newsletter - daad indonesia · pdf filedi jerman, universitas dan industri menyusun proposal...
Post on 08-Feb-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Program Studi Banding DAAD ke Jerman dengan Topik „Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Produk Riset dan Teknologi“ Page 1 Laporan Dr. Leenawaty Limantara Mengenai Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Produk Riset dan Teknologi di Jerman Page 3 Ketika Para Peserta Studi Banding Menjawab Pertanyaan Wawancara Page 6 Sampai Jumpa Lagi Pak Svann dan Pak Carsten! Page 9
Volume 5 Edition 3
April 2016
Newsletter Liebe Leserinnen und Leser, dear Readers, pembaca-pembaca yang terhormat!
Biasanya bahasa newsletter kami adalah Bahasa Inggris - lingua franca dalam dunia penelitian dan
akademis, tetapi untuk edisi ini ditulis dalam Bahasa Indonesia. Sesuai dengan prinsip
“Mehrsprachigkeit” (multibahasa) para staf DAAD di Jakarta Office, dimana kami sehari-hari
mengunakan tiga bahasa – Bahasa Indonesia, Bahasa Jerman dan Bahasa Inggris. Terkadang kami
merasa seperti sedang berada di babilon, tetapi tentunya kami semua ingin memperbaiki kompetensi
bahasa kami seperti para alumni dan teman-teman DAAD seluruh dunia. Besar harapan saya agar
Anda dapat menikmati edisi newsletter dalam bahasa ibu Anda. Viel Vergnügen bei der Lektüre!
Have a pleasant read! Selamat menikmati edisi ini!
Tema “Mehrsprachigkeit” itu penting sekali untuk kerjasama internasional, juga untuk dosen-dosen
Germanistik di Indonesia. Bagi mereka kompetensi bahasa Jerman belumlah cukup, karena mereka
harus menerbitkan jurnal-jurnal internasional dalam bahasa Inggris dan juga mereka harus membaca
teori-teori umum yang diterbitkan dalam Bahasa Inggris. Oleh karena itu organisasi IGV
(Indonesischer Germanistenverband) akan mengadakan seminar tentang “Globale Trends in der
Germanistik” pada bulan September di UNPAD. Ikuti Facebook dan Twitter kami untuk mendapatkan
informasi tentang hasil kegiatan acara tersebut. DAAD mengucapkan semoga sukses kepada tim
penyelenggara!
Tema edisi ini fokus kepada sebuah topik yang menarik terutama untuk Anda yang bekerja di
lingkungan universitas, yaitu “Hilirisasi dan Komersialisasi hasil Produk Riset dan Teknologi”. Pada
bulan April lalu, satu delegasi Indonesia yang terdiri dari 9 orang pengambil kebijakan dari
Kemenristekdikti, lembaga penelitian dan universitas negeri maupun swasta, diundang oleh DAAD,
pergi ke Jerman untuk membandingkan sistem inovasi Jerman dengan Indonesia. Mudah-mudahan
hasil dari program studi banding para delegasi Indonesia ini membawakan manfaat bagi Anda, dan
bagi Indonesia.
Vielen Dank für Ihre Aufmerksamkeit! Thanks you for your kind attention! Terima kasih atas perhatian
Anda!
Irene Jansen
Contents August 2016
Sejalan dengan visi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (2015-2019) yaitu mewujudkan pendidikan tinggi yang
bermutu serta kemampuan iptek dan inovasi untuk mendukung daya saing bangsa, hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dan
teknologi menjadi salah satu agenda utama Kemenristekdikti.
Hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dan teknologi dimaknai sebagai membuat hasil riset dan teknologi yang dihasilkan oleh
perguruan tinggi menjadi hasil riset yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomi. Diharapkan hasil riset dan
teknologi dari perguruan tinggi tidak hanya sekedar terhenti dalam bentuk laporan, publikasi dan paten, seperti yang selama ini
banyak terjadi di Indonesia.
Program Studi Banding DAAD ke Jerman dengan Topik
“Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Produk Riset dan Teknologi”
Presentasikan ide Anda selama 3 menit dan menangkan tiket ke Berlin! Klik gambar di bawah untuk info lebih lanjut!
Terkait dengan agenda pemerintah tersebut, Dinas Pertukaran Akademis Jerman (DAAD) mengundang delegasi Indonesia yang
terdiri dari beberapa pengambil kebijakan dari lingkungan Kemenristekdikti dan beberapa pimpinan perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta di Indonesia untuk mengadakan kunjungan ke Jerman guna melihat lebih jauh bagaimana hilirisasi dan
komersialisasi hasil riset dan teknologi berlangsung di Jerman. Kunjungan dilakukan pada 23-30 April 2016 lalu ke berbagai institusi
di Jerman, dimana di dalamnya tercakup kunjungan ke lembaga pemberi dana penelitian, lembaga penelitian dasar maupun terapan
di dalam universitas maupun non universitas, bisnis start-up, science and technology park, serta asosiasi penelitian industri untuk
perusahaan kecil dan menengah Jerman.
Delegasi Indonesia yang didampingi oleh Dr. Carsten Thoms, dosen jangka panjang DAAD di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB, terdiri dari 9 orang:
1. Prof. Dr. Ambaryanto, Wakil Rektor Bidang Pengembangan dan Kerjasama, Universitas Diponegoro, Semarang
2. Prof. Dr. Bambang Riyanto Trilaksono, Wakil Rektor Bidang Penelitian, Inovasi dan Kerjasama, Institut Teknologi Bandung
3. Prof. Dr. Iskandar Zulkarnaen Siregar, Direktur Riset dan Inovasi, Institut Pertanian Bogor
4. Prof. Dr. Nurpudji Astuti Daud, Kepala Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Senat Akademik Universitas
Hasanuddin, Makassar
5. Prof. Dr. Ocky Karna Radjasa, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kemenristekdikti
6. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Rektor Universitas Sebelas Maret, Surabaya
7. Dr. Djoni Hartono, Direktur Inovasi dan Inkubator Bisnis, Universitas Indonesia, Depok
8. Dr. Laksana Tri Handoko, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
9. Dr. Leenawaty Limantara, Rektor Universitas Pembangunan Jaya, Jakarta
Berikut adalah institusi yang dikunjungi: Kantor pusat DAAD, DFG (German Research Foundation), Heinrich Heine University
Düsseldorf, Friederich Schiller University Jena, Leibniz Institute for Natural Product Research and Infection Biology Hans-Knöll-
Institute (HKI), Jena School for Microbial Communication, Fraunhofer Institute for Molecular Biology and Applied Ecology, German
Federation of Industrial Research Association, Oncgnostics GmbH, Technology and Innovation Park Jena.
Diharapkan newsletter ini juga dapat menjadi media penyebaran informasi dan memberikan sedikit kontribusi bagi para pengambil
kebijakan di berbagai tingkatan terkait proses hilirisasi dan komersialisi hasil riset dan teknologi di Indonesia.
Page 2 August 2016
Kiri-Kanan: Carsten Thoms, Ambariyanto, Leenawaty Limantara, Nurpudji Astuti, L.T. Handoko, Ocyk Karna Radjasa, Ravik Karsidi, Bambang Riyanto Trilaksono, Iskandar Z. Siregar, Djoni Hartono
©CarstenThoms/DAAD Jakarta
Ketika membahas teknologi dan menyebutkan mana saja negara-negara
penghasil teknologi, tidak bisa tidak, Jerman selalu diperhitungkan dalam
daftar negara penghasil teknologi dunia. Tidak sekedar teknologi
sederhana, sampai ke teknologi terkini di banyak bidang dikuasai oleh
Jerman. Untuk tujuan tersebutlah delegasi Indonesia melaksanakan
perjalanannya ke Jerman. Mempelajari dari dekat, dari hulu hingga hilir,
bagaimana produk riset dan teknologi universitas dibawa sampai ke
pasar. Bagaimana perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan sumber
daya manusia yang unggul, tetapi juga 2 luaran penting lainnya, yakni
iptek dan budaya.
Bermula dari mendalami konsep universitas riset baik di universitas, university of applied sciences dan membandingkannya dengan
litbang non university seperti Fraunhofer Institute dan Leibniz Institute, bagaimana secara strategis universitas Jerman
mempersiapkan pusat unggulan ipteknya sampai pada munculnya start-up dan taman sains dan teknologi (Science and Technology
Park atau yang kita kenal dengan STP) menghasilkan pembelajaran tersendiri buat delegasi Indonesia. Dengan catatan perjalanan
ini, semoga dapat menjadi pencerahan bagi pemangku kepentingan, litbang, universitas dan pembaca di tanah air.
Keberhasilan hilirisasi dan komersialisasi produk riset dan teknologi di Jerman diperankan dengan sangat strategis oleh beberapa
institusi kunci seperti BMWi (the German Federal Ministry for Economic Affais & Energy), AiF (German Federation of Industrial
Research Associations), Fraunhofer Institute, dan pusat-pusat layanan universitas (di Indonesia dapat dipadankan dengan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) atau inkubator bisnis, atau pusat inovasi dan bisnis) dan didukung oleh
banyak lembaga lain misalnya ventura seperti Oncgnostics GmbH yang memberikan modal awal, dana dari pemerintah daerah (the
Federal States), konsorsium lembaga pemberi modal (misalnya “High-Tech Gruenderfonds" lihat http://high-tech-gruenderfonds.de),
investor, bank dll. Jerman punya banyak lembaga dari mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, yang memiliki perhatian
besar pada riset. Kesadaran bahwa riset menjadi kunci
penting kemajuan bangsa sangat dihayati oleh pemerintah
maupun lembaga swasta di Jerman, oleh masyarakatnya!
Dengan komitmen negara untuk mengalokasikan rasio
anggaran riset terhadap GDP sebesar 2.842%, Jerman
termasuk dalam kelompok negara-negara yang memiliki
komitmen riset yang tinggi di dunia selain Korea Selatan
(4.292%), Israel (4.109%), Jepang (3.583%), Finlandia
(3.174%), dan Swedia (3.161%). Belum lagi kalau dihitung
dari luaran penelitiannya entah dari aspek jumlah peraih
nobel (tiga besar dunia disamping Amerika dan Inggris),
jumlah paten, jumlah produk riset dan teknologi, dll. Dari
aspek kualitas, mesin buatan Jerman menduduki posisi mesin
paling awet di dunia.
Penulis datang ke Jerman dengan keingintahuan yang sangat besar, mencari jawaban, memahami dibalik yang terlihat secara visual,
spirit apa yang membuat produk riset dan teknologi Jerman mampu bertahan lama (tidak muncul semusim, atau seumur jagung dan
hilang entah kemana ditahun berikutnya), dan bagaimana sinergi antar lembaga-lembaga terkait mampu mendukung dan
menghantar produk riset dari universitas ke pasar dunia. Kata kuncinya adalah kualitas sumber daya manusia, komitmen,
profesionalitas, fokus, sinergitas dan sistem yang jelas.
Page 3 August 2016
Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Produk Riset dan Teknologi di Jerman
Oleh Dr. Leenawaty Limantara
Rektor Universitas Pembangunan Jaya
Carsten Thoms / DAAD Jakarta
Carsten Thoms / DAAD Jakarta
Jerman mengoptimalkan sinergitas antar lembaga pendukung riset
Link and match universitas dan industri merupakan topik
utama perguruan tinggi Jerman. Prof. Dr. Stefan
Schillberg dari Fraunhofer Institute for Molecular Biology
and Applied Ecology (IME) di Aachen memberikan
pernyataan penting yang mengesankan penulis:
“Peneliti di universitas dan litbang di Jerman rutin
mengadakan pertemuan dengan industri, selain
mensosialisasikan perkembangan riset di Universitas
agar industri lebih mengenal riset perguruan tinggi.
Yang lebih penting adalah bagaimana para peneliti
memahami kebutuhan industri yang merupakan
kebutuhan masyarakat (pasar), sehingga fokus-fokus
riset yang dikembangkan menjawab kebutuhan
masyarakat bukan sekedar selera peneliti”. Penulis semakin sadar bahwa akar dari belum berhasilnya implementasi konsep besar
link and match di Indonesia adalah (1) minimnya dialog “serius dan akrab” antara universitas/litbang dengan industri dan (2) belum
adanya “chemistry” (pemaknaannya berupa kepercayaan dan keselarasan) antara apa yang dikerjakan universitas dengan industri di
Indonesia. Dengan kata lain sinergitas belum terjadi dalam artian yang sesungguhnya. Masing-masing jalan sendiri atau kalaupun
berjalan bersama-sama, sebenarnya belum dalam tataran yang mesra dan bersinergi. Meski melalui upaya Kemenristekdikti terjadi
upaya-upaya sadar dan terencana untuk menjodohkan industri dan litbang, harus diakui, ada tugas penting sang fasilitator yang
sesungguhnya dapat kita pelajari dari keberhasilan hilirisasi dan komersialisasi produk riset universitas di Jerman.
Di Jerman, universitas dan industri menyusun
proposal bersama dan mendapatkan dana riset
yang digunakan oleh universitas untuk
mengembangkan produk dan kebutuhan industri
partner. Kecepatan kerja antara industri dan
universitas tidak mengesankan “gap”, saat penulis
dalam kunjungan laboratorium menanyakan hal
ini, jawabannya sangat sederhana: Sediakan
peneliti yang mendedikasikan diri dan fokus
mengawal riset bersama industri dengan spirit
24/7 atau dengan kata lain totalitas, siap waktu
dan energi 100%. Kepercayaan antara universitas
dan industri menyebabkan arus informasi mengalir secara terbuka, tidak ada yang disembunyikan. Arus informasi berbasis
kepercayaan ini memungkinkan keterbukaan informasi, ilmu dan teknologi dari dan ke universitas/industri. Peran German Federation
of Industrial Research Associations (AIF) sebagai fasilitator menjadi sangat penting dan dirasakan manfaatnya untuk membantu baik
pihak industri maupun perguruan tinggi menemukan sinerginya.
Hal lain yang penulis catat adalah kekuatan jejaring (networking) antara universitas dan industri, basisnya adalah jejaring personal/
individu dan tanpa birokrasi. Filosofinya: The shorter the distance between the people, the better is the outcomes. Ketika hubungan
terbina dengan baik dan komunikasi berjalan lancar, maka kepercayaan, komitmen dan kerjasama tidak lagi memiliki sekat. Maka
program-program yang diselenggarakan tidak bersifat hit and run atau program dadakan dengan persiapan yang seadanya atau asal
jalan. Harus ada sistemnya.
Page 4 August 2016
Carsten Thoms / DAAD Jakarta
Carsten Thoms / DAAD Jakarta
Kuncinya: Eksekusi, eksekusi, eksekusi!
Hal menarik dari dialog yang dilakukan delegasi Indonesia dan Jerman adalah eksekusi atas
setiap rencana atau kesepakatan (jadi ingat satu dari motto Pak Jokowi: kerja, kerja, kerja!).
Kontrak, MoU, MoA atau administrasi lain dari konsep atau perencanaan yang disepakati
bersama perlu dieksekusi dan dikawal sehingga menghasilkan luaran yang berkualitas. Rata-
rata peneliti Jerman punya opini yang sama, mulai saja dari kecil, dengan passion dan totalitas,
kerjakan hingga berhasil, pada akhirnya akan ada kepercayaan yang membawa lebih banyak
lagi hibah dan peluang bagi periset. Kuncinya adalah mengidentifikasi riset-riset yang
berpotensi paten dan dapat dikomersialisasikan, berkomitmen, fokus, menghasilkan
kepercayaan dan bersinergi. Jelas tidak semua riset berpotensi dikomersialisasikan. Bahkan
mungkin kurang dari 5% yang berpotensi dikomersialisasikan. Peneliti Jerman sangat meyakini
bahwa hal penting yang mendukung keberhasilan hilirisasi selalu diawali dari riset dasar yang
berkualitas dan pemahaman pasar melalui market research. Perhatian untuk menumbuhkan
riset dasar tidak boleh ditinggalkan agar produk riset dan teknologi yang dikomersialisasikan
dapat bertahan lama. Intinya adalah menemukan produk riset dan teknologi yang memiliki
novelty dan potensi pasar yang jelas.
Dari aspek pembagian royalti atas paten, institusi Jerman banyak menggunakan konsep 30%
inventor dan 70% institusi. 70% ini dapat dirinci lebih lanjut misalnya 35% untuk pusat
unggulannya dan 35% institusi. Apabila universitas melibatkan agen maka royalti 5% diberikan
ke agen oleh institusi. Biaya paten tidak diurus oleh universitas tetapi oleh industri. Ranah
pengerjaannya pun jelas, universitas dan institusi riset mengerjakan riset sampai dengan
prototipe sedangkan industri mengerjakan komersialisasinya.
Poin penting sebagai penutup tulisan ini, penulis ingin mencatat bahwa rata-rata pengelola start
-up yang dikembangkan di universitas, university of applied sciences dan litbang non universitas
Jerman senantiasa menggarisbawahi kriteria penting terhadap SDM, yakni SDM yang telah
memiliki pengalaman baik sebagai akademisi/peneliti (mereka yang mengerti ruh dari produk
riset itu sendiri) dan yang pernah bekerja di industri (mereka yang memahami kebutuhan pasar
dan memiliki jiwa entrepreneur). Perpaduan keterampilan ini menyebabkan start-up yang
diinisiasi memiliki potensi sukses yang lebih tinggi dan penghayatan yang mendalam terhadap
DNA/nature dari produk. Jadi tidak heran kalau para CEO, marketer dan manager start-up dan
inkubator bisnis di Jerman rata-rata bergelar doktor dan berjiwa entrepreneur.
Page 5 August 2016
Impressum
Publisher
DAAD Jakarta Office
Summitmas II 14th Fl.
Jl. Jend. Sudirman Kav.
61-62 Jakarta 12190
Indonesia
Unsubscribe
If you don‘t wish to receive any
further issues of our newsletter,
please send an email to
media@daadjkt.org with the
subject „unsub“
Editor-in-Chief
Dr. Irene Jansen
Editor
Ivan Annusyirvan
Contact
Phone: +62 (21) 520 08 70 /
+62 (21) 525 28 07
Fax: +62 (21) 525 28 22
Mail: info@daadjkt.org
Our consulting hours:
Thursday
13.30 - 16.00 WIB
DAAD Indonesia
@DAAD_Indonesia
www.daadjkt.org
Carsten Thoms / DAAD Jakarta
Page 6
Ketika Para Peserta Studi Banding Menjawab Pertanyaan Wawancara
Kepada Bapak Handoko, apakah pengertian hilirisasi dan
komersialisasi hasil riset dan teknologi menurut LIPI atau
Kemenristekdikti?
Hilirisasi dan atau komersialisasi merupakan ranah
terujung dari proses dan ekosistem dari riset - invensi -
inovasi - hilirisasi / komersialisasi. Karenanya hilirisasi
merupakan ranah pasca inovasi. Inovasi sendiri bisa
dipahami sebagai invensi yang bisa diaplikasikan,
biasanya berupa teknologi dalam berbagai bentuk.
Sejauh mana proses hilirisasi dan komersialisasi hasil
riset dan teknologi di Indonesia sudah berjalan? Apakah
teknologi sederhana, seperti teknologi tepat guna,
termasuk dalam konsep hilirisasi dan komersialisasi hasil
riset dan teknologi?
Secara umum proses hilirisasi di Indonesia belum
berjalan dengan baik. Tetapi hal ini lebih disebabkan
oleh fakta bahwa Indonesia belum mencapai ambang
batas penghasil invensi berbasis riset ilmiah yang
produktif. Hal ini bisa dilihat dari indikator keluaran riset,
khususnya publikasi terindeks global dan paten, yang
masih sangat rendah, bahkan bila dibandingkan dengan
negara-negara di kawasan ASEAN. Karena secara
global, hanya lebih kurang 10% dari setiap jenjang
ranah diatas yang bisa berlanjut ke ranah selanjutnya.
Sehingga bisa dikatakan untuk mencapai hilirisasi dari 1
produk diperlukan setidaknya 100 riset yang
menghasilkan invensi riil.
Permasalahan mendasar apa yang dihadapi Indonesia
dalam hilirisasi dan komersialisasi riset dan teknologi?
Seperti telah disampaikan pada poin diatas,
permasalahan paling mendasar adalah sumber
masukan di hulu dalam ekosistem riset sampai dengan
hilirisasi yang sama sekali belum mencapai batas
ambang yang diharapkan. Dilain sisi, tahapan industri
di Indonesia sebagian besar masih terkonsentrasi di
level perdagangan dan manufaktur konvensional.
Artinya belum banyak industri berbasis kreatifitas dan
terlebih inovasi atau invensi hasil riset.
Bilamana mengacu pada tingkat kesiapan teknologi atau
TRL (Technology Readiness Level), dari hasil riset yang
Kami mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai empat orang peserta dari program studi banding DAAD, yaitu Bapak Dr. L.T.
Handoko (LTH), Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi (RK), Ibu Prof. Dr. Nurpudji Astuti Daud (NAD), dan Ibu Dr. Leenawaty Limantara (LL).
Di bawah ini dapat Anda baca hasil wawancara kami dengan mereka.
ada berapa persen yang masuk ke kelompok TRL1-3
(kelompok konsep dan desain teknologi), TRL 4-6
(kelompok prototyping level laboratorium) dan kelompok
prototyping industry (TRL 7-9)?
Sebagian besar riset masih berada di TRL 1-3.
Kendala dan tantangan apa yang dihadapi oleh universitas
dalam mengembangkan hasil riset menjadi hasil riset yang
mempunyai nilai komersil?
Topik riset para dosen belum sepenuhnya berorientasi
pada hilirisasi karena pelaksanaan tridharma perguruan
tinggi belum sepenuhnya selaras atau bahkan
berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas
penggunanya. Riset untuk kepentingan dosen masih
dominan. Hal ini perlu penyadaran secara
berkelanjutan. Perlu regulasi yang jelas untuk
pengelolaan kerjasama antara akademisi dan industri,
misalnya kontribusi berupa “institutuin fee” dari hasil
penelitian para dosen dalam melaksanakan
pengabdian dan penelitian. Hasil riset yang sudah siap
untuk komersialisasi (misalnya sudah memiliki paten)
masih mengalami hambatan karena terbatasnya
modal usaha dari universitas untuk produksi secara
masal, sementara regulasi untuk kerjasama dan
pembagian keuntungan (royalty) belum secara tegas
mengatur bentuk komersialisasi ini. Di sisi lain di
perguruan tinggi negeri pengelolaaan dan pengawasan
keuangan sangat ketat.
Universitas Hasanuddin baru di sahkan sebagai salah
satu perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-
BH), kendala utama Unhas adalah baru saja terjadi
pergantian Direktur Riset dan Inovasi dan masih dalam
pembenahan.
Menurut saya kendala utamanya terletak pada belum
terjalinnya link and match antara universitas dan
kebutuhan industri. Cenderung jalan sendiri-
sendiri. Peneliti di Universitas menciptakan inovasi dan
produk yang dianggap penting oleh yang bersangkutan
sementara kebutuhan pasar berbeda.
LTH:
LTH:
LTH:
LTH:
RK:
NAD:
LL:
August 2016
Page 7
Terkait sinkronisasi dan kolaborasi kebijakan antara
universitas atau lembaga litbang, pemerintah dan dunia
usaha, siapa yang seharusnya menginisiasi hal tersebut,
pemerintah atau dunia usaha?
Sebagai regulator, sinkronisasi dan kolaborasi lembaga
litbang - pemerintah - industri harus diinisiasi dan
diwadahi oleh pemerintah, setidaknya di tahap awal.
Langkah-langkah serta kebijakan apa yang sudah diambil
dan selanjutnya harus diambil untuk mensukseskan
hilirisasi dan komersialisasi riset dan teknologi?
Yang pertama harus dilakukan adalah peningkatan
produktifitas absolut, baik kuantitas maupun kualitas,
dari ranah terhulu yaitu riset itu sendiri. Kedua, harus
digalakkan insentif berbasis regulasi untuk mendorong
ekonomi kreatif berbasis iptek.
Kebijakan apa yang sejauh ini sudah diambil untuk
mendukung proses hilirisasi dan komersialisasi di
universitas tempat Bapak/Ibu bekerja?
Di UNS kami menawarkan hibah riset yang ditujukan
untuk hilirisasi atau penciptaan bisnis baru
(enterpreuner) yang bersumber dari dana PNBP UNS.
Hibah Penelitian yang ditujukan untuk hilirisasi dan
enterpreunership terdiri dari „Hibah Penelitian Unggulan
UNS“, dengan luaran berupa business plan dan set up
usaha bersama dengan mitra industri, dan „Hibah
Penelitian Unggulan“, dengan luaran berupa Centre of
Excellence yang mengarah pada komersialisasi
hasil riset. Kebijakan selanjutnya adalah percepatan
dan dukungan perolehan HKI (dan paten) dengan
mendorong penelitian ke tingkat Technology Readiness
Level (TRL) yang tinggi untuk menuju hilirisasi.
Pemetaan TRL untuk hasil penelitian di UNS, hasil
penelitian dengan TRL yang tinggi (8-9) didorong
menuju komersialisasi berupa fasilitasi spin off dengan
industri dan pemberian hibah penelitian untuk
komersialisasi. Yang terakhir adalah pembentukan
Badan Badan Pengembangan Usaha (BPU) dan
regulasi yang mendukung hilirisasi dan komersialisasi.
Kebijakan dalam penelitian yang dibawahi LPPM
(Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyara-
kat) telah menerapkan pendampingan pembuatan draft
paten untuk didaftarkan ke Dirjen HaKi dan selain itu
untuk outcome hasil penelitian dilakukan pendampingan
penulisan hasil penelitian yang akan dipublikasikan da-
lam jurnal nasional maupun internasional
Perbanyak dialog dengan stakeholder, industri dan
masyarakat, untuk mengetahui kebutuhan produk
hilirisasi yang sungguh diperlukan oleh industri itu
seperti apa. Survei pasar juga sangat diperlukan agar
saat kita mengembangkan riset dan melakukan
hilirisasi, kita sudah jelas terhadap keterserapan
produk di masyarakat.
Dari aspek kebijakan, yang dilakukan adalah
menciptakan warna khas atau keunggulan riset yang
khas universitas. Di Universitas Ma Chung di Malang,
yang sebelum ini saya pimpin, keunggulannya pada
pengembangan riset pigmen untuk menghasilkan
vitamin A alami, pigmen fungsional dan energi
terbarukan sedang di Universitas Pembangunan Jaya
dengan pusat unggulan urban studies bergandengan
tangan langsung dengan 23 anak perusahaan PT.
Pembangunan Jaya (Jaya group) menjawab masalah-
masalah masyarakat terkait urban development dan
urban lifestyle.
Apakah sudah ada contoh konkrit kerjasama yang telah
terjalin di universitas tempat Bapak/Ibu bekerja selama
ini?
1. Budidaya ikan sidat dan pembuatan pakan ikan sidat
yang bekerjasama dengan perusahaan dari Jepang.
Kendala yang dihadapi adalah keterbatasan modal
untuk dapat memasok produk sesuai dengan
permintaan (1 tahun diminta 8 ton baru bisa terjangkau
2 ton).
2. Pengembangan baterai SMARTUNS-Baterai Lithium
bekerjasama dengan BSN (Bandar Standardisasi
Nasional) untuk pembuatan standardisasi baterai dan
casingnya, namun untuk menuju komersialisasi
membutuhkan pabrik dan modal cukup besar.
3. Pengembangan zat pewarna alam dengan PT. Indaco
4. Pengembangan sepeda listrik dengan industri
perakitannya.
5. Pengembangan Parapoduns, alat bantu penderita
paraplegia untuk dapat melakukan gerakan secara
mandiri, bekerjasama dengan industry perakitannya.
Saat ini telah terbentuk konsorsium rumput laut yang
bekerja sama dengan pelaku industri dan pengusaha
di Indonesia, selain itu telah terjalin hubungan yang
sangat baik dengan Pemerintah Daerah dan Balai
Industri Propinsi Sulawesi Selatan.
LTH:
LTH:
RK:
NAD:
LL:
RK:
NAD:
August 2016
Page 8
Melihat dari kebutuhan yang ada, sebaiknya riset dasar
atau riset aplikasi yang harus lebih dikembangkan di
Indonesia?
Riset dasar dan aplikatif tidak seharusnya
didikotomikan, karena keduanya merupakan satu
kesatuan untuk menjamin penguatan dan keberhasilan
riset dan penguasaan teknologi dalam jangka panjang.
Menurut LIPI atau Kemenristekdikti, apakah solusi yang
terbaik terkait hilirisasi dan komersialisasi hasil riset dan
teknologi di Indonesia?
Sesuai ekosistem alami dari riset sampai dengan
hilirisasi, secara konsisten harus dilakukan penguatan
riset secara masif di semua arah. Dilain sisi
penciptaan dan atau perbaikan lingkungan yang
ramah untuk ekonomi kreatif, khususnya yang
berbasis iptek, harus digalakkan di berbagai daerah
sesuai potensi lokal masing-masing. Sehingga pada
saatnya sinergi serta simbiosis mutualisme antara riset
dan industri bisa terjadi secara alami tanpa perlu
melakukan jalan pintas. Karena riset secara umum
berbentuk incremental development, serta dilakukan
secara bertahap dan terukur.
Sebagai salah satu pengambil kebijakan di tingkat
universitas, apakah Bapak/Ibu memiliki saran bagi
pengambil kebijakan di tingkat yang lebih tinggi agar
proses hilirasi dan komersialisasi hasil riset dan teknologi
ke depannya dapat lebih membuahkan hasil?
1. Memberikan kesempatan kepada dosen untuk lebih
terlibat dalam dunia praktisi, penelitian dosen bersama
mahasiswa yang berorientasi pada problem solving
dan pengembangan teknologi dari permasalahan
dunia industri.
2. Menerapkan regulasi yang jelas dalam hubungan
kerjasama antara akademisi dan industri untuk
mendorong kerjasama yang saling menguntungkan
antara kedua belah pihak.
3. Menawarkan scheme penelitian yang menuju pada
usaha hilirisasi dan komersialisasi serta melakukan
pengawasan dan monitoring untuk pencapaian
luarannya yang berkelanjutan.
4. Menawarkan scheme untuk set up bisnis barbasis
penemuan ilmiah dan memonitor perkembangannya
sampai luarannya tercapai.
5. Mempermudah perolehan HKI termasuk paten. Saat
ini terkendala di kementerian yang mengeluarkan
sertifikat HKI/paten.
6. Menetapkan regulasi untuk memprioritaskan aplikasi
teknologi baru hasil temuan riset agar lebih mudah
untuk penetrasi ke pasar industri.
7. Memberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk
menghimpun modal untuk hilirisasi dan komersialisasi
hasil risetnya.
8. Mengkampanyekan cinta dan bangga dengan
produksi dalam negeri hasil temuan peguruan tinggi.
Sebagai ketua Komisi II yang membidangi Riset dan
Pengabdian Masyarakat, bidang ini telah membentuk
kelompok kerja bekerjasama dengan LPPM untuk me-
nyusun aturan dalam pelaksanaan penelitian, mulai
dari perekrutan dosen sebagai reviewer sampai
dengan hasil penelitian dari skema penelitian yang
ada, yang akan menjadi acuan bagi para pelaksana
dan akan meningkatkan kinerja para peneliti. Dalam
pelaksanaannya hal ini didukung sepenuhnya oleh
universitas, dalam hal ini Wakil Rektor 4 yang mem-
bidangi riset dan pengabdian masyarakat.
Menurut saya upaya-upaya yang signifikan sudah
dilakukan misalnya oleh Kemenristekdikti melalui
Pusat Unggulan Ipteknya, mempertemukan litbang
universitas dengan industri. Tinggal bagaimana
universitas lebih proaktif, menindaklanjuti kerjasama
yang diinisiasi. Hilirisasi hasil litbang merupakan
sebuah kompleksitas proses, yang seringkali kurang
dipahami peneliti. Terutama ketika terkait dengan
regulasi, hukum, perijinan, dan birokrasi. Bagian ini
membutuhkan dukungan kemenristekdikti dan
kementerian lain yang terkait. Komunikasi lintas
departemen dalam satu kementerian dan lintas
kementerian untuk menyukseskan hilirisasi seperti
memotong mata rantai birokrasi, memperjelas
prosedur akan membantu terwujudnya produk anak
bangsa. Sehingga peneliti fokus pada kualitas hasil
litbangnya, sementara institusi dan lembaga negara
terkait mendukung pada kelancaran proses
hilirisasinya (birokrasi). Hal penting lain adalah
membuat basis data/database seluruh peneliti dengan
kepakaran dan rekam jejaknya, litbang dan warna
khas atau keunggulan risetnya, industri dan
pengembangan produk yang diharapkannya, yang
dapat diakses oleh peneliti secara nasional sehingga
dimungkinkan terjalinnya kerjasama serta peningkatan
efisiensi dan efektivitas sumber daya.
LTH:
LTH:
RK:
NAD:
LL:
August 2016
Fasilitasi portal komunikasi antar peneliti dan industri
atau siapapun yang memiliki minatan khusus dalam
pengembangan hilirisasi produk tertentu sehingga
berkembang komunitas atau konsorsium, komunikasi
lintas lembaga yang didasari oleh kebutuhan dan
tujuan yang sama. Sebagai contoh ada banyak
asosiasi pedagang atau pengusaha tapi tidak
berkomunikasi dengan peneliti di perguruan
tinggi. Wadah ini bisa dibantu perkembangannya
tentunya bergantung pada keseriusan tujuan yang
ingin dicapai oleh aktor yang ada didalamnya.
Pelajaran apa yang dapat diambil terkait hilirisasi dan
komersialisasi hasil riset dan teknologi di Jerman?
Secara umum saya menemukan fakta bahwa
tantangan atas proses hilirisasi dialami oleh para
kolega di Jerman. Meski mereka secara jelas sudah
jauh melampaui ambang batas produktifitas riset.
Nampaknya pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis
iptek masih menjadi kendala, karena secara kultural
inovasi teknologi lebih didominasi oleh industri
manufaktur besar. Sehingga ini menjadi pelajaran
berharga bagi Indonesia, untuk segera memulai
pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis iptek, sembari
mendorong peningkatan keluaran riset secara masif.
Kunjungan ke German Federation of Industrial
Research Associations disana ada Asosiasi Penelitian
Industri Pemerintah Jerman. Model mereka ini cocok
Di pertengahan tahun 2016 ini, DAAD kantor regional Jakarta harus
mengucapkan kata perpisahan kepada dua orang anggota keluarga
besarnya yang selama beberapa tahun ke belakang ini telah banyak
memberikan kontribusi yang sangat berarti kepada DAAD. Mereka adalah
Bapak Dr. Svann Langguth dan Bapak Dr. Carsten Thoms. Pak Svann
menjabat posisi Wakil Direktur DAAD Jakarta selama 5 tahun, dalam
periode 2011-2016 dan sekaligus bertugas sebagai dosen DAAD di
Program Studi Bahasa Jerman, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Indonesia. Sedangkan Pak Carsten bertugas sebagai dosen jangka panjang
DAAD di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sebagai perwujudan rasa terima kasihnya, DAAD Jakarta mengadakan acara perpisahan yang digabung dengan sebuah seminar
atau kami namakan „A Farewell Seminar“ di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2016. Acara ini tentunya
dihadiri oleh rekan kerja DAAD, rekan kerja dari UI, IPB, dan beberapa universitas lainnya yang selama ini telah menjalin ikatan
persahabatan dan kekeluargaan dengan mereka.
Terima kasih Pak Svann! Terima kasih Pak Carsten!
Page 9
bagi pengembangan seperti pusat studi tentang
pengembangan SME/UKM (PSPUKM dan PS KWU)
sebagai center of excelent di UNS. SME dapat
diberikan pelayanan fasilitas konsultasi dan kegiatan
riset2 sederhana seperti feasibility study, cost benefit
analysis, technology equipment, sampai pada
uji coba produk.
Kunjungan ke Friedrich-Schiller-University Jena.
Disana skema aktivitasnya adalah sbb: dimulai dari
adanya reseach funding atau contract research -->
R&D Marketing --> technology transfer --> economy
benefit. Jika suatu riset berhasil dihilirkan maka
financial revenuenya dibagi 3 yaitu: 30% untuk
inventor, 35% untuk lembaga tempat bekerja atau
riset group untuk pengembangan lebih lanjut dan 35%
untuk universitas sebagai pemberi anggaran. Juga ada
program start-up KWU, dengan skema program mulai
dari riset --> identifikasi potensi-potensi transfer
teknologi --> persiapan start up --> estabisment dan
growth.
Kunjungan ke Jerman memperkuat pusat HaKi yang
ada di Unhas, untuk hasil penelitian yang berpotensi
paten telah dilakukan pendampingan untuk pembuatan
draft paten yang diikuti oleh para peneliti/inventor dan
Rektor telah membentuk Pusat Inovasi dan Bisnis
untuk mendukung proses hilirisasi dan komersialisasi
hasil produk para peneliti.
LTH:
August 2016
RK:
NAD:
Sampai Jumpa Lagi Pak Svann dan Pak Carsten!
Ivan Annusyirvan/DAAD Jakarta
My name is Maike Schutzeichel from Menden, Germany and I worked for the DAAD Jakarta Office
as an intern from March until May 2016. I study International Cultural and Business Studies at the
University of Passau. Before finishing my master’s degree, I wanted to experience working abroad
and witness the differences, advantages and also the disadvantages compared to working life in
Germany. Since I was part of the university group “Project Southeast Asia”, I studied Bahasa Indo-
nesia for a couple of semesters in Passau and thus, developed a special interest in the Indonesian
culture. As such, I decided to apply for an internship at the DAAD Jakarta office.
During my internship, I was lucky enough to support the (now former) DAAD lecturer Mr. Langguth
by editing the upcoming NADI which is the alumni journal of the DAAD Jakarta office. Practically
speaking, this means (among other things) looking for a suitable topic, searching for articles and
getting in contact with DAAD alumni to find out their stories in relation to the DAAD Jakarta. The
work has been rich in variety. Back home in Germany, I could examine the result of my work when
receiving the NADI by mail. Moreover, I was able to help prepare and attend a lot of events like
conferences, workshops, network meetings and study fairs. I enjoyed the amazing Indonesian hos-
pitality. The focus of my studies at the University of Passau is intercultural communication. Thus, I
appreciate working in an intercultural team and the theory being put into practice. While exploring
and getting to know Indonesia in everyday life and during my travels, I could notice a lot of interesting differences in communication
and behavior which also enhanced the knowledge I gained from university. Thanks to my great colleagues, I was able to experience a
lot of Indonesian traditions like the cutting of the Nasi Tumpeng during my farewell lunch.
Thank you for such a wonderful experience! Author: Maike Schutzeichel
Page 10
With support of a DAAD scholarship I have had the pleasure of spending
my last two semesters as an exchange student at the Faculty of Law at
Universitas Gadjah Mada (UGM) in Yogyakarta, Indonesia. These two
semesters have been a great and interesting time full of new experienc-
es and impressions. I was looking for something different when I decid-
ed to study abroad and that is what I found coming to Indonesia. At uni-
versity I studied Islamic Law, Adat Law (ancient Indonesian community
rules) and several fields of International Law. I learned about a legal
system that follows a structure I know from the western world but at the
same time is influenced by Adat Law and Islamic Law and in this as-
pect quite different from what I know from Europe. In my daily life I ex-
perienced a diverse society in the constant process of mastering the art
of balancing the wide range of mindsets of its people. I have been warmly welcomed at UGM by my fellow students and made
friends quickly. In addition, the people working at UGM were always there to answer any questions and to assist me with adminis-
trative issues like the visa process or enrolling in courses at the Faculty.
Besides studying and living in Yogyakarta, I also took the opportunity of exploring Indonesia in my spare time. While exploring this –
indeed very diverse – country, I met a lot of kind and curious people, who really appreciate one learning their language and were
always fond of introducing me to their country and culture, whether it was by inviting me for lunch at their house or sharing their
knowledge about their area with me. I spent eleven great months in an environment that is entirely different from that of Germany —
from the climate to the organization of society. I am very grateful for this experience. I want to thank all people at UGM who cared
for me during my stay in Yogyakarta and of course I thank the DAAD for its full support.
And for now I have only one thing left to say: Sampai jumpa lagi Indonesia. Author: Leonie Därr
August 2016
Two semesters at Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
At Pantai Ngrenahan (Gunung Kidul), Yogajakarta
My Three-Month Internship at DAAD Jakarta Office
Me and Nasi Tumpeng during my farewell lunch at DAAD Jakarta
Office
Advertisements by German Universities
Page 12
ESB Business School – truly international
Study at the heart of Europe, in Germany – the economic leader of the world’s largest domestic market - and you will
find a truly international business school: ESB Business School in Reutlingen. We’re located in Baden-Württemberg - a
prosperous region that is home to many global companies. Our students have access to a network of renowned partner
companies, giving our degree programmes real practical relevance. More than 100 partner universities all over the
world, students from 84 nations on the ESB campus and international double degree programmes ensure the worldwide
employability of our graduates. ESB Business School is part of public, state-funded Reutlingen University and offers a
range of top-ranked programmes in business and operations management in German and/or English.
Bachelor programmes:
International Business (English)
International Management Double Degree (German, plus language of partner university)
International Operations and Logistics Management (German and English)
Production Management (German and English 70:30)
Master programmes
European Management Studies (German, French and English 40:40:20)
International Accounting, Controlling and Taxation (German and English 80:20)
International Business Development (German and English 70:30)
International Management (English)
Operations Management (German and English)
Strategic Sales Management – part time (German)
Business and Process Management – part time (German)
MBA programmes
International Management Full-time (English)
International Management Part-time (German and English
70:30)
http://www.esb-business-school.de/en/degree-programmes/
August 2016
Page 13
The top-ranked International Graduate Programs at the University of Kaiserslautern
The TU Kaiserslautern is a top-ranked German research-oriented university (Place 10 of all German universities, Place
5 for Departments, Wirtschaftswoche, 2014; top ranked among the worldwide 150 universities under 50 years old, Times
Higher Education Ranking 2016) for science, technology, and industry. Our University offers high-quality graduate edu-
cation and (post)doctoral research training in innovative fields of economic relevance, many of them as English-taught
programs. Our features:
International study environment highly affiliated to industry and research
“Science Alliance Kaiserslautern”, network of high-profile science institutions on & nearby campus
“University of Teaching Excellence " award for outstanding student-teacher ratio
16 International Graduate Programs:
- Electrical and Computer Engineering: M.Sc. Electrical & Computer Engineering,
European Master in Embedded Computing Systems
- Computer Science: M.Sc. Computer Science, M.Sc. Computer Science in Applications,
European Master in Software Engineering
- Mathematics: M.Sc. Mathematics International, M.Sc. Technomathematics, M.Sc. Mathematics,
M.Sc. Economathematics, M.Sc. Actuarial and Financial Mathematics
- Commercial Vehicle Technology: M.Sc. Commercial Vehicle Technology
- Biology: M.Sc. Biology (specializing in Microbial & Plant Biotechnology, Molecular Cell Biology,
Neurobiology, Ecology)
- Social Sciences: M.Sc. Cognitive Science
- Physics: M.Sc. Advanced Quantum Physics (starting from winter semester 2017/2018)
- Distance Master: M. Eng. Software Engineering for Embedded Systems, M.Eng. Nanotechnology
Doctoral research positions are available in all 12 departments & disciplines of TU Kaiserslautern
*Further details for program specific variations:
www.uni-kl.de/en/international/master/prospective-students/application-admission/
Contact:
TU Kaiserslautern E-Mail: info@isgs.uni-kl.de
Department of International Affairs: ISGS Homepage: www.uni-kl.de/en/international
Gottlieb-Daimler-Straße 47
67663 Kaiserslautern, Germany
Application deadlines*: Application requirements for international master students*:
April 30 for winter term starting on Oct 1 Oct 31 for summer term starting on April 1
Bachelor degree or equivalent English language proficiency
August 2016
Page 14
LL.M. International Finance (for Asian Graduates) at the
Institute for Law and Finance, Goethe University Frank-
furt am Main
Key facts
LL.M. International Finance Degree is conferred by Goethe University Frankfurt
For graduates holding a first degree in law, business or economics
Program language is English
From October to July the following year
Why study at ILF, Goethe University Frankfurt am Main?
Interdisciplinary curriculum with excellent law and business / finance courses
Top lecturers consisting of leading professors from Goethe University and experts from the professional world
Located in Frankfurt, the financial center of continental Europe
Increased interaction with ILF international students via combined courses with them
German and Advanced Business and Legal English language courses
Exclusive and intensive intercultural and communications courses
Organized student excursions (e.g. Basketball Game, Berlin, ECB, Germany Stock Exchange)
Tuition fees
€ 16,000, Scholarships of €1,600 will be granted if applications received by 28 February each year
Application deadline
15 May each year: Countries where APS certificates are
required (i.e. China, Mongolia and Vietnam)
1 July each year: All other Asian Countries
For more information, see www.ilf-frankfurt.de/LLM-International
-Finance or contact LLMint@ilf.uni-frankfurt.de
August 2016
top related