pendamping lokal desa pld - · pdf filedi bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, ... badan...

343
MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA PLD PENDAMPINGAN DESA IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Upload: lekhuong

Post on 06-Feb-2018

337 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | i

MODUL

PELATIHAN PRATUGAS

PENDAMPING LOKAL DESA

PLD PENDAMPINGAN DESA

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014

TENTANG DESA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ii

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iii

MODUL PELATIHAN PRATUGAS

PENDAMPING LOKAL DESA

PENDAMPINGAN DESA

Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 tentang Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | iv

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | v

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

PENDAMPINGAN DESA Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

PENGARAH : Eko Putro Sandjojo (Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB : Ahmad Erani Yustika (Dirjen Pembangunan dan

Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS : Ludiro Prajoko, Zaini Mustaqim, Dindin Abdullah Ghozali, Jajang

Koswara, Hasan Rofiqi , Amanulah Fajar Sudrajat, Mohammad Zuhdi.

REVIEWER : Taufik Madjid, Muhammad Fachri.

COVER & LAYOUT : Wahjudin Sumpeno, Dindin Abdullah Ghozali.

Cetakan Pertama, Agustus 2016

Diterbitkan oleh :

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,

DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Jl. TMP Kalibata No. 17 Jakarta Selatan 12740

Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242

Website: www.kemendesa.go.id

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | vii

Daftar Istilah dan Singkatan

1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan

di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa.

3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

4. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain

dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah

lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan

wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan

secara demokratis.

6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai

dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah dalam memberdayakan

masyarakat.

7. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah

antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat

yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal

yang bersifat strategis.

8. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama

lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa,

dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk

menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa

yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat

Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

9. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah

Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan

Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa

dan Kepala Desa.

10. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan

Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | viii

11. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan

untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

12. Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang

diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan

Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna

pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai

tujuan pembangunan desa.

13. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah dokumen

perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah pembangunan

desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum dan program dan program

Satuan Kerja Perangkat (SKPD) atau lintas SKPD, dan program prioritas

kewilayahan disertai dengan rencana kerja.

14. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen perencanaan untuk

periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM Desa yang memuat

rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka

pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana

kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh

pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi

masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.

15. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari

RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah

Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui mekanisme

perencanaan pembangunan Daerah.

16. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

17. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli

atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau

perolehan hak lainnya yang syah.

18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah

rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.

19. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja

negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran

pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,

pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan yang

diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | ix

Kata Pengantar

(Dirjen PPMD/Menteri DPDTT)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | x

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xi

Daftar Isi

Halaman

Daftar Istilah dan Singkatan ………………………………………………………………...

Kata Pengantar Dirjen PPMD ……………………………………………………………….

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………

BAB I KURIKULUM PELATIHAN

Latar Belakang ……………………………………………………………………..

Tujuan Pelatihan ………………………………………………………………….

Ruang Lingkup Tugas Pendamping …………………………………….

Struktur Materi Pelatihan …………………………………………………….

Garis-Garis Besar Program Pelatihan …………………………………..

BAB II PANDUAN MEMBACA MODUL

BAB III RENCANA PEMBELAJARAN

PB 1 Bina Suasana dan Orientasi Pelatihan ………………………………

SPB 1.1 Perkenalan …………………………………………………………..

SPB 1.2 Pengungkapan Harapan Peserta ………………………

SPB 1.3 Tujuan dan Proses Pelatihan …………………………….

SPB 1.4 Tata Tertib Peatihan ………………………………………….

PB 2 Desa dan Visi Undang-Undang Desa ……………………………….

SPB 2.1 Kondisi dan Dinamika Desa ……………………………..

SPB 2.2 UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana

Menuju Keberdayaan Desa ………………………………..

PB 3 Tata Kelola Desa ……………………………………………………………………

SPB 3.1 Kelembagaan dalam Tata Kelola Desa …………….

SPB 3.2 Musyawarah Desa sebagai Basis Tata Kelola dan

Penggerak Demokratisasi Desa …………………………

SPB 3.3 Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa ………………………..

PB 4 Pembangunan Desa ……………………………………………………………..

SPB 4.1 Sistem Pembangunan Desa ………………………………

SPB 4.2 Perencanaan Pembangunan Desa …………………….

SPB 4.3 Pengelolaan Keuangan Desa …………………………….

PB 5 Pengembangan Ekonomi Desa ……………………………………………

SPB 5.1 Arah dan Orientasi Pengembangan Ekonomi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | xii

Desa ………………………………………………………………….

SPB 5.2 BUM Desa sebagai Penggerak perekonomi Desa

PB 6 Penyusunan Peraturan di Desa …………………………………………….

SPB 6.1 Pokok-Pokok Penyusunan Peraturan di Desa …….

SPB 6.2 Strategi Fasilitasi Penyusunan Peraturan di Desa ..

PB 7 Penguatan Keberdayaan Masyarakat ………………………………….

SPB 7.1 Pemberdayaan Masyarakat Desa ……………………….

SPB 7.2 Strategi Penguatan Kader Pemberdayaan

Masyarakat Desa ………………………………………………..

SPB 7.3 Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan

Desa …………………………………………………………………..

PB 8 Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Pelatihan ………….

SPB 8.1 Konsep Pelatihan Masyarakat ……………………………

SPB 8.2 Keterampilan Dasar Melatih ………………………………

PB 9 Pendampingan ……………………………………………………………………..

SPB 9.1 Konsep dan Kebijakan Pendampingan ………………

SPB 9.2 Keterampilan Pendamping ……………………………….

SPB 9.3 Kinerja Pendamping ………………………………………….

PB 10 Membangun Tim Kerja di Desa ……………………………………………

SPB 10.1 Kerjasama Tim di Desa ………………………………………

SPB 10.2 Membangun Jejaring ………………………………………...

PB 11 Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) …………………………………….

SPB 11.1 Pokok-Pokok RKTL ……………………………………………

SPB 11.2 Menyusun RKTL …………………………………………………..

Daftar Pustaka

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 1

BAB I

KURIKULUM PELATIHAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 2

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 3

LATAR BELAKANG

Kehadiran Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) menandai babak

baru dan perubahan dalam politik pembangunan nasional, dimana Desa menjadi titik

tumpu yang mendapatkan perhatian serius. UU Desa diyakini sebagai gerbang harapan

menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Sebagai dasar hukum bagi keberadaan

Desa, UU Desa mengonstruksi cara pandang baru praksis berdesa (pemerintahan,

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Desa diakui dan dikukuhkan

sebagai subjek yang mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Perubahan dan paradigma baru atas Desa itu sangat penting mengingat kondisi

objektif dan dinamika desa-desa di Indonesia yang secara umum masih

memprihatinkan. Desa identik dengan ketertinggalan dalam semua aspek kehidupan.

Kewenangan mengatur dan mengurus dirinya sendiri yang dibarengi dengan

memberikan hak-hak Desa, sehingga Desa memiliki kemampuan finansial yang

memadai guna melaksanakan kewenangannya, sebagaimana ditegaskan UU Desa,

menjadi faktor penggerak peningkatan pembangunan desa yang sekaligus menjadi

ruang krusial implementasi UU Desa.

Pembangunan desa sebagai sistem yang dikonstruksi UU Desa, menempatkan

masyarakat pada posisi strategis, sebagai sebjek pembangunan. Dengan demikian,

masyarakat memiliki ruang dan peran strategis dalam tata kelola Desa, termasuk di

dalamnya penyelenggaraan pembangunan Desa. Isu penting dalam konteks ini adalah

peningkatan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat memiliki daya desak yang

efektif untuk mewujudkan tata kelola Desa yang baik dan penyelenggaraan

pembangunan yang sesuai dan memenuhi aspirasi masyarakat.

Dalam kerangka itulah, Pemerintah menetapkan kebijakan pendampingan

sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi Tahun 2015, yang bertujuan:

Meningkatkan kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan desa

dan pembangunan Desa;

Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam

pembangunan desa yang pertisipatif;

Meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan

Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Mengingat luasnya ruang lingkup implementasi UU Desa, Pemerintah dalam

melaksanakan fungsi pendampingan, dapat melimpahkan sebagaian kewenangannya

kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (Pasal 112, ayat 4 UU Desa dan Pasal

128, ayat 2 PP 43). Tenaga ahli profesional dimaksud adalah pendamping desa, tenaga

teknik dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Pasal 5 Permendesa No.

3/2015), termasuk diantaranya adalah Pendamping Lokal Desa (Pasal 129, ayat 1 (a) PP

No. 47 Tahun 2015). Dengan demikian, PLD yang akan berhubungan langsung secara

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 4

intensif dengan pemerintah dan masyarakat Desa, menjadi aktor strategis menuju

implementasi UU Desa secara optimal.

Salah satu faktor penentu keberhasilan pendampingan adalah kapasitas pendamping,

khususnya PLD. Kapasitas dimaksud menunjuk pada kompetensi yang mencakup: (1)

pengetahuan tentang perspektif dan kebijakan UU Desa, (2) keterampilan teknis dan

fasilitasi pemerintah dan masyarakat Desa dalam mewujudkan tata kelola Desa yang

baik, dan (3) sikap kerja yang sesuai dengan tuntutan kinerja pendamping profesional.

Upaya meningkatkan kapasitas pendamping oleh Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat

Jenderal Pembangunan dan Pemberdayan Masyarakat Desa Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dilakukan melalui kebijakan

pelatihan yang mencakup serangkaian kegiatan latihan, salah satunya adalah pelatihan

pra tugas bagi pendamping, khususnya PLD, sebagai pembekalan agar dapat

melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.

TUJUAN PELATIHAN

Secara umum tujuan pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa adalah untuk

memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan

keterampilan sebelum diterjunkan di lokasi tugas.

Secara khusus pelatihan pra tugas Pendamping Lokal Desa bertujuan untuk:

Memberikan orientasi dan pembekalan kepada Pendamping Lokal Desa sebelum

bertugas di lapangan;

Meningkatkan pemahaman Pendamping Lokal Desa tentang latar belakang, tujuan,

kebijakan, prinsip-prinsip, prosedur dan ketentuan program pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat desa;

Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memfasilitasi proses

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian program;

Meningkatkan keterampilan Pendamping Lokal Desa dalam memahami mekanisme

pendampingan;

Meningkatkan keterampilan dalam membina dan memberi pengarahan kepada

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa;

Menumbuhkan komitmen dan sikap kepedulian Pendamping Lokal Desa terhadap

masyarakat perdesaan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 5

RUANG LINGKUP TUGAS PENDAMPING

Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja Pendamping Lokal Desa (PLD) yang ditetapkan

Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2016,

ruang lingkup tugas PLD adalah:

No Tugas Pokok Output Kerja Indikator Output

1 Mendampingi

Desa dalam

perencanaan

pembangunan

dan keuangan

Desa

Perencanaan dan

penganggaran Desa

berjalan sesuai aturan

dan ketentuan yang

berlaku

a) Terlaksananya sosialisasi UU NO. 6

Tahun 2014 tentang Desa dan

peraturan turunannya;

b) Terfasilitasinya musyawarah Desa yang

partisipatif untuk menyusun RPJM Desa,

RKP Desa, dan APB Desa;

c) Tersusunnya rancangan peraturan Desa

tentang kewenangan lokal berskala

Desa dan kewenangan Desa

berdasarkan hak asal usul dan

peraturan lain yang diperlukan.

2 Mendampingi

Desa dalam

pelaksanaan

pembangunan

Desa

Pelaksanaan

pembangunan Desa

berjalan sesuai aturan

dan ketentuan yang

berlaku

a) Adanya koordinasi dengan PD dan

pihak terkait mengenai pembangunan

Desa;

b) Terfasilitasinya kerjasama antar Desa;

c) Terfasilitasinya pelaksanaan

pembangunan Desa yang sesuai

dengan prinsip tata kelola yang baik;

d) Terfasilitasinya ketersediaan informasi

publik terkait pembangunan Desa.

3 Mendampingi

masyarakat Desa

dalam kegiatan

pemberdayaan

masyarakat dan

Desa

Penyelenggaraan

pemberdayaan

masyarakat dan Desa

dengan melibatkan

kelompok perempuan,

difabel/berkebutuhan

khusus, kelompok

masyarakat miskin dan

marginal.

Terlaksananya kegiatan peningkatan

kapasitas kader desa, masyarakat dan

kelembagaan Desa.

4 Mendampingi

Desa dalam

pemantauan dan

evaluasi kegiatan

pembangunan

Desa

Proses pelaksanaan

dan evaluasi kegiatan

pembangunan Desa

berjalan sesuai

ketentuan yang

berlaku.

a) Terlaksana peningkatan kapasitas

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam melakukan pemantauan dan

evaluasi pembangunan Desa;

b) Terlaksananya evaluasi pembangunan

Desa melalui musyawarah Desa;

c) Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan

evaluasi pembangunan Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 6

STRUKTUR MATERI PELATIHAN

Materi Pelatihan ini dirumuskan berdasarkan hasil kajian terhadap kompetensi dasar

yang harus dimiliki sesuai kerangka acuan kerja yang telah ditetapkan oleh Direktorat

Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Selanjutnya hasil analisis

terhadap kompetensi PLD disusun berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi (K1)

Pengetahuan, (K2) Sikap dan (K3) Keterampilan yang merujuk pada taksonomi Bloom

dan Kartwohl (2001) dengan indikator kedalaman materi sebagai berikut:

Tabel Ruang Lingkup Materi sesuai Tingkat Kompetensi

K1 (Pengetahuan) K2 (Sikap) K3 (Keterampilan)

1. Mengetahuan; 1. Penerimaan 1. Meniru

2. Memahami; 2. Menanggapi 2. Memanipulasi

3. Mengaplikasikan; 3. Penilaian (valuing) 3. Pengalamiahan

4. Menganalisis; 4. Mengorganisasikan 4. Artikulasi

5. Mensintesis; 5. Karakterisasi

6. Mengevaluasi.

Secara rinci setiap pokok-pokok materi ditetapkan tingkat keluasan dan kedalamnya

berupa kisi-kisi materi pelatihan yang akan memandu pelatih dalam proses

pembelajarannya. Kisi-kisi materi pelatihan diuraikan sebagai berikut:

NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN

KOMPETENSI

JP K1

(P)

K2

(K)

K3

(S)

Pre Test

1 Bina Suasana

dan Orientasi

Latihan

1. Dinamika

Kelompok dan

Pengorganisasia

n Peserta

1.1. Perkenalan 1 2”

1.2. Pengungkapan Harapan

peserta

1

1.3. Tujuan dan Proses

Pelatihan

1

1.4. Tata Tertib Pelatihan 3 2

2 Perspektif dan

Kebijakan

2. Desa dan Visi

Undang-Undang

Desa

2.1. Kondisi dan Dinamika

Desa

2 3”

2.2. UU Desa sebagai Cara

Pandang dan Sarana

Menuju Keberdayaan

Desa

1,2

3. Tata Kelola Desa 3.1. Kelembagaan dalam Tata

Kelola Desa 1 4”

3.2. Musyawarah Desa

sebagai Basis Tata

Kelola dan Penggerak

2

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 7

NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN

KOMPETENSI

JP K1

(P)

K2

(K)

K3

(S)

Demokratisasi Desa

3.3. Prinsip-Prinsip Tata

Kelola Desa 1

3. Penyelenggaraan

Pemerintahan

dan

Pembangunan

Desa

4. Pembangunan

Desa

4.1. Sistem Pembangunan

Desa

1 16”

1.2. Perencanaan

Pembangunan Desa

1,3 2

1.3. Pengelolaan Keuangan

Desa

1,2 2

5. Pengembangan

Ekonomi Desa

5.1. Arah dan Orientasi

Pengembangan

Ekonomi Desa

1 2”

5.2. BUM Desa sebagai

Penggerak

perekonomi Desa

1

6. Penyusunan

Peraturan di Desa

6.1. Pokok-Pokok

Penyusunan Peraturan

di Desa

1 2”

6.2. Strategi Fasilitasi

Penyusunan Peraturan

di Desa

1

4 Pemberdayaan 7. Penguatan

Keberdayaan

Masyarakat

7.1. Pemberdayaan

Masyarakat Desa

2 5”

7.2. Strategi Penguatan

Kader Pemberdayaan

Masyarakat Desa

1

7.3. Strategi Penguatan

Lembaga

Kemasyarakatan

Desa

1

8. Peningkatan

Kapasitas

Masyarakat

Melalui Pelatihan

8.1. Konsep Pelatihan

Masyarakat

1 4”

8.2. Keterampilan Dasar

Melatih 2

5 Pendampingan 9. Pendampingan 9.1. Konsep dan Kebijakan

Pendampingan

2 8”

9.2. Keterampilan

Pendamping

2

9.3. Kinerja Pendamping 2

10. Membangun

Tim Kerja di Desa

10.1. Kerjasama Tim di Desa 2 2”

10.3. Membangun Jejaring 2

6 Evaluasi dan 11. RKTL 11.1. Pokok-Pokok RKTL 2 2”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 8

NO RUMPUN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN

KOMPETENSI

JP K1

(P)

K2

(K)

K3

(S)

RKTL 11.2. Menyusun RKTL 3

Post Test

Evaluasi

Jumlah Jam Pelajaran 50

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 9

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PELATIHAN

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

1. Bina Suasana dan

Orientasi

Pelatihan

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memberikan respon

bagi situasi yang kondusif

untuk proses pelatihan

Peserta dapat:

mengatasi situasi

keterasingan

mengatasi hambatan

psikologis/kecanggugan

saling mengenal antar

peserta dan fasilitator

1.1. Perkenalan Permainan 30”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui harapan

yang hendak dicapai selama

mengikuti pelatihan

Dapat mengungkapkan

kebutuhan, manfaat, dll, yang

hendak diperoleh dari

mengikuti pelatihan ini

1.2. Pengungkapan

Harapan

Peserta

Penugasan

Perorangan

Lembar

Kerja

Perorangan

15”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami tujuan dan

proses pelatihan ini

Dapat menjelaskan:

tujuan pelatihan

alur dan kegiatan yang

akan dilakukan selama

mengikuti pelatihan ini

1.3. Tujuan dan

Proses

Pelatihan

1. Presentasi

2. Tanya jawab

Slide 15”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memberikan respon

bagi terciptanya situasi yang

tertib selama proses pelatihan

Dapat:

mengenali situasi yang

menggangu proses

pelatihan

menyatakan hal-hal yang

menjamin ketertiban

1.4. Tata Tertib

Peatihan

Diskusi Lembar

Diskusi

30”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 10

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

selama proses pelatihan

merumuskan aturan

bersama untuk ditaati

2. Desa dan Visi

Undang-Undang

Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami kondisi dan

dinamika Desa pada umumnya

Dapat menjelaskan:

penyebab ketertinggalan

Desa

aspek-aspek ketertinggalan

Desa

dampak dari

ketertinggalan dimaksud

2.1. Kondisi dan

Dinamika Desa

1. Penugasan

perorangan

2. Curah

pendapat

Lembar

Curah

Pendapat

45”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta:

mengetahui cara pandang

UU Desa

memahami amanat UU

Desa untuk mengubah

kondisi/ketertinggalan

Desa

Dapat menyebutkan dan

mengemukakan:

perspektif yang mendasari

UU Desa

pengertian azas rekognisi

dan subsidiaritas

keterkaitan azas dengan

hak asal usul dan

kewenangan lokal berskala

Desa

hakikat Desa sebagai

organisasi warga yang

berpemerintahan

keleluasaan untuk

mengatur dan mengurus

dirinya sendiri

2.2. UU Desa

sebagai Cara

Pandang dan

Sarana Menuju

Keberdayaan

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Presentasi

3. Tanya

jawab

4. Penugasan

Kelompok

Slide

Lembar

Kerja

Kelomp

ok

UU

No.6/2

014

90”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 11

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

keharusan mengelola Desa

secara demokratis dan

inklusif

penyerahan hak Desa oleh

Negara (DD, ADD)

Tri Matra Desa

3. Tata Kelola Desa Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui

kelembagaan dalam tata kelola

Desa

Dapat menyebutkan dan

mengemukakan:

Pemangku Kepentingan

dalam tata kelola Desa

Pelaku dalam

pemerintahan Desa

kelompok pelaku strategis

dalam masyarakat

hubungan antar pelaku

kunci

3.1. Kelembagaan

dalam Tata

Kelola Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Penugasan

Kelompok

3. Presentasi

Lembar

Kerja

Kelompo

k

Slide

Presenta

si

60”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami fungsi

strategis Musyawarah Desa

sebagai basis tata kelola dan

demokratisasi Desa

Dapat menjelaskan:

hakikat Musyawarah Desa

penyelenggara

Musyawarah Desa

cakupan materi yang harus

dibahas dalam

Musyawarah Desa

peserta Musyawarah Desa

kedaulatan peserta

3.2. Musyawarah

Desa sebagai

Basis Tata

Kelola dan

Penggerak

Demokratisasi

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Penugasan

Kelompok

Lembar

Kerja

Kelompok

60”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 12

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

Musyawarah Desa

pengambilan keputusan

dalam Musyawarah Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui prinsip-

prinsip tata kelola Desa

Dapat:

menyebutkan prinsip-

prinsip tata kelola

(partisipatif, transparansi,

dan akuntabilitas)

mengemukakan pengertian

prinsip-prinsip diatas

menunjukkan cara

mewujudkan prinsip-

prinsip diatas

3.3 Prinsip-Prinsip

Tata Kelola

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Diskusi

3. Presentasi

Lembar

Diskusi

Slide

Present

asi

60”

4. Pembangunan

Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui sistem

pembangunan Desa

Dapat:

mengemukakan tujuan

pembangunan Desa

menyebutkan pemangku

kepentingan

pembangunan Desa

mengemukakan pengertian

pendekatan “Desa

Membangun”

mengemukakan kaidah

pembangunan Desa (sesuai

prinsip tata kelola Desa,

mencakup semua aspek

4.1. Sistem

Pembangunan

Desa

1. Penugasan

perorangan

2. Curah

Pendapat

3. Penugasan

Kelompok

4. Presentasi

Lembar

Curah

Pendap

at

Lembar

Kerja

Kelomp

ok

Slide

Present

asi

90”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 13

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

kehidupan berdesa,

prakarsa dan keswadayaan

warga, inklusif)

mengemukakan kaitan

pembangunan Desa

dengan keharusan

mengurus dirinya sendiri

mengemukakan

pembangunan Desa

sebagai perwujudan

kewenangan lokal berskala

Desa

mengemukakan

pembangunan sebagai

proses yang sistematis

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta:

mengetahui pokok-pokok

perencanaan

pembangunan Desa

memberikan respon

terhadap perwujudan

prinsip-prinsip tata kelola

menerapkan pengetahuan

untuk memfasilitasi

perbaikan perencanaan

Dapat:

mengemukakan pengertian

perencanaan

pembangunan Desa

menyebutkan jenis

dokumen perencanaan

pembangunan Desa

mengemukakan alur

proses dan tahapan

kegiatan penyusunan RPJM

Desa

4.2. Perencanaan

Pembangunan

Desa

1. Penugasan

perorangan

2. Diskusi

3. Penugasan

Kelompok

4. Presentasi

Lembar

Diskusi

Lembar

Penugas

an

Kelompo

k

Slide

270”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 14

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

pembangunan Desa mengemukakan alur

proses dan tahapan

kegiatan penyusunan RKP

Desa

mengemukakan pokok-

pokok materi/isi RKP Desa

mengemukakan alur

proses dan tahapan

kegiatan penyusunan APB

Desa

mengemukakan struktur

APB Desa

Dapat menunjukkan cara

mewujudkan prinsip-prinsip

(partisipasi, transparansi, dan

akuntabilitas) dalam alur

proses dan tahapan kegiatan

perencanaan pembangunan

Desa

Dapat:

memfasilitasi keterwakilan

perempuan dalam Tim

Penyusun RPJM Desa

memfasilitasi penyusunan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 15

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

rencana kerja Tim

Penyusun RPJM Desa

memfasilitasi pembaruan

data dan sketsa desa

memfasilitasi kajian potensi

dan masalah desa

memfasilitasi penyusunan

Rancangan RKP Desa

memfasilitasi penyusunan

belanja bidang pembinaan

kemasyarakatan dan

pemberdayaan

memfasilitasi perhitungan

alokasi Siltap dan

Operasional terkait dengan

pendapatan dari swadaya

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta:

mengetahui pokok-pokok

pengelolaan keuangan

Desa

memberikan respon

terhadap perwujudan

prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan Desa

menggunakan

Dapat:

mengemukakan pengertian

pengelolaan keuangan

Desa

mengemukakan alur

proses dan tahapan

kegiatan pengelolaan

keuangan Desa

mengemukakan ketentuan

pokok pengelolaan

4.3. Pengelolaan

Keuangan

Desa

1. Penugasan

perorangan

2. Curah

Pendapat

3. Penugasan

Kelompok

4. Presentasi

Lembar

Kerja

Perorang

an

Lembar

Curah

Pendapa

t

Lembar

Kerja

Kelompo

360”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 16

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

pengetahuan untuk

memfasilitasi perbaikan

pengelolaan keuangan

Desa

keuangan Desa

mengemukakan prinsip-

prinsip pengelolaan

keuangan Desa

Dapat menunjukkan cara

mewujudkan prinsip-prinsip

pengelolaan keuangan Desa

dalam tahapan kegiatan

pengelolaan keuangan Desa

Dapat:

memfasilitasi penyusunan

RAB/RPD

memfasilitasi pengajuan

SPP

memfasilitasi penyusunan

rencana kerja pelaksanaan

kegiatan

memfasilitasi proses

pengadaan barang dan

jasa di Desa

memfasilitasi keterwakilan

perempuan dalam

pembentukan pelaksana

kegiatan

k

Slide

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 17

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

memfasilitasi pengerjaan

buku kas umum

memfasilitasi penyusunan

laporan realisasi APB Desa

5. Pengembangan

Ekonomi Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui arah dan

orientasi pengembangan

ekonomi Desa

Dapat:

mengidentifikasi potensi

pengembangan ekonomi

desa

menjelaskan peran Desa

dalam penguasaan aset-

aset strategis di Desa

menjelaskan kepemilikan

kolektif atas kegiatan

usaha

ekonomi Desa

5.1. Arah dan

Orientasi

Pengembanga

n Ekonomi

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Curah

Pendapa

3. Presentasi

Lembar

Curah

Pendapa

t

Slide

Presenta

si

45”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui fungsi dan

peran BUM Desa sebagai

penggerak perekonomi Desa

Dapat menyebutkan fungsi dan

peran BUM Desa dalam

pengembangan ekonomi desa

5.2. BUM Desa

sebagai

Penggerak

perekonomi

Desa

1. Diskusi

2. Presentasi

Lembar

Diskusi

Slide

45”

6. Penyusunan

Peraturan di Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui pokok-

pokok penyusunan peraturan

di Desa

Dapat:

mengungkapkan fungsi

peraturan

menyebutkan jenis

peraturan di Desa

6.1. Pokok-Pokok

Penyusunan

Peraturan di

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Diskusi

Lembar

Diskusi

60”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 18

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

mengemukakan kaidah

penyusunan peraturan

menyusun sistematika

peraturan

3. Role Play

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui strategi

memfasilitasi penyusunan

peraturan di Desa

Dapat:

mencatat permasalahan

terkait materi peraturan

yang disusun

menentukan narasumber

yang terkait permasalahan

dimaksud

menyampaikan

permasalahan dimaksud

kepada narasumber

menyediakan

contoh/rujukan peraturan

yang sesuai

6.2. Strategi

Fasilitasi

Penyusunan

Peraturan di

Desa

Diskusi Lembar

Diskusi

30”

7. Penguatan

Keberdayaan

Masyarakat

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami konsep

pemberdayaan masyarakat

Dapat menjelaskan:

pemberdayaan sebagai

proses sosial-politik

tahapan pemberdayaan

masyarakat

pemberdayaan bertumpu

pada hak-hak masyarakat

pemberdayaan untuk

meningkatkan posisi dan

7.1. Pemberdayaan

Masyarakat

Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Diskusi

3. Presentasi

Lembar

Diskusi

Kelompo

k

Slide

Presenta

si

45”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 19

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

daya tawar masyarakat

pemberdayaan untuk

mewujudkan kemandirian

masyarakat

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui strategi

penguatan Kader

Pemberdayaan Masyarakat

Desa

Dapat:

mengenali

kekurangan/kelemahan

KPMD

mengenali penyebab

kekurangan/kelemahan

dimaksud

menentukan cara untuk

mengatasi

kekurangan/kelemahan

dimaksud

Dapat menggunakan teknik

komunikasi inter personal

Diskusi Kelompok Terarah

7.2. Strategi

Penguatan

Kader

Pemberdayaan

Masyarakat

Desa

1. Diskusi

2. Role Play

Lembar

Diskusi

90”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui strategi

penguatan Lembaga

Kemasyarakatan Desa

Dapat:

mengidentifikasi

kekurangan/kelemahan

Lembaga Kemasyarakatan

Desa

menguraikan penyebab

7.3. Strategi

Penguatan

Lembaga

Kemasyarakat

an Desa

1. Diskusi

2. Role Play

Lembar

Diskusi

90”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 20

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

kekurangan/kelemahan

dimaksud

merumuskan cara untuk

mengatasi

kekurangan/kelemahan

dimaksud

Dapat menggunakan teknik

Diskusi Kelompok Terarah

8. Peningkatan

Kapasitas

Masyarakat

Melalui Pelatihan

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui konsep

pelatihan masyarakat

Dapat mengemukakan:

pengertian pelatihan

masyarakat

pendekatan pelatihan

masyarakat

tujuan pelatihan

masyarakat

menyebutkan aspek-aspek

kompetensi

8.1 Konsep

Pelatihan

Masyarakat

1. Penugasan

peroranga

n

2. Curah

Pendapat

3. Presentasi

Lembar

Curah

Pendapa

t

Slide

Presenta

si

45”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta dapat menerapkan

keterampilan dasar melatih

untuk memfasilitasi pelatihan

Dapat mengemukakan jenis-

jenis keterampilan dasar yang

harus dimiliki untuk melatih

(komunikasi, mendengar,

mengapresiasi, dan

mengendalikan forum)

Mempraktikkan teknik:

8.2. Keterampilan

Dasar Melatih

1. Diskusi

2. Praktik

Lembar

Diskusi

Lembar

Praktik

135”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 21

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

bertanya

mendengar

mengapresiasi

mengendalikan forum

9. Pendampingan Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami konsep

pendampingan masyarakat

Dapat menjelaskan:

pengertian pendampingan

tujuan pendampingan

misi pendampingan

tanggungjawab dan tugas

pendamping

klasifikasi dan jenis

pendamping

posisi PLD

9.1. Konsep dan

Kebijakan

Pendampinga

n

1. Penugasan

peroranga

n

2. Diskusi

Kelompok

Lembar

Diskusi

Kelompok

45”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta

menerapkan keterampilan

fasilitasi dalam pelaksanaan

kegiatan pendampingan

Dapat mempraktikkan:

teknik mengelola dinamika

kelompok

teknik membangun

kesadaran kritis

teknik merumuskan

gagasan bersama

9.2. Keterampilan

Pendamping

Praktik 225”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami evaluasi

kinerja PLD

Dapat menjelaskan:

pengertian kinerja

ketentuan evaluasi kinerja

mekanisme evaluasi kinerja

aspek-aspek yang

9.3. Kinerja

Pendamping

1. Diskusi

2. Presentasi

Lembar

Diskusi

Slide

90”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 22

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

dievaluasi

tindak lanjut hasil evaluasi

kinerja

10. Membangun Tim

Kerja di Desa

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami peta

pemangku kepentingan di

Desa

Dapat menjelasan:

pelaku kunci di Desa

fungsi dan peran para

pelaku

hubungan/relasi antar

pelaku

10.1. Kerjasama

Tim di Desa

1. Penugasan

peroranga

n

2. Diskusi

Lembar

Diskusi

30”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami kerjasama

dan jejaring pelaku

Dapat menjelaskan:

kondisi yang mendukung

terjalin kerjasama

manfaat melakukan

kerjasama

bentuk jejaring pelaku di

Desa

pola kerja jaringan pelaku

di Desa

10.2. Membangun

Jejaring

Diskusi 15”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami strategi

membangun jejaring

Dapat:

menentukan

masalah/kebutuhan yang

dihadapi

menentukan pihak-pihak

yang terkait secara

langsung

mendorong para pihak

Simulasi 45”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 23

No. Pokok Bahasan Kompetensi Dasar Indikator Keberhasilan Sub Pokok

Bahasan Metode Media JP

mencapai kesepakatan

untuk tindak lanjut terkait

masalah/kebutuhan yang

dihadapi

11. Rencana Kerja

Tindak Lanjut

(RKTL)

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta memahami rencana

kerja tindak lanjut

Dapat menjelaskan:

fungsi RKTL

kaidah penyusunan RKTL

aspek-aspek pokok dalam

RKTL

11.1. Pokok-

Pokok RKTL

Diskusi Lembar

Diskusi

30”

Setelah mengikuti sesi ini,

peserta menggunakan

pengetahuan untuk menyusun

RKTL

Dapat menyusun RKTL 11.2. Menyusun

RKTL

Penugasan

Perorangan

Lembar

Kerja

Perorangan

60”

Evaluasi Setelah mengikuti sesi ini,

peserta mengetahui efektivitas

pelaksanaan pelatihan

Dapat menilai:

1. kesesuaian modul

pelatihan kapasitas Pelatih

2. efektivitas kerja

Penyelenggara

1. Evaluasi

Modul

2. Evaluasi

Pelatih

3. Evaluasi Reaksi

Penugasan

Perorangan

Lembar

Evaluasi

30”

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 24

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 25

EVALUASI PELATIHAN

Dalam rangka memetakan berbagai perubahan mendasar sebelum dan sesudah

pelatihan, maka dikembangkan berbagai bentuk evaluasi. Bentuk evaluasi merupakan

opsional yang dapat dikembangkan oleh penyelenggara pelatihan, tim fasilitator,

pelatihan dan pihak ketiga. Adapun bentuk yang dikembangkan adalah:

- Pre dan Post test

Merupakan evaluasi tertulis untuk melihat sejauhmana peningkatan pengetahuan

peserta sebelum dan setelah pelatihan.

- Evaluasi pencapaian setiap sesi materi

Evaluasi ini dilakukan dengan metode yang sudah disusun dalam modul setiap SPB.

Evaluasi ini untuk melihat sejuhmana indikator keberhasilan dalam setiap SPB dapat

tercapai di setiap akhir sesi atau SPB.

- Refleksi harian

Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan umpan balik harian baik dari sisi

metodologi maupun dukungan penyelenggaraan dalam 1 hari, sehingga dapat

dijadikan dasar dalam perbaikan hari selanjutnya. Hasil refleksi dan umpan balik

harian ini akan sangat membantu bagaimana pelatihan dari ke hari akan lebih baik,

dari sisi proses dan outputnya.

- Evaluasi penyelenggaraan akhir pelatihan

Pada hari terakhir pelatihan, dikembangkan proses umpan balik dan evaluasi oleh

peserta. Evaluasi ini bertujuan untuk mengajak peserta menilai sejauhmana

pelatihan baik dari sisi metodologi proses, dukungan logistik, partisipasi peserta,

dan lain-lain, mampu meningkatkan kapasitas peserta. Evaluasi ini dapat

dikembangkan dengan alat partisipatif terbuka, maupun tertutup dengan

mengembangkan sejumlah daftar pertanyaan yang relevan.

- Evaluasi independen manajemen pelatihan secara keseluruhan

Jika ingin mengetahui seluruh rangkaian pelatihan sejak TNA, pengembangan paket

pelatihan, pelaksanaan pelatihan hingga pasca pelatihan, maka perlu dilakukan

evaluasi yang dilakukan oleh pihak independen secara professional. Evaluasi ini

akan sangat membantu bagaimana manajemen pelatihan selanjutnya akan lebih

professional.[]

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 26

BAB II

PANDUAN MEMBACA MODUL

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 27

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 28

PENDAHULUAN

Modul ini secara khusus diperuntukkan bagi pelatih. Tetapi pada dasarnya semua pihak

yang berkepentingan dapat membaca dan menggunakan modul ini…

Dan seterusnya…

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 29

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 30

BAB III

RENCANA PEMBELAJARAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 31

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 32

Pokok Bahasan 1

BINA SUASANA DAN ORIENTASI

PELATIHAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 33

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 34

SPB

1.1

Rencana Pembelajaran

Perkenalan

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengatasi situasi keterasingan;

2. Mengatasi hambatan psikologis/kecanggugan;

3. Saling mengenal antar peserta dan fasilitator.

Waktu

30 Menit

Metode

Permainan dan Tanya Jawab

Media

Slide

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop, Infocus dan Metaplan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 35

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Lakukan pembukaan acara pelatihan ini secara informal dengan

mengucapkan salam dan selamat datang;

2. Jelaskan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari sesi perkenalan

antara pelatih, panitia dan peserta.

Kegiatan 2: Perkenalan (Kegiatan Permainan)

3. Pada awal sesi, ajak peserta bersama-sama melakukan perkenalan

dengan metode permainan. Sebagai panduan gunakan metode

permainan dengan memilih salah satu skenario;

4. Setelah pelatih, panitia dan fasilitator saling mengenal, lakukan

refleksi atau menggali makna dari proses tersebut;

5. Buatlah penegasan dengan meminta peserta untuk menjelaskan

tujuan, makna dan manfaat perkenalan;

6. Buatlah kesimpulan dengan merangkum tujuan, makna, dan manfaat

perkenalan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 36

SPB

1.2

Rencana Pembelajaran

Pengungkapan Harapan

Peserta

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengungkapkan

kebutuhan, manfaat, dll, yang hendak diperoleh dari mengikuti pelatihan

ini.

Waktu

15 Menit

Metode

Penugasan Perorangan

Media

Lembar Kerja Perorangan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Metaplan, HVS dan Gambar Pohon Harapan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 37

Proses Penyajian

Kegiatan 3: Penggalian harapan dan kontribusi peserta

(Penugasan Perorangan)

7. Bagikan 2 buah potongan kertas HVS/metaplan kepada masing-

masing peserta;

8. Minta peserta untuk menuliskan 2 harapannya yang paling prioritas

(dalam pikiran mereka) sebelum mereka mengikuti pelatihan ini;

9. Setelah menuliskan harapannya, minta peserta untuk

menempelkannya pada whiteboard atau papan tulis yang tersedia;

10. Minta peserta membacakan harapan yang telah ditulis, sekaligus

langsung melakukan klarifikasi harapan-harapan yang dapat

direalisasikan selama pelatihan;

11. Klasifikasikan harapan peserta;

12. Minta peserta menempelkan seluruh harapan yang mungkin

direalisasikan selama pelatihan pada gambar pohon harapan (Media

Fasilitasi 1.2.1 Slide);

13. Minta peserta untuk berdiri melingkar dan bagikan selembar kertas

metaplan kepada masing-masing;

14. Minta salah seorang peserta untuk mengumpulkan dan mencatat

kelebihan dan kompetensi peserta dengan menggunakan Lembar

Kerja 1.2.1;

15. Mintalah peserta untuk merefleksikan kegiatan tersebut:

Apa yang Anda dapatkan dari kegiatan ini?

Apakah ada temuan baru/potensi baru yang Anda sadari setelah

melakukan kegiatan ini?

Apa yang bisa Anda lakukan terhadap potensi atau tantangan

dalam proses pelatihan?

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 38

Lembar Kerja 1.2.1

Kelebihan dan Kompetensi Peserta

No. Kelebihan Kapan bisa digunakan

1

2

3

4

5

6

7

8

Dst

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 39

SPB

1.3

Rencana Pembelajaran

Tujuan dan Proses Pelatihan

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Memahami tujuan Pelatihan;

2. Memahami alur dan kegiatan yang akan dilakukan selama mengikuti

pelatihan ini.

Waktu

15 Menit

Metode

Presentasi dan Tanya jawab

Media

Slide Presentasi

Alat Bantu

Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 40

Proses Penyajian

Kegiatan 4: Penjelasan Tujuan, Proses dan Hasil (Presentasi)

16. Paparkan tujuan, proses dan hasil yang diharapkan dari

penyelenggaraan pelatihan pratugas ini. Gunakan Media Fasilitasi

1.3.1 Slide;

17. Berikan kesempatan kepada beberapa peserta untuk mengajukan

pendapat, gagasan, dan sumbang saran untuk kelancaran kegiatan

pelatihan;

18. Berikan penegasan Tujuan, Proses dan Hasil Pelatihan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 41

SPB

1.4

Rencana Pembelajaran

Tata Tertib Pelatihan

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengenali situasi yang menggangu proses pelatihan;

2. Menyatakan hal-hal yang menjamin ketertiban selama proses

pelatihan;

3. Merumuskan aturan bersama untuk ditaati.

Waktu

30 Menit

Metode

Diskusi

Media

Lembar Diskusi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 42

Proses Penyajian

Kegiatan 5: Penyusunan Tata Tertib (Diskusi Kelas)

19. Jelaskan pentingnya tata tertib dan aturan main pelatihan yang harus

disepakati;

20. Minta salah satu peserta memimpin perumusan dan penyepakatan

tata tertib;

21. Pastikan dalam kesepakatan tata tertib dan aturan yang disepakati

meliputi:

a. Waktu masuk ruangan pelatihan.

b. Pakaian peserta yang dikenakan.

c. Pemakaian alat komunikasi.

d. Ijin meninggalkan ruangan.

e. Terlambat.

f. Mengantuk.

g. Dll.

Kegiatan 6: Menutup Sesi

22. Akhiri kegiatan ini dengan menegaskan:

a. Kemampuan awal peserta, berdasarkan hasil pemetaan potensi

peserta dalam mengikuti pelatihan ini;

b. Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kelancaran pelatihan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 43

Pokok Bahasan 2

DESA DAN VISI UNDANG-UNDANG

DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 44

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 45

SPB

2.1

Rencana Pembelajaran

Kondisi dan Dinamika Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan penyebab ketertinggalan Desa;

2. Menjelaskan aspek-aspek ketertinggalan Desa;

3. Menjelaskan dampak dari ketertinggalan.

Waktu

45 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media

Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 46

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai

dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 2: Menggali pemahaman tentang ketertinggalan

(Tanya jawab)

2. Ajak peserta mendiskusikan pertanyaan berikut (lihat Media Fasilitasi

2.1.1);

3. Rumuskan hasil diskusi (gunakan Media Fasilitasi 2.1.2);

4. Berikan penegasan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 47

Media Fasilitasi 2.1.1.

Diskusikan beberapa tema berikut dengan peserta:

1. Apakah peserta setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa Desa di

Indonesia kebanyakan tertinggal?

2. Kepada peserta yang menjawab setuju, tanyakan bukti-bukti kalau Desa tertinggal?

3. Kepada yang tidak setuju, tanyakan pertanyaan yang sama, apa buktinya kalau Desa

tidak tertinggal?

4. Mengapa banyak penduduk desa memilih meninggalkan Desa untuk pergi ke kota?

5. Apa yang dicari di kota?

6. Mengapa harus dicari di kota? Apakah di Desa benar-benar tidak ada?

7. Jika jawabannya Desa “tidak bisa…”, tanyakan mengapa Desa tidak bisa memenuhi

kebutuhan masyarakatnya?

Media Fasilitasi 2.1.2.

Susun dan tempatkan jawaban-jawaban peserta dalam rangkaian hubungan

sebab akibat, sehingga peserta bisa mengenali akar masalah atau faktor utama

yang menyebabkan Desa tertinggal. Tampilkan dalam contoh tabel berikut:

No. Isu Sebab Akibat

1. Ketertinggalan

2. Urbanisasi

3. Lapangan kerja di Desa

4. dll

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 48

SPB

2.2

Rencana Pembelajaran

UU Desa sebagai Cara

Pandang dan Sarana Menuju

Keberdayaan Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan perspektif yang mendasari UU Desa;

2. Menjelaskan pengertian azas rekognisi dan subsidiaritas;

3. Menjelaskan keterkaitan azas dengan hak asal usul dan kewenangan

lokal berskala Desa;

4. Menjelaskan hakikat Desa sebagai organisasi warga yang

berpemerintahan;

5. Menjelaskan Desa memiliki keleluasaan untuk mengatur dan

mengurus dirinya sendiri;

6. Menjelaskan keharusan mengelola Desa secara demokratis dan

inklusif;

7. Menjelaskan penyerahan hak Desa oleh negara (DD, ADD);

8. Menjelaskan Tri Matra Desa.

Waktu

90 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media

Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 49

Proses Penyajian

Kegiatan 3: Menyamakan Perspektif (Membaca Cepat dan

Dialog)

a. Desa Lama vs Desa Baru (25 Menit)

5. Minta Peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.1 (10 menit);

6. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.1 (15

menit);

7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;

8. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

b. Azas, Hak dan Kewenangan Lokal Desa (25 Menit)

9. Minta peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.2 (10 menit);

10. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.2 (15

menit);

11. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;

12. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

c. Tri Matra Pembangunan Desa (25 Menit)

13. Minta peserta membaca bahan bacaan BB 2.2.3 (10 menit);

14. Lakukan dialog atau tanya jawab. Gunakan Media Fasilitasi 2.2.3 (15

menit);

15. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan;

16. Berikan penegasan atas dialog tersebut.

Kegiatan 4: Penegasan (15 Menit)

17. Berikan penegasan tentang visi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014

tentang Desa. Gunakan slide (BB 2.2.4).

Kegiatan 5: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 50

Media Fasilitasi 2.2.1

Diskusikan dengan peserta:

1. Apa yang yang terjadi dengan desa di masa lalu?

2. Bagaimana pengaturan desa di masa lalu?

3. Mengapa lahir Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa?

4. Apa visi dan semangat baru yang dibawa oleh UU Desa?

5. Apa dan bagaimana perbedaan dan perubahan kebijakan dalam UU Desa jika

dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya?

Media Fasilitasi 2.2.2

1. Diskusikan dengan peserta:

Apa artinya hak asal-usul bagi desa?

Hak asal-usul desa meliputi apa saja?

2. Jelaskan bahwa hak asal-usul juga merupakan pengakuan atas keberadaan desa

sebagai komunitas (masyarakat) berpemerintahan (self governing community).

3. Jelaskan arti subsidiaritas sebagai azas otonomi atau pemberian kewenangan.

4. Jelaskan maksud subsidiaritas dalam kaitannya dengan kewenangan lokal berskala

desa (local self government).

5. Jelaskan mengapa ada redistritusi uang dari negara (DD, ADD) kepada Desa?

6. Selanjutnya, jelaskan mengapa harus mengelola Desa dengan cara demokratis dan

inklusif?

7. Jelaskan, seperti apa Desa yang demokratis dan inklusif tersebut?

Media Fasilitasi 2.2.3

Diskusikan dengan peserta:

1. Kedudukan Tri Matra Desa sebagai program unggulan Kementerian Desa dalam

implementasi UU Desa.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Jaring Komunitas Wiradesa atau “JAMU

DESA”?

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lumbung Ekonomi Desa atau “BUMI DESA”?

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Lingkar Budaya Desa atau “KARYA DESA”?

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 51

5. Pelatih dapat meminta peserta untuk membaca dengan cepat (speed/quick reading)

bahan bacaan yang telah disediakan tentang Visi dan Semangat Undang-Undang

Desa.

6. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengajukan pendapat.

7. Buatlah catatan penting dari hasil pembahasan.

8. Buatlah kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan.

9. Akhiri sesi belajar bersama UU Desa sebagai Cara Pandang dan Sarana Menuju

Keberdayaan Desa dengan mengingat ulang (review) poin-poin penting dalam

aktivitas 1, 2 dan 3.

Media Fasilitasi 2.2.4 (slide)

Unsur Desa Lama Desa Baru

Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No.

72/2005

UU No. 6/2014 tentang Desa

Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas

Tipe Desa Seragam, dan default Beragam: Desa dan Desa Adat

Kedudukan Pemerintahan yang berada

dalam sistem pemerintahan

kabupaten/kota (local state

government)

Pemerintahan masyarakat, hybrid

antara self governing community dan

local self government.

Kepala desa Sebagai kepanjangan tangan Sebagai pemimpin masyarakat

Posisi dan

peran

kabupaten/kota

Kabupaten/kota mempunyai

kewenangan yang besar dan

luas

Kabupaten/kota mempunyai

kewenangan yang terbatas

Delivery Target Mandat

Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi

proyek

Arena: Desa sebagai arena bagi

orang desa

Posisi dalam

pembangunan

Obyek Subyek

Model

pembangunan

Government driven

development & community

driven development

Village driven development

Pendekatan Imposisi dan mutilasi sektoral Fasilitasi, emansipasi dan konsolidasi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 52

BB 2.2.1

Unsur Desa Lama Desa Baru Dasar konstitusi UUD 1945 Pasal 18 ayat 7 UUD 1945 Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 18 ayat

7

Payung hukum UU No. 32/2004 dan PP No.

72/2005

UU No. 6/2014

Visi-misi Tidak ada Negara melindungi dan memberdayakan desa

agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan

demokratis sehingga dapat menciptakan

landasan yang kuat dalam melaksanakan

pemerintahan dan pembangunan menuju

masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera

Asas utama Desentralisasi-residualitas Rekognisi-subsidiaritas

Kedudukan Desa sebagai organisasi

pemerintahan yang berada

dalam sistem pemerintahan

kabupaten/kota (local state

government)

Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid

antara self governing community dan local self

government

Delivery

kewenangan

dan program

Target: pemerintah

menentukan target-target

kuantitatif dalam

memnangun desa

Mandat: negara memberi mandate

kewenangan, prakarsa dan pembangunan

Kewenangan Selain kewenangan asal

usul, menegaskan tentang

sebagian urusan

kabupaten/kota yang

diserahkan kepada desa

Kewenangan asal-usul (rekognisi) dan

kewenangan lokal berskala desa

(subsidiaritas).

Politik tempat Lokasi: Desa sebagai lokasi

proyek dari atas

Arena: Desa sebagai arena bagi orang desa

untuk menyelenggarakan pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan dan

kemasyarakatan

Posisi dalam

pembangunan

Obyek Subyek

Model

pembangunan

Government driven

development atau

community driven

development

Village driven development

Karakter politik Desa parokhial, dan desa

korporatis

Desa inklusif

Demokrasi

Demokrasi tidak menjadi

asas dan nilai, melainkan

menjadi instrumen.

Membentuk demokrasi

elitis dan mobilisasi

partisipasi

Demokrasi menjadi asas, nilai, sistem dan

tatakelola. Membentuk demokrasi inklusif,

deliberatif dan partisipatif

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 53

PB

2

Bahan Bacaan

Desa dan Visi UU Desa

BB 2.2.2

KERANGKA PIKIR UUDESA

A. Gambaran Umum

Perspektif dimaknai sebagai sikap dan keyakinan terhadap acuan dasar berpikir yang

kemudian membentuk cara pandang seseorang dalam memahami sebuah isu.

Perspektif itu kemudian menuntun dan mengarahkan tindakan. Dengan demikian,

ketepatan tindakan, khususnya dalam konteks pemandirian Desa, pemberdayaan

masyarakat, ditentukan oleh ketepatan perspektif berpikir para pelakunya.

Perspektif tentang (misalnya) kemiskinan yang dianut seseorang, jelas akan

menunjukkan sikap dan arah tindakan yang bersangkutan dalam upaya

memberdayakan masyarakat. Penganut perspektif Ekonomis akan melihat kemiskinan

sebagai persoalan modal, teknologi produksi, pasar….‟ Seorang Pemberdaya kemudian

menuntun masyarakat pada berbagai kegiatan untuk mengakses - meningkatkan

modal, keterampilan, bantuan mesin pengolah, dst. Sedangkan penganut perspektif

Hak, meyakini kemiskinan terjadi karena tidak terpenuhinya hak masyarakat untuk

hidup secara layak. Perspektif itu kemudian menuntun pelaku memasuki wilayah

„pemenuhuan kewajiban pemerintah‟ hal itu mengantarkan pada persoalan/isu tentang

tugas Negara, dan hubungan antara Negara dengan warga negaranya.

B. Perspektif UU No. 6 Tahun 2014

Bagaimana mengetahui atau memahami kerangka pikir yang mendasari konstruksi

Undang-Undang Desa? kerangka pikir itu tentu tidak dinyatakan secara naratif atau

langsung dapat terbaca dari pasal-demi pasal yang tertera dalam Undang-Undang

Desa, tetapi akan terbaca apabila si pembaca memiliki wawasan/informasi yang

memadai tentang “aliran pemikiran” atau teori berkenaan dengan isu-isu tertentu

terkait berbagai aspek penting tentang desa, baik dari segi sejarah, budaya, sosiologis,

politik, pemerintahan, maupun hukum.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 54

Terdapat empat cara pandang terhadap keberadaan desa, sebagimana dipaparkan di

bawah ini:

Cara pandang 1: memandang desa hanya sebagai wilayah administratif, yang kemudian

melahirkan desa birokratis, dengan cirikhas: pemerintah desa lemah dan masyarakat

juga lemah. Cara pandang ini terjadi juga dalam praktik, terbukti banyak desa di

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, yang tidak memiliki pemerintahan desa

yang kuat dan masyarakat yang kuat. Desa semacam ini tidak menghadirkan kepala

desa sebagai pemimpin lokal yang kuat, kecuali hanya sebagai pesuruh atau “mandor”

yang meenjalankan tugas-tugas administratif dari atas. Desa tidak memberikan

manfaat kepada warga secara hakiki, kecuali hanya memberikan pelayanan

administratif. Demikian juga dengan kondisi masyarakat yang tidak memiliki inisiatif

dan swadaya yang kuat, kecuali hanya tergantung pada bantuan dari pemerintah.

Cara pandang 2: memandang desa sebagai kepanjangan tangan negara, atau disebut

sebagai desa korporatis. Desa semacam ini menampilkan pemerintah desa, khususnya

kepala desa, yang kuat dalam melayani warga dan mengontrol masyarakat,

sebagaimana diterapkan oleh Orde Baru dengan UU No. 5/1979. Masyarakat sipil tidak

tumbuh di desa, sehingga melahirkan kepala desa yang dominatif dan otokratis tanpa

kontrol dari masyarakat.

Bagan: Tipologi cara pandang terhadap desa

Cara pandang 3: memandang desa sebagai persekutuan masyarakat (self governing

community). Ada dua aliran dalam cara pandang ini. Pertama, aliran komunitarian klasik

yang memuja komunitas (masyarakat adat), sebuah komunitas yang sangat kuat

memiliki ikatan komunal dan kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya lokal sebagai

property rights mereka. Termasuk memiliki demokrasi komunitarian, yakni demokrasi

yang menolak kebebasan individu dan lebih mengutamakan kebaikan bersama. Kedua,

aliran libertarian, yang memadang desa tidak perlu memiliki pemerintah desa yang

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 55

kuat, juga tidak perlu didukung dengan demokrasi perwakilan melalui Badan

Perwakilan Desa (BPD). Masyarakat, termasuk individu anggota masyarakat, menjadi

titik central perhatian cara pandang ini. Artinya setiap individu harus kuat, sadar akan

hak-haknya, dan kemudian membangun modal sosial (social capital) serta melakukan

aksi kolektif dalam wadah masyarakat untuk mencapai kehendak dan tujuan kolektif itu.

Cara pandang 4: memandang desa bukan sekadar kampung halaman, perkumpulan

komunitas, pemukiman penduduk atau wilayah administratif, tetapi sebagai entitas

seperti “Negara kecil”. Konsep “Negara Kecil” sengaja kami beri “tanda petik” karena

kami posisikan sebagai sebuah metafora yang bisa memudahkan pemahaman.

Metafora ini tentu serupa dengan Liefrinck van der Tuuk (1886-1887) yang membuat

metafora desa sebagai “republik kecil”, setelah dia melakukan penelitian di Buleleng

Bali Utara. Negara kecil bukanlah negara dalam negara, melainkan sebagai organisasi

lokal yang memiliki wilayah, kekuasaan, rakyat, sumberdaya (agraria, hutan, sungai, dan

sebagainya), livelihood, maupun budaya dan institusi (identitas, norma, nilai, aturan,

lembaga, aktor, dll). Desa sebagai negara kecil memiliki pemerintahan yang kuat

sekaligus masyarakat yang kuat. Sebagai negara kecil, desa mempunyai beberapa

makna penting:

1. Sebagai negara kecil desa berfungsi sebagai basis sosial, basis politik, basis

pemerintahan, basis ekonomi, basis budaya dan basis keamanan. Basis ini

merupakan fondasi. Jika fondasi negara kecil ini kuat maka bangunan besar atau

negara besar yang bernama NKRI akan menjadi lebih kokoh. Sebagai basis sosial,

desa merupakan tempat menyemai dan merawat modal sosial (kohesi sosial,

jembatan sosial, solidaritas sosial dan jaringan sosial) sehingga desa mampu

bertenaga secara sosial. Sebagai basis politik, desa menyediakan arena kontestasi

politik bagi kepemimpinan lokal, sekaligus arena representasi dan partisipasi warga

dalam pemerintahan dan pembangunan desa. Dengan kalimat lain, desa menjadi

arena bagi demokratisasi lokal yang paling kecil dan paling dekat dengan warga.

Sebagai basis pemerintahan, desa memiliki organisasi dan tatapemerintahan yang

mengelola kebijakan, perencanaan, keuangan dan layanan dasar yang bermanfaat

untuk warga. Sebagai basis ekonomi, desa sebenarnya mempunyai aset-aset

ekonomi (hutan, kebun, sawah, tambang, sungai, pasar, lumbung, perikanan darat,

kerajinan, wisata, dan sebagainya), yang bermanfaat untuk sumber-sumber

penghidupan bagi warga. Sudah banyak contoh yang memberi bukti-bukti tentang

identitas ekonomi yang memberikan penghidupan bagi warga: desa cengkeh, desa

kopi, desa vanili, desa keramik, desa genting, desa wisata, desa ikan, desa kakao,

desa mau, desa garam, dan lain-lain.

2. Desa sebagai negara kecil bukan hanya sekadar obyek penerima bantuan

pemerintah, tetapi sebagai subyek yang mampu melakukan emansipasi lokal (atau

otonomi dari dalam dan otonomi dari bawah) untuk mengembangkan asset-aset

lokal sebagai sumber penghidupan bersama.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 56

3. Desa memiliki property right atau mempunyai aset dan akses terhadap sumberdaya

lokal yang dimanfaatkan secara kolektif untuk kemakmuran bersama.

4. Desa mempunyai pemerintah desa yang kuat dan mampu menjadi penggerak

potensi lokal dan memberikan perlindungan secara langsung terhadap warga,

termasuk kaum marginal dan perempuan yang lemah.

5. Pemerintahan desa yang kuat bukan dimengerti dalam bentuk pemerintah dan

kapala desa yang otokratis (misalnya dengan masa jabatan yang terlalu lama),

tetapi lebih dalam bentuk pemerintahan desa yang mempunyai kewenangan dan

anggaran memadai, sekaligus mempunyai tatapemerintahan demokratis yang

dikontrol (check and balances) oleh institusi lokal seperti Badan Perwakilan Desa

dan masyarakat setempat.

6. Desa tidak hanya memiliki lembaga kemasyarakatan korporatis (bentukan negara),

tetapi juga memiliki organisasi masyarakat sipil.

7. Desa bermartabat secara budaya, yang memiliki identitas atau sistem social budaya

yang kuat, atau memiliki kearifan lokal yang kuat untuk mengelola masyarakat dan

sumberdaya lokal.

Pesan pokok Desa dalam UU No. 6 Tahun 2014, diletakkan dalam perspektif paduan

antara konsep self governing community dengan Negara kecil (Local Self Government),

dengan menekankan keberadaan Desa sebagai organisasi masyarakat yang

berpemerintahan, yaitu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.

Mengatur ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa membuat produk hukum

(Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa).

Mengurus ditunjukkan dengan hak dan kewenangan Desa untuk menyelenggarakan

segala urusan yang menjadi kewenangan lokal desa, yang dijabarkan pelaksanaannya

dalam empat bidang (penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan

masyarakat, dan pembinaan kemasyarakatan).

Dengan demikian, Desa menjadi paduan antara entitas masyarakat dan pemerintah. Hal

ini berbeda dengan praksis sebelumnya, baik dalam konteks penyelenggaraan

pemerintahan maupun pembangunan (misalnya melalui Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan) yang cenderung melihat dan memilah

masyarakat dengan pemerintah sebagai dua entitas yang berbeda.

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga merubah secara mendasar perspektif dan pola

hubungan antara Desa dengan Negara. Desa sebagai sebuah entitas diakui keberadaan

dan haknya, sebagaimana ditegaskan dalam azas Pengakuan/Rekognisi dan

Subsidiaritas, dan Desa memiliki hubungan langsung dengan Negara, sebagaimana

diwujudkan melalui Dana Desa.

Perspektif dan konstruksi yang demikian itu, diorientasikan untuk menguatkan

kapasitas Desa menuju Desa yang maju, mandiri, dan demokratis dengan bertumpu

pada nilai-nilai kegotongroyongan serta memulihkan kolektivisme/kebersamaan dan

kepemilikan kolektif atas asset strategis Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 57

C. Kebijakan Baru tentang Desa

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang selanjutnya,

menjadi sebuah titik awal harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan

kewenangan atas dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan

berdaulat secara politik sebagai fondasi demokrasi desa, serta berdaya secara ekonomi

dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan pembangunan

desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul kombinasi antara azas

rekognisi dan subsidiaritas sebagai azas utama yang menjadi jiwa dari undang-undang

ini.

Undang-Undang Desa yang didukung PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan PP No. 60

tentang, Dana Desa yang Bersumber dari APBN, telah memberikan pondasi dasar

terkait dengan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat 6 (enam)

kebijakan pokok yang mengatur tentang desa, yaitu:

1) Penambahan kewenangan desa yakni urusan yang menjadi kewenangan

kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.

2) Kepastian sumber keuangan desa, yakni: alokasi dana desa yang merupakan

bagian dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota paling sedikit

10% (sepuluh perseratus) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

3) Memperkuat makna demokrasi desa berdasarkan nilai musyawarah untuk mufakat

dalam penetapan kebijakan desa, yakni merubah nomenklatur “Badan Perwakilan

Desa” menjadi “Badan Permusyawaratan Desa”.

4) Memperkuat kedudukan Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa agar

tercipta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni: (a) melarang

Kepala Desa menjadi pengurus partai politik, (b) memastikan kedudukan keuangan

kepala desa, dan (c) Kepala Desa bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.

5) Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan administrasi pemerintahan

desa, Kepala Desa dibantu oleh Sekretariat Desa yang dipimpin Sekretaris Desa.

6) Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang

sudah ada dilakukan melalui Desa Persiapan.

D. Kewenangan Desa

Desa sebagai sebuah entitas pemerintahan otonom (otonomi asli) dijelaskan dalam

pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai kewenangan

dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

pembinaan Kemasyarakatan desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat. Selanjutnya dalam pasal 19

Kewenangan Desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan asal-usul; (b) kewenangan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 58

lokal berskala desa; kewenangan yang ditugaskan oeh Pemerintah Provinsi atau

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (d) kewenangan lainnya yang ditugaskanoleh

pemerintah, pemerintah daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat

mempunyai empat kewenangan, meliputi:

1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-

undangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang

sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;

2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh

untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundang-undangan

sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau

pemerintah daerah kabupaten/kota;

4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:

1) Sistem organisasi masyarakat desa;

2) Pembinaan kelembagaan masyarakat;

3) Pembinaan tanah kas Desa; dan

4) Pengembangan peran masyarakat desa.

Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas:

1) Pengelolaan tambatan perahu;

2) Pengelolaan pasar desa;

3) Pengelolaan tempat pemandian umum;

4) Pengelolaan jaringan irigasi;

5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat desa;

6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;

7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan belajar;

8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan;

9) Pengelolaan embung desa;

10) Pengelolaan air minum berskala desa; dan

11) Pembuatan jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 59

Pelaksanaan kewenangan lokal berkonsekwensi terhadap masuknya program

pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 Undang-Undang Desa menegaskan, bahwa

pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala

Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf [a] dan [b] Undang-Undang Desa)

diatur dan diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5):

“Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan

program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk

diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”.

Selain kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai

dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal.

Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang

diserahkan pengaturannya kepada Desa akan berimplikasi sebagai berikut:

(1) Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa, sehingga terjadi: 1) pergeseran

kewenangan dari pemerintahan kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2)

peningkatan volume perumusan peraturan perundang-undangan di desa berupa

Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa.

(2) Adanya pembiayaan yang diberikan Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka

pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran

anggaran dari pos perangkat daerah kepada pos pemerintahan desa, dan 2)

adanya program pembangunan yang bisa mengatasi kebutuhan masyarakat Desa

dalam skala desa.

(3) Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan desa dalam mengembangkan aspek

budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di wilayahnya sesuai ruang lingkup

kewenangan yang diserahkan.

(4) Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh Pemerintah Desa sesuai

kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh pemangku kepentingan

(Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan Masyarakat Desa)

dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan semakin lebih

maksimal.

(5) Bila semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan

semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan

program pemerintah.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 60

PB

2

Bahan Bacaan

Desa dan Visi UU Desa

BB 2.2.3

MATRA PEMBANGUNAN DESA

Upaya pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa hendak dikuatkan dengan

menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi halangan utama bagi kemajuan dan

kemandirian Desa. Di sisi lain, upaya tersebut juga diharapkan mampu dikembangkan

sebagai daya lenting bagi peningkatan kesejahteraan kehidupan Desa. Teknokratisme

Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdiri di atas tiga matra.

Pertama, Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa). Matra ini diarahkan untuk

mengarusutamakan penguatan kapabilitas manusia sebagai inti pembangunan desa

sehingga mereka menjadi subyek berdaulat atas pilihan-pilihan yang diambil. Kedua,

Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa). Matra ini mendorong muncul dan

berkembangnya geliat ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan

partisipan gerakan ekonomi di desa. Ketiga, Lingkar Budaya Desa (Karya Desa).

Matra ini mempromosikan pembangunan yang meletakkan partisipasi warga dan

komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain.

1) Jaring Komunitas Wiradesa (Jamu Desa)

Matra ini bertujuan untuk memperkuat kualitas manusia dengan memperbanyak

kesempatan dan pilihan dalam upayanya menegakkan hak dan martabat. Memajukan

kesejahteraan, baik sebagai individu, keluarga maupun kolektif warga Desa. Masalah

yang dihadapi saat ini adalah perampasan daya manusia warga Desa itu yang

ternyatakan pada situasi ketidakberdayaan, kemiskinan dan bahkan marjinalisasi. Fakta

ketidakberdayaan itu kini telah berkembang menjadi sebab, aspek dan sekaligus

dampak yang menghalangi manusia warga Desa hidup bermartabat dan sejahtera.

Kemiskinan berkembang dalam sifatnya yang multidimensi dan cenderung melanggar

hak asasi. Situasi ini diperburuk dengan dengan adanya ketiadaan akses terhadap

kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, maupun informasi. Sehingga

kehidupan masyarakat miskin di perdesaan dirasa semakin marjinal. Di sini, matra

Jaring Komunitas Wiradesa menjadi dasar dilakukannya tindakan yang mampu

mendorong ekspansi kapabilitas dengan memperkuat daya pada berbagai aspek

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 61

kehidupan manusia warga Desa yang menjangkau aspek nilai dan moral, serta

pengetahuan lokal Desa. Penguatan kapabilitas dilakukan dalam rangka peningkatan

stok pengetahuan masyarakat desa, baik melalui pendidikan formal di sekolah maupun

pendidikan diluar sekolah (non formal). Melalui penciptaan komunitas belajar dan

balai-balai rakyat sebagai media pencerahan dengan basis karakteristik sosial dan

budaya setempat. Tidak hanya sekedar menambah pengetahuan dan keterampilan,

peningkatan kapabilitas masyarakat desa merupakan modal penting dari tegaknya

harkat dan martabat masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk mengontrol

jalannya kegiatan ekonomi dan politik.

2) Lumbung Ekonomi Desa (Bumi Desa).

Matra kedua dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ini merupakan

suatu ikhtiar untuk mengoptimalisasikan sumberdaya di desa dalam rangka

mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Konsep Lumbung

Ekonomi Desa merupakan pengejawantahan amanat konstitusi sebagaimana yang

tertuang dalam pasal 33 UUD 1945. Yaitu amanat untuk melakukan pengorganisasian

kegiatan ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan, penguasaan negara atas cabang-

cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak, serta penggunaan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lumbung Ekonomi Desa diarahkan untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan

untuk mewujudkan kedaulatan pangan, ketahanan energi dan kemandirian ekonomi

desa. Sebagai basis kegiatan pertanian dan perikanan, desa diharapkan mampu

memenuhi kebutuhan pangan di wilayahnya sendiri dan di wilayah lain, tanpa

melupakan penumbuhan aktivitas ekonomi produktif di sektor hilir. Optimalisasi

sumberdaya desa juga mesti tercermin dalam kesanggupan desa memenuhi kebutuhan

energi yang juga merupakan kebutuhan pokok masyarakat desa. Kemandirian ekonomi

desa tercermin dari berjalannya aktivitas ekonomi yang dinamis dan menghasilkan

penciptaan lapangan kerja secara berkelanjutan di perdesaan. Termasuk mendorong

kemampuan masyarakat desa mengorganisir sumber daya finansial di desa melalui

sistem bagi hasil guna mendukung berlangsungnya kegiatan ekonomi yang

berkeadilan.

Aktor utama Lumbung Ekonomi Desa dititikberatkan pada komunitas, tanpa

mengesampingkan peran individu sebagai aktor penting kegiatan ekonomi desa. Hal

ini berarti bahwa kegiatan ekonomi di desa utamanya mesti dijalankan secara kolektif

berdasarkan prinsip gotong royong yang menjadi ciri khas sosio-kultural masyarakat

Indonesia pada umumnya, dan masyarakat desa pada khususnya. Dari aspek ini,

organisasi ekonomi di desa berperan penting dalam memikul beban untuk

menggerakkan aktivitas ekonomi di desa yang memiliki semangat kolektivitas,

pemerataan, dan solidaritas sosial. Organisasi ekonomi itu dapat berupa koperasi,

Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), lembaga keuangan mikro, usaha bersama, atau

yang lainnya. Selain itu dan tidak kalang pentingnya, lembaga-lembaga ekonomi ini

haruslah memiliki kecakapan dan keterbukaan dalam menjalankan usaha

perekonomian di desa. Dalam konteks pelaksanaan UU Desa misalnya, pembentukan

BUMDesa yang kuat mensyaratkan pengelolaan oleh orang-orang Desa yang teruji

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 62

secara nilai dan moral, serta memiliki modal sosial yang kuat, serta mampu

mengembangkan kreasi dan daya untuk menjangkau modal, jaringan dan informasi.

Pokok soal yang utama adalah membekali masyarakat dengan aset produktif yang

memadai sehingga akses terhadap sumber daya ekonomi menjadi lebih besar. Sumber

daya ekonomi harus sedapat mungkin ditahan di desa dan hanya keluar melalui proses

penciptaan nilai tambah. Di sinilah letak pentingnya intervensi inovasi dan adopsi

teknologi serta dukungan sarana dan prasarana agar proses penciptaan nilai tambah

dari kegiatan ekonomi di desa berjalan secara baik. Paradigma lama yang

menempatkan desa sebagai pusat eksploitasi sumberdaya alam dan tenaga tenaga

kerja tidak terampil (unskill labour) telah menyebabkan terus meluasnya persoalan

bangsa, mulai dari: tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, tersingkirnya

pengetahuan dan kearifan lokal warga, terabaikannya peran strategis perempuan,

rendahnya daya saing, hingga meluasnya kerusakan lingkungan. Desa harus menjadi

sentra inovasi, baik secara sosial, ekonomi, dan teknologi. Inovasi secara sosial

dimaksudkan untuk meningkatkan soliditas dan solidaritas antarwarga dengan

memegang kuat nilai-nilai dan budaya luhur di masing-masing desa. Inovasi secara

sosial ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya-lenting warga (resilience)

dalam menghadapi berbagai tantangan di depan. Inovasi secara ekonomi dimaksudkan

untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas warga untuk menggeser model ekonomi

eksploitatif ke arah ekonomi inovatif yang alat ukur keberhasilannya diantaranya:

terbukanya lapangan pekerjaan di desa, meningkatnya nilai tambah produk, serta

berkurang tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Sedang

inovasi secara teknologi adalah sebuah kesadaran untuk mengembangkan teknologi

tepat guna berbasis sumberdaya alam lokal, teknologi lokal, dan sumberdaya manusia

lokal.

3) Lingkar Budaya Desa (Karya Desa)

Matra ini merupakan suatu proses pembangunan desa sebagai bagian dari kerja

budaya (kolektivisme) yang memiliki semangat kebersamaan, persaudaraan dan

kesadaran melakukan perubahan bersama dengan pondasi nilai, norma dan spirit yang

tertanam di desa. Matra ketiga ini mensyaratkan adanya promosi pembangunan yang

meletakkan partisipasi warga dan komunitas sebagai akar gerakan sosial, ekonomi,

budaya dan lain-lain. Gerakan pembangunan Desa tidaklah tergantung pada inisiatif

orang perorang, tidak juga tergantung pada insentif material (ekonomi), tetapi lebih

dari itu semua adalah soal panggilan kultural. Berdasar Lingkar Budaya Desa, gerakan

pembangunan Desa haruslah dilakukan karena kolektivisme, yang di dalamnya terdapat

kebersamaan, persaudaraan, solidaritas, dan kesadaran untuk melakukan perubahan

secara bersama. Dana Desa dalam konteks memperkuat pembangunan dan

pemberdayaan Desa misalnya, harus dipahami agar tidak menjadi bentuk

ketergantungan baru. Ketiadaan Dana Desa tidak boleh dimaknai tidak terjadi

pembangunan. Karenanya Dana Desa haruslah menghasilkan kemajuan, bukan

kemunduran. Maka, pembangunan Desa dimaknai sebagai kerja budaya dengan norma

dan moral sebagai pondasinya, sebagai code of conduct, dan dengan begitu perilaku

ekonomi dalam kehidupan Desa akan mampu menegakkan martabat dan

mensejahterahkan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 63

Tiga Matra pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa tersebut di atas

memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Komitmen untuk menjalankan program dan

kegiatan di dalam lingkungan Ditjen PPMD dengan menggunakan pendekatan

(metode) ini, diharapkan dapat melipatgandakan kemampuan mencapai target dan

menghasilkan dampak yang bisa dipertahankan (sustained impact) untuk kemajuan dan

kesejahteraan Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 64

Pokok Bahasan 3

TATA KELOLA DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 65

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 66

SPB

3.1

Rencana Pembelajaran

Kelembagaan dalam Tata

Kelola Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa;

2. Menjelaskan pelaku-pelaku dalam pemerintahan Desa;

3. Menjelaskan kelompok pelaku strategis dalam masyarakat;

4. Menjelaskan hubungan antar pelaku kunci.

Waktu

60 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media

Lembar Kerja dan Media Tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 67

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai

dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 2: Mengidentifikasi pemangku kepentingan (Diskusi

kelompok

2. Bagilah peserta menjadi 4 kelompok;

3. Minta setiap kelompok berdiskusi. Gunakan Lembar Kerja 3.1.1 (20

menit);

4. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya (10

menit);

5. Minta kelompok yang lain mengkritisi dan melengkapi (20 menit);

6. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi 3.1.1 (10 menit).

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 68

Lembar Kerja 3.1.1

Diskusikan beberapa pertanyaan berikut:

1. Siapa saja pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa?

2. Apa saja peran pemangku kepentingan dalam tata kelola Desa sebagaimana UU

Desa?

3. Siapa saja kelompok-kelompok strategis di Desa?

4. Bagaimana pola hubungan antara lembaga/pemangku kepentingan/kelompok di

Desa? (Relasi Pemerintah Desa-Badan Permusyawaratan Desa)

Media Fasilitasi 3.1.1

Pelaku

Peran Hubungan Pemerintah

Desa Masyarakat BPD

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 69

SPB

3.2

Rencana Pembelajaran

Musyawarah Desa sebagai

Basis Tata Kelola dan

Penggerak Demokratisasi

Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan hakikat Musyawarah Desa;

2. Menjelaskan penyelenggaraan Musyawarah Desa;

3. Menjelaskan cakupan materi yang harus dibahas dalam Musyawarah

Desa;

4. Menjelaskan tentang peserta Musyawarah Desa;

5. Menjelaskan kedaulatan peserta Musyawarah Desa;

6. Menjelaskan pengambilan keputusan dalam Musyawarah Desa.

Waktu

60 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media

Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 70

Proses Penyajian

Kegiatan 3: Pembukaan

7. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai

dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 4: Musyawarah Desa (Penugasan perorangan)

8. Minta setiap peserta mengisi lembar kerja (Lembar Kerja 3.2.1);

9. Minta beberapa peserta menyampaikan pengalaman mengikuti

Musyawarah Desa;

10. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 3.2.1).

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 71

Lembar Kerja 3.2.1

No. Pertanyaan Uraian 1. Apa hakikat Musyawarah Desa?

2. Siapa saja peserta Musyawarah

Desa?

3. Bagaimana proses penyelenggaraan

Musyawarah Desa?

4. Apa saja materi yang dibahas dalam

Musyawarah Desa?

5. Sejauh ini apakah peserta

Musyawarah Desa berdaulat dalam

mengemukan pendapatnya?

6. Bagaimana mekanisme pengambilan

keputusan dalam Musyawarah Desa?

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 72

SPB

3.3

Rencana Pembelajaran

Prinsip-Prinsip Tata Kelola

Desa

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan prinsip-prinsip tata kelola Desa (partisipatif,

transparansi, dan akuntabilitas);

2. Menjelaskan pengertian prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan

akuntabilitas;

3. Menjelaskan cara mewujudkan prinsip-prinsip partisipatif,

transparansi dan akuntabilitas.

Waktu

60 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok, Penugasan Perorangan dan Presentasi

Media

Bahan Bacaan dan Lembar Tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 73

Proses Penyajian

Kegiatan 5: Pembukaan

11. Bukalah pertemuan dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai

dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 6: Identifikasi Prinsip (Curah Pendapat)

12. Bagikan metaplan kepada setiap peserta;

13. Minta setiap peserta menuliskan prinsip-prinsip tata kelola Desa;

14. Sepakati prinsip-prinsip tata kelola Desa.

Kegiatan 7: Memahami Prinsip-prinsip (Kerja Kelompok)

15. Bagi peserta menjadi 4 kelompok;

16. Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja 3.3.1;

17. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan

minta kelompok yang lain mengkritisi serta melengkapi;

18. Berikan penegasan. Gunakan Media Fasilitasi 3.3.1.

Kegiatan 8: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 74

Lembar Kerja 3.3.1

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa

(Lembar Kerja Kelompok)

No. Pertanyaan Uraian 1. Apa yang dimaksud dengan

partisipatif?

2. Apa yang dimaksud dengan

transparansi?

3. Apa yang dimaksud dengan

akuntabilitas?

4. Bagaimana mewujudkan prinsip-

prinsip partisipatif, transparansi, dan

akuntabilitas di Desa?

5. Kendala apa saja yang dihadapi

dalam mewujudkan prinsip-prinsip

partisipatif, transparansi dan

akuntabilitas di Desa?

Media Fasilitasi 3.3.1

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Desa

Asas Perwujudannya Mengapa Penting? Transparan Memudahkan akses publik

terhadap informasi

Penyebartahuan informasi

terkait Pengelolaan Keuangan

Desa

Memenuhi hak masyarakat

Menghindari konflik

Akuntabel Laporan Pertanggungjawaban

Informasi kepada publik

Mendapatkan legitimasi

masyarakat

Mendpatkan kepercayaan

publik

Partisipatif Keterlibatan efektif

masyarakat

Membuka ruang bagi peran

serta masyarakat

Memenuhi hak masyarakat

Menumbuhkan rasa memiliki

Meningatkan keswadayaan

masyarakat

Tertib dan

Disiplin

Anggaran

Taat hokum

Tepat waktu, tepat jumlah

Sesuai prosedur

Menghindari penyimpangan

Meningkatkan prefesionalitas

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 75

PB

3

Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 1

MUSYAWARAH DESA

PENGERTIAN MUSYAWARAH DESA

Istilah musyawarah berasal dari kata syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang

berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah lain

dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal

dengan sebutan “syuro”, “rembug desa”, “kerapatan nagari” bahkan “demokrasi”. Kata

Musyawarah menurut bahasa berarti "berunding" dan "berembuk". Pengertian

musyarawarah menurut istilah adalah perundingan bersama antara dua orang atau

lebih untuk mendapatkan keputusan yang terbaik. Musyawarah adalah pengambilan

keputusan bersama yang telah disepakati dalam memecahkan suatu masalah. Cara

pengambilan keputusan bersama dibuat apabila keputusan tersebut menyangkut

kepentingan orang banyak atau masyarakat luas.

Di bawah ini dirangkum beberapa pengertian musyawarah dari berbagai pandangan

ahli dan literatur, diantaranya:

1. Musyawarah adalah suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk

memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan

bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut

urusan keduniawian.

2. Musyawarah merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang

untuk membahas suatu masalah dengan tujuan agar mendapatkan solusi.

Musyawarah merupakan sebuah sistem pengambilan keputusan yang

melibatkan dua orang atau lebih dengan menyajikan kepentingankepentingan

sehingga dapat tercipta suatu keputusan yang disepakati bersama.

3. Musyawarah merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memecahkan

suatu masalah atau persoalan atau dengan kata lain sebuah upaya untuk

mencari jalan keluar guna mengambil keputusan bersama dalam menyelesaikan

suatu masalah yang melibatkan dua orang atau lebih.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 76

4. Musyawarah adalah pembahasan untuk menyatukan pendapat dalam

penyelesaian suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Musyawarah merupakan membicarakan dan menyelesaikan bersama suatu

persoalan dan maksud untuk mencapai kata mufakat atau kesepakatan.

Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil

keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa

sebagai bagian dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan

Musyawarah Desa yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa.

Dengan demikian, perhatian khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian

integral terhadap kerangka kerja demokratisasi Desa. Dalam Undang-Undang No. 6

Tahun 2014 tentang Desa mendefinisikan musyawarah Desa atau yang disebut dengan

nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat

yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang

bersifat strategis.

DASAR PEMIKIRAN MUSYAWARAH DESA

Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi deliberatif yang berbasis

desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi masyarakat lokal Indonesia.

Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup dan dikenal di

tengahtengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang ada di Jawa.

Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan setiap aspirasi

dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi dan

memperkecil munculnya konflik di masyarakat.

Beberapa pembelajaran dari pelaksanaan musyawarah dibeberapa tempat seperti

Kerapatan Adat Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok,

Kombongan di Toraja, Paruman di Bali. Menunjukkan tradisi musyawarah masa lalu

cenderung elitis, bias gender dan tidak melibatkan kaum miskin dan kelompk rentan

lainnya. Dasar pemikiran perlunya sebuah musyawarah desa, diantaranya:

(1) Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa bangsa

Indonesia mengedepankan hikmah dan kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/ perwakilan;

(2) Pengambilan keputusan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan bersama;

(3) Cara mengemukakan pendapat harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani,

serta selalu mengutamakan persatuan dan kekeluargaan;

(4) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan;

(5) Keputusan yang telah diambil harus dilaksanakan secara jujur dan

bertanggung jawab oleh semua pemangku kepentingan.

TUJUAN MUSWARAH DESA

Musyawarah desa dilaksanakan untuk membuka kebekuan atau kesulitan dalam

pengambilan keputusan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 77

melihat sebuah persoalan pembangunan dari berbagai sudut pandang. Melalui

musyawarah desa, keputusan yang dihasilkan sesuai dengan standar dan persepsi

seluruh peserta. Keputusan yang diperoleh dengan musyawarah akan lebih berbobot

karena di dalamnya terdapat pendapat, pemikiran dan ilmu dari para peserta.

Musyawarah desa dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama sehingga

keputusan yang akhirnya diambil bisa diterima dan dijalankan oleh semua peserta

dengan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian, pemaksanaan desa sebagai self

governing community (SGC) direpresentasikan oleh Musyawarah Desa.

PRINSIP-PRINSIP MUSWARAH DESA

Partisipatif. Partisipasi berarti keikutsertaan masyarakat Desa dalam setiap kegiatan

dan pengambilan keputusan strategis Desa. Partisipasi dilaksanakan tanpa memandang

perbedaan gender (laki-laki/perempuan), tingkat ekonomi (miskin/kaya), status sosial

(tokoh/orang biasa), dan seterusnya. Dalam Musyawarah Desa, pelaksanaan partisipasi

tersebut dijamin sampai dalam tingkat yang sangat teknis. Dalam Pasal 3 ayat (3) huruf

e Permendesa PDTT No. 2 Tahun 2015, diatur bahwa setip unsur masyarakat berhak

“menerima pengayoman dan perlindungan dari gangguan, ancaman dan tekanan

selama berlangsungnya musyawarah Desa” (Pasal 3 ayat (3) huruf e Permendesa PDTT

No. 2 tahun 2015).

Demokratis. Setiap warga masyarakat berhak untuk terlibat dalam proses pengambilan

keputusan Musyawarah Desa. Masyarakat diberikan kesempatan sesuai hak dan

kewajibannya untuk menyatakan pandangan, gagasan, pendapat dan sarannya terkait

pembahasan hal-hal yang bersifat startegis di desa. Musyawarah desa merupakan

representasi keterwakilan masyarakat dalam penentuan kebijakan pembangunan di

desa. Musyawarah mendorong kerjasama, kolektivitas, kelembagaan dan hubungan

sosial yang lebih harmonis.

Transparan. Proses Musyawarah Desa berlangsung sebagai kegiatan yang berlangsung

demi kepentingan masyarakat Desa. Sebab itu masyarakat Desa harus mengetahui apa

yang tengah berlangsung dalam proses pengambilan keputusan di desa. Prinsip

transparan berarti tidak ada yang disembunyikan dari masyarakat Desa, kemudahan

dalam mengakses informasi, memberikan informasi secara benar dan baik dalam hal

materi permusyawaratan.

Akuntabel. Dalam setiap tahapan kegiatan Musyawarah Desa yang dilaksanakan harus

dikelola secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau

pemangku kepentingan baik secara moral, teknis, administratif dan sesuai dengan

peraturan dan ketentuan yang berlaku atau yang disepakati bersama oleh masyarakat,

pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Hak masyarakat dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa diantaranya mendapatkan

informasi secara lengkap dan benar tentang hal-hal bersifat strategis, pengawasan dan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 78

perlakuan yang sama dalam menyampaikan aspirasi. Kewajiban masyarakat mendorong

swadaya gotong-royong dalam penyusunan kebijakan publik melalui Musyawarah

Desa. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram selama proses

berlangsungnya Musyawarah Desa. Melaksanakan komitmen hasil dari musyawarah.

Secara ringkas dapat digambarkan pada bagan berikut:

a. Karakteristik Musyawarah Desa

Musyawarah Desa mempunyai empat karakteristik, yaitu: Pertama, Musyawarah

Desa sebagai wadah demokrasi asosiatif. Artinya seluruh elemen desa merupakan

asosiasi yang berdasar pada asas kebersamaan, kekeluargaan dan gotongroyong.

Mereka membangun aksi kolektif untuk kepentingan desa. Kekuatan asosiatif ini

juga bisa hadir sebagai masyarakat sipil yang berhadapan dengan negara dan

modal. Kedua, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi inklusif atau demokrasi

untuk semua. Berbagai elemen desa tanpa membedakan agama, suku, aliran,

golongan, kelompok maupun kelas duduk bersama dalam pembahasan hal-hal

startegis di desa.

Ketiga, Musyawarah Desa sebagai wadah demokrasi deliberatif. Artinya

Musyawarah Desa menjadi tempat untuk tukar informasi, komunikasi, diskusi atau

musyawarah untuk mufakat mencari kebaikan bersama. Keempat, Musyawarah

Desa mempunyai fungsi demokrasi protektif. Artinya Musyawarah Desa dapat

menyeimbangkan kedudukan desa dari intervensi negara, modal atau pihak lain

yang merugikan desa dan masyarakat.

b. Manfaat Musyawarah Desa

Berikut diuraikan beberapa manfaat musyawarah desa, diantaranya:

1. Melatih untuk menyuarakan pendapat (ide)

Setiap orang pasti memiliki ide atau gagasan yang dapat diungkapkan dalam

memecahkan suatu permasalahan yang sedang dibahas. Dengan mengikuti

musyawarah, seseorang diberikan ruang untuk melatih mengutarakan pendapat

yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jalan

keluar.

2. Masalah dapat segera terpecahkan

Musyawarah merupakan cara yang umum digunakan untuk memecahkan masalah

yang dihadapi. Melalui musyawarah diperoleh beberapa alternatif dalam

menyelesai-kan suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan bersama.

Pendapat yang berbeda dari orang lain mungkin akan lebih baik dari pendapat kita

sendiri. Oleh karena itu. sangat penting untuk mengadakan dengar pendapat

dengan orang lain.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 79

3. Keputusan yang diambil memiliki nilai keadilan

Musyawarah Desa merupakan proses dengar pendapat yang nantinya keputusan

yang diambil adalah merupakan kesepakatan bersama antar sesama peserta.

Kesepakatan yang diambil tentunya tidak mengandung unsur paksaan di

dalamnya. Sehingga semua peserta dapat melaksanakan hasil keputusan tersebut

dengan penuh tanggung jawab dan tanpa ada unsur pemaksaan.

4. Hasil keputusan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak

Keputusan yang diambil dalam suatu Musyawarah Desa tidak boleh merugikan

salah satu pihak atau peserta dalam musyawarah. Agar nantinya hasil yang

diputuskan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh peserta dengan

penuh keikhlasan.

5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda

Dalam sebuah Musyawarah Desa tentu akan ditemui beberapa pendapat yang

berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah yang menyangkut kepentingan

bersama. Disitulah letak keindahan dari musyawarah. Nantinya pendapat-pendapat

tersebut akan di kumpulkan dan ditelaah secara bersama-sama baik dan buruknya,

sehingga diakhir Musyawarah Desa akan terpilih satu dari sekian pendapat yang

berbeda tersebut, sebagai hasil keputusan bersama yang diambil untuk

menyelesaikan masalah yang sedang terjadi yang tentunya menyangkut

kepentingan bersama.

6. Adanya kebersamaan

Dalam Musyawarah Desa, setiap orang bisa bertemu dengan beberapa karakter

yang berbeda dari peserta. Di dalamnya bisa bersilaturahmi dan mempererat

hubungan tali persaudaraan antar sesama peserta.

7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar

Hasil keputusan akhir yang diambil dalam Musyawarah Desa merupakan keputusan

seluruh pemangku kepentingan bukan menjadi milik elit atau kelompok saja.

Keptutusan Musyawarah Desa bersifat final, benar, sah dan mengikat. Hasil

keputusan itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pesertanya.

8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan

Melalui mekanisme Musyawarah Desa yang benar dapat menemukan kebenaran

atas pangkal masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Seluruh elemen

masyarakat yang hadir bisa mendengarkan berbagai penjelasan dari peserta

lainnya, yang nantinya akan menghindarkan dari berprasangka atau menduga-

duga.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 80

9. Menghindari celaan

Dengan penyelenggaraan Musyawarah Desa, tentunya setiap pemangku

kepentingan akan terhindar dari berbagai macam anggapan dan celaan orang lain.

10. Menciptakan stabilitas emosi

Secara psikologis Musyawarah Desa dapat memberikan bantuan mempermudah

pengendalian diri bagi pihak-pihak yang berkepentingan serta menemukan

pendapat yang berbeda dari berbagai pihak. Dengan demikian melatih masyarakat

untuk mampu menahan emosi dengan menghargai setiap pendapat yang telah

disampaikan peserta. Pertemuan atau musyawarah dapat membangun stabilitas

emosi yang baik antar sesama komponen masyarakat.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 81

PB

3

Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 2

TATA TERTIB MUSYAWARAH DESA

Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 80 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Desa dan DTT No 2

Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan

Keputusan Musyawarah Desa. Dalam peraturan ini diatur mekanisme Musyawarah Desa

yang akan memandu seluruh pemangku kepentingan dalam menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi melalui musyawarah dan kesepakatan bersama. Beberapa

unsur-unsur pokok yang perlu diperhatikan dalam Musyawarah Desa, yaitu peserta,

undangan dan pendamping. Digambarkan sebagai berikut:

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 82

Pimpinan Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar permusyawaratan Desa berjalan sesuai

dengan ketentuan dalam peraturan tentang Tata Tertib Musyawarah Desa. Berikut

beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pimpinan Musayawarah:

(1) Pimpinan Musyawarah Desa hanya berbicara selaku pimpinan musyawarah

untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk

persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok

persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan peserta musyawarah;

(2) Jika Pimpinan Musyawarah Desa hendak berbicara selaku peserta musyawarah,

untuk sementara pimpinan musyawarah diserahkan kepada wakil ketua atau

anggota Badan Permusyawaratan Desa;

(3) Pimpinan yang hendak berbicara selaku peserta Musyawarah Desa disarankan

untuk berpindah dari tempat pimpinan ke tempat peserta musyawarah;

(4) Pimpinan Musyawarah Desa dapat memperpanjang dan menentukan lamanya

perpanjangan waktu peserta yang berbicara;

(5) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan dan meminta peserta yang

berbicara untuk mengakhiri pembicaraan apabila melampaui batas waktu yang

telah ditentukan;

(6) Pimpinan Musyawarah Desa tidak dapat memberikan kesempatan kepada

peserta musyawarah yang melakukan interupsi untuk meminta penjelasan

tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai hal stratgeis yang sedang

dibicarakan;

(7) Peserta musyawarah yang sependapat dan/atau berkeberatan dengan

pendapat pembicara yang sedang menyampaikan aspirasinya dapat

mengajukan setelah diberi kesempatan oleh pimpinan Musyawarah Desa.

(8) Pimpinan Musyawarah Desa harus memberikan kesempatan berbicara kepada

pihak yang sependapat maupun pihak yang berkeberatan;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 83

(9) Peserta Musyawarah Desa tidak boleh diganggu selama berbicara

menyampaikan aspirasi.

Pendamping Desa

Pimpinan Musyawarah Desa dapat meminta pendamping Desa yang berasal dari

satuan kerja prangkat daerah kabupaten/kota, pendamping profesional dan/atau pihak

ketiga untuk membantu memfasilitasi jalannya Musyawarah Desa.

Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan

sebuah kebijakan publik terkait hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.

Pendamping Desa melakukan tugas sebagai berikut:

(1) Memberikan informasi yang benar dan lengkap tentang pokok pembicaraan;

(2) Mengklarifikasi arah pembicaraan dalam musyawarah desa yang sudah

menyimpang dari pokok pembicaraan;

(3) Membantu mencarikan jalan keluar; dan

(4) Mencegah terjadinya konflik dan pertentangan antarpeserta yang dapat

berakibat pada tindakan melawan hukum.

Undangan, Peninjau dan Wartawan

Undangan Musyawarah Desa terdiri dari:

(1) Mereka yang bukan warga Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas

undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa; dan

(2) Anggota masyarakat Desa yang hadir dalam Musyawarah Desa atas undangan

tidak resmi tetapi tidak mendaftar diri kepada panitia.

Undangan dapat berbicara dalam Musyawarah Desa atas persetujuan pimpinan

Musyawarah Desa, tetapi tidak mempunyai hak suara dalam pengambilan keputusan

Musyawarah Desa. Undangan disediakan tempat tersendiri. Undangan harus menaati

tata tertib Musyawarah Desa.

Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Musyawarah Desa tanpa

undangan Ketua Badan Permusyawaratan Desa. Beberapa ketentuan yang perlu

diperhatikan sebagai peninjau Musyawarah Desa, diantaranya:

(1) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara, hak bicara, dan tidak

boleh menyatakan sesuatu, baik dengan perkataan maupun perbuatan;

(2) Peninjau dan wartawan mendaftarkan kehadiran dalam Musyawarah Desa

melalui panitia Musyawarah Desa;

(3) Peninjau dan wartawan membawa bukti pendaftaran kehadiran dalam

Musyawarah Desa;

(4) Peninjau menempati tempat yang sama dengan undangan;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 84

(5) Wartawan menempati tempat yang disediakan. Peninjau dan wartawan harus

menaati tata tertib Musyawarah Desa.

Pengaturan Pembicaraan

Pembicara dalam mengajukan aspirasinya tidak boleh menyimpang dari pokok

pembicaraan tentang hal yang bersifat strategis. Apabila peserta menurut pendapat

pimpinan Musyawarah Desa menyimpang dari pokok pembicaraan, kepada yang

bersangkutan oleh pimpinan Musyawarah Desa diberi peringatan dan diminta supaya

pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.

(1) Pimpinan Musyawarah Desa memperingatkan pembicara yang menggunakan

kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban

acara musyawarah, atau menganjurkan peserta lain untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

(2) Pimpinan Musyawarah Desa meminta agar yang bersangkutan menghentikan

perbuatan dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik

kembali kata yang tidak layak dan menghentikan perbuatannya.

(3) Dalam hal pembicara memenuhi permintaan pimpinan Musyawarah Desa, kata

yang tidak layak dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam

risalah atau catatan Musyawarah Desa. Dalam hal pembicara tidak memenuhi,

pimpinan Musyawarah Desa melarang pembicara meneruskan pembicaraan

dan perbuatannya.

(4) Dalam hal larangan masih juga tidak diindahkan oleh pembicara, pimpinan

Musyawarah Desa meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan

Musyawarah Desa. Bila tidak mengindahkan permintaan, pembicara tersebut

dikeluarkan dengan paksa dari ruang Musyawarah Desa atas perintah

pimpinan Musyawarah Desa.

Pelanggaran Tata Tertib Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa menjaga agar ketentuan tata tertib musyawarah tetap

dipatuhi oleh undangan, peninjau dan wartawan. Pimpinan Musyawarah Desa dapat

meminta agar undangan, peninjau, dan/atau wartawan yang mengganggu ketertiban

Musyawarah Desa meninggalkan ruang musyawarah dan apabila permintaan itu tidak

diindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang musyawarah atas

perintah pimpinan Musyawarah Desa.

Menutup dan Menunda Musyawarah

Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda acara musyawarah apabila

terjadi peristiwa yang tidak diduga dan dapat mengganggu kelancaran musyawarah.

Lamanya penundaan acara musyawarah tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh empat)

jam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 85

(1) Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup atau menunda Musyawarah Desa

apabila berpendapat bahwa acara Musyawarah Desa tidak mungkin

dilanjutkan karena terjadi peristiwa yang yang mengganggu ketertiban

Musyawarah Desa atau perbuatan yang menganjurkan peserta Musyawarah

Desa untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum

(2) Dalam hal kejadian luar biasa, Pimpinan Musyawarah Desa dapat menutup

atau menunda acara Musyawarah Desa yang sedang berlangsung dengan

meminta persetujuan dari peserta Musyawarah Desa;

(3) Lama penundaan Musyawarah Desa, tidak boleh lebih dari 24 (dua puluh

empat) jam.

Risalah, Catatan dan Laporan Singkat

Sekretaris Musyawarah Desa bertugas untuk menyusun risalah, catatan dan laporan

singkat Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah Desa menyusun risalah untuk

dibagikan kepada peserta dan pihak yang bersangkutan setelah acara Musyawarah

Desa selesai. Risalah Musyawarah Desa secara terbuka dapat dipublikasikan melalui

media komunikasi yang ada di desa agar diketahui oleh seluruh masyarakat desa.

Risalah adalah catatan Musyawarah Desa yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh

jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam pembahasan serta dilengkapi dengan

catatan tentang:

(1) Hal-hal strategis yang dibahas;

(2) Hari dan tanggal musyawarah desa;

(3) Tempat musyawarah desa;

(4) Acara musyawarah desa;

(5) Waktu pembukaan dan penutupan musyawarah desa;

(6) Pimpinan dan sekretaris musyawarah desa;

(7) Jumlah dan nama peserta musyawarah desa yang menandatangani daftar

hadir; dan

(8) Undangan yang hadir.

Catatan (notulensi) adalah catatan yang memuat pokok pembicaraan, kesimpulan,

dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah Desa serta dilengkapi dengan

risalah musyawarah.

Laporan singkat memuat kesimpulan dan/atau keputusan Musyawarah Desa. Sekretaris

Musyawarah Desa dengan dibantu tim perumus menyusun catatan (notulensi). Laporan

singkat yang ditandangani pimpinan atau sekretaris atas nama pimpinan Musyawarah

Desa yang bersangkutan. Tim perumus berasal dari peserta Musyawarah Desa yang

dipilih dan disepakati dalam Musyawarah Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 86

Penutupan Acara Musyawarah Desa

Pimpinan Musyawarah Desa menutup rangkaian acara Musyawarah Desa. Penutupan

dilakukan oleh pimpinan sidang dengan terlebih dahulu dilakukan penyampaian

catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa. Sekretaris Musyawarah

Desa menyampaikan catatan sementara dan laporan singkat hasil Musyawarah Desa.

Apabila seluruh peserta atau sebagian besar peserta yang hadir dalam Musyawarah

Desa menyepakati catatan sementara dan laporan singkat, catatan sementara diubah

menjadi catatan tetap dan laporan singkat ditetapkan sebagai hasil Musyawarah Desa.

Catatan tetap dan laporan singkat ditandatangani oleh pimpinan Musyawarah Desa,

sekretaris Musyawarah Desa, Kepala Desa, dan salah seorang wakil peserta Musyawarah

Desa. Selanjutnya jika sudah dicapai keputusan Musyawarah Desa, pimpinan

Musyawarah Desa menutup secara resmi acara Musyawarah Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 87

PB

3

Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 3

MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN MUSYAWARAH DESA

Dalam Permendesa No. 2/2015 tentang Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan

Keputusan Musyawarah Desa Pasal 45-56 Pengambilan keputusan dalam Musyawarah

Desa pada dasarnya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam hal cara

pengambilan keputusan tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara

terbanyak.

a. Keputusan Berdasarkan Mufakat

Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat dilakukan setelah peserta yang hadir

diberikan kesempatan untuk mengemukakan gagasan, pendapat dan saran, kemudian

dipandang cukup untuk diterima oleh seluruh peserta musyawarah. Gagasan, pendapat

dan pemikiran tersebut memberikan sumbangan berarti dalam merumuskan

kesepakatan yang bersifat strategis yang sedang dimusyawarahkan. Untuk dapat

mengambil keputusan, pimpinan Musyawarah Desa berhak untuk menyiapkan

rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam Musyawarah Desa.

Keputusan berdasarkan mufakat adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah Desa

yang dihadiri oleh peserta sejumlah 2/3 dari jumlah undangan yang telah ditetapkan

sebagai peserta Musyawarah Desa dan/atau disetujui oleh semua peserta yang

hadir.Keputusan berdasarkan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sah

apabila ditetapkan penyelenggaraan Musyawarah Desa setelah dilakukan penundaan,

dan disetujui oleh semua peserta yang hadir.

b. Keputusan Berdasarkan Suara Terbanyak

Keputusan berdasarkan suara terbanyak diambil apabila keputusan berdasarkan

mufakat sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian sebagian peserta Musyawarah

Desa yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan pendirian peserta Musyawarah Desa

yang lain. Pengambilan suara terbanyak dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

(1) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara terbuka atau

secara rahasia; (2) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak apabila

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 88

menyangkut kebijakan; (3) Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak secara

rahasia dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang ditentukan dalam

Musyawarah Desa.

c. Pemungutan Suara

Keputusan berdasarkan suara terbanyak adalah sah apabila diambil dalam Musyawarah

Desa dihadiri dan disetujui oleh separuh ditambah 1 (satu) orang dari jumlah peserta

yang hadir. Jika dalam keputusan tidak tercapai dengan 1 (satu) kali pemungutan suara,

diupayakan agar ditemukan jalan keluar yang disepakati atau dapat dilakukan

pemungutan suara secara berjenjang.

Pemungutan suara secara berjenjang, dilakukan untuk memperoleh 2 (dua) pilihan

berdasarkan peringkat jumlah perolehan suara terbanyak. (1) Pemberian suara secara

terbuka untuk menyatakan setuju, menolak, atau tidak menyatakan pilihan (abstain)

dilakukan oleh peserta Musyawarah Desa yang hadir dengan cara lisan, mengangkat

tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh peserta Musyawarah

Desa; (2) Penghitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung tiap-tiap

peserta Musyawarah Desa; (3) Peserta Musyawarah Desa yang meninggalkan acara

dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan; (4) Dalam hal hasil

pemungutan suara tidak memenuhi, dilakukan pemungutan suara ulangan yang

pelaksanaannya ditangguhkan sampai Musyawarah Desa berikutnya dengan tenggang

waktu tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam; (5) Dalam hal hasil pemungutan suara

ulangan ternyata tidak juga memenuhi ketentuan, pemungutan suara menjadi batal.

Pemberian suara secara rahasia dilakukan dengan tertulis, tanpa mencantumkan nama,

tanda tangan pemberi suara, atau tanda lain yang dapat menghilangkan sifat

kerahasiaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemungutan suara secara rahasia, yaitu:

(1) Pemberian suara secara rahasia dapat juga dilakukan dengan cara lain yang tetap

menjamin sifat kerahasiaan. (2) Dalam hal hasil pemungutan suara tidak memenuhi

ketentuan, pemungutan suara diulang sekali lagi dalam musyawarah saat itu juga. (3)

Dalam hal hasil pemungutan suara ulang, tidak juga memenuhi ketentuan,

pemungutan suara secara rahasia.

d. Berita Acara Penetapan Keputusan

Setiap keputusan Musyawarah Desa, baik berdasarkan musyawarah untuk mencapai

mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak bersifat mengikat bagi semua pihak

yang terkait dalam pengambilan keputusan. Hasil keputusan Musyawarah Desa

dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua Badan

Permusyawaratan Desa, Kepala Desa dan salah seorang perwakilan peserta

Musyawarah Desa. Berita acara dilampiri catatan tetap dan laporan singkat. Apabila

dalam pembuatan berita acara kesepakatan Ketua Badan Permusyawaratan Desa

berhalangan hadir, maka sebagai pimpinan Musyawarah Desa yang menandatangi

Berita Acara. Demikian halnya, jika Kepala Desa berhalangan hadir dalam Musyawarah

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 89

Desa, Berita Acara ditandatangani oleh yang mewakili Kepala Desa yang ditunjuk secara

tertulis oleh Kepala Desa.

e. Tindak Lanjut Keputusan Musyawarah Desa

Setelah Berita Acara dan keputusan ditetapkan, langkah selanjutnya menindaklanjti

hasil keputusan sebagau bentuk komitmen bersama atas kesepakatan yang dibuat.

Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam keputusan

hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah

Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. Kebijakan Pemerintah Desa

disusun berupa Peraturan Desa yang disusun oleh Kepala Desa bersama Badan

Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa harus menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa dalam rangka memastikan keputusan hasil

Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa. Dimana, kedua

kelembagaan berwenang dalam menyusun Peraturan Desa dan harus memastikan

keputusan hasil Musyawarah Desa menjadi dasar dalam penyusunan Peraturan Desa.

Mekanisme penyusunan Peraturan Desa diuraikan sebagai berikut: (1) Rancangan

peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa, dan badan Permusyawaratan Desa

dapat mengusulkan rancangan peraturan Desa kepada pemerintah desa; (2) Rancangan

peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa untuk mendapatkan

masukan; (3) Rancangan peraturan Desa ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas

dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa; (4) Rancangan peraturan Desa

yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan

Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7

(tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan; (5) Rancangan peraturan Desa wajib

ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15

(lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan

Badan Permusyawaratan Desa; (6) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan dalam lembaran Desa

dan berita Desa oleh sekretaris Desa; (7) Peraturan Desa yang telah diundangkan

disampaikan kepada bupati/walikota sebagai bahan pembinaan dan pengawasan

paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah diundangkan; (8) Peraturan Desa wajib

disebarluaskan oleh Pemerintah Desa.

f. Penyelesaian Perselisihan

Seringkali dalam penyelesaian masalah tidak ditemukan titik temu atau kesepakatan

para pihak meskipun sudah dilakukan pertemuan atau musyawarah secara intensif.

Demikian halnya dalam Musyawarah Desa apabila terjadi perselisihan, maka perlu

ditemukan jalan keluarnya dengan mengedepankan nilai-nilai atau semangat

kebersamaan dan kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan di desa sebagai dampak

dari adanya ketidaksepakatan antarpeserta Musyawarah Desa, penyelesaiannya

difasilitasi dan diselesaikan oleh camat atau sebutan lain. Penyelesaian perselisihan

bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak

dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian perselisihan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 90

PB

3

Bahan Bacaan

Tata Kelola Desa

Bahan Bacaan 4

PANDUAN NOTULENSI MUSYAWARAH DESA

Pengertian

Dalam setiap Musyawarah Desa pimpinan harus membuat notulen hasil pembahasan

untuk dicatat dan didokumentasikan mencatat dan mendokumentasikan setiap ide,

gagasan, peristiwa dan catatan yang berkembang dalam pembahasan masalah.

Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya persidangan dalam

Musyawarah Desa serta hal yang dibicarakan dan diputuskan. Seseorang yang ditunjuk

untuk menjadi penulis risalah disebut notulis. Notulen musyawarah secara sederhana

diartikan sebagai laporan atau pencatatan secara kata demi kata seluruh pembicaraan

dalam musyawarah, tanpa menghilangkan atau menambahkan kata lain (kata dari

notulis).

Fungsi Notulen

Fungsi notulen dalam Musyawarah Desa, yaitu: (1) Dokumen dan alat bukti; (2) Sumber

informasi untuk peserta yang tidak hadir; (3) Pedoman untuk musyawarah berikutnya;

(4) Alat pengingat untuk peserta musyawarah; (5) Alat untuk pertemuan semu.

Karakteristik Notulen

Notulen Musaywarah Desa yang baik harus memenuhi beberapa kriteria sebagai

berikut: (1) Lengkap berisi semua informasi walaupun dalam penulisannya ringkas, tidak

bertele-tele: (2) Bahasa notulen mudah dipahami peserta musyawarah; (3) Setiap

pembicaraan ditulis secara terperinci dan satu sama lain saling terkait; (4) Dapat

membantu pimpinan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan; (5) Dapat dijadikan

alat bukti, bila terjadi sesuatu permasalahan atau sebagai alat bukti di pengadilan dan

lain-lain; (6) Dapat membantu mengingatkan kembali bagi pemangku kepentingan

terkait bila memerlukan lagi notulen tersebut.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 91

Persyaratan dan Kompetensi Notulis

Menjadi seorang notulis yang handal diperlukan beberapa keahlian yang harus dimiliki,

yaitu: (1) Mendengarkan dan menulis; (2) Memilah dan memilih hal yang penting dan

yang tidak penting; (3) Konsentrasi yang tinggi; (4) Menulis cepat/stenografi/shorthand;

(5) Bersikap objektif dan jujur; (6) Menguasai bahasa teknis atau baku; (7) Menguasai

materi pembahasan; (8) Mengetahui dan memenuhi kebutuhan pembaca notulen; (9)

Mengemukakan hasil mendengarkan dengan cepat, ringkas, dan tepat; (10) Menguasai

metode pencatatan secara sistematis; (11) Menguasai metode pengolahan data; (12)

Menguasai berbagai hal yang berkaitan dengan musyawarah; dan (13) Menyimpulkan

hasil musyawarah.

Kewenangan Notulis

Seorang notulis dalam Musyawarah Desa memiliki hak dan kewajiban yang melekat

dalam tugasnya agar menghasilkan catatan atau resume hasil musyawarah yang utuh

dan baik. Berikut ini diuraikan beberapa keistimewaan yang harus diperoleh notulis.

yaitu: (1) Notulis diberi informasi terkait latar belakang, tujuan musyawarah, pokok

masalah dan jenis musyawarah sebelum dilaksanakan. Notulis harus mengetahui

susunan acara termasuk pokok masalah atau materi yang akan dibahas oleh peserta

agar dapat dipelajari sehingga memudahkan dalam menyusun notulen; (2) Notulis

diberi dokumen atau makalah yang dibagikan kepada peserta musyawarah yang lain

pada saat pelaksanaan musyawarah; (3) Notulis diperbolehkan untuk meminta agar

peserta musyawarah menjelaskan atau menyempurnakan kesimpulan yang

dikemukakan notulis; (4) Notulis mempunyai kesempatan untuk mengajukan

pertanyaan pada saat musyawarah berlangsung; (5) Setiap sesi berakhir notulis

mempunyai hak untuk memperoleh rangkuman dan kesimpulan musyawarah; (6) Agar

dapat menyempurnakan notulennya, notulis berhak berbicara pada setiap sesi

pembahasan; (7) Notulis duduk di sebelah pemimpin musyawarah, agar mudah

berkomunikasi dan memperoleh informasi secara maksimal. Pemimpin musyawarah

dapat menyampaikan bahasa isyarat. petunjuk. bisikan atau surat kecil; (8) Apabila

musyawarah berlangsung terlalu lama, maka perlu disiapkan beberapa orang untuk

menjadi notulis. Setiap acara berlangsung dua jam. Notulis digantikan dengan yang

orang lain karena pekerjaan notulis membutuhkan konsentrasi yang tinggi dan

melelahkan. Bahkan dalam musyawarah yang besar notulis diganti setiap setengah jam;

(9) Ketika menyusun notulen, seorang notulis tidak boleh mengerjakan hal lain karena

memerlukan konsentrasi yang penuh; (10) Jika musyawarah membutuhkan waktu

pengkajian yang lebih lama dan berlangsung alot serta rumit, maka notulis berhak

memperoleh keleluasaan untuk menyusun notulen akhir. Perbandingan waktu antara

mengolah data dengan lamanya musyawarah yaitu 3:1. Artinya musyawarah

berlangsung selama 1 jam, maka setelah musyawarah waktu yang dibutuhkan notulis

untuk mengolah data hasil musyawarah ialah selama 3 jam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 92

Garis-Garis Besar Notulensi Musyawarah

Isi notulen. Notulen hasil musyawarah yang baik adalah yang ringkas tetapi lengkap

serta jelas. Notulen yang lengkap berisi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama badan atau

lembaga yang menyelenggarakan Musyawarah Desa; (2) Sifat musyawarah (rutin, biasa,

luar biasa, tahunan, rahasia dan lain-lain); (3) Hari dan tanggal diselenggarakan

Musyawatah Desa; (4) Tempat musyawarah; (5) Waktu mulai dan berakhirnya (kalau

tidak pasti ditulis sampai dengan selesai); (6) Nama dan jabatan pimpinan musyawarah;

(7) Daftar hadir peserta; (8) Koreksi dan perbaikan Musyawarah Desa yang terdahulu;

(9) Catatan semua persoalan yang belum ada keputusan; (10) Usul-usul atau perbaikan;

(11) Tanggal atau bulan kapan akan diadakan musyawarah kembali; (12) Penundaan

musyawarah dan tanggal penundaan (bila perlu); (13) Tanda tangan notulis dan

pimpinan musyawarah.

Susunan Notulen Musyawarah Desa

Notulen harus disusun secara berurutan sesuai dengan topik dan subtopik pembahasan

agar tidak mudah bagi pembaca untuk mempelajari dan merangkai peristiwa. Berikut

ini diuraikan susunan notulen musyawarah: (1) Nomor pertemuan (musyawarah) dan

jenis musyawarah perlu disebutkan; (2) Jam dimulai pertemuan harus disebutkan

demikian waktu berakhirnya, Apabila belum pasti selesainya, maka ditulis mulai pukul

8.00 sampai selesai; (3) Daftar hadir semua ditandatangani oleh peserta dan harus

dilampirkan pada notulen; (4) Meskipun notulen ditulis secara ringkas, tetapi setiap

pembicaraan harus disebutkan namanya; (5) Nama pendukung, terutama yang tidak

disetujui jangan dituliskan, lebih baik ditulis; (6) Setelah musyawarah selesai notulis

mengoreksi kembali setiap catatan penting dan menyalin kembali atau di ketik dan

disimpan dalam penyimpanan, dan ditandatangani oleh notulis serta Ketua; (7) Bila

perlu digandakan untuk dibagikan pada yang tidak hadir pada waktu musyawarah, atau

dibagikan pada waktu musyawarah berikutnya.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 93

Pokok Bahasan 4

PEMBANGUNAN DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 94

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 95

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Memahami tujuan pembangunan Desa;

2. Menyebutkan pemangku kepentingan pembangunan Desa;

3. Memahami pengertian pendekatan “Desa Membangun”;

4. Memahami kaidah pembangunan Desa (sesuai prinsip tata kelola

Desa, mencakup semua aspek kehidupan berdesa, prakarsa dan

keswadayaan warga, inklusif);

5. Mengetahui kaitan pembangunan Desa dengan keharusan mengurus

dirinya sendiri;

6. Mengetahui pembangunan Desa sebagai perwujudan kewenangan

lokal berskala Desa;

7. Memahami pembangunan sebagai proses yang sistematis.

Waktu

90 Menit

Metode

Penugasan perorangan, Diskusi, Presentasi, Curah pendapat, dan

Penugasan Kelompok

Media

Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok, dan Slide presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

4.1

Rencana Pembelajaran

Sistem Pembangunan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 96

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok

bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 2: Hakikat Pembangunan Desa (Sharing)

2. Ajak beberapa peserta untuk berbagi cerita (sharing) tentang

pengalaman atau pengamatan peserta dalam perencanaan

pembangunan. Pertanyaan berikut bisa dijadikan panduan berbagi

cerita:

Apa yang dimaksud dengan pembangunan?

Apa tujuan pembangunan Desa?

Mengapa pembangunan Desa disebut sebagai sebuah sistem?

3. Lanjutkan dengan pemaparan singkat pokok-pokok pikiran tentang

pembangunan desa yang ideal.

Kegiatan 3: Paradigma Membangun Desa dan Desa

Membangun (Brainstorming)

4. Apa yang membedakan konsep “desa membangun” dan

“membangun desa”;

5. Minta peserta menyebutkan jenis dan bidang kewenangan Desa;

6. Ajak peserta merefleksikan situasi pembangunan di desa tempat

mereka tinggal;

7. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 4.1.1).

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 97

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian perencanaan pembangunan Desa;

2. Menjelaskan jenis dokumen perencanaan pembangunan Desa;

3. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RPJM

Desa;

4. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan RKP Desa;

5. Menjelaskan pokok-pokok materi/isi RKP Desa;

6. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan penyusunan APB

Desa;

7. Menjelaskan struktur APB Desa.

Menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip (partisipasi, transparansi,

dan akuntabilitas) dalam alur proses dan tahapan kegiatan perencanaan

pembangunan Desa;

Peserta Dapat:

1. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam Tim Penyusun RPJM

Desa;

2. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja Tim Penyusun RPJM Desa;

3. Memfasilitasi pembaruan data dan sketsa desa;

4. Memfasilitasi kajian potensi dan masalah desa;

5. Memfasilitasi penyusunan Rancangan RKP Desa;

6. Memfasilitasi penyusunan belanja bidang pembinaan kemasyarakatan

dan pemberdayaan;

7. Memfasilitasi perhitungan alokasi Siltap dan Operasional terkait

dengan Pendapatan dari swadaya.

Waktu

6 JPL (270 Menit)

SPB

4.2

Rencana Pembelajaran

Perencanaan Pembangunan

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 98

Metode

Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi

Media

Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Proses Penyajian

Kegiatan 4: Pembukaan

8. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok

bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 5: Perencanaan Pembangunan Desa (Tanya Jawab dan

Penayangan Video)

9. Tanyakan kepada peserta pengertian perencanaan dan mengapa

perencanaan itu penting;

10. Gali pemahaman peserta tentang dokumen perencanaan

pembangunan desa;

11. Tayangkan video “Perencanaan Pembangunan Desa”;

12. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RPJM Desa dan

RKP Desa (lakukan penegasan dengan menggunakan Media Fasilitasi

4.2.1).

Kegiatan 6: Strategi Peningkatan Partisipasi Aktif Warga

Miskin, Perempuan, dan Kelompok Rentan (Refleksi

Pengalaman dan Curah Pendapat)

13. Minta peserta menyampaikan pengalamannya dalam meningkatkan

partisipasi warga terutama warga miskin, perempuan dan kelompok

rentan;

14. Tuliskan pokok-pokok penyampaian dari peserta;

15. Ajak peserta merumuskan tips untuk meningkatkan partisipasi warga

miskin, perempuan dan kelompok rentan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 99

Kegiatan 7: Tahapan Penyusunan dan Pokok-pokok Materi RKP

Desa (Kerja Kelompok)

16. Pastikan peserta memahami tahapan penyusunan RKP Desa;

17. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok. Minta setiap kelompok

mengidentifikasi tahapan sesuai Lembar Kerja 4.2.1;

18. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 4.2.2);

19. Bagikan dokumen RKP Desa kepada setiap kelompok;

20. Minta setiap kelompok mencermati isi dokumen RKP Desa (gunakan

Lembar Kerja 4.2.2);

21. Berikan kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk

mempresentasikan hasil pencermatannya;

22. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 4.2.3 Naskah Otentik

RKPDesa).

Kegiatan 8: Penyusunan APB Desa (Tanya Jawab dan Penugasan

Perorangan)

23. Minta peserta menjelaskan pengertian APB Desa, struktur dan fungsi

APB Desa;

24. Bagikan form APB Desa kepada setiap peserta (Lembar Kerja 4.2.3);

25. Minta peserta menyusun struktur APB Desa;

26. Ajak peserta memeriksa hasil kerjanya (tayangkan Media Fasilitasi

4.2.3 Naskah Otentik APBDesa);

27. Berikan penegasan terkait APBD Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 100

Media Fasilitasi 4.2.1

No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan Kesesuaian dengan

Aturan

1. Sistimatika RKP Desa Bab I ....................

Bab II ...................

Bab III …………….

Dst

Sudah sesuai dengan

Permendagri No.

114/2015

2. Format RKP Desa

(kelengkapan

dokumen)

Berita Acara..............

Perdes...............

Dst.

3. Isi/Materi RKP Desa Hasil evaluasi RKP

tahun sebelumnya.

Kebijakan Anggaran.

Prioritas kegiatan

Dst.

Lembar Kerja 4.2.1

Tabel Pencermatan Dokumen RKP Desa

No. Fokus Pencermatan Hasil pencermatan Kesesuaian dengan

Aturan

1. Sistematika RKP Desa

2. Format (kelengkapan

dokumen) RKP Desa

3. Isi/Materi RKP Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 101

Media Fasilitasi 4.2.2

No. Tahap Pelaku Proses Hasil

1. Penyusunan perencanaan

pembangunan desa

melalui Musdes

BPD Berita acara

2. Pembentukan tim

penyusunan RKP Desa

Kepala desa Tim

3. Pencermatan pagu indikatif

Desa dan penyelarasan

program/kegiatan yang

masuk ke Desa

4. Pencermatan ulang

dokumen RPJM Desa

5. Penyusunan rancangan

RKP Desa dan rancangan

daftar usulan RKP Desa

6. Penyusunan RKP Desa

melalui Musyawarah

Perencanaan

Pembangunan Desa

(Musrenbang Desa)

7. Penetapan RKP Desa

Catatan: RKP Desa dapat diubah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Slide

Perubahan RKP Desa)

Lembar Kerja 4.2.2

Tahapan Penyusunan RKP Desa

No. Tahap Pelaku Proses Hasil

1. Penyusunan perencanaan

pembangunan desa

melalui Musdes

2. Pembentukan tim

penyusunan RKP Desa

3. Pencermatan pagu

indikatif Desa dan

penyelarasan

program/kegiatan yang

masuk ke Desa

4. Pencermatan ulang

dokumen RPJM Desa

5. Penyusunan rancangan

RKP Desa dan rancangan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 102

daftar usulan RKP Desa

6. Penyusunan RKP Desa

melalui Musyawarah

Perencanaan

Pembangunan Desa

(Musrenbang Desa)

7. Penetapan RKP Desa

Lembar Kerja 4.2.3

Form Isian RAPB Desa

Daftar Nomenklatur (Pendapatan, Belanja dan Biaya)

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

PENDAPATAN

tambatan perahu 11.000.000

pasar desa 7.000.000

tempat pemandian umum 3.000.000

jaringan irigasi 12.000.000

Hasil BUMDes 15.000.000

Tanah Kas Desa 6.000.000

Dana Desa 375.000.000

Bagian dari hasil pajak &retribusi daerah kabupaten/

kota

21.000.000

Alokasi Dana Desa 500.000.000

Bantuan Keuangan

Bantuan Provinsi 40.000.000

Bantuan Kabupaten / Kota 15.000.000

Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong 6.000.000

Lain-lain Pendapatan Asli Desa

Pendapatan Lain lain

Hibah dan Sumbangan dari pihak ke-3 yang tidak

mengikat

60.000.000

Lain-lain Pendapatan Desa yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

BELANJA

Alat Tulis Kantor 2.000.000

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 103

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

Benda POS 600.000

Pakaian Dinas dan Atribut 5.000.000

Pakaian Dinas

Alat dan Bahan Kebersihan 120.000

Perjalanan Dinas 6.000.000

Pemeliharaan 3.000.000

Air, Listrik,dan Telepon 1.500.000

Honor 7.000.000

Komputer 24.000.000

Meja dan Kursi 8.000.000

Mesin TIK 400.000

Motor 12.000.000

Penghasilan Tetap Kepala Desa dan Perangkat 180.000.000

Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat 90.000.000

Tunjangan BPD 80.000.000

Operasional RT/ RW

Belanja Barang dan Jasa

ATK 6.000.000

Penggadaan 2.500.000

Komsumsi Rapat 4.500.000

Operasional BPD

Belanja Barang dan Jasa

ATK 2.000.000

Penggandaan 1.000.000

Konsumsi Rapat 3.000.000

Kegiatan Pembangunan Saluran Drainase

Belanja Barang dan jasa

Upah Kerja 8.000.000

Honor TPK 3.000.000

- Belanja Bahan Material 5.000.000

Belanja Modal 170.000.000

Kegiatan Pengerasan Jalan Lingkungan

Belanja Barang dan Jasa :

Honor 6.000.000

dst…………………………………..

Belanja Modal: 344.000.000

Kegiatan Pelatihan Tanaman Hidroponik

Belanja Barang dan Jasa:

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 104

No. Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

Honor pelatih 12.000.000

Konsumsi 8.000.000

Bahan pelatihan 15.000.000

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

PEMERINTAH DESA ...........................

TAHUN ANGGARAN 2016

Kode

Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

1 PENDAPATAN

1 1 Pendapatan Asli Desa

1 1 1 Hasil Usaha

1 1 1 1

1 1 1 2

1 1 2 Hasil Aset

1 1 2 1

1 1 2 2

1 1 2 3

1 1 2 4

1 1 3

1 1 4

1 2 Pendapatan Transfer

1 2 1

1 2 2

1 2 3

1 2 4 Bantuan Keuangan

1 2 4 1

1 2 4 2

1 3 Pendapatan Lain lain

1 3 1

1 3 2

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA

2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

2 1 1 Penghasilan Tetap dan Tunjangan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 105

Kode

Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

2 1 1 1

2 1 2 Operasional Perkantoran

2 1 2 2

2 1 2 3

2 1 3

2 1 3 2

2 1 4

2 1 4 2

2 2 Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa

2 2 1

2 2 1 2

2 2 1 3

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 106

Kode

Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

2 2 2

2 2 2 2

2 2 2 3

2 2 3 Kegiatan……………………………

2 3 Bidang Pembinaan Kemasyarakatan

2 3 1

2 3 1 2

2 3 2

2 4 Bidang Pemberdayaan Masyarakat

2 4 1

2 4 1 2

2 4 2

2 5 Bidang Tak Terduga

2 5 1

2 5 1 2

2 5 2

JUMLAH BELANJA

SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN

3 1 Penerimaan Pembiayaan

3 1 1

3 1 2

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 107

Kode

Rekening Uraian Anggaran (Rp.) Ket.

1 2 3 6

3 1 3

JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan

3 2 1

3 2 2

JUMLAH ( RP )

Disetujui Oleh,

Kepala Desa ........................

TTD

(...............................)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 108

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan Desa;

2. Menjelaskan alur proses dan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan

Desa;

3. Menjelaskan ketentuan pokok pengelolaan keuangan Desa;

4. Menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Desa.

Dapat menunjukkan cara mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan Desa dalam tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa.

Peserta dapat:

1. Memfasilitasi penyusunan RAB/RPD;

2. Memfasilitasi pengajuan SPP;

3. Memfasilitasi penyusunan rencana kerja pelaksanaan kegiatan;

4. Memfasilitasi proses pengadaan barang dan jasa di Desa;

5. Memfasilitasi keterwakilan perempuan dalam pembentukan

pelaksana kegiatan;

6. Memfasilitasi pengerjaan buku kas umum;

8. Memfasilitasi penyusunan laporan realisasi APB Desa.

Waktu

8 JPL (360 Menit)

Metode

Penugasan perorangan, Diskusi, Penugasan Kelompok dan Presentasi

Media

Lembar diskusi, Lembar penugasan kelompok dan Slide

SPB

4.3

Rencana Pembelajaran

Pengelolaan Keuangan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 109

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

Proses Penyajian

Kegiatan 9: Pembukaan

28. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan serta tujuan sub pokok

bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 10: Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan (Tanya

Jawab)

29. Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian keuangan

dan pengelolaan keuangan;

30. Berikan penegasan pengertian keuangan dan pengelolaan keuangan

desa;

31. Minta beberapa orang peserta mengemukakan kegiatan yang

dilakukan dalam pengelolaan keuangan Desa.

Kegiatan 11: Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan

(Penugasan)

32. Minta 3 orang peserta sebagai sukarelawan untuk tampil ke depan

(sekurang-kurangnya ada 1 orang peserta perempuan);

33. Bagikan 1 set Kartu Tahapan Kegiatan (Media Fasilitasi 4.3.1) yang

disusun secara acak kepada setiap peserta dimaksud;

34. Minta setiap sukarelawan dimaksud menempelkan kartu di papan

tulis untuk menunjukan alur kegiatan pengelolaan keuangan Desa

dengan benar (atur jarak antar sukarelawan sehingga tidak bisa saling

melihat urutan kartu yang disusunnya);

35. Minta peserta lain memberikan komentar atas urutan kartu 3

sukarelawan itu.

Kegiatan 12: Ketentuan Pokok dan Prinsip-Prinsip Pengelolaan

Keuangan (Presentasi)

36. Pelatih menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan desa

(Media Fasilitasi 4.3.2);

37. Pelatih menjelaskan pokok-pokok pengelolaan keuangan desa

(Media Fasilitasi 4.3.3).

Kegiatan 13: Rekening dan Bukti Transaksi (Curah Pendapat)

38. Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa: Rekening Desa dan Bukti

Transaksi;

39. Lakukan curah pendapat:

Minta beberapa orang peserta mengemukakan pengertian

Rekening Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 110

Ulangi langkah di atas untuk menjelaskan tentang Bukti Transaksi.

Beri penegasan tentang Rekening Desa dan Bukti Transaksi.

Kegiatan 14: RAB (Curah Pendapat dan Kerja Kelompok)

40. Selanjutnya, pelatih memfasilitasi topik Rencana Anggaran Biaya

(RAB), dengan curah pendapat:

Siapa yang bertugas/berkewajiban menyusun RAB?

Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Bendahara dalam penyusunan

RAB?

41. Lakukan kerja kelompok, dengan membagi peserta menjadi 5

kelompok. Tujuan dari kerja kelompok ini dilakukan untuk

memastikan peserta dapat menghitung/menyusun RAB:

Bagikan Lembar Kerja Kelompok 4.3.1 kepada setiap kelompok.

Minta setiap kelompok mengerjakan Lembar Kerja dimaksud.

Minta setiap kelompok untuk saling menukar hasil kerjanya dan

memberikan koreksi/catatan.

42. Tayangkan Flip Chart hasil perhitungan RAB dan berikan

penjelasan/penegasan sesuai hasil koreksi/catatan kelompok.

Kegiatan 15: SPP (Curah Pendapat dan Penugasan Perorangan)

43. Pelatih memberikan penjelsan tentang SPP, dan lakukan curah

pendapat tentang SPP, dengan topik:

Siapa yang bertugas/berkewajiban mengajukan SPP?

Apa tugas/kewajiban Sekdes dan Kepala Seksi dalam pengajuan

SPP?

44. Minta setiap peserta mengerjakan form SPP (Lembar Kerja 4.3.2);

45. Berikan penegasan terkait proses dan tahapan pengajuan SPP.

Kegiatan 15: Buku Kas Pembantu Kegiatan (Curah Pendapat

dan Kerja Kelompok)

46. Minta peserta menjelaskan:

Siapa yang bertugas/berkewajiban mengerjakan Buku Kas

Pembantu Kegiatan?

Apa tugas/kewajiban perangkat desa dalam pengerjaan Buku Kas

Pembantu Kegiatan?

47. Selanjutnya, minta peserta untuk kerja kelompok mempraktikkan

penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dengan tahapan sebagai

berikut:

Bagi peserta membentuk kelompok, sesuai jumlah peserta,

minimal 5 kelompok.

Bagikan Lembar Kerja Kelompok 4.3.3 kepada setiap kelompok

(form Buku Kas Pembantu Kegiatan).

Minta setiap kelompok mengerjakan lembar kerja dimaksud.

Kemudian lakukan pleno penjelasan terkait buku kas pembantu

kegiatan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 111

Kegiatan 16: Pengadaan barang dan jasa di Desa (Speed

Reading Perka LKPP No. 13 Tahun 2013)

48. Minta peserta membaca secara cepat terkait Perka LKPP No. 13/2013

untuk menjawab pertanyaan berikut:

Bagaimana ketentuan dan tatacara pengadaan barang dan jasa di

Desa?

49. Berikan penegasan tentang pengadaan barang dan jasa di Desa.

Kegiatan 17: Buku Kas Umum (Tanya Jawab dan Penugasan

Perorangan)

50. Minta peserta menjelaskan pengertian dan fungsi buku kas umum;

51. Minta setiap peserta mengerjakan buku kas umum (Lembar Kerja

4.3.4);

52. Minta salah seorang peserta mempresentasikan hasil kerjanya;

53. Berikan penegasan.

Kegiatan 18: Laporan Realisasi APB Desa (Presentasi, Tanya

Jawab dan Penugasan Perorangan)

54. Paparkan fungsi, jenis dan waktu penyusunan laporan;

55. Minta setiap peserta mengerjakan laporan realisasi pelaksanaan APB

Desa semester I dan II (Lembar Kerja 4.3.5);

56. Minta peserta melakukan pemeriksaan silang hasil kerjanya;

57. Berikan penegasan dan pembulatan.

Kegiatan 19: Mewujudkan Prinsip Tata Kelola (Diskusi

kelompok)

58. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

59. Minta setiap kelompok berdiskusi (Lembar Kerja 4.3.6);

60. Berikan penegasan.

Kegiatan 20: Menutup Sesi

61. Berikan apresiasi kepada seluruh peserta, dengan tepuk tangan yang

meriah dan tutup sesi ini dengan salam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 112

Media Fasilitasi 4.3.1

Kartu Tahapan Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa

(Bagikan secara acak, kemudian minta untuk menyusunnya secara benar sesuai

urutan tahapan kegiatan pengelolaan keuangan Desa. Hanya 5 dari 6 Kartu yang

harus ditempel sesuai urutan: Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan,

Pelaporan, dan Pertanggungjawaban)

Kartu ke 1

PERENCANAAN

Kartu ke 2

PELAKSANAAN

Kartu ke 3

PENATAUSAHAAN

Kartu ke 4

PELAPORAN

Kartu ke 5

PERTANGGUNGJAWABAN

Kartu ke 6

PEMERIKSAAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 113

Media Fasilitasi 4.3.2

Prinsip-Prinsip Pengelolaan Keuangan Desa

Prinsip Makna

Transparan Semua kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan

Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak

lain yang berwenang.

Akuntabel Setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat

dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang

memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta

keterangan akan pertanggungjawaban.

Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus

dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, mulai dari

proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.

Partisipatif Setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan

keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat

menyalurkan aspirasinya.

Pengelolaan Keuangan Desa, sejak tahap perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

pertanggugjawaban wajib melibatkan masyarakat para

pemangku kepentingan di Desa serta masyarakat luas,

utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat

dari program/kegiatan pembangunan di Desa.

Tertib dan Disiplin

Anggaran

Anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan

pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip

akuntansi keuangan di desa.

Media Fasilitasi 4.3.3

Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Desa

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA,

MENCAKUP: 1) Pengertian

2) Dasar Hukum

3) Asas-Asas Pengelolaan Keuangan Desa

4) Tahapan kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa

5) Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Keuangan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 114

Lembar Kerja Kelompok 4.3.1

Menyusun RAB

RENCANA ANGGARAN BIAYA

DESA …………………… KECAMATAN …………………………….

TAHUN ANGGARAN ................

1. Bidang : .............................. 2. Kegiatan : .............................. 3. Waktu Pelaksanaan : ..............................

Rincian Pendanaan :

NO. URAIAN VOLUME HARGA SATUAN

(Rp.)

JUMLAH (Rp.)

1 2 3 4 5

JUMLAH (Rp.)

Disetujui/mengesahkan Kepala Desa

……………………………………

................., tanggal ………………….

Pelaksana Kegiatan

…………………………………….

Cara pengisian :

1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok

belanja desa.

2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan

dalam APBDesa.

3. kolom 1 diisi dengan nomor urut.

4. kolom 2 diisi dengan uraian berupa rincian kebutuhan dalam kegiatan.

5. kolom 3 diisi dengan volume dapat berupa jumlah orang/barang.

6. kolom 4 diisi dengan harga satuan yang merupakan besaran untuk

membayar orang/barang.

7. kolom 5 diisi dengan jumlah perkalian antara kolom 3 dengan kolom 4.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 115

Lembar Kerja 4.3.2

Form Pengajuan SPP

SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN ( SPP )

DESA …………………… KECAMATAN …………………………….

TAHUN ANGGARAN ................

1. Bidang : .............................. 2. Kegiatan : ..............................

3. Waktu Pelaksanaan : ..............................

Rincian Pendanaan:

NO. URAIAN PAGU

ANGGARAN

PENCAIRAN

S.D. YG LALU

PERMINTAAN

SEKARANG

JUMLAH

SAMPAI SAAT INI

SISA

DANA

(Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.) (Rp.)

JUMLAH

Telah dilakukan verifikasi

Sekretaris Desa

……………………………………

................., tanggal ………………….

Pelaksana Kegiatan

…………………………………….

Setujui untuk dibayarkan Kepala Desa

……………………………………

Telah dibayar lunas Bendahara

…………………………………….

Petunjuk pengisian:

1. Bidang diisi dengan kode rekening berdasarkan klasifikasi kelompok belanja

desa.

2. Kegiatan diisi dengan kode rekening sesuai dengan urutan kegiatan dalam

APBDesa.

3. Kolom 1 dengan nomor urut.

4. Kolom 2 diisi dengan rincian penggunaan dana sesuai rencana kegiatan.

5. Kolom 3 diisi dengan rincian pagu dana sesuai dengan rencana kegiatan.

6. Kolom 4 diisi dengan rincian jumlah anggaran yang telah dibayar sebelumnya.

7. Kolom 5 diisi dengan rincian yang dimintakan untuk dibayar.

8. Kolom 6 diisi dengan jumlah permintaan dana sampai saat ini.

9. Kolom 7 diisi dengan sisa anggaran

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 116

Lembar Kerja Kelompok 4.3.3 BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN

DESA……………….. KECAMATAN………………….. TAHUN ANGGARAN…………………………………….

1. Bidang :

2. Kegiatan :

No. Tanggal Uraian

Penerimaan (Rp.) Nomor Bukti

Pengeluaran(Rp.) Jumlah Pengembalian ke Bendahara

Saldo Kas (Rp.)

Dari

Bendahara

Swadaya

Masyarakat

Belanja Barang

dan Jasa

Belanja

Modal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pindahan Jumlah dari halaman sebelumnya

Jumlah

Total Penerimaan Total Pengeluaran

Total Pengeluaran + Saldo Kas

Desa……………….. …….,Tanggal……

Pelaksana Kegiatan

Cara pengisian:

1. Bidang diisi berdasarkan klasifikasi kelompok.

2. Kegiatan diisi sesuai dengan yang ditetapkan dalam APBDesa.

3. Kolom 1 diisi dengan nomor urut.

4. Kolom 2 diisi dengan tanggal transaksi.

5. Kolom 3 diisi dengan uraian transaksi.

6. Kolom 4 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima bendahara.

7. Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah yang diterima dari masyarakat.

8. Kolom 6 diisi dengan nomor bukti transaksi.

9. Kolom 7 diisi dengan jenis pengeluaran belanja barang dan jasa.

10. Kolom 8 diisi dengan jenis pengeluaran belanja modal.

11. Kolom 9 diisi dengan jumlah rupiah yang dikembalikan kepada bendahara.

12. Kolom 10 diisi dengan jumlah saldo kas dalam rupiah.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 117

Lembar Kerja 4.3.4 BUKU KAS UMUM

DESA …………………… KECAMATAN ……………………………. TAHUN ANGGARAN .......................

No. Tgl. KODE

REKENING URAIAN

PENERIMAAN

(Rp.)

PENGELUARAN

(Rp.)

NO BUKTI

JUMLAH

PENGELUARAN

KOMULATIF

SALDO

1 2 3 4 5 6 7 8 9

JUMLAH Rp. Rp.

……………., tanggal …………………

MENGETAHUI BENDAHARA DESA,

KEPALA DESA,

………………………………….. ………………………….

Cara Pengisian :

Kolom 1diisi dengan nomor urut penerima kas atau pengeluaran kas

Kolom 2 diisi dengan tanggal penerimaan kas atau pengeluaran kas

Kolom 3 diisi dengan kode rekening penerimaan kas atau pengeluaran kas

Kolom 4 diisi dengan uraian transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas

Kolom 5 diisi dengan jumlah rupiah penerimaan kas

Kolom 6 diisi dengan jumlah rupiah pengeluaran kas

Kolom 7 diisi dengan nomor bukti transaksi

Kolom 8 diisi dengan penjumlahan komulatif pengeluaran kas

Kolom 9 diisi dengan saldo kas.

Catatan :

sebelum ditandatangani Kepala Desa wajib di periksa dan di paraf oleh Sekretaris Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 118

Lembar Kerja 4.3.5

LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

SEMESTER PERTAMA

PEMERINTAH DESA………….. TAHUN ANGGARAN………….

KODE

REKENING

URAIAN

JUMLAH

ANGGARA

N

(Rp.)

JUMLAH

REALISA

SI

(Rp.)

LEBIH/

KURAN

G

(Rp.)

KET

.

1 2 3 4

1 PENDAPATAN

1 1 Pendapatan Asli Desa

1 1 1 Hasil Usaha

1 1 2 Swadaya, Partisipasi dan

Gotong Royong

1 1 3 Lain-lain Pendapatan Asli Desa yang sah

1 2 Pendapatan Transfer

1 2 1 Dana Desa

1 2 2 Bagian dari hasil pajak

&retribusi daerah kabupaten/

kota

1 2 3 Alokasi Dana Desa

1 2 4 Bantuan Keuangan

1 2 4 1 Bantuan Provinsi

1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota

1 3 Pendapatan Lain lain

1 3 1 Hibah dan Sumbangan dari

pihak ke-3 yang tidak

mengikat

1 3 2 Lain-lain Pendapatan Desa yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA

2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

2 1 1 Penghasilan Tetap dan

Tunjangan

2 1 1 1 Belanja Pegawai:

- Penghasilan Tetap Kepala

Desa dan Perangkat

- Tunjangan Kepala Desa dan

Perangkat

- Tunjangan BPD

2 1 2 Operasional Perkantoran

2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 119

- Alat Tulis Kantor

- Benda POS

- Pakaian Dinas dfan Atribut

- Pakaian Dinas

- Alat dan Bahan Kebersihan

- Perjalanan Dinas

- Pemeliharaan

- Air, Listrik,dasn Telepon

- Honor

- dst…………………..

2 1 2 3 Belanja Modal

- Komputer

- Meja dan Kursi

- Mesin TIK

- dst……………………..

2 1 3 Operasional BPD

2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa

- ATK

- Penggandaan

- Konsumsi Rapat

- dst …………………….

2 1 4 Operasional RT/ RW

2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa

- ATK

- Penggadaan

- Konsumsi Rapat

- dst ………………………….

2 2 Bidang Pelaksanaan

Pembangunan Desa

2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi

2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa

- Upah Kerja

- Honor

- dst………………..

2 2 1 3 Belanja Modal

- Semen

- Material

- dst…………

2 2 2 Pengaspalan jalan desa

2 2 2 2 Belanja Barang dan Jasa :

- Upah Kerja

- Honor

- dst………………………………

…..

2 2 2 3 Belanja Modal:

- Aspal

- Pasir

- dst ……………

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 120

2 2 3 Kegiatan…………………………

2 3 Bidang Pembinaan

Kemasyarakatan

2 3 1 Kegiatan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban

2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor Pelatih

- Konsumsi

- Bahan Pelatihan

- dst…………………

2 3 2 Kegiatan…………………….

2 4 Bidang Pemberdayaan

Masyarakat

2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala

Desa dan Perangkat

2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor pelatih

- Konsumsi

- Bahan pelatihan

- dst…………………

2 4 2 Kegiatan………………………..

2 5 Bidang Tak Terduga

2 5 1 Kegiatan Kejadian Luar Biasa

2 5 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor tim

- Konsumsi

- Obat-obatan

- dst……………………

2 5 2 Kegiatan………………………

JUMLAH BELANJA

SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN

3 1 Penerimaan Pembiayaan

3 1 1 SILPA

3 1 2 Pencairan Dana Cadangan

3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di

pisahkan

JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan

3 2 1 Pembentukan Dana Cadangan

3 2 2 Penyertaan Modal Desa

JUMLAH ( RP )

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 121

DISETUJUI OLEH

KEPALA DESA ………………………

TTD

(……………………………….)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 122

Lembar Kerja 4.3.5

LAPORAN REALISASI PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA DESA SEMESTER AKHIR TAHUN

PEMERINTAH DESA…………..

TAHUN ANGGARAN………….

KODE

REKENING

URAIAN

JUMLAH

ANGGARA

N (Rp.)

JUMLAH

REALISA

SI (Rp.)

LEBIH/

KURAN

G (Rp.)

KET

.

1 2 3 4

PINDAHAN SALDO

(SEMESTER PERTAMA )

1 PENDAPATAN

1 1 Pendapatan Asli Desa

1 1 1 Hasil Usaha

1 1 2 Swadaya, Partisipasi dan

Gotong Royong

1 1 3 Lain-lain Pendapatan Asli

Desa yang sah

1 2 Pendapatan Transfer

1 2 1 Dana Desa

1 2 2 Bagian dari hasil pajak

&retribusi daerah kabupaten/ kota

1 2 3 Alokasi Dana Desa

1 2 4 Bantuan Keuangan

1 2 4 1 Bantuan Provinsi

1 2 4 2 Bantuan Kabupaten / Kota

1 3 Pendapatan Lain lain

1 3 1 Hibah dan Sumbangan dari

pihak ke-3 yang tidak

mengikat

1 3 2 Lain-lain Pendapatan Desa

yang sah

JUMLAH PENDAPATAN

2 BELANJA

2 1 Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

2 1 1 Penghasilan Tetap dan

Tunjangan

2 1 1 1 Belanja Pegawai:

- Penghasilan Tetap Kepala

Desa dan Perangkat

- Tunjangan Kepala Desa dan Perangkat

- Tunjangan BPD

2 1 2 Operasional Perkantoran

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 123

2 1 2 2 Belanja Barang dan Jasa

- Alat Tulis Kantor

- Benda POS

- Pakaian Dinas dfan Atribut

- Pakaian Dinas

- Alat dan Bahan Kebersihan

- Perjalanan Dinas

- Pemeliharaan

- Air, Listrik,dasn Telepon

- Honor

- dst…………………..

2 1 2 3 Belanja Modal

- Komputer

- Meja dan Kursi

- Mesin TIK

- dst……………………..

2 1 3 Operasional BPD

2 1 3 2 Belanja Barang dan Jasa

- ATK

- Penggandaan

- Konsumsi Rapat

- dst …………………….

2 1 4 Operasional RT/ RW

2 1 4 2 Belanja Barang dan Jasa

- ATK

- Penggadaan

- Konsumsi Rapat

- dst ………………………….

2 2 Bidang Pelaksanaan

Pembangunan Desa

2 2 1 Perbaikan Saluran Irigasi

2 2 1 2 Belanja Barang dan jasa

- Upah Kerja

- Honor

- dst………………..

2 2 1 3 Belanja Modal

- Semen

- Material

- dst…………

2 2 2 Pengaspalan jalan desa

2 2 2 2 Belanja Barang dan Jasa :

- Upah Kerja

- Honor

- dst………………………………

…..

2 2 2 3 Belanja Modal:

- Aspal

- Pasir

- dst ……………

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 124

2 2 3 Kegiatan…………………………

2 3 Bidang Pembinaan

Kemasyarakatan

2 3 1 Kegiatan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban

2 3 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor Pelatih

- Konsumsi

- Bahan Pelatihan

- dst…………………

2 3 2 Kegiatan…………………….

2 4 Bidang Pemberdayaan

Masyarakat

2 4 1 Kegiatan Pelatihan Kepala

Desa dan Perangkat

2 4 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor pelatih

- Konsumsi

- Bahan pelatihan

- dst…………………

2 4 2 Kegiatan………………………..

2 5 Bidang Tak Terduga

2 5 1 Kegiatan Kejadian Luar Biasa

2 5 1 2 Belanja Barang dan Jasa:

- Honor tim

- Konsumsi

- Obat-obatan

- dst……………………

2 5 2 Kegiatan………………………

JUMLAH BELANJA

SURPLUS / DEFISIT

3 PEMBIAYAAN

3 1 Penerimaan Pembiayaan

3 1 1 SILPA

3 1 2 Pencairan Dana Cadangan

3 1 3 Hasil Kekayaan Desa Yang di

pisahkan

JUMLAH ( RP )

3 2 Pengeluaran Pembiayaan

3 2 1 Pembentukan Dana Cadangan

3 2 2 Penyertaan Modal Desa

JUMLAH ( RP )

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 125

DISETUJUI OLEH

KEPALA DESA ………………………

TTD

(……………………………….)

Lembar Kerja 4.3.6

Tahapan Kegiatan Prinsip

Tantangan Transparansi Akuntabilitas

PPD Pembentukan Tim

Penyusunan RKP

Penyusunan RAPB Desa

PKD Pengadaan barang dan

jasa

pelaksanaan kegiatan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 126

PB

4

Bahan Bacaan

Pembangunan Desa

Bahan Bacaan 1

RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA

Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagai penjabaran RPJM Desa. RKP Desa

disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah

kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP

Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa

ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun

berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Kegiatan Penyusunan RKPDesa

Kepala Desa menyusun RKP Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa,

dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:

1) penyusunan perencanaan pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;

2) pembentukan tim penyusun RKP Desa;

3) pencermatan pagu indikatif Desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke

Desa;

4) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;

5) penyusunan rancangan RKP Desa;

6) penyusunan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;

7) penetapan RKP Desa;

8) perubahan RKP Desa; dan

9) pengajuan daftar usulan RKP Desa.

Penyusunan

Penyusunan Perencanaan Pembangunan Desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah

Desa dalam rangka penyusunan rencana pembangunan Desa, melaksanakan kegiatan

sebagai berikut:

1) mencermati ulang dokumen RPJM Desa;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 127

2) menyepakati hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa; dan

3) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang

dibutuhkan.

Tim Penyusun

Kepala Desa membentuk tim penyusun RKP Desa, terdiri dari:

1) kepala Desa selaku pembina;

2) sekretaris Desa selaku ketua;

3) ketua lembaga pemberdayaan masyarakat sebagai sekretaris; dan

4) anggota yang meliputi: perangkat desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,

kader pemberdayaan masyarakat desa, dan unsur masyarakat.

Tim penyusun RKP Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut:

1) pencermatan pagu indikatif desa dan penyelarasan program/kegiatan masuk ke

desa;

2) pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;

3) penyusunan rancangan RKP Desa; dan

4) penyusunan rancangan daftar usulan RKP Desa.

Keterangan masing-masing kegiatan di atas adalah sebagai berikut:

a. Pencermatan Pagu Indikatif Desa dan Penyelarasan Program/Kegiatan

Masuk ke Desa.

Kepala Desa mendapatkan data dan informasi dari kabupaten/kota tentang: pagu

indikatif Desa; dan rencana program/kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang masuk ke Desa. Data dan

informasi diterima kepala Desa dari kabupaten/kota paling lambat bulan Juli setiap

tahun berjalan.

Tim penyusun RKP Desa melakukan pencermatan pagu indikatif Desa yang meliputi:

rencana dana Desa yang bersumber dari APBN;

rencana alokasi dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana

perimbangan yang diterima kabupaten/kota;

rencana bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

dan

rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

provinsi dan anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota.

b. Pencermatan Ulang RPJM Desa

Tim penyusunan RKP Desa mencermati skala prioritas usulan rencana kegiatan

pembangunan Desa untuk 1 (satu) tahun anggaran berikutnya sebagaimana

tercantum dalam dokumen RPJM Desa. Hasil pencermatan menjadi dasar bagi tim

penyusun RKP Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 128

c. Penyusunan Rancangan RKP Desa

Penyusunan rancangan RKP Desa berpedoman kepada:

a. hasil kesepakatan musyawarah Desa;

b. pagu indikatif Desa;

c. pendapatan asli Desa;

d. rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/kota;

e. jaring aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota;

f. hasil pencermatan ulang dokumen RPJM Desa;

g. hasil kesepakatan kerjasama antar Desa; dan

h. hasil kesepakatan kerjasama Desa dengan pihak ketiga.

Rancangan RKP Desa dituangkan dalam format rancangan RKP Desa, dilampiri

rencana kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya. Rencana kegiatan dan Rencana

Anggaran Biaya untuk kerjasama antar Desa disusun dan disepakati bersama para

kepala desa yang melakukan kerja sama antar Desa dan diverifikasi oleh tim

verifikasi.

Tim penyusun RKP Desa menyusun usulan prioritas program dan kegiatan. Usulan

prioritas program dan kegiatan dituangkan dalam rancangan daftar usulan RKP

Desa. Rancangan daftar usulan RKP Desa menjadi lampiran berita acara laporan tim

penyusun rancangan RKP Desa. Tim penyusun RKP Desa membuat berita acara

tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa yang dilampiri dokumen rancangan

RKP Desa dan rancangan daftar usulan RKP Desa.Berita acara disampaikan oleh tim

penyusun RKP Desa kepada kepala Desa.

Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan

masyarakat Desa. Rancangan RKP Desa, berisi prioritas program dan kegiatan yang

didanai:

a. pagu indikatif Desa;

b. pendapatan asli Desa;

c. swadaya masyarakat Desa;

d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan

e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah

daerah kabupaten/kota.

d. Perubahan RKP Desa

RKP Desa dapat diubah dalam hal:

a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,

dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 129

b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa

yang diadakan secara khusus untuk kepentingan pembahasan dan penyepakatan

perubahan RKP Desa. Penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan

Desa disesuaikan dengan terjadinya peristiwa khusus dan/atau terjadinya

perubahan mendasar.

Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa ditetapkan

dengan peraturan Desa tentang RKP Desa perubahan sebagai dasar dalam

penyusunan perubahan APB Desa.

e. Pengajuan Daftar Usulan RKP Desa

Kepala Desa menyampaikan daftar usulan RKP Desa kepada bupati/walikota melalui

camat. Penyampaian daftar usulan RKP Desa aling lambat 31 Desember tahun

berjalan. Daftar usulan RKP Desa menjadi materi pembahasan di dalam musyawarah

perencanaan pembangunan kecamatan dan kabupaten/kota.

Bupati/walikota menginformasikan kepada pemerintah Desa tentang hasil

pembahasan daftar usulan RKP Desa. Informasi tentang hasil pembahasan daftar

usulan RKP Desa diterima oleh pemerintah Desa setelah diselenggarakannya

musyawarah perencanaan pembangunan di kecamatan pada tahun anggaran

berikutnya. Informasi diterima pemerintah desa paling lambat bulan Juli tahun

anggaran berikutnya

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

Dalam perencanaan pembangunan Desa, pemerintah Desa melaksanakan tahapan yang

meliputi: penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa);

dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPJM Desa, ditetapkan

dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan Kepala Desa.

RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan.

Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala Desa, arah kebijakan

pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan

Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Langkah-Langkah Penyusunan RPJM Desa

Kepala Desa menyelenggarakan penyusunan RPJM Desa dengan mengikutsertakan

unsur masyarakat Desa. Penyusunan RPJM Desa dilaksanakan dengan

mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas program dan kegiatan

kabupaten/kota.

Penyusunan RPJM Desa, dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:

pembentukan tim penyusun RPJM Desa;

penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota;

pengkajian keadaan Desa;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 130

penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah Desa;

penyusunan rancangan RPJM Desa;

penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan

pembangunan Desa; dan

penetapan RPJM Desa.

1. Pembentukan Tim Penyusun RPJM Desa

Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa, yang terdiri dari:

kepala Desa selaku pembina;

sekretaris Desa selaku ketua;

ketua lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris; dan

anggota yang berasal dari perangkat Desa, lembaga pemberdayaan masyarakat,

kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur masyarakat lainnya.

Jumlah anggota tim penyusun RPJM Des, paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling

banyak 11 (sebelas) orang.Tim penyusun RPJM Des, harus mengikutsertakan

perempuan. Tim penyusun RPJM Des ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Tim

penyusun RPJM Desa melaksanakan kegiatan sebagai berikut: penyelarasan arah

kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota; pengkajian keadaan Desa; penyusunan

rancangan RPJM Desa; danpenyempurnaan rancangan RPJM Desa.

2. Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota

Tim penyusun RPJM Desa kemudian melakukan penyelarasan arah kebijakan

pembangunan kabupaten/ kota untuk mengintegrasikan program dan kegiatan pem-

bangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Penyelarasan arah kebijakan

pembangunan kabupaten/kota dilakukan dengan mengikuti sosialisasi dan/atau

mendapatkan informasi tentang arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota.

Informasi arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota sekurang-kurangnya meliputi:

rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;

rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;

rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;

rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan

rencana pembangunan kawasan perdesaan.

3. Pengkajian Keadaan Desa

Tim penyusun RPJM Desa melakukan pengkajian keadaan Desa dalam rangka

mempertimbangkan kondisi objektif Desa. Pengkajian keadaan Desa, meliputi kegiatan

sebagai berikut:

penyelarasan data Desa;

penggalian gagasan masyarakat; dan

penyuunan laporan hasil pengkajian keadaan Desa.

Laporan hasil pengkajian keadaan desa menjadi bahan masukan dalam musyawarah

Desa dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 131

4. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa melalui musyawarah Desa

Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan musyawarah Desa berdasarkan

laporan hasil pengkajian keadaan desa.Musyawarah Desa, membahas dan menyepakati

sebagai berikut:

laporan hasil pengkajian keadaan Desa;

rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi

kepala Desa; dan

rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

5. Penyusunan Rancangan RPJM Desa

Tim penyusun RPJM Desa menyusun rancangan RPJM Desa berdasarkan berita acara

sebagaimana dimaksud di atas. Rancangan RPJM Desa, dituangkan dalam format

rancangan RPJM Desa.Tim penyusun RPJM Desa membuat berita acara tentang hasil

penyusunan rancangan RPJM Desa yang dilampiri dokumen rancangan RPJM Desa.

Berita acara rancangan RPJM Desa disampaikan oleh tim penyusun RPJM Desa kepada

kepala Desa. Kepala Desa memeriksa dokumen rancangan RPJM Desa yang telah

disusun oleh Tim Penyusun RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan

berdasarkan arahan kepala Desa dalam hal kepala Desa belum menyetujui rancangan

RPJM Desa. Dalam hal rancangan RPJM Desa telah disetujui oleh kepala Desa, maka

langsung dilaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa.

6. Penyusunan Rencana Pembangunan Desa Melalui Musyawarah Perencanaan

Pembangunan Desa.

Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa yang

diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa. Musyawarah

perencanaan pembangunan Desa diikuti oleh Pemerintah Desa, Badan

Permusyawaratan Desa, dan unsur masyarakat. Unsur masyarakat terdiri atas: tokoh

adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani;

perwakilan kelompok nelayan; perwakilan kelompok perajin; perwakilan kelompok

perempuan; perwakilan kelompok pemerhati dan perlindungan anak; dan perwakilan

kelompok masyarakat miskin. Selain unsur masyarakat tersebut, musyawarah

perencanaan pembangunan Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai

dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Musyawarah perencanaan pembangunan Desa membahas dan menyepakati rancangan

RPJM Desa. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa

dituangkan dalam berita acara.

7. Penetapan dan perubahan RPJM Desa

Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen

rancangan RPJM Desa berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah perencanaan

pembangunan Desa. Rancangan RPJM Desa menjadi lampiran rancangan peraturan

Desa tentang RPJM Desa. Kepala Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 132

RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa dibahas dan disepakati

bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi

Peraturan Desa tentang RPJM Desa.

Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:

terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,

dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau

terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 133

PB

4

Bahan Bacaan

Pembangunan Desa

Bahan Bacaan 2

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

A. POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengertian

Keuangan Desa adalah Semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Pengelolaan Keuangan adalah Seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan hingga pertanggungjawaban

yang dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari sampai

dengan 31 Desember. (Pengertian/difinisi yang dipetik dari Permendagri No. 113 Tahun

2014).

Dasar Hukum dan Ketentuan Pengelolaan Keuangan Desa

Semua uang yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan desa adalah uang Negara dan uang rakyat, yang harus dikelola berdasar

pada hukum atau peraturan yang berlaku, khususnya:

1. UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;

2. PP No. 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014

tentang Desa;

3. PP No. 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN;

4. Permendagri No. 113 Tahun 2014.

Peraturan lainnya yang terkait, antara lain:

1. UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 134

2. Peraturan yang diterbitkan oleh Menteri Desa;

3. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Ketentuan-ketentuan pokok tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam UU No. 6

Tahun 2014 tercantum pada Pasal 71 – 75 yang mencakup: Pengertian keuangan desa,

Jenis dan sumber-sumber Pendapatan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDesa), Belanja Desa, dan Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan

Keuangan Desa. Kemudian dijabarkan lebih rinci dalam PP No. 43 Tahun 2014,

sebagaimana termuat pada Pasal 80 (Penghasilan Pemerintah Desa), dan Pasal 90-106.

Ketentuan-ketentuan pokok dimaksud selanjutnya dijabarkan secara detil/teknis dalam

Permendagri No. 113 Tahun 2014. Dengan demikian, pengelola keuangan desa wajib

menjadikan Permendagri dimaksud sebagai “al kitab” yang harus selalu dirujuk, agar

terhindar dari neraka di dunia (Penjara) dan kelak di akhirat (Jahanam).

Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Asas adalah nilai-niliai yang menjiwai Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dimaksud

melahirkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar dan harus tercermin dalam setiap

tindakan Pengelolaan Keuangan Desa. Asas dan prinsip tidak berguna bila tidak

terwujud dalam tindakan. Sesuai Permendagri No. 113 Tahun 2014, Keuangan Desa

dikelola berdasarkan asas-asas, yaitu:

Transparan

Terbuka - keterbukaan, dalam arti segala kegiatan dan informasi terkait Pengelolaan

Keuangan Desa dapat diketahui dan diawasi oleh pihak lain yang berwenang. Tidak ada

sesuatu hal yang ditutup-tutupi (disembunyikan) atau dirahasiakan. Hal itu menuntut

kejelasan siapa, melakukan apa serta bagaimana melaksanakannya.

Transparan dalam pengelolaan keuangan mempunyai pengertian bahwa informasi

keuangan diberikan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat guna memenuhi hak

masyarakat untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan

kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- undangan (KK, SAP,2005).

Akuntabel

Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan atau kinerja pemerintah/lembaga dapat

dipertanggungjawabkan kepada pihak-pihak yang memiliki hak atau berkewenangan

untuk meminta keterangan akan pertanggungjawaban (LAN, 2003). Dengan denikian,

pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan

dengan baik, mulai dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban.

Partisipatif

Mempunyai pengertian bahwa setiap tindakan dilakukan dengan mengikutsertakan

keterlibatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga

perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Pengelolaan Keuangan Desa, sejak

tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggugjawaban

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 135

wajib melibatkan masyarakat para pemangku kepentingan di desa serta masyarakat

luas, utamanya kelompok marjinal sebagai penerima manfaat dari program/kegiatan

pembangunan di Desa.

Tertib dan disiplin anggaran

Mempunyai pengertian bahwa anggaran harus dilaksanakan secara konsisten dengan

pencatatan atas penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan di desa.

Hal ini dimaksudkan bahwa pengelolaan keuangan desa harus sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Asas Penunjuk Perwujudannya Mengapa Penting?

Transparan Memudahkan akses publik

terhadap informasi

Penyebartahuan informasi

terkait Pengelolaan Keuangan

Desa

Memenuhi hak masyarakat

Menghindari konflik

Akuntabel Laporan Pertanggungjawaban

Informasi kepada publik

Mendapatkan legitimasi

masyarakat

Mendapatkan kepercayaan

public

Partisipatif Keterlibatan efektif masyarakat

Membuka ruang bagi peran

serta masyarakat

Memenuhi hak masyarakat

Menumbuhkan rasa memiliki

Meningatkan keswadayaan

masyarakat

Tertib dan

Disiplin

Anggaran

Taat hokum

Tepat waktu, tepat jumlah

Sesuai prosedur

Menghindari penyimpangan

Meningkatkan prefesionalitas

TAHAPAN KEGIATAN PENGELOLAAN

Pengelolaan Keuangan Desa merupakan rangkaian kegiatan yang berlangsung dengan

mengikuti siklus:

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 136

1. Perencanaan

Secara umum, perencanaan keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan

pendapatan dan belanja dalam kurun waktu tertentu di masa yang akan datang.

Perencanaan keuangan desa dilakukan setelah tersusunnya RPJM Desa dan RKP

Desa yang menjadi dasar untuk menyusun APBDesa yang merupakan hasil dari

perencanaan keuangan desa.

RPJM Desa & RKP Desa

APB Desa

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa merupakan implementasi atau

eksekusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Termasuk dalam pelaksanaan

diantaranya adalah proses pengadaan barang dan jasa serta proses pembayaran.

Tahap pelaksanaan adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDesa dalam

satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari hingga 31 Desember. Atas dasar

APBDesa dimaksud disusunlah rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan

yang menjadi dasar pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).

APB Desa

RAB

SPP

PERENCANAAN

PELAKSANAAN

PENATAUSAHAAN PELAPORAN

PERTANGGUNGJAWABAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 137

Pengadaan barang dan jasa, penyusunan Buku Kas Pembantu Kegiatan, dan

Perubahan APB Desa adalah kegiatan yang berlangsung pada tahap pelaksanaan.

3. Penatausahaan

Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis

(teratur dan masuk akal/logis) dalam bidang keuangan berdasarkan prinsip, standar,

serta prosedur tertentu sehingga informasi aktual (informasi yang sesungguhnya)

berkenaan dengan keuangan dapat segera diperoleh. Tahap ini merupakan proses

pencatatan seluruh transaksi keuangan yang terjadi dalam satu tahun anggaran.

Lebih lanjut, kegiatan penatausahaan keuangan mempunyai fungsi pengendalian

terhadap pelaksanaan APBDesa. Hasil dari penatausahaan adalah laporan yang

dapat digunakan untuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan itu sendiri.

4. Pelaporan

Pelaporan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyampaikan hal-hal yang

berhubungan dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukan selama satu periode

tertentu sebagai bentuk pelaksanaan tanggungjawab (pertanggungjawaban) atas

tugas dan wewenang yang diberikan Laporan merupakan suatu bentuk penyajian

data dan informasi mengenai sesuatu kegiatan ataupun keadaan yang berkenaan

dengan adanya suatu tanggung jawab yang ditugaskan. Pada tahap ini, Pemerintah

Desa menyusun laporan realisasi pelaksanaan APBDes setiap semester yang

disampaikan kepada Bupati/walikota.

5. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa dilakukan setiap akhir tahun

anggaran yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan di dalam Forum

Musyawarah Desa.

Peran dan Keterlibatan Masyarakat dalam PKD

Sesuai makna yang terangkum dalam pengertian Desa sebagai kesatuan masyarakat

hukum yang berhak mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri, maka peran dan

keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

desa menjadi keharusan. Karena, pada dasarnya Desa adalah organisasi milik

masyarakat. Tata kelola Desa secara tegas juga menyaratkan hal itu, terlihat dari fungsi

pokok Musyawarah Desa sebagai forum pembahasan tertinggi di desa bagi Kepala

Desa (Pemerintah Desa), BPD, dan unsur-unsur masyarakat untuk membahas hal-hal

strategis bagi keberadaan dan kepentingan desa.

Dengan demikian, peran dan keterlibatan masyarakat juga menjadi keharusan dalam

Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh sebab itu, setiap tahap kegiatan PKD harus

memberikan ruang bagi peran dan keterlibatan masyarakat. Masyarakat dimaksud

secara longgar dapat dipahami sebagai warga desa setempat, 2 orang atau lebih, secara

sendiri-sendiri maupun bersama, berperan dan terlibat secara positif dan memberikan

sumbangsih dalam Pengelolaan Keuangan Desa. Namun bila hal itu dilakukan secara

pribadi oleh orang seorang warga desa, tentu akan cukup merepotkan. Oleh karena itu,

peran dan keterlibatan dimaksud hendaknya dilakukan oleh para warga desa secara

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 138

terorganisasi melalui Lembaga Kemasyarakatan dan/atau Lembaga Masyarakat yang

ada di desa setempat.

Peran dan keterlibatan masyarakat menjadi faktor penting, karena: 1) Menumbuhkan

rasa tanggungjawab masyarakat atas segala hal yang telah diputuskan dan

dilaksanakan. 2) Menumbuhkan rasa memiliki, sehingga masyarakat sadar dan sanggup

untuk memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (swadaya), dan 3)

Memberikan legitimasi/keabsahan atas segala yang telah diputuskan.

Bagaimana peran dan keterlibatan itu diwujudkan dalam setiap tahap.kegiatan PKD?

Apakah wujud peran dan keterlibatan itu memiliki hubungan dengan asas-asas PKD?

Tabel di bawah ini mencoba memberikan gambaran:

Peran/Keterlibatan Masyarakat

Tahap Kegiatan Peran dan Keterlibatan Terkait dengan

Asas

Perencanaan Memberikan masukan tentang rancangan APB

Desa kepada Kepala Desa dan/atau BPD

Partisipatif

Pelaksanaan Bersama dengan Kasi, menyusun RAB,

memfasilitasi proses pengadaan barang dan

jasa, mengelola atau melaksanakan

pekerjaan terkait kegiatan yang telah

ditetapkan dalam Perdes tentang APB Desa.

Memberikan masukan terkait perubahan

APB Desa

Partisipatif

Transparan

Penatausahaan Meminta informasi, memberikan masukan,

melakukan audit partisipatif

Transparansi

Akutabel

Tertib dan disiplin

anggaran

Pelaporan dan

Pertanggung-

jawaban

Meminta informasi, mencermati materi LPj,

Bertanya/meminta penjelasan terkait LPj dalam

Musyawarah Desa

Partisipatif

Transparan

Akuntabel

B. PENGELOLA KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa melekat dalam fungsi dan tugas Pemerintah Desa. Dengan

demikian, Pengelola keuangan desa adalah aparat pemerintahan desa sesuai tugas

danfungsinya yang ditetapkan dalam peraturan perundangan. Guna memahami

dengan benar “siapa, apa tugas dan tanggungjawab” Pengelola dimaksud, perlu

dipaparkan secara ringkas: 1) Struktur Pemerintah Desa. 2) Kekuasaan Pengelolaan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 139

Keuangan Desa. 3) Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD). 4) Tugas dan

Tanggungjawab Pengelola. 5) Etika Pengelola Keuangan Desa.

1. Struktur Pemerintah Desa

Sekretaris Desa memimpin sekretariat yang membawahi sebanyak-banyaknya 3

Urusan. Setiap Urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur),yang bertanggungjawab

kepada Sekretaris, dan (dapat) memiliki 1 orang atau lebih staf sesuai kebutuhan

dan kemampuan keuangan desa. Salah seorang staf Kaur ditetapkan sebagai

Bendahara. Pelaksana Teknis – unit baru yang diperkenalkan UU No. 6 Tahun 2014-

terdiri dari sebanyak-banyaknya 3 Seksi. Setiap Seksi dipimpin oleh Kepala Seksi

(Kasi) yang langsung bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

2. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa

Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan

mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Permendagri No. 113 Tahun 2014.

3. PTPKD

Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dalam

melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksanan Teknis

Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang dibentuk oleh Kepala Desa dan

ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Dalam PTPKD dimaksud Sekretaris

Desa sebagai koordinator. Kepala Seksi sebagai pelaksana kegiatan sesuai

bidangnya, dan Bendahara, yaitu unsur staf sekretariat desa yang membidangi

administrasi keuangan.

4. Tugas dan tanggungjawab Pengelola

Masing-masing pelaku dalam PTPKD mengemban tugas dan tanggungjawab

sebagaimana dipaparkan dalam bagan di bawah ini.

Matrik Tugas dan Tanggung Jawab Pengelola

No Pelaku Tugas dan Tanggung Jawab

Kepala Desa

Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB

Desa

Mentapkan PTPKD

Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan

penerimaan Desa

Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang

ditetapkan dalam APB Desa

Melakukan tindakan yang mengakibatkan

pengeluaran atas beban APBDesa

Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan Desa

dibantu oleh PTPKD

Sekretaris Desa

(Koordinator PTPKD)

Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan

APB Desa

Menyusun rencana Peraturan Desa tentang APB

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 140

Desa, perubahan APB Desa dan pertanggungjawaban

pelaksanaan APB Desa

Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan

kegiatan yang telah ditetapkan dalam APB Desa

Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban

pelaksanaan APB Desa

Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti

penerimaan dan pengeluaran APB Desa

Kepala Seksi Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan yang

menjadi tanggung jawabnya

Melaksanakan kegiatan dan/atau bersama lembaga

kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan didalam

APB Desa

Melakukan tindakan pengeluaran yang menyebabkan

atas beban anggaran belanja kegiatan

Mengendalikan pelaksanaan kegiatan

Melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan

kepada kepala desa

Menyiapkan dokumen anggaran atas beban

pengeluaran pelaksanaan kegiatan

Bendahara

Staff di Urusan

Keuangan

Menerima, menyimpan, menyetorkan/membayar,

menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

penerimaan pendapatan desa dan pengeluaran

pendapatan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa

Etika Pengelola

Etika adalah rambu-rambu, patokan, norma, yang diturunkan dari nilai-nilai moral yang

menjadi acuan bertindak bagi seseorang dalam melaksankan tugas dan

tanggungjawabnya. Etika ini menjadi sangat penting bila seseorang dimaksud adalah

pejabat publik yang menentukan nasib masyarakat. Etika dimaksud bukan hukum,

tetapi setiap tindakan yang melanggar etika pasti akan melanggar hukum. Etika ini

muncul dalam semua sisi kehidupan kita. Dalam tindak laku bermasyarakat misalnya,

kita sejak dini diajari untuk menghormati kepada orang yang lebih tua, sopan santun

dalam berbicara, dan seterusnya. Kejujuran, tidak mengambil segala sesuatu yang

bukan haknya, mendahulukan kepentingan masyarakat, adalah sedikit contoh yang

menunjukkan etika dalam mengelola atau mengemban amanah masyarakat. Etika ini

menjembatani agar nilai-nilai moral bisa menjadi tindakan nyata.

Pengelola Keuangan Desa dituntut untuk menjunjung tinggi, memegang teguh etika

mengelola keuangan. Pertama, uang membawa godaan yang besar untuk melanggar

etika dan hukum. Melanggar etika akan berdampak pada sanksi sosial, yang

menyebabkan merosotnya martabat seseorang di hadapan masyarakat. Melanggar

hukum tentu akan berhadapan dengan hukum, Dewasa ini terlalu banyak aparat

penyelenggara pemerintahan/Negara yang harus „pensiun dini‟ karena masuk penjara.

Kedua, tugas dan tanggungjawab mengelola keuangan desa berhubungan erat dan

menentukan nasib rakyat desa. APBDesa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 141

Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan rakyatnya sejahtera di masa

mendatang, ditentukan sejauh mana etika pengelolaan keuangan dipegang teguh para

Pengelola Keuangan Desa.

C. PERENCANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pengelolaan Keuangan Desa sebagai rangkaian kegiatan, diawali dengan kegiatan

Perencanaan, yaitu penyusunan APBDesa. Dengan demikian, penting untuk memahami

secara tepat berbagai aspek APBDesa: fungsi, ketentuan, struktur, sampai mekanisme

penyusunannya, sebagaimana diuraikan berikut. Secara umum, pengertian perencanaan

keuangan adalah kegiatan untuk memperkirakan pendapatan dan belanja untuk kurun

waktu tertentu di masa yang akan datang. Dalam kaitannya dengan Pengelolaan

Keuangan Desa, perencanaan dimaksud adalah proses penyusunan APBDes.

Fungsi APB Desa

Sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum, APBDesa menjamin kepastian

rencana kegiatan, dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait,

untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan, serta menjamin

tersedianya anggaran dalam jumlah yang tertentu yang pasti, untuk melaksanakan

rencana kegiatan dimaksud. APBDesa menjamin kelayakan sebuah kegiatan dari segi

pendanaan, sehingga dapat dipastikan kelayakan hasil kegiatan secara teknis.

Ketentuan Penyusunan APB Desa

Apa saja yang Harus Diperhatikan dalam Penyusunan APBDes? Dalam menyusun

APBDes, ada beberapa ketentuan yag harus dipatuhi:

APBDesa disusun berdasarkan RKPDesa yang telah ditetapkan dengan Perdes.

APBDesa disusun untuk masa 1 (satu) tahun anggaran, terhitung mulai 1 Januari

sampai 31 Desember tahun berikutnya.

Rancangan APBDesa harus dibahas bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD).

APBDesa dapat disusun sejak bulan September dan harus ditetapkan dengan

Perdes, selambat-lambatnya pada 31 Desember pada tahun yang sedang dijalani.

Selain itu, secara teknis penyusunan APBDesa juga harus memperhatikan:

a. Pendapatan Desa

Pendapatan Desa yang ditetapkan dalam APBDes merupakan perkiraan yang terukur

secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. Rasional

artinya menurut pikiran logis atau masuk akal serta sesuai fakta atau data.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 142

b. Belanja Desa

Belanja desa disusun secara berimbang antara penerimaan dan pengeluaran, dan

penggunaan keuangan desa harus konsisten (sesuai dengan rencana, tepat jumlah,

dan tepat peruntukan), dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

c. Pembiayaan Desa

Pembiayaan desa baik penerimaan pembiayaan maupun pengeluaran pembiayaan

harus disesuaikan dengan kapasitas dan kemampuan nyata/sesungguhnya yang

dimiliki desa, serta tidak membebani keuangan desa di tahun anggaran tertentu.

d. SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggara)

Dalam menetapkan anggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran

Sebelumnya (SiLPA), agar disesuaikan dengan kapasitas potensi riil yang ada, yaitu

potensi terjadinya pelampauan realisasi penerimaan desa, terjadinya penghematan

belanja, dan adanya sisa dana yang masih mengendap dalam rekening kas desa

yang belum dapat direalisasikan hingga akhir tahun anggaran sebelumnya.

Mekanisme, Tugas, dan Tanggungjawab Pelaku dalam Penyusunan APB Desa

Membaca Struktur APB Desa

Struktur/susunan APBDes terdiri dari tiga komponen pokok:

A. Pendapatan Desa

B. Belanja Desa

C. Pembiayaan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 143

Masing-masing komponen itu diuraikan lebih lanjut, sebagai berikut:

A. Pendapatan Desa

Pendapatan Desa, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang

merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali

oleh desa.

Kelompok

Pendapatan Jenis Pendapatan Rincian Pendapatan

Pendapatan

Asli Desa

a. Hasil Usaha

b. Hasil Aset

c. Swadaya, partisipasi, gotong

royong

d. Lain-lain Pendapatan Asli

Desa

Hasil Bumdes, Tanah Kas Desa

Tambatan perahu, pasar desa,

tempat pemandian umum,

jaringan irigasi

Membangun dengan kekuatan

sendiri yang melibatkan peran

serta masyarakat berupa tenaga,

barang yang dinilai dengan uang

Hasil pungutan desa

Transfer a. Dana Desa;

b. Bagian dari Hasil Pajak

Daerah Kabupaten/Kota dan

Retribusi Daerah;

c. Alokasi Dana Desa (ADD);

d. Bantuan Keuangan dari APBD

Provinsi; dan

e. Bantuan Keuangan APBD

Kabupaten/Kota.

Pendapatan

Lain-lain

a. Hibah dan Sumbangan dari

pihak ketiga yang tidak

mengikat;

b. Lain-lain pendapatan Desa

yang sah.

Pemberian berupa uang dari

pihak ketiga

Hasil kerjasama dengan pihak

ketiga atau bantuan perusahaan

yang berlokasi di desa

B. Belanja Desa

Belanja desa, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan

kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai

penyelenggaraan kewenangan Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 144

Kelompok

Belanja

Jenis Kegiatan

(Sesuai RKP Desa) Jenis Belanja dan Rincian Belanja

Penyelenggaraan

Pemerintahan

Desa

a. Kegiatan

Pembayaran

Penghasilan

Tetap dan

Tunjangan

b. Kegiatan

operasional

kantor

Belanja Pegawai

1. Pembayaran penghasilan tetap

Kepala Desa (1 org)

Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus, dll

mis. 11 org)

2. Pembayaran tunjangan

Kepala Desa

Perangkat Desa (Kaur, Kasi, Kadus)

BPD (mis: 5 org)

3. Insentif RT dan RW (mis: 5 RW, 25 RT)

Belanja Barang dan Jasa

ATK, Listrik, Air, Telepon

Fotocopy/Penggandaan

Benda Pos

Belanja Modal

Komputer

Mesin Tik

Meja, Kursi, Lemari

Pelaksanaan

Pembangunan

Desa

Kegiatan

Pembangunan

Jalan Lingkungan

(Rabat Beton), dll

(contoh)

1. Belanja Barang dan Jasa

Upah

Sewa Mobil

Minyak Bekesting

Paku, Benang

2. Belanja Modal

Marmer Prasasti

Beton Readymix

Kayu

Pasir

Batu

Plastik Cor

Pembinaan

Kemasyarakatan

Desa

Kegiatan

Penyelenggaraan

Keamanan dan

Ketertiban

Lingkungan

(contoh)

1. Belanja Barang dan Jasa

Honor Pelatih

Transport Peserta

Konsumsi

Alat Pelatihan

dll

2. Belanja Modal

Pemberdayaan

Masyarakat Desa

Kegiatan Pelatihan

Kelompok Tani

(contoh)

1. Belanja Barang dan Jasa

Honor Penyuluh Pertanian

Transpor Penyuluh

Konsumsi

Alat Pelatihan

2. Belanja Modal

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 145

Belanja Tak

Terduga

Komposisi Belanja dalam APBDesa

Pasal 100, PP 43 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan

dengan ketentuan:

a. paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa

digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa

b. paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja Desa

digunakan untuk:

1. penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;

2. operasional Pemerintah Desa;

3. tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan

4. insentif rukun tetangga dan rukun warga

Perhitungan Penghasilan Tetap (Siltap) Aparat Pemerintah Desa

Pasal 81 PP 43 Tahun 2014, Penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa

dianggarkan dalam APB Desa yang bersumber dari ADD. Pengalokasian ADD untuk

penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa menggunakan penghitungan

sebagai berikut:

a. ADD yang berjumlah kurang dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

digunakan maksimal 60% (enam puluh perseratus);

b. ADD yang berjumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan

Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) digunakan maksimal 50% (lima puluh

perseratus);

c. ADD yang berjumlah lebih dari Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sampai

dengan Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah) digunakan maksimal 40%

(empat puluh perseratus);

d. ADD yang berjumlah lebih dari Rp900.000.000,00 (sembilan ratus juta rupiah)

digunakan maksimal 30% (tiga puluh perseratus).

C. Pembiayaan Desa

Pembiayaan Desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Penerimaan

Pembiayaan

a. Sisa lebih perhitungan anggaran

(SiLPA) tahun sebelumnya

b. Pencairan Dana Cadangan

c. Hasil penjualan kekayaan desa

Pelampauan penerimaan

pendapatan terhadap

belanja

Penghematan belanja

Sisa dana kegiatan lanjutan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 146

yang dipisahkan.

Pengeluaran

Pembiayaan

a. Pembentukan Dana Cadangan

b. Penyertaan Modal Desa.

Kegiatan yang penyediaan

dananya tidak dapat

sekaligus/sepenuhnya

dibebankan dalam satu

tahun anggaran.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Perencanaan

Perencanaan adalah awal dari sebuah kegiatan. Bila perencanaan itu dilakukan dengan

tepat dan baik, akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan dan

kemudian hasil kegiatan. Ketepata perencanaan itu akan terjamin bila dalam prosesnya

benar-benar mengacu pada ketentuan dan didasarkan pada azas-azas Pengelolaan

Keuangan Desa. Bagaimana agar azas-azas itu mewujud dalam proses perencanaan?

Tabel di bawah ini, mencoba memberikan gambaran.

Asas Penerjemahannya dalam

Perencanaan Yang dibutuhkan

Partisipasi Pemerintah Desa membuka

ruang/mengikutsertakan

masyarakat dalam menyusun

RKP Desa maupun Rancangan

APBDesa

BPD melakukan konsultasi

dengan masyarakat sebelum

membahas Rancangan

APBDesa bersama Pemerintah

Desa

Masyarakat memberikan

masukan kepada Pemerintah

Desa dan/atau BPD

Komitmen Kepala Desa untuk

melibatkan masyarakat secara

optimal

Warga masyarakat yang

memahami ketentuan mauoun

teknis penyusunan APBDesa

Aturan dan mekanisme kerja

BPD yang memastikan adanya

konsultasi publik

Tata kerja BPD untuk menyerap

dan menampung aspirasi

masyarakat.

Transparansi Mengumumkan,

menginformasikan jadwal,

agenda, dan proses

perencanaan, serta hasil

perencanaan secara terbuka

kepada masyarakat

Sosialisasi dilakukan secara

resmi oleh Pemerintah Desa dan

BPD

Sarana prasarana

penyebartahuan informasi

Warga peduli informasi

Akuntabel Proses (tahap kegiatan)

dilakukan sesuai ketentuan

Kegiatan dilakukan oleh pihak

yang berkompeten

Rencana disusun berdasarkan

aspirasi masyarakat dan data

Rencana disepakati oleh para

pihak terkait

Mengumumkan,

menyosialisasikan ketentuan

dan proses peyusunan APBDesa

Pembahasan Rancangan

APBDesa dilakukan secara

terbuka, dalam arti dapat

dihadiri oleh masyarakat

Warga yang peduli pembahasan

APBDesa

Tertib dan Mengalokasikan anggaran Rincian kegiatan dalam proses

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 147

Disiplin

Anggaran

dalam jumlah tertentu dalam

APBDesa untuk membiayai

proses perencanaan

Anggaran dimaksud

digunakan secara tepat jumlah

dan hanya untuk kegiatan

perencanaan

perencanaan yang membutuhkan

dukungan pendanaan secara wajar.

D. PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Berdasarkan APBDesa yang dihasilkan pada tahap Perencanaan, dimulailah tahap

Pelaksanaan. Kegiatan pokok pada tahap ini mencakup: penyusunan RAB, pengajuan

Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan selanjutnya pelaksanaan kegiatan di

lapangan.

Pelaksanaan dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah rangkaian kegiatan untuk

melaksanakan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan APBDesa. Kegiatan pokok

dalam fase pelaksanaan ini pada dasarnya bisa dipilah menjadi dua: 1) Kegiatan yang

berkaitan dengan pengeluaran uang, dan 2) Pelaksanaan kegiatan di lapangan.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan Pengelolaan

Keuangan Desa, adalah:

Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan

desa dilaksanakan melalui rekening kas desa (pasal 24 ayat 1 Permendagri 113

Tahun 2014).

Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap

dan sah (pasal 24 ayat 3 Permendagri 113 Tahun 2014).

Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan

sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan

desa(pasal 26 ayat 1 Permendagri 113 Tahun 2014). Pengecualian untuk belanja

pegawai yang bersifat mengikat dan operasional kantor yang sebelumnya telah

ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa.

Tugas dan Tanggungjawab Pelaku

Unsur Pengelola Tugas dan Tanggungjawab

Kepala Seksi (Kasi) Meyusun RAB - Rencana Anggaran Biaya.

Mengajukan SPP – surat permohonan pencairan

Memfasilitasi pengadaan Barang dan Jasa

Mengerjakan Buku Kas Pembantu Kegiatsn

Sekretaris Desa:

Memverifikasi RAB

Memverifikasi persyaratan pengajuan SPP

Kepala Desa Mengesahkan RAB

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 148

Menyetujui SPP

Bendahara

Melakukan pembayaran/pengeluaran uang dari kas Desa

Mencatat transaksi dan menyusun Buku Kas Umum

Mendokumentasikan bukti bukti pengeliaran

Rangkaian Kegiatan Pelaksanaan

Kegiatan awal yang harus dilakukan pada tahap ini meliputi: 1) Penyusunan RAB. 2)

Pengadaan Barang dan Jasa. 3) Pengajuan SPP. 4) Pembayaran, dan 5) Pengerjaan Buku

Kas Pembantu Kegiatan. Rangkaian kegiatan dimaksud, secara rinci diuraikan sebagai

berikut:

1. Penyusunan RAB

Sebelum menyusun RAB, harus dipastikan tersedia data tentang standar harga

barang dan jasa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Standar harga dimaksud diperoleh melalui survey harga di lokasi setempat (desa

atau kecamatan setempat). Dalam hal atau kondisi tertentu, standar harga untuk

barang dan jasa (tertentu) dapat menggunakan standar harga barang/jasa yang

ditetapkan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Adapun prosedur dan tatacara penyusunan RAB adalah sebagai berikut:

Pelaksana Kegiatan (Kepala Seksi) menyiapkan RAB untuk semua rencana

kegiatan

Sekretaris Desa memverifikasi RAB dimaksud

Kepala Seksi mengajukan RAB yang sudah diverifikasi kepada Kepala Desa

Kepala Desa menyetujui dan mensahkan Rencana Anggaran Biaya Kegiatan (RAB).

Contoh RAB

RENCANA ANGGARAN KEGIATAN

DESA: MUTIARA KEC.: BATU MULIA

TAHUN ANGGARAN 2015

1. Bidang : Pelaksanaan Pembangunan Desa

2. Kegiatan : Jalan Lingkungan (Rabat Beton)

3. Waktu Pelaksanaan:

Rincian Pendanaan

No. URAIAN Volum

e Satuan

Harga

Satuan

Rp.

Jumlah

Rp.

1 2 3 4 5

1. Belanja Barang dan Jasa

1.1 Upah Pekerja 137 HOK 40.000 5.480.000

1.2 Upah Tukang 45 HOK 50.000 2.250.000

1.3 Paku 5-10 cm 11 Kg 16.000 176.000

1.4 Minyak Bekesting 4 Ltr 2.000 7.200

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 149

1.5 Benang 5 bh 3.000 15.000

1.6 Mobil Pik Up 4 hari 250.000 1.000.000

1.7 Ember 5 glg 5.000 25.000

Sub Total 1) 8.953.200

2. Belanja Modal

2.1 Beton Readymix 86 M3 800.000 68.800.000

2.2 Kayu Bekesting 2 M3 1.100.000 1.760.000

2.3 Pasir Urug 25 M3 110.000 2.706.000

2.4 Plastik cor 757 M2 2.000 1.514.000

2.5 Batu Scroup 11 M3 130.000 1.430.000

2.6 Papan Proyek 1 bh 150.000 150.000

2.7 Prasasti Marmer 1 bh 350.000 350.000

Sub Total 2) 76.710.000

Total 85.663.200,00

Desa Mutiara, tanggal.........

Disetujui/Mensahkan

Kepala Desa

Pelaksana Kegiatan

2. Pengadaan Barang/Jasa

Berdasarkan RAB yang sudah disahkan Kepala Desa dan rencana teknis pengerjaan

kegiatan di lapangan, Kepala Seksi (Pelaksana Kegiatan) memproses/memfasilitasi

Pengadaan Barang dan Jasa guna menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan

suatu kegiatan yang akan dikerjakan, baik yang dilakukan secara swakelola maupun

oleh pihak ketiga. Pengadaan barang dan jasa dimaksud bertujuan untuk dan

menjamin:

Penggunaan anggaran secara efisien efisien

Efektifitas pelaksanaan sebuah kegiatan

Jaminan ketersediaan barang dan jasa yang sesuai (tepat jumlah, tepat waktu,

dan sesuai spesifikasi)

Transparansi dan akuntabilitas dalam penyediaan barang/jasa

Peluang yang adil bagi seluruh masyarakat atau pengusaha terutama yang

berada di desa setempat untuk berpartisipasi

Dengan demikian, pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan prinsip-prinsip

efisien, efektif, transparan, pemberdayaan masyarakat, gotong-royong, dan

akuntabel serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini

dimaksudkan agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa dapat berjalan sesuai

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 150

dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan memberikan manfaat yang

optimal bagi pembangunan desa.

Prioritas bagi warga dan.atau pengusaha desa setempat, serta barang dan jasa yang

tersedia atau dapat disediakan di desa setempat, mengandung maksud untuk

mendorong peningkatan kegiatan ekonomi lolal/desa. Dengan demikian,

memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan eknomi masyarakat desa.

Namun, proses pengadaan itu harus tetap berdasar pada ketentuan dan

mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan.

Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam PP No. 43

tahun 2014, diatur dengan peraturan bupati/walikota dengan berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, setiap Bupati/Wali

Kota wajib menerbitkan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tatacara dan

menggariskan ketentuan pengadaan barang dan jasa di desa.

Salah satu peraturan tentang pengadaan barang dan jasa adalah Perka LKPP No. 13

Tahun 2013 tentang Pedoman Tatacara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. Dalam

Perka dimaksud dinyatakan secara jelas bahwa pengadaan barang/jasa yang

bersumber dari APBDesa di luar ruang lingkup pengaturan pasal 2 Perpres 54 /2010

jo Perpres 70/2012. Menurut Perka LKPP tersebut, tata cara pengadaan barang/jasa

oleh Pemerintah Desa yang sumber pembiayaannya dari APBDesa ditetapkan oleh

kepala daerah dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan Kepala LKPP dan

kondisi masyarakat setempat.

3. Pengajuan SPP

Selanjutnya, Kepala Seksi sebagai Koordinator Pelaksana Kegiatan mengajukan

Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai prosedur dan tatacara sebagai berikut:

Berdasarkan RAB tersebut, Pelaksana Kegiatan membuat Surat Permintaan

Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa dilengkapi dengan Pernyataan

Tanggung Jawab Belanja dan Bukti Transaksi. Ke

Sekretaris Desa melakukan verifikasi terhadap SPP beserta lampirannya.

Kepala Seksi mengajukan dokumen SPP yang sudah diverifikasi kepada Kepala

Desa

Kepala Desa menyetujui SPP dan untuk selanjutnya dilakukan pembayaran.

4. Pembayaran

Prosedur dan tatacara pembayaran ditetapkan sebagai berikut:

Kepala Seksi menyerahkan dokumen SPP yang telah disetujui/disyahkan

Kepala Desa

Bendahara melakukan pembayaran sesuai SPP

Bendahara melakukan pencatatan atas pengeluaran yang terjadi.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 151

Tentang Pajak

Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib

menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening

kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pajak adalah perwujudan dari pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara

langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan

untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak. Jadi wajib pajak terdiri

dari dua golongan besar yaitu orang pribadi atau badan dan pemotong atau

pemungut pajak.

Pemotong pajak adalah istilah yang digunakan pemungut pajak penghasilan (PPh)

atas pengeluaran yang sudah jelas /pasti sebagai penghasilan oleh penerimanya.

Misal pengeluaran untuk gaji, upah, honorarium (imbalan kerja atau jasa) sewa,

bunga, dividen, royalti (imbalan penggunaan harta atas modal). Bendahara

diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran terhadap penerima. Jenis-jenis

PPh, ada PPh perorangan (PPh 21) dan PPh badan (PPh 23).

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan terhadap penyerahan barang kena pajak

(BKP) dan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha. Prinsip dasar cara pemungutan PPN

adalah penjual atau pengusaha kena pajak (PKP) memungut pajak dari si pembeli.

Pembeli pada waktu menjual memungut PPN terhadap pembeli berikutnya. Penjual

atau PKP wajib menerbitkan Faktur Pajak minimal dua rangkap. Lembar kedua untuk

PKP penjual – namanya Pajak. Keluaran dan lembar pertama untuk PKP pembeli –

namanya pajak masukan. Tarif PPN pada umumnya adalah 10% (sepuluh persen)

dari harga jual selanjutnya yang harus dibayar oleh pembeli adalah 110% (seratus

sepuluh persen).

Setiap penerimaan dan pengeluaran pajak dicatat oleh Bendahara dalam buku

pembantu kas pajak.

5. Pengerjaan Buku Kas Pembantu Kegiatan

Kepala Seksi/Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan

pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan

mempergunakan Buku Kas Pembantu kegiatan sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan didesa. Buku Kas Pembantu Kegiatan ini berfungsi untuk

mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan

kegiatan yang dilaksanakan oleh Pelaksana Kegiatan.

BUKU KAS PEMBANTU KEGIATAN

DESA……………….. KECAMATAN…………………..

TAHUN ANGGARAN…………………………………….

3. Bidang :

4. Kegiatan :

No Tgl Uraian

Penerimaan (Rp.)

Nomor

Bukti

Pengeluaran(Rp.) Jumlah

Pengembalian

ke Bendahara

Saldo

Kas

(Rp.)

Dari

Bendahara

Swadaya

Masyarakat

Belanja

Barang

dan

Belanja

Modal

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 152

Jasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pindahan

Jumlah dari

halaman

sebelumnya

Jumlah

Total

Penerimaan

Total Pengeluaran

Total Pengeluaran + Saldo Kas

Desa………………..

…….,Tanggal……

Pelaksana Kegiatan

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaksanaan

Tahap Pelaksanaan ini adalah tahap yang rawan tindakan dan/atau peristiwa yang

potensial menghambat kelancaran pengerjaan kegiatan di lapangan, antara lain: konflik

diantara pihak-pihak terkait, penyimpangan, penyelewengan, dan penyalahgunaan

wewenang, karena pada tahap ini terjadi aliran uang yang nyata. Untuk menghindari

semua itu, ketentuan dan azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa harus diperhatikan

dan diwujudkan secara sungguh-sungguh.

Asas Penerjemahannya dalam

Pelaksanaan Yang dibutuhkan

Partisipasi Masyarakat terlibat dalam:

1. Survey harga

2. Menyusun RAB

3. Memfasilitasi proses

pengadaan barang dan jasa

Kasi terkait membentuk tim

penyusun RAB

Ada warga yang mengerti

tentang tatacara dan terampil

menghitung RAB

Transparansi Barang dan jasa yang

dibutuhkan diumumkan

secara terbuka

Standar harga hasil survey

diumumkan secara terbuka

Spesifikasi barang dan jasa

yang dibutuhkan diumumkan

secara terbuka

(Bila pengadaan melalui

pelelangan) Penawaran dari

pemenang lelang diumumkan

secara terbuka

Data harga dan spesifikasi

barang dan jasa yang umum

berlaku di desa setempat

Warga yang memiliki

pengetahuan tentang harga dan

spesifikasi barang dan jasa yang

dibutuhkan

Warga yang memiliki

kemampuan dan/atau usaha

penyediaan barang dan jasa

Mengumumkan renvana

pengadaan barang dan jasa

Akuntabel Kegiatan dilakukan sesuai

ketentuan, prosesur, dan

tatacara yang telah ditetapkan

Kegiatan dilakukan oleh pihak

Mengumumkan,

menyosialisasikan kegiatan yang

akan dilaksanakan

Menyosialisasikan ketentuan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 153

yang berkompeten

Setiap kegiatan didukung

dan dapat dibuktikan dengan

dokumen yang dipersyaratkan

Menyampaikan laporan

perrtanggungjawaban

penggunaan dana secara

bertahap selama rentang

waktu pengerjaan kegiatan

Membuka ruang bagi

masyarakat untuk melakukan

pemantauan

dan tatacara pelaksanaan

kegiatan

Warga yang memiliki

keterampilan melakukan

pemantauan

Tertib dan

Disiplin

Anggaran

Mencatat/membukukan

setiap transaksi pada hari

transaksi terjadi.

Data keuangan konsiten

(tepat jumlah dan tepat

penggunaan)

E. PENATAUSAHAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Penatausahaan adalah kegiatan yang nyaris dilakukan sepanjang tahun anggaran.

Kegiatan ini berrtupu pada tugas dan tanggungjawab Bendahara. Ketekunan dan

ketelitian menjadi syarat dalam melaksanakan kegiatan ini. Penatausahaan adalah

pencatatan seluruh transaksi keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang

dalam satu tahun anggaran.

Ketentuan Pokok Penatausahaan

Pengelola Keuangan Desa, khususnya Bendahara, wajib memahami beberapa hal yang

menjadi ketentuan pokok dalam Penatausahaan, agar kegiatan Penatausahaan

berlangsung secara benar dan tertib. Secara ringkas, ketentuan pokok dimaksud

disajikan pada tabel di bawah ini:

Transaksi/Kegiatan Ketentuan Pokok

Rekening Desa 1. Rekening Desa dibuka oleh Pemerintah Desa di bank

Pemerintah atau bank Pemerintah Daerah atas nama

Pemerintah Desa.

2. Spesimen atas nama Kepala Desa dan Bendahara Desa

dengan jumlah rekening sesuai kebutuhan.

Penerimaan Penerimaan dapat dilakukan dengan cara:

1. Disetorkan oleh bendahara desa

2. Disetor langsung oleh Pemerintah supra desa atau Pihak III

kepada Bank yang sudah ditunjuk

3. Dipungut oleh petugas yang selanjutnya dapat diserahkan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 154

kepada Bendahara Desa atau disetor langsung ke Bank.

Penerimaan oleh bendahara desa harus disetor ke kas desa

paling lambat tujuh hari kerja dibuktikan dengan surat tanda

setoran

Pungutan Pungutan dapat dibuktikan dengan:

1. Karcis pungutan yang disahkan oleh Kepala Desa

2. Surat tanda bukti pembayaran oleh Pihak III

3. Bukti pembayaran lainnya yang sah

Pengeluaran 1. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan

dengan peraturan desa tentang APBDesa atau Peraturan

Desa tentang Perubahan APBDesa

2. Pengeluaran dilakukan melalui pengajuan Surat Permintaan

Pembayaran (SPP)

Tugas, Tanggung jawab, dan Prosedur Penatausahaan

Bendahara Desa wajib melakukan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan

maupu pengeluaran.

Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi

tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada kepala

desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Kepala Seksi, selaku Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan

pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatan dengan

mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan kegiatan didesa.

Prosedur penatausahaan penerimaan

a. Prosedur Penerimaan melalui Bendahara Desa

Penyetoran langsung melalui Bendahara Desa oleh pihak ketiga, dilakukan sesuai

prosedur dan tatacara sebagai berikut:

1) Pihak ketiga/penyetor mengisi Surat Tanda Setoran (STS)/tanda bukti lain.

2) Bendahara Desa menerima uang dan mencocokan dengan STS dan tanda bukti

lainya.

3) Bendahara Desa mencatat semua penerimaan

4) Bendahara Desa menyetor penerimaan ke rekening kas desa

5) Bukti setoran dan bukti penerimaan lainnya harus diarsipkan secara tertib.

b. Prosedur Penerimaan melalui Bank

Penyetoran melalui bank oleh pihak ketiga dilakukan sesuai prosedur dan tata- cara

sebagai berikut:

1) Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Desa dlm rangka menyimpan uang dan

surat berharga lainnya yang ditetapkan sebagai rekening kas desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 155

2) Pihak ketiga/penyetor mengisi STS/tanda bukti lain sesuai ketentuan yg berlaku.

3) Dokumen yg digunakan oleh bank meliputi :

STS/Slip setoran

Bukti penerimaan lain yg syah

4) Pihak ketiga/penyetor menyampaikan pemberitahuan penyetoran yg dilakukan

melalui bank kepada bendahara desa dengan dilampiri bukti penyetoran/slip

setoran bank yg syah.

5) Bendahara desa mencatat semua penerimaan yg disetor melalui bank di Buku

Kas Umum dan Buku Pembantu bank berdasarkan bukti penyetoran/slip setoran

bank

Buku Kas

Penatausahaan, baik penerimaan maupun pengeluaran dilakukan dengan

menggunakan:

1) Buku Kas Umum

Buku Kas Umum ini berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan

maupun pengeluaran yang berkaitan dengan kas (uang tunai).

BUKU KAS UMUM

DESA …………………… KECAMATAN …………………………….

TAHUN ANGGARAN .......................

No

.

Tgl

.

KODE

REKENING

URAIA

N

PENERIMA

AN

(Rp.)

PENGELUAR

AN

(Rp.)

NO

BUK

TI

JUMLAH

PENGELUAR

AN

KUMULATIF

SALD

O

1 2 3 4 5 6 7 8 9

JUMLAH Rp. Rp.

……………., tanggal …………………

MENGETAHUI BENDAHARA

DESA,

KEPALA DESA,

…………………… …………………

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 156

2) Buku Kas Pembantu Pajak

Berfungsi untuk mencatat semua transaksi penerimaan dan pengeluaran pajak

(khususnya PPh Pasal 21 dan PPn), dalam kaitannya Bendahara Desa sebagai Wajib

Pungut (Wapu).

BUKU KAS PEMBANTU PAJAK

DESA …………………… KECAMATAN …………………………….

TAHUN ANGGARAN ........

No. TANGGAL URAIAN PEMOTONGAN

(Rp.)

PENYETORAN

(Rp.)

SALDO

(Rp.)

1 2 3 4 5 6

JUMLAH

....................tanggal...........................

Mengetahui

Kepala Desa Bendahara Desa

.......................................... ...................................

3) Buku Bank

Berfungsi untuk mencatat semua transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran

yang terkait dengan bank (penarikan, penyetoran, dll).

BUKU BANK DESA

DESA …………………… KECAMATAN …………………………….

TAHUN ANGGARAN .........

BULAN :

BANK CABANG :

REK. NO. :

N

o

TGL

TRA

N

SAK

SI

URAIAN

TRANSA

KSI

BUKTI

TRANSA

KSI

PEMASUKAN PENGELUARAN

SAL

DO

SETOR

AN

(Rp.)

BUN

GA

BAN

K

(Rp.)

PENARI

KAN

(Rp.)

PAJ

AK

(Rp.)

BIAYA

ADMINIST

RASI (Rp.)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 157

TOTAL TRANSAKSI BULAN INI

TOTAL TRANSAKSI KUMULATIF

MENGETAHUI

KEPALA DESA BENDAHARA DESA,

……………………………….. ……………………………

Bukti Transaksi

Selain berupa Buku Kas, Buku Bank dan Buku Kas Pembantu, bukti transaksi juga

merupakan bagian dari penatausahaan dalam pengelolaan keuangan. Tanpa bukti

transaksi, transaksi bisa dianggap tidak sah.

Bukti transaksi adalah dokumen pendukung yang berisi data transaksi yang dibuat

setelah melakukan transaksi untuk kebutuhan pencatatan keuangan. Di dalam suatu

bukti transaksi minimal memuat data: pihak yang mengeluarkan atau yang membuat.

Bukti transaksi yang baik adalah di dalamnya tertulis pihak yang membuat, yang

memverifikasi, yang menyetujui dan yang menerima.

Contoh Bukti Transaksi:

Kuitansi: Merupakan bukti transaksi yang muncul akibat terjadinya penerimaan uang

sebagai alat pembayaran suatu transaksi yang diterima oleh si penerima uang.

Nota Kontan (Nota): Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang

dibayar secara tunai.

Faktur: Merupakan bukti pembelian atau penjualan barang yang dibayar secara

kredit.

Memo Internal (Memo): Merupakan bukti transaksi internal antara pihak-pihakdalam

internal lembaga. Misalnya: Pemakaian perlengkapan, penyusutan aktiva,

penghapusan piutang, dll

Nota Debit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh pembeli.

Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan.

Nota Kredit: Merupakan bukti pengembalian barang yang dibuat oleh penjual.

Barang dikembalikan biasanya karena cacat atau tidak sesuai pesanan

Status dan Fungsi Dokumen Penatausahaan

Buku Kas (Umum, Pajak, Pembantu Kegiatan, dan Bank), dan bukti-bukti transakasi

adalah dokumen resmi milik Pemerintah Desa. Dokumen dimaksud berfungsi untuk

sumber data untuk keperluan pemeriksaan/audit, dan juga sebagai barang bukti

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 158

apabila diperlukan dalam proses hukum, dalam hal terjadi dugaan penyelewengan

keuangan, atau tindak pidana lain terkait keuangan desa. Dengan demikian, tindakan

secara sengaja menghilangkan, merusak, mengubah, seluruh atau sebagaian dokumen

dimaksud adalah tindakan melawan hukum.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Penatausahaan

Bagaimana agar azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa mewujud dalam kegiataan

Penatausahaan?

Asas Penerjemahannya dalam

Penatausahaan Yang dibutuhkan

Partisipasi Membuka peluang bagi kegiatan

audit partisipatif

Warga yang memiliki

kemampuan (pengetahuan dan

ketermpilan) untuk meoakukan

audit keuangan dan.atau proses

Transparan Mengumumkan secara terbuka

Laporan Bulanan Bendahara

Akuntabel Laporan bulanan Bendahara

dilakukan secara rutin

Dilakukan rekonsiliasi rekening

setiap bulan

Tertib dan

Disiplin

Anggaran

Laporan bulanan Bendahara

dilakukan tepat waktu

Laporan bulanan Bendahara

memuat semua transaksi dalam

satu bulan laporan

Data keuangan yang

disampaikan konsisten

Setiap transaksi dapat dibuktikan

dengan bukti transaksi yang sah

F. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pengantar

Pelaporan dan Pertanggungjawaban adalah babakan terakhir dalam siklus Pengelolaan

Keuangan Desa. Hal-hal pokok yang perlu dipahami berkenaan dengan Bab ini

mencakup: pengertian dan makna laporan pertanggungjawaban, tahap, prosedur, dan

tatacara penyampaian laporan pertanggungjawaban. Selain itu perlu dihayati bahwa

pada hakikatnya laporan pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Desa adalah

pemenuhan tanggungjawab kepada masyarakat-rakyat desa atas pengelolaan uang dan

kepentingan rakyat oleh Pemerintah Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 159

Pelaporan

Pelaporan merupakan salah satu mekanisme untuk mewujudkan dan menjamin

akuntabiltas pengelolaan keuangan desa, sebagaimana ditegaskan dalam asas

Pengelolaan Keuangan Desa (Asas Akuntabel). Hakikat dari pelaporan ini adalah

Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek:

Hukum, administrasi, maupun moral. Dengan demikian, pelaporan pengelolaan

keuangan desa menjadi kewajiban PemerintaD desa sebagai bagian tak terpisahkan

dari penyelengaraan pemerintahan desa.

Fungsi

Pelaporan sebagai salah satu alat pengendalian untuk:

Mengetahui kemajuan pelaksanaan kegiatan, dan

Mengevaluasi berbagai aspek (hambatan, masalah, faktor-faktor berpengaruh,

keberhasilan, dan sebagainya) terkait pelaksaan kegiatan

Prinsip

Hal-hal penting atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pelaporan

ini, antara lain:

a) Menyajikan informasi data yang valid, akurat dan terkini.

b) Sistematis (mengikuti kerangka pikir logis)

c) Ringkas dan jelas

d) Tepat waktu sesuai kerangka waktu yang telah ditetapkan dalam Permendagri

Tahap, dan Prosedur Penyampaian Laporan

Pelaporan yang dimaksud dalam Pengelolaan Keuangan Desa adalah penyampaian

laporan realisasi/pelaksanaan APB Desa secara tertulis oleh Kepala Desa (Pemerintah

Desa) kepada Bupati/Walikota sesuai ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan yang dipilah dalam dua tahap:

Laporan Semester Pertama disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota

paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan

Laporan Semester Kedua/Laporan Akhir disampaiakan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.

Dokumen

Dokumen laporan yang disampaikan adalah:

1. Form Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester I, untuk Laporan Semester I

2. Form Realisasi Laporan Akhir, Untuk laporan akhir

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 160

Laporan Pertanggungjawaban

Laporan Pertanggungjawaban ini pada dasarnya adalah laporan realisasi pelaksanaan

APBDesa yang disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota setelah tahun

anggaran berakhir pada 31 Desember setiap tahun. Laporan pertanggungjawaban ini

harus dilakukan oleh Kepala Desa paling lambat pada akhir bulan Januari tahun

berikutnya.

Laporan Pertanggungjawaban ini ditetapkan dengan Peraturan Desa dengan

menyertakan lampiran:

1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa sesuai Form yang

ditetapkan.

2. Laporan Kekayaan Milik Desa, dan

3. Laporan Program Sektoral dan Program Daerah yang masuk ke Desa

Pertanggungjawaban Kepada Masyarakat

Sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabel, dan partisipatif yang merupakan ciri

dasar tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), maka

pertanggungjawaban tidak hanya disampaikan kepada pemerintah yang berwenang,

tetapi juga harus disampaikan kepada masyarakat baik langsung maupun tidak

langsung.

Secara langsung, pertanggungjawaban kepada masyarakat bisa disampaikan melalui

Musyawarah Desa sebagai forum untuk membahas hal-hal strategis, yang dihadiri BPD

dan unsur-unsur masyarakat lainnya. Selain itu, laporan pertanggungjawaban juga

dapat disebarluaskan melalui berbagai sarana komunikasi dan informasi: papan

Informasi Desa, web site resmi pemerintah kabupaten atau bahkan desa.

Penyampaian Informasi Laporan Kepada Masyarakat

Ditegaskan dalam asas pengelolaan keuangan adanya asas partisipatif. Hal itu berarti

dalam pengelolaan keuangan desa harus dibuka ruang yang luas bagi peran aktif

masyarakat. Sejauh yang ditetapkan dalam Permendagri, Laporan realisasi dan laporan

pertanggungjawaban realisasi/pelaksanaan APBDesa wajib diinformasikan secara

tertulis kepada masyarakat dengan menggunakan media yang mudah diakses oleh

masyarakat.

Maksud pokok dari penginformasian itu adalah agar seluas mungkin masyarakat yang

mengetahui berbagai hal terkait dengan kebijakan dan realisasi pelaksanaan APBDesa.

Dengan demikian, masyarakat dapat memberikan masukan, saran, koreksi terhadap

pemerintah desa, baik yang berkenaan dengan APBDesa yang telah maupun yang akan

dilaksanakan.

Mewujudkan Asas PKD dalam Kegiatan Pelaporan dan Pertanggungjawaban

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 161

Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa hakikat Pelaporan dan

Pertanggungjawaban adalah Pengelolaan Keuangan Desa dapat

dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek: Hukum, administrasi, maupun moral. Hal

itu dapat dipenuhi apabila azas-azas Pengelolaan Keuangan Desa diwujudkan secara

baik dan benar.

Asas Penerjemahannya dalam Pelaporan

dan Pertanggungjawaban Yang dibutuhkan

Partisipasi Membuka ruang bagi masyarakat untuk

mencermati laporan

pertanggungjawaban Pengelolaan

Keuangan Desa

Mengagendakan

penyampaian Laporan

pertanggungjawaban

dalam Musyawarah Desa

Transparansi Menginformasikan secara terbuka

Laporan realisasi/pelaksanaan

APBDesa

Menyampaikan Laporan

Pertanggungjawaban dalam forum

Musyawarah Desa

Pengelolaan secara

efektif media/sarana

penyampaian informasi

Aspirasi masyarakat agar

LPj diagendakan dalam

Musyawarah Desa

Akuntabel Laporan Semester I dan Laporan

akhir sesuai Form yang telah

ditetapkan

Isi/materi Lapaoran sesuai

Dokumen Laporan

Pertanggungjawaban sesuai

ketentuan

Laporan Pertanggungjawaban

disusun melalui proses pembahasan

dengan BPD

Laporan disampaikan kepada

Bupati/Walikota sesuai ketentuan

Laporan diinformasikan kepada

masyarakat secara terbuka

Warga yang memiliki

pengethuan terkait

laporan

pertanggungjawaban

Pengelolaan Keuangan

Desa

Warga yang peduli dan

menaruh perhatian

terhadap laporan

pertanggungjawaban

Pengelolaan Keuangan

Desa

Tertib dan

Disiplin

Anggaran

Laporan dilakukan tepat waktu

Data dalam laporan konsisten/sesuai

Data keuangan dalam laporan tepat

jumlah

Audit proses dan keuangan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 162

Pokok Bahasan 5

PENGEMBANGAN EKONOMI DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 163

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 164

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan potensi pengembangan ekonomi desa;

2. Menjelaskan peran Desa dalam penguasaan aset-aset strategis di

Desa;

3. Menjelaskan kepemilikan kolektif atas kegiatan usaha ekonomi Desa.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Penugasan perorangan, Curah pendapat, dan Presentasi

Media

Lembar curah pendapat dan Slide presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

5.1

Rencana Pembelajaran

Arah dan Orientasi

Pengembangan Ekonomi

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 165

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan serta tujuan sub pokok

bahasan yang akan disampaikan.

Kegiatan 2: Menggugah Kesadaran (Menyanyi bersama dan

curah pendapat)

2. Ajak seluruh peserta untuk berdiri dan minta salah satu peserta

memimpin menyanyikan lagu “DESA” karya Iwan Fals secara

bersama-sama. Untuk memudahkan proses, putarkan lagu dan

tayangkan liriknya (Media Fasilitasi 5.1.1);

3. Usai menyanyi, lanjutkan dengan curah pendapat peserta dengan

topik:

Bagaimana kondisi pengembangan ekonomi desa saat ini?

Dengan berlakunya UU No. 6/2014 tentang Desa, bagaimana

pendapat peserta tentang arah kemajauan ekonomi desa?

4. Ajak peserta menemukenali potensi-potensi yang dapat

didayagunakan untuk pengembangan ekonomi desa;

5. Tayangkan media contoh Desa yang berhasil mengembangkan

potensi ekonominya.

Kegiatan 3: Pengembangan Aset Desa (penayangan video

tentang pengembangan ekonomi desa)

6. Tayangkan video, minta peserta mengikuti/mencermati secara

seksama;

7. Minta beberapa peserta mengungkapkan hal-hal yang penting dan

menarik dari tayangan tersebut;

8. Catat hal-hal yang diungkapkan peserta;

9. Ajak peserta untuk mengelompokkan poin-poin penting hasil

pemikirannya (Media Fasilitasi 5.1.2);

10. Berikan pembulatan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 166

Media Fasilitasi 5.1.1

D E S A

Oleh Iwan Fals

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

Agar warganya tak hijrah ke kota

Sepinya desa adalah modal utama

Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Walau lahan sudah menjadi milik kota

Bukan berarti desa lemah tak berdaya

Desa adalah kekuatan sejati

Negara harus berpihak pada para petani

Entah bagaimana caranya

Desalah masa depan kita

Keyakinan ini datang begitu saja

Karena aku tak mau celaka

Desa adalah kenyataan

Kota adalah pertumbuhan

Desa dan kota tak terpisahkan

Tapi desa harus diutamakan

Di lumbung kita menabung

Datang paceklik kita tak bingung

Masa panen masa berpesta

Itulah harapan kita semua

Tapi tengkulak tengkulak bergentayangan

Tapi lintah darat pun bergentayangan

Untuk apa punya pemerintah

Kalau hidup terus terusan susah

Di lumbung kita menabung

Datang paceklik kita tak bingung

Masa panen masa berpesta

Itulah harapan kita semua

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

Agar warganya tak hijrah ke kota

Sepinya desa adalah modal utama

Untuk bekerja dan mengembangkan diri

Desa harus jadi kekuatan ekonomi

***

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 167

Media Fasilitasi 5.1.2

Identifikasi Strategi Pengembangan Aset Desa

No. Jenis Aset Aset Strategis Peran Pemerintah

Desa

Strategi

Pengembangan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Dst.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 168

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menyebutkan fungsi dan peran BUM Desa dalam pengembangan

ekonomi desa;

2. Memahami alur dan tahapan pembentukan BUM Desa.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Diskusi, Curah Pendapat dan Presentasi

Media

Lembar Diskusi dan Slide Presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

5.2

Rencana Pembelajaran

BUM Desa Sebagai

Penggerak Perekonomian

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 169

Proses Penyajian

Kegiatan 4: Pembukaan

11. Menjelaskan mengenai tujuan sub pokok bahasan yang akan

disampaikan.

Kegiatan 5: Fungsi dan Peran BUM Desa (Curah Pendapat)

12. Minta salah satu peserta bercerita tentang BUM Desa yang pernah

dilihat/diketahui;

13. Minta peserta yang lain menambahkan informasi tentang BUM Desa;

14. Simpulkan fungsi dan peran BUM Desa berdasarkan pemahaman

peserta.

Kegiatan 6: Pembentukan BUM Desa (Diskusi Kelompok)

15. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

16. Bagikan Permendesa No. 4 Tahun 2015 kepada setiap kelompok;

17. Minta setiap kelompok merumuskan alur, tahapan, ketentuan dan

tata cara pembentukan BUM Desa;

18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;

19. Berikan pembulatan.

Kegiatan 7: Menutup Sesi

20. Menutup sesi ini dengan mengucapkan salam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 170

BADAN USAHA MILIK DESA (BUM DESA)

A. PENGANTAR

UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi prioritas penting bagi Pemerintahan Jokowi-JK

dengan menempatkan posisi Desa sebagai “kekuatan besar” yang akan memberikan

kontribusi terhadap misi Indonesia yang berdaulat, sejahtera, dan bermartabat. Prioritas

tersebut tercermin dalam Nawacita, khususnya Cita ketiga. Prioritas posisi Desa

tersebut membutuhkan komitmen pengawalan implementasi UU Desa secara

sistematis, konsisten, dan berkelanjutan untuk mencapai Desa yang maju, kuat, mandiri,

dan demokratis. Salah satu wujud komitmen tersebut ialah pengaturan tentang BUM

Desa melalui Permendesa No. 4/2015 sebagai pelaksanaan amanat UU Desa. Sebagai

amanat UU Desa, BUM Desa dapat dimaknai sebagai:

1. Salah satu strategi kebijakan membangun Indonesia dari pinggiran melalui

pengembangan usaha ekonomi Desa yang bersifat kolektif.

2. Salah satu strategi kebijakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia di Desa.

3. BUM Desa sebagai salah satu bentuk kemandirian ekonomi Desa dengan

menggerakkan unit-unit usaha yang strategis bagi usaha ekonomi kolektif Desa.

B. BUM DESA DAN TRADISI BERDESA

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan fundamental yang mengiringi

pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa sejajar dengan kekayaan modal sosial dan modal

politik serta berpengaruh terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. Inti

gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan,

dan sejenisnya) untuk pengembangan usaha yang menjangkau jejaring sosial

yang lebih inklusif dan lebih luas.

2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa

sebagai forum tertinggi untuk pengembangan usaha ekonomi Desa yang

digerakkan oleh BUM Desa.

3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk usaha ekonomi Desa yang bersifat

kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa

PB

5

Bahan Bacaan

Pengembangan Ekonomi

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 171

kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan

bisnis ekonomi.

4. BUM Desa merupakan badan usaha yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai

upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan

umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa

kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan,

kepercayaan dan aksi kolektif.

6. BUM Desa melakukan transformasi terhadap program yang diinisiasi oleh

pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”.

C. PEMBENTUKAN DAN PENDIRIAN BUM DESA

Pada prinsipnya, pendirian BUM Desa merupakan salah satu pilihan Desa dalam

gerakan usaha ekonomi Desa [vide Pasal 87 ayat (1) UU Desa, Pasal 132 ayat (1) PP No.

43/2014, dan Pasal 4 Permendesa PDTT No. 4/2015]. Frasa “dapat mendirikan BUM

Desa” dalam peraturan perundang-undangan tentang Desa tersebut menunjukkan

pengakuan dan penghormatan terhadap prakarsa Desa dalam gerakan usaha ekonomi.

Dari ketentuan tersebut, Pendirian BUM Desa didasarkan atas prakarsa Desa yang

mempertimbangkan:

a) inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;

b) potensi usaha ekonomi Desa;

c) sumberdaya alam di Desa;

d) sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan

e) penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan

Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Dalam aras sistem hukum, prakarsa Desa tersebut memerlukan legitimasi yuridis dalam

bentuk Perbup/walikota tentang Daftar Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan

Kewenangan Lokal Berskala Desa. Di dalam Peraturan Bupati tersebut dicantumkan

rumusan pasal (secara normatif) tentang:

a) pendirian dan pengelolaan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan

Lokal Berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa;

b) penetapan BUM Desa ke dalam ketentuan tentang Kewenangan Lokal Berskala

Desa di bidang pemerintahan Desa.

Langkah prosedural selanjutnya adalah penerbitan Perdes tentang Kewenangan

Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang

mengembangkan isi Perbup/Walikota tersebut dengan memasukkan pendirian,

penetapan, dan pengelolaan BUM Desa.

Baik Peraturan Bupati/Walikota maupun Perdes tentang Daftar Kewenangan

Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang memuat BUM

Desa tersebut harus sinkron dengan isi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa yang juga

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 172

mencantumkan BUM Desa dalam perencanaan bidang pelaksanaan pembangunan

Desa (item: rencana kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif).

Alur Pendirian BUM Desa

D. LANGKAH PELEMBAGAAN BUM DESA

Proses pelembagaan pelembagaaan BUM Desa harus dilakukan secara partisipatif.

Tujuannya agar pendirian BUM Desa benar-benar seirama dengan denyut nadi usaha

ekonomi Desa dan demokratisasi Desa. Langkah-langkah pelembagaan tersebut adalah

sebagai berikut.

Pertama, sosialisasi tentang BUM Desa. Inisiatif sosialisasi kepada masyarakat Desa

dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD, PLD (Pendamping Lokal Desa) baik secara

langsung maupun bekerjasama dengan (i) Pendamping Desa yang berkedudukan di

kecamatan, (ii) Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat yang berkedudukan di

Kabupaten, dan (iii) Pendamping Pihak Ketiga (LSM, Perguruan Tinggi, Organisasi

Kemasyarakatan).

Langkah sosialisasi ini bertujuan agar masyarakat Desa dan kelembagaan Desa

memahami tentang apa BUM Desa, tujuan pendirian, manfaat pendirian dan lain

sebagainya. Keseluruhan Pendamping perlu melakukan upaya inovatif-progresif untuk

meyakinkan masyarakat bahwa BUM Desa akan memberikan manfaat kepada Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 173

Perumusan hasil sosialisasi yang memuat pembelajaran dari BUM Desa dan kondisi

internal eksternal Desa dapat dibantu oleh para Pendamping. Substansi sosialisasi

selanjutnya menjadi rekomendasi pada pelaksanaan Musyawarah Desa yang

mengagendakan pendirian/ pembentukan BUM Desa. Rekomendasi dari sosialisasi

dapat menjadi masukan untuk:

o Rencana Pemetaan Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD

dan nantinya akan menjadi Pandangan Resmi BPD terkait BUM Desa; dan

o Bahan Pembahasan tentang BUM Desa yang disiapkan oleh Pemerintah Desa dan

akan disampaikan oleh Kepala Desa kepada BPD.

Kedua, pelaksanaan Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan

nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat

yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa.

Pendirian atau pembentukan BUM Desa merupakan hal yang bersifat strategis.

Pelaksanaan tahapan Musyawarah Desa dapat dielaborasi kaitannya dengan pendirian/

pembentukan BUM Desa secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel

dengan berdasarkan kepada hak dan kewajiban masyarakat.

Salah satu tahapan dalam Musyawarah Desa yang penting adalah Rencana Pemetaan

Aspirasi/Kebutuhan Masyarakat tentang BUM Desa oleh BPD. Anggota BPD dapat

bekerjasama dengan para Pendamping untuk melakukan Kajian Kelayakan Usaha pada

tingkat sederhana yakni:

a) menemukan potensi Desa yang dapat dikembangkan melalui pengelolaan

usaha/bisnis.

b) mengenali kebutuhan sebagian besar warga Desa dan masyarakat luar Desa.

c) merumuskan bersama dengan warga Desa untuk menentukan rancangan

alternatif tentang unit usaha dan klasifikasi jenis usaha. Unit usaha yang diajukan

dapat berbadan hukum (PT dan LKM) maupun tidak berbadan hukum.

d) klasifikasi jenis usaha pada lokasi Desa yang baru memulai usaha ekonomi Desa

secara kolektif, disarankan untuk merancang alternatif unit usaha BUM Desa

dengan tipe pelayanan atau bisnis sosial dan bisnis penyewaan. Kedua tipe unit

usaha BUM Desa ini relatif minim laba namun minim resiko kerugian bagi BUM

Desa.

e) organisasi pengelola BUM Desa termasuk dalam susunan kepengurusan (struktur

organisasi dan nama pengurus). Struktur organisasi menjadi bahan pembahasan

dalam Musyawarah Desa dan nantinya akan menjadi bagian substantif dalam

Perdes tentang Pendirian BUM Desa. Adapun susunan nama pengurus BUM Desa

dipilih langsung dalam Musyawarah Desa agar pengurus/pengelola BUM Desa

mendapat legitimasi penuh dari warga Desa. Kesepakatan atas subjek/orang

dalam susunan kepengurusan BUM Desa selanjutnya ditetapkan dalam

Keputusan Kepala Desa. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 174

terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional dan Pengawas. Penamaan susunan

kepengurusan dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi

semangat kekeluargaan dan kegotongroyonan.

f) modal usaha BUM Desa. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa. Modal

BUM Desa terdiri atas penyertaan modal Desa dan penyertaan modal masyarakat

Desa.

g) rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa (AD/ART)

dibahas dalam Musyawarah Desa dan hasil naskah AD/ART itu diputuskan oleh

Kepala Desa sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (5) PP No. 47/2015.

AD/ART tersebut dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat

Desa tetap mendasari substansi AD/ART.

h) pokok bahasan opsional tentang rencana investasi Desa yang dilakukan oleh

pihak luar dan nantinya dapat dikelola oleh BUM Desa.

Ketiga, penetapan Perdes tentang Pendirian BUM Desa (Lampiran: AD/ART sebagai

bagian tak-terpisahkandari Perdes). Susunan nama pengurus yang telah dipilih dalam

Musdes, dijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam penyusunan surat keputusan Kepala

Desa tentang Susunan Kepengurusan BUM Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 175

Pokok Bahasan 6

PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 176

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 177

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengungkapkan fungsi peraturan;

2. Menyebutkan jenis peraturan di Desa;

3. Mengemukakan kaidah penyusunan peraturan;

4. Menyusun sistematika peraturan.

Waktu

60 Menit

Metode

Sharing, Brainstorming, Pemaparan dan Pleno

Media

Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

6.1

Rencana Pembelajaran

Pokok-Pokok Penyusunan

Peraturan di Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 178

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin

dicapai bersama dalam sesi pembelajaran saat ini.

Kegiatan 2: Hal-Hal Pokok (Tanya Jawab)

2. Minta peserta menjelaskan:

Mengapa peraturan penting?

Apa manfaat peraturan?

Apa saja jenis-jenis peraturan di Desa?

Ruang lingkup dan batas kewenangan desa dalam menyusun

peraturan desa?

3. Minta peserta menjelaskan kaidah penyusunan peraturan di Desa.

Kegiatan 3: Sistematika Peraturan Desa (Telaah)

4. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

5. Bagikan contoh peraturan desa kepada setiap kelompok;

6. Minta setiap kelompok merumuskan sistematika peraturan desa;

7. Beri penegasan atau pembulatan.

Kegiatan 4: Proses Penyusunan Peraturan Desa (Diskusi)

8. Minta setiap kelompok menyusun alur proses penyusunan peraturan

Desa;

9. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;

10. Minta kelompok yang lain menambahkan dan mengkritisi;

11. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Penyebarluasan Peraturan (Presentasi)

12. Sampaikan kepada peserta hal-hal penting menyangkut

penyebarluasan peraturan sebagaimana di bawah ini:

Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota melalui Camat sebagai bahan pembinaan dan

pengawasan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib

disebarluaskan kepada masyarakat oleh Pemerintah Desa.

Penyebarluasan Peraturan Desa diumumkan di dalam Lembaran

Desa dan Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 179

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menemukenali permasalahan yang dapat diatur dengan peraturan

desa;

2. Menentukan narasumber yang terkait permasalahan dimaksud;

3. Menyediakan contoh/rujukan peraturan yang sesuai.

Waktu

30 Menit

Metode

Diskusi, Curah pengalaman

Media

Bahan bacaan, Lembar kerja, Bahan tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

6.2

Rencana Pembelajaran

Strategi Fasilitasi

Penyusunan Peraturan di

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 180

Proses Penyajian

Kegiatan 6: Pembukaan

13. Jelaskan pokok bahasan, sub pokok bahasan dan tujuan yang ingin

dicapai dalam sesi ini.

Kegiatan 7: Menemukenali Masalah dan Menentukan

Narasumber (Diskusi)

14. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

15. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 6.2.1);

16. Beri penegasan.

Kegiatan 8: Menyediakan Contoh (Tanya Jawab)

17. Minta beberapa peserta menjelaskan cara atau upaya menyediakan

contoh peraturan desa yang diperlukan;

18. Simpulkan dan rumuskan langkah-langkah yang paling efektif untuk

menyediakan contoh.

Kegiatan 9: Menutup Sesi

19. Tegaskan peran dan tugas PLD dalam fasilitasi penyusunan peraturan

di Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 181

Lembar Kerja 6.2.1

Menemukenali Masalah dan Menentukan Narasumber

No. Bidang Permasalahan Narasumber Tantangan

1 Pelayanan publik

2 Lingkungan hidup

3 Pengelolaan Sumber

Daya Alam

4 Pengembangan

Ekonomi

5 Keamanan dan

Ketertiban

dst Dst.................

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 182

PB

6

Bahan Bacaan

Penyusunan Peraturan di

Desa

Bahan Bacaan 1

PRODUK HUKUM DI DESA

1. Apa yang dimaksud dengan kewenangan desa?

Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di

bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa (pasal 18 UU Desa No. 6

Tahun 2014).

2. Meliputi kewenangan apa saja yang diberikan kepada Desa ?

Dalam pasal 19 UU Desa No. 6 Tahun 2014 Kewenangan Desa meliputi:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul;

b. Kewenangan lokal berskala Desa;

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,

atau pemerintah daerah kabupaten/kota; dan

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,

atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3. Apa yang dimaksud dengan kewenangan hak asal-usul?

Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang

masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan

perkembangan kehidupan masyarakat.

Sesuai pasal 2 Permendesa PDTT no 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan

berdasarkan hak asal usul Desa meliputi :

a. sistem organisasi perangkat Desa;

b. sistem organisasi masyarakat adat;

c. pembinaan kelembagaan masyarakat;

d. pembinaan lembaga dan hukum adat;

e. pengelolaan tanah kas Desa;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 183

f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan

setempat;

g. pengelolaan tanah bengkok;

h. pengelolaan tanah pecatu;

i. pengelolaan tanah titisara; dan

j. pengembangan peran masyarakat Desa.

Sedangkan Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat (pasal 3 Permendesa

PDTT No 1/2015) meliputi:

a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;

b. pranata hukum adat;

c. pemilikan hak tradisional;

d. pengelolaan tanah kas Desa adat;

e. pengelolaan tanah ulayat;

f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;

g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan

h. masa jabatan kepala Desa adat

4. Apa yang dimaksud dengan kewenangan lokal berskala desa ?

Kewenangan lokal berskala Desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif

dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa

masyarakat Desa.

5. Apa saja ruang lingkup kewenangan lokal berskala desa ?

Sesuai pasal 5 Permendesa No 1/2015 bahwa ruang lingkup kewenangan desa

berdasarkan bersekala lokal meliputi :

a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan

masyarakat;

b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam

wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;

c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari

masyarakat Desa;

d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;

e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa;

dan

f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-

undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi,

dan pemerintah kabupaten/kota.

6. Siapa yang dimaksud sebagai pihak ketiga dalam pasal 5 huruf e Permendesa

PDTT No. 1 Tahun 2015 ?

Pasal 6 Permendesa No. 1 Tahun 2015 dijelaskan Pihak ketiga sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan

tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 184

7. Apa yang dimaksud dengan produk hukum desa ?

Adalah semua Peraturan Perundang-undangan baik yang ditetapkan oleh Kepala Desa

setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, maupun peraturan yang ditetapkan oleh

Kepala Desa dan bersifat mengikat.

8. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa ?

Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala

Desa setelah dibahas dan disepakati bersama BPD, yang merupakan kerangka hukum

dan kebijakan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa,

Peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa

mengacu pada ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi.

Sesuai pasal 2 Permendagri no 111/2014 bahwa jenis peraturan di desa :

a. Peraturan desa;

b. Peraturan Bersama kepalaDesa; dan

c. Peraturan Kepala Desa.

9. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Kepala Desa ?

Peraturan Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Kepala Desa yang bersifat mengatur dalam rangka melaksanakan Peraturan Desa dan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

10. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Bersama Kepala Desa ?

Peraturan Bersama Kepala Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Desa dan bersifat mengatur antar Desa satu

dengan desa yang lainnya.

11. Siapa yang berhak menyusun produk hukum Desa ?

Yang berhak menyusun adalah Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

12. Apakah masyarakat boleh atau memiliki hak untuk ikut dalam penyusunan

Peraturan Desa?

Sebagaimana yang yang diatur pada pasal 6 ayat (2) Permendagri nomor 111/2014

bahwa hal tersebut diperbolehkan dan bahkan harus dikonsultasikan kepada

masyarakat, “Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan

kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan

masukan.

13. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD dalam penyusunan Peraturan

Desa?

Peran BPD dalam penyusunan Peraturan desa adalah sangat penting karena Rancangan

Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan kepada masyarakat oleh Kepala Desa

disampaikan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama (pasal 6 ayat (5)

Permendagri nomor 111/2014.

14. Apa peran Kepala Desa dalam menyusun produk hukum desa?

Peran Kepala Desa dalam penyusunan produk hukum desa adalah menetapkan dan

mennadatangani rancangan produk hukum yang telah disepakati bersama oleh Kepala

Desa dan BPD.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 185

15. Bagaimana proses penyusunan produk hukum desa?

Proses penyusunan produk hokum desa adalah rancangan peraturan yang sudah

dibuat oleh pemeritah desa :

a. Wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa (diutamakan kepada masyarakat

atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi

pengaturan);

b. Dikonsultasikan kepada Camat untuk mendapatkan masukan;

c. Kepala Desa menyampaikan rancangan peraturan tersebut kepada BPD untuk

dibahas dan disepakati bersama;

d. Penetapan dan penandatanganan peraturan yang sudah disepakati bersama;

e. Rancangan perauran desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala desa

disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan melalui lembaran desa;

f. Peraturan dinyatakan molai berlaku dan mempunyai kekuatan hokum yang

mengikat sejak diundangkannya di lembaran desa.

16. Apa saja jenis produk hukum desa menurut amanat UU Desa?

Jenis produk hukum desa, ada 3 yaitu :

a. Peraturan Desa (Perdes);

Peraturan Desa yang merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat

oleh BPD bersama kepala desa. Perdes bersifat umum sehinga mengatur segala

hal yang menjadi kewenangan desa dan juga mengikat semua orang yang

berada dalam lingkup desa. Perdes harus mengindahkan batasan ataupun

larangan yang ditentukan oleh peraturan yang lebih tinggi derajatnya

berdasarkan hirarki peraturan.

b. Peraturan Kepala Desa;

Peraturan yang dikeluarkan oleh kepala desa yang mempunyai fungsi sebagai

peraturan pelaksana dari Perdes ataupun pelaksanan dari peraturan yang lebih

tingg. Peraturan Kepala desa hanya dapat mengatur hal-hal yang diperintahkan

secara konkret dalam Perdes. Karena itu, tidak boleh mengatur hal yag tidak

diperintahkan ataupun dilarang oleh Perdes. Ini merupakan salah satu bentuk

pembatasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh kepala desa. Sedangkan

pada posisinya sebagai pelaksana peraturan yang lebih tinggi, Perdes memuat

materi yang mengatur kewenangannya atau materi yang diperintahkan atau

didelegasikan dari peraturan yang lebih tingi. Peraturan kepala Desa tetap saja

dapat mengatur materi yang tidak ditentukan dalam Perdes, namun materi itu

harus tetap diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, misalnya

diperintahkan oleh UU, PP atau Perda. Dengan demikian Peraturan Kepala Desa

merupakan salah satu peraturan yang “lebih bebas” dalam menentukan

substansi yang akan diaturnya, namun tetap harus mempunyai dasar hokum

dalam pengaturan materi tersebut.

c. Peraturan Bersama Kepala Desa :

Peraturan ini merupakan peraturan yang materi muatan merupakan

kesepakatan bersama antara dua desa atau lebih

17. Apa azas utama yang harus mendasari Peraturan Desa?

Azas utama yang harus mendasari peraturan Desa adalah :

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 186

a. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;

b. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan

keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;

c. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang

berlaku di masyarakat Desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai

bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

d. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan

prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur

masyarakat Desa dalam membangun Desa;

e. Kegotongroyongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk

membangun Desa;

f. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat Desa sebagai bagian dari

satu kesatuan keluarga besar masyarakat Desa;

g. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut

kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang

berkepentingan;

h. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu

sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa atau dengan

persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;

i. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintah Desa dan

masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi

kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;

j. Partisipasi, yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;

k. Kesetaraan, yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;

l. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang

sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; dan

m. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,

terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan

program pembangunan Desa

18. Dimana letak kedudukan Peraturan Desa dalam susunan (hirarki) Peraturan

perundangan?

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-

undangan, Peraturan Desa dikeluarkan dari hierarkhi peraturan perundang-undangan,

tetapi tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu jenis peratuan perundang-

undangan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.

19. Apakah Desa dapat menyusun Perdes tanpa ada peraturan diatasnya

(Perbup)?

Dapat. Desa tetap dapat menyusun Perdes tanpa harus menunggu peraturan diatasnya

dalam hal ini “Perbup” selama tidak bertentangan dengan UU Desa dan turunannya.

20. Mengapa harus ada Peraturan Desa dalam kehidupan berdesa?

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 187

Sebagai konsekwensi desa diberikan kewenangan untuk mengatur, mengurus dan

bertangguingjawab, maka peraturan Desa diterbitkan sebagai kerangka hukum dan

kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa.

21. Peraturan Desa apa saja yang dievaluasi oleh Walikota/Bupati?

Perdes tentang APB Desa, pungutan, tata ruang dan organisasi pemerintahan.

22. Siapa mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa, tentang APB Desa, pungutan,

tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan

disepakati oleh Kepala Desa dan BPD?

Evaluasi rancangan peraturan desa dilakukan oleh Bupati/Walikota. Sebagaimana

dalam Pasal 14 Permendagri No. 111 Tahun 2014, (1) Rancangan Peraturan Desa

tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah

dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa

kepada Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari

sejak disepakati untuk dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil

evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

23. Bagaimana apabila hasil evaluasi rancangan peraturan desa tentang APB

Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa harus ada

perbaikan ?

Kepala Desa harus memperbaiki rancangan peraturan Desa tersebut. Sebagaimana

dalam Pasal 15 Permendagri No. 111 Tahun 2014 (1) Hasil evaluasi rancangan

Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat diserahkan oleh

Bupati/Walikota paling lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya

rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Walikota. (2) Dalam hal Bupati/Walikota

telah memberikan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal 14 , Kepala

Desa wajib memperbaikinya.

24. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki rancangan peraturan

desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah

Desa?

Waktu yang dibutuhkan yaitu selama 20 hari. Sebagaimana dalam Pasal 16

Permendagri No. 111 Tahun 2014. (1) Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan

desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 2 paling lama 20 (dua puluh) hari

sejak diterimanya hasil evaluasi. (2) Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk

memperbaiki rancangan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1. (3) Hasil

koreksi dan tindaklanjut disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui

camat.

25. Bagaimana jika Kepala Desa tidak menindaklanjuti hasil evaluasi dari

Bupati/Walikota terhadap rancangan peraturan desa tentang APB Desa,

pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa?

Bupati/Walikota dapat membatalkan rancangan peraturan desa tersebut. Sebagaimana

dalam Pasal 17 Permendagri No. 111 Tahun 2014. Dalam hal Kepala Desa tidak

meninjaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat 1, dan tetap

menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa

dengan Keputusan Bupati/Walikota.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 188

26. Apa yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang pro masyarakat rakyat

desa?

Adalah peraturan Desa yang disusun melalui musyawarah Desa dan mengatur tentang

hajat hidup kepentingan rakyat untuk menuju kesejahteraan.

Contoh : Perdes tentang jalan desa, Perdes tentang pemanfaatan sumber daya air,

perdes tentang pasar desa, perdes tentang saluaran irigasi dan lain sebagainya.

27. Bagaimana caranya supaya Peraturan Desa menjamin kepentingan dan

melindungi hak masyarakat ?

Penyusunan Perdes harus disusun sebagai berikut :

Sebagaimana dalam pasal 6 Permendagri No. 111 Tahun 2014 :

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa;

(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada

masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan

masukan;

(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang

terkait langsung dengan substansi materi pengaturan;

(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan

rancangan Peraturan Desa;

(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan

disepakati bersama.

Sumber:

Tim Penulis, 2015. Buku Saku Memahami Undang-Undang Desa: Tanya-Jawab Seputar

Undang-Undang Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi Republik Indonesia.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 189

PB

6

Bahan Bacaan

Penyusunan Peraturan di

Desa

Bahan Bacaan 2

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. Indonesia Sebagai Negara Hukum

Dalam rangka perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, maka dalam Perubahan Keempat pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau

“Rechtsstaat” yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945,

dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia

adalah Negara Hukum.”

Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima

dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.

Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggeris untuk menyebut prinsip

Negara Hukum adalah „the rule of law, not of man‟. Yang disebut pemerintahan pada

pokoknya adalah hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak

sebagai „wayang‟ dari skenario sistem yang mengaturnya.

Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu

sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan

menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang

tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum

yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Untuk itu, sistem hukum itu perlu dibangun (law making) dan ditegakkan

(law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang

paling tinggi kedudukannya.

Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan,

kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 190

yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum

yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjangsatu

dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang

timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka definisi peraturan perundang-undangan

adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan

dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui

prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

a. Berbentuk peraturan tertulis

Pada hakekatnya, hukum dikelompokkan ke dalam hukum tertulis berupa

peraturan perundang-undangan, dan hukum tidak tertulis berupa hukum

kebiasaan (hukum adat), norma agama, atau putusan hakim (yurisprudensi).

Oleh karenanya, peraturan perundang-undangan hanya merupakan sebagian

dari hukum yakni dalam arti hukum tertulis. Pengertian ini mengandung makna

masih diakui, perlu dihormati dan wajib ditaati ketentuan-ketentuan hukum

adat (kebiasaan) yang secara empiris berlaku dan berkembang dalam

kehidupan masyarakat. Misal, masih dikenal dan diakui keberadaan Lembaga

Subak di Bali, hak ulayat, dan sebagainya.

b. Pembentukannya harus dilakukan Lembaga Negara atau pejabat yang

berwenang.

Pengertian ini mengandung makna suatu peraturan perundang-undangan

hanya sah secara hukum apabila dibuat oleh pejabat yang berwenang

membuatnya.

c. Mengikat secara umum.

Isi peraturan perundang-undangan mengikat secara umum, tidak mengikat

orang tertentu (untuk hal-hal tertentu) saja. Ciri umum ini dimaksudkan untuk

membedakan dengan keputusan tertulis dari pejabat berwenang, yang biasanya

bersifat individual, konkret, dan einmalig, yang lebih dikenal sebagai

“keputusan/ penetapan” (beschikking).

Pengertian mengikat umum dalam peraturan perundang-undangan tidak harus

dimaknai sebagai mengikat semua orang, tetapi hanya untuk menunjukkan

bahwa peraturan perundang-undangan tidak berlaku terhadap peristiwa

konkret atau individu tertentu. Karena itu, tidak disebut sebagai ”sesuatu yang

mengikat umum” melainkan ”sesuatu yang mengikat secara umum”.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 191

Secara teoritis istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung),

mempunyai beberapa pengertian berikut:

1. Sebagai proses pembentukan atau proses membentuk peraturan-peraturan

negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;

2. Segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-

peraturan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah;

3. Peraturan yang berkaitan dengan Undang-Undang, baik peraturan itu berupa

Undang-Undang sendiri, Undang-Undang Dasar yang memberi delegasi

konstitusional maupun peraturan di bawah Undang-Undang sebagai atribusi

atau delegasi dari Undang-Undang tersebut. Atas dasar atribusi dan delegasi

kewenangan perundang-undangan, yang tergolong peraturan perundang-

undangan di Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, adalah :

a. Undang-Undang, dan

b. Peraturan perundangan yang lebih rendah daripada Undang-Undang,

seperti:

1) Peraturan Pemerintah;

2) Keputusan Presiden yang berisi peraturan;

3) Keputusan Menteri yang berisi peraturan;

4) Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berisi

peraturan;

5) Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan

Undang-Undang yang berisi peraturan;

6) Peraturan Daerah Provinsi;

7) Keputusan Gubernur Kepala Daerah yang berisi peraturan yang

melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Provinsi;

8) Peraturan Daerah Kabupaten dan Keputusan Bupati/Walikota Kepala

Daerah, yang berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan

Daerah Tingkat II.

4. Semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh

Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di

Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di

tingkat Pusat maupun Daerah.

Peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat umum (algemeen verbinden

voorshrift) disebut juga dengan istilah Undang-Undang dalam arti materiil (wet in

materiele zin), yaitu semua hukum tertulis dari Pemerintah yang mengikat umum (ieder

rechtsvoorschrift van de overheid met algemeen strekking).

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 192

Sebagai sebuah bentuk peraturan hukum yang bersifat in abstracto atau general norm,

maka perundang-undangan mempunyai ciri mengikat atau berlaku secara umum dan

bertugas mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).

Kata perundang-undangan apabila merupakan terjemahan wetgeving berarti sebagai:

1. perbuatan membentuk peraturan-peraturan negara tingkat pusat atau

tingkat daerah menurut tata cara yang ditentukan.

2. keseluruhan peraturan-peraturan negara tingkat pusat dan tingkat daerah.

3. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Secara Teoritis

Asas peraturan perundang-undangan, termasuk produk hukum desa, secara teoritis

dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Asas Tingkatan Hirarki

Suatu perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan

isiperundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya.

Berdasarkan asas ini dapatlah dirinci hal-hal berikut :

a. Perundang-undangan yang lebih rendah derajatnya tidak dapat mengubah

atau mengesampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang

lebih tinggi, tetapi yang sebaliknya dapat;

b. Perundang-undangan hanya dapat dicabut, diubah atau ditambah oleh

atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi

tingkatannya;

c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah

tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat

apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya;

d. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku

dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah,

ditambah diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih

rendah;

e. Materi yang seharusnya diatur oleh perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya tidak dapat diatur oleh perundang-undangan yang lebih

rendah, tetapi yang sebaliknya dapat. Namun demikian, tidak tepat apabila

perundang-undangan yang lebih tinggi mengambil alih fungsi perundang-

undangan yang lebih rendah. Apabila terjadi demikian, pembagian

wewenang mengatur dalam suatu negara menjadi kabur. Di samping itu,

badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 193

teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh

badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah.

Asas-asas tersebut di atas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas dimaksud

akan menimbulkan ketidaktertiban dan ketidakpastian dari sistem perundang-

undangan, bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpangsiuran

perundang-undangan.

b. Peraturan Perundang-undangan tidak dapat Diganggu Gugat

Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (toetsingsrecht).

Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada 2 (dua) macam

yakni:

a. Hak menguji secara materiel (materieletoetsingsrech) yaitu, menguji materi

atau isi dari perundang-undangan apakah bertentangan dengan ketentuan-

ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya.

b. Hak menguji secara formal (formele toetsingsrecht) yaitu menguji apakah

semua formalitas atau tata cara pembentukan sudah dipenuhi.

Dalam hal ini, materi atau isi peraturan perundang-undangan tidak dapat diuji

oleh siapapun, kecuali oleh badan pembentuk sendiri atau badan yang

berwenang yang lebih tinggi. Jadi yang dapat menguji dan mengadakan

perubahan hanyalah badan pembentuk peraturan perundang-undangan itu

sendiri atau badan yang berwenang yang lebih tinggi.

Namun, dalam perkembangannya, asas peraturan perundang-undangan tidak

dapat diganggu gugat tersebut sudah memiliki penyimpangan. Dalam hal ini

konsep judicial review meletakkan lembaga peradilan (misalnya Mahkamah

Agung, atau Mahkamah Konstitusi) dapat menjadi lembaga yang menguji

konstitusionalitas peraturan perundangan. Dalam konsep demikian badan

pembentuk peraturan perundangan menjadi positive legislator sedangkan

lembaga pelaksana judicial review bertindak sebagai negative legislator.

Perlu diketahui, asas peraturan perundang-undangan tidak dapat diganggu

gugat tetap konsisten diterapkan di negara-negara yang menganut prinsip

kedaulatan parlemen (parliamentary sovereignty). Di negara-negara demikian –

seperti Inggris dan Perancis, sebagai perwujudan kedaulatan parlemen, produk

parlemen – termasuk undang-undang – dinyatakan tidak dapat diganggu-

gugat.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 194

c. Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Khusus Mengesampingkan

Peraturan Perundang-undangan yang Bersifat Umum (Lex Specialis

Derogat Lex Generalis)

Pada prinsipnya, peraturan perundang-undangan yang bersifat umum

mengatur persoalan-persoalan pokok dan berlaku secara umum pula. Selain itu

ada juga peraturan perundang-undangan yang menyangkut persoalan pokok

dimaksud, tetapi pengaturannya secara khusus menyimpang dari ketentuan

peraturan perundang-undangan yang umum tersebut .

Kekhususan itu dikarenakan sifat hakikat dari masalah atau persoalan atau

karena kepentingan yang hendak diatur mempunyai nilai intrinsic yang khusus,

sehingga diperlukan pengaturan secara khusus pula. Sebagai contoh, di

Indonesia terdapat hukum pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku umum (berlaku bagi setiap

penduduk). Sungguhpun demikian, bagi golongan tertentu, dalam hal ini

misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu

bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), perlu bagi militer

tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus,

menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus dimaksud, antara

lain misalnya apa yang dikenal dengan tindak pidana desersi, yaitu perbuatan

meninggalkan kesatuannya untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana

melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karenanya untuk

kalangan militer ditetapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer

(KUHPM) yang bersifat khusus di samping KUHP yang bersifat umum.

Dalam KUHP telah diatur misalnya mengenai tindak pidana pencurian (Pasal 362

dan seterusnya), tetapi pencurian yang dilakukan oleh militer di dalam kesatuan

militer diatur pula dalam KUHPM (Pasal 140). Dengan demikian terhadap militer

yang melakukan pencurian dalam kesatuan militer berlaku 2 (dua) ketentuan

hukum, yaitu Pasal 362 KUHP dan Pasal 140 KUHPM. Dalam keadaan tersebut

yang digunakan atau berlaku adalah Pasal 140 KUHPM. Perbedaannya adalah

ancaman hukuman dalam Pasal 140 KUHPM lebih berat daripada ancaman

hukuman Pasal 362 KUHP. Jadi dalam hal ini Undang-Undang yang bersifat

khusus mengesampingkan Undang-Undang yang bersifat umum dalam

persaingannya dengan Undang-Undang yang bersifat umum tersebut.

Kekhususan dimaksud dapat dilihat dari rumusan Undang-Undang itu sendiri.

Misalnya, Pasal 1 KUHPM merumuskan tentang berlakunya KUHP (Undang-

Undang yang umum), kecuali jika ditetapkan secara khusus dalam KUHPM

menyimpang dari KUHP. Demikian juga mengenai hubungan hukum yang

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 195

khusus dengan hukum yang umum dalam bidang perdata yaitu, antara hukum

dagang dengan hukum perdata, tercantum dalam rumusan Pasal 1 Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa KUH Perdata

berlaku terhadap persolan-persoalan yang diatur oleh KUHD, kecuali yang

ditentukan menyimpang.

d. Peraturan Perundang-undangan tidak Berlaku Surut

Asas ini berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied van het

recht), meliputi:

a. Lingkungan kuasa tempat (ruimtegebied, territorial sphere), yang

menunjukkan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Suatu

ketentuan hukum atau perundang-undangan berlaku untuk seluruh wilayah

negara atau hanya untuk sebagian wilayah negara.

b. Lingkungan kuasa personel (zakengebied, material sphere), yaitu

menyangkut masalah atau persoalan yang diatur. Misalnya, apakah

mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik. Lebih sempit

lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan

kewarganegaraan, dan lain sebaginya.

c. Lingkungan kuasa orang (personengebied, personal sphere), yaitu

menyangkut orang yang diatur, apakah berlaku untuk setiap penduduk atau

hanya untuk Pegawai Negeri atau hanya untuk kalangan anggota ABRI saja,

dan lain sebagainya;

d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied, temporal sphere), yang menunjukkan

sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau

perundang-undangan.

Asas “Peraturan Perundang-undangan tidak berlaku surut” berkaitan dengan

lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebied atau temporal sphere sebagaimana

tersebut di atas. Peraturan perundang-undangan dibuat dengan maksud untuk

keperluan masa depan sejak peraturan perundang-undang tersebut

diundangkan. Tidaklah layak apabila materi yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan diberlakukan untuk masa silam sebelum peraturan

perundang-undangan itu dibuat dan diundangkan. Karena apabila diberlakukan

surut akan dapat menimbulkan berbagai akibat yang tidak baik.

e. Peraturan Perundang-undangan yang Baru Mengesampingkan Peraturan

Perundang-undangan yang Lama (Lex Posteriori Derogat Lex Priori)

Apabila ada suatu masalah yang diatur dalam suatu peraturan perundang-

undangan yang lama diatur pula dalam peraturan perundang-undangan yang

baru, maka ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang baru yang

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 196

berlaku. Dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud,

tujuan maupun maknanya.

Secara Normatif

Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, maka dalam membentuk Peraturan

Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan.

setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai

tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat.

Setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga

negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang

berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau

batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang

tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan.

Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar

memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki

Peraturan Perundang-undangan.

d. dapat dilaksanakan.

Setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di

dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan.

Setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara

f. kejelasan rumusan.

Setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau

istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. keterbukaan.

dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk

memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

a. Pengayoman.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 197

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi

memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan

martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional

c. Kebangsaan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Kekeluargaan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa

memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan

Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian

dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

f. Bhinneka Tunggal Ika.

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan

keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah

serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

g. Keadilan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat

hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain,

agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial

i. ketertiban dan kepastian hukum.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat

mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,

masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 198

Selain mencerminkan asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu

dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-

undangan yang bersangkutan. Antara lain:

a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa

kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas

kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

4. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Hierarki peraturan perundang-undangan adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan

Perundang-undangan yangdidasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN / KOTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI

PERATURAN PRESIDEN

PERATURAN PEMERINTAH

PEMERINTAHPEMERINTAH

UNDANG-UNDANG/PERPU

TAP MPR

UUD 1945

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 199

Berdasarkan pasal 8 UU No. 12 tahun 2011, jenis Peraturan Perundang-undangan selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan

oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi

Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang

dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Peraturan Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi. Sedangkan dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah

Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya

dilakukan oleh Mahkamah Agung.

5. Jenis dan Kedudukan Peraturan Di Desa dalam sistem hukum nasional

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 111 Tahun 2014 tentang

Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di Desa, jenis peraturan di desa meliputi:

1) Peraturan Desa;

2) Peraturan Bersama Kepala Desa; dan

3) Peraturan Kepala Desa.

Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut

dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Adapun Peraturan bersama

Kepala Desa berisi materi kerjasama desa. Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi

materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut

dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Selain mengeluarkan produk hukum yang bersifat pengaturan, Kepala Desa juga dapat

menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan

desa yang bersifat penetapan.Keputusan Kepala Desa adalah penetapan yang bersifat

konkrit, individual, dan final.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 200

6. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Di Desa

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan

3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa

berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis

dengan masa keanggotaan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan

sumpah/janji.Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah

gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan

memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan

kemampuan Keuangan Desa.

Adapun mekanisme musyawarah Badan

Permusyawaratan Desa sebagai berikut:

1) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa

dipimpin oleh pimpinan Badan

Permusyawaratan Desa;

2) musyawarah Badan Permusyawaratan Desa

dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling

sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota

Badan Permusyawaratan Desa;

3) pengambilan keputusan dilakukan dengan cara

musyawarah guna mencapai mufakat;

4) apabila musyawarah mufakat tidak tercapai,

pengambilan keputusan dilakukan dengan cara

pemungutan suara;

5) pemungutan suara sebagaimana dimaksud

dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota Badan

Permusyawaratan Desa yang hadir; dan

6) hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan keputusan

Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat

oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa juga memiliki tugas penting lain yaitu menyelenggarakan

Musyawarah Desa. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah

musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur

Peraturan Desa adalah

Peraturan Perundang-

undangan yang ditetapkan

oleh Kepala Desa setelah

dibahas dan disepakati

bersama BPD.

Peraturan Bersama Kepala

Desa adalah Peraturan yang

ditetapkan oleh dua atau

lebih Kepala Desa dan

bersifat mengatur.

Peraturan Kepala Desa

adalah Peraturan yang

ditetapkan oleh Kepala Desa

dan bersifat mengatur.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 201

masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk

menyepakati hal yang bersifat strategismeliputi:

1) penataan Desa;

2) perencanaan Desa;

3) kerja sama Desa;

4) rencana investasi yang masuk ke Desa;

5) pembentukan BUM Desa;

6) penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan

7) kejadian luar biasa.

Musyawarah Desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun dengan

dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

7. Kewenangan Bupati/Walikota melakukan Evaluasi dan Klarifikasi Peraturan

Desa

Berdasarkan Pasal 112 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota membina dan mengawasi

penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Adapun Pembinaan dan pengawasan

yangdilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi:

1) memberikan pedoman pelaksanaan penugasan urusan Kabupaten/Kota yang

dilaksanakan oleh Desa;

2) memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;

3) memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;

4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan

5) melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Evaluasi disini termasuk

juga melakukan pembatalan terhadap Peraturan Desa.

Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama

Badan Permusyawaratan Desa merupakan kerangka hukum dan kebijakan dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa. Penetapan Peraturan

Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa mengacu

pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai sebuah

produk hukum, Peraturan Desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum, yaitu:

1) terganggunya kerukunan antarwarga masyarakat;

2) terganggunya akses terhadap pelayanan publik;

3) terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;

4) terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Desa; dan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 202

5) diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan, serta

gender.

a. Evaluasi rancangan Peraturan desa ke Bupati/ Walikota

Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan Peraturan Desa

untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,

pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa yang telah dibahas dan

disepakati oleh Kepala Desa dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota Melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari

sejak disepakati untuk dievaluasi. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan

hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan

sendirinya.

Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa diserahkan oleh Bupati/Walikota paling

lama 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan Peraturan

tersebut oleh Bupati/Walikota. Dalam hal Bupati/Walikota telah memberikan

hasil evaluasi, Kepala Desa wajib memperbaikinya.

Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan desa paling lama 20 (dua puluh)

hari sejak diterimanya hasil evaluasi.Kepala Desa dapat mengundang BPD untuk

memperbaiki rancangan peraturan desa. Hasil koreksi dan tindaklanjut

disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat.

Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti hasil evaluasi, dan tetap

menetapkan menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan

Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.

b. Klarifikasi Peraturan Desa

Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan di Desa untuk

mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak diundangkan untuk

diklarifikasi. Bupati/Walikota melakukan klarifikasi Peraturan Desa dengan

membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 203

Hasil klarifikasi oleh Bupati/Walikota dapat berupa:

1) hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum, dan/atau

ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

2) hasil klarifikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau

ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa tidak bertentangan dengan

kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil

klarifikasi yang telah sesuai. Sedangkan dalam hal hasil klarifikasi bertentangan

dengan kepentingan umum, dan/atau ketentuan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa

tersebut dengan Keputusan Bupati/Walikota.

8. Kerjasama Antar-Desa Menurut UU Desa dan Peraturan Pelaksanaannya

Berdasarkan Pasal 91 UU No. 6 tahun 2014, Desa dapat mengadakan kerja sama dengan

Desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama antar-Desa sendiri

meliputi:

1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai

ekonomi yang berdaya saing;

2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan

masyarakat antar-Desa; dan/atau

3) bidang keamanan dan ketertiban.

Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui

kesepakatan musyawarah antar-Desa.Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan

kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui Peraturan Bersama Kepala Desa.

Musyawarah antar-Desa sendiri membahas hal yang berkaitan dengan:

1) pembentukan lembaga antar-Desa;

2) pelaksanaan program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dapat

dilaksanakan melalui skema kerja sama antar-Desa;

3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program pembangunan antar-Desa;

4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan Desa, antar-Desa, dan Kawasan

Perdesaan;

5) masukan terhadap program Pemerintah Daerah tempat Desa tersebut berada;

dan

6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan melalui kerja sama antar-Desa.

Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa, badan kerja sama antar-Desa dapat

membentuk kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan. Sedangkan dalam pelayanan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 204

usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau

lebih.

Selain kerjasama antar desa, Desa juga dapat mengadakan kerja sama dengan pihak

ketiga untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa. Kerja sama dengan pihak ketiga tersebut sebelumnya perlu

dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa.

Pelaksanaan kerja sama antar-Desa diatur dengan peraturan bersama kepala Desa.

Sedangkan pelaksanaan kerja sama Desa dengan pihak ketiga diatur dengan perjanjian

bersama.Peraturan bersama dan perjanjian bersama tersebut paling sedikit memuat:

1) ruang lingkup kerja sama;

2) bidang kerja sama;

3) tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;

4) jangka waktu;

5) hak dan kewajiban;

6) pendanaan;

7) tata cara perubahan, penundaan, dan pembatalan; dan

8) penyelesaian perselisihan.

Badan kerja sama antar-Desa terdiri atas Pemerintah Desa, anggota Badan

Permusyawaratan Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga Desa lainnya,

dantokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender. Adapun susunan

organisasi, tata kerja, dan pembentukan badan kerja sama ditetapkan dengan peraturan

bersama kepala Desa. Secara organisasi, badan kerja sama bertanggung jawab kepada

kepala Desa.

Perubahan atau berakhirnya kerja sama Desa harus dimusyawarahkan dengan

menyertakan para pihak yang terikat dalam kerja sama Desa. Kerja sama Desa dapat

berakhir apabila:

1) terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam

perjanjian;

2) tujuan perjanjian telah tercapai;

3) terdapat keadaan luar biasa yang mengakibatkan perjanjian kerja sama tidak

dapat dilaksanakan;

4) salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian;

5) dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama;

6) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

7) objek perjanjian hilang;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 205

8) terdapat hal yang merugikan kepentingan masyarakat Desa, daerah, atau

nasional; atau

9) berakhirnya masa perjanjian.

Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama Desa diselesaikan secara musyawarah

serta dilandasi semangat kekeluargaan. Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa

dalam satu wilayah kecamatan, penyelesaiannya difasilitasi dan diselesaikan oleh

camat.Apabila terjadi perselisihan kerja sama Desa dalam wilayah kecamatan yang

berbeda pada satu kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh bupati/walikota.

Penyelesaian perselisihan tersebut bersifat final dan ditetapkan dalam berita acara yang

ditandatangani oleh para pihak dan pejabat yang memfasilitasi penyelesaian

perselisihan.

Sementara pada perselisihan dengan pihak ketiga yang tidak dapat terselesaikan setelah

dilakukan fasilitasi sesuai peraturan perundang-undangan, dilakukan penyelesaian

melalui proses hukum.

9. Prosedur Penyusunan Peraturan Di Desa

a. Penyusunan Peraturan Desa

Tahap Perencanaan.

Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan

BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa. Selain itu, Lembaga kemasyarakatan,

lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa juga dapat memberikan masukan

kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan rancangan

Peraturan Desa.

Tahap Penyusunan oleh Kepala Desa.

Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.Rancangan

Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa

(sesuai pasal 6 ayat 2 permendagri 111/2014) dan dapat dikonsultasikan kepada camat

untuk mendapatkan masukan. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan

diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung

dengan substansi materi pengaturan.

Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk

tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa

yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan

disepakati bersama.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 206

Tahap Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD.

Selain diprakarsai oleh Pemerintah Desa, BPD dapat menyusun dan mengusulkan

rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana

pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang rencana

kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan

Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

Tahap Pembahasan.

BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan

Peraturan Desa.Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah

Desa danusulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan

yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan

Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk

dipersandingkan.

Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.

Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas

kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan

Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan

Desa paling lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan

peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda

tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya rancangan

peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Tahap Penetapan.

Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada

Sekretaris Desa untuk diundangkan.Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani

Rancangan Peraturan Desa tersebut, Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib

diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Tahap Pengundangan.

Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa. Peraturan Desa

dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak

diundangkan.

Tahap Penyebarluasan.

Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana

penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa,

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 207

pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.

Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh

masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Tahap Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan

Penyebarluasan Peraturan Desa

Pembatalan

Perdes dengan keputusan

Bupati/Walikota

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 208

Proses Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata

ruang, dan organisasi Pemerintah Desa

10. Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

Tahap Perencanaan.

Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan

bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-

Desa.Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan

setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.

Tahap Penyusunan.

Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala

Desapemrakarsa.Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib

dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan

kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan. Masukan dari masyarakat

desa dan camat tersebut digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan

rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 209

Tahap Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan

Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala

Desa atau lebih. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan

Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7

(tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut

diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa. Peraturan

Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak

tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

Tahap Penyebarluasan.

Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-

masing. Metode penyebarluasan dapat menggunakan berbagai sarana yang

memudahkan masyarakat desa untuk mengaksesnya, misalnya melalui sarana internet

atau pengumuman di tempat strategis.

Proses Penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 210

11. Penyusunan Peraturan Kepala Desa

Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa. Materi

muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan

Kepala Desa dari segi prosedur lebih sederhana karena tidak memerlukan persetujuan

dari BPD. Adapun metode penyusunannya berlaku mutatis mutandis dengan metode

penyusunan peraturan perundang-undangan yang lain. Sebagai tahap akhir, Peraturan

Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa.

12. Penyusunan Rancangan Perdes Prioritas

a. Penyusunan Rancangan Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) adalah Rencana Kegiatan

Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.

Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam

musyawarah Desa yangwajib dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun

anggaran berjalan.Dalam menyusun RPJM Desa, Pemerintah Desa wajib

menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif

yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Rancangan RPJM Desa paling sedikit memuat penjabaran visi dan misi kepala Desa

terpilih dan arah kebijakan perencanaan pembangunan Desa dengan memperhatikan

arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota.

RPJM Desa mengacu pada RPJM kabupaten/kota yang memuat visi dan misi kepala

Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan,

pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan

pembangunan Desa.RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif

Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota.RPJM Desa ditetapkan dalam jangka

waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.

Apa yang dimaksud dengan Kondisi objektif Desa? Maksudnya adalah kondisi yang

menggambarkan situasi yang ada di Desa, baik mengenai sumber daya manusia,

sumber daya alam, maupun sumber daya lainnya, serta dengan mempertimbangkan,

antara lain, keadilan gender, pelindungan terhadap anak, pemberdayaan keluarga,

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 211

keadilan bagi masyarakat miskin, warga disabilitas dan marginal, pelestarian lingkungan

hidup, pendayagunaan teknologi tepat guna dan sumber daya lokal, pengarusutamaan

perdamaian, serta kearifan lokal.

Melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa, Pemerintah Desa dapat

mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada pemerintah daerah

kabupaten/kota.Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan

pembangunan Desa kepada Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi.Usulan

kebutuhan pembangunan Desa harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Jika

usulan tersebut disetujui, maka usulan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan

Peraturan Desa, RPJM Desa dapat diubah dalam hal:

1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,

dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau

2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

b. Rancangan Perdes tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa

Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk

jangka waktu 1 (satu) tahun.

RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

yang memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan

pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa.RKP

Desa paling sedikit berisi uraian:

1) evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya;

2) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa;

3) prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja

sama antar-Desa dan pihak ketiga;

4) rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa

sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, pemerintah daerah

provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota; dan

5) pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau

unsur masyarakat Desa.

RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah

daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.RKP

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 212

Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan

ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan

yang menjadi dasar penetapan APB Desa.

Dalam menyusun RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah

perencanaan pembangunan Desa secara partisipatif yang diikuti oleh Badan

Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa.

Melalui kesepakatan dalam musyawarah pembangunan desa yang ditetapkan dengan

Peraturan Desa, RKP Desa dapat diubah dalam hal:

1) terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,

dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau

2) terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

c. Rancangan Perdes tentang APB Desa

Penting untuk dipahami bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014

tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, sumber pembiayaan pemerintah desa dibagi

berdasarkan kewenangan sebagai berikut:

1) penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul dan

kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APB Desa. Penyelenggaraan

kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran

pendapatan dan belanja daerah.

2) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja Negara yang dialokasikan

pada bagian anggaran kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan

kerja perangkat daerah kabupaten/kota.

3) Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh pemerintah

daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Gubernur menginformasikan rencana bantuan keuangan yang bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.Bupati/walikota menginformasikan

rencana ADD, bagian bagi hasil pajak dan

retribusi kabupaten/kota untuk Desa, serta

bantuan keuangan yang bersumber dari

anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota.

Alokasi Dana Desa (ADD) adalah

dana perimbangan yang diterima

kabupaten/kota dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah

kabupaten/kota setelah dikurangi Dana

Alokasi Khusus.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 213

Penyampaian informasi tersebut kepada kepala Desa dilakukan dalam jangka waktu 10

(sepuluh) Hari setelah kebijakan umum anggaran dan prioritas serta plafon anggaran

sementara disepakati kepala daerah bersama dewan perwakilan rakyat daerah.

Selanjutnya Informasi dari gubernur dan bupati/walikota tersebut dijadikan sebagai

bahan penyusunan rancangan APB Desa.

PP No. 43 tahun 2014 juga mengatur batasan peruntukan Belanja Desa yang ditetapkan

dalam APB Desa dengan perincian:

1) paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja

Desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa; dan

2) paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja

Desa digunakan untuk:

a) penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa;

b) operasional Pemerintah Desa;

c) tunjangan dan operasional Badan Permusyawaratan Desa; dan

d) insentif rukun tetangga dan rukun warga.

Dalam proses penyusunannya, Rancangan peraturan Desa tentang APB Desa disepakati

bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa paling lambat bulan

Oktober tahun berjalan untuk kemudian disampaikan oleh kepala Desa kepada

bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) Hari sejak

disepakati untuk dievaluasi oleh Bupati/Walikota yang dalam pelaksanaannya dapat

didelegasikan kepada Camat. Peraturan Desa tentang APB Desa ditetapkan paling

lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran berjalan.

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA

1. AZAS PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

a. Kejelasan tujuan

b. Kelembagaan atau urgan pembentuk yg tepat

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

d. Dapat dilaksanakan

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

f. Kejelasan rumusan

g. Transparan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 214

2. JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI DESA

a. Peraturan Desa

b. Peraturan Bersama Kepala Desa

c. Peraturan Kepala Desa

Peraturan di desa sebagaimana dilarang bertentangan dengan kepentingan umum,

dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih

lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan bersama Kepala Desa berisi materi kerjasama desa.

Peraturan Kepala Desa berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan

bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.

3. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

a. Landasan Filosofis.

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,

kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah

bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. Landasan Sosiologis.

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya

menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara. Dalam peraturan desa, agar peraturan desa yang

diterbitkan jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup di tengah-

tengah masyarakat misalnya adat istiadat, agama.

c. Landasan Yuridis.

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan

bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau

mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,

yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan

rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang

berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 215

Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu,

antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis

atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang

sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai,

atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

4. PERSIAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

Pemrakarsa rancangan peraturan desa adalah:

a. Pemerintah Desa

b. Usul Inisiatif BPD

5. PEMBAHASAN

Rancangan peraturan desa dibahas secara bersama oleh Pemerintah Desa dan

BPD. Muatan materi dilihat dari sudut pandang tujuan diterbitkannya sebuah

Peraturan Desa itu maka materi Peraturan Desa antara lain meliputi :

a. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang bersifat mengatur

b. Menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa

c. Menetapkan segala sesuatu yang membebani keuangan desa dan masyarakat.

6. KERANGKA STRUKTUR PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA

DESA DAN PERATURAN KEPALA DESA

a. PENAMAAN/JUDUL

b. PEMBUKAAN

c. BATANG TUBUH

d. PENUTUP

e. LAMPIRAN (BILA DIPERLUKAN)

a. PENAMAAN/JUDUL

1. Setiap Peraturan Desa dan Keputusan Desa mempunyai penamaan/judul

2. Penamaan/ judul Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa memuat

keterangan mengenai jenis, nomor, tahun dan tentang nama peraturan atau

Keputusan yang diatur

3. Nama Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa

dibuat singkat dan mencerminkan isi Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa

dan Keputusan Kepala Desa

4. Judul ditulis dengan huruf kapital tanpa diakhiri tanda baca.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 216

Contoh :

Jenis Peraturan Desa :

PERATURAN DESA...............(Nama Desa)

NOMOR 3 TAHUN 2015

TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN...........

Jenis Peraturan Bersama Kepala Desa

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)

DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Bersama)

Jenis Peraturan Kepala Desa :

PERATURAN KEPALA DESA.............(Nama Desa)

NOMOR 2 TAHUN 2015

TENTANG

IURAN PEMBANGUNAN JEMBATAN DESA

Jenis Keputusan Kepala Desa :

KEPUTUSAN KEPALA DESA.................(Nama Desa)

NOMOR 3 TAHUN 2015

TENTANG

TIM PENYUSUN RPJM DESA

b. PEMBUKAAN

Pembukaan pada Peraturan Desa terdiri dari :

a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “

b. Jabatan Pembentuk Peraturan Desa

c. Konsiderans

- Menimbang

- Mengingat

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 217

d. Frasa “ Dengan kesepakatan bersama Badan Permusyawaratan Desa

dan Kepala Desa“

e. Memutuskan dan

f. Menetapkan

Pembukaan pada Peraturan Bersama Kepala Desa

a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “

b. Jabatan pembentuk Paraturan Bersama Kepala Desa

c. Konsiderans

- Menimbang

d. Dasar Hukum

- Mengingat

e. Memutuskan; dan

f. Menetapkan

Pembukaan pada Peraturan Kepala Desa

a. Frasa “ Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa “

b. Jabatan pembentuk Paraturan Kepala Desa

c. Konsiderans

- Menimbang

d. Dasar Hukum

- Mengingat

e. Memutuskan; dan

f. Menetapkan

Pembukaan pada Keputusan Kepala Desa

a. Jabatan pembentuk paraturan kepala desa

b. Konsiderans

- Menimbang

c. Dasar Hukum

- Mengingat

- Memperhatikan (jika diperlukan)

d. Memutuskan dan

e. Menetapkan

c. PENJELASAN

a. FRASA ” Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa ”,

Kata frasa yang berbunyi ” Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa”

merupakan kata yang harus ditulis dalam Peraturan Desa, cara penulisannya

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 218

seluruhnya huruf kapital, ditulis dalam satu baris dan tidak diakhiri tanda

baca.

Contoh :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. JABATAN

Jabatan pembentuk Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,

Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa ditulis dengan huruf

kapital, dan diakhiri dengan tanda baca koma ( , )

Contoh :

KEPALA DESA KUSUMANEGARA,

c. KONSIDERANS

Konsiderans harus diawali dengan kata ” Menimbang ” yang memuat uraian

singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang,

pertimbangan, landasan yuridis, sosiologis dan filosofis dibentuknya

Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa dan

Keputusan Kepala Desa

Jika konsideran terdiri dari lebih satu pokok pikiran, maka tiap-tiap pokok

pikiran dirumuskan pengertian dan tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan

huruf a,b,c dst dan diawali dengan huruf kecil serta diakhiri dengan tanda

titik koma ( ; )

Contoh :

Menimbang: a. ................................................................................................... ;

b. .................................................................................................. ;

c. .................................................................................................. ;

d. DASAR HUKUM

Dasar hukum diawali dengan kata ” Mengingat ” yang harus memuat dasar

hukum bagi pembuatan produk hukum. Pada bagian ini perlu dimuat pula

jika ada peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibentuknya

peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan

keputusan kepala desa atau yang mempunyai kaitan langsung dengan

materi yang akan diatur. Dasar hukum dapat dibagi 2 yaitu :

1) Landasan yuridis kewenangan membuat peraturan desa, peraturan

bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa;

dan

2) Landasan yuridis materi yang diatur

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 219

Yang dapat dipakai sebagai dasar hukum hanyalah jenis peraturan

perundang-undangan yang tingkat derajatnya sama atau lebih tinggi dari

produk hukum yang dibuat.

Catatan : Keputusan yang bersifat penetapan, Instruksi dan Surat Edaran

tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum karena tidak termasuk jenis

perundang-undangan

Dasar hukum dirumuskan secara kronologis sesuai dengan hierarki

peraturan perundang-undangan, atau apabila peraturan perundang-

undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan berdasarkan urutan

tahun pembentukannya, atau apabila peraturan perundang-undangan

tersebut dibentuk pada tahun yang sama, maka dituliskan berdasarkan

nomor urutan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.

Penulisan dasar hukum harus lengkap dengan lembaran negara Republik

Indonesia, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia , Lembaran

Daerah, dan Tambahan Lembaran Daerah ( kalau ada ). Jika dasar hukum

lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar hukum

diawali dengan angka arab 1,2,3 dst dan diakhiri dengan tanda baca titik

koma ( ; )

contoh : Penulisan Dasar Hukum

Mengingat : 1.

2.

3.

4.

5.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor .... ) ;

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor .... Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor .... ) ;

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014

tentang……..;

Peraturan Menteri ....... Nomor ........ tentang

................................... ;

Peraturan Daerah Nomor...Tahun ...... \tentang ......

(Lembaran Daerah Tahun ...... Nomor

.....)........................................;

FRASA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 220

Frasa ” Dengan Kesepakatan Bersama Badan Permusyawaratan Desa dan

Kepala Desa ” Kata frasa yang berbunyi ” Dengan Kesepakatan Bersama Badan

Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa”, merupakan kalimat yang harus

dicantumkan dalam Peraturan Desa, dan cara penulisannya dilakukan sebagai

berikut :

1. Ditulis sebelum kata MEMUTUSKAN;

2. Kata ” Dengan Kesepakatan Bersama ” hanya huruf awal kata ditulis

huruf kapital.

3. Kata “ dan ”, semuanya ditulis dengan huruf kecil;

4. Kata ” Badan Permusyawaratan Desa ” dan ” Kepala Desa ”

seluruhnya ditulis huruf kapital.

Contoh :

Dengan Kesepakatan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA..................(Nama Desa)

dan

KEPALA DESA .............................(Nama Desa)

MEMUTUSKAN

Kata ” Memutuskan ” ditulis dengan huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda

baca titik dua ( : ). Peletakan kata MEMUTUSKAN adalah di tengah margin.

MENETAPKAN

Kata ” Menetapkan ” dicantumkan sesudah kata MEMUTUSKAN yang

disejajarkan ke bawah dengan kata ” Menimbang” dan ” Mengingat ”. Huruf

awal kata ” Menetapkan ” ditulis dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan

tanda baca titik dua ( : )

Contoh :

Jenis Peraturan Desa :

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DESA.............(Nama Desa) TENTANG ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN….

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 221

Contoh :

Jenis Keputusan Kepala Desa :

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA DESA.....................(Nama Desa) TENTANG

TIM PENYUSUN RPJM DESA

BATANG TUBUH

Batang tubuh peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan peraturan

kepala desa memuat materi yang dirumuskan dalam bab dan pasal-pasal atau

diktum-diktum yang bersifat mengatur ( Regeling ), sedangkan jenis Keputusan

Kepala Desa bersifat menetapkan ( Beschikking ), batang tubuhnya dirumuskan

dalam diktum-diktum.

1. Batang Tubuh Peraturan Desa dan Peraturan Bersama Kepala Desa dan

Peraturan Kepala Desa memuat:

- Ketentuan Umum

- Materi yang diatur

- Ketentuan Peralihan ( kalau ada )

- Ketentuan Penutup

2. Pengelompokkan materi dalam bab, bagian dan paragraf tidak merupakan

keharusan.

Jika Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala

Desa mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai

banyak pasal, maka pasal - pasal tersebut dapat dikelompokkan menjadi bab,

bagian dan paragraf. pengelompokan dilakukan atas dasar kesamaan

kategori atau kesatuan lingkup isi materi

URUTAN PENGGUNAAN KELOMPOK

1. Bab dengan pasal-pasal tanpa bagian dan paragraf

2. Bab dengan bagian dan pasal-pasal tanpa paragraf

3. Bab dengan bagian dan paragraf yang terdiri dari pasal-pasal

Tata cara penulisan Bab, Bagian, Paragraf , Pasal dan ayat.

Bab diberi nomor urut dengan angka romawi dan judul bab semua ditulis

dengan huruf kapital.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 222

Contoh :

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian diberi nomor urut dengan bilangan-bilangan yang ditulis dengan huruf

kapital dan diberi judul. Huruf awal kata Bagian, urutan bilangan dan judul

bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal dari kata partikel yang

tidak terletak pada awal frasa.

Contoh :

BAB II

(……… JUDUL BAB……….)

Bagian Kedua

……………………………….

Paragraf diberi nomor urut dengan angka arab dan diberi judul.

Huruf awal dalam judul paragraf, dan huruf awal judul paragraf ditulis dengan

huruf kapital, sedangkan huruf lainnya setelah huruf pertama ditulis dengan

huruf kecil

Contoh :

Bagian Kedua

(…….. Judul Bagian ………..)

Paragraf 1

( Judul Paragraf )

Pasal adalah satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam

satu kalimat.

Contoh :

Pasal 5

Materi Peraturan Desa lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat

dan jelas dari pada dalam beberapa pasal yang panjang dan memuat beberapa

ayat, kecuali materi yg menjadi pasal itu merupakan satu rangkaian yg tidak

dapat dipisahkan.

Ayat adalah merupakan rincian dari pasal, penulisannya diberi nomor urut

dengan angka arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca. Satu

ayat hanya mengatur satu hal dan dirumuskan dalam satu kalimat

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 223

Contoh :

Pasal 22

(1) ……………………………………………………………….

(2) ……………………………………………………………….

(3) ……………………………………………………………….

BATANG TUBUH PERATURAN KEPALA DESA

Peraturan Kepala Desa bersifat mengatur ( Regeling ) ;

1) Batang tubuh Peraturan Kepala Desa memuat semua materi yang akan

dirumuskan dalam pasal - pasal

2) Pengelompokkan dalm batang tubuh terdiri atas :

a) Ketentuan Umum

b) Materi yang diatur

c) Ketentuan peralihan ( kalau ada )

d) Ketentuan penutup

3) Materi Peraturan Kepala Desa adalah merupakan pelaksanaan dari Peraturan

Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

4) Tata cara perumusan dan penulisan materi muatan batang tubuh sama

dengan tata cara perumusan dan penulisan materi muatan Peraturan Desa

Keputusan Kepala Desa adalah bersifat penetapan ( Beschiking )

1) Batang Tubuh Keputusan Kepala Desa memuat semua materi muatan

keputusan yang dirumuskan dalam diktum-diktum.

2) Pengelompokkan dalam batang tubuh terdiri atas materi yang akan diatur.

Contoh :

KESATU : ……………………………………...............................................

KEDUA : ……………………………………...............................................

Dalam keputusan kepala desa tidak perlu ada ketentuan umum dan ketentuan

peralihan karena keputusan kepala desa yang bersifat penetapan adalah konkrit,

individual dan final

PENUTUP

1. Rumusan tempat dan tanggal penetapan, diletakkan di sebelah kanan

2. Nama jabatan ditulis dengan huruf kapital, dan pada akhir kata diberi tanda

baca koma

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 224

3. Nama lengkap pejabat yg menandatangani ditulis dgn huruf kapital tanpa

gelar dan pangkat

4. Penetapan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan

Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa hanya ditandatangani oleh Kepala

Desa

5. Pengundangan Peraturan Desa dilakukam oleh Sekretaris Desa Dalam

Lembaran Desa

6. Pengundangan Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa

oleh Sekretaris Desa dalam Berita Desa

PERUBAHAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,

PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan peraturan desa, peraturan

bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan kepala desa :

1. Dilakukan oleh Pejabat yg berwenang membentuknya

2. Peraturan Desa diubah dengan Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala

Desa dengan Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala Desa

dengan Peraturan Kepala Desa, dan Keputusan Kepala Desa diubah dengan

Keputusan Kepala Desa.

3. Perubahan terhadap Peraturan itu tanpa mengubah sistematika

4. Dalam penamaan disebut Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa,

Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa mana yang diubah dan

perubahan yg diadakan itu adalah perubahan yang ke… .

Contoh : Perubahan APBDes

PERATURAN DESA..............(Nama Desa)

NOMOR...... TAHUN.....

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DESA.........(Nama Desa)

NOMOR.... TAHUN...... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

DESA

Contoh : Perubahan selanjutnya

PERATURAN DESA............(Nama Desa)

NOMOR...... TAHUN.......

TENTANG

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 225

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DESA..........(Nama Desa) NOMOR ...

TAHUN...... TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

PERIODE TAHUN ..S.D..TAHUN…

5. Dalam konsideran Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala

Desa, Peraturan Kepala Desa dan Keputusan Kepala Desa yang diubah,

harus dikemukakan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan

mengapa peraturan yang lama perlu diadakan perubahan

6. Apabila Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa, Peraturan Kepala

Desa dan Keputusan Kepala Desa sudah mengalami perubahan substansi

berulang kali sebaiknya dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru.

7. Apabila perubahan sifatnya besar-besaran sebaiknya dibentuk peraturan

yang baru

8. Cara merumuskan perubahan dalam pasal-pasal :

a. Apabila suatu bab, bagian, pasal atau ayat akan dihapuskan, angka atau

nomor pasal itu hendaknya tetap dituliskan tetapi tanpa isi, hanya

dituliskan “ dihapus “

Contoh :

Bab V

Pasal .. Dihapus

b. Apabila diantara pasal 14 dan 15 akan disisipkan pasal baru maka pada

pasal baru itu dituliskan dengan Pasal 14A

PENCABUTAN PERATURAN DESA, PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA,

PERATURAN KEPALA DESA DAN KEPUTUSAN KEPALA DESA

PENCABUTAN DENGAN PERGANTIAN:

Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di depan (dalam pembukaan) atau di

belakang (ketentuan Penutup)

Contoh:

Ketentuan pencabutan dapat diletakkan di belakang (ketentuan Penutup)

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 88

Pada saat Peraturan Desa ini mulai berlaku, maka Peraturan Desa Kusuma

Negara Nomor 2 tahun 2015 tentang APBDesa dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 226

Dalam bentuk seperti ini berarti walaupun peraturannya dicabut tetapi tidak

sampai pada akar-akarnya ( peraturan pelaksananya masih tetap berlaku )

PENJELASAN

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjelasan:

1. Pembuatan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa, peraturan

kepala desa dan keputusan Kepala Desa agar tidak menyandarkan

argumentasi pada penjelasan tetapi harus berusaha membuat peraturan

desa, keputusan kepala desa yang dapat meniadakan keragu-raguan;

2. Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan peraturan desa,

peraturan bersama kepala desa, peraturan kepala desa dan keputusan

Kepala Desa yang bersangkutan;

3. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran atau materi tertentu;

4. Penjelasan tidak dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk membuat

peraturan;

5. Judul penjelasan sama dengan judul peraturan desa, peraturan bersama

kepala desa, dan peraturan kepala desa;

6. Penjelasan terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal yang

pembagiannya dirinci dengan angka romawi;

7. Penjelasan umum memuat uraian sistematis mengenai latar belakang

pemikiran, maksud dan tujuan penyusunan;

8. Materi penjelasan tidak boleh bertentangan dengan materi Peraturan Desa,

Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;

9. Materi penjelasan tidak boleh pengulangan semata dari materi Peraturan

Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa;

10. Beberapa pasal yang tidak memerlukan penjelasan disatukan dan diberi

keterangan cukup jelas.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 227

a. Bentuk Rancangan Peraturan Desa

KEPALA DESA ….. (Nama Desa)

KABUPATEN/KOTA........ (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN DESA… (Nama Desa)

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

(Nama Peraturan Desa)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA (Nama Desa),

Menimbang: a. bahwa …;

b. bahwa …;

c. dan seterusnya …;

Mengingat: 1. …;

2. …;

3. dan seterusnya …;

Dengan Kesepakatan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA … (Nama Desa)

dan

KEPALA DESA … (Nama Desa)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DESA TENTANG ... (Nama Peraturan Desa).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 228

BAB II

Pasal …

BAB …

(dan seterusnya)

Pasal . . .

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa … (Nama Desa).

Ditetapkan di …

pada tanggal …

KEPALA DESA…(Nama Desa),

tanda tangan

NAMA

Diundangkan di …

pada tanggal …

SEKRETARIS DESA … (Nama Desa),

tanda tangan

NAMA

LEMBARAN DESA … (Nama Desa) TAHUN … NOMOR …

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 229

b. Bentuk Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa

KABUPATEN/KOTA... (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa)

DAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Bersama)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ... (Nama Desa) DAN

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa.................................................................;

b. bahwa.................................................................;

c. dan seterusnya....................................................;

Mengingat : 1. ...........................................................................;

2. ...........................................................................;

3. dan seterusnya...................................................;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BERSAMA KEPALA DESA... (Nama Desa) DAN

KEPALA DESA... (Nama Desa) TENTANG ... (Judul Peraturan Bersama).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 230

BAB II

Bagian Pertama

............................................

Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...

Pasal ...

BAB ...

KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..

KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Bersama ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa) dan

Berita Desa... (Nama Desa)

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Ditetapkan di ...

pada tanggal

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ...

pada tanggal

SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

Diundangkan di ...

pada tanggal

SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 231

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat) (Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 232

c. Bentuk Rancangan Peraturan Kepala Desa

KEPALA DESA … (Nama Desa)

KABUPATEN/KOTA...... (Nama Kabupaten/Kota)

PERATURAN KEPALA DESA... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Peraturan Kepala Desa)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA ..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa................................................;

b. bahwa................................................;

c. dan seterusnya..................................;

Mengingat : 1. ..........................................................;

2............................................................;

3. dan seterusnya..................................;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN KEPALA DESA TENTANG... (Judul Peraturan Kepala

Desa).

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Kepala Desa ini yang dimaksud dengan:

BAB II

Bagian Pertama

............................................

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 233

Paragraf 1

Pasal ..

BAB ...

Pasal ...

BAB ...

KETENTUAN PERALIHAN (jika diperlukan)

BAB ..

KETENTUAN PENUTUP

Pasal ...

Peraturan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Kepala Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Desa... (Nama Desa).

Ditetapkan di ...

pada tanggal

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

Diundangkan di ...

pada tanggal ...

SEKRETARIS DESA..., (Nama Desa)

(Nama)

BERITA DESA... (Nama Desa) TAHUN ... NOMOR ...

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 234

1. Teknik Penyusunan Keputusan Kepala Desa

KEPUTUSAN KEPALA DESA

KABUPATEN/KOTA............(Nama Kabupaten/Kota)

KEPUTUSAN KEPALA DESA ... (Nama Desa)

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

(Judul Keputusan Kepala Desa)

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

Menimbang : a. bahwa...................................................................;

b. bahwa...................................................................;

c. dan seterusnya.....................................................;

Mengingat : 1. ............................................................................;

2. ............................................................................;

3. dan seterusnya.....................................................;

Memperhatikan : 1. .....................................................................;

2. .....................................................................;

3. dan seterusnya..............................................;

(jika diperlukan)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

KESATU :

KEDUA :

KETIGA :

KEEMPAT :

KELIMA : Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di ...............

pada tanggal ...................

KEPALA DESA..., (Nama Desa)

(Nama Tanpa Gelar dan Pangkat)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 235

DAFTAR PUSTAKA

A.Hamid S.Attamimi, Hukum tentang Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan

Kebijaksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, Fakultas Hukum UI, Jakarta, 20

September 1993.

A.Hamid S.Attamimi, Perbedaan antara Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan

Kebijakan, Makalah disampaikan pada Pidato Dies Natalis PTIK ke-46, Jakarta 17

Juni 1992

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Negara Hukum Indonesia, hal. 1,

http://jimly.com/makalah/namafile/57/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf,

diakses 12 April 2015

Maria Farida Idrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 1998

NE. Algra en HCJG Jansenn, Rechtsingang, Een Orientatie in het Recht, HD Tjeenk Willink

bv., Groningen, 1974

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003.

SF. Marbun dan Moh. Mahfud, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty

Yogyakarta, 1987

Daftar Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014TentangPeraturan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014Tentang Pedoman Teknis

Peraturan Di Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014TentangPengelolaan

Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014TentangPedoman

Pembangunan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 236

Pokok Bahasan 7

PENGUATAN KEBERDAYAAN

MASYARAKAT

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 237

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 238

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pemberdayaan sebagai proses sosial-politik;

2. Menjelaskan tahapan pemberdayaan masyarakat;

3. Menjelaskan pemberdayaan bertumpu pada hak-hak masyarakat;

4. Menjelaskan pemberdayaan untuk meningkatkan posisi dan daya

tawar masyarakat;

5. Menjelaskan pemberdayaan untuk mewujudkan kemandirian

masyarakat.

Waktu

45 Menit

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media

Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

7.1

Rencana Pembelajaran

Pemberdayaan Masyarakat

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 239

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Buka acara dengan mengucapkan salam dan sampaikan tujuan,

proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 2: Konsepsi Pemberdayaan (Presentasi dan Tanya

Jawab)

2. Paparkan pemberdayaan sebagai paradigma pembangunan;

3. Paparkan pemberdayaan sebagai proses sosial politik bertumpu pada

hak untuk meningkatkan daya tawar masyarakat;

4. Minta beberapa peserta bertanya dan atau mengungkapkan

pendapat;

5. Berikan penegasan.

Kegiatan 3: Tahapan Pemberdayaan (Refleksi)

6. Minta peserta mengungkapkan pengalamannya melakukan

pemberdayaan masyarakat;

7. Pandu peserta merumuskan tahapan pemberdayaan (gunakan Media

Fasilitasi 7.1.1);

8. Berikan penegasan.

Kegiatan 4: Hubungan Pemberdayaan dengan Kemandirian

(Presentasi dan Tanya Jawab)

9. Paparkan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kemandirian

masyarakat;

10. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan

mengungkapkan pendapat;

11. Berikan penegasan.

Kegiatan 5: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 240

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan KPMD;

2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;

3. Merumuskan cara mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.

Waktu

90 Menit

Metode

Curah Pendapat, Diskusi Kelompok dan Paparan

Media

Lembar Tayang dan Bahan Bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

7.2

Rencana Pembelajaran

Strategi Penguatan Kader

Pemberdayaan Masyarakat

Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 241

Proses Penyajian

Kegiatan 6: Pembukaan

12. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;

13. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 7: Posisi Strategis Kader Pemberdayaan Masyarakat

Desa (Brainstorming)

14. Minta peserta mengungkapkan pendapat tentang posisi strategis

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dalam pembangunan

dan pemberdayaan masyarakat desa;

15. Ajak peserta merumuskan bersama Posisi strategis KPMD.

Kegiatan 8: Identifikasi Kekurangan dan Kelemahan serta Upaya

Penguatan (Diskusi Kelompok)

16. Bagi peserta dalam beberapa kelompok;

17. Minta peserta berdiskusi; (gunakan Lembar Kerja 7.2.1)

18. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;

19. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi;

20. Berikan penegasan.

Kegiatan 9: Menutup sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 242

Lembar Kerja 7.2.1

Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan KPMD

No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan

1.

2.

3.

Dst.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 243

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengidentifikasi kekurangan/kelemahan Lembaga Kemasyarakatan

Desa;

2. Menjelaskan penyebab kekurangan/kelemahan dimaksud;

3. Menjelaskan cara untuk mengatasi kekurangan/kelemahan dimaksud.

Waktu

90 Menit

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media

Media tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

7.3

Rencana Pembelajaran

Strategi Penguatan Lembaga

Kemasyarakatan Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 244

Proses Penyajian

Kegiatan 10: Pembukaan

21. Pelatih membuka acara dengan mengucapkan salam;

22. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 11: Identifikasi Lembaga Kemasyarakatan Desa (Curah

Pendapat)

23. Bagi kertas metaplan kepada setiap peserta;

24. Minta peserta menyebutkan Lembaga Kemasyarakatan apa saja yang

ada di Desa serta perannya;

25. Pandu peserta mengklasifikasikan jenis Lembaga Kemasyarakatan

Desa serta perannya;

26. Berikan penegasan.

Kegiatan 12: Identifikasi kekurangan dan kelemahan serta

upaya penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa (Diskusi

kelompok)

27. Bagi peserta dalam beberapa kelompok;

28. Minta peserta berdiskusi (gunakan Lembar Kerja 7.3.1);

29. Minta salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya;

30. Minta kelompok lainnya untuk menanggapi dan mengkritisi;

31. Berikan penegasan.

Kegiatan 13: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 245

Lembar Kerja 7.3.1

Identifikasi Kelemahan dan Strategi Penguatan

Lembaga Kemasyarakatan Desa

No. Kelemahan & Kekurangan Faktor Penyebab Upaya Penguatan

1.

2.

3.

Dst

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 246

SPB

7.1

Bahan Bacaan

Pemberdayaan Masyarakat

Desa

Bahan Bacaan 1

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Oleh Sutoro Eko

Di Indonesia, ada pegeseran menarik dalam hal wacana, paradigma dan kebijakan

pembangunan, yakni dari pembangunan ke pemberdayaan. Tepatnya pembangunan

desa terpadu pada tahun 1970-an, bergeser menjadi pembangunan masyarakat desa

pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, kemudian bergeser lagi menjadi pemberdayaan

masyarakat (desa) mulai akhir 1990-an hingga sekarang. Kini, dalam konteks reformasi,

demokratisasi dan desentralisasi, wacana pemberdayaan mempunyai gaung luas dan

populer.

Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk pada kondisi

struktural yang timpang dari sisi alokasi kekuasaan dan pembagian akses

sumberdaya masyarakat (Margot Breton, 1994). Pemberdayaan sebenarnya merupakan

sebuah alternatif pembangunan yang sebelumnya dirumuskan menurut cara pandang

developmentalisme (modernisasi). Saya meyakini bahwa antara pembangunan (lama)

dan pemberdayaan (baru) mempunyai cara pandang dan keyakinan yang berbeda,

seperti terlihat dalam tabel 6.

Pada intinya, paradigma lama (pembangunan) lebih berorientasi pada negara dan

modal sementara paradigma baru (pemberdayaan) lebih terfokus pada masyarakat dan

institusi lokal yang dibangun secara partisipatif. Modal adalah segala-galanya yang

harus dipupuk terus meski harus ditopang dengan pengelolaan politik secara

otoritarian dan sentralistik. Sebaliknya, pemberdayaan adalah pembangunan yang

dibuat secara demokratis, desentralistik dan partisipatoris. Masyarakat menempati

posisi utama yang memulai, mengelola dan menikmati pembangunan. Negara adalah

fasilitator dan membuka ruang yang kondusif bagi tumbuhnya prakarsa, partisipasi

dan institusi lokal.

Konsep dan Arah Pemberdayaan

Tidak ada sebuah pengertian maupun model tunggal pemberdayaan. Pemberdayaan

dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan,

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 247

politik, dan sosial-budayanya. Ada yang memahami pemberdayaan sebagai proses

mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar

masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan

sektor kehidupan. Ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah

proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan

bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran,

mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu

membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

Saya memahami pemberdayaan (masyarakat desa) dengan beberapa cara pandang.

Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri

masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang

tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi

sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri.

Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian

layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya)

kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given.

Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas

mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumberdayanya sendiri,

menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah

negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan.

Tabel: Pergeseran paradigma dalam

pembangunan masyarakat desa

Paradigma Lama (Pembangunan) Paradigma Baru (Pemberdayaan)

Fokus pada pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan yang berkualitas dan

berkelanjutan

Redistribusi oleh Negara Proses keterlibatan warga yang marginal

dalam pengambilan keputusan

Otoritarianisme ditolerir sebagai harga

yang harus dibayar karena pertumbuhan

Menonjolkan nilai-nilai kebebasan,

otonomi, harga diri, dll.

Negara memberi subsidi pada pengusaha

kecil

Negara membuat lingkungan yang

memungkinkan

Negara menyedian layanan ketahanan

social

Pengembangan institusi lokal untuk

ketahanan social

Transfer teknologi dari negara maju Penghargaan terhadap kearifan dan

teknologi lokal; pengembangan teknologi

secara partisipatoris

Transfer aset-aset berharga pada negara

maju

Penguatan institusi untuk melindungi aset

komunitas miskin.

Pembangunan nyata: diukur dari nilai

ekonomis oleh pemerintah

Pembangunan adalah proses multidimensi

dan sering tidak nyata yang dirumuskan

oleh rakyat.

Sektoral Menyeluruh

Organisasi hirarkhis untuk melaksanakan

proyek

Organisasi belajar non-hirarkis

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 248

Peran negara: produser, penyelenggara,

pengatur dan konsumen terbesar

Peran negara: menciptakan kerangka legal

yang kondusif, membagi kekuasaan,

mendorong tumbuhnya institusi-institusi

masyarakat.

Sumber: diadaptasi dari A. Shepherd, Sustainable Rural Development (London:

Macmillan Press, 1998), hal. 17.

Kedua, pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan

(needs) masyarakat. Banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput

sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi,

desentralisasi, good governance, otonomi daerah, masyarakat sipil, dan seterusnya. “Apa

betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa? Saya yakin betul,

masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (SPP). Ini yang

paling dasar. Tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin”, demikian

tutur seseorang yang mengaku sering berinteraksi dengan warga desa. Pendapat ini

masuk akal, tetapi sangat dangkal. Mungkin kebutuhan SPP itu akan selesai kalau

terdapat uang yang banyak. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain).

Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan SPP.

Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di

tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai

sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka,

melainkan ada problem struktural (ketimpangan, eksploitasi, dominasi, hegemoni, dll)

yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara,

dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola

sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, seperti akan saya elaborasi

kemudian, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses

kebijakan dan pengelolaan sumberdaya.

Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses,

masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif

mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan.

Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat

mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap

lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses

untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam

masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang

masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga

membutuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi

masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas

bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai

fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir,

menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya.

Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling

menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-

sama.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 249

Keempat, pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota

masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Tabel 7 menampilkan

pemetaan pemberdayaan dari dua sisi: dimensi (yang terbagi menjadi psikologis dan

struktural) dan level (personal dan masyarakat). Pemberdayaan psikologis-personal

berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi,

motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti

membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang

serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi

dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki,

gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif

masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir

masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan dan pemerintahan.

Saya menganggap pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena

pemberdayaan yang paling krusial. Mengapa? Saya yakin betul bahwa pemberdayaan

tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus

diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu

berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif

pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang mempengaruhi alokasi kekuasaan

dan pembagian akses sumberdaya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa

realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan),

memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan:

perubahan kondisi sosial. “Setiap individu tidak bisa mengembangkan kamampuan

dirinya karena dalam masyarakat terjadi pembagian kerja yang semu, relasi yang

subordinatif, dan ketimpangan sosial”, demikian tulis Heller (1994: 185). Bahkan James

Herrick (1995) menegaskan bahwa pemberdayaan yang menekankan pada

pencerahan dan emansipasi individu tidak cukup memadai memfasilitas

pengembangan kondisi sosial alternatif.

Tabel: Dimensi dan level pemberdayaan

Level/Dimensi Psikologis Struktural

Personal Mengembangkan

pengetahuan, wawasan, harga

diri, kemampuan, kompetensi,

motivasi, kreasi, dan kontrol

diri.

Membangkitkan kesadaran kritis

individu terhadap struktur

sosial-politik yang timpang serta

kapasitas individu untuk

menganalisis lingkungan

kehidupan yang mempengaruhi

dirinya.

Masyarakat Menumbuhkan rasa memiliki,

gotong rotong, mutual trust,

kemitraan, kebersamaan,

solidaritas sosial dan visi

kolektif masyarakat.

Mengorganisir masyarakat

untuk tindakan kolektif serta

penguatan partisipasi dalam

pembangunan dan

pemerintahan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 250

Sumber: Diolah kembali dari C. Kieffer, “Citizen Empowerment: A Development

Perspective”, Human Service, No. 3, 1984; J. Rappaport, “Terms of Empowerment:

Toward a Theory for Community Psychology”, American Journal of Community

Psychology, No. 15, 1987; R. Labonte, “Community Empowerment: The Need for

Political Analysis”, Journal of Public Health, No. 80, 1989; M. Zimmerman, “Taking Aim

on Empowerment Research: On the Distinction Between Individual and Psychological

Concept”, American Journal of Community Psychology, No. 18, 1990; J. Lord, “Personal

Empowerment and Active Living In H. Quinney, L. Gauvin and A.E. Wall (Eds.), Toward

Active Living (Windsor, ON: Human Kinetics Publishers, 1994); dan Leena Rklund, From

Citizen Participation Towards Community Empowerment (Tampere: Tampere University,

1999).

Kelima, saya membuat tipologi PMD berdasarkan arena (pemerintahan dan

pembangunan) serta aktor (negara dan masyarakat) yang diletakkan dalam konteks

desentralisasi dan demokratisasi desa. Tipologi itu tertulis dalam bagan 1. Kuadran I

(pemerintahan dan negara) pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke

masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa,

good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. Kuadran II (negara

dan pembangunan) berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan

pelalayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang top down

menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin dekat

dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan. Kudran III (pemerintahan dan

masyarakat desa) hendak mempromosikan partisipasi masyarakat dalam konteks

pemerintahan desa, termasuk penguatan BPD sebagai aktor masyarakat politik di desa.

BPD diharapkan menjadi intermediary antara masyarakat dengan pemerintah desa yang

mampu bekerja secara legitimate, partisipatif, dan bertanggungjawab. Kuadran IV

(pembangunan dan masyarakat desa) terfokus pada civil society maupun

pemberdayaan modal sosial dan institusi lokal, yang keduanya sebagai basis partisipasi

masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan.

Tipologi bagan 5 tidak dimaksudkan untuk membuat isu-isu pemberdayaan terkotak-

kotak, melainkan semua kuadran tersebut harus dikembangkan secara sinergis dan

simultan. Tetapi saya juga yakin bahwa pemberdayaan yang berbasis masyarakat dan

berkelanjutan harus ditopang secara kuat oleh kuadran IV (pembangunan dan

masyarakat desa). Kuadran IV adalah pilar utama pemberdayaan yang akan

memperkuat agenda pembaharuan pemerintahan dan pembangunan di level desa.

Saya juga yakin bahwa tipologi itu sangat berguna sebagai basis orientasi untuk kajian-

kajian keilmuan, pengembangan kurikulum dan referensi bagi kebijakan pemerintah

untuk mendorong pemberdayaan masyarakat desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 251

Bagan: Peta pemberdayaan masyarakat desa

ARENA

Pemerintahan Pembangunan

A

K

T

O

R

NEGARA

Demokratisasi desa

Good governance

Otonomi desa.

Peningkatan kapasitas

perangkat desa

Reformasi birokrasi

Pembangunan dari

bawah.

Pengentasan

kemiskinan.

Penyediaan akses

masyarakat pada

layanan publik

(pendidikan,

kesehatan,

perumahan, dll)

MASYARAKAT DESA

Pengembangan

partisipasi politik

(voice, akses, kontrol

dan kemitraan).

Pemberdayaan

Masyarakat Politik

Badan Perwakilan

Desa.

Partisipasi

masyarakat

Penguatan modal

sosial dan institusi

lokal.

Pemberdayaan civil

society

Tugas-Tugas Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat bisa dilakukan oleh banyak elemen: pemerintah, perguruan

tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor-aktor

masyarakat sipil, atau oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi pemerintah

tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan dan kekuatan yang

luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana, aparat yang banyak,

kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan untuk pemberian layanan

publik, dan lain-lain. Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif

dan berkelanjutan bila berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan

yang didasarkan pada prinsip saling percaya dan menghormati.

Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.

Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen

masyarakat dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya

bahwa “kecil itu indah”, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang perlu

dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip

kearifan semua orang itu. Dalam konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat,

perangkat negara, wakil rakyat, para ahli, politisi, orpol, ormas, LSM, pengusaha, ulama,

mahasiswa, serta rakyat banyak) berada dalam posisi setara, yang tumbuh bersama

melalui proses belajar bersama-sama. Masing-masing elemen harus memahami dan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 252

menghargai kepentingan maupun perbedaan satu sama lain. Pemberdayaan tersebut

dimaksudkan agar masing-masing unsur semakin meningkat kemampuannya, semakin

kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa menganggu

peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan kemampuan dan peran yang berbeda-

beda tersebut tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan bersama-

sama, sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik. Oleh karena itu, dalam hal

pemberdayaan, tidak dikenal unsur yang lebih kuat memberdayakan terhadap unsur

yang lebih lemah untuk diberdayakan. Unsur-unsur yang lebih kuat hanya memainkan

peran sebagai pembantu, pendamping atau fasilitator, yang memudahkan unsur-unsur

yang lemah memberdayakan dirinya sendiri.

Pada dasarnya “orang luar” jangan sampai berperan sebagai “pembina” atau

“penyuluh”, melainkan sebagai “fasilitator” terhadap pemberdayaan masyarakat.

Fasilitator itu adalah pendamping, yang bertugas memudahkan, mendorong, dan

memfasilitasi kelompok sosial dalam rangka memberdayakan dirinya. Tugas-tugas itu

dimainkan mulai dari analisis masalah, pengorganisasian, fasilitasi, asistensi, dan

advokasi kebijakan.

Untuk memainkan peran-peran dalam pekerjaan PMD, para pekerja/fasilitator PMD

harus profesional, memiliki sejumlah kemampuan dan keterampilan. Mereka harus

kompeten, punya kemampuan dalam memahami teori secara holistik dan kritis,

bertindak praktis, membuat refleksi dan praksis. Esensi praksis adalah bahwa orang

dilibatkan dalam siklus bekerja, belajar, dan refleksi kritis. Ini adalah proses dimana teori

dan praktik dibangun pada saat yang sama. Praksis lebih dari sekadar tindakan

sederhana, tetapi ia mencakup pemahaman, belajar dan membangun teori. Para

pekerja PMD tidak hanya butuh “belajar” keterampilan, tetapi juga “mengembangkan”

keterampilan itu. Yang perlu dikembangkan adalah: kemampuan analisis, kesadaran

kritis, pengalaman, belajar dari pihak lain, dan intuisi.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 253

SPB

7.2

Bahan Bacaan

Strategi Penguatan Kader

Pemberdayaan Masyarakat

Desa

Bahan Bacaan 2

KADER DESA: PENGGERAK PRAKARSA MASYARAKAT DESA

UU DESA DAN KADERISASI

Asas rekognisi dan subsidiaritas yang menjadi asas utama UU No. 6/2014 tentang Desa

(selanjutnya disebut UU Desa) telah mendorong negara mengakui dan menghormati

hak asal usul Desa dan menetapkan kewenangan lokal skala Desa. Konsekuensi dari

asas utama pengaturan Desa (rekognisi-subsidiaritas) adalah lahirnya paradigma baru

pembangunan Desa, dimana Desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum, kini

menjadi subjek pembangunan yang mengatur dan menggerakkan pembangunannya

secara mandiri berdasarkan hak dan kewenangan yang dimiliki. Selain itu, Desa kini

menjadi ruang publik politik bagi warga desa untuk menyelenggarakan pemerintahan

desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatn desa dan pemberdayaan

masyarakat yang dilaksanakan secara mandiri.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus urusan masyarakat secara mandiri

mensyaratkan adanya manusia-manusia yang handal dan mumpuni sebagai pengelola

desa sebagai self governing community (komunitas yang mengelola pemerintahannya

secara mandiri). Kaderisasi desa menjadi kegiatan yang sangat strategis bagi

terciptanya desa yang kuat, maju, mandiri dan demokratis. Kaderisasi desa meliputi

peningkatan kapasitas masyarakat desa di segala kehidupan, utamanya pengembangan

kapasitas di dalam pengelolaan desa secara demokratis.

Sesuai amanat UU Desa, pendampingan Desa harus dilakukan dengan paradigma

penguatan masyarakat Desa sebagai subjek. Dalam praksis kebijakan pemberdayaan

masyarakat sebelum UU Desa, kader-kader penggerak di Desa cenderung dibentuk

melalui penugasan dari supradesa, menjadi bagian dari prasyarat proyek, serta bekerja

didasarkan atas skema “petunjuk teknis” yang rinci. Desa baru pasca UU Desa dicirikan

oleh adanya perubahan pola pendampingan desa yaitu dari semula berkarakter

“kontrol dan mobilisasi-partisipasi”, berubah menjadi fasilitasi gerapan pembaharuan

Desa sebagai komunitas yang mandiri. Berlandaskan asas regoknisi dan subsidiaritas,

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 254

pendampingan desa mengutamakan kesadaran politik warga desa untuk terlibat aktif

dalam urusan di desanya secara sukarela sehingga arah gerak kehidupan di desa

merupakan akualitas kepentingan bersama yang dirumuskan secara musyawarah

mufakat dalam semangat gotong royong.

PENGERTIAN KADER

Makna kata “kader” sebagaimana lazim dipahami dalam sebuah organisasi, adalah

orang yang dibentuk untuk memegang peran penting (orang kunci) dan memiliki

komitmen dan dedikasi kuat untuk menggerakan organisasi mewujudkan visi misinya.

Dalam konteks desa, Kader Desa adalah “orang kunci “ yang mengorganisir dan

memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita bersama. Kader Desa

terlibat aktif dalam proses belajar sosial yang dilaksanakan oleh seluruh lapiran

masyarakat desa.

Kader-kader Desa hadir di dalam pengelolaan urusan desa melalui perannya sebagai

kepala desa, anggota BPD, Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), tokoh adat;

tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan; pengurus/anggota kelompok tani;

pengurus/anggota kelompok nelayan; pengurus/anggota kelompok perajin;

pengurus/anggota kelompok perempuan. Kader Desa dapat berasal dari kaum

perempuan dan laki-laki dalam kedudukannya yang sejajar, mencakup warga desa

dengan usia tua, kaum muda maupun anak-anak.

Konsisten dengan mandat UU Desa, keberadaan kader desa yang berasal dari warga

Desa itu sendiri berkewajiban untuk melakukan “upaya mengembangkan kemandirian

dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,

keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya

melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai

dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa”.

Fokus pendamping desa adalah memperkuat proses kaderisasi bagi Kader

Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), dengan tidak tertutup peluang untuk

melakukan kaderisasi terhadap komponen masyarakat lainnya. Legalitas KPMD

tertuang dalam ketentuan dalam Pasal 4 Permendesa PDTT No. 3/2015 tentang

Pendampingan Desa. Pasal tersebut menetapkan bahwa pendampingan Desa

dilaksanakan oleh pendamping yang terdiri atas: a. tenaga pendamping profesional; b.

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD); dan/atau c. pihak ketiga. Dengan

demikian, KPMD merupakan pendamping desa yang dipilih dari warga desa setempat,

untuk bekerja mendampingi beragam kegiatan di desanya secara mandiri. Bagan

hubungan kerja antara KPMD dengan pendamping profesional maupun pendampingan

pihak ketiga adalah sebagai berikut:

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 255

Gambar: Pelaku-pelaku Pendampingan Desa

Selain itu dalam ketentuan PP Desa maupun Permendesa disebutkan bahwa KPMD

dipilih dari masyarakat setempat oleh pemerintah Desa melalui Musyawarah Desa

untuk ditetapkan dengan keputusan kepada Desa. Maknanya semakin terang bahwa

KPMD merupakan individu-individu yang dipersiapkan sebagai kader yang akan

melanjutkan kerja pemberdayaan di kemudian hari. Oleh karenanya, kaderisasi

masyarakat Desa menjadi sangat penting untuk keberlanjutan kerja pemberdayaan

sebagai penyiapan warga desa untuk menggerakkan seluruh kekuatan Desa.

KPMD selanjutnya masuk kedalam sistem pendampingan Desa skala lokal dan institusi

Desa. Pendampingan Desa merupakan mandat UU Desa agar terdapat system

pendampingan internal Desa guna menjadikan Desa yang kuat, maju, mandiri, dan

demokratis. UUDesa dan peraturan-peraturan dibawahnya menegaskan pendampingan

Desa sebagai kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat. Tindakan

pemberdayaan masyarakat Desa itu dijalankan secara “melekat” melalui strategi

pendampingan pada lingkup skala lokal Desa.

Identitas KPMD semakin jelas bahwa UU Desa mengarahkan representasi dari

kelompok masyarakat Desa setempat untuk giat melakukan pendampingan sesuai

dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat skala lokal Desa. KPMD

versi UU Desa merupakan representasi dari warga desa yang selanjutnya dipilih dalam

Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh Desa setempat untuk melakukan tindakan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 256

pemberdayaan masyarakat skala lokal, meliputi tindakan asistensi, pengorganisasian,

pengarahan dan fasilitasi skala lokal Desa. Istilah yang sekiranya tepat untuk

menggambarkan KPMD pasca terbitnya UU Desa adalah “Kader Desa” dan bukan

“Kader di Desa”.

KADER DESA SEBAGAI INSTITUSI WARGA

KPMD dapat disebut sebagai institusi warga (civil institution), yakni sebuah institusi

kader lokal yang dibentuk secara mandiri oleh warga, untuk memerhatikan isu-isu

publik (yang melampaui isu-isu parokhial dan adat-istiadat) serta sebagai wadah

representasi dan partisipasi mereka untuk memperjuangkan hak dan kepentingan

maupun kewajiban warga desa. Spirit kewargaan – sebagai jantung strong democracy –

hadir dan dihadirkan oleh KPMD sebagai kader organisasi warga atau organisasi

masyarakat sipil di ranah desa. Bahkan, KPMD dapat menjadi penggerak terbentuknya

Pusat Kemasyarakatan (community centre) sebagai ruang publik politik untuk

memperluas jangkuan kaderisasi Desa.

Kehadiran KPMD sebagai penggerak warga desa untuk berpartisipasi dan berswadaya

gotong royong dalam pengelolaan urusan desa sudah barang tentu merupakan

lompatan baru. Sebab, selama puluhan tahun dalam kerangka kerja kontrol dan

mobilisasi-partisipasi, desa cenderung ditemjpatkan sebagai organisasi bentukan supra

desa (desa korporatis). Tidak hanya desa yang bersifat korporatis, lembaga-lembaga

masyarakat pun bersifat korporatis (PKK, Karang Taruna, RT, RW dan sebagainya).

Kelemahan organisasi korporatis adalah ketergantungan yang tinggi terhadap negara,

sehingga setiap urusan desa yang seharusnya mampu dikelola secara mandiri selalu

diserahkan kepada negara untuk menyelesaikannya. Akibatnya, desa beserta lembaga

masyarakat yang bersifat korporatis menjadi beban bagi negara.

Dalam ranah kaderisasi desa, KPMD bergerak untuk mengubah organisasi korporatis

menjadi kekuatan baru yang mendorong desa tampil sebagai pilar bangsa dan negara

dalam mewujdukan kesejahteraan masyarakat di desa-desa Indonesia. Secara

horisontal, KPMD bersama-sama dengan warga melakukan pembelajaran, musyawarah

mufatak (deliberasi), dan membangun kesadaran kolektif dalam diri warga desa untuk

melaksanakan pembangunan desa. Secara vertikal, KPMD memfasilitasi para pemimpin

Desa untuk berpihak kepada masyarakat desa, memfasilitasi fungsi representasi dalam

Musrenbang dan Musyawarah Desa, memfasilitasi pelayanan publik yang berkeadilan

bagi masyarakat desa, memfasilitasi pengelolaan APBDesa secara berkeadilan untuk

kesejahteraan masyarakat desa (pembiayaan Posyandu, dukungan untuk ketahanan

pangan, penyediaan air bersih, dan lain-lain).

ORIENTASI BARU KPMD

Orientasi kerja KPMD atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebagai

berikut.

PERTAMA KPMD mengorganisasikan pembangunan Desa melalui pengembangan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 257

kapasitas teknokratis dan pendidikan politik. KPMD melakukan pengorganisasian

pembangunan Desa dalam proses teknokratis mencakup pengembangan pengetahuan

dan keterampilan terhadap para pelaku desa dalam hal pengelolaan perencanaan,

penganggaran, keuangan, administrasi, sistem informasi dan sebagainya. KPMD

melakukan pendidikan politik yang berorientasi pada penguatan active and critical

citizen, yakni warga desa yang aktif, kritis, peduli, berdaulat dan bermartabat. Hal ini

antara lain merupakan kaderisasi yang melahirkan kader-kader baru KPMD yang militan

sebagai penggerak pembangunan desa dan demokratisasi.

KEDUA pendampingan yang dilakukan KPMD tidak boleh bersifat apolitik, tetapi harus

berorientasi politik. Kapasitas teknokratis yang diemban oleh KPMD sangat penting

tetapi tidak cukup untuk memperkuat desa. Karena itu pendampingan oleh KPMD

harus bersifat politik. Politik dalam konteks ini bukan dalam pengertian keterlibatan

KPMD dalam perebutan kekuasaan di Desa, melainkan kerja fasilitasi untuk

memperkuat pengetahuan dan kesadaran anggota masyarakat desa tentang posisi

dirinya sebagai warga desa yang sekaligus warga negara Republik Indonesia (100%

warga desa, 100% warga negara). Dalam kerangka kerja politik, KPMD mendorong

tumbuhnya sikap sukarela dalam diri warga desa untuk terlibat aktif dalam urusan

desanya. Dengan demikian, kerja politik KPMD dimaknai sebagai upaya menegakkan

hak dan kewajiban desa sekaligus upaya menumbuhkan dan menegakkan hak dan

kewajiban warga desa. Pendekatan pendampingan oleh KPMD yang berorientasi politik

ini akan memperkuat kuasa rakyat sekaligus membuat sistem desa menjadi lebih

demokratis dalam bingkai kedaulatan NKRI.

KETIGA para kader yang tergabung dalam KPMD bukan hanya memfasilitasi

pembelajaran dan pengembangan kapasitas, tetapi juga mengisi “ruang-ruang kosong”

baik secara vertikal maupun horizontal. KPMD memiliki orientasi untuk mengisi ruang

kosong yang identik dengan membangun “jembatan sosial” (social bridging) dan

jembatan politik (political bridging). Pada ranah desa, ruang kosong vertikal adalah

kekosongan interaksi dinamis (disengagement) antara warga, pemerintah desa dan

lembaga-lembaga desa lainnya. Pada ranah yang lebih luas, ruang kosong vertikal

adalah kekosongan interaksi antara desa dengan pemerintah supra desa. Karena itu

kader-kader KPMD adalah aktor yang membangun jembatan atau memfasilitasi

engagement baik antara warga dengan lembaga-lembaga desa maupun pemerintah

desa, agar tercipta bangunan desa yang kolektif, inklusif dan demokratis.

KEEMPAT pendampingan desa secara fasilitatif dari luar tidak cukup dilakukan oleh

aparat negara dan para pelaku pendampingan profesional, tetapi juga perlu melibatkan

“pendamping pihak ketiga. Tak jarang dijumpai bahwa kader-kader Desa lebih kaya

metodologi pendampingan ketimbang pendamping profesional. Pendamping

profesional mungkin mampu mengembangkan kapasitas teknokratis, tetapi mengalami

keterbatasan dalam melakukan kaderisasi terhadap Kader Desa. Oleh karenanya, kader-

kader desa dalam KPMD harus direkognisi sebagai aktor pendampingan yang tepat

untuk melakukan kaderisasi. Dengan berpijak pada prinsip “negara yang padat”

(congested state), pemerintah dan pemda harus memfasilitasi dan membuka

kesempatan seluas-luasnya bagi kader-kader KPMD untuk berjaringan dan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 258

bekerjasama dengan unsur-unsur organisasi masyarakat sipil dan perusahaan. KPMD

sudah saatnya berkolaborasi dengan NGOs lokal, yang mempunyai tradisi dan jaringan

dengan NGOs nasional dan lembaga-lembaga internasional, agar KPMD semakin

mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan pendekatan politik dalam

pendampingan.

KELIMA pendampingan yang lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam

secara emansipatif oleh kader-kader desa (KPMD). Pendampingan secarafasilitatif oleh

pendamping profesional maupun pihak ketiga dibutuhkan untuk katalisasi dan

akselerasi. Namun proses ini harus berbatas, tidak boleh berlangsung berkelanjutan

bertahun-tahun. Selama proses pendampingan, pendekatan fasilitatif oleh pendamping

profesional dan pihak ketiga harus mampu menumbuhkan kader-kader desa yaitu

KPMD yang piawai tentang ihwal desa, dan kader-kader KPMD lah yang akan

melanjutkan pendampingan secara emansipatoris. Lebih lanjut, KPMD akan

menyebarkan jiwa dan watak kader ke seluruh warga desa. KPMD memiliki spirit

voluntaris. Tetapi sebagai bentuk apreseasi, tidak ada salahnya kalau Desa

mengalokasikan insentif untuk para KPMD.

KEENAM pendampingan tidak bersifat seragam dan kaku tetapi harus lentur dan

kontekstual. Karakteristik Desa berbeda satu dengan yang lain. Dengan mengingat dan

mengacu pada asas rekognisi dan subsidiaritas, pendamping harus menjalankan

tugasnya dengan menyesuaikan diri pada konteks kultur masyarakat setempat.

MENEMUKAN KADER DESA

Menemukan kader desa yang nantinya dilembagakan dalam kedudukan sebagai KPMD

tidaklah mudah karena dipengaruhi beberapa subsistem dalam sistem desa. Langkah-

langkah menemukan Kader Desa dapat dilakukan sebagai berikut.

Musyawarah Desa. Musyawarah desa merupakan institusi dan proses demokrasi

deliberatif yang berbasis desa. Secara historis musyawarah desa merupakan tradisi

masyarakat lokal Indonesia. Salah satu model musyawarah desa yang telah lama hidup

dan dikenal di tengah-tengah masyarakat desa adalah Rapat Desa (rembug Desa) yang

ada di Jawa. Dalam tradisi rapat desa selalu diusahakan untuk tetap memperhatikan

setiap aspirasi dan kepentingan warga sehingga usulan masyarakat dapat terakomodasi

dan sedapat mungkin dapat dihindari munculnya riak-riak konflik di masyarakat. Selain

model rapat desa ada bentuk musyawarah daerah-daerah lain seperti Kerapatan Adat

Nagari di Sumatera Barat, Saniri di Maluku, Gawe rapah di Lombok, Kombongan di

Toraja, Paruman di Bali.

Secara politik musyawarah desa diselenggarakan oleh BPD dan difasilitasi oleh

Pemerintah Desa.Kader Desa yang aktif untuk terlibat aktif dalam pemetaan aspirasi

yang dilakukan oleh BPD, potensial untuk menjadi kader desa selanjutnya. Kader Desa

ditemukan dalam selama proses berlangsungnya Musyawarah Desa yang akan

menciptakan kebersamaan (kolektivitas) antara pemerintah desa, BPD, lembaga

kemasyarakatan dan unsur-unsur masyarakat untuk membangun dan melaksanakan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 259

visi-misi perubahan desa. Disamping itu, Kader Desa akan ditemukan ditengah-tengah

pola hubungan antara BPD dan Kepala Desa yang dominatif, kolutif, konfliktual, dan

kemitraan.

Kader Desa ditemukan dalam pola kemitraan BPD dan Kepala Desa yang terus menerus

melakukan deliberasi untuk mengambil keputusan kolektif sekaligus sebagai cara untuk

membangun kebaikan bersama.

Pilihan atau Inisiatif dari Pemerintah Desa. Kader Desa dapat ditemukan dalam tipe

kepemimpinan di Desa. Pertama, kepemimpinan regresif. Sebagian besar desa

parokhial dan sebagian desa-desa korporatis cenderung banyak ditemukan kader desa

yang berwatak otokratis, dominatif, tidak suka musyawarah desa, tidak suka partisipasi,

anti perubahan dan biasa melakukan capture terhadap sumberdaya ekonomi. Jika desa

dikuasai situasi kepemimpinan regresif, maka Kader Desa yang mengemban amanat

pengorganisasian pembangunan desa akan kesulitan untuk ditemukan secara ideal.

Kader Desa cenderung ditentukan dan dipilih berdasarkan kepentingan Kepala Desa

atau Pemerintah Desa.

Fasilitasi Pendamping Desa. Pendamping lokal Desa bertugas untuk melakukan

fasilitasi (a) perencanaan pembangunan dan keuangan desa; (b) pelaksanaan

pembangunan desa; (c) pengelolaan keuangan desa dalam rangka pembangunan desa

dan pemberdayaan masyarakat desa; (d) evaluasi pelaksanaan pembangunan desa; dan

(e) pengawasan pembangunan desa. Dalam proses pendampingan ini, warga Desa

yang mampu berkomunikasi dan kolaborasi dengan pendamping profesional lokal

Desa berpotensi untuk menjadi Kader Desa.

PENGEMBANGAN KAPASITAS KADER DESA

Untuk mengembangkan kapasitas Kader Desa,Pemer-intah Desa dapat membentuk

beragam lembaga kemasyar-akatan sebagai wadah bagi warga mengaktualisasikan dir-

inya sebagai warga Desa. Lembaga-lembaga tersebut dapat ditetapkan dengan

peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana selama ini, di Desa banyak model-model lembaga kemasyarakatan,

antara lain seperti Rukun Tetangga, Rukun Warga, karang taruna, lembaga

pemberdayaan masyarakat, dan sejenisn-ya. Lembaga kemasyarakatan yang banyak

terdapat di Desa itu idealnya harus bisa menjadi arena masyarakat Desa un-tuk

mengembangkan diri menjadi Kader Desa yang mampu berperan untuk membangun

desa. Lembaga-lembaga terse-but bisa menjadi ruang bagi warga Desa merumuskan

dan mengusung aspirasi mereka danberpartisipasi dalam per-encanaan, pelaksanaan

dan mengawal pembangunan Desa. Bagi Kader Desa, lembaga-lembaga itu bisa

menjadi arena pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas mereka menjadi kader-

kader pemberdayaan masyarakat.

Selain bentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut, salah satunya misalnya bisa

juga dibentuk suatu lembaga yang menjadi pusat kegiatan kemasyarakatan (community

center) yang difungsikan sebagai pusat informasi, pusat kegiatan dan pendampingan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 260

atau pusat advokasi masyarakat. Para pendamping desa semestinya dapat melakukan

fasilitasi pembentukan lembaga-lembaga semacam ini sebagai arena pusat

pembelajaran masyaraka dan pembelajaran bagi kader desa. Pengembangan kapasitas

Kader Desa dapat diarahkan oleh para pendamping profesional (eksternal) melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

a. memfasilitasi pembentukan pusat kemasyarakatan (community center) dengan

melibatkan KPMD sebagai ruang publik untuk aktivitas bersama dalam rangka

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;

b. memfasilitasi pendayagunaan sarana/prasarana milik desa seperti balai desa,

gedung olah raga, gedung pertemuan, lapangan olah raga, taman dll untuk

dijadikan sebagai tempat/lokasi diselenggarakannya kegiatan-kegiatan pusat

kemasyarakatan dengan melibatkan KPMD;

c. memfasilitasi unsur-unsur masyarakat seperti tokoh adat; tokoh agama; tokoh

masyarakat; tokoh pendidikan; perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan;

kelompok perajin; kelompok perempuan; dan kelompok masyarakat miskin untuk

berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan pusat kemasyarakatan yang diorganisir

oleh KPMD;

d. memfasilitasi terbentuknya forum mitra desa dengan KPMD sebagai motor

penggerak dimana mitra desa tersebut terdiri dari para penggiat pembangunan

dan pemberdayaan masyarakat desa untuk secara sukarela terlibat dalam kegiatan-

kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;

e. memfaslitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membentuk

pusat kemasyarakatan (community center) di kecamatan dan kabupaten/kota;

f. memfasilitasi forum mitra desa bersama-sama dengan KPMD untuk membuat

kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sepeerti penerapan ilmu

keagamaan, ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni tertentu untuk menunjang

pengembangan konsep pembangunan nasional, wilayah dan/atau daerah,

pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan;

g. memfasilitasi kegiatan kemitraan dan pemberdayaan UKM usaha kecil dan

menengah dengan melibatkan KPMD;dan

h. kegiatan-kegiatan lain yang strategis dalam rangka pengembangan pusat

kemasyarakatan (community center) sesuai dengan kondisi lokal desa dengan

melibatkan KPMD.

Proses penjaringan kader Desa pada dasarnya dapat melalui cara apapun, baik

menggunakan mekanisme formal maupun informal. Namun sebagai bagian dari

program Pendampingan, proses rekruitmen mereka harus mengikuti mekanisme

tertentu yang berlaku di Desa. Lebih dari itu, kapasitas Kader Desa harus ditingkatkan

kompatibilitasnya dengan standar yang sesuai dengan visi UU Desa.

PENUTUP

Cara pandang pendampingan Desa harus didasari spirit rekognisi-subsidiaritas Desa.

Praksis pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat Desa juga harus mengandung

spirit baru. Spirit baru itu harus ditunjukkan dalam sikap bahwa pendampingan akan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 261

lebih kokoh dan berkelanjutan jika dilakukan dari dalam secara emansipatif oleh KPMD.

Pendampingan secara fasilitatif oleh pendamping profesional maupun pihak ketiga

dibutuhkan hanya untuk katalisasi dan akselerasi untuk menumbuhkan KPMD yang

piawai tentang ihwal desadan akan melanjutkan pendampingan secara emansipatoris.

Selanjutnya, pendampingan oleh KPMD harus didorong untuk melakukan intervensi

secara utuh untuk memperkuat village driven development dan mewujudkan desa

sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. KPMD

serta isu-isu pemerintahan dan pembangunan desa harus terkonsolidasi dalam sistem

desa. Sistem desa yang dimaksud adalah kewenangan desa, tata pemerintahan desa,

serta perencanaan dan penganggaran desa yang semuanya mengarah pada

pembangunan desa untuk kesejahteraan warga. Baik kepentingan, tema pembangunan,

aset lokal, dan KPMD diarahkan dan diikat dalam sistem desa itu. Dengan kalimat lain,

desa menjadi basis bermasyarakat, berpolitik, berpemerintahan, berdemokrasi dan

berpembangunan dimana KPMD berada didalamnya sebagai Kader Desa yang inovatif-

progresif.***

Sumber: Dindin Abdullah Ghozali, 2015. Kader Desa: Penggerak Prakarsa Masyarakat

Desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

Republik

Indonesia.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 262

SPB

7.3

Bahan Bacaan

Strategi Penguatan Lembaga

Kemasyarakatan Desa

Bahan Bacaan 3

LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

Prinsip-Prinsip lembaga kemasyarakatan desa

Lembaga kemasyarakatan desa merupakan lembaga sosial kemasyarakatan. Maka

dengan sendirinya prinsip yang mendasari lembaga kemasyarakatan desa adalah

prinsip-prinsip sosial, sukarela bukan komersial. Prinsip pertama adalah prinsip

kesukarelaan, yaitu prinsip atau asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan

masyarakat dalam mengikuti dan menjalani setiap kegiatan yang diperuntukkan bagi

lembaga kemasyarakatan ini.

Juga prinsip kemandirian, dimana lembaga kemasyarakatan tidak tergantung dan

menggantungkan kepada pihak manapun. Dengan begitu, maka lembaga

kemasyaraktan akan terlepas dari campur tangan pihak manapun. Dengan prinsip

kemandirian, lembaga kemasyarakatan tidak berada di bawah naungan organisasi

manapun, berdiri sendiri dengan membentuk struktur organisasi sendiri untuk

mengelola dan menjalankan kegiatannya dengan bertujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Dan prinsip keragaman, yang melandasi praktik bahwa lembaga kemasyarakatan harus

siap menerima anggota secara terbuka bagi siapa saja yang berminat menjadi anggota

dengan tidak pandang status masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah

maupun atas. Siapapun mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan diri dan tidak

bersifat memaksa dengan tidak mewajibkan seluruh masyarakat untuk mendaftarkan

diri sebagai anggota yang akan menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa

yang akan didirikan.

Lembaga kemasyarakatan berbeda dengan organisasi sosial desa, seperti kelompok

tani, kelompok pengerajin dll. Organisasi sosial di desa dibentuk untuk melayani

anggota-anggotanya. Sedangkan lembaga kemasyarakatan dibentuk untuk

menjalankan fungsi publik, misalnya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan

administrasi.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 263

Proses membentukan Lembaga Kemasyarakatan Desa

Pembentukan lembaga kemasyarakatan adalah atas prakarsa pemerintah desa dan

masyarakat. Artinya, hak prakarsa pembentukan lembaga kemasyarakatan desa bisa

dari dua jalur, inisasi masyarakat, atau iniasiasi pemerintah desa, atau prakarsa bersama

antara pemerintah dan masyarakat desa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya alur

hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan Desa bersifat

kemitraan, konsultatif dan koordinatif. Lembaga kemasyarakatan membantu

pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan

desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa (pasal 94

ayat 1 dan 2 UU Desa).

Sebagaimana dalam pembuatan peraturan desa lainnya, dalam menetapkan peraturan

desa tentang lembaga kemasyarakatan desa juga harus melalui tahapan sebagaimana

yang diatur dalam Permendagri No. 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan

di Desa. Harus melalui proses perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan dan

pengundangan, sosialisasi. Selanjutnya harus melalui proses evaluasi dan klarifikasi.

Tugas dan Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa

Adapun tugas lembaga kemasyarakatan Desa dijelaskan dalam pasal 94 ayat 3 UU

Desa dan pasal 150 ayat PP 43. Dimana berangkat dari pola hubungan antara lembaga

kemasyarakatan dan pemerintahan desa adalah kemitraan, konsultatif dan koordinatif,

maka tugas yang bisa dilakukan oleh lembaga kemasyarakatan desa meliputi:

Melakukan pemberdayaan masyarakat Desa, yaitu upaya untuk meningkatkan

harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu

melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Atau ringkasnya,

memampukan dan memandirikan masyarakat.

Ikut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini bisa

dilakukan mulai dari perencanaan-perencanaan pembangunan sejak sebelum

dilakukan musyawarah desa (pra-musdes) yaitu ketika penggalian data pendapat

dari semua unsur masyarakat, yang selanjutnya diajukan dalam pembahasan

musyawarah desa.

Tidak hanya berhenti di situ, peran lembaga kemasyarakatan desa harus dilanjutkan

secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan desa. Hal itu bisa dilakukan ketika

dalam tahap-tahap pembangunan sampai penyelesaian, dan juga tidak kalah

pentingnya adalah berperan ketika pelaporan pembangunan desa dan

pertanggungjawabannya.

Meningkatkan pelayanan masyarakat Desa. Sebagai lembaga yang mewadahi

aspirasi masyarakat, lembaga kemasyarakatan desa juga bisa berperan dalam

meningkatkan pelayanan masyarakat desa oleh pemerintah desa sebagai

pelaksanan kegiatan dan program di desa. Hal itu tentu bisa menggunakan jalur

koordiatif antara lembaga kemasyarakatan desa dan pemerintahan desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 264

Fungsi Lembaga Kemasyarakatan Desa

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan isu garapan dalam pengembangan lembaga

kemasyarakatan, diantaranya ; isu terkait dengan penyediaan pelayanan dasar, isu

terkait dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan

peningkatan kapasitas pemerintahan desa, isu terkait dengan pengembangan pasar

yang pro kemiskinan, atau isu yang terkait dengan pengembangan akses untuk

bantuan keadilan dan hukum.

Dalam pasal 150 ayat 3 PP No. 43 disebutkan, bahwa lembaga kemasyarakatan desa

memiliki fungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

- Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi

lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi

masyarakat dalam pembangunan

- Menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat

- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada

masyarakat Desa

- Menyusun rencana, melaksanakan, mengendalikan, melestarikan, dan

mengembangkan hasil pembangunan secara partisipatif

- Menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi,

swadaya, serta gotong royong masyarakat

Contoh peran dan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan desa

a. PKK. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga atau lazim disebut dengan PKK

merupakan lembaga kemasyarakatan desa yang menjadi mitra kerja pemerintah

dan organisasi kemasyarakatan desa lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan

kesejahteraan keluarga. Hal itu bisa dilakukan misalnya dengan bentuk:

- memberi penyuluhan dan menggerakkan masyarakat tentang keluarga sehat

sejahtera.

- menggali, menggerakan dan mengembangkan potensi masyarakat, khususnya

keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga sesuai dengan

kebijaksanaan yang telah ditetapkan;

- melaksanakan kegiatan penyuluhan kepada keluarga-keluarga yang mencakup

kegiatan bimbingan dan motivasi dalam upaya mencapai keluarga sejahtera;

- mengadakan pembinaan dan bimbingan mengenai pelaksanaan program kerja;

- berpartisipasi dalam pelaksanaan program instansi yang berkaitan dengan

kesejahteraan keluarga di desa/kelurahan;

Sehingga Tim Penggerak PKK bisa berfungsi sebagai penyuluh, motivator dan

penggerak masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan program PKK; dan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 265

fasilitator, perencana, pelaksana, pengendali, pembina dan pembimbing Gerakan

PKK.

b. RT dan RW. Lembaga kemasyarakatan ini juga bisa berperan membantu

Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan. RT/RW dalam

melaksanakan tugasnya bisa berfungsi:

- mendata kependudukan dan pelayanan administrasi pemerintahan lainnya;

- memelihara keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar warga;

- membuat gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan mengembangkan

aspirasi dan swadaya murni masyarakat; dan

- menjadi penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di

wilayahnya.

c. Karang Taruna. Lembaga kemasyarakatan ini bisa berperan sebagai wadah

pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar

kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat

terutama generasi muda. Lembaga ini juga bisa bereran menanggulangi berbagai

masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang

bersifat pencegahan (preventif) maupun pemulihan (rehabilitatif). Lembaga

kemasyarakatan Karang Taruna bisa berfungsi:

- Menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial.

- Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat.

- Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di

lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta

berkesinambungan.

- Menyelenggarakan kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi

muda di lingkungannya.

- Menananamkan pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung

jawab sosial generasi muda.

- Menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan,

kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai NKRI.

- Memupuk kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung

jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan

kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi

kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya;

- Penyelenggara rujukan, pendampingan dan advokasi sosial bagi penyandang

masalah kesejahteraan sosial;

- Menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.

Seperti kenakalan remaja baik secara preventif, rehabilitatif. Atau

penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja.

d. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Desa atau Kelurahan (LPMD/LPMK)/Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa atau

Kelurahan (LKMDILKMK) atau sebutan nama lain mempunyai tugas menyusun

rencana pembangunan secara partisipatif, menggerakkan swadaya gotong royong

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 266

masyarakat, melaksanakan dan mengendalikan pembangunan. Lembaga

kemasyarakatan ini bisa berfungsi:

- Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan.

- Menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam

kerangka memperkokoh NKRI.

- Meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan pemerintah kepada

masyarakat.

- Menyusun rencana, pelaksanaan, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil

pembangunan secara partisipatif.

- Menumbuh-kembangkan dan menjadi penggerak prakarsa, partisipasi, serta

swadaya gotong royong masyarakat.

- menggali, mendayagunakan dan mengembangan potensi sumber daya alam

serta keserasian lingkungan hidup.

Penutup

Pada dasarnya pemerintah desa dan masyarakat dapat memanfaatkan lembaga

kemasyarakatan desa yang masih ada. Jika LPMD masih ada maka bisa dimanfaatkan,

baik untuk wadah perencanan dan pelaksanaan pembangunan. Perangkat desa

maupun LPMD dapat bekerjasama merancang RPJMDesa sebagai tindak lanjut atas

Musyawarah Desa dan Musrenbangdesa. Namun demikian, LPMD bukan satu-satunya

wadah untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa dapat juga

membentuk tim atau panitia yang menyiapkan rancangan RPJMDesa maupun

melaksanakan berbagai program pembangunan desa dan pemberdayaan desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 267

Pokok Bahasan 8

PENGEMBANGAN KAPASITAS

MASYARAKAT MELALUI PELATIHAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 268

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 269

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian pelatihan masyarakat;

2. Menjelaskan pendekatan pelatihan masyarakat;

3. Menjelaskan tujuan pelatihan masyarakat;

4. Menjelaskan aspek-aspek kompetensi.

Waktu

45 Menit

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media

Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

8.1

Rencana Pembelajaran

Konsep Pelatihan

Masyarakat

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 270

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Buka acara dengan mengucapkan salam;

2. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 2: Pengertian, Tujuan, Pendekatan dan Aspek

Pelatihan Masyarakat (Diskusi)

3. Berikan kesempatan kepada peserta untuk mengemukakan pendapat

tentang pengertian, tujuan, pendekatan dan aspek pelatihan

masyarakat;

4. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi dan

melengkapi informasi;

5. Berikan penegasan (gunakan Media Fasilitasi 8.1.1 Slide)

Kegiatan 3: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 271

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengemukakan keterampilan dasar yang harus dimiliki untuk melatih

(komunikasi, mendengar, mengapresiasi, dan mengendalikan forum);

2. Menerapkan teknik: bertanya, mendengar, mengapresiasi,

mengendalikan forum.

Waktu

135 Menit

Metode

Tanya jawab dan Bermain peran

Media

Lembar diskusi dan Lembar praktik

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

8.2

Rencana Pembelajaran

Keterampilan Dasar Melatih

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 272

Proses Penyajian

Kegiatan 4: Pembukaan

6. Buka acara dengan mengucapkan salam;

7. Sampaikan tujuan, proses dan hasil yang ingin dicapai.

Kegiatan 5: Jenis-jenis Keterampilan Dasar (Tanya Jawab)

8. Minta peserta mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja

keterampilan dasar yang harus dimiliki;

9. Pandu peserta merumuskan bersama keterampilan dasar yang wajib

dikuasai.

Bermain peran:

10. Minta sembilan orang peserta sebagai sukarelawan untuk bermain

peran (perhatikan keterwakilan peserta perempuan);

11. Bagi peran peserta tersebut dengan cara mengundi peran masing-

masing (satu orang sebagai pelatih, tiga orang sebagai penanya, tiga

orang sebagai pemberi tanggapan dan dua orang yang mendominasi

forum/peran antagonis (gunakan Lembar Kerja 8.2.1);

12. Minta peserta bermain peran;

13. Minta peserta yang lain untuk mengamati proses bermain peran dan

memberikan penilaian;

14. Berikan umpan balik.

Kegiatan 6: Menutup Sesi

15. Tutup sesi dengan mengucapkan salam dan berikan apresiasi kepada

para peserta.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 273

Peran 2: Penanya 2

Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang

disampaikan pelatih

Peran 2: Penanya 3

Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan yang

disampaikan pelatih

Lembar Kerja 8.2.1

Tuliskan dalam gulungan kertas, peran-peran di bawah ini dan bagikan secara tertutup

dan acak kepada 9 orang peserta (sukarelawan). Kemudian minta mereka melaksanakan

peran masing-masing dalam praktik pelatihan:

Peran 1: Pelatih

Perintah: Anda bertugas untuk menyampaikan materi tentang “Peran

PLD dalam Pembangunan Desa” (Waktu 10 menit)

Peran 2: Penanya 1

Perintah: Anda bertugas untuk mengajukan pertanyaan atas paparan

yang disampaikan pelatih

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 274

Peran 3: Pemberi tanggapan 1

Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan

atas pertanyaan peserta

Peran 3: Pemberi tanggapan 2

Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan

atas pertanyaan peserta

Peran 4: Antagonis 1

Anda bertugas :

Banyak mengajukan pertanyaan

Membantah penyampaian pelatih dan peserta lain

Peran 3: Pemberi tanggapan 3

Perintah: Anda bertugas membantu pelatih memberikan jawaban dan tanggapan

atas pertanyaan peserta

Peran 4: Antagonis 2

Perintah: Anda bertugas menyela pembicaraan orang lain

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 275

Pokok Bahasan 9

PENDAMPINGAN

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 276

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 277

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:

1. Pengertian pendampingan;

2. Tujuan pendampingan;

3. Misi pendampingan;

4. Tanggungjawab dan tugas Pendamping;

5. Klasifikasi dan jenis pendamping;

6. Posisi Pendamping Lokal Desa.

Waktu

45 Menit

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media

Lembar tayang dan Lembar diskusi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

9.1

Rencana Pembelajaran

Konsep dan Kebijakan

Pendampingan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 278

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan (5 Menit)

1. Antarkan peserta dalam pertemuan ini dengan menjelaskan tujuan

yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama.

Kegiatan 2: Isu-isu Pokok Pendampingan (20 menit)

Presentasi dan tanya-jawab

2. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping;

3. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau

memberikan tanggapan;

4. Berikan penegasan.

Kegiatan 3: Posisi dan Tupoksi PLD

Presentasi dan tanya-jawab

5. Paparkan pengertian, tujuan, misi dan klasifikasi pendamping;

6. Beri kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan atau

memberikan tanggapan;

7. Berikan penegasan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 279

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengelola dinamika kelompok;

2. Membangun kesadaran kritis;

3. Merumuskan gagasan bersama.

Waktu

5 JPL (225 Menit)

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok, Paparan dan Praktek

Media

Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

9.2

Rencana Pembelajaran

Keterampilan Dasar

Pendampingan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 280

Proses Penyajian

Kegiatan 4: Pembukaan

8. Jelaskan materi yang akan dibahas dan tujuan yang akan dicapai

dalam sesi belajar bersama kali ini.

Kegiatan 5: Dinamika Kelompok

Permainan

9. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok; (jumlah anggota per

kelompok sama)

10. Minta setiap kelompok membentuk rangkaian sepanjang mungkin;

(satu orang dengan yang lainnya tidak terlepas)

11. Pandu peserta menggali hikmah permainan yang telah dilakukan;

12. Berikan umpan balik.

Kegiatan 6: Membangun Kesadaran Kritis

Diskusi Kelompok

13. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

14. Minta setiap kelompok mendiskusikan contoh kasus; (Gunakan

lembar kerja 9.2.2)

15. Minta salah satu peserta mempresentasikan hasil diskusinya;

16. Minta peserta yang lain mengkritisi;

17. Pandu peserta menemukenali kesadaran kritis yang muncul.

Kegiatan 7: Merumuskan Gagasan Bersama

Kerja kelompok

18. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok;

19. Bagikan kepada setiap kelompok sarana kerja (satu lembar flipchart

dan spidol);

20. Minta setiap kelompok merumuskan gagasan bersama agar sarana

kerja yang dimiliki bisa menjadi produk yang bernilai;

21. Pandu peserta mengevaluasi proses kerja kelompok diatas;

22. Berikan penegasan.

Kegiatan 8: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 281

Lembar Kerja 9.2.2

Membangun Kesadaran Kritis

No. Contoh

Kasus

Pihak yang

Dirugikan Penyebab

Cara

Penyelesaian

Pihak yang

Bertanggungjawab

1. Banjir

2. Longsor

3. Gizi buruk

4. Putus Sekolah

Dst.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 282

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan pengertian kinerja;

2. Mengetahui ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;

3. Mengetahui aspek-aspek yang dievaluasi;

4. Mengetahui tindak lanjut hasil evaluasi kineja.

Waktu

2 JPL (90 Menit)

Metode

Curah pendapat, Diskusi kelompok dan Paparan

Media

Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

9.3

Rencana Pembelajaran

Kinerja Pendampingan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 283

Proses Penyajian

Kegiatan 9: Pembukaan

23. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 10: Pengertian Kinerja (Tanya-Jawab)

24. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menjelaskan pengertian

kinerja;

25. Berikan penegasan (lihat Media Fasilitasi 9.3.1).

Kegiatan 11: Ketentuan dan Mekanisme Evaluasi Kinerja

(Paparan dan Tanya-Jawab)

26. Paparkan ketentuan dan mekanisme evaluasi kinerja;

27. Berikan kesempatan kepada para peserta untuk memberikan

tanggapan dan pertanyaan;

28. Berikan penegasan.

Kegiatan 12: Aspek-Aspek yang Dievaluasi (Curah Pendapat)

29. Berikan kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat

dan tanggapan tentang aspek-aspek yang harus dievaluasi dari

kinerja pendamping;

30. Berikan penegasan.

Kegiatan 13: Tindak Lanjut Hasil Evaluasi Kinerja (Paparan dan

Tanya-Jawab)

31. Paparkan kepada peserta tindak lanjut hasil evaluasi kinerja;

32. Beri kesempatan kepada para peserta untuk memberikan tanggapan

dan pertanyaan;

33. Berikan penegasan.

Kegiatan 14: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 284

Bahan Bacaan 1

PENDAMPINGAN DESA

Oleh: Sutoro Eko

Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping untuk menjalankan

pendampingan desa, sebagai bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat, pendampingan desa berpijak

kepada dua argumen dan tujuan. Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan

meningkatkan kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,

pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak khawatir dana desa yang

diamanatkan UU desa tak efektif dan berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran

oleh kepala desa. Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk

mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.

Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian serius dalam

pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga aspek itu bisa membuat

pendampingan, seperti halnya pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan,

terjebak pada apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti politik".

Dalam The Anti-Politics Machine: Development, Depoliticization, and Bureaucratic

Power in Lesotho, Ferguson menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah

gagal membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa?

Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang anti politik. Di satu

sisi, pembangunan adalah instrumen representasi ekonomi dan rekayasa sosial yang

mengabaikan representasi politik. Depolitisasi dilakukan dengan mengabaikan realitas

dan aspirasi politik, menyingkirkan rakyat dari politik, sekaligus menggiring mereka

sibuk dalam dunia sosial dan ekonomi. Di sisi lain pembangunan dirancang canggih

oleh teknokrat dan dijalankan oleh birokrat untuk ekspansi kekuasaan birokrasi negara.

Dengan demikian, mesin anti politik mengandung depolitisasi (kebijakan,

pembangunan dan rakyat) dan ekspansi kontrol birokrasi negara.

PB

9

Bahan Bacaan

Pendampingan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 285

Anti Politik

Karya Ferguson itu tentu sudah kedaluwarsa, tetapi penting saya angkat sebagai

perspektif kritis atas jebakan teknokratis-birokratis dalam pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan, dan juga pendampingan desa. Belajar dari pengalaman

pendampingan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) dan proyek-

proyek sejenis selama ini, ada sejumlah gejala operasi mesin anti politik.

Pertama, pendampingan merupakan perangkat teknokratik untuk mengamankan uang

dalam bentuk bantuan langsung masyarakat (BLM) dan menyukseskan target artifisial

yang telah digariskan proyek. Para pendamping mengajarkan hal-hal teknis-

administratif proyek kepada orang desa mulai dari perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan sampai pelaporan proyek. Lalu masyarakat desa tampil sebagai operator

mesin pengelolaan uang dan proyek.

Kedua, pendampingan mengedepankan partisipasi, tetapi mengandung depolitisasi

rakyat. Baik pengelolaan proyek maupun pendampingan mengabaikan edukasi politik

dan penguatan representasi politik rakyat. Pendamping tak mendidik dan

mengorganisasikan rakyat agar berdaya dalam memperjuangkan hak dan kepentingan

mereka. Sekalipun ada partisipasi, yang terjadi adalah mobilisasi partisipasi dalam

pengelolaan proyek.

Ketiga, pendampingan digerakkan dan dikendalikan oleh mesin birokrasi dengan

petunjuk teknis operasional (PTO). Para pendamping tak hadir sebagai katalisator

perubahan, tetapi hanya menjadi mandor proyek yang harus patuh pada PTO sehingga

tak tumbuh menjadi wirausaha sosial yang kreatif dan mandiri. Pendampingan tentu

telah memberikan kontribusi besar terhadap cerita sukses proyek PNPM, seperti

infrastruktur fasilitas publik, pembesaran dana bergulir, pelembagaan instrumen good

governance dalam pengelolaan proyek, peningkatan kemampuan masyarakat dalam

pengelolaan proyek, serta kebocoran dana proyek yang mendekati titik nol. Tetapi,

kesuksesan itu hanya terbatas pada proyek, tak berdampak besar secara organik dalam

tatanan kehidupan desa.

Instrumen good governance hanya dipakai dalam proyek, tetapi tak berdampak dalam

pemerintahan desa. Tingkat kebocoran sangat rendah bukan berarti tumbuh kultur anti

korupsi, tetapi hanya pertanda keberhasilan mengamankan dana proyek. Terbukti

masyarakat sangat gemar politik uang dalam setiap proses elektoral. Peningkatan

kemampuan hanya terjadi dalam pengelolaan proyek, tetapi kemampuan desa secara

organik dalam mengelola pembangunan tak tumbuh baik. Wirausaha lokal tak tumbuh

signifikan. PNPM hanya mampu membangun istana pasir, sekaligus sebagai proyek

yang menyenangkan, tetapi tak menolong/berdayakan rakyat.

Propolitik

Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan Menteri Marwan

Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 286

membangun sebuah pemahaman bahwa pendampingan desa bukan perkara proyek

dan teknis-manajerial yang anti politik, tetapi harus mengandung politik. Propolitik

bukan dalam pengertian mesin politik, tetapi pendampingan desa harus mengandung

jalan ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta pemberdayaan, dan

edukasi politik.

Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa jangan terjebak pada

proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa,

termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa

Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa

pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi

hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing

community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.

Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang mengandung repolitisasi

rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi

partisipasi, tetapi memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran kritis

dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan kepentingan mereka. Salah satu

indikator kesadaran kritis adalah tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak

(anti) politik uang.

Ketiga, pendampingan tak ditempuh dengan pembinaan (power over) melainkan

pemberdayaan (empowerment). Pembinaan adalah pendekatan dari atas yang

menumbuhkan mentalitas memerintah, kontrol, dan ekspansi birokrasi terhadap desa

dan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan adalah pendekatan untuk memperkuat

desa dan rakyat secara sosial, budaya, ekonomi, politik.

Keempat, setiap aktivitas desa (musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran,

pemilihan kepala desa, dan sebagainya), yang memperoleh sentuhan pendampingan,

tak boleh terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa

ada sentuhan filosofis (roh). Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa harus

disertai edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris. Dalam perencanaan

desa, misalnya tak hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan

dijabarkan jadi agenda proyek.

Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian

kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik. Demikian juga sistem informasi desa

(SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID tak hanya alat dan

teknologi. Di balik SID ada pembelajaran bagi orang desa untuk membangun

kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus memperkuat representasi hak

dan kepentingan rakyat.

Sutoro Eko, Guru Desa, Perancang UU Desa

Sumber: Kompas Edisi 2 Juli 2015

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 287

PB

9

Bahan Bacaan

Pendampingan

Bahan Bacaan 2

PENDAMPINGAN

A. Pengertian Pendampingan

Menurut Edi Suharto pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan

sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat

perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi

kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam

kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh

dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau

para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun

perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial.

Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena

hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya.

Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu

memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan desa dengan demikian

dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat pedesaan kelompok miskin

dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan

seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b)

memobilisasi sumber daya pedesaan (c) memecahkan masalah sosial pedesaan, (d)

menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e)

menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks

pemberdayaan desa.

Pendamping desa sangat menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi

Suharto juga membagi peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator,

pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang

didampinginya.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 288

1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,

kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang

berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan

negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta

melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa.

2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan

positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta

bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa yang

didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa, menyampaikan

informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat

desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.

3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi

antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan

demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencari

sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan

hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa.

4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis.

Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi „manajer perubahan”

yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula mampu melaksanakan

tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti;

melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,

bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur

sumber dana.

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas

kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan

masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan

perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang yang

serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang

dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai masyarakat

yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan

hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan

(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya,

politik dan kelembagaan desa.

Secara konseptual, pemberdayaan, berasal dari kata „power‟ (kekuasaan atau

keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan

bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi

sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan

pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan

kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya

proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat

berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi

dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini

menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 289

Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat

dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat

dilakukan dalam melakukan pendamping desa:

1. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial

dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan

anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk

kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan

melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya.

Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan

pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-

kemampuan masyarakat desa.

2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran

masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan

imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa

dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya

diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari

luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk

menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian

mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.

3. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka

sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan

pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan

tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat

desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat membantu mereka dalam

mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa kemudian dapat diberi

wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

4. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun

potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler

dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini

didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri yang, jika

dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial.

Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan potensi

desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota masyarakat desa

memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan

masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan.

5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok-

kelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan

kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan

dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting

dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi dan

kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa. (Edi Suharto,

1997):1

1 Edi Suharto, PhD Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst, Centre for

Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary Makalah Pemberdayaan Masyarakat.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 290

B. Tujuan Pendampingan

Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan

kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya proses

inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, tanpa

adanya intervensi dari luar.

Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan adalah adanya kemandirian

kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom

warga desa untuk mengambil keputusan bertindak berdasarkan keputusannya itu dan

memilih arah tindaknnya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang

diinginkan oleh pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan

suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual, organisasi dan manajemen.

Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu

kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian pendampingan.

Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar

desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa

diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga

dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.

Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa, seperti: surplus yang hilang karena

pertukaran yang tidak seimbang.

Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh

masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-

bentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat

menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.

Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk

mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang

membawa pada perubahan kehidupan mereka.

C. Fokus Pendampingan

Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian

dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus

pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:

Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa

terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa

dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 291

Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota

masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan

kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).2

D. Misi Pendampingan

Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di

Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa

maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah. Penambahan kewenangan dan

anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan

program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan

tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.

Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan masyarakat,

yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy adalah upaya

untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi bantuan tentang

pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai keuangan (financial

illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang cepat habis. Setelah

mengetahui financial liter.

Peran pendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat

wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM adalah

melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga

keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya berhenti

sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan dari bank,

tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu kelompok

usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan. Sehingga tujuan satu

desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan usaha desa bisa terwujud.

Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola dengan prinsip social

enterprises dan berbentuk koperasi.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,

mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto membentang

dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan membangun

kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-organisasi

warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan

memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,

merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara

pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu

frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU No.

2M. RHIDO–PERDESAANSEHAT.COM, http://www.bintan-s.web.id/2010/12/tujuan-

pendampingan.html

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 292

6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan tata

kelola desa secara nasional.

UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi halaman

depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,

mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak

dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi

subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia memiliki

modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan sosial dan

solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan.

Swadaya dan gotong royong adalah sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa.

Ketika kapasitas negara tidak sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan

gotong royong merupakan alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek

pembangunan prasarana desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung

pengertian desa memiliki prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus

dirinya meski pada saat yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang

berlebihan sehingga berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang

justru melumpuhkan prakarsa lokal.

Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi

lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan

(rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan organisasi

warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan emansipasi yang

lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut UU desa adalah

memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan dan dana desa ini

dapat menjadi “inti” sekaligus menjadi “pondasi” kemajuan dan pemerataan

pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang.

E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping

Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU Desa

dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa. Fungsi

Pendamping Desa yaitu:

Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan

kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul.

Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara

partisipatif dan demokratis.

Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan

kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan

masyarakat desa.

Fasilitasi demokratisasi desa.

Fasilitasi kaderisasi desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 293

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa.

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community

center) di desa dan/atau antar desa.

Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta

pelatihan dan advokasi hukum.

Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang dilaksanakan

secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara

partisipatif, transparan dan akuntabel.

Fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).

Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga.

Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan.

Sudah sejak lama desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan,

permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan

kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi

anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan

perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem

tanah bengkok dan tanah lungguh. Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas

terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian

dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa

mendahului sistem demokrasi negara.

UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah menfasilitasi

tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui skema kebijakan

yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Desa tak perlu takut dengan

konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan menjadi entitas

yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Desa akan

menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara dalam

membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan

program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat

dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah

keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk

mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,

lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang

digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak

yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari

pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat desa

sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per desa

dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau berwirausaha,

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 294

ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA).

Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan

inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan

memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya manusia

(warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah desa

dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai

bagian dari BUM desa.

Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu mendorong gerak ekonomi desa

adalah mengembangkan desapreneur atau kewirausahaan bagi masyarakat desa.

Pengembangan desa wirausaha menawarkan solusi untuk mengurangi kemiskinan,

migrasi penduduk, dan pengembangan lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi

strategi dalam pengembangan dan pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber

daya dan fasilitas disediakan secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan

kondisi sosial ekonomi perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif

akan menjadi hal yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi

perdesaan menjadi desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).3

F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping

Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam

penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping

profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga.Tenaga

pendamping profesional terdiri atas pendamping desa (berkedudukan di kecamatan),

pendamping teknis (berkedudukan di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan

masyarakat (berkedudukan di pusat dan provinsi) dengan tugas masing-masing

sebagai berikut:

1. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait sosialisasi UU Desa

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menetapkan Peraturan

Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan

kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

Fasilitasi penegakan kewenangan desa kewenangan berdasarkan hak asal usul

dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan;

Pengembangan kapasitas masyarakat desa;

Kaderisasi masyarakat desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa;

Fasilitasi musyawarah desa;

3 Heri Susanto http://www.solopos.com/2016/04/14/gagasan-pendampingan-desa-menuju-desapreneur-

709932/3

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 295

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan prereview dan

review Peraturan Desa.

Fasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyusun regulasi

di daerah yang berkaitan dengan pengaturan tentang desa;

Fasilitasi pengembangan pusat kemasyarakatan (community center) di desa

dan/ atau antar desa;

Fasilitasi pengembangan ketahanan masyarakat desa;

Fasiltasi kerja sama antar desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat desa;

Fasilitasi kerja sama desa dengan pihak ketiga dalam rangka pelaksanaan

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;

Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan;

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa

melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa.

2. Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif

Fasilitasi penyusunan penyusunan perencanaan dan anggaran desa yang

meliputi: RPJM Desa; RKP Desa; RKP Desa; dan APB Desa;

Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka perencanaan pembangunan desa;

Fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan desa;

Fasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan desa;

Fasilitasi pengelolaan dana pembangunan desa;

Fasilitasi pengadaan barang dan jasa oleh desa;

Fasilitasi swadaya gotong royong masyarakat desa dalam rangka pembangunan

desa;

Fasilitasi integrasi Program/Proyek masuk desa dengan pembangun berskala

lokal/desa;

Fasilitasi integrasi pembangunan desa dengan pembangunan kawasan

perdesaan;

Fasilitasi audit berbasis komunitas;

Fasilitasi pemantuan berbasis komunitas;

Fasilitasi penanganan pengaduan danmasalah berbasis komunitas;

Fasilitasi musyawarah desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan

pembangunan desa;

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

3. Tenaga Ahli Infrastruktur Desa

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana permukiman desa;

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana lingkungan

permukiman desa;

Fasilitasi pembangunan danpengelolaan saranatransportasi desa;

Fasilitasi pengembangan prasarana transportasi desa;

Sarana danprasarana produksi pendukung ekonomi desa;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 296

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana pemasaran produk

unggulan desa;

Fasilitasi pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana elektrifikasi desa

berbasiskan teknologi tepat guna yang ada di desa;

Fasilitasi pengembangan kader teknik di desa;

Fasilitasi sertifikasi infrastruktur desa hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan

desa;

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam

pengembangan, pembangunan dan pengelolaan sarana-prasarana desa.

4. Tenaga Ahli Pemberdayaan Ekonomi Desa

Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga BUMDes;

Fasilitasi pengembangan usaha dan pemasaran hasil usaha BUMDes;

Fasilitasi pembentukan, pengelolaan dan pengembangan pasar desa;

Fasilitasi promosi pemasaran hasil usaha ekonomi desa;

Fasilitasi pengembangan jaringan pemasaran hasil usaha ekonomi desa;

Fasilitasi pengembangan kredit modal usaha ekonomi desa;

Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;

Fasilitasi penggalangan modal keswadayaan;

Fasilitasi promosi pemanfaatan potensi desa;

Fasilitasi pengembangan usaha kredit mikro;

Fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif;:

Fasilitasi pengembangan industrialisasi desa;

Fasilitasi pengembangan kewirausahaan desa;

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa

mengembangkan ekonomi desa.

5. Tenaga Ahli Pengembangan Tegnologi Tepat Guna

Fasilitasi pengembangan teknologi tepat guna;

Fasilitasi promosi pendayagunaan teknologi tepat guna;

Fasilitasi kemandirian pangan dan energi berbasis teknologi tepat guna;

Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan

sumberdaya hutan, perkebunan dan pertanian;

Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumberda ya pertambangan;

tanah; dan air;

Fasilitasi pemanfaatan TTGuntukpelestarian lingkungan hidup;

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam

mendayagunakan teknologi tepat guna;

Fasilitasi pemanfaatan teknologi tepat guna (TTG) untuk pendayagunaan

sumber daya hutan, perkebunan dan pertanian;

Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pendayagunaan sumber daya pertambangan,

tanah dan air;

Fasilitasi pemanfaatan TTG untuk pelestarian lingkungan hidup;

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 297

Fasilitasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mendampingi desa dalam

mendayagunakan teknologi tepat guna.

6. Tenaga Ahli Pengembangan Pelayanan Dasar

Fasilitasi pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa secara terpadu;

Fasilitasi pelayanan pendidikan desa bagimasyarakat desa secara terpadu;

Fasilitasi pemberdayaan perempuan dan anak;

Fasilitasi pemberdayaan kaum difabel/berkebutuhan khusus;

Fasilitasi pemberdayaan kelompok masyarakat marginal;

Fasilitasi pemberdayaan keluarga miskin;

Fasilitasi pengembangan kesejahteraan keluarga;

Fasilitasi pelestarian dan pengembangan adat dan kearifan lokal;

Fasilitasi pelestarian dan pengembangan seni dan budaya desa;

Fasilitasi pengembangan kerukunan dan ketentraman antar warga desa

dan/atau antar desa;

Fasilitasi pencegahan dan penanganan konflik sosial antar warga desa dan/atau

antar desa.

Fasilitasi pengembangan media informasi desa untuk masyarakat desa;

Fasilitasi pengelolaan akses informasi antar warga desa dan/atau antar desa.

7. Pendamping desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,

dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.

8. Pendamping Lokal desa. Mendampingi Gampong/Desa dalam penyelenggaraan

Pemerintahan Gampong/Desa, kerja sama Gampong/Desa, pengembangan BUMG,

dan Pembangunan yang berskala lokal Gampong/Desa.4

G. Posisi Pendamping Lokal Desa

Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU

No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,

supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan

amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi

mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.

Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah sangat penting dan

menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan masyarakat desa. Para

PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk mempercepat

penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk bisa

mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan

kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa (dari

APBD).

4https://pendaftaran-cpns.blogspot.co.id/2015/08/tugas-pokok-pendamping-desa.html

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 298

Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping Desa

(PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke dalam

implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan skema

pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat menumbuhkan

partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa yang

berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.

Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas

penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun

2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda

dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan berkedudukan

di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur administratif

terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.

Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan

berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima transfer

keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi dana desa

(ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua kewenangan tadi.

Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari ikhtiar mencapai

keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses pembentukan bangunan

warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi faktor eksternal yang

mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun

kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan

menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsif

terhadap masyarakat.

Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan

antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi

penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan tersebut.Pembangunan

desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan kehidupan ekonomi dan sosial

dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini masyarakat kurang mampu di

pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi kemiskinan serta tersedianya

sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang

ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat desa dalam beraktivitas sehari-

hari.

ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang

bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah rencana

keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh

pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan dengan

peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan daerah

kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat dan

pemberdayaan masyarakat desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 299

Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut

benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh PLD

terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan

realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan, serta

nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan patokan

PLD dalam pengawasan.[]

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 300

Pokok Bahasan 10

MEMBANGUN TIM KERJA DI DESA

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 301

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 302

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan:

1. Para pelaku kunci di Desa;

2. Fungsi dan peran pelaku;

3. Hubungan/relasi antar pelaku.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Ceramah dan Tanya jawab

Media

Lembar tayang dan Bahan bacaan

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

10.1

Rencana Pembelajaran

Kerjasama Tim di Desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 303

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Pembukaan

1. Jelaskan tujuan pembahasan mengenai sub pokok bahasan yang akan

disampaikan.

Kegiatan 2: Identifikasi Pelaku, Fungsi, Peran dan Relasi Antar

Pelaku (Curah Pendapat)

2. Pandu peserta mengidentifikasi pelaku kunci di Desa;

3. Minta peserta mengungkapkan fungsi dan peran masing-masing

pelaku dimaksud;

4. Pandu peserta menggambarkan relasi antar pelaku dimaksud

(gunakan metode Diagram Venn);

5. Berikan penegasan.

Diagram Venn merupakan salah satu cara untuk menggambarkan hubungan

antara pelaku, fungsi dan perannya dalam suatu wilayah tertentu (Desa).

Diagram Venn dioperasikan dengan menggunakan alat bantu berupa

lingkaran-lingkaran untuk menggambarkan pelaku. Ukuran lingkaran

menggambarkan besarnya pengaruh pelaku. Identifikasi pelaku dilaksanakan

oleh pihak yang mengerti hubungan antar pelaku dalam masyarakat.

Kegunaan dari teknik ini adalah untuk membantu identifikasi para pihak (individu,

kelompok atau lembaga baik internal maupun eksternal) dan pola hubungannya dalam

suatu wilayah tertentu. Indentifikasi interaksi dan hubungan lembaga terhadap

permasalahan tertentu.

Prosesnya: persiapan alat bantu berupa lingkaran karton dengan berbagai ukuran.

Persilahkan peserta menulis individu, kelompok atau lembaga yang ada di Desa.

Tuliskan dalam karton lingkaran berdasarkan pengaruhnya. Lingkaran besar

menunjukkan pengaruh besar dan sebaliknya.

Persilahkan peserta untuk meletakkan lingkaran-lingkaran tersebut di atas kertas.

Kemudian hasil dari peletakan tersebut dibahas bersama-sama.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 304

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai jejaring kerja;

2. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak dimaksud.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Paparan

Media

Lembar tayang

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

10.2

Rencana Pembelajaran

Membangun Jejaring

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 305

Proses Penyajian

Kegiatan 3: Pembukaan

6. Jelaskan tujuan yang akan dicapai dalam sesi belajar bersama ini.

Kegiatan 4: Mengidentifikasi Pihak-pihak yang Potensial

sebagai Jejaring Kerja (Curah Pendapat)

7. Pandu peserta mengidentifikasi pihak-pihak yang potensial sebagai

jejaring kerja;

8. Minta peserta mengidentifikasi dan merumuskan kerjasama yang

dapat dibangun dengan pihak-pihak tersebut;

9. Beri penegasan.

Kegiatan 5: Menutup Sesi

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 306

PB

10

Bahan Bacaan

Membangun Tim Kerja di

Desa

Bahan Bacaan 1

MEMBANGUN KERJASAMA TIM

Pembelajaran Membangun Kerjasama Tim dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi

pendamping dalam hal penerapan konsepsi Membangun kerjasama Tim secara efektif dan

efisien dalam melakukan pendampingan masyarakat di Desa. Hal-hal yang dibahas

meliputi:

1. Konsepsi Dasar Membangun Tim yang Efektif dengan sub bahasan Pengertian Tim;

Perbedaan Kelompok dan Tim; Hakikat dan Ciri Organisasi sebagai Tim Efektif; Kriteria

Tim yang efektif; dan Manfaat Membangun Tim yang Efektif.

2. Kerjasama Dalam Membangun Tim Dinamis dengan sub bahasan meliputi: Pengertian

Tim yang Dinamis; Unsur-Unsur Tim yang Dinamis; Tahapan Perkembangan Tim;

Membangun Rasa Kebersamaan Tim; Peran Individu dalam Tim; dan Membangun

Kebanggaan Tim.

3. Pemecahan Masalah Secara Win-win Solution dengan sub bahasan meliputi: Pengertian

Konflik; Mengenali Konflik, Respon terhadap Konflik, Sumber-sumber Konflik, Langkah-

Langkah Penyelesaian Konflik, dan Gaya Tanggapan Konflik.

A. Pengertian Tim yang Dinamis

Mengapa ada tim yang mampu bertahan lama dan ada yang tidak dapat bertahan lama?

Apabila berbicara tentang tim, maka ada tim yang dapat mencapai suatu prestasi yang

tinggi, namun juga ada yang hanya bertahan beberapa waktu saja. Untuk itu maka

diperlukan suatu usaha maksimal agar mampu berperan sebagai tim yang dinamis. Tim

dinamis adalah tim yang memiliki kinerja yang sangat tinggi. Tim seperti ini dapat

memanfaatkan segala energi yang ada di dalam tim tersebut untuk menghasilkan sesuatu.

Tim dinamis merupakan tim yang penuh dengan rasa percaya diri, tim yang para

anggotanya menyadari kekuatan dan kelemahannya untuk mencapai suatu tujuan yang

telah ditetapkan bersama.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 307

B. Unsur-Unsur Tim yang Dinamis

Apakah manfaat membangun tim dinamis? Tim dinamis memiliki unsur-unsur yang tidak

jauh berbeda dengan tim pada umumnya. Adapun unsur-unsur tersebut menurut Richard Y.

Chang adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan secara jelas misi dan tujuannya. Visi adalah gambaran akan datang yang

merupakan cita-cita, dan selanjutnya visi ini dijelaskan ke dalam bentuk misi. Suatu

organisasi atau tim yang dinamis harus mampu menjelaskan misi tersebut ke dalam

tujuan-tujuan tim, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Tanpa

memiliki tujuan yang jelas, tim tidak akan mengetahui ke arah mana akan melangkah,

sehingga akan terombang-ambing oleh bertiupnya angin. Tujuan dan sasaran ini harus

dipahami oleh seluruh anggota tim, sebab hal ini akan meningkatkan komitmen

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 308

diantara mereka. Pemimpin yang dinamis harus mampu memastikan bahwa semua

anggota kelompok terlibat dalam perumusan tujuan tim.

2. Beroperasi secara kreatif. Dalam pelaksanaan, kerja tim sangat kreatif dan dinamis

dengan memperhitungkan resiko yang ada dan selalu mencoba cara berbeda dalam

melakukan sesuatu. Mereka tidak takut menghadapi kegagalan-kegagalan dan selalu

mencari peluang untuk mengimplementasikan teknik yang baru. Mereka bersikap luwes

dan kreatif dalam memecahkan masalah.

3. Memfokuskan pada hasil. Tim yang dinamis mampu menghasilkan melampaui

kemampuan jumlah individu yang menjadi anggotanya. Para anggota tim secara terus-

menerus memenuhi komitmen waktu, anggaran, produktivitas, dan mutu “produktivitas

optimum” merupakan tujuan bersama.

4. Memperjelas peran dan tanggung jawab. Peran dan tanggung jawab anggota tim jelas.

Setiap anggota tim mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari dirinya, dan

mengetahui dengan jelas peran temannya dalam tim. Tim yang dinamis selalu

memperbaharui peran dan tanggung jawab anggotanya sesuai dengan perubahan

tuntutan, sasaran dan teknologi.

5. Diorganisasikan dengan baik. Tim dinamis menjalankan fungsi-fungsi manajemen

dengan baik, menetapkan prosedur secara jelas serta kebijakan dengan jelas. Tim juga

menginventarisir jenis keterampilan yang dimiliki oleh para anggota timnya.

6. Dibangun diatas kekuatan individu. Kompetensi individu sangat diperhatikan, sehingga

pimpinan tim memahami betul kekuatan dan kelemahan anggota timnya. Oleh karena

itu program Pembinaan sangat diharapkan. Pimpinan tim sangat memperhatikan

pemberdayaan timnya sehingga dalam pemberdayaan disesuaikan dengan kompetensi

anggota tim.

7. Saling mendukung kepemimpinan anggota yang lain. Dalam tim yang dinamis,

kepemimpinan dibagi diantara para anggotanya. Dalam hal ini tidak ada pimpinan yang

mutlak. Setiap anggota tim memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin

tim. Meskipun demikian peran supervisor masih dianggap perlu ada. Dalam Tim

dinamis menghargai keunikan setiap individu.

8. Mengembangkan iklim tim. Tim yang berkinerja tinggi memiliki anggota yang secara

antusias bekerja bersama dengan tingkat keterlibatan dan energi kelompok yang tinggi

(bersinergi).

9. Menyelesaikan ketidaksepakatan. Perbedaan persepsi dan ketidaksepakatan akan

terjadi dalam setiap tim. Tim dinamis menganggap bahwa konflik merupakan suatu

wahana untuk menumbuhkan hal-hal yang lebih positif. Segala konflik akan

diselesaikan dengan pendekatan secara terbuka dengan teknik kolaborasi.

10. Berkomunikasi secara terbuka. Pembicaraannya secara asersi, yakni bicara yang lugas,

jujur tetapi tidak melukai pihak lain. Masing-masing anggota kelompok saling memberi

dan menerima saran dari anggota kelompok yang lain, komunikasi dilakukan secara

timbal balik dan untuk kepentingan bersama.

11. Membuat keputusan secara obyektif. Dalam pemecahan masalah menggunakan

pendekatan yang mantap dan proaktif. Keputusan dicapai melalui konsensus. Setiap

anggota kelompok bersedia dan mendukung keputusan tersebut. Anggota kelompok

bebas mengutarakan pendapat dan idenya dan mendukung rencana yang telah

ditetapkan.

12. Mengevaluasi efektivitasnya sendiri. Evaluasi dilaksanakan secara terus menerus dengan

tujuan untuk melihat bagaimanakah pelaksanaan rencana selama ini. Penyempurnaan

dilaksanakan secara berkelanjutan dan manajemen proaktif. Apabila muncul masalah

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 309

kinerja, mereka bisa segera memecahkannya sebelum menjadi permasalahan yang

serius.

C. Tahapan Perkembangan Tim

Pada dasarnya dalam membangun tim yang dinamis mempunyai tahapan sebagai berikut

(Peter Senge):

1. Forming (pencairan bentuk)

2. Storming (mencari jati diri tim)

3. Performing (tim mulai menunjukkan kinerja)

4. Transforming (tim mulai terbiasa dengan budaya kerja baru)

Mewujudkan tim yang dinamis tidak mudah, tetapi merupakan rangkaian perkembangan

setahap demi setahap. Tahapan tersebut dalam bahan ajar ini akan dijabarkan mengacu

pada pendapat Richard Y. Chang yang dimuat dalam bukunya “Membangun Tim yang

Dinamis”. Adapun tahapan perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan arah (Drive)

Dalam tahap ini Tim harus memfokuskan pada misinya dan membuat garis besar

strategi yang akan ditempuh serta menetapkan tujuan, prioritas dan prosedur kerja

serta peraturan bagi Tim anda.

2. Bergerak (Strive)

Dalam tahap ini peran dan tanggung jawab anggota tim ditetapkan dengan jelas.

Dalam tahap ini beberapa kendala akan dihadapi dengan penuh bijaksana bersama

dengan seluruh anggota Tim, sehingga seluruh permasalahan dapat dihadapi dengan

arif dan bijaksana.

3. Mempercepat gerak (Thrive)

Fase ini dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas secara maksimal. Dalam

memecahkan masalah menggunakan umpan balik dari sesama anggota, manajemen

konflik, kerjasama dan pembuatan keputusan yang efektif. Penguasaan terhadap

wilayah secara cepat dan efektif dengan daya tahan yang tangguh.

4. Sampai (Arrive)

Dengan kerja sama tim yang kompak, tim akan mencapai puncak dengan mengatasi

semua kendala-kendala yang ada, yang pada akhirnya mencapai prestasi yang luar

biasa. Namun apabila dalam fase ini belum mencapai puncak idealnya, dilakukan

peninjauan kembali tim dengan melaksanakan konsolidasi upaya, misalnya

berkoordinasi secara maksimal. Disamping itu perlu meninjau kembali sasaran-sasaran

yang telah ada, masih relevan atau tidak.

D. Membangun Rasa Kebersamaan Tim

Adakah manfaat membangun rasa kebersamaan dalam sebuah tim? Tahapan-tahapan

dalam membangun tim yang dinamis tersebut akan berjalan dengan seksama, apabila

anggota-anggota tim mampu membangun rasa kebersamaan secara efektif. Untuk

membangun rasa kebersamaan di dalam suatu tim, maka setiap anggota kelompok harus

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 310

mampu untuk menerima keragaman anggota tim. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan

setiap tim terdiri dari berbagai individu yang memiliki latar belakang, perilaku, pengalaman

yang berbeda-beda. Tidak ada seorang manusiapun yang diciptakan sama termasuk orang

yang kembar sekalipun. Tim akan efektif apabila dibangun berdasarkan kebersamaan, tidak

memandang pangkat, suku dan golongan, menunjukkan rasa saling percaya, saling

menghargai dan dilandasi oleh keterbukaan. Oleh karena itu, anggota suatu tim hendaknya

memiliki karakteristik yang berorientasi pada opini, persamaan, serta tujuan.

Adapun penjabaran karakteristik anggota tim yang berorientasi pada opini, persamaan, dan

tujuan, masing-masing adalah sebagai berikut:

Berorientasi pada Opini:

1. Berlawanan dengan orang yang bersifat dogmatis, akan mengarahkan pada tindakan tidak

mengutuk orang lain;

2. Memperkenalkan gagasannya tanpa mengusulkan atau bahkan mengisyaratkan agar orang

lain memberi posisi istimewa pada gagasannya;

3. Saling meminta ide dari anggota kelompok yang lain, bukan berorientasi pada gagasan

perorangan;

4. Tidak hanya memfokuskan pada idenya sendiri, tetapi menginvestigasi pendapat orang lain.

Berorientasi pada Persamaan:

1. Anggota tim yang berorientasi pada persamaan melihat keragaman sebagai suatu

keunggulan. Perbedaan yang dimiliki dapat dipakai untuk mengecek setiap sisi, sudut,

puncak dan dasar suatu masalah;

2. Mengandalkan semua anggota;

3. Kepercayaan kepada anggota tim meningkatkan produktivitas.

Berorientasi pada Tujuan:

1. Tim yang terdiri dari anggota yang berorientasi pada tujuan, kecil kemungkinan akan timbul

konflik di dalamnya yang disebabkan oleh keunikan masing-masing kelompok;

2. Keseluruhan anggota tim berorientasi pada tujuan yang sama;

3. Anggota tim mengakui bahwa masing-masing anggota memiliki tujuan, dan kemungkinan

tujuan tersebut bertentangan dengan tujuan tim;

4. Keunikan anggota tim yang muncul segera dapat diatasi, tidak dibiarkan melahirkan masalah

baru.

(Sukses Melalui Kerjasama Tim, Richard Chang, PT Pustaka Binaman Pressindo)

Hal apakah yang akan kita perhatikan? Dalam rangka membangun kerjasama tim, perlu

juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut: meningkatkan umpan balik sesama anggota

tim, memiliki komitmen untuk menyelesaikan konflik, bekerja sama untuk meningkatkan

kreativitas dan menangani dalam pembuatan keputusan.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 311

E. Peran Individu dalam Tim

Keberhasilan suatu tim sangat tergantung dari peran individu-individu dalam tim tersebut.

Ada lima peran individu dalam suatu tim yang berhasil. Hal tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

Driver : Mengembangkan gagasan, memberi arah, menemukan hal-hal baru.

Planner : Menghitung kebutuhan tim, merencanakan strategi kerja, menyusun jadwal.

Enabler : Ahli memecahkan masalah, mengelola sarana/sumber daya menyebarkan

gagasan, melakukan negosiasi.

Executor : Mau bekerja menghasilkan output, mengkoordinir dan memelihara tim.

Controller : Membuat catatan, mengaudit dan mengevaluasi kemajuan tim.

F. Membangun Kebanggaan Tim

Perlukah membangun kebanggaan tim? Tim dinamis akan senantiasa mempertahankan

prestasinya secara maksimal. Oleh karena itu mempertahankan kinerja tim sangat

diharapkan. Ini berarti bahwa perlu ada suatu usaha untuk memotivasi tim secara efektif

agar mampu membangun kebanggaan tim.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tim agar anggota tim mampu

membangun kebanggaannya adalah sebagai berikut:

1. Memotivasi Anggota Tim untuk Berkomitmen. Dalam memotivasi ini terlebih dahulu

tentukan faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi orang tersebut termotivasi

dengan baik. Tanpa mengetahui hal ini proyek besarpun belum tentu merupakan faktor

stimulus. Setiap individu memiliki motif yang berbeda-beda, misalnya ada orang timbul

harga dirinya dengan menghargai kinerjanya, tetapi orang lain belum tentu demikian.

2. Memotivasi Anggota Tim yang Tidak Termotivasi. Tidak setiap anggota tim memiliki

motivasi yang sama. Ada anggota tim yang produktif, ada pula yang enggan

berpartisipasi secara aktif. Untuk itu diperlukan beberapa strategi yang jitu. Strategi

tersebut antara lain: (1) dapatkan nasihat dari mereka, (2) jadikan mereka guru, (3)

libatkan mereka dalam presentasi dan delegasikan kepada mereka proyek bintang.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun kerjasama tim adalah perlunya

meningkatkan kerja sama tim yang efektif. Kunci utamanya adalah adanya komunikasi yang

efektif (dibahas dalam mata sajian komunikasi yang efektif), mendengarkan secara aktif,

mampu memotivasi anggota tim serta menyelesaikan konflik secara efektif. Teknik

penanganan konflik akan dibahas dalam pokok bahasan berikutnya.

Dilihat dari tahapannya (baik menurut Peter Senge maupun Ricard Y. Chang), apabila suatu

tim telah mencapai tahap ketiga (performing maupun thrive) sampai dengan tahap keempat

(transforming maupun arrive), maka akan timbul suatu kebanggaan tim.[]

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 312

PB

10

Bahan Bacaan

Membangun Tim Kerja di

Desa

Bahan Bacaan 2

MEMBANGUN JEJARING

Pendahuluan

Jaringan sosial (social network) adalah kumpulan individu atau kelompok yang terikat

oleh kepentingan dan/atau tujuan yang sama. Membangun jaringan sosial dan

mengembangkan kerjasama merupakan agenda penting dan strategis yang harus

dipahami dengan baik oleh para pendamping desa. Pemahaman yang baik terhadap

jaringan sosial yang terbangun di pedesaan selama ini, akan sangat membantu proses-

proses pendampingan yang dilakukan di tingkat masyarakat desa. Mulai dari proses

perencanaan pembangunan sampai pada kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.

Hal mendasar yang harus dipahami dari hubungan sosial yang melahirkan jaringan

sosial adalah setiap orang mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya yang

bernilai, seperti akses terhadap sumber daya alam, informasi atau kekuasaan. Artinya

bahwa dengan memahami jaringan sosial di Desa akan memudahkan bagi pendamping

desa dalam membangun jaringan sosial baru untuk kepentingan implementasi UU

Desa, serta memudahkan untuk mengembangkan kerjasama.

Salah satu tugas dan peran penting dari pendamping desa adalah membantu desa

membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial serta mengembangkan kerjasama, baik

kerjasama antar desa maupun dengan pihak ketiga guna mewujudkan tujuan dari

pembangunan desa, sebagaimana dinyatakan dalam UU Desa, khususnya tujuan yang

berkaitan dengan: a) Mendorong prakarsa, gerakan dan partisipasi masyarakat desa

untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama; b)

Meningkatkan ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; c) memajukan

perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional;

dan d) Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Selama ini, proses dan pola pemberdayaan desa umumnya cenderung menciptakan

ketergantungan. Akibatnya, desa tidak tumbuh menjadi desa yang mandiri dalam

mengurus dan mengelola sumber daya dan potensi yang dimilikinya, termasuk jaringan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 313

sosial yang telah tumbuh dan berkembang di Desa. Kekuatan dari potensi jaringan

sosial, seperti semangat kegotong-royongan dan kepercayaan (trust) belum dapat

dioptimalkan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Desa.

Tujuan yang hendak dicapai dengan membentuk dan memanfaatkan jaringan sosial di

pedesaan adalah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat desa, seperti:

terbatasnya peluang kerja, struktur sumber daya ekonomi yang kurang beragam,

keterbatasan pendidikan, keterampilan, peralatan dan modal.

Secara normatif, kerjasama antar desa maupun kerjasama dengan pihak ketiga telah

diatur dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Desa dapat mengembangkan

kerjasama meliputi: pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk

mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,

pembangunan dan pemberdayaan Desa, dan kerjasama juga dapat dilakukan di bidang

keamanan dan ketertiban di Desa. Prinsipnya, kerjasama dikembangkan untuk

memanfaatkan potensi Desa dan mengatasi kekurangan dari sumber daya alama dan

sumber daya manusia di Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.

Kerjasama ini harus dilakukan dalam prinsip saling menguntungkan dan memandirikan

masing-masing Desa.

Mengidentifikasi Pihak-Pihak yang Potensial

Kerja jejaring merupakan kegiatan untuk kepentingan banyak pihak yang bersifat

memberi dan berbagi. Sedangkan definisi kerja jaringan adalah:

1. Kekuatan berasal dari semangat memberi dan berbagi.

2. Kemauan alami menghargai diri, lembaga, organisasi, hubungan dan relasi.

3. Salah satu cara untuk memahami sistem yang ada pada diri kita dan orang lain.

4. Merupakan cara yang terorganisir untuk menciptakan relasi guna suatu tujuan.

Kerja jaringan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Merupakan media pemasaran yang efektif.

2. Biaya lebih efisien dengan potensi keberhasilan lebih efektif.

Untuk membangun networks, beberapa prinsip dasar yang harus diikuti adalah sebagai

berikut:

1. Membangun citra lembaga yang baik.

2. Fokus pada kualifikasi lembaga.

3. Berkaitan dengan apa yang kita tawarkan bukan apa yang kita dapatkan.

4. Mengembangkan kemampuan “mendengar“.

5. Mengembangkan kemampuan “bertanya“.

6. Menepati janji bukan mengobral janji.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 314

Untuk membangung jejaring sosial di pedesaan terlebih dahulu kita harus memetakan

dan mengenali siapa saja tokoh atau pihak kunci yang dapat kita ajak bersama untuk

membangun dan memajukan desa. Untuk membantu memetakan tokoh atau para

pihak tersebut, pertanyaan-pertanyaan dibawah ini diharapakan dapat membantu:

1. Siapa atau kelompok mana yang selalu terlibat membantu kegiatan di pedesaan?

Mengapa mereka selalu terlibat? Apa manfaat langsung/tidak langsung kegiatan

tersebut bagi kelompok?

2. Apakah ada kesamaan yang mengikat para anggota jaringan itu, misalnya satu

keluarga atau kerabat, tetangga, atau mata pencaharian atau lainnya?

3. Apakah orang-orang itu membentuk jaringan untuk menanggulangi hal-hal yang

lainnya juga, atau hanya untuk peristiwa yang diuraikan itu?

4. Jika untuk hal-hal lain juga, hal-hal apakah itu? Mengapa bisa menjalar ke hal-hal

lain, atau sebaliknya?

5. Apa hubungan kelompok atau jaringan ini dengan jaringan atau kelompok lain

(bersaing, saling mendukung, tidak ada kaitan sama sekali)? Apa alasan atau latar

belakang hubungan yang demikian?

6. Apa pula hubungan jaringan atau kelompok ini dengan pemerintah desa? Apakah

pemerintah memberikan dukungan nyata, pasif atau malah menghambat?

Mengapa?

7. Sejak kapan jaringan ini muncul? Bagaimana riwayat kemunculannya, atau perubahannya dari jaringan sebelumnya? Apakah lingkup kegiatan atau keanggotaannya saat ini mengalami perubahan dari sebelumnya? Sejak kapan perubahan berlangsung? Mengapa?

No. Kelompok Sosial Potensi/Peran

1 Organisasi Tani Lokal

(OTL)

Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat petani

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Musyawarah Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 315

2 Kelompok Nelayan Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat nelayan

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Musyawarah Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

3 Organisasi

Masyarakat Adat

Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat adat

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Permusyawaratan Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

adat

4 Organisasi

Keagamaan

Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat adat

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Musyawarah Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

5 Organisasi

Perempuan

Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Musyawarah Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

6 Organisasi

Kepemudaan

Terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan desa dan pemberdayaan

masyarakat adat

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 316

Menjadi kelompok penerima manfaat

pembangunan

Mengutus perwakilannya dalam Badan

Musyawarah Desa

Terlibat dalam proses musyawarah desa

Terlibat dalam pembahasan peraturan desa

7 NGO Membangun kerjasama dalam program

ekonomi di pedesaan

Membantu desa dalam proses pemberdayaan

masyarakat desa

Mengembangkan Kerjasama

Pijakan berpikir yang mendasari perlunya membangun relasi jaringan sosial dan

kerjasama dalam melakukan pembangunan desa dan pemberdayaan desa, antara lain:

Pertama, pengembangan jaringan sosial dan kerjasama di pedesaan diformulasikan

untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti:

pangan, energi, pendidikan dan kesehatan. Kemandirian desa tidak berarti Desa

terlepas dari kesaling-tergantungan dengan desa yang lain, melainkan terjadi “net-

benefit” yang dihasilkan dari pertukaran antara desa.

Kedua, pengembangan potensi jaringan sosial di wilayah pedesaan ditekankan pada

aspek keberlanjutan, yakni:

1. Keberlanjutan ekologi, dimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan

tidak merusak lingkungan dan senantiasa memperhatikan daya dukung ekologinya.

2. Keberlanjutan sosial ekonomi yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat

pedesaan.

3. Keberlanjutan komunitas masyarakat pedesaan yang mengacu pada terjaminnya

peran masyarakat dalam pembangunan dan jaminan akses komunitas pada sumber

daya alam.

4. Keberlanjutan institusi yakni mencakup institusi politik, institusi sosial-ekonomi dan

institusi pengelola sumber daya (Arif Satria: 2011).

Ketiga, pengembangan kerjasama dengan pihak ketiga hendaknya tidak membuat desa

mengalami ketergantungan baru. Dalam hal ini, tiga aktor yang bisa terlibat dalam

proses kerjasama, yakni:

a. Masyarakat desa dengan kekuatan kelembagaan sosial dan ekonomi yang

dimilikinya serta kemampuan mengelola sumberdaya yang berkelanjutan.

b. Pengusaha atau swasta yang mengembangkan usaha berbasis pedesaan serta

untuk mengatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 317

c. Pemerintah yang berfungsi untuk memberikan penguatan kelembagaan sosial

ekonomi kepada desa dan jaminan keamanan dan legal kepada pengusaha/swasta.

Keempat, pendamping desa harus mampu mengidentifikasi dan menjahit seluruh

kekuatan ekonomi dan politik di wilayah pedesaan untuk terlibat dalam proses

pembangunan dan pemberdayaan. Jaringan sosial pada dasarnya merupakan mitra

strategis Desa yang harus senantiasa dijaga dan dikembangkan untuk memajukan

pembangunan di Desa.

Tujuan membentuk jaringan sosial dan mengembangkan kerjasama di Desa sebagai

berikut:

1. Untuk mewujudkan desa yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti

pangan, energi, kesehatan, pendidikan, air bersih, dsb.

2. Untuk membangun dan menumbuhkan semangat kolektivitas, kegotongroyongan

dan trust building dari kelompok-kelompok sosial di masyarakat desa.

3. Agar desa mempunyai perencanaan pembangunan desa dan strategi

pemberdayaan masyarakat desa yang mencakup: potensi, rencana strategis,

perencanaan ruang, perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan dan strategi aksi

yang menjadi dasar dalam mengembangkan kerjasama antar desa maupun dengan

pihak ketiga.

4. Agar desa mempunyai badan kerjasama antar desa yang dihasilkan melalui

musyawarah desa.

5. Agar berkembang aktivitas ekonomi berbasis pedesaan yang mampu bersaing

dalam pasar lokal, regional dan global serta dapat diandalkan dalam meningkatkan

kualitas hidup masyarakat secara berkelanjutan.

Selain tujuan diatas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para

pendamping desa dalam membangun jaringan sosial dan kerjasama, yaitu sebagai

berikut:

1. Pendamping harus meyakini, mengakui dan menghargai bahwa setiap

individu/lembaga memiliki potensi yang merupakan modal dasar dalam

merealisasikan visi pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

2. Modal dasar tersebut perlu dikembangkan dan ditingkatkan mutunya, serta

dipadukan lewat proses dialog dan musyawarah dalam wadah jaringan.

3. Musyawarah dan dialog adalah roh dari pendampingan desa.

4. Pendamping desa meyakini potensi jaringan sosial yang peduli terhadap masalah

pedesaan, memiliki fungsi penting dan strategis, sehingga selalu menjadi pusat

perhatian pendamping desa.

5. Pendamping desa harus senantiasa menciptakan peluang dengan mengembangkan

sistem dan mekanisme, agar potensi jaringan sosial yang terbentuk senantiasa

terlibat dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 318

Model pendekatan dalam kerja jaringan:

1. Model kontak person. Biasanya dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh

kunci dari lembaga, sering menggunakan pendekatan pribadi, loby (silaturahmi),

mediasi dan lain-lain.

2. Model kerja sama. Dapat dilakukan dengan pemerintah, asosiasi, perguruan tinggi,

lembaga keuangan atau kelompok profesi lainnya dengan isu-isu yang sejenis dan

sifatnya memberikan bantuan stimulan, teknikal asistensi pada program yang sama.

3. Model aliansi. Kerja sama antar forum/lembaga untuk menyuarakan isu yang sama,

misalnya: ALIANSI GERAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN yang terdiri dari

pendamping desa, Pemda, NGO, dll.

4. Model koalisi. Beberapa forum/lembaga melakukan merger menggunakan satu

nama, misal: KOALISI PENGENTAS KEMISKINAN PEDESAAN, bersifat sementara (ad

hoc) dipimpin oleh seorang koordinator.[]

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 319

Pokok Bahasan 11

RENCANA KERJA TINDAK LANJUT

(RKTL)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 320

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 321

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Menjelaskan hal-hal penting yang diperoleh selama pelatihan;

2. Menguraikan keterkaitan antara apa yang diperoleh dalam pelatihan

dengan tugas-tugas pokok sebagai Pendamping Lokal Desa (PLD).

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media

Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

11.1

Rencana Pembelajaran

Rangkuman Hasil Pelatihan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 322

Proses Penyajian

Kegiatan 1: Merangkum

1. Menjelaskan mengenai pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang

akan disampaikan;

2. Ajak bebarapa peserta untuk mengingat kembali materi pelatihan

pratugas PLD. Sebutkan PB-PB yang sudah disampaikan selama

pelatihan;

3. Tuliskan dalam metaplan PB yang belum dipahami keseluruhan oleh

peserta pelatihan (maksimal 2 PB);

4. Mintalah peserta untuk menjelaskan mengapa materi PB tersebut

belum dipahami, dan pelatih memberikan saran dan masukan

terhadap hal tersebut;

5. Lanjutkan penugasan individu, yaitu tugaskan setiap peserta untuk

menuliskan di kertas HVS masing-masing dengan topik: Bagaimana

keterkaitan materi pelatihan dengan tugas pokok sebagai

Pendamping Lokal Desa.

6. Mintalah peserta menempel kertas HVS yang telah ditulis pada

dinding ruang pelatihan dan minta perwakilan menjelaskan hasil

penugasan;

7. Fasilitator memberikan penegasan terkait sesi ini;

8. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 323

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Memberikan umpan balik kritis dalam penyelenggaran pelatihan;

2. Menuliskan penilaian atas penyelenggaran pelatihan.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media

Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

11.2

Rencana Pembelajaran

Evaluasi Penyelenggaraan

Pelatihan

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 324

Proses Penyajian

Kegiatan 2: Evaluasi

9. Jelaskan mengenai pokok bahasan yang akan disampaikan;

10. Ajak bebarapa peserta untuk secara bersama-sama melakukan

evaluasi, diantaranya:

Memberikan umpan balik kritis terhadap materi/modul pelatihan.

Memberikan umpan balik kritis terhadap Pelatih.

Memberikan umpan balik kritis terkait penyelenggaran pelatihan.

11. Lakukan pembahasan evaluasi materi diatas secara bersama-sama

dan rumuskan secara bersama-sama;

12. Pelatih memberikan penegasan terkait sesi ini;

13. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 325

Tujuan

Setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat:

1. Mengidentifikasi hasil-hasil pelatihan yang masih perlu ditingkatkan

lebih lanjut dan strategi yang akan dikembangkan;

2. Menyusun rencana kerja tindak lanjut.

Waktu

1 JPL (45 Menit)

Metode

Pemaparan, Penugasan perorangan dan Curah pendapat

Media

Lembar curah pendapat, Lembar kerja kelompok dan Slide presentasi

Alat Bantu

Flipt Chart, Spidol, Laptop dan Infocus

SPB

11.3

Rencana Pembelajaran

Rencana Kerja Tindak Lanjut

(RKTL)

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 326

Proses Penyajian

Kegiatan 3: Membuat RKTL

14. Menjelaskan mengenai sub pokok bahasan yang akan disampaikan;

15. Pelatih menyampaikan beberapa pokok bahasan dan sub pokok

bahasan. Mintalah peserta untuk mengomentari terkait dengan pokok

bahasan dan sub pokok bahasan dimaksud;

16. Lanjutkan dengan curah pendapat seputar:

Apa pengertian RKTL dan tujuannya?

Bagaimana sebaiknya RKTL disusun sehingga tepat waktu?

17. Pelatih menjelaskan kisi-kisi tentang menyusun RKTL, menjelaskan

standar kinerja nasional, RKTL nasional dan RKTL individu

Pendamping Lokal Desa (Media Fasilitasi 11.3.1);

18. Lanjutkan dengan diskusi kelompok. Bagi peserta ke dalam 6

kelompok dan setiap kelompok merumuskan RKTL berdasarkan

pokok kegiatan Pendamping Lokal Desa yang sesuai dengan TUPOKSI

masing-masing;

19. Dalam diskusi kelompok, rumuskan secara bersama-sama, namun

output diskusi kelompok adalah pekerjaan individual setiap

Pendamping Lokal Desa;

20. Dalam diskusi kelompok, minta peserta menggunakan format Lembar

Kerja 11.3.1.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 327

Media Fasilitasi 11.3.1

Teknik Menyusun RKTL

Fungsi Kaidah Aspek

Acuan waktu S (Spesific) Uraian Kegiatan

Acuan Proses M (Measureble) Lokasi

Acuan Sumber Daya A (accurate) Waktu

Menjamin pencapaian

output

R (Realiable) Target output

Menjamin efektifitas kerja T (Time frame) Person In Charge

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 328

Lembar Kerja 11.3.1

RENCANA KERJA TINDAK LANJUT (RKTL)

PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

TAHUN ANGGARAN 2017

NAMA :

JABATAN :

LOKASI TUGAS :

No Uraian

Kegiatan

Target

Output

Langkah

Kerja

Waktu

(Tahun Anggaran 2016)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

DIketahui Pelatih ………………………… 2016

YANG MEMBUAT

______________________ _____________________

1. Setiap peserta WAJIB menuliskan RKTL dalam formulir diatas (2 RKTL, yaitu TA.

2016 dan TA. 2017), dan dikumpulkan kepada pelatih untuk ditanda tangani.

2. Pelatih memberikan penegasan terkait RKTL.

3. Tutup sesi ini dengan tepuk tangan meriah dan salam.

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 329

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 330

Daftar Pustaka

MODUL PELATIHAN PRATUGAS PENDAMPING LOKAL DESA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi | 331

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA