modul 5 pendidikan pancasila dan kewarganegaraan … · 2. nilai, moral, norma, hukum dan peraturan...
Post on 14-Nov-2020
34 Views
Preview:
TRANSCRIPT
No Kode : DAR2/Profesional/027/5/2019
MODUL 5
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
KEGIATAN BELAJAR 3
KONSEP NILAI, MORAL DAN NORMA
Penulis:
Dr. MUHAMMAD HALIMI, M.Pd
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
A. Pendahuluan
Kegiatan belajar ini membahas tentang materi Konsep Nilai, Moral dan Norma.
Mengapa para guru termasuk para guru di sekolah dasar harus memahami, belajar dan
membelajarkan tentang konsep Nilai, Moral dan Norma? Masalah konsep Nilai, Moral
dan Norma menjadi permasalahan yang sudah familiar (telah kita ketahui) dalam
kehidupan keluarga, masyarakat maupun Negara. Persoalan konsep nilai, moral, dan
norma sering sekali menjadi bahan pembicaraan atau diskusi di masyarakat baik yang
berkaitan dengan konsep nilai, moral serta norma, penerapan tentang konsep nilai,
moral, dan norma dalam kehidupan bermasyarakat, maupun pelanggaran terhadap nilai,
moral, dan norma yang ada di tiap masyarakat. Oleh karena itu, sudah seyogianya para
siswa melalui guru-guru sebagai pendidik, pembelajar di sekolah harus sejak dini sudah
dikenalkan tentang konsep nilai, moral, dan norma, supaya mereka mengetahui dan
sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara dan warga masyarakat sehingga
mampu menghargai dirinya sendiri, sekaligus menghargai orang lain, yang pada
akhirnya mereka akan terbiasa untuk menghormati diri dan orang lain yang memiliki
perbedaan nilai, moral, maupun norma masing-masing.
Dalam kegiatan belajar 3 ini Anda akan diajak untuk mengkaji dan menganalisis
beberapa materi yang berkaitan dengan Konsep Nilai, Moral, Norma, hukum dan
peraturan serta aplikasinya dalam pembelajaran di SD, diantaranya:
1. Makna Nilai, Moral, Norma, Hukum, dan Peraturan lainnya.
2. Nilai, Moral, Norma, Hukum dan peraturan lainnya dalam Kehidupan Bernegara
B. Capaian Pembelajaran
Menguasai teori dan aplikasi mencakup muatan materi lima mata
pelajaran pokok di SD 1) Bahasa Indonesia terdiri atas Ragam Teks; Satuan Bahasa
Pembentuk Teks, Struktur, Fungsi, dan Kaidah Kebahasaan Teks Fiksi; Struktur, Fungsi,
dan Kaidah Kebahasaan Teks Nonfiksi, serta Apresiasi dan Kreasi Sastra Anak; 2)
Matematika terdiri atas Bilangan, Geometri dan Pengukuran, Statistik, dan Kapita
Selekta; 3) Ilmu Pengetahuan Alam terdiri atas Metode Ilmiah, Makhluk Hidup dan
Proses Kehidupan, Benda dan Sifatnya, Energi dan Perubahannya, Bumi dan Alam
Semesta; 4) Ilmu Pengetahuan Sosial terdiri atas Manusia, Tempat dan Lingkungan;
Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; Sistem Sosial dan Budaya; Perilaku Ekonomi
dan Kesejahteraan; Fenomena Interaksi Dalam Perkembangan IPTEK dan Masyarakat
Global; dan 5) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang terdiri atas Hak Asasi
Manusia; Persatuan dan Kesatuan Dalam Keberagaman Masyarakat Multikultur;
Konsep Nilai, Moral, dan Norma; Pancasila; serta Kewarganegaraan Global; termasuk
advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari”
C. Sub-Capaian Pembelajaran
Selain memiliki kemampuan seperti telah disinggung di atas, juga Anda
diharapkan memiliki penguasaan materi tentang:
1. Bahan ajar tentang konsep nilai, norma, dan moral.
2. Konsep nilai, moral, norma, hukum, dan aturan lainnya dalam kehidupan
bernegara
3. Upaya perlindungan terhadap nilai, moral, norma, hukum, dan aturan lainnya
oleh negara
Agar anda memperoleh hasil atau memiliki kompetensi yang diharapkan dalam
mempelajari materi pembelajaran pada kegiatan belajar ini, ikutilah petunjuk belajar
berikut ini.
1. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan ini sampai anda paham betul
tentang apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari materi pada kegiatan belajar
ini.
2. Bacalah sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata
yang anda anggap asing. Pelajarilah kata-kata tersebut dengan mencari makna
atau pengertiannya pada kamus yang anda miliki.
3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi kegiatan belajar ini melalui
pemahaman sendiri, dan lakukan sharing pendapat dengan kolega yang juga
memperdalam materi atau dengan instruktur yang ditunjuk oleh lembaga.
4. Mantapkan pemahaman anda melalui diskusi, dan menganalisis berbagai kasus
yang relevan dengan materi pada kegiatan belajar ini.
D. Uraian Materi
Konsep Nilai, Norma, dan Moral
1. Makna Nilai, Moral dan Norma
a. Makna Nilai
Mari kita mulai kegiatan belajar 3 ini, simaklah dengan teliti. Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering mendengar istilah nilai, terkadang kita menilai yang lain atau
terkadang kita sendiri yang dinilai. Bila demikian apakah Anda tahu apa sebenarnya
‘nilai’ tersebut ?, Apa sebenarnya fungsi nilai ? Mungkin Anda sering melakukan
penilaian atau memberikan nilai, namun biasanya kita merasa kesulitan untuk
memberikan definisi tentang nilai. Nah pada kesempatan kegiatan belajar 3 ini, kami
akan mencoba mengajak Anda untuk menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud
dengan nilai ?
Tidak mudah untuk menjelaskan apa itu suatu nilai, namun setidak-tidaknya
dapat dikatakan bahwa nilai merupakan suatu yang menarik bagi kita, sesuatu yang kita
cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya
sesuatu yang diinginkan (K. Bertens, 2004: 139).
Nilai atau “value” (bahasa Inggris) yang kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi nilai, termasuk pada salah satu kajian filsafat, yakni filsafat
nilai (axiology, theory of Value) (Kaelan, 2000:174). Nilai juga biasa dimaknai harga.
Namun, ketika kata tersebut dihubungkan dengan suatu obyek atau dipersepsi dari satu
sudut pandang tertentu, maka harga yang terkandung di dalamnya memiliki tafsiran
yang bermacam-macam. Ada harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi,
antropologi, politik, maupun agama. Perbedaan tafsiran tentang harga suatu nilai lahir
bukan hanya disebabkan oleh perbedaan minat manusia terhadap hal yang material dan
lainnya, tetapi lebih dai itu, harga suatu nilai perlu diartikulasikan untuk menyadari dan
memanfaatkan makna-makna kehidupan.
Dictionary of Sociology and Related Sciencies (dalam Hamid Darmadi,
2007:67) dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek, namun bukan objek itu sendiri. Arti lain dari
nilai adalah sesuatu yang penting, berguna, atau bermanfaat. Misalkan suatu benda
semakin penting, berguna, atau bermanfaat, maka akan semakin tinggi pula nilai dari
benda tersebut. Namun sebaliknya suatu benda ini memiliki banyak kegunaan, suatu
benda tidak penting, berguna atau bermanfaat, maka semakin rendah nilai dari benda
tersebut. Pada contoh nyata misalkan ‘emas’, dikatakan sebagai benda yang bernilai
karena emas memiliki banyak kegunaan; baik sebagai perhiasan, sebagai tabungan
kekayaan pengganti uang, mampu menaikkan kedudukan seseorang karena memiliki
sejumlah emas dan sebagainya. Tapi sebaliknya limbah atau sampah yang yang kurang
berguna, yang hanya merusak lingkungan, maka ia akan ditinggalkan, karena dianggap
kurang bernlai.
Nilai dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara merupakan salah satu
yang dapat dijadikan sebagai alat ukur terhadap arti pentingnya suatu benda, sikap,
perilaku, perbuatan atau lainnya. Oleh karenanya nilai memiliki banyak macam dan
ragamnya.
Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria
bertindak, kriteria keindahan, kriteria kebermanfaatan, ketidak-bermanfaatan, atau
disebut pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu orang berupaya
menjunjung tinggi u n t u k memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit
melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh
individu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai
maka seyogianya ada argumen-argumen baik dan tidak baiknya. Misalnya, mengapa
ada orang yang menolak hukuman mati bahkan mengusulkan agar hukuman mati
dihilangkan karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tentu dilandasi
oleh nilai-nilai kemanusiaan. Ketika ada orang yang berkampanye dan mengajak
orang lain untuk mendukung calon anggota legislatif, karena orang tersebut
terkenal dengan kejujurannya. Hal ini tentu saja dilandasi dengan nilai etika.
Menurut Fraenkel, dalam Rahmat et al et al. (2009: 11) nilai atau value
adalah konsep (concept). Seperti umumnya konsep lainnya, maka nilai sebagai
konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diamati melainkan ada dalam
pikiran orang. Nilai dapat diartikan sebagai kualitas dari sesuatu atau harga dari
sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia, nilai dapat dibagi atas
dua bidang, yaknik nilai estetika dan nilai etika. Estetika terkait dengan masalah
keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati
oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan kaitan perilaku baik dan buruk.
Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang
bias dilakukan atau tidak dilakukan.
Selanjutnya Fraenkel mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan
penilaian, yakni perlu ada pilihan, penghargaan dan tindakan . Pertama, memilih
tindakannya dilakukan secara bebas dari sejumlah alternatif yang dilandasi hasil
pemikiran yang mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akibat dari
alternatif tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang dipilih dan dikenal oleh
masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan
dalam kehidupan secara terus menerus.
Selain dengan kriteria di atas, ada sejumlah indikator untuk menentukan nilai,
yakni dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan, keyakinan,
aktivitas, dan keraguan. Namun, dalam konteks tertentu nilai dapat diidentifikasi
dari keadaan dan kegunaan atau kemanfaatan bagi kehidupan manusia. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa nilai hasil pertimbangan baik atau tidak baik
terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai alasan motivasi untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Dari penjelasan di atas dan untuk menyederhanakan pemahaman Anda, Rohmat
Mulyana (2004: 11) memberikan definisi sederhana yang menyatakan bahwa ‘nilai’
adalah “rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan”. dari sini saya harap, Anda
sudah memahami tentang apa itu nilai.
Setelah menyimak pengertian tentang nilai dengan berbagai kriterianya, betapa
banyak ragam dan jenis nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Pada bahasan
selanjutnya, Anda akan diajak untuk mengidentifikasi tentang macam-macam nilai yang
ada dalam kehidupan masyarakat. Berikut ini macam-macam nilai menurut kriteria
beserta contoh-contohnya di antaranya yaitu:
1) Nilai Sosial, yaitu nilai yang telah melekat di dalam masyarakat serta
berhubngan dengan sikap dan tindakan manusia di dalamnya, nilai ini
berhubungan dengan sikap manusia yang tidak dapat hidup secara mandiri dan
membutuhkan pertolongan orang lain. Contohnya : dalam beberapa tindakan
dan perilaku individu di masyarakat seringkali memperoleh perhatian atau
memperoleh berbagai penilaian, seperti halnya membunuh bernilai buruk,
demikian pula halnya menolongnyapun bernilai buruk.
2) Nilai Kebenaran, yakni nilai yang bersumber dari akal manusia (rasio, cipta,
dan budi), yang mutlak dibawa sejak lahir. Demikian Nilai inipun mutlak dibawa
sejak lahir dalam bahasa agama disebut sebagai fitrah dari yang maha kuasa.
Oleh karena itu banyak yang menyatakan nilai ini adalah merupakan kodrati dari
Tuhan sebagai pemberian tentang nilai kebenaran melalui akal dan pikiran
manusia. Adapun contoh dari nilai ini antara lain : misalnya pada saat seorang
penegak hukum memberikan sanksi kepada orang yang bersalah, Ia akan
memberikan sanksi hukum sesuai dengan kebenaran yang ia yakini.
3) Nilai Keindahan, yakni nilai yang bersumber melalui unsur rasa yang terdapat
pada setiap diri manusia, dengan istilah lain biasa disebut dengan nilai
“estetika”. Keindahan ini bersifat universal, dalam arti semua orang
membutuhkan keindahan. Namun, diantara yang satu dengan orang lainnya akan
memandang keindahan pasti berbeda sesuai selera dan kemampuan mencerna
keindahan tersebut. Contoh lain, misalkan kita menilai sebuah tarian yang bukan
dari lingkungan kita, maka setiap orang akan menilai berbeda, ada yang
menyatakan indah, baik, kurang indah, kurang baik, dan sebagainya.
4) Nilai Moral, yaitu suatu penilaian yang bersumber dari kehendak maupun
kemauan (karsa, etik). Dengan moral manusia dapat bergaul dengan baik antar
sesama manusia lainnya. Oleh karena itu nama lain dari nilai moral ini sering
dikatakan sebagai nilai kebaikan. Contohnya : misalkan ketika seseorang
berbicara dengan lawan bicara yang lebih tua dan dihormati, maka ia akan
menggunakan tutur bahasa yang halus, tidak keras, dan lainya. Hal ini
merupakan etika yang tinggi nilainya
5) Nilai Agama, yakni nilai yang bersumber dari nilai ketuhanan disimpan dalam
sebuah agama. Nilai agama ini merupakan nilai yang sangat tinggi dan mutlak
tidak dapat diganggu gugat. Nilai ini menetap dalam setiap hati manusia melalui
hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa. Nilai agama ini seringkali orang
menyebutkan sebagai nilai religious, yang dapat menuntun manusia ke jalan
yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa baik dalam menjalani kehidupan di dunia,
bahkan hingga ke akhirat kelak. Contoh dari nilai agama ini antara lain : manusia
yang beriman memiliki kewajiban berbakti kepada Tuhan-Nya melalui ritual-
ritual peribadatan agamanya masing-masing. Semua penganut agama sangat
menjunjung tinggi nilai agamanya masing-masing dan mempertahankannya.
Notonagoro berpendapat macam-macam nilai sosial dalam berlangsung
kehidupan masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam diantaranya adalah :
1) Nilai Material, yakni nilai sosial yang berguna bagi jasmani manusia, termasuk
benda-benda nyata yang dapat dimanfaatkan bagi memenuhi kebutuhan fisik
manusia.
2) Nilai Vital, merupakan nilai sosial yang berguna bagi aktivitas atau kegiatan
manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
3) Nilai Rohani, merupakan nilai sosial yang berguna bagi memenuhi kebutuhhan
rohani atau spiritual manusia, nilai ini lebih universal atau umum, Nilai rohani
sendiri dibedakan menjadi beberapa macam , seperti :
a) Nilai Kebenaran dan Nilai Empiris, merupakan nilai yang bersumber pada
proses berpikir oleh akal manusia yang disertai dengan fakta yang terjadi.
b) Nilai Keindahan, merupakan nilai yang berkaitan dengan perasaan atau jiwa
keindahan manusia, atau juga sering disbut sebagai nilai estetika.
c) Nilai Moral, merupakan nilai yang menyangkut perilaku baik maupun buruk
oleh manusia, atau juga sering disebut sebagai nilai etika.
d) Nilai Religius, merupakan nilai ketuhanan yang mengandung suatu keyakinan
atau kepercayaan oleh mansia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dari para ahli lainnya, misalnya Max Scheler (1874-19280) menyatakan bahwa
nilai adalah hal yang dituju manusia. Jika ada orang yang mengejar kenikmatan, maka
hal itu bukan demi kepuasan perasaan, melainkan karena kenikmatan yang dipandang
sebagai suatu nilai. Nilai tidak bersifat relatif, melainkan mutlak. Nilai bukan ide atau
cita-cita, melainkan sesuatu yang kongkret, yang hanya dapat dialami dengan jiwa yang
bergetar dan dengan emosi. Dalam pengertian sehari-hari, nilai sering dikacaukan
dengan hal yang bernilai.Namun Max Scheler membedakan dengan jelas antara nilai
dan hal yang bernilai.Nilai adalah kualitas yang membuat suatu hal menjadi hal yang
bernilai, sedangkan hal yang bernilai merupakan suatu hal yang membawa kualitas nilai.
Kimmball Young (1915-1972), dan sosiolog lainnya memiliki pandangan yang sama
seperti dikemukakan di atas tentang macam nilai-nilai sosial yang hidup dan ada dalam
kehidupan masyarakat.
b. Makna Moral
Dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan “aturan kesusilaan”
atau satu istilah yang sering digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat
peran lain, pendapat, atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,
salah, baik maupun buruk. Moral secara eksplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi, karena moral merupakan alat yang dapat mempersatukan antara individu
atau masyarakat yang satu dengan individu atau masayarakat lainnya. Moral di zaman
sekarang memiliki konotasi berbeda, karena banyak orang yang memiliki moral atau
sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan
dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan dan perasaan seseorang dalam
berinteraksi dengan manusia lainnya. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai
dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang
baik, demikian pula sebaliknya.
Pengertian moral menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bisa diartikan
sebagai :
1) (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budin pekerti; susila;
2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdiriplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana
terungkap dalam perbuatan;
3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
Selain pengertian moral secara umum, etimologi dan menurut KBBI seperti
yang tercantum berbeda-beda dalam mendefinisikan apa itu moral. Di bawah ini dikutif
pendapat beberapa ahli, seperti ditulis oleh Zakky (2018) antara lain :
1) Merian-Webster, Moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang
benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh
kebanyakan orang sesuai dengan standard perilaku yang tepat pada kelompok
atau masyarakat tersebut.
2) Hurlock, moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
sosial. Moral sendiri berarti tata cara, kebiasaan, dan adat. Perilaku moral
dikendalikan oleh konsep-konsep moral atau peraturan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
3) Sonny Keraf, moral dapat digunakan untuk mengukur kadar baik dan buruknya
sebuah tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota
masyarakat (member of society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi
tertentu atau pekerjaan tertentu.
Masih banyak sebenarnya pendapat tentang moral dari para ahli, namun pada
prinsipnya tidak jauh berbeda dengan yang telah dikemukakan di atas. Seperti halnya
Hamzah Ya’qub (1993, hal.14-15) menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia, moral
diterjemahkan dengan arti susila. Yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-
ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi
sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima yang meliputi
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Dengan demikian jelaslah persamaan antara
etika dan moral. Namun ada pula perbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori,
sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis.
Dalam mempelajari tentang moral, kita mengenal istilah, perkembangan moral
seorang anak manusia sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh karena
itu teori perkembangan moral yang dikembangkan oleh Laurence Kohlberg ini
berkaitan erat dengan teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean
Piaget. Pengembangan teori perkembangan moral yang dikembangkan berkaitan erat
dengan tingkat kematangan seorang anak manusia. Dalam hal ini Anda diajak untuk
menelaah sejenak tentang pemahaman para ahli tersebut, antara lain :
1) Jean Piaget, yang dikenal dengan Perkembangan Kognitif. Piaget membagi
perkembangan konitif seseorang pada empat tahap, yaitu sensori motor,
praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Tahap sensori
motor, terjadi pada usia sekitar 0 – 2 tahun. Pada tahapini anak dicirikan dengan
tindakannya yang suka meniru dan bertindak secara refleks. Anak dalam tahap
ini hanya memikirkan apa yang terjadi sekarang. Anak akan meniru apa yang
diperbuat orang dewasa. Oleh karena itu penanaman nilai dilakukan dengan cara
menirukan, dan orang dewasa sebagai teladan yang ditirukan. Tahap
praoperasional, terjadi pada umur 2 – 7 tahun, pada tahap ini anak mulai
menggunakan simbol dan bahasa. Dengan penggunaan bahasa, anak mulai
dapat memikirkan yang tidak terjadi sekarang, tetapi yang sudah lalu. Dengan
adanya bahasa maka ia dapat mengungkapkan sesuatu hal lebih luas daripada
yang dapat dijamah, yang sekarang dilihatnya. Tahap praoperasional konkret,
terjadi pada umur 7 – 11 tahun, anak sudah mulai berpikir transformasi. Pada
tahap ini anak dapat mengerti adanya perpindahan benda, mulai mampu
membuat klasifikasi, namun dasarnya masih pada hal konkret. Anak sudah
mengerti persoalan sebab akibat. Oleh karena itu, dalam penanaman nilai pun
sudah dapat dikenalkan suatu tindakan dengan akibat yang baik dan tidak baik.
Tahap opreasional formal, terjadi pada umur 11 tahun ke atas, anak sudah
mampu berpikir formal, abstrak. Ia dapat berpikir secara deduktif, induktif dan
hipotesis. Ia tidak membatasi berpikir pada yang sekarang, tetapi dapat berpikir
tentang yang akan datang, sesuatu yang diandaikan. Anak sudak dapat diajak
menyadari apa yang dibuatnya dengan alasannya. Segi rasionalitas tindakan
sudah dapat diajarkan. Penanaman nilai pada tahap ini anak sudah dapat diajak
diskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik.
2) Lawrence Kohlberg (dalam Cheppy Haricahyono:61-62) seorang pakar dan
praktisi dalam pendidikan moral, mendasarkan pandangannya dari penelitian
yang dilakukan bertahap terhadap sekelompok anak selama 12 tahun. Kohlberg
membagi perkembangan moral seseorang pada tiga tingkat, yaitu tingkat
prakonvensional,tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional. Dari
ketiga tingkat tersebut Kohlbeg membagi menjadi enam tahap yaitu : (a)
orientasi pada hukuman dan ketaatan, tahap ini penekannnya pada akibat fisik
suatu perbuatan menentukan baik dan buruknya, tanpa menghiraukan arti dan
nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak menghindari hukuman lebih
dikarenakan rasa takut, bukan karena rasa hormat; (b) orientasi hedonis
(kepuasan individu), tahap ini ditandai dengan perbuatan yang benar adalah
perbuatan yang memuaskan kebutuhan individu sendiri, tetapi juga kadang
mulai memperhatikan kebutuhan orang lain. Hubungan lebih menekankan unsur
timbal balik dan kewajaran; (c) orientasi anak manis, pada tahap ini anak
memenuhi harapan keluarga dan lingkungan sosialnya yang dianggap bernilai
pada dirinya sendiri, sudah ada loyalitas. Unsur pujian menjadi penting dalam
tahap ini karena yang ditangkap anak adalah orang dipuji karena berlaku baik.
Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau yang membantu
orang lain, dan yang disetujui oleh mereka; (d) orientasi terhadap hukum dan
ketertiban, pada tahap ini dinyatakan bahwa menjalankan tugas dan rasa hormat
terhadap otoritas adalah tindakan yang benar. Orang mendapatkan rasa hormat
dengan perilaku menurut kewajiban; (e) orientasi kontak sosial legalitas,tahap
ini ditandai bahwa perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-
hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis oleh seluruh
masyarakat terdapat satu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan
pendapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai
kesepakatan, ini menunjukkan tahap tinggi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak
adalah soal nilai dan pendapat pribadi; dan (f) etika universal, tahap ini ditandai
dengan orientasi pada keputusan suara hati dan prinsip etis yang telah dipilih
sendiri, yang mengacu pada pemahaman logis menyeluruh, universal mengenai
keadilan timbal balik, dan persamaan ha asasi manusia, serta mengenai rasa
hormat terhadap martabat manusia.
Tahap pertama dan kedua yang disebut dengan tahap prakonvensional terjadi
pada anak-anak Sekolah Dasar sampai dengan kelas tiga (kira-kira berusia sepuluh
tahun). Adapun tahap konvesional biasanya dimulai pada tahap remaja menuju dewasa.
Tahap pascakonvensional biasanya dicapai oleh orang-orang yang telah dewasa. Pada
tahap ini orang disebut mempunyai kematangan moral.
c. Makna Norma
Pada hakikatnya norma hadir, dikembangkan dan tumbuh dalam manusia yang
hidup bermasyarakat. Manusia adalah mahluk sosial ‘zoon politikon’ (Aristoteles, 384-
322 S.M.) yang selalu memerlukan orang lain untuk keberlangsungan hidup. Agar
kehidupan dapat berjalan dengan teratur, maka manusia membutuhkan berbagai aturan.
Manusia hidup sebagai makhluk sosial yang melangsungkan kehidupannya dengan
berinteraksi dan bersosialisasi, dan orang yang ingin hidup harmonis maka wajib
mematuhi aturan atau ketentuan, dan jika tidak maka ia akan memperoleh sanksi, baik
sanksi hukum maupun sanksi sosial.
Dalam berinteraksi dan bersosialisasi ini, manusia membutuhkan kontak atau
hubungan dengan manusia lainnya, dan kontak antara manusia dengan manusia lainnya
merupakan fitrah, karena pada prinsipnya bahwa manusia sulit untuk hidup mandiri
dalam memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan yang lainnya. Artinya manusia itu
adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan
sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk
sosial itu selalu berorganisasi.
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan
berkelompok. Hidup berkelompok merupakan kodrat manusia dalam memenuhi
kebutuhan dan mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam maupun
yang datang dari luar. Dalam hidup berkelompok inilah terjadinya interaksi antar
manusia, sehingga bertemulah dua atau lebih kepentingan. Pertemuan kepentingan
tersebut disebut “kontak“.
Harmonisasi hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, membutuhkan
semacam pedoman, aturan atau ketentuan, atau apapun dan ketentuan tersebut biasa
yang kita kenal dengan istilah ‘norma”. Norma adalah kaidah, pedoman, acuan, dan
ketentuan berinteraksi dan berperilaku antara manusia di dalam suatu kelompok
masyarakat dalam menjalani kehidupan bersama.
Secara etimologi, kata norma berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Norm” yang
artinya patokan, pokok kaidah, atau pedoman, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Biasanya norma berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, misalnya etnis
atau Negara tertentu. Namun, ada juga norma yang sifatnya universal dan berlaku bagi
semua manusia. Oleh karenanya bagi individu atau kelompok masyarakat yang
melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut, maka akan dikenakan
sanksi yang berlaku.
Beberapa ciri yang melekat pada norma yang ada dalam masyarakat setelah
menyimak karekteristik yang dikemukakan di atas, antara lain :
1) Pada umumnya norma tidak tertulis, kecuali Norma Hukum.
2) Norma bersifat mengikatdan terdapat sanksi di dalamnya.
3) Norma merupakan kesepakatan bersama anggota masyarakat.
4) Anggota masyarakat wajib menaati norma yang berlaku.
5) Anggota masayarakat yang melanggar norma dikenakan sanksi.
6) Norma dapat mengalami perubahan sesuai perkembangan masyarakat.
Macam-macam norma yang ada dalam kehidupan masyarakat dapat dibedakan
berdasarkan sifat, daya atau kekuatan mengikat norma-norma tersebut. Berikut macam-
macam norma berdasarkan sifatnya :
1) Norma yang mengatur kehidupan masyarakat pada umumnya terbagi menjadi 2
macam :
a) Norma Formal, yaitu ketentuan dan ketentuan dalam kehidupan bermasyarakat
sengaja dibuat oleh lembaga atau institusi yang bersifat formal atau resmi.
Norma semacam ini memiliki rasa kepercayaan yang lebih tinggi untuk
mengatur kehidupan masyarakat karena dibuat oelh lembaga-lembaga resmi
atau legal. Contohnya : perintah presiden, konstitusi, peraturan pemerintah,
surat-surat keputusan, dan lain sebagainya.
b) Norma Non Formal, yaitu ketentuan dan tata aturan dalam kehidupan
bermasyarakat yang tidak diketahui tentang siapa dan bagaimana yang membuat
dan menerangkan tentang norma tersebut. Beberapa ciri yang dapat dilihat dari
norma non formal ini, antara lain : tidak tertulis atau jika tertulis hanya sebagai
karya sastra, bukan dalam bentuk aturan yang baku. Selain itu juga norma non
formal memiliki jumlah yang lebih banyak dibanding nrma formal, hal ini
sebagai konsekuensibanyaknya variable-variabel yang terdapat dalam norma
non formal.
2) Beberapa norma yang dapat dilihat dari daya pengikatnya terhadap kehidupan
sosial di masyarakatnya (Soerjono Soekanto, 1982:174-176), antara lain :
a) Cara (Usage), yakni mengacu pada bentuk perbuatan-perbuatan yang lebih
menonjolkan pada hubungan yang terjadi antar individu. Penyimpangan yang
terjadi pada cara (usage) ini tidak akan memperoleh sanksi atau hukuman yang
berat, namun hanya sekedar celaan, ejekan, atau cemoohan. Misalkan : ketika
orang bersendawa yang memperoleh kepuasan setelah makan. Dalam kehidupan
bermasyarakat bersendawa secara sembarang dianggap kurang sopan, dan dapat
menyinggung perasaan orang lain. Namun, apabila dilakukan secara baik
dengan tatacara aturan, maka bersendawa tersebut tidak tercela.
b) Tata Kelakuan (Mores), yakni apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap
sebagai suatu cara dalam suatu cara berperilaku, namun dapat diterima sebagai
norma pengatur, maka kebiasaan seperti itu dapat menjadi tata kelakuan
(mores). Tata kelakuan tersebut akan mencerminkan sifat-sifat yang ada dari
sekelompok yang dilaksanakan. Seperti halnya melaksanakan perkawinan yang
terlalu dekat baik hubungan darah atau sejenisnya, pada sebagian besar
masyarakat adalah dilarang, sadar atau tidak sadar. Tata kelakukan seperti ini di
satu pihak dapat memaksakan sebuah tindakan, sedangkan di lain pihak
hanyalah sebuah larangan, sehingga secara langsung dapat menjadi suatu alat
agar diantara anggota masyarakat dapat menyesuaikan perbuatannya dengan tata
kelakuan tersebut.
c) Adat Istiadat (Custom), yakni tata kelakukan yang terintegrasi kemudian
menjadi kuat keberadaannya dengan pola perilaku masyarakat dapat meningkat
menjadi sebuah adat istiadat (custom). Apabila terdapat salah satu anggota
masyarakat yang melanggar adat istiadat tersebut akan mendapat suatu sanksi
atau hukuman yang keras. Misalnya : hukum adat istiadat yang ada di daerah
Lampung melarang adanya perceraian pasangan suami isteri. Apabila terjadi
perceraian pasangan suami isteri, bagi orang yang melakukan pelanggaran adat
tersebut termasuk keturunannya yang kemudian akan dikeluarkan dari
masyarakat sampai suatu saat keadaannya menjadi pulih kembali. Perilaku
norma yang demikian berlaku dalam sebuah lingkungan berbeda antara yang
satu dengan lainnya.
d) Hukum (Law) merupakan sebuah ketentuan hukum dalam mengatur individu di
lingkungan masyarakat baik itu tertulis atau tidak tertulis yang dicirikan oleh
adanya penegak hukum, serta sanksi yang bersifat untuk menyadarkan dan
menertibkan pelaku si pelanggar norma hukum dengan sanksi yang pasti. Lain
halnya dengan yang kita kenal dengan Hukum Adat, walaupun memiliki sanksi,
namun sanksinya hanya bersifat sosial atau lahir dari kespakatan masyarakat
pemangku adat tersebut.
e) Norma Mode (Fashion), norma ini lahir karena kehadiran gaya dan cara
anggota masyarakat yang cenderung untuk berubah, bersifat baru, serta diikuti
masyarakat pada umumnya. Norma fashion semacam ini ada hubungannya
dengan sandang, pangan yang berlaku saat itu yang menghiasi anggota
masyarakat.
Norma-norma itu mempunyai dua macam isi yang berwujud : perintah dan
larangan. Apakah yang dimaksud perintah dan larangan menurut isi norma tersebut?
Perintah merupakan kewajiban bagi seseorang untuk berbuat sesuatu karena akibat-
akibatnya dipandang baik. Sedangkan larangan merupakan kewajiban bagi
seseorang untuk tidak berbuat sesuatu karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Terdapat beberapa norma yang berlaku di lingkungan masyarakat dilihat dari
sumber dan sanksinya, antara lain :
a) Norma agama, adalah kaidah-kaidah atau pengaturan hidup yang dasar
sumbernya dari wahyu Ilahi. Norma agama merupakan suatu aturan hidup yang
harus diterima dari sang Kholik (pencipta) kepada manusia sebagai mahluk
(yang diciptakaan) sebagai pedoman baik itu sebagai perintah, larangan atau
anjuran lainnya. Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup
beriman dan sanksinya berasal dari yang maha kuasa. Contoh norma agama
ini diantaranya ialah :
1) Kewajiban melaksanakan beribadah
2) Menjauhi larangan : membunuh, mencaci, menyakiti diri sendiri dan
orang lain, menghina, mencuri, memfitnah, berjudi, meminum-
minuman keras, menipu, dan sebagainya.
3) Melaksanakan anjuran : berbagi harta berupa sumbangan, membantu
fakir miskin, memelihara tali persaudaraan, memelihara lingkungan, dan
lainnya, tidak membantah terhadap orang tua, dan sebagainya.
b) Norma Kesusilaan, norma yang lahir dari hati nurani manusia. Setiap manusia
memiliki hati nurani yang merupakan pembeda dari mahluk-mahluk lain ciptaan
yang Maha Kuasa. Norma kesusilaan ini sama dengan moral atau akhlak. Norma
ini lahir untuk menjaga kesucian atau kebersihan hati nurani serta akhlaq. Adapn
sanksinya bagi pelanggar adalah berupa sanksi moral yang lahir dari hati nurani
itu sendiri, biasanya berupa penyesalan. Diantara norma kesusilaan yang
nampak dalam kehidupan masyarakat antara lain :
1) Kita harus berlaku jujur;
2) Jangan membuat kegaduhan dalam kehidupan masyarakat;
3) Tidak melakukan penipuan
4) Jauhi sifat bohong terhadap diri sendiri atau orang lain;
5) Menghargai dan menghormati orang lain;
6) Berlaku adil dan berbuat baik terhadap sesama;
7) Berlaku jujur dan benar, dan lainnya
c) Norma Kesopanan, norma ini biasa disebut sebagai norma adat dalam suatu
masyarakat tertentu. yakni norma yang lahir dari masyarakat untuk menjaga
keharmonisan hidup bersama, dan sanksinya dari masyarakat berupa celaan atau
pengucilan. Norma ini timbul dan diadakan oleh masyarakat itu sendiri untuk
mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling
hormat menghormati. Akibat dari pelanggaran terhadap norma ini ialah
dicela sesamanya, karena sumber norma ini adalah keyakinan masyarakat
yang bersangkutan itu sendiri. Hakikat norma kesopanan adalah kepantasan,
kepatutan, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
Norma kesopanan sering disebut sopan santun, tata krama atau adat istiadat.
Norma kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan
bersifat khusus hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja.
Apa yang dianggap sopan bagi segolongan masyarakat, mungkin bagi
masyarakat lain tidak demikian. Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) Bertutur kata yang sopan dengan tidak menyakiti yang lain;
2) Memohon izin untuk memasuki rumah orang lain;
3) Tidak meludah di sembarang tempat;
4) Tidak membuang sampah selain pada tempat yang disediakan;
5) Menghormati orang yang lebih tua atau yang dituakan;
6) Memberikan kesempatan kepada orang tua, atau orang sakit, dan lainnya
ketika di kendaraan umum;
7) Menghormati guru, dan lainnya.
d) Norma Hukum, merupakan aturan yang sumbernya dari negara atau
pemerintah. Norma ini dibuat oleh pejabat pemerintah yang memiliki wewenang
dari negara. Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat
dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa
berupa peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, kebiasaan, doktrin,
dan lainnya. Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang
memaksa, sanksinya yang tegas berupa ancaman hukuman. Penataan dan
sanksi terhadap pelanggaran peraturan- peraturan hukum bersifat heteronom,
artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan negara.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) Melakukan penganiayaan kepada orang lain diancam hukuman terdapat
dalamm KUHP
2) Melakukan penipuan dalam proses jual beli apapun barang dan jenisnya
diancam dalam KUHP.
3) Pembunuh diancam dengan hukuman terdapat dalam KUHP;
4) dan lainnya.
2. Kedudukan Nilai, Moral, dan Norma
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, hingga tingkat
internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal
dengan sebutan sopan santun, tatakrama, protokoler, dan sebagainya. Maksud dari
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat
agar mereka senang, tenang, tenteram , terlindung tanpa merugikan kepentingannya,
serta terjaminnya agar perbuatan yang tengah dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan
yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang
mendasari tumbuh kembangnya etika masyarakat.
Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya tidak bisa hidup dengan seenaknya
sendiri, karena dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai aturan, dimana aturan-
aturan tersebut sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dengan kaidah
yang berlaku di masyarakat. Sehingga manusia atau individu yang memiliki moral yang
baik, dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat.
Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata tentang nilai, moral dan
norma serta kaidah-kaidah masyarakat lainnya dalam kehidupan setidaknya memiliki
dua alasan pokok :
a) Untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan nilai, moral
serta norma yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak
dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya dari anggota masyarakat
yang lain, maka pribadi tersebut tidak akan merasa aman, tentram, dan nyaman.
Akibatnya dia tidak akan merasa betah tinggal di masyarakat, padahal setiap
individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada. Akibatnya dia tidak
merasa betah di masyarakat yang tidak menerimanya, dengan demikian
selanjutnya dia tidak akan bertahan tinggal di masyarakat tersebut, dan kelak dia
harus mencari masyarakat lain yang kiranya mau menerimanya sebagai anggota
dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, dia pun kelak dihadapkan pada
tuntutan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat
sebelumnya dimana dia pernah tinggal, yaitu kemampuan untuk hidup dan
bertingkah laku menurut nilai, moral dan norma serta kaidah-kaidah yang
berlaku pada masyarakat yang baru. Karena setiap masyarakat masing-masing
mempunyai nilai, moral, norma serta kaidah-kaidah lainnya yang harus diikuti
oleh anggotanya.
b) Untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat
tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan
individu yang tinggal di suatu tempat yang kita sebut masyarakat telah
menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut
norma, nilai, moral serta kaidah-kaidah sosial lainnya yang harus diikuti oleh
anggotanya. Nilai, moral, norma, dan kaidah-kaidah sosial lainnya tersebut
merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan
bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama. Dengan demikian,
kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat
tidaknya dipertahankan nilai, moral, norma dan kaidah masyarakat yang
bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya,
apabila tata aturan yang berupa nilai, moral, norma, serta kaidah masyarakat
lainnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang
diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan ini kita semua telah menyadari
bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing
yang akan membawa nilai, moral, norma, serta kaidah kehidupan masyarakat
lainnya yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut sangat penting
bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi
masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki nilai, moral, norma, dan
kaidah lainnya sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.
Secara sederhana dapat kita simpulkan tentang kedudukan nilai, moral, serta
norma sebagai berikut :
1) Nilai merupakan suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-
kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil
keputusan. Nilai bersumber pada budi nurani yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan
salah satu wujud kebudayaan di samping sistim sosial dan karya. Melalui
pendidikan terintegrasi antara ketiga kajian nilai, moran dan norma, setidaknya
mampu mengurangi kesenjangan perilaku peserta didik.
2) Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia. Moralitas merupakan suatu usaha untuk
membimbing tindakan seseorang dengan akal dan hati (perasaan). Membimbing
tindakan dengan akal maksudnya melakukan apa yang paling baik menurut akal,
seraya memberi bobot yang seimbang menyangkut kepentingan individu yang
akan terkena oleh tindakan itu. Hal ini merupakan gambaran tindakan pelaku
moral yang sadar. moral mengarahkan pelaku moral untuk memiliki
keprihatinan, tanpa pandang bulu terhadap kepentingan setiap orang yang
terkena oleh apa yang dilakukan beserta implikasinya.
3) Norma merupakan kebiasaan umum yang menjadi menjadi acuan atau ketentuan
perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma
akan berkemang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya.
Pada akhirnya nilai, moral, norma, serta kaidah masyarakat lainnya merupakan
hal yang sangat penting, yang memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan dalam berbagai
situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan pelayanan profesi atau keahliannya
masing-masing.
Nilai, Moral, dan Norma dalam Kehidupan Bernegara
1. Nilai, Moral dan Norma dalam Hubungan Warga Negara dengan Negara
Negara sebagai organisasi memiliki kewajiban melindungi dan mensejahterakan
seluruh warga masyarakatnya. Dengan sejumlah nilai, moral dan norma yang dimiliki
oleh Negara memiliki kewajiban pula membina dan mencerdaskan warga Negara untuk
menjadi baik, taat, patuh, menghargai sesama warga Negara, mengetahui dan
melaksanakan tentang hak dan kewajibannya Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia (UUD NRI) dalam pembukaannya alinea ke-4 menyatakan bahwa
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yag berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
Dari pernyataan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea 4 di atas kita dapat
pahami bahwa untuk mewujudkan tujuan Negara yang demikian tidaklah mudah dan
berbagai macam kegiatan dan upaya dilakukan oleh Negara terhadap warga negaranya.
Salah satu upaya yang dilakukan melalui pendidikan, baik formal, informal, maupun
non formal. Semua orang pasti setuju pendidikan merupakan hal yang sangat penting
untuk membantu seseorang mencapai kesuksesannya, meskipun sebenarnya pendidikan
bukanlah satu-satunya hal yang menentukan keberhasilan tersebut. Kepandaian tanpa
pembentukan karakter yang baik hanya akan menghasilkan sebuah ijazah, namun tidak
menghasilkan generasi yang berbudi luhur
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam
menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang
paling efektif dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena
saling melengkapi dan mendukung antara satu sama lainnya
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan
rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap
satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Keterkaitan antara nilai, moral, dan norma yang diterima warga negara terhadap
negara amat kuat, Negara tidak akan menjadi baik tanpa didukung oleh warga Negara-
warga Negara yang baik, yakni warga Negara yang tahu akan hak kewajibannya sesuai
dengan nilai, moral dan norma yang ada. Cerminan nilai, moral, dan norma yang hidup
dalam masyarakat sebagai warga Negara dalam budaya.
Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan
keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral,
norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan
lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu digunakan
dalam kehidupan manusia dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem
kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai
makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan;
akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama manusia dan alam kehidupan, manusia
diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang telah dihasilkannya.
Ketika kehidupan manusia terus berkembang, maka yang berkembang sesungguhnya
adalah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik,
sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan
masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk
kehidupan masa kini dan masa mendatang.
Nilai, moral dan norma dalam hubungann antara warga Negara dan Negara
terlaksana melalui program pendidikan sebagai salah satu upaya mewariskan nilai,
moral, dan norma yang terdapat dalam Pancasila sebagai sumber nilai, moral, dan
norma, merupakan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan warga Negara.
Di atas telah dijelaskan bahwa pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh
dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya,
karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai
dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip-prinsip
itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini
terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi
orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih
mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
2. Nilai, Moral dan Norma dalam Hubungan Sesama Warga Negara
Manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa pada hakekatnya memiliki sifat
kodrat sebagai makhluk individu dan mahluk sosial. Oleh karena itu bangsa pada
hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dan sifat kodrat manusia dalam merealisasikan
harkat dan martabat kemanusiaannya. Manusia adalah makhluk yang membutuhkan
orang lain dalam kehidupannya sehari-hari. Tdak mungkin manusia itu hidup
menyendiri di atas dunia ini. Arti kehidupan bagi manusia adalah adanya dia
berhubungan dengan manusia lai. Dalam hal ini manusia mempunyai naluri untuk
bermasyarakat; kodratnya adalah mahluk sosial, manusia itu adalah “homo socius”.
Inilah pangkal tolak untuk lebih memperhatikan nilai, moral serta norma yang hidup
dalam masyarakat yang tercermin dalam bentuk kebudayaan. Kebudayaan manuai tidak
lain dari pencerminan dan akibat dari manusia itu hidup bersama. Harkat manusia tidak
saja ditentukan oleh kemampuan fisik dan kejiwaan belaka, tetapi seberapa jauh dia itu
mempunyai kemampuan dalam hidup bermasyarakat
Pancasila sebagai sumber nilai, moral dan norma, serta kaidah-kaidah
masyarakat lainnya menyadari bahwa manusia sebagai bagian masyarakat, perlu
memiliki pedoman untuk mencapai keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam
kehidupan masyarakat tersebut. Perlunya nilai, moral, dan norma agar kehidupan
bersama berlangsung secara serasi dan baik penuh rasa kekeluargaan dan tanggung
jawab. Peranan Pancasila sebagai sumber nilai, moral, dan norma bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara memberi arah sehingga hubungan masyarakat dijiwai oleh
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Maka disusunlah berbagai aturan nilai,
moral dan norma bagi kehidupan masyarakat sebagai warga Negara, misalnya
disusunnya norma hukum seperti KUHP, Undang-Undang yang mengatur tentang
pertanahan, perdagangan, perkawinan, dan lainnya.
Bagi manusia nilai di jadikan sebagai landasan, alasan atau motivasi dalam
bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Beberapa beberapa fungsi
nilai berkaitan dengan kehidupan manusia seperti dikemukakan oleh Zuhroh Nilakandi
(2019), kemudian dikembangkan intisarikan berfungsi :
a. Sebagai faktor pendorong: nilai berhubungan dengan cita-cita dan
harapan.
b. Sebagai petunjuk arah: nilai berkaitan dengan cara berfikir, berperasaan,
bertindak serta menjadi panduan dalam menentukan pilihan.
c. Nilai sebagai pengawas: nilai mendorong, menuntun, bahkan menekan
atau memaksa individu berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai yang
bersangkutan.
d. Nilai sebagai alat solidaritas: nilai dapat menjaga solidaritas dikalangan
kelompok atau masyarakat.
e. Dapat mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkah laku.
f. Nilai sebagai benteng perlindungan: nilai berfungsi menjaga stabilitas
budaya dalam suatu kelompok atau masyarakat.
Proses terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum dalam masyarakat
dan negara merupakan proses yang berjalan melalui suatu kebiasaan untuk berbuat baik,
suatu disposisi batin yang tertanam karena dilatihkan, suatu kesiapsediaan untuk
bertindak secara baik, dan kualitas jiwa yang baik dalam membantu kita untuk hidup
secara benar. Salah satu cara mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang
berkualitas adalah keutamaan moral yang mencakup nilai, moral, dan etika.
Dalam hubungannya antara nilai dan moral merupakan dua hal yang sangat erat.
Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal baik buruk. Moral juga bisa
dikatakan sebagai perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan
manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga
sebaliknya. Jadi disimpulkan moral adalah tata aturan norma-norma yang bersifat
abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan perbuatan tertentu dan
sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang baik.
Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat moral berfungsi, yaitu:
a. Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama
sebagai bagian masyarakat.
b. Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
c. Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.
a. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita
tidak mungkin menggambarkan hidup manusia tanpa masyarakat. Dalam
kaitannya dengan masyarakat tujuan hukum yang utama adalah untuk
ketertiban. Hukum merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum.
Norma hukum adalah peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku.
Norma hukum diatur untuk kepentingan manusia dalam masyarat agar
memperoleh kehidupan yang tertib. Norma hukum dibutuhkan karena
2 hal, yaitu: (1) Karena bentuk sanksi dari norma agama, kesusilaan dan
kesopanan belum cukup memuaskan dan efektif untuk melindungi
ketertiban masyarakat; (2) Masih banyak perilaku lain yang belum diatur
dalam norma agama, kesusilaan dan kesopanan, misalnya perilaku di
jalan raya.
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalah-gunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi
dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, perlindungan HAM dan memperluan kekuasaan politik serta cara perwakilan
dimana mereka yang akan dipilih.
Hadirnya hokum dalam masyarakat bukanlah tanpa fungsi. Adapun fungsi
hukum dalam kehidupan masyarakat yaitu :
a. Sebagai alat pengukur tertib hubungan masyarakat
b. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
c. Sebagai penggerak pembangunan
Hubungan manusia dan hukum ada dalam setiap sikap dan perilaku termasuk
tutur kata senantiasa diawasi dan dikontrol oleh hukum yang berlaku. Kehidupan
manusia sehari-hari berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Manusia yang sadar
hukum akan selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Manusia
tersebut tidak akan main hakim sendiri dalam menyelesaikan suatu masalah.
Hubungan manusia sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat
tidak bisa terlepas dari nilai, moral, norma dan kaidah-kaidah masyarakat lainnya adalah
suatu hal yang saling berkaitan dan saling menunjang. Sebagai warga negara kita perlu
mempelajari, menghayati dan melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral, dan
hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
3. Nilai, Moral dan Norma dalam Pengembangan Komitmen Bela Negara
Pasal 30 (1 dan 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD-NRI 1945) menyatakan “Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara (1); Usaha pertahanan dan
keamanan Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebagai kekuatan pendukung (2)”, pasal ini merupakan pasal yang berkaitan dengan
kewajiban setiap warga Negara dalam usaha bela Negara.
Bela negara adalah sikap dan perilaku seluruh warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam menjalin
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Peran penting Bela Negara dapat disimak secara lebih jernih dan mendalam
melalui perspektif keamanan dan pertahanan. Keutuhan wilayah Indonesia, beserta
seluruh sumber daya, kedaulatan dan kemerdekaannya, selalu terancam oleh agresi
asing dari luar dan pergolakan bersenjata dari dalam. Coba kita perhatikan ancaman
yang akhir-akhir ini terjadi di Papua sebagai sebagian wilayah Negara kita dirongrong
oleh Negara-negara yang tidak senang terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia,
dengan menggunakan sesama warga Negara membuat kekacauan. Ancaman terhadap
Negara kita banyak macam ragamnya selain agresi militer, juga ancaman ekonomi,
ancaman ideology, ancaman budaya, dan lainnya.
Berbagai ancaman baik datang dari luar atau yang terjadi di dalam negeri,
seandainya menjadi nyata dan Indonesia tidak siap, semuanya bisa kembali ke titik nol.
Antisipasi para pendiri bangsa tercantum dalam salah satu poin tujuan nasional yang
tertera dalam alinea 4 UUD-NRI tahun 1945 yaitu “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Pernyataan ini menjadi dasar dari
tujuan pertahanan. Ia tidak berdiri sendiri tetapi berbagi ruang dengan tujuan keamanan
atau ketertiban sipil dan berdampingan 3 (tiga) tujuan lainnya, yakni tujuan
kesejahteraan (memajukan kesejahteraan umum), tujuan keadaban (mencerdaskan
kehidupan bangsa) dan tujuan kedamaian (berpartisipasi aktif dalam perdamaian dunia
yang adil dan abadi). Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran yang lahir dari setiap warga Negara sesuai fungsi dan perannya
terhadap bela Negara hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan
berkorban membela negara. Bela Negara memiliki arti yang sangat luas, dari yang
paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara
sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di
dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Beberapa unsur nilai moral yang dapat kita telaah terkandung dalam
pelaksanaan bela Negara antara lain sebagai berikut :
a. Cinta Tanah Air
Penjelasan nilai, moral dan norma terkait dengan cinta tanah air dalam
hubungannya dengan komitmen pengembangan bela negara, mengandung makna
bahwa setiap orang harus mengenal dan mencintai tanah air agar selalu waspada dan
siap membela tanah air Indonesia terhadap segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan
dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Indikator cinta tanah air meliputi:
1) menjaga tanah dan lingkungan serta seluruh ruang wilayah Indonesia.
2) bangga sebagai bangsa Indonesia
3) menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia
4) memberikan kontribusi dan kemajuan pada bangsa dan negara Indonesia
5) mencintai produk dalam negeri, budaya, dan kesenian Indonesia.
b. Kesadaran Berbangsa & bernegara
Kesadaran berbangsa dan bernegara diartikan sebagai kesadaran sadar
sebagai warga bangsa negara Indonesia dalam bentuk tingkah laku, sikap, dan
kehidupan pribadi agar dapat bermasyarakat sesuai dengan kepribadian bangsa.
Indikator nilai kesadaran berbangsa dan bernegara meliputi :
1) memiliki kesadaran keragaman budaya, suku, agama, bahasa dan adat istiadat.
2) melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
3) mengenal keragaman individu di rumah dan di lingkungannya.
4) berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia.
5) berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
c. Yakin terhadap Pancasila sebagai Negara dan kesediaan mempertahankannya
Keyakinan terhadap Pancasila sebagai pedoman dan pandangan hidup bangsa
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara guna mencapai
tujuan nasional. Rasa yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara dicapai dengan
menumbuhkan kesadaran:
1) yang didasari pada Pancasila,
2) pada kebenaran negara kesatuan republik Indonesia,
3) bahwa hanya dengan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
negara bangsa Indonesia akan tetap jaya,
4) setiap perbedaan pendapat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat
diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat,
5) Pancasila dapat membentengi mental dan karakter bangsa dalam menghadapi
ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.
Indikator nilai yakin pada Pancasila sebagai ideologi bangsa meliputi :
1) memahami nilai-nilai dalamPancasila.
2) mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3) menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia
4) senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila
5) setia pada Pancasila dan meyakini sebagai dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
d. Rela berkorban untuk bangsa & negara
Rela berkorban untuk bangsa dan Negara, yakni bersedia mengorbankan
waktu, tenaga, pikiran dan harta benda untuk kepentingan umum sehingga pada
saatnya nanti siap mengorbankan jiwa raga bagi kepentingan bangsa dan negara.
Indikator rela berkorban bagi bangsa dan negara meliputi :
1) bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk kemajuan bangsa dan
negara.
2) siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman.
3) memiliki kepedulian terhadap keselamatan bangsa dan negara.
4) memiliki jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya.
5) mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan/atau golongan.
e. Memiliki kemampuan dan kemauan awal terhadap bela Negara
Kemampuan awal bela Negara baik sebagai warga dewasa, sedang sekolah, atau
lainnya meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) secara psikis (mental) memiliki sifat disiplin, ulet, mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku, percaya akan kemampuan diri sendiri, tahan
uji, pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan
nasional;
2) secara fisik (jasmani) memiliki kondisi kesehatan dan keterampilan jasmani
yang dapat mendukung kemampuan awal bela negara yang bersifat psikis.
Indikator nilai memiliki kemampuan awal bela negara meliputi:
1) memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional,
dan kecerdasan dalam bertahan hidup atau mengatasi kesulitan dalam
menghadapi tantangan dan hambatan yang berkaitan dengan negara.
2) senantiasa memelihara kesehatan jiwa dan raganya sebagai warga negara .
3) ulet dan pantang menyerah dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang
dihadapi negara .
4) terus membina kemampuan jasmani dan rohan untuk mampu memberikan
yang terbaik bagi Negara
5) memiliki keterampilan bela negara dalam bentuk keterampilan.
Beberapa bentuk bela Negara yang dapat kita lakukan sebagai warga masyarakat
sebagai wujud cinta kita kita kepada negaranya, antara lain :
1. Melestarikan budaya yang ada di lingkungan masayarakat dimana kita
bertempat tinggal dan berkembang ke wilayah yang lebih luas.
2. Belajar dengan rajin bagi pelajar untuk meraih ilmu sebaik mungkin untuk
menyongsong masa depan yang lebih baik.
3. Taat akan hukum dan aturan-aturan masyarakat dan negara
4. Mencintai dan bangga menggunakan produk-produk dalam negeri
Daftar Pustaka
Bertens, K. (2004). Etika. Jakarta. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Darmadi, Hamid. (2007). Dasar Konsep Pendidikan Moral, Landasan Konsep Dasar
dan Implementasinya. Bandung. Penerbit Alfabeta.
Haricahyono, Cheppy. (1995). Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral.: IKIP Semarang
Press.
Mulyana, Rohmat. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung. Penerbit
Alfabeta.
Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara
Soerjono Soekanto, 1982: Pengantar Sosiologi, Jakarta, Rajawali Press
UUD-NRI tahun 1945.
Ya’Qub, Hamzah. (1993). Etika Islam, Pembinaan Akhlaqulkarimah (Suatu
Pengantar). Bandung. Penerbit CV Diponegoro.
top related