mobil murah vs kemacetan jakarta pdf
Post on 06-Aug-2015
241 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MOBIL MURAH Vs KEMACETAN JAKARTA
Oleh : YAKUB DEDY KARYAWAN
akarta sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi
pusat ekonomi, politik, budaya dan sosial menghadapi permasalahan
transportasi perkotaan yang sangat kompleks. Dalam keseharian,
permasalahan yang dapat dilihat adalah kemacetan di hampir seluruh
jaringan jalan di kota Jakarta dan berimbas di kota sekitarnya. Tingkat
kemacetan di kota Jakarta, apabila dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia,
sudah termasuk dalam kategori yang membahayakan baik dari segi ekonomi
dan sosial.
Dampak dari permasalahan kemacetan tersebut menyebabkan kerugian
ekonomi yang sangat tinggi dan menyebabkan pula ekonomi biaya tinggi untuk
seluruh aspek kegiatan masyarakat. Di samping itu, kualitas lingkungan kota
dan kualitas lingkungan hidup di Jakarta semakin menurun dan menempatkan
Kota Jakarta sebagai Kota yang memiliki polusi udara terburuk ketiga di dunia
(Tempo Interaktif , 25 Juli 2005).
Menurut hasil riset Japan International Corporation Agency (JICA), Jika
arah perkembangan kota dan sistem transportasi tidak segera dibenahi dengan
serius, maka diprediksi pada tahun 2014 sistem transportasi Jakarta akan
mengalami permanent gridlock (lumpuh total).
Kondisi kemacetan Jakarta yang semakin parah ini dikarenakan
kemampuan ruas jalan di Jakarta untuk menampung arus atau volume lalu
lintas dalam satuan waktu tertentu semakin menurun. Dengan menurunnya
kapasitas jalan ini akan sangat mempengaruhi efisiensi dari pergerakan lalu
lintas dan kinerja jalan. Hal ini merujuk pada data bahwa panjang jalan di
J
wilayah DKI Jakarta adalah 7.650 Km dengan luas jalan 42,3 Km2 atau sama
dengan 6,2 % luas wilayah DKI Jakarta (sedangkan idealnya adalah 10-20%),
adapun angka pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01 % per tahun. Kondisi ini
tentunya sangat tidak sebanding dengan laju pertumbuhan rata-rata kendaran
bermotor, yaitu ± 11,23% per tahun di wilayah Jabodetabek (DKI = 8,7% per
tahun dan Bodetabek = 15,3% pertahun).
Sumber : Dit. Lantas Pmj 2011
Volume lalu lintas yang terus mengalami peningkatan tajam dari tahun ke
tahun, sehingga menambah beban lalu lintas di jalan. Peningkatan volume lalu
lintas ini sebagai akibat dari semakin membludaknya populasi kendaraan dan
peningkatan kebutuhan perjalanan masyarakat di Ibu Kota.
Tingginya angka perjalanan di Jakarta membuat ruas-ruas jalan tertentu
mendapat beban yang terlampau berat, bahkan di atas normal. Penelitian di 34
titik jalan arteri di Jakarta yang dilakukan Departemen Perhubungan RI pada
tahun 2000 menunjukkan ada 32 titik (94%) ruas jalan arteri di Jakarta yang
melebihi kapasitas. Artinya, tak ada jalan arteri di Jakarta yang bebas dari
macet. Dan menurut data Direktorat Lalu Lintas (2010), ada 26 koridor dan 747
titik ruas jalan di DKI Jakarta yang rawan macet.
Apalagi minat masyarakat menggunakan angkutan umum juga
mengalami trend penurunan. Sedangkan jumlah kendaraan pribadi yang
dioperasionalkan di jalan jauh lebih banyak dibanding kendaraan umum,
sehingga semakin memperparah keruwetan transportasi di Jakarta.
Dengan kondisi kemacetan yang demikian parah, maka Pemerintah Pusat
dan Pemprov DKI Jakarta serta pemangku kepentingan yang lain berupaya
untuk mencari solusi mengatasi kemacetan Jakarta. Baik itu dengan upaya
mendorong masyarakat beralih menggunakan sarana transportasi umum
(pembangunan Transjakarta, rencana pembangunan MRT, dll) dan juga
melakukan upaya-upaya pembatasan penggunaan kendaraan di jalan raya
(seperti rencana menerapkan ERP dan sistem genap ganjil, dll).
Ironisnya, di tengah-tengah upaya Pemerintah mengatasi kemacetan
Jakarta, dalam waktu dekat regulasi mobil murah dan ramah lingkungan atau
disebut dengan “Low Cost Green Car” (LCGC) bakal diteken oleh Pemerintah
sendiri. Apakah kebijakan yang akan diambil pemerintah tersebut atas dasar
desakan perusahaan otomotif asing seperti Toyota yang saat ini galau
menunggu regulasi LCGC, sedangkan gelombang peminat kendaraan Toyota
Agya yang diproyeksikan sebagai mobil murah sangat membludak yaitu sudah
> 10.000 peminat ?
Meskipun peraturan pemerintah yang akan memayungi pasar mobil
murah di Indonesia dalam regulasi LCGC tersebut belum juga diteken, namun
beberapa pabrikan mobil sepertinya sudah sangat serius menyambutnya.
Beberapa pemegang merek besar seperti Toyota, Suzuki, Nissan dan
Daihatsu serta beberapa pendatang baru seperti pabrikan mobil Tata dari India
sudah siap dengan mobil-mobil murah mereka. Dan mobil – mobil tersebut
diperkirakan akan meramaikan pasar otomotif Indonesia dengan harga di
bawah Rp 100 jutaan.
Waw ... mirip kacang goreng nanti ! Kalau ga percaya seperti yang
terjadi di India. Di mana pada tanggal 16 Oktober 2012 lalu mobil murah New
Suzuki Alto mulai diperkenalkan dan sudah ada pemesan sebanyak 50.000
orang. Membludaknya pesanan New Suzuki Alto ini tak lain dari harganya
yang sangat murah. Di India, New Alto termurah dibanderol tidak lebih dari
harga Kawasaki Ninja 250. Bayangkan saja New Suzuki Alto 800 Std
dibanderol harga RS 244.000 atau setara Rp 43 juta. Sedang varian tertinggi
LXI Airbag dibanderol RS 310.775 atau setara Rp 54 jutaan.
Dengan semakin membludaknya populasi kendaraan pribadi di jalan,
otomatis kondisi kemacetan khususnya di Jakarta akan kian parah. Dan segala
upaya untuk mendorong minat masyarakat beralih ke angkutan umum yang
telah dan akan menguras banyak biaya untuk pembangunan BRT ataupun
MRT juga akan sia-sia.
Menurut Menteri Perindustrian MS. Hidayat, bahwa regulasi mobil murah
dan ramah lingkungan ini bukanlah penyebab kemacetan di Jakarta.
Menurutnya, mobil murah ini tidak hanya diperuntukkan Jakarta saja,
melainkan seluruh daerah di Indonesia.
Jika melihat data tahun 2011, jumlah pendaftaran mobil pribadi di wilayah
Jadetabek ± 172.125 unit, sedangkan jumlah penjualan mobil di seluruh
Indonesia pada tahun yang sama mencapai ± 812.121 unit. Artinya di wilayah
Jadetabek terjual mobil sekitar 21,2%. Angka yang tidak kecil dan tentunya
sangat besar pengaruhnya dalam memberikan konstribusi peningkatan volume
kendaraan di Ibu Kota.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian MS.Hidayat
mengatakan, Indonesia membutuhkan tambahan investasi sekitar US$ 2 miliar
(Rp 18,86 triliun) untuk membangun pabrik mobil baru agar kapasitas produksi
naik menjadi 2 juta unit pada 2019/2020. Investasi ini dibutuhkan untuk
mengimbangi pasar mobil nasional yang mencapai angka tersebut pada tahun
yang sama. "Indonesia akan memproduksi mobil sekitar 1 juta unit tahun ini
dan menjadi 2 juta unit dalam 7-8 tahun mendatang," kata Hidayat.
Jika populasi kendaraan ini tidak dikendalikan bahkan berpacu untuk
semakin dikembangbiakkan, bagaimana masa depan kamseltibcar lalu lintas di
Jakarta dan kota-kota besar lainnya ?
Apakah alasan bahwa dengan semakin meningkatnya ekonomi
masyarakat, maka permintaan akan kendaraan pribadi juga semakin meningkat
dianggap sebagai suatu kewajaran dengan mengalahkan kepentingan yang
lain ?
Apakah lebih baik mengembangkan industri otomotif asing untuk
meningkatkan devisa ? baik devisa dari industri komponen maupun
penyerapan tenaga kerja, pajak, dll, sehingga tidak mengkalkulasi kerugian
yang jauh lebih besar akibat berkembangbiaknya populasi kendaraan ini ?
Sebagai acuan , dapat kita lihat dari data-data di bawah ini :
1. Hasil riset JICA (2004), „ The Study on Integrated Transportation Master
Plan for Jabodetabek-Indonesia (Phase II)’, disebutkan bahwa loss
benefit yang diakibatkan kemacetan di DKI Jakarta saja pada tahun 2020
diperkirakan mencapai ± Rp 65 triliun/tahun yang meliputi kerugian biaya
operasional kendaraan Rp 28,1 Triliun dan kerugian waktu produktif
masyarakat Rp 36,9 Triliun. Hal ini belum termasuk kerugian kesehatan
akibat polusi udara kendaraan bermotor di jalan;
2. Besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dipatok dalam APBN
Perubahan 2012 saja sudah mencapai Rp 137,4 Trilliun dan bisa
bertambah. Apalagi tahun 2013 dan seterusnya;
3. Hasil road side monitoring tingkat pencemaran udara tahun 2011 :
a. Lokasi Monitoring :
1). Jakarta Barat ( Jl. Daan Mogot , Jl. Hayam Wuruk dan Jl.
Letjend. S. Parman ) ;
2). Jakarta Utara (Jl. Yos Sudarso, Danau Sunter dan
Boulevard Kelapa Gading) ;
3). Kota Bekasi (Jl. A.Yani, Jatiwaringin dan Jl. Sultan Agung)
b. Hasil :
Tingginya pencemaran udara seperti HC (hidrokarbon) sebagai
penyebab meningkatnya ozon di lapisan bawah atmosfir dan pemicu
Kanker. Di samping itu, kandungan O3 (ozon) sebagai zat
berbahaya pembentuk kabut asap yang berbahaya bagi kesehatan
dan mengganggu penglihatan serta berkurangnya produksi pangan
dan efek panas.
4. Meningkatnya biaya logistik perkotaan dan mengurangi daya saing kota
sehingga iklim investasi menurun sebagai dampak dari situasi
kamseltibcar lalu lintas yang kurang baik. Kondisi ini tentunya menjadi
penghambat program MP3EI dalam mengembangkan potensi Daerah
melalui 6 Koridor Ekonomi yang akan dikembangkan berdasarkan
keunggulan masing-masing wilayah guna mendorong iklim investasi dan
sekaligus sebagai katalisator terjadinya akselerasi Negara Indonesia
dalam mewujudkan visi tahun 2005 sesuai RPJPN untuk mengangkat
Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia
di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, yang inklusif dan berkelanjutan.
Mobil murah atau kemacetan ? Tentu pilihannya adalah mobil murah. Jadi, ya ... selamat bermacet ria Jakarta !
Ataukah kita akan menerapan Sistem Kuota Kendaraan (Vehicle Quota
System) seperti di Singapura tanpa harus mengendalikan jumlah produksi ?
Yaitu melalui cara : mewajibkan bagi siapapun yang berniat untuk membeli
kendaraan terlebih dahulu harus memperoleh Sertifikat Hak (SBH) melalui
sistem lelang terbuka. Berdasarkan kebijakan ini, jumlah kendaraan baru yang
berhak melakukan registrasi izin didasarkan pada data pertumbuhan
kendaraan dan jumlah kendaraan yang sudah habis masa berlakunya. Selama
12 tahun terakhir sejak VQS diperkenalkan pada Mei 1990, tingkat
pertumbuhan kendaraan pada setiap tutup tahun tidak melebihi kebijakan yang
telah ditetapkan, yaitu sekitar 3% dan sampai dengan tahun 2011 diperkirakan
jumlah populasi mobil di Singapore adalah sekitar 956.704 unit (di DKI Jakarta
saja sudah 1.919.891 unit, belum lagi kiriman dari wilayah Detabek yang sudah
mencapai 621.460 unit dan belum lagi populasi sepeda motor dengan populasi
9.861.451 unit untuk wilayah Jadetabek); gak tahulah ... !
YAKUB DEDY KARYAWAN PENGAMAT AMATIR
MASALAH TRANSPORTASI
top related