naskah publikasi ekplorasi terhadap kebijakan … · naskah publikasi ekplorasi terhadap kebijakan...
Post on 09-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
EKPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Oleh :
ANDITA ASTRI KARINA
02320055
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
EKSPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
----------------------
Dosen Pembimbing Utama
(Dra. Emi Zulaifah, M.Sc)
EKSPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Andita Astri Karina
Emi Zulaifah
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan yang diterapkan di BNI 46 sudah ramah terhadap wanita, dan bagaimana respon karyawati terhadap kebijakan yang telah diterapkan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah kebijakan perusahaan yang diterapkan dapat mempengaruhi kualitas serta prestasi wanita dalam berkarier. Semakin banyak kebijakan yang diterapkan, maka wanita yang memilih untuk berkarier pun semakin banyak karena merasa didukung oleh perusahaan.
Subjek penelitian ini adalah karyawati Bank BNI 1946 di kantor wilayah 05, Semarang. Adapun subjek yang digunakan yaitu sebanyak 5 orang dan rata-rata mereka sudah lama bekerja di BNI 46. Adapun pengambilan data yang digunakan adalah dengan teknik wawancara berdasarkan pedoman wawancara (interview guide).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disusun untuk dijadikan pedoman wawancara. Setelah itu, dari hasil wawancara tersebut ditemukan tema yang sesuai. Kata kunci : kebijakan yang ramah terhadap wanita, wanita karier
Pengantar
Dalam dekade terakhir ini, wanita telah semakin banyak melakukan hal-hal
yang semula dipandang “hanya untuk pria”. Khususnya, peran serta wanita dalam
pekerjaan berupah meningkat dengan pesat, mengurangi eksklusivitas pria sebagai
pencari nafkah bagi keluarga. Hal ini membuktikan bahwa pembedaan yang kaku
antara apa yang harus dilakukan pria dan apa yang harus dilakukan wanita sedang di
ambang kehancuran dan memperlihatkan bahwa wanita memperoleh kesempatan
berdasarkan kemampuannya untuk menjalankan perannya seluas-luasnya baik
sebagai ibu rumah tangga maupun wanita karier. Di tahun 1940, hanya 15% wanita
menikah yang bekerja mencari nafkah, tetapi pada tahun 1975 bilangan ini telah
meningkat sampai 44% (Bane dalam Sears, 1991). Sedangkan di tahun 2006, di
Indonesia tercatat presentase wanita yang memilih untuk berkarier sebanyak 31,2%
dan pekerjaannya meliputi semua sektor bidang usaha (Tempo, 18-24 Desember
2006). Tidak jarang pula wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak yang
masih kecil ikut berperan dalam sektor publik atau memiliki pekerjaan berupah. Di
sisi lain, wanita juga memperlihatkan peningkatan dalam dunia pendidikan tinggi.
Pada tahun 1978, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, lebih banyak
wanita daripada pria yang masuk di perguruan tinggi (Sears dkk, 1991). Sedangkan di
Indonesia, wanita yang memperoleh pendidikan tinggi sebanyak 91,5%, hanya selisih
5,1% dengan pria yang memiliki presentase 96,6% (Tempo, 18-24 Desember 2006).
Hal ini merupakan perubahan pribadi dan sosial yang sangat berarti.
Walaupun demikian, masih jauh bagi wanita untuk menjadi rekan yang setara
dalam dunia kerja. Dalam setiap masyarakat yang telah diteliti, kaum laki-laki dan
perempuan memiliki peran gender yang berbeda. Ini dibuktikan oleh suatu studi yang
meneliti mengenai pembagian kerja berdasarkan gender (gender division of labor),
dimana hasil studi tersebut menemukan hanya 14 kegiatan dari 50 macam bentuk
pekerjaan di 186 masyarakat yang secara mencolok dilakukan oleh laki-laki di hampir
semua masyarakat (Mosse, 1991). Gender itu sendiri mempunyai arti sebagai
seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan
kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat perilaku
khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di
dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya
– secara bersama-sama memoles “peran gender” kita. Di samping itu, ada beberapa
hal yang amat mempengaruhi peran, yaitu kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.
Kelas sosial hampir selalu berkaitan dengan urusan memutuskan peran gender yang
pantas karena memiliki jenis kelamin (sex) biologis tertentu. Oleh karena itu, jenis
kelamin merupakan salah satu kategori yang paling mendasar dalam kehidupan sosial
yang pada akhirnya menimbulkan suatu stereotip jenis kelamin, yaitu keyakinan
tentang penggolongan-golongan ciri-ciri kepribadian pria dan wanita. Kemungkinan
besar stereotip tersebut akan mempengaruhi persepsi terhadap orang lain bila kita
memiliki informasi dan bila jenis kelamin seseorang tampil sangat mencolok yang
dapat membiaskan prestasi kerja pria dan wanita.
Selama bertahun-tahun, gagasan mengenai pembagian kerja berdasarkan
gender yang tepat memaksa banyak perempuan keluar dari pekerjaan dengan cara,
misalnya, mencegah mereka melakukan giliran kerja malam. Menurut Fiske (dalam
Bauer, 2002), dalam pekerjaan perempuan mendapatkan hasil yang lebih baik atau
memuaskan dalam menyelesaikan pekerjaannya tetapi kurang mampu atau kompeten
dalam proses penyelesaian pekerjaannya, namun pria lebih kompeten atau mampu
dalam proses penyelesaian pekerjaannya tetapi hasilnya tidak begitu memuaskan atau
sempurna. Penelitian yang dilakukan oleh Ancok dkk (dalam Ancok, 2004) dengan
menggunakan sampel penelitian orang Indonesia, menemukan adanya bias di dalam
menilai kemampuan pria dan wanita. Disini pria dianggap unggul dalam bidang
perdagangan, arsitektur, kedokteran, kewartawanan, hukum, politik, dan musik.
Sedangkan wanita hanya unggul pada pekerjaan yang bersifat kewanitaan seperti
merangkai bunga, merancang busana, seni suara, masak-memasak, dan mendidik
anak. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh McCoby & Jacklin (dalam Ancok,
2004), terdapat empat hal yang membedakan perilaku pria dan wanita. Hal yang
berbeda tersebut adalah seperti berikut :
Wanita lebih unggul dari pria dalam hal kecakapan verbal, sedangkan pria lebih unggul dalam kemampuan matematik. Selain itu pria memiliki kepribadian yang lebih agresif dari wanita. Perbedaan lain yang ditemukan adalah dalam hal kemampuan visual. Pria lebih mampu mencari dengan bentuk tertentu di dalam suatu gambar kompleks. Perbedaan dalam aspek lain, misalnya kepribadian dan perkembangan moral. Juga ditemukan tetapi biasanya kurang menunjukkan konsistensi antara penelitian yang satu dengan yang lainnya.
Di samping masalah mengenai pembagian kerja tersebut, masalah mengenai imbalan
yang berupa gaji untuk pria dan wanita mulai muncul ke permukaan, walaupun
terdapat Hukum dan Peraturan Utama tentang Kesetaraan Kesempatan Bekerja
(Equal Employment Opportunity) khususnya Undang-undang mengenai Persamaan
Upah (Equal Pay Act) tahun 1963 yang memiliki ketentuan mengharuskan
pembayaran upah yang sama untuk pria dan wanita yang mengerjakan pekerjaan yang
sama. Perbedaan gaji atau imbalan karena gender juga dialami di Norwegia,
walaupun persentase wanita (43%) yang bekerja penuh waktu lebih banyak daripada
pria (11%), namun besar gaji cenderung lebih rendah di sektor yang didominasi oleh
kaum wanita. Sedangkan, rata-rata jam kerja per minggu adalah 30,4 jam untuk
wanita dan 38,4 jam untuk pria.
Dengan adanya pilihan menjadi wanita karier yang telah menjadi fenomena
bagi sebagian wanita, berbagai persoalan yang berkaitan dengan peran perempuan di
tempat kerja bermunculan di masa sekarang. Dengan bekerja di suatu perusahaan
berarti meningkatkan peran wanita di sektor publik yang artinya wanita mempunyai
beban ganda, yaitu ibu rumah tangga dan menjadi wanita karier. Hal ini terkadang
membuat wanita mengalami stres karena wanita harus membagi waktu antara
keluarga dengan pekerjaannya. Kenyataan ini didukung oleh pernyataan dari Vella
dan Boden (dalam Chuang, 2003), partisipasi wanita dalam dunia kerja sedikit
berbeda dengan partisipasi pria dalam dunia industri karena wanita harus
menyeimbangkan antara keluarga dengan tuntutan pekerjaan. Penemuan yang
mengejutkan dari Robinson dkk (dalam Sears, 1991) adalah bahwa jumlah waktu
yang dihabiskan seorang suami untuk pekerjaan rumah tangga dan merawat anak
tidak ada kaitannya dengan apakah istrinya mempunyai pekerjaan berupah atau tidak.
Seorang suami yang istrinya mempunyai pekerjaan 40 jam seminggu tidak
menghabiskan waktu lebih banyak dari seorang suami yang istrinya dirumah terus
menerus. Perbedaannya hanyalah kaum wanita bekerja menghabiskan lebih sedikit
waktu untuk pekerjaan keluarga (sekitar 28 jam seminggu) daripada yang dilakukan
istri yang mengurus rumah tangga punya waktu sekitar (53 jam seminggu).
Tantangan wanita di tempat kerja tidak sebatas itu saja. Selama bertahun-
tahun kelompok wanita menuduh bahwa wanita menghadapi “atap kaca” di tempat
kerja. Atap kaca (glass ceiling) artinya praktik diskriminasi yang menghalangi wanita
dan anggota kelompok minoritas lainnya untuk naik ke posisi pekerjaan level
eksekutif. Seperti halnya yang terjadi di Norwegia, jumlah wanita yang duduk di
posisi direktur dan posisi tinggi lainnya di sektor swasta masih sedikit dan cenderung
stagnan. Hanya sekitar 7,4% wanita yang menduduki posisi manajer senior di
perusahaan swasta dan 11% menduduki tingkat manajer menengah (data dari tahun
2001). Dengan adanya permasalahan atap gelas tersebut, maka Undang-undang Atap
Kaca (Glass Ceiling Act) tahun 1991 telah disahkan dalam hubungannya dengan
Undang-undang Hak Sipil tahun 1991 dan membentuk komisi Atap Kaca untuk
melakukan studi bagaimana caranya menghancurkan atap gelas yang menghalangi
wanita dan anggota kelompok minoritas lainnya. Selain munculnya permasalahan
atap gelas, terdapat juga permasalahan yang sering terjadi di suatu perusahaan, yaitu
“dinding kaca (glass walls)” atau “elevator kaca (glass elevators)”. “Dinding kaca”
atau “elevator kaca” adalah pembatasan yang membuat wanita hanya membuat
kemajuan di lapangan kerja tertentu. Namun, di beberapa perusahaan telah membuat
program mentor formal untuk meruntuhkan kaca tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan yang cenderung merugikan pihak wanita,
maka beberapa perusahaan mempunyai strategi untuk meminimalkan permasalahan
tersebut antara lain dengan membuat kebijakan-kebijakan yang lebih berorientasi
pada wanita. Salah satunya terbentuknya Undang-undang Diskriminasi atas
Kehamilan (Pregnancy Discrimination Act) tahun 1978 yang menyebutkan bahwa
adanya larangan diskriminasi terhadap wanita karena sedang mengandung,
melahirkan atau kondisi kesehatan yang berhubungan; mengharuskan mereka
diperlakukan seperti tenaga kerja lain untuk tujuan yang berhubungan dengan kerja
termasuk manfaat. Selain cuti hamil, wanita juga mendapatkan kesempatan cuti haid,
seperti yang dikatakan oleh anggota Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Zaimah
Husin, cuti haid telah diatur dalam pasal 81 UU Nomor 13 Tahun 2003. Ayat 1 pasal
itu berbunyi, pekerja atau buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit
dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid. Sedangkan ayat kedua menyatakan, pelaksanaan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama
(http//groups.google.co.hk/group/smokingcorner.05/12/2005). Di Norwegia
diperkenalkan sistem kesejahteraan umum dan kebijakan yang ditujukan untuk
membantu wanita dan pria dalam menyeimbangkan kebutuhan akan keluarga dan
bekerja. Aspek penting dari sistem ini adalah tempat penitipan anak (day-care) yang
dibiayai dengan dana umum dan cuti untuk orang tua (termasuk untuk ayah), yang
memungkinkan pasangan dengan anak yang baru lahir mengambil cuti dengan gaji
hingga kira-kira satu tahun.
Dari pengamatan penulis terhadap suatu perusahaan pemerintahan, yaitu Bank
BNI 46, yang mengembangkan kebijakan-kebijakan yang lebih berorientasi pada
wanita. Dari studi pendahuluan yang penulis lakukan dengan wawancara sederhana
dengan Kepala Bagian Umum dan salah satu karyawati Bank BNI 46, diperoleh
informasi mengenai kebijakan-kebijakan yang ditetapkan di Bank BNI 46. Sistem
kerja lembur di Bank BNI 46 pun diterapkan, baik untuk pria maupun wanita, dan
sebelum melakukan kerja lembur mereka diharuskan mempunyai surat perintah
lembur dari atasan dan kerja lembur tersebut tidak lebih dari tiga jam. Peran wanita di
Bank BNI 46 cukup menonjol, jumlah persentase antara peran pria dan wanita yang
bekerja di Bank BNI 46 adalah 45% untuk pegawai pria dan 55% untuk pegawai
wanita. Hal ini ditunjukkan dengan lebih banyaknya wanita yang diberikan posisi
sebagai teller karena wanita dianggap lebih menarik daripada pria. Namun, untuk
posisi direktur atau manajer eksekutif masih didominasi oleh pria, yaitu 60% untuk
pria dan 40% untuk wanita. Saat ini di Bank BNI 46 wanita hanya sampai pada
posisis sebagai pemimpin divisi, tetapi hal ini tidak menutup kesempatan bagi wanita
untuk naik ke posisi yang lebih tinggi.
Melihat kenyataan bahwa sudah terbukanya kesempatan bagi wanita yang bekerja
walaupun mereka mempunyai peran ganda, maka penulis tertarik untuk menganalisis
peran wanita dalam organisasi secara kualitatif, agar data yang didapat lebih akurat
dan mendalam.
Metode Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pimpinan dan karyawan wanita dari sebuah
bank pemerintahan, yaitu Bank BNI 46 cabang Semarang.
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
metode wawancara mendalam. Wawancara adalah bentuk suatu komunikasi antara
dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu
(Mulyana, 2003). Pedoman wawancara ini biasanya berbentuk interview guide atau
daftar pengecek (checklist). Wawancara dengan pedoman sangat umum ini dapat
berbentuk wawancara terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan pembicaraan
pada hal-hal/aspek-aspek tertentu dari kehidupan/pengalaman subjek. Tetapi
wawancara ini juga dapat berbentuk wawancara mendalam, dimana peneliti
mengajukan pertanyaan mengenai berebagai segi kehidupan subjek, secara utuh dan
mendalam. Sedangkan wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka,
pedoman wawancara ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan
penjabarannya dalam kalimat.
Hasil Analisis
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengelompokkan
data berdasarkan tema yang ditentukan sesuai aspek-aspek yang ingin diungkap
dengan berpedoman pada interview guide yang merupakan penjabaran dari
pertanyaan penelitian. Setelah menemukan tema dan memasukkannya ke dalam sub
kategori dan kategori maka didapat gambaran analisis data sebagai berikut :
1. Faktor Pendorong Wanita dalam Memutuskan Berkarier
Wanita berkarier tidak lepas dari dukungan atau faktor-faktor yang mendorong
mereka dalam memutuskan untuk berkarier. Adanya dukungan dari keluarga
merupakan faktor pendukung yang paling utama, namun dukungan dari pihak
luar juga penting bagi mereka.
2. Dampak Wanita Berkarier
Wanita yang memutuskan untuk berkarier, tidak lepas dari dampak-dampak
yang terjadi selama bekerja. Dampak tersebut bisa berbentuk tantangan atau
konflik. Tantangan terjadi dapat muncul dari perusahaan ataupun di
kehidupan rumah tangganya.
3. Bentuk dari Kebijakan yang Ramah terhadap Wanita
Semua wanita yang bekerja, menginginkan tempat mereka bekerja menerapkan
kebijakan yang ramah pada wanita di segala aspek sehingga dapat mendukung
karier mereka. Kebijakan yang ramah terhadap wanita pun tidak lepas dari
dampak yang akan terjadi, baik yang dirasakan oleh karyawati maupun oleh
karyawan.
4. Pertimbangan Perusahaan Dalam Menerapkan Kebijakan
Dalam menentukan kebijakan yang akan diterapkan, sebaiknya perusahaan
membuat pertimbangan-pertimbangan dalam menyusun kebijakan tersebut.
Dengan adanya pertimbangan sebelum menerapkan kebijakan, diharapkan
dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan wanita di perusahaan terutama
pada saat bekerja.
5. Manfaat Menggunakan Kebijakan yang Telah Diterapkan
Adapun manfaat dari kebijakan tersebut bagi karier wanita apabila wanita
menggunakan kebijakan yang diterapkan sesuai dengan ketentuannya.
Manfaat tersebut memunculkan kesetaraan antara pria dan wanita, serta
terpenuhinya kebutuhan wanita.
6. Keterampilan Mengatasi Konflik
Berkaitan dengan konflik, keterampilan mengatasi konflik sangat penting bagi
sebuah keluarga agar hubungan tetap harmonis. Dukungan keluarga dan pihak
luar sangat diperlukan dalam mengatasi konflik, terutama apabila konflik
yang terjadi sudah tidak dapat diatasi sendiri. Adapun sikap dalam mengatasi
konflik juga mempengaruhi meredanya konflik yang terjadi.
Pembahasan
Secara umum, peneliti mendapatkan beberapa tema dari hasil wawancara
dengan beberapa responden. Dari gambaran tersebut, dapat dibuat model tentang
terbentuknya kualitas kebijakan yang ramah terhadap wanita yang diterapkan di
perusahaan dan kualitas kehidupan wanita yang berperan ganda. Gambaran model
tersebut ialah sebagai berikut :
Gambar 1 : Model kualitas kebijakan yang ramah terhadap wanita
Berdasarkan model tersebut dapat dijelaskan bahwa kualitas kebijakan yang
ramah terhadap wanita mencakup adanya pertimbangan, bentuk dari kebijakan itu
sendiri, dan manfaatnya bagi karyawati. Dengan adanya gambaran tersebut, maka
terbentuklah kesetaraan dalam bekerja antara pria dan wanita. Kesetaraan kesempatan
bekerja (equal employment opportunity-EEO) adalah konsep yang luas yang
menunjukkan bahwa setiap orang harus mendapatkan perlakukan yang sama pada
semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan (Mathis & Jackson, 2002).
Selain terbentuknya kualitas kebijakan yang ramah terhadap wanita, terbentuk
juga kualitas kehidupan wanita yang berperan ganda. Gambaran model tersebut ialah
sebagai berikut :
Gambar 2 : Model kualitas kehidupan wanita yang berperan ganda
Dari gambaran tersebut, dapat dilihat bahwa wanita memutuskan untuk
bekerja karena adanya faktor pendorong dalam kehidupannya. Dukungan ini dapat
berupa kerelaan waktu yang lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan diluar rumah
atau berupa dukungan yang bersifat langsung, misalnya suami menjemput istrinya di
kantor, anak-anak membantu menyelesaikan pekerjaan ibu mereka, dan berbagai
dukungan moril lainnya (Susanto, 1997). Namun, hal itu tidak terlepas dari
munculnya konflik. Konflik-konflik tersebut dapat muncul karena kelebihan beban
peranan (role overloads) dan ketidakmampuan peranan orang yang bersangkutan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kebijakan yang ramah pada wanita yang telah diterapkan oleh perusahaan
mempengaruhi wanita dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa semakin banyak
perusahaan yang menerapkan kebijakan yang ramah terhadap wanita, maka semakin
banyak juga wanita yang memilih untuk menempuh karier. Selain itu, dukungan
keluarga dan pendidikan yang diemban oleh wanita juga mempengaruhi wanita dalam
meniti karier.
Saran
Penelitian ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan sehingga peneliti
merasa perlu adanya saran-saran membangun yang ditujukan pada beberapa pihak
supaya manfaat yang diperoleh lebih berguna.
1. Bank Negara Indonesia 1946
Untuk Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 hendaknya tetap menerapkan
kebijakan-kebijakan yang ramah pada wanita sehingga wanita merasa terbantu
serta meningkatkan kualitas kerja mereka. Semakin banyak kebijakan yang ramah
pada wanita diterapkan, maka semakin banyak pula wanita yang ingin bergabung
dengan BNI 46 dan mendapat respon positif dari wanita. Selain itu, perusahaan
sebaiknya lebih memperhatikan dan mempertimbangkan masalah mengenai
penempatan bagi karyawati.
2. Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya agar bisa mendapatkan hasil penelitian yang lebih
mendalam dari perusahaan yang berbeda dan penelitian lebih terfokus mengenai
penempatan karyawati. Peneliti selanjutnya hendaknya juga memperluas subjek
penelitian seperti menggunakan karyawan untuk mengetahui pendapat mereka
mengenai kebijakan yang telah diterapkan.
Daftar Pustaka
Abdullah, Dr. Iwan. 2001. Sex, Gender, dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta : Tarawang Press
Ancok, Djamaludin. 2004. Psikologi Terapan. Yogyakarta : Darussalam Offset Anima. Pembangunan Berperspektif Gender.
http://siteresources.worldbank.org.18/03/2006 Azhari, Vonna. 2005. Hubungan Pemahaman Gender dan Dukungan Suami dengan
Konflik Peran Ganda pada Wanita. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Bachor, Dan & Durri Andriani. Analisis Kendala Yang Dihadapi Pejabat di
Lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia. http://pk.ut.ac.id/jsi/5durri.htm.10/04/2006
Baner, Cara C. & Boris B. Baltes. 2002. Reducing the Effects of Gender Streotypes
on Performance Evaluations. Sex Roles. Vol.47 no.9-10. Borchorst, Annete. 2005. The Welfare State in an International Perspective. Lecture
no.5 : Gendering Welfare State. http://www.socsi.auc.dk.10/04/2006 Chuang, Hwei-Lin & Hsih-Yin Lee. 2003. The Return on Women’s Human Capital
and The Role of Men Attitudes Toward Working Wives. American Journal of Economics and Sociology. Vol.62 no.2
Departemen Anak & Urusan Keluarga. 2003. Penyebaran Gender di Bidang
Pendidikan dan Pasar Tenaga Kerja. http://www.norwegia.or.id.18/03/2006 Dowling, Collete. Tantangan Wanita Modern : Ketakutan Wanita Akan Kesuksesan.
Jakarta : Erlangga
Idrus, DR. Muhammad, M.Pd. 2005. Metode Penelitian Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Sosial (Dua Pendekatan Penelitian). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
Kenworthy, Lane. 2006. Women-Friendly Policies and Women’s Employment.
http://www.u.arizoterna.edu.27/06/2006 Mathis, Robert L. & John H. Jackson. Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku 1
dan 2. 2001. Jakarta : Salemba 4 Mosse, Julie Cleves. 2003. Gender & Pembangunan. Jakarta : Pustaka Pelajar Offset Mulyana, Dr. Deddy, M.A. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prihartono, Eko. 2005. LBH Apik : Cuti Haid Harus Rogoh Kelamin Salahi UU.
http://groups.google.co.hk/group/smokingcorner.18/03/2006 Primariantari, Rika Pratiwi, Ilsa Newton, & Gall Maria Hardy. 1998. Perempuan dan
Politik Tubuh Fantastis. Monografi Lembaga Studi Realino-9. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Sahrah, Alimatus. 2005. Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap Ketakutan Untuk
Sukses Pada Wanita Karir. Organisasi dan Ketidakpastian. Psikologika : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. No.19 Tahun X. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Samad, Sarminah. 2006. Assessing the Effect of Work & Family Related Factors on
Women Well-Being. Journal of American Academy of Business. Cambridge. Vol.9. Hollywood
Santrock, John W. 2002. Psychology : Seventh Edition. McGraw-Hill
Sears, David O., Jonathan L. Freedman, L. Anne Peplau. 1991. Psikologi Sosial. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Sumartana, TH. 1993. Tuhan dan Agama Dalam Pergulatan Batin Kartini. Jakarta :
Utama Grafiti Suryadi, D dkk. 2004. Gambaran Konflik Emosional Perempuan dalam Menentukan
Prioritas Peran Ganda. Hasil Penelitian. ARKHE. Jurnal Ilmiah Psikologi. Th.9/April 2004
Susanto, Dr. A. B. 1997. Wanita Masa Kini : Pribadi Mempesona Penunjang
Kesuksesan. Jakarta : Perum Percetakan Negara RI Tempo. 2006. Bukan Perempuan Biasa. Edisi Khusus Hari Ibu. Edisi 18-24
Desember 2006 The Asia Foundation. 2005. Gender dan Partisipasi Perempuan di Indonesia.
http:/www.asiafoundation.org.10/04/2006 Wikipedia Indonesia. Kebijakan Publik. http://id.wikipedia.org/wiki.23/04/2006 Winardi, Prof. Dr. SE., 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan
Pengembangan). Bandung : Penerbit Mandar Maju
Identitas Penulis
Nama : Andita Astri Karina
Alamat : Jl. Kaliurang km 5 Pogung Baru Blok A III no.2
Telp/HP : 08175472233
top related