antaranya dapat
diketahui lewat pengertian tentang asbabun-nuzul. Kedua, Mengetahui
pengecualian hukum (takhsis) terhadap orang yang berpendirian bahwa
hukum itu harus dilihat terlebih dahulu dari sebab-sebab yang khusus.
Ketiga, Mengetahui asbabun-nuzul adalah cara yang paling kuat dan
paling baik dalam memahami pengertian ayat, sehingga para sahabat yang
paling mengetahui sebab-sebab turunnya ayat lebih didahulukan
pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat dibandingkan dengan
37
pendapat sahabat yang tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat itu
(Departemen Agama RI, 2009:228).
Tidak sedikit ayat al-Qur‟an yang diturunkan karena sebab atau
peristiwa tertentu. Dalam pembahasan ini, penulis hanya akan menjelaskan
asbabun-nuzul dari ayat-ayat al-Qur‟an yang dikaji oleh penulis yaitu surat
al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4. Seperti telah dijelaskan di atas
bahwa al-Qur‟an diturunkan sesuai dengan kebutuhan orang perorang dan
masyarakat. Untuk itu, al-Qur‟an ada pula yang turun tanpa sebab dan ada
pula ayat-ayat yang diturunkan setelah terjadinya suatu peristiwa yang
perlu direspons atau persoalan yang perlu dijawab (Departemen Agama
RI, 2009:228). Dalam kajian ini penulis tidak menemukan informasi
mengenai asbabun-nuzul ayat-ayat tersebut seluruhnya baik dari sumber
buku, internet maupun sumber informasi lainnya karena pada
kenyataannya tidak ada penjelasan mengenai sejarah atau sebab turunnya
ayat tersebut yaitu asbabun-nuzul dari surat al-Muzzammil ayat 1-4.
Adapun asbabun-nuzul surat al-Muzzammil ayat 1-4 yaitu sebagai berikut:
1. Menurut riwayat al-Hakim dari „Aisyah, katanya, ”Ketika turun ayat
ini قليل إل الليل قم ل. المزم أي ها yang memerintahkan agar kaum يا
Muslimin bangun untuk melaksanakan salat selama kurang lebih
setengah malam pada tiap-tiap malam, para sahabat melaksanakanya
dengan tekun. Kejadian ini berlangsung selama setahun hingga
menyebabkan kaki mereka bengkak-bengka, maka turun juga ayat
38
berikutnya (منو ر ت يس ما yang memberi keringanan untuk bangun (فاق رؤوا
malam dan mempersingkat bacaan (Jalaluddin as-Suyuthi, 2000:607).
B. Munasabah
Secara etimologi, munasabah berasal dari bahasa arab dari asal
kata nasaba-yunasibu-munasabahan yang berarti musyakalah
(keserupaan), Sedangkan secara terminologis definisi yang beragam
muncul dari kalangan para ulama terkait dengan ilmu munasabah ini.
Imam Zarkasyi salah satunya, memaknai munasabah sebagai ilmu yang
mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan
lafal-lafal umum dan lafal lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang
terkait dengan sebab akibat, illat dan ma‟lul, kemiripan ayat pertentangan
(ta‟arudh) (Djalal, 2000:154).
Tanāsub dan Munāsabat berasal dari akar kata yang sama, yaitu al-
Munāsabat mengandung arti berdekatan, bermiripan. Dari pengertian
lughawi itu diperoleh gambaran bahwa Tanāsub atau Munāsabat itu
minimal antara dua hal yang mengandung pertalian, baik dari segi bentuk
lahir, ataupun makna yang terkandung dalam kedua kasus itu. Al-
Munāsabat fi al-„illat dalam kajian ushul fiqh (Qiyas) ialah titik kemiripan
atau kesamaan dua kasus dalam suatu hukum. Jadi munāsabat seperti
digambarkan itu bisa dalam bentuk konkret (hissi) dan bisa pula dalam
bentuk abstrak (aqli atau khayali).
Kata munāsabat apabila diterapkan dalam ayat-ayat al-Qur‟an
maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud munāsabat dalam kajian ilmu
39
tafsir ialah pertalian yang terdapat diantara ayat-ayat al-Qur‟an dan surat-
suratnya, baik dari sudut makna, susunan kalimat, maupun letak surat, ayat
dan sebagainya.
Syihab memberikan pengertian al-munāsabat dalam ulum al-
Qur‟an adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu
dalam al-Qur‟an baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan
uraian satu dengan yang lainnya (Baidan, 2005:185).
Adapun bentuk-bentuk munāsabat sebagai berikut: (Baidan,
2005:192)
1. Munāsabat antara surat dengan surat.
2. Munāsabat antara nama surat dengan tujuan turunnya.
3. Munāsabat antra kalimat dengan kalimat dalam satu ayat.
4. Munāsabat antara ayat dengan ayat dalam satu kalimat.
5. Munāsabat antara fashilat (penutup) ayat dengan isi ayat tersebut.
6. Munāsabat awal uraian surat dengan akhirnya.
7. Munāsabat antara akhir suatu surat dengan awal surat berikutnya.
Dalam pembahasan ini penulis menjabarkan munāsabat ayat
dengan ayat dalam suatu surat sesuai dengan ayat yang penulis kaji,
Adapun ayat yang berhubungan dengan surat al-Israa‟ ayat 79 diantaranya
adalah surat al-Muzzammil ayat 1 sampai 4 sebagai berikut:
ل) المزم أي ها قليل)يا إل الليل قم قليل)( منو انقص أو نصفو ورتل( عليو زد أو )
) (القرآنت رتيل
40
Artinya:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk salat)
pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau kurang
sedikit dari itu. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur‟an itu
dengan perlahan-lahan (QS.al-Muzzammil: 1-4).
Pada akhir Surah al-Jinn, Allah menjelaskan bahwa tidak seorang
pun yang dapat mengetahui kapan datangnya azab (kiamat), termasuk
Nabi Muhammad. Pada ayat-ayat berikut ini, Allah menjelaskan agar Nabi
Muhammad bangun pada malam hari untuk beribadah, senantiasa
mengingat Allah, dan membaca al-Qur‟an.
41
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pandangan Beberapa Ahli Tafsir terhadap ayat 79 (al-Israa’) dan
ayat 1-4 (al-Muzzammil).
1. Tafsir surat al-Israa’ ayat 79
عثكرب دبونافلةلكعسىأني ب كمقامامموداومنالليلف ت هج
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai tambahan
bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang
terpuji (QS.al-Israa‟: 79).
a. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam setiap ayat penulis menyajikan tiga ahli tafsir yaitu
tafsir Ibnu Katsir, al Misbah dan al Maragi, dengan harapan agar
diperoleh penjelasan yang komprehensif dan mendalam.
Dalam ayat ini Ibnu Katsir (2000:86) menjelaskan bahwa
Rasulullah Saw memiliki beberapa kemuliaan yang tidak dimiliki
atau disamai oleh seorang pun. Kemuliaan itu sebagai berikut. Dia
adalah orang yang pertama kali tanah terbelah untuk beliau. Dia
bangkit dan berkendaraan menuju mahsyar. Dia memiliki panji
yang Adam dan orang-orang yang sesudahnya berada di bawah
panjinya. Dia memiliki telaga yang paling banyak di kunjungi
orang. Dia memiliki syafaat „udhma (besar) di sisi Allah yang
42
akan memutuskan hukum di antara makhluk. Pemberian itu terjadi
setelah manusia meminta syafaat kepada Adam, kepada Nuh,
kepada Ibrahim, kepada Musa, dan kemudian kepada Isa. Masing-
masing dari kelima nabi ini berkata, Aku tidak berhak memberikan
syafaat. Akhirnya, datanglah manusia kepada Muhammad Saw.
Dia berkata, Akulah yang berhak memberikan syafaat. Karena itu,
dia memberikan syafaat kepada beberapa kaum yang telah disuruh
masuk ke dalam neraka. Kemudian mereka dikembalikan dari
neraka. Dialah nabi yang pertama kali menjalankan hukum di
antara umatnya, (di dunia) yang pertama kali melintasi shirath
(jembatan) bersama umatnya, dan yang pertama kali memberikan
syafaat di surga. Demikianlah ditegaskan di dalam Shahih Muslim.
Dalam hadits dikatakan bahwa seluruh orang mukmin tidak
dapat masuk surga kecuali dengan syafaat Nabi Saw. Beliaulah
orang yang pertama kali masuk surga. Umatnya masuk surga
sebelum umat lain. Beliau memberi syafaat kepada kaum yang
amalnya tidak memadai untuk dapat masuk surga. Beliaulah
pemilik wasilah, yaitu kedudukan tertinggi di surga yang tidak
layak dimiliki kecuali oleh dia. Apabila Allah telah
mengizinkannya untuk memberikan syafaat kepada orang-orang
durhaka, maka para malaikat, para nabi, dan kaum mukminin pun
dapat memberi syafaat. Sedangkan beliau sendiri memberi syafaat
kepada makhluk yang jumlahnya hanya diketahui oleh Allah
43
Ta‟ala. Tidak ada seorang pun yang memberi syafaat seperti dia
dan tidak ada pemberian syafaat yang setara dengan dia (Ar-Rifa‟i,
2000:86)
b. Dalam Tafsir Al Mishbah
Kata (هتجد) tahajjad terambil dari kata (ىجود) hujȗd yang
berarti tidur. Kata tahajjad dipahami oleh al-Biqȃ‟i dalam arti
tinggalkan tidur untuk melakukan salat. Salat ini juga dinamai
Salat Lail/Salat Malam karena dilaksanakan di waktu malam yang
sama dengan waktu tidur. Ada juga yang memahami kata tersebut
dalam arti bangun dan sadar sesudah tidur. Tahajud kemudian
menjadi nama salat tertentu karena yang melakukannya bangun
dari tidurnya untuk melaksanakan salat. Salat ini terdiri dari dua
sampai delapan rekaat.
Kata (عسى) „asȃ biasanya digunakan dalam arti harapan.
Tetapi, tentu saja harapan tidak menyentuh Allah SWT. Karena
harapan mengandung makna ketidakpastian, sedang tidak ada
sesuatu yang tidak pasti bagi-Nya. Atas dasar itu, sementara ulama
memahami kata tersebut dan semacamnya dalam arti harapan bagi
mitra bicara. Dalam konteks ayat ini, Rasul Saw diprintahkan
untuk melaksanakan tuntunan di atas disertai dengan harapan
kiranya Allah menganugerahkan beliau maqȃman mahmȗdan. Ada
44
juga yang berpendapat bahwa kata (عسى) ‘asȃ dalam al-Qur‟an,
bila disertai dengan kata yang menunjuk Allah SWT sebagai
pelakunya, harapan itu menjadi kepastian. Dan dengan demikian
ayat ini menjanjikan Nabi Muhammad Saw, janji yang pasti
bahwa Allah SWT akan menganugerahkan beliau maqȃm itu.
Kata (ممودا maqȃman mahmȗdan dapat berarti (مقاما
kebangkitan yang terpuji, bisa juga di tempat yang terpuji. Ayat ini
tidak menjelaskan apa sebab pujian dan siapa yang memuji. Ini
berarti bahwa yang memujinya semua pihak, termasuk semua
makhluk. Makhluk memuji karena mereka merasakan keindahan
dan manfaat yang mereka peroleh bagi diri mereka. maqȃm terpuji
itu adalah syafaat terbesar Nabi Muhammad Saw pada hari
Kebangkitan.
Di Hari Kiamat nanti, setelah kebangkitan manusia dari
kubur dan ketika mereka berada di Padang Mahsyar, sengatan
panas matahari sangat perih dirasakan lebih-lebih bagi yang
bergelimang dengan dosa. Keringat manusia bercucuran sesuai
dengan dosa masing-masing, sampai-sampai ada di antara yang
keringatnya hampir menenggelamkan badannya sendiri. Rasa
takut menyelimuti jiwa setiap orang. Pada situasi yang sangat
mencekam di padang Mahsyar itulah Allah SWT. Menunjukkan
secara nyata betapa tinggi kedudukan Nabi Muhammad Saw.
45
Syafaat ini dinamai juga Syafaat terbesar. Dan inilah yang
dimaksud dengan al-Maqȃm al-Mahmȗd/Kedudukan yang mulia
yang dijanjikan dalam ayat di atas (Shihab, 2002:168).
c. Dalam Tafsir Muyassar
Dalam tafsir Muyassar al-Israa‟ ayat 79 ini merupakan
perintah kepada Nabi Saw. supaya melakukan salat malam, selain
salat-salat yang telah difardukan. Sesungguhnya salat tahajud itu
suatu kewajiban khusus untuk Nabi Muhammad Saw semata-mata,
bukan untuk umatnya, sedang bagi umatmu mandub (sunnah).
Lakukanlah apa yang aku perintahkan ini supaya Kami
menempatkan kamu pada hari kiamat pada tempat yang kamu
mendapat ujian dari seluruh makhluk maupun dari Penciptamu
Yang Maha Suci dan Maha Luhur.
Rahasianya, karena seluruh pemberi petunjuk di muka bumi
ini, yaitu para nabi, imam atau ulama dan siapa pun yang
meneladani mereka, hati mereka takkan memancarkan sinar
kecuali dengan menghadapkannya kepada Allah pada waktu-
waktu salat. Kemudian, apabila mereka melakukan da‟wah kepada
makhluk Allah lainnya, maka bersinarlah seluruh jiwa mereka
yang jernih menyinari hamba-hamba Allah yang mereka seru,
sehingga terang benderang jiwa mereka, lalu memenuhi seruan
mereka. Dengan demikian, para penyeru itu mendapatkan
kedudukan terpuji di kalangan hamba-hamba Allah lain, serta
46
pujian yang besar, yang patut mereka terima. Di samping hamba-
hamba Allah itu merasakan kesenangan, kelezatan, kebahagiaan
dan kerelaan dalam hati mereka, sehingga mereka memuji
kedudukan para penyeru itu, di samping mendapatkan pujian dari
orang-orang lain di sekelilingnya, sementara Allah dan para
malaikat pun memuji mereka.
Tidak khayal, bahwa kedudukan sebagai pemberi petunjuk
dan bimbingan terpuji ini, diikuti pula dengan kedudukan sebagai
pemberi syafa‟at. Karena syafa‟at di akhirat memang tidak
diberikan kecuali berdasarkan ukuran ilmu dan akhlak yang telah
diterima oleh orang yang diberi syafa‟at itu ketika di dunia, dan
terserah kepada Allah semata-mata pemberian syafa‟at itu, kepada
siapa saja yang Dia kehendaki, baik berupa ampunan dosa maupun
ditinggikannya derajad masing-masing orang („Aidh al-Qarni,
2007:113).
2. Tafsir surat al-Muzzammil ayat 1-4
ل) المزم أي ها قليل)يا إل الليل قم قليل)( منو انقص أو نصفو عليو( زد أو )
) (ورتلالقرآنت رتيل
Artinya:
“Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk
salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau
kurang sedikit dari itu. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-
Qur‟an itu dengan perlahan-lahan”(QS.al-Muzzammil: 1-4)
47
a. Dalam Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta‟ala memerintahkan rasul-Nya agar meninggalkan
selimut dan bangkit berdiri menghadap Tuhannya Yang Maha
tinggi. Dan Rasulullah Saw pun melaksanakan perintah Tuhannya
itu. Dalam ayat ini dijelaskan kadar salat beliau. Maka Allah
Ta‟ala berfirman, “Hai orang yang berselimut,” yakni hai orang
yang tidur dengan berselimut, “bangunlah di malam hari kecuali
sedikit darinya, seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu
sedikit, atau lebih dari seperdua itu.” Yaitu kami perintahkan
kepadamu untuk bangun di seperdua malam lebih sedikit atau
kurang sedikit. Tidak ada dosa atasmu mengenai hal itu. Dan
bacalah al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan. Cara itu akan
membantu kamu dalam memahami al-Qur‟an dan cara seperti
inilah yang dilakukan Rasulullah Saw.
Selanjutnya Allah Ta‟ala berfirman, “Sesungguhnya
bangun di waktu malam itu lebih tepat dan bacaan di waktu itu
lebih berkesan.” Di istilahkan nasya‟a bagi seseorang yang
bangun malam. Adapun yang dimaksud dengan nasyi‟atullai di
sini adalah saat dan waktu malam. Dan semua saat yang di
pergunakan untuk bangun malam dinamakan nasyi‟ah, dan itulah
yang di maksud aanaat. Adapun yang dimaksud di sini adalah
sesungguhnya bangun di waktu malam itu lebih mengharmonikan
antara hati dan lisan serta lebih dapat berkonsentrasi dalam
48
membaca. Itulah sebabnya Allah Ta‟ala berfirman,
“Sesungguhnya bangun di waktu malam itu lebih tepat dan bacaan
di waktu itu lebih berkesan”. Yaitu lebih menghimpun dalam
benak pikiran dalam melantunkan bacaan dan memahaminya dari
pada dilakukan di siang hari, karena siang hari adalah waktu
orang-orang bertebaran.
b. Dalam Tafsir Al Mishbah
Kata (املزمل) al-muzzammil terambil dari kata (الزمل) az-zaml
yang berarti beban yang berat. Seorang yang kuat dinamai (إزميل)
izmȋl karena ia mampu memikul beban yang berat dan juga berarti
menggandeng. Dari sini, lahir kata (زميل) zamȋl, yakni teman akrab
yang bagaikan bergandengan dan (زمل) zimil, yakni sesuatu yang
di bonceng.
Kata tersebut juga diartikan sebagai menyembunyikan atau
menyelubungi badannya dengan selimut. Kata yang sama
digunakan dalam bahasa kiasan dengan arti seorang yang
menetupi atau menyembunyikan kelemahan-kelemahannya
sehingga ia menjadi penakut, malas, tidak giat, dan takut
menghadapi kesulitan. Dari makna-makna kebahasaan tersebut
serta dari perbedaan-perbedaan riwayat tentang sebab turunya
49
ayat, bermunculanlah pendapat-pendapat yang berbeda tentang
maksud panggilan al-Muzzammil, antara lain: Wahai orang yang
berselimut, (dalam arti harfiah). Wahai yang terselubung dengan
pakaian kenabian. Wahai orang yang lesu, malas, dan khawatir
menghadapi kesulitan.
Pendapat terakhir ini dikemukakan antara lain oleh mufasir
az-Zamakhsyari. Menurutnya, “Pada suatu malam, Rasulullah Saw
sedang berbaring dalam keadaan berselimut maka turunlah ayat ini
menegur beliau. Teguran itu mengandung arti kecaman yang
disebabkan oleh karena beliau ketika itu bersiap-siap untuk tidur
nyenyak, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang tidak
memberi perhatian kepada persoalan-persoalan besar serta malas
dan enggan menghadapi kesulitan dan tantangan.” Demikian Az-
zamakhsyari. Boleh jadi Nabi Muhammad Saw ketika itu sedang
resah sehingga berselimut, tetapi makna yang dikemukakan az-
Zamakhsyari ini sungguh jauh dari kebenaran bahkan tidak wajar
dinyatakan sebagai sikap Rasulullah Saw.
Pendapat umum para ulama justru menjadi seruan “Wahai
orang yang berselimut” sebagai panggilan akrab dan mesra dari
Allah terhadap Nabi-Nya, di sisi lain panggilan itu dapat tertuju
kepada setiap orang yang tidur malam agar memerhatikan pesan
ayat ini dengan menggunakan waktu malam untuk mendekatkan
diri kepada Allah.
50
Kata (قم) qum terambil dari kata (قوم) qawama yang
kemudian berubah menjadi (قام) qȃma yang secara umum diartikan
sebagai melaksanakan sesuatu secara sempurna dalam berbagai
seginya. Perintah al-Qur‟an dalam bentuk kata qum hanya
ditemukan dua kali dalam al-Qur‟an, masing-masing pada ayat
kedua surah ini dan surah al-Muddatstsir.
Kata (الليل) al-lail pada mulanya dari segi bahasa berarti
hitam pekat. Karena itu, malam, rambut (yang hitam) dinamai Lail.
Dalam literatur keagamaan, “malam” diartikan sebagai
“waktu terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar”, demikian
kesimpulan ulama sunni. Sedang bagi ulama syi‟ah “malam
dimulai setelah terbenamnya matahari yang ditandai dengan
hilangnya mega merah du ufuk timur”. Karena itu, waktu berbuka
puasa bagi penganut aliran syi‟ah lebih lambat sedikit
dibandingkan dengan penganut aliran sunni, walaupun keduanya
berpegang kepada firman Allah:
يامإلاليل أتواالص ث
Artinya:
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam (QS. al-
Baqarah [2]:187).
51
Sementara ulama mengartikan kata (قم) qum pada ayat
kedua ini dalam arti salatlah. Menurut mereka kata qum, apabila
terangkai dengan (الليل) al-lail, ia telah populer dalam arti salat
malam.
Sedang mereka yang memahaminya dalam arti bangkit,
menyatakan bahwa dalam redaksi ayat kedua ini terdapat kata
tersirat, yaitu “salat” sehingga keseluruhannya diartukan sebagai:
“Bangkitlah untuk salat pada waktu malam.”
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa konteks ayat ini
tidak berkaitan secara langsung dengan perintah bangkit untuk
menghadapi tugas-tugas berat sebagaimana pendapat Sayyid
Quthub di atas tetapi perintah untuk bangkit melaksanakan Salȃt
al-Lail. Hal ini akan semakin jelas jika diamati bahwa
“kebangkitan” yang di tuntut bukannya kebangkitan penuh,
padahal yang dituntut dalam konteks penyampaian risalah adalah
kebangkitan penuh.
Ayat ini tidak memerintahkan untuk melaksanakan Salȃt
al-Lail sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar,
sebagaimana terlihat dari kata (قليل illȃ qalȋlan/kecuali sedikit (إل
dalam arti “Sedikit dari bagiann malam itu, engkau hendaknya
tidak melakukan salat.”
52
Bagian yang sedikit tersebut dijelaskan oleh ayat 3 dan
dengan demikian perintah melakukan Qiyȃm al-Lail adalah selama
seperdua malam, atau kurang sedikit atau lebih sedikit dari
seperdua malam itu. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw
diperintahkan untuk salat lebih kurang lima setengah jam.
Ada ulama juga yang tidak menjadikan ayat 3 dan 4 sebagai
penjelasan tentang arti pengecualian pada ayat kedua. Menurut
mereka, pengecualian yang dimaksud bukan pada “bagian” malam
tetapi “jumlah malam” sehingga keseluruhan ayat-ayat di atas
diartikan sebagai: “Bangkitlah untuk melakukan salat malam
sebanyak lebih kurang setengah malam, kecuali pada beberapa
malam di mana kamu misalnya sedang sakit, sangat mengantuk,
atau menghadapi kesibukan-kesibukan lain yang tidak terelakkan.”
Kata (رتل) rattil dan (ترتيل) tartil terambil dari kata (رتل)
ratala yang antara lain berarti serasi dan indah. Kamus-kamus
bahasa merumuskan bahwa segala sesuatu yang baik dan indah
dinamai ratl, seperti gigi yang putih dan tersusun rapi, demikian
pula benteng yang kuat dan kukuh. Ucapan-ucapan yang disusun
secara rapi dan diucapkan dengan baik dan benar dilukiskan
dengan kata-kata Tartȋl al-Kalȃm.
Tartȋl al-Qur‟an adalah: “Membacanya dengan perlahan-
lahan sambil memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai
(Ibtida‟) sehingga pembaca dan pendengarnya dapat memahami
53
dan menghayati kandungan pesan-pesanya”. Sedang yang
dimaksud dengan al-Qur‟an adalah nama bagi keseluruhan firman
Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw melalui malaikat
Jibrȋl dari ayat pertama al-Fȃtihah sampai dengan ayat terakhir an-
Nȃs. Dalam saat yang sama, al-Qur‟an juga merupakan nama dari
bagian-bagiannya yang terkecil. Satu ayat pun dinamai “al-
Qur‟an”.
Kalau pendapat yang menyatakan bahwa ayat-ayat di atas
merupakan wahyu ketiga, dari segi konteksnya ayat ini berpesan
agar Nabi Saw membaca dengan tartȋl lima ayat pertama pada
surah Iqra‟, awal surah al-Qalam , serta awal surah al-Muddatstsir
(jika yang terakhir ini turun sebelum al-Muzammil).
c. Dalam Tafsir Muyassar
Wahai orang yang berselimut dengan kainnya (yakni Nabi
Muhammad Saw setelah didatangi malaikat Jibril di Gua Hira,
lalu beliau pulang menemui istrinya dalam keadaan takut seraya
berkata, “Selimutilah aku, selimutilah aku.”)
Bangunlah untuk mendirikan salat pada malam hari, kecuali
sedikit waktu malam, gunakan untuk tidur. Sebab, salat malam
bisa membantu meringankan beban dakwah dan kelelahan hidup,
juga termasuk sarana mendekatkan diri kepada Allah yang paling
agung.
54
Wahai Nabi dirikanlah salat pada separuh malam atau
kurangilah sedikit dari separuh itu, paling tidak sampai
sepertiganya, agar masih tersisa waktu untuk tidur dan istirahat
bagimu. Sebab, mendirikan salat sepanjang malam itu sangat
melelahkan, sehingga tidak dianggap sebagai ibadah yang baik.
Atau tambahan separuh malam itu sampai kepada dua
pertiga malam wahai Nabi dan perlahan-lahanlah dalam membaca
al-Qur‟an agar memudahkan untuk merenungkan dan
memahaminya („Aidh al-Qarni, 2007:450).
B. Nilai Pendidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur’an Surat al-
Israa’ ayat 79
عثكربكمقاماممودا دبونافلةلكعسىأني ب ومنالليلف ت هج
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai tambahan
bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji
(QS.al-Israa‟: 79).
1. Akhlak Beribadah Kepada Allah
Ibadah secara bahasa (etimologi), berarti tunduk dan merendahkan
diri. Adapun menurut syara‟ (terminologi), ibadah adalah sebutan yang
mencakup seluruh yang dicintai dan diridai Allah, baik berupa ucapan
maupun perbuatan, lahir maupun batin.
55
Ibadah terbagi menjadi tiga, yaitu ibadah hati, lisan, dan anggota
badan. Rasa khauf (takut), raja‟ (mengharap), mahabbah (cinta),
tawakkal (ketergantungan), ragbah (senang), dan rahbah (takut)
adalah ibadah qalbiyah (ibadah yang berkaitan dengan hati),
sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid, dan syukur termasuk ibadah
lisāniyyah (lisan). Adapun salat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah
badaniyah (fisik). Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan
manusia, sebagaimana firman Allah:
لي عبدون نسإل وال وماخلقتالن
Artinya:
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku (QS.adz-Dzariyyat: 56).
Allah memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia
adalah agar mereka beribadah hanya kepada-Nya. Perintah untuk
beribadah ini bukan berarti Allah membutuhkan ibadah mereka, akan
tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan
mereka kepada Allah (Salamulloh, 2008:5).
2. Akhlak Menjalankan Ajaran Rasulullah Saw
Ada banyak ajaran dan pesan Rasulullah Saw yang terhimpun
dalam khazanah hadis. Wujud kecintaan kita kepada beliau harus
dijelmakan dengan menjalankan pesan-pesan itu. Sebagaimana Allah
SWT berfirman:
56
بوناللوفاتبعونيببكماللووي غفرلكمذنوبكمواللوغفوررحيم كنتمت قلإن
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-
dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S ali-
Imran: 31).
Di ayat tersebut jelas didapatkan satu keterangan bahwa ketaatan
seseorang kepada Rasulullah Saw adalah jalan atau sebab yang
menyebabkan seseoang mendapatkan cinta dan ampunan Allah SWT.
Setiap mukmin hendaknya mendapat pelajaran berharga dari
pengalaman hidup orang-orang yahudi bahwa mencintai Allah dan
rasul-Nya ternyata tidak cukup dengan perkataan saja, akan tetapi lebih
dari itu yaitu dengan bukti nyata berupa tindakan mentaati beliau.
Begitu juga dengan melaksanakan salat tahajud merupakan bentuk kita
menjalankan ajaran Rasulullah Saw.
C. Nilai Pedidikan Akhlak Yang Diajarkan Dalam al-Qur’an Surat al-
Muzzammil ayat 1-4
ل) المزم أي ها قليل)يا إل الليل قم قليل)( منو انقص أو نصفو ورتل( عليو زد أو )
) (القرآنت رتيل
57
Artinya:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!. Bangunlah (untuk salat)
pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (yaitu) separuhnya atau kurang
sedikit dari itu. atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur‟an itu
dengan perlahan-lahan (QS.al-Muzzammil: 1-4).
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Setiap muslim meyakini bahwa nasip hidupnya di akhirat
ditentukan oleh perilakunya selama di dunia. Dengan mengerjakan
kebaikan, berarti ia telah menanam benih yang baik. Suatu saat kelak,
ia akan menuai hasilnya. Akan tetapi, jika ia lebih senang
menceburkan dirinya ke dalam kubangan maksiat, maka ia harus siap
menelan penderitaan yang akan menimpanya. Setiap orang akan
menuai apa yang ditanamnya. Karena itu, seorang muslim mesti
menata langkah dan perilakunya. Inilah yang dimaksud dengan
berakhlak kepada diri sendiri. Dalam surat al-Muzzammil ayat 1-4
dijelaskan untuk melakukan amalan yang saleh agar kelak di akhirat
orang muslim menuai hasilnya dengan apa yang sudah dilakukannya.
Seharusnya seorang muslim mengisi hari-harinya dengan amal saleh
untuk mendapatkan ridha Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ia
sadar bahwa dunia adalah ladang amal, sedangkan akhirat adalah
memanen.
Seorang muslim hendaknya melihat ibadah wajib layaknya
pedagang melihat modal bisnisnya, dan melihat ibadah sunah layaknya
pedagang melihat keuntungan yang akan didapat. Dalam
pandangannya, kemaksiatan dan dosa tak ubahnya seperti kerugian
58
besar dalam bisnisnya. Setelah melakukan aktivitas (beramal),
sepatutnya seorang muslim menyediakan waktu untuk bertafakur. Ia
perlu mengadakan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas amal
yang telah diperbuat.
Jika seorang merasa dirinya kurang sempurna dalam mengerjakan
ibadah wajib, maka segeralah ia mencela diri dan memaksanya untuk
lebih giat melaksanakan ibadah wajib tersebut. Jika seorang muslim
merasa dirinya lemah dalam mengerjakan ibadah sunah, maka
segeralah ia mengganti kekurangannya dan memaksa dirinya untuk
lebih rajin menunaikan ibadah sunah tersebut. Jika ia mersa rugi
karena telah mengerjakan dosa, maka segeralah beristigfar, bertobat,
dan mengerjakan amal saleh untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahannya (Salamulloh, 2008:267).
2. Akhlak Terhadap Sesama Muslim
Tujuan digariskannya interaksi antarmuslim ini tiada lain supaya
hubungan mereka semakin terjalin dengan baik. Dengan begitu, kasih
sayang, kedekatan, dan keakraban di antara mereka akan mempunyai
kepedulian terhadap sesama muslim. Dengan ini meningkatkan upaya
dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan berlomba-lomba
dalam kebaikan.
Rasulullah Saw adalah potret manusia yang selalu bersikap
tawaduk dan tidak pernah bersikap kasar kepada orang lain yaitu
contoh akhlak yang harus kita teladani sebagai umat muslim. Dengan
59
begitu, bentuk sikap meneladani akhlak Rasulullah Saw juga bisa
dilakukan amalan-amalan salat tahajud dan membaca al-Qur‟an secara
perlahan-lahan untuk saling berkompetisi dan berlomba-lomba dalam
berbuat kebaikan juga bermakna selalu mentaati dan patuh untuk
mengaplikasikan dan merealisasikan segala perintah Allah SWT dan
mengekang diri, mengedalikan hawa nafsu untuk menjauhi larangan-
Nya (Salamulloh, 2008:135).
D. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam al-Qur’an Surat
al-Israa’ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 Dikaitkan dengan
Konteks Kekinian
1. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak kepada Allah SWT
a. Orang yang salat tahajud Allah SWT akan mengangkat derajat ke
tempat yang terpuji. Sebagaimana Allah SWT Berfirman:
عثكربكمقاماممودا دبونافلةلكعسىأني ب ومنالليلف ت هج
Artinya:
Dan pada sebagian malam bertahajudlah dengannya sebagai
tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke
tempat yang terpuji (QS.al-Israa‟: 79).
b. Memperoleh cinta Allah SWT
Orang yang bertahajud, memilih bangun di tengah malam dan
meninggalkan tidur yang nyaman demi untuk bersujud dihadapan
sang pencipta. Segala pengampunan doa diberikan Allah SWT
kepada orang-orang bertahajud tersebut. Hal ini disebabkan Allah
60
SWT mencintai orang-orang shalih. Sebagaimana Rasulullah Saw
bersabda:
الخر الليل ثلث ي بقى حي ن يا الد ماء الس إل ليلة كل وتعال تبارك ربنا ي نزل
في قولمنيدعونفأستجيبلوومنيسألنفأعطيوومنيستغفرنفأغفرلو
Artinya:
Rabb kami-Tabaroka wa Ta‟ala akan turun setiap malamnya ke
langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah
berfirman, “Siapa yang memanjatkan doa pada-Ku, maka Aku akan
mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku
akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan
memberikan ampunan untuknya”(HR. Abu Dawud No. 472).
2. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak kepada Rasulullah Saw
a. Kepada orang yang salat tahajud, Rasulullah Saw mengatakan
bahwa mereka pasti masuk surga. Sebagaimana Rasulullah Saw
bersabda:
النو تدخلوا نيام والناس بالليل وصلوا الطعام وأطعموا لم الس أف ئوا ياأي هاالناس
بسلم
Artinya:
Wahai manusia, sebarkanlah salam, beri makanlah, sambung tali
kasih, salat malamlah saat orang pada terlelap, maka masuklah
surga dengan selamat (HR. Ibnu Majah No.1324).
61
b. Salat tahajud itu adalah kebiasaan orang-orang shalih dari golongan
para Nabi dan Rasul, Qiyamul Lail merupakan tradisi yang lazim
dan harus dikerjakan. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad Saw:
لكمعليكمبقيام الليلفانودأبالصاحليق ب
Artinya:
Hendaknya kalian melazimkan qiyamul lail. Sebab ia merupakan
tradisi yang biasa dilakukan orang-orang shalih (HR. Tirmidzi No.
1377).
3. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak kepada diri sendiri
a. Menyehatkan raga
Selain pahala besar yang bisa dinikmati kelak di akhirat,
Allah juga memberi karunia luar biasa bagi para pengamal
salat tahajud salah satunya adalah kesehatan raga. Rasulullah
Saw bersabda:
ف الليل بقيام الل،عليكم إل ق ربة الليل قيام وإن لكم، ق ب الصاحلي دأب إنو
اءعنالسد يىأت،ومطردةللد رللس ،وتكفي هاةعنالث ومن
Artinya:
Lakukanlah salat malam karena itu adalah tradisi orang-orang
shaleh sebelum kalian, sarana mendekatkan diri kepada Allah,
pencegah dari perbuatan dosa, penghapus kesalahan, dan pencegah
segala penyakit dari tubuh (HR. Tirmidzi No.3472).
Menurut pendapat Dr. Ray Meddis seorang profesor di
Department of human sciences, England University of Technology
62
dalam buku Tombo Ati karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an mengatakan
bahwa manusia sebenarnya hanya perlu tidur malam 3 jam saja.
Malam adalah saat dimana energi seseorang berada dalam kondisi
rendah, kondisi ini disebut sebagai tahap pembentukan kesadaran.
Dampaknya akan meningkatkan intuisi seseorang dan kesadaran
diri untuk mampu mengendalikan emosi negatif. Pada saat
seseorang memulai untuk melaksanakan salat tahajud, ia berada
dalam kondisi layaknya orang melakukan meditasi dan relaksasi
atas kelenjar pineal.
Pada saat matahari terbenam, kelenjar pineal mulai bekerja dan
memproduksi hormon melatonin dalam jumlah besar dan mencapai
puncaknya pada pukul 02.00 sampai 03.00 dini hari. Hormon inilah
yang kemudian menghasilkan asam amino trytopan dalam jumlah
besar pula. Tahajud menjadi sarana untuk memepertahankan
melatonin dalam jumlah yang stabil. Hormon melatonin akan
membentuk sistem kekebalan dalam tubuh dan membetasi gerak
pemicu tumor seperti estrogen (Rif‟an, 2011:84).
Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat al-Muzzammil
ayat 2-4 yang mengisyaratkan bahwa kita dianjurkan untuk tidur
tidak terlalu lama kemudian agar melaksanakan salat tahajud.
ل) قليل)ياأي هاالمزم (أوزدعليو(نصفوأوانقصمنوقليل)(قمالليلإل ) (ورتلالقرآنت رتيل
Artinya:
63
Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.
(yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu. atau lebih dari
(seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur‟an itu dengan perlahan-lahan
(QS.al-Muzzammil: 1-4).
b. Menenangkan jiwa
Orang yang menegakkan qiyamul lail akan terpelihara dari
gangguan setan sehingga bangun di pagi hari dalam keadaan segar
dan bersih jiwanya. Jiwa yang baik adalah jiwa yang memiliki hati
yang memiliki kecenderungan ke arah kesucian ruh.
Dalam pandangan Islam, setiap hati manusia itu memiliki dua
kecenderungan, yakni kecenderungan kearah kesucian (ruh) dan
kecenderugnan kearah kekotoran (tubuh). Jiwa yang baik
merupakan jiwa yang selalu berpusat pada Allah SWT (Muhyidin,
2009:149).
Bagi umat Islam salat merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan stres, karena salat merupakan salah satu bentuk
dzikir dan dzikir itu salah satu fungsinya adalah menghilangkan
stres. Salah satu efek dzikir (ingat kepada Allah) adalah
memberikan efek ketenangan, ketentraman, tidak cemas, stress
atau depresi (Haryanto, 2003:177).
Salat tahajud yang dilakukan oleh seseorang yang dirinya
merasa terpanggil oleh Tuhan, akan menghasilkan kedamaian di
hati, rasa tenteram yang meliputi jiwa, dan rasa peraya diri yang
sehat (Mustika, 2008:27).
c. Merawat ketampanan dan kecantikan
64
Melalui terapi salat tahajud, seseorang akan mampu meraih
apa yang didambakannya berupa kecantikan dan ketampanan.
Jaminan ketampanan atau kecantikan yang dihasilkan dari salat
tahajud tidak terbatas pada tampilan lahir, tetapi juga menghasilkan
ketampanan atau kecantikan batin. Rasulullah bersabda:
هار كث رتصلتوبالليلحسنوجهوبالن قالرسولاللصلىاللعليووسلممن
Artinya:
Barang siapa yang banyak menunaikan salat malam maka
wajahnya akan terlihat tampan atau cantik di siang hari (HR. Ibnu
Majah No.1323).
4. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak kepada sesama muslim
a. Berkompetisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan
Salat tahajud diyakini dapat meningkatkan produktifitas kerja
yang berbasis spiritualitas. Salah satu progam untuk meningkatkan
sumber daya manusia (SDM) yang andal secara intelektual,
emosional, dan spiritual adalah membiasakan salat tahajud pada
setiap malamnya untuk berkompetisi dan berlomba-lomba dalam
kebaikan agar selalu memperoleh berbagai kemuliaan (Fadhil,
2011:137).
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan-pembahasan dan analisis pada bab-bab
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam salat tahajud (kajian atas surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil
ayat 1-4) adalah sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang diajarkan dalam al-Qur‟an surat al-
Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil 1-4
a. Beribadah kepada Allah merupakan bentuk akhlak kita kepada
Allah SWT dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
b. Melaksanakan salat tahajud merupakan ajaran Rasulullah Saw
yang dapat kita laksanakan sebagai umat beliau.
c. Berakhlak baik kepada dirinya sendiri, apabila seorang muslim
baik dari sisi ruhani maupun jasmani dengan begitu seseorang telah
berlaku adil kepada dirinya sendiri. Apabila sebaliknya,
memperlakukan keduanya dengan buruk, berarti ia telah berbuat
zalim kepada dirinya sendiri.
d. Melakukan amalan-amalan yang baik yaitu berupa salat tahajud
dan membaca al-Qur‟an secara perlahan-lahan untuk saling
berkompetisi dan berlomba-lomba mendapatkan berbagai
66
kemuliaan dan pahala yang besar dari Allah SWT yang bisa
dinikmati di akhirat kelak.
2. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam salat tahajud kajian
al-Qur‟an surat al-Israa‟ ayat 79 dan al-Muzzammil ayat 1-4 dikaitkan
dengan konteks kekinian
Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Agung dengan ke-Agungan-
Nya, Allah telah menciptakan berbagai kemukjizatan yang dapat
bermanfaat bagi manusia. Kewajiban setiap orang Islam di seluruh
dunia adalah mengerjakan salat lima waktu. Allah SWT menyukai
umat-Nya yang selalu mengingat-Nya baik dalam keadaan senang
maupun dalam keadaan sedih. Tak ada tempat berbagi maupun
mengadu yang lebih baik selain kepada Allah SWT. Salat tahajud
menjadi salah satu ibadah yang paling afdol setelah salat lima waktu.
Salat tengah malam memberi kesempatan kepada seorang untuk
beribadah khusu‟. Waktu tersebut juga sangat tepat untuk berkeluh
kesah dan memohon ampunan dari Sang Pencipta.
Seseorang yang melaksanakan salat tahajud akan diangkat
derajatnya ke tempat yang terpuji, memperoleh cinta kepada Allah
SWT hingga akhir perhitungan. Ajaran Rasulullah Saw orang yang
melaksanakan salat tahajud mereka pasti masuk surga, kebiasaan
orang-orang shalih sebelum kita dan sarana pendekatan kepada Allah
SWT penghapus dosa dan penangkal penyakit badan yaitu dengan
menyehatkan raga, menenangkan jiwa seseorang bagi yang
67
melaksanakannya yaitu akan terpelihara dari gangguan setan sehingga
bangun di pagi hari dalam keadaan segar dan bersih jiwanya, merawat
ketampanan maupun kecantikan seseorang baik secara lahir maupun
batinnya dan untuk meningkatkan sumber daya manusia agar saling
berkompetisi dan berlomba-lomba dalam kebaikan supaya
memperoleh pahala dari Allah SWT dan berbagai kemuliaan.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
1. Untuk dunia pendidikan Islam
Pengajaran dan penanaman akhlak yang bersumber dari al-Qur‟an
dan al-Sunnah harus terus dilakukan, khususnya pendidikan akhlak
terhadap umat Islam, oleh karena itu seorang pendidik sebagai sosok
yang diharapkan masyarakat dapat mengentaskan krisis moral,
hendaknya selalu memberikan hal terbaik dalam membimbing dan
mengarahkan generasi penerus bangsa serta mampu menjadi suri
tauladan yang baik bagi mereka.
2. Untuk para generasi penerus
Krisis yang mengancam sistem kehidupan di planet bumi ini
harus segera kita hadapi dan pecahkan bersama. Pendidikan akhlak
generasi muda adalah generasi penerus yang mewarisi baik buruknya
perilaku. Generasi muda sebagai calon-calon pemimpin yang akan
datang wajib disiapkan dan dididik tentang bagaimana cara
68
menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, khususnya
mengamalkan ibadah salat tahajud agar memperkokoh iman seorang
terhadap Sang Pencipta agar tidak terjerumus dalam perbuatan-
perbuatan yang buruk.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, M. Nipan. 2000. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Abdurrahman. 1992. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: CV Akademika
Presindo.
Ar-Rifa‟i, Muhammad Nasib. 2000. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta:
Gema Insani.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur‟an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan).Cet. III. Jakarta: CV Darus Sunnah.
Fadhil, Muhammad ZA. 2011. Khasiat dan Manfaat Shalat Malam. Jakarta:
Qultum Media.
Hasan Al-Aridl, Ali. 1992. Sejarah dan Metodologi Tafsir. Jakarta:
Rajawali Pers.
Haryanto, Sentot. 2003. Psikologi Shalat. Yogyakarta: MitraPustaka.
Ilyas, H.Yunahar. 2006. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: pustaka pelajar.
Imran, Muhammad Maulana. 2005. Menggapai Cinta Allah Dengan Shalat
Tahajud. Jakarta: Mitra Pustaka.
Jalaludin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mahmud Ash-shawwaf, Muhammad. 2007. Sempurnakan Shalatmu.
Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Maslikhah. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: IAIN Salatiga Press.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Daarut
Taw‟ziwan-Nasyr al-Islamiyyah.
Muhyidin, Muhammad. 2009. Misteri Sholat Tahajjud. Yogyakarta: DIVA
Press.
Mustika, Rauf. 2008. Keajaiban Shalat Tahajud. Jakarta: Qultum
Media.Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka.
70
Qarni, „Aidh. 2007. Tafsir Muyassar. Jakarta: Qisthi Press.
Ramadhani, EghaZainur. 2007. Gaya Hidup Sehat Rasulullah. Yogyakarta:
Pro-U Media.
Rahman, Fatkhur. 2007. Amalan Yang Dicintai Allah. Yogyakarta: PT.
Pustaka Insan Madani.
Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2011. Tombo Ati. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Rifa‟i, Moh. 2014. Risalah Tuntutan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya
Toha Putra.
Salim, Peter. 1985. Dictionary: The Contempory English Indonesia. Jakarta:
Modern English Press.
Salamulloh, M. Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Horizontal. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani.
Suhartono, Suparlan. 2006. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Shaleh al-Khuzaim, Muhammad. 2006. Tuntunan Qiyamul Lail.
Jakarta:Qisthi Press.
Suharsimi, Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Sholeh, Moh. 2006. Terapi Salat tahajud: Menyembuhkan Berbagai
Penyakit. Jakarta Selatan:Mizan Media Utama.
Syah, Muhibbin. 1997. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung:Rosdakarya.
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbāh Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al Qur‟an. Jakarta: Lentera Hati.
Yunus, Mahmud. 2007. Kamus Arab Indonesia. Ciputat: PT. Mahmud
Yunus Wa Dzurriyyah.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada
Media group.
71
72
73
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Muhammad Mukhib
NIM : 11111091
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1. Orientasi Pengenalan Akademik Kampus (OPAK) STAIN
Salatiga 20-22Agustus 2011 Peserta 3
2. Achievement Motivation Training (AMT) 23 Agustus 2011 Peserta 2
3. Orientasi Dasar Keislaman ( ODK) 24 Agustus 2011 Peserta 2
4. Seminar Entreoteneurship dan Koperasi 25 Agustus 2011 Peserta 2
5. UPT Perpustakaan, User Education ( Pendidikan Pemakai ) 19 September 2011 Peserta 2
6. Sertifikat Lomba Menulis Remaja 1 Desember 2010 Peserta 3
7. Piagam menghafal Juz 30/Juz Amma 8 Mei2011 Peserta 5
8. Seminar Nasional “Ahlussunah Waljamaah dalam
Persepektif Islam Indonesia” 23 Maret 2013 Peserta 8
9. Sertifikat Ajang Eksistensi Diri Melalui Intelektual Bahasa
Arab 19 Mei 2014 Panitia 3
10. Sertifikat CEC dan ITTAQO Dalam kegiatan SIBA-SIBI
Training 01Januari 2014 Panitia 3
11. Seminar Regional “ Selamatkan Temanggung dari lingkaran
HIV/ AIDS 2013 Panitia 6
12. Seminar Nasional “Perbaikan Mutu Pendidikan Melalui
Profesionalitas Pendidikan” 13 November 2014 Peserta 8
13. Seminar Nasional “Peran Mahasiswa Dalam Mengawal
Masa Depan Indonesia Pasca Pilpres” 29 September 2014 Peserta 8
74
top related