mioma (autosaved)
Post on 06-Feb-2016
39 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFERAT
KISTA OVARIUM
Disusun oleh:
Kelly Khesya
030.10.150
Pembimbing:
dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, SH, MKes
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, JUNI 2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas setiap pimpinan dan pemeliharaanNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Dalam penyusunan laporan ini, penulis sangat
menyadari keterbatasannya dan tanpa rekan-rekan sekalian, referat ini tidak akan
terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk pembimbing yang sudah membantu
menyelesaikan referat ini, karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Eddi Junaidi Sp,OG, SH, MKes selaku pembimbing referat saya.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Budhi Asih,
atas bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam referat ini, untuk
itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya. Penulis tetap berharap
referat ini dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di bidang
kedokteran. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi memperoleh
hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan laporan ini. Semoga bermanfaat.
Jakarta, Juni 2015
Penulis
2
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi referat dengan judul
“KISTA OVARIUM”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di RSUD Budhi Asih periode 16 Maret
2015 sampai dengan 23 Mei 2015.
Jakarta, April 2015
dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, SH, MKes
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. 2
Lembar Persetujuan .......................................................................................................... 3
Daftar Isi ........................................................................................................................... 4
BAB I – PENDAHULUAN ............................................................................................ 5
BAB II – TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
A. Anatomi Organ Reproduksi Wanita................................................................. 6
B. Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita................................................................ 11
C. Definisi ............................................................................................................ 13
D. Epidemiologi ................................................................................................... 14
E. Etiologi ............................................................................................................. 14
F. Faktor Risiko .................................................................................................... 14
G. Patofisiologi ..................................................................................................... 15
H. Klasifikasi ........................................................................................................ 16
I. Kista Ovarium dan Kehamilan .......................................................................... 23
J. Diagnosis .......................................................................................................... 24
K. Diagnosis Banding .......................................................................................... 25
L. Terapi ............................................................................................................... 26
M. Komplikasi ...................................................................................................... 26
N. Prognosis ......................................................................................................... 27
BAB III – KESIMPULAN ............................................................................................. 28
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 29
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar
hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista
ovarium merupakan benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh
di indung telur. Kista tersebut disebut juga kista fungsional karena terbentuk selama siklus
menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi. Kista akan mengkerut dan
menyusut setelah beberapa waktu (setelah 1-3 bulan).1 Kebanyakan kista tidak berbahaya tapi
beberapa dapat menyebabkan masalah seperti pecah, perdarahan, nyeri atau sampai harus
dilakukan tindakan pembedahan.
Angka kejadian kista ovarium di Indonesia belum diketahui pasti karena pencatatan
yang kurang baik, namun sebagai gambarannya, di RS Dharmais ditemukan kira0kira 30
penderita setiap tahun. Nasdaldy (2009) dalam penelitiannya mengatakan bahwa menurut
hasil penelitian di RS Cipto Mangunkusumo terdata pada tahun 2008 terdapat 428 kasus kista
endometriosis, 20% meninggal dunia dan 65% diantaranya adalah wanita karir yang telah
berumah tangga. Pada tahun 2009, terdapat 768 kasus, 25% diantaranya meninggal dan 70%
diantaranya adaah wanita karir yang berumah tangga.2
Meskipun 70-80% kasus kista ovarium akan menyusut dengan sendirinya, namun
kemungkinan untuk terjadinya keganasan masih ada. Pasien hamil dengan kista berdiameter
<6 cm memiliki resiko terjadi keganasan <1%, kebanyakan kista akan menysut dalam masa
16-20 minggu gestasi, dengan 96% menyusut dengan sendirinya.3 Pada pasien post
menopause dengan kista unilokular, keganasan berkembang 0,3% dari kasus. Pada kista
kompleks multiple, kemungkinan berkembang menjadi malignansi sebesar 36%.4
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh kepastian sebelum
dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-
gejala yang ditemukan dapat membantu dalam pembuatan differensial diagnosis.
Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan adalah USG dan laparaskopi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
1. Genitalia Eksterna5
Vulva (puksa) atau pudenda meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat
mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora, dan labia minora,
klitoris, selaput dara (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur
vaskular.
Mons veneris atau mons pubis, disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang
menonjol di bagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat.
Setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Pada perempuan umumnya
batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan batas bawah sampai ke
sekitar anus dan paha.
Labia mayora merupakan kelanjutan dari mons veneris, terdiri atas bagian kanan dan
kiri, berbentuk lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dnegan
yang ada di mons veneris. Ke bawah dan belakang, kedua labia mayora bertemu dan
membentuk kommisura posterior. Labia mayora analog dengan skrotum pada pria.
Ligamentum rotundum berakhir di batas atas labia mayora.
Labia minora (bibir kecil atau nymphae) merupakan lipatan di bagian dalam labia
mayora, tanpa rambut. Dibagian atas klitoris, labia minora bertemu membentuk prepusium
klitoris dan di bagian bawahnya bertemu membentuk frenulum klitoris, labia minora ini
mengelilingi orifisium vagina. Ke belakang kedua bibir kecil juga bersatu dan membentuk
fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil banyak mengandung kalenjar sebasea, dan
juga ujung-ujung saraf yang menyebabkanbibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya
mengandung banyak pembuluh darah dan otot polos yang mengakibatkan bibir ini dapat
mengembang.
Klitoris merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil,
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitif dan
analog dengan penis pada laki-laki.Klitoris berukuran kira-kira sebesar biji kacang hijau,
tertutup preputium kloridis dan terdiri atas glands klitoridism korpus klitoridism dan dua
krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis. Glands klitoris terdiri atas jaringan yang
dapat mengembang, penuh dengan urat saraf, sehingga sangat sensitif.
6
Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh
perineum. Kurang lebih 1-1,5 cm di bawah klitoris, ditemukan orifisium uretra eksternum
berbentuk membujur 4-5 mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup lipatan
selaput vagina. Di kanan dan kiri bawah lubang kemih, dapat dilihat dua ostia Skene. Saluran
Skene (duktus parauretral) analog dengan kalenjar prostat pria. Di kiri dan kanan bawah
dekat fossa navikulare, terdapat kalenjar Bartholin yang berdiameter kurang lebih 1 cm, di
bawah otot konstiktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara d
vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare.
Bulbus Vestibuli sinistra et dextra merupakan pengumpulan vena terletak di bawah
selaput lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm, dan
tebalnya 0,5-1 cm, mengandung banyak pembuluh darah, sebagian tertutup muskulus iskio
kavernosus dab muskulus konstriktor vagina.
Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada virgo,
dilindungi oleh labia minor yang hanya dapat dilihat jika bibir kecil ini dibuka. Introitus
vagina ditutupi oleh hymen. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran seujung jari
hingga yang mudah dilalui oleh dua jari.
Perineum terletak antara vulva dan vagina, panjang rata-rata 4 cm. Jaringan yang
mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis. Diafragma
pelvis terdiri atas otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang menutupi kedua
otot ini. Diafragma urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah
segitiga antara tuber isciadica dan simfisis pubis. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus
transversus perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang
menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah terutama dari arteri pudenda interna dan
cabang-cabangnya, persarafan perineum terutama oleh nervus pudenda dan cabangnya. Otot
levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah diantara anus dan vagina yang diperkuat oleh
tendon sentral perineum. Di tempat ini bertemu otot bulbokavernosus, muskulus transversus,
perinei superfisialis, dan sfingter ani eksternal. Struktur ini membentuk perineal body yang
memberikan dukungan bagi perineum.
2. Genitalia Interna5
Vagian (liang senggama) merupakan penghubung antara introitus vagina dan vagina.
Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir simfisis ke promontorium. Dinding depan dan
belakang berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya antara 6-8 cm dan 7-10 cm.
7
Bentuk vagina sebelah dalam berlipat, disebut rugae. Ditengahnya ada bagian yang lebih
keras disebut kolumna rugarum. Epitel vagina terdiri dari epitel gepeng yang tidak bertanduk,
dibawahnya terdapat jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah. Di bawah
jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan yang sesuai dengan susunan otot usus. Bagian
dalamnya terdiri atas muskulus sirkularis dan bagian luarnya muskulus longitudinalis. Di
sebelah luar otot ini terdapat fasia , bagian atas vagina berasal dari duktus Mulleri sedangkan
bagian bawah dibentuk oleh sinus urogenitalis.
Uterus adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh
peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa uterus. Dalam keadaan tidak
hamil, uterus terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan dubur. Uterus
berbentuk seperti bola lampu pijar atau buah pear, besar uterus berbeda-beda, bergantung
pada usia dan pernah melahirkan anak atau belum. Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam
kampung. Pada nulipara ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm x 2-2,5 cm, multipara 9-9,5 cm x
5,5-6 cm x 3-3,5 cm. Beratnya 40-50 gram pada nulipara dan 60-70 gram pada multipara.
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.
Uterus mempunyai rongga yang terdiri dari tiga bagian besar yaitu, badan uterus
(korpus uteri) berbentuk segitiga, leher uterus (serviks uteri) berbentuk silinder, dan rongga
uterus (kavum uteri). Bagian uterus antara kedua pangkal tuba, yang disebut fundus uteri,
merupakan bagian proksimal uterus. Korpus uteri merupakan bagian terbesar yang
mempunyai fungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga pada kavum uteri disebut
kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri yag dinamakan porsio,
(2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina. Saluran
dalam serviks dinamakan kanalis servikalis, berbentuk saluran tonjolan dengan panjang 2,5
cm. Saluran ini dilapisi kalenjar serviks, berbentuk sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan
pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Uterus terapung dalam rongga pelvis namun terfiksasi dengan baik oleh jaringan ikat
dan ligamen yang menyokong. Ligamen yang menfiksasi adalah sebagai berikut :
- Ligamentum kardinale Mackenrodt menghubungkan supravaginal dengan tulang pelvis,
dan merupakan tempat masuknya arteri uterina, serta dekat tempat menyilangnya ureter.
Berfungsi mempertahankan kedudukan rahim sehingga tetap pada posisinya. Terdiri atas
jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding
pelvis. Di dalamnya terdapat banyak pembuluh darah termasuk vena dan arteri uterina.
8
- Ligamentum latum adalah lapisan longgar sehingga dapat mengikuti pembesaran
kehamilan. Merupakan pelipatan peritoneum di tepi lateral uterus, menuju pelvis sehingga
membagi ruangan pelvis menjadi bagian anterior dan posterior. 2/3 bagian tengahnya
menutupi mesosalping, yang mengandung tuba Fallopii, dan 1/3 bagian lateralnya
khususnya dari tepi bawah fimbriae tuba, terdapat penebalan menjadi ligamentum
infundibulopelvikum. Di bagian bawah dekat serviks terjadi penebalan menjadi satu
dengan jaringan ikat tulang pelvis menjadi ligamentum kardinale Mackenrodt.
- Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam
antefleksi, berada di bagian depan dan sedikit bawah insersio tuba Fallopii, ditutupi oleh
peritoneum parietale dan menjadi lanjutan ligamentum latum menuju kanalis inguinalis,
dan berakhir di ujung labium mayus. Besarnya sekitar 3-5 mm, karena kehamilan
ligamentum rotundum ikut mengalami hipertrofi panjang dan tebalnya.
- Ligamentum sakrouterina kiri dan kanan, yaitu ligamentum yang berfungsi menahan
uterus supaya tidak banyak bergerak. Terletak posterolateral supravaginal dan serviks
melingkari rektum menuju tulang sakrum S2 dan S3. Terdiri dari jaringan ikat dan otot
polos dan ditutupi oleh peritoneum, menjadi batas lateral kavum Douglas.
- Ligamentum infundibulo-pelvikum yaitu ligamentum yang menahan tuba fallopi. Berjalan
dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat saraf, saluran limfe,
arteri dan vena ovarika.
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri dari (1) endometrium di korpus
uteri dan endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos (miometrium) dan (3) lapisan serosa
(jaringan ikat dan mesotel), atau adventisia (jaringan ikat) dapat dijumpai di bagian luar yang
disebut perimetrium. Endometrium terdiri dari epitel kubik, kalenjar dan jaringan dengan
banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri
dan mempunyai arti penting dalam siklus haid. Sel-sel epitel pelapisnya merupakan gabungan
selapis sel-sel silindris sekretoris dan sel bersilia. Epitel kelenjar uterus serupa dengan epitel
superfisial, namun sel bersilia jarang dijumpai di dalam kelenjar. Jaringan ikat lamina propria
kaya akan fibroblas dan mengandung banyak substansi dasar. Serat jaringan ikatnya terutama
berasal dari kolagen tipe III. Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi 2 zona: 1) lapisan
basal yang paling dalam, dan berdekatan dengan miometrium; lapisan ini mengandung
lamina propria dan bagian awal kelenjar uterus, 2) lapisan fungsional mengandung sisa
lamina propria dan sisa kelenjar, selain epitel permukaan. Ketika lapisan fungsional
mengalami perubahan besar selama siklus menstruasi, lapisan basal hampir tak mengalami
perubahan. Miometrium adalah lapisan paling tebal di uterus, terdiri atas berkas-berkas
9
serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat. Berkas otot polos ini membentuk 4
lapisan yang tidak berbatas tegas. Lapisan pertama dan keempat terutama terdiri atas serat
yang tersusun memanjang, yaitu sejajar dengan sumbu panjang organ. Lapisan tengah
mengandung pembuluh darah yang lebih besar. Selama kehamilan, miometrium akan
mengalami masa pertumbuhan pesat akibat adanya hiperplasia (bertambahnya jumlah sel otot
polos) dan hipertrofi (bertambahnya ukuran sel).
Saluran telur (tuba falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan
kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter -8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh peritoneum visceral
yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran dilapisi silia, yaitu
rambut getar yang befungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi. Saluran telur terdiri
dari empat bagian yaitu, pars interstisialis (intramuralis), pars isimika (bagian tengah saluran
telur yang sempit), pars ampularis (tempat pembuahan/konsepsi terjadi), dan infundibulum
(merupakan ujung tuba yang terbuka ke rongga perut). Fungi saluran telur adalah sebagai
saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang dilepaskan oleh indung telur, dan tempat
terjadinya pembuahan (konsepsi/fertilisasi).
Indung telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan dan di
kiri rahim, mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kiri dan
kanan. Bentuknya seperti buah almond, sebesar ibu jari tangan (jempol) berukuran 2,5-5 cm x
1,5-2 cm x 0,6-1 cm. Indung telur ini posisinya ditunjang oleh mesovarium, liga ovarika, dan
liga infundibulopelvikum. Strukturnya ovarium terdiri dari (1) kulit (korteks) atau zona
parenkimatosa yang terdiri dari tunika albuginea (epitel berbentuk kubik), jaringan ikat di
sela-sela jaringan lain, stroma (folikel primordial, dan folikel de Graaf), dan sel-sel Warthard,
dan (2) medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma dengan
pembuluh darah, serabut saraf dan sedikit otot polos. Diperkirakan pada perempuan terdapat
kira-kira 100000 folikel primer. Tiap bulan akan keluar satu atau dua folikel yang kemudian
akan berkembang menjadi folikel Graaf. Folikel-folikel ini terletak pada korteks ovari.
Folikel De Graaf yang matang terdiri dari ovum (suatu sel besar dengan diameter 0,1 mm
yang mempunyai nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu nukleolus),
stratum granulosum (terdiri atas sel granulosa, yakni sel bulat kecil dengan inti jelas pada
pewarnaan dan mengelilingi ovum) , teka interna (lapisan yang melingkari stratum
granulosum dengan sel-sel lebih kecil daripada sel granulosa) dan teka interna (diluar teka
interna yang terbentuk oleh stroma ovarium yang terdesak). Ovarium diperdarahi oleh arteri
ovarika kanan dan kiri yang merupakan cabang dari aorta desendens. Vena sebagai drainase
mengikuti perjalanan arteri ovarica sebagai vena ovarika kanan dan kiri.
10
B. Fisiologi Reproduksi Wanita6,7
Manusia merupakan spesies yang mempunyai siklus reproduksi bulanan, atau setiap
28. Siklus haid terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan pengelupasan lapisan endometrium
uterus. Setelah ovulasi, pertumbuhan endometrium terhenti, kalenjar atau glandula menjadi
lebih aktif atau fase sekresi. Perubahan endometrium dikontrol oleh ovarium. Ovarium
berfungsi menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Estrogen
pada wanita bertanggungjawab untuk berbagai fungsi, yaitu pematangan dan pemeliharaan
seluruh sistem reproduksi wanita serta pembentukan karakteristik seks sekunder wanita.
Progesteron penting untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk janin yang sedang
tumbuh, termasuk mempersiapkan endometrium.4 Rata-rata siklus 28 hari dan terdiri atas (1)
fase folikular, (2)ovulasi dan (3) pasca ovulasi atau fase luteal. Siklus normal karena (1)
adanya hypotalamus-pituitary-ovarian endocrine axis, (2) adanya respon folikel dalam
ovarium dan (3) fungsi uterus.
Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh hypotalamus-pituitary-ovarian
endocrine axis. Hipotalamus memacu kalenjar hipofisis dengan mensekresi gonadotropin-
releasing hormone (GnRh) suatu deka-peptide yang disekresi secara pulsatil oleh
hipotalamus. GnRh memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH), FSH adalah hormon glikoprotein yang memacu pemtangan folikel
selama fase folikular dari siklus. FSH juga membantu LH memacu sekresi hormon steroid
terutama estrogen oleh sel granulosa dari folikel matang. LH juga ikut dalam steroidegenesis
dalam folikel dan berperan penting dalam ovulasi yang bergantung pada mid-cycle dari LH.
Produksi progesteron oleh korpus luteum juga dipengaruhi oleh LH.
Siklus Ovarium
1. Fase Folikular
Pada awal fase (hari 1-8), kadar LH dan FSH relatif tinggi dan memacu
perkembangan 10-20 folikel dengan satu folikel dominan. Relatif tingginya LH dan FSH
merupakan trigger turunnya estrogen dan progesteron pada akhir siklus. Pada saat ukuran
folikel meningkat (hari 9-14), lokalisasi cairan tampak sekitar sel granulosa dan menjadi
konfluen, memberikan peningkatan pengisian cairan di ruang sentral (antrum) yang
merupakan transformasi folikel primer menjadi folikel Graaf, di mana oosit menempati posisi
eksentrik, dikelilingi oleh 2 sampai 3 lapis sel granulosa yang disebut kumulus oofurus.
Perubahan hormon berhubungan dengan pematangan folikel : kenaikan progresif dari
produksi estrogen oleh sel granulosa dari folikel yang berkembang. Kadar estrogen yang
11
meningkat, pelepasan GnRh ditekan guna mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan
pematangan banyak folikel.
2. Fase Ovulasi
Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti dengan protrusi dari
permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya oosit yang di tempeli
oleh kumulus ooforus. Perubahan hormon : estrogen meningkatkan sekresi LH (melalui
hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan estrogen. Segera sebelum
ovulasi (hari 14), terjadi penurunan kadar estradiol yang cepat dan peningkatan produksi
progesteron.
3. Fase Luteal
Fase luteal terjadi pada hari ke 15-28 dimana folikel yang telah ruptur membentuk
korpus luteum (proses luteinisasi) yang menghasilkan progesteron dan estradiol. Jika tidak
terjadi kehamilan maka korpus luteum menjadi korpus albikans. Pada fase ini, kadar GnRh
mencapai nadir dan tetap rendah sampai terjadi regresi korpus luteum pada hari ke 26-28.
Jika terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum tidak regresi karena dipertahankan oleh
GnRh yang dihasilkan trofoblas. Jika tidak terjadi, maka korpus akan regresi dan terjadilah
haid. Setelah kadar steroid turun, diikuti peningkatan GnRh untuk siklus berikutnya.
Siklus Uterus
Dengan diproduksinya hormon steroid oleh ovarium secara siklik akan menginduksi
perubahan pada uterus yang melibatkan endometrium dan mukosa serviks.
Endometrium terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan superfisial yang mengelupas saat haid
dan lapisan basal yang tidak ikut dalam proses haid, namun ikut dalam regenerasi lapisan
superfisial untuk siklus berikutnya. Fase proliferasi. Selama fase folikular di ovarium,
endometrium di bawah pengaruh estrogen. Pada fase sekretoris, yaitu setelah ovulasi,
progesteron menginduksi perubahan sekresi endometrium.
Fase Haid. Normal fase luteal selama 14 hari, pada akhr fase ini terjadi regresi korpus
luteum karena penurunan estrogen dan progesteron ovarium. Penurunan ini diikuti oleh
kontraksi sporadik intens dari bagian arteri spiralis lalu endometrium menjadi iskemik dan
nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superfisial endometrium dan terjadilah perdarahan.
Mukus serviks. Pada perempuan terdapat kontinuitas langsung antara alat genitalia
bagian bawah dan kavum peritonei yang berkaitan dengan akses sperma menuju ovum dan
fertilisasi dalam tuba fallopi. Mukus serviks sendiri berfungsi sebagai barrie selama siklus
haid berkaitan dengan resiko infeksi ascendens. Pada awal fase folikular mukus viskus dan
impermeable. Pada akhir fase folikular, estrogen meningkt memacu perubahan komposisi
12
mukus, kadar air meningkat secara progresif sehingga mucus banyak mengandung air.
Setelah ovulasi, progesteron diproduksi oleh korpus luteum menyebabkan mukus kembali
menjadi impermeabel.
C. Definisi Kista Ovarium
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur
yang dibungkus oleh semacam semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari
ovarium.
Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graff atau
korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium
(Dorland,2002).
Sifat Kista :
1. Kista Fisiologis
Sesuai siklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan
gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 4 cm, dapat dideteksi
dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang
bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan
keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak. Kista
yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena masih mengalami
menstruasi. Biasanya kista fisiologis tidak menimbulkan nyeri pada saat haid. Beberapa jenis
kista fisiologis diantaranya adalah kista korpus luteal, kista folikular, kista teka-lutein.8
2. Kista Patologis
Pada kista patologis, pembesaran bisa terjadi relatif cepat, yang kadang tidak disadari
penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya.
Gejala gejala seperti perut yang agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak
enak biasanya baru dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya
perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi.9,10
Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan
ganas. Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak
13
kista ini dapat berubah menjadi ganas. Tetapi sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti
penyebab perubahan sifat tersebut. Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat
sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi
cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat
ganas.
D. Epidemiologi
Kista ovarium sering ditemukan pada pemeriksaan sonogram transvaginal pada
wanita pre-menopause dan 18% pada wanita post-menopause (satu atau lebih folikel Graaf
berkembang pada setiap siklus menstruasi, yang muncul sebagai kista pada gambaran).11,12,13
kebanyakan kista ini merupakan kista fisiologis dan tidak ganas. Insiden karsinoma ovarium
berkisar 15 kasus dari 100000 wanita per tahunnya. Di United State, karsinoma ovarium
didiagnosa pada lebih dari 21000 wanita, dan menyebabkan 14600 kematian.14 sebagian besar
kasus keganasan merupakan kistadenokarsinoma epitel ovarium.
Kistadenokarsinoma epitel ovarium merupakan satu-satunya kista ovarium yang
berkaitan dengan ras. Wanita Eropa dan North America lebih banyak terkena dibandingkan
dengan wanita Asia, Afrika dan Amerika latin. Insiden paling rendah pada wanita Vietnam,
Cina dan Korean.15 kista ovarium fisiologis umumnya terjadi pada wanita usia reproduktif,
dan jarang saat setelah menopause. Kista luteal terjadi setelah ovulasi pada wanita usia
reproduktif. Sebagian besar kista neoplastik terjadi pada usia reproduktif.
E. Etiologi
Penyebab terjadinya kista ovarium adalah disfungsi Axis Hipotalamus-Pituitari-
Ovarium, dimana terjadi perubahan mekanisme feedback dari estrogen pada hipotalamus-
pituitari dapat menyebabkan penyimpangan pelepasan GnRH/LH dan pembentukan kista
F. Faktor Risiko
Pengobatan infertilitas
Pasien dalam pengobatan infertilitas dengan induksi ovulasi menggunakan
gonadotropin atau agen lain, seperti clomiphene citrate atau letrozole, memiliki resiko kista
ovarium sebagai akibat dari sindrom stimulasi berlebihan.
Tamoxifen
Tamoxifen (antagonis estrogen) dapat menyebabkan kista ovarium fungsional
yang biasanya akan menghilang seiring dengan diberhentikannya pengobatan.
14
Kehamilan
Pada wanita hamil, kista dapat terbentuk pada trimester ke dua dimana kadar hCG
mencapai puncaknya. 16
Hipotiroidisme
Hipotiroid dapat memicu pertumbuhan kista ovarium akibat adanya kesamaan antara
subunit alfa dari thyroid-stimulating hormone (TSH) dengan hCG. 17
Gonadotropin maternal
Efek transplasenta dari gonadotropin selama masa hamil dapat menyebabkan
perkembangan kista ovarum pada fetus. 18
Merokok
Merokok mempengaruhi hormon gonadotropin, hormon ovarium dan fungsi ovarium.
Merokok mempengaruhi level gonadotropin, yang dipercaya menyebabkan perkembangan
kista. Dibandingkan dengan yang bukan perokok, perokok mempunyai level LH lebih rendah
dan FSH yang lebih tinggi.19
Ligasi tuba
Hal ini berkaitan dengan sindrom post ligasi di mana terjadi disfungsi pada ovarium.20
G. Patofisiologi 21
Disfungsi ovarium seperti pada kasus kista sering terjadi pada masa post-partum
ketika terjadi transisi dari kondisi non-cyclic selama kehamilan menuju masa siklus. Secara
umum teori yang sudah diterima bahwa kista ovarium terjadi karena disfungsi axis
hipotalamus-pituitari-ovarium. Disfungsi ini dapat disebabkan oleh beberapa etiologi, seperti
genetik, fenotif dan faktor lingkungan. Selain defek pada axis, hal ini juga dapat disebabkan
oleh defek primer pada ovarium tersebut atau keduanya.
Disfungsi Axis Hipotalamus-Pituitari-Ovarium
Teori ini mengatakan bahwa terjadi perubahan pelepasan LH, LH pre-ovulasi juga
tidak ada, kekurangan yang cukup besar atau pematangan folikel dominan pada saat yang
salah, menyebabkan terbentuknya kista. Pelepasan LH yang menyimpang ini nampaknya
bukan disebabkan oleh jumlah GnRh yang lebih sedikit pada hipotalamus, atau akibat dari
penurunan jumlah reseptor GnRh atau LH di pituitari. Perubahan mekanisme feedback dari
estrogen pada hipotalamus-pituitari dapat menyebabkan penyimpangan pelepasan GnRH/LH
dan pembentukan kista. Pelepasan GnRH/LH besar-besaran terjadi selama pertumbuhan
folikel, ketika tidak ada folikel yang mampu melakukan ovulasi, sehingga hipotalamus
menjadi tidak responsif terhadap efek timbal balik dari oestradiol yang akan menghasilkan
15
kista. Untuk mengembalikan mekanisme feedback ini, hipotalamus perlu mengekspos
proogesteron.
Perubahan mekanisme timbal balik dan pelepasan GnRH/LH dapat menjadi faktor
yang mengganggu pada tingkat hipotalamus-pituitari. Konsentrasi progesteron suprabasal
menghalangi LH, menginhibisi ovulasi, namun meningkatkan frekuensi LH-pulse. Hal ini
menyebabkan tidak terjadinya ovulasi, folikel persisten membesar, masa hidup lebih lama,
dan peningkatan kadar oestradiol perifer. Selain peran progesteron dalam patogenesis, faktor
seperti stres, infeksi intrauterin juga dipertimbangkan sebagaoi faktor resiko kista.
Disfungsi Ovarium atau Folikel
Disfungsi primer pada folikel dapat mengganggu axis Hipotalamus-Pituitari-Ovarium.
Mulanya, perubahan pada ekspresi reseptor LH dapat menyebabkan tidak terjadinya ovulasi.
Faktor lain yang telah diteliti berkaitan dengan reseptor β oestradio (ER- β). Pada tikus,
reseptor ini penting untuk perkembangan folikel, meningkatkan ekspresi mRNA reseptor LH,
dan enzim steroidogenik spesifik.
Selain itu, matrix metalloproteinase (MMP) juga berkaitan dengan pembentukan
kista. MMP berperan pada remodeling dinding folikel dan ruptur folikel pada saat ovulasi.
MMP merupakan bentuk aktif dari proMMP yang diaktivasi oleh LH. Kadar proMMP-2 dan
9 yang tinggi ditemukan pada cairan folikel kista dibandingkan dengan cairan folikel pada
folikel dominan.
H. Klasifikasi 22,23,24,25
1. Kista ovarium non-neoplastik (fungsionil)
a. Kista Follikel
Kista ini berasal dari follikel yang menjadi besar semasa proses atresia folliculi.
Setiap bulan sejumlah besar follikel menjadi mati, disertai kematian ovum, disusul dengan
degenerasi dari epitel follikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak
jarang ruangan follikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga terbentuklah kista yang
besar, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan klinis. Biasanya besarnya tidak melebihi
sebuah jeruk. Sering terjadi pada pubertas, climacterium, dan sesudah salpingektomi.
16
Gejala-gejala
Kista jenis ini tidak memberikan gejala yang karakteristik, bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala-gejala apapun. Bila mencapai ukuran yang cukup besar, kista
tersebut dapat memberikan rasa penuh dan tidak enak pada daerah yang dikenai. Seperti pada
semua tumor ovarii dapat menyebabkan torsi. Kadang-kadang walaupun jarang, dapat terjadi
rupture spontan, dengan disertai tanda-tanda perdarahan intra abdominal sehingga gambaran
klinisnya dapat menyerupai suatu kehamilan ektopik yang terganggu. Yang paling sering
terjadi ialah cairan kista tersebut mengalami resorpsi secara spontan setelah satu atau dua
siklus.
Terapi
Biasanya tak memerlukan terapi karena mengalami resorpsi spontan. Bila harus
diadakan operasi oleh karena adanya salah satu gangguan klinis atau oleh karena indikasi
lain, sebaiknya tindakannya disesuaikan dengan keadaan. Bila kista kecil dapat dilakukan
punksi atau eksisi saja. Bila besar sebaiknya di enucleasi dengan meninggalkan jaringan
ovarium yang normal.
b. Kista Lutein
Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein
yang sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam
ruang corpus selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak
jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma, yang berdinding tipis dan berwarna
kekuning-kuningan. Secara perlahan-lahan terjadi resorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga
akhirnya tinggallah cairan yang jernih, atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama
dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus
lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringan-jaringan perut.
Gejala-gejala
Pada beberapa kasus sering menyerupai kehamilan ektopik. Haid kadang-kadang
terlambat, diikuti dengan perdarahan sedikit yang terus menerus, disertai rasa sakit pada
bagian perut bawah. Pada pemeriksaan klinis ditemukan benjolan yang sakit. Ada yang
menganggap kista ini sebagai korpus luteum persistens, dimana oleh sesuatu sebab tidak
terjadi regresi. Suatu jenis yang jarang dari kista lutein ialah yang ditemukan pada mola
hydatidosa atau chorio epithelioma. Dalam beberapa kasus dari jenis ini, dindingnya dibentuk
17
oleh sel granulose yang mengalami luteinisasi, tetapi pada umumnya kista dibntuk oleh sel
theca lutein dan jaringan ikat.
c. Stein Levental ovary
Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat polykistik, permukaan rata, berwarna
keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunica yang
tebal dan fibrotik. Dibawahnya tampak follikel dalam bermacam-macam stadium, tetapi tidak
ditemukan corpus luteum. Secara klinis memberikan gejala yang disebut Stein-Leventhal
Syndrom, yaitu yang terdiri dari hirsutisme, sterilitas, obesitas dan oligomenorrhoe.
Kecenderungan virilisasi mungkin disebabkan hyperplasi dari tunica interna yang
menghasilkan zat androgenic. Kelainan ini merupakan penyakit herediter yang autosomal
dominant.
d. Germinal inclusion cyst
Terjadi oleh karena invaginasi dari epitel germinal dari ovarium. Biasanya terjadi
pada wanita tua. Tidak pernah memberi gejala-gejala yang berarti.
e. Kista endometrial
Kista ini terdapat pada endometriosis yang berlokasi di ovarium yang disebut sebagai
kista endometrial atau kista coklat. Dalam ovarium berukuran kecil sampai sebesar tinju yang
berisi darah sampai coklat.
Darah tersebut dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista yang dapat
menyebabkan perlengketan antara permukaan ovarium dengan uterus. Kadang dapat mengalir
dalam jumlah yang banyak ke dalam rongga peritoneum dan menimbulkan akut abdomen.
2. Kista ovarium yang neoplastik atau proliferatif
a. Kistoma ovarii simpleks
Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali
bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serus,
dan berwarna kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubung dengan
adanya tangkai, dapat terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejala-gejala mendadak. Diduga
bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya
berhubung dengan tekanan cairan dalam kista. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan
18
reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara
histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan.
b. Kistadenoma Ovarii Musinosum
Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, ia mungkin berasal dari
suatu teratoma di mana dalam pertumbuhannya, satu elemen mengalahkan elemen-elemen
lain. Ada penulis yang berpendapat bahwa tumor berasal dari lapisan germinativum, sedang
penulis lain menduga tumor ini mempunyai asal yang sama dengan tumor Brenner.
Gejala
Tumor lazimnya berbentuk multilokuler; oleh karena itu, permukaan berbagala
(lobulated). Kira-kira 10% dapat mencapai ukuran yang amat besar. Pada tumor yang besar
tidak lagi dapat ditemukan jaringan ovarium yang normal. Tumor biasanya unilateral, akan
tetapi dapat juga ditemui yang bilateral.
Kista menerima darahnya melalui suatu tangkai; kadang-kadang dapat terjadi torsi
yang mengakibatkan gangguan sirkulasi. Gangguan ini dapat menyebabkan perdarahan dalam
kista dan perubahan degeneratif, yang memudahkan timbulnya perlekatan kista dengan
omentum, usus-usus dan peritoneum parietale.
Dinding kista agak tebal dan berwarna putih keabu-abuan; yang terakhir ini
khususnya bila terjadi perdarahan atau perubahan degeneratif di dalam kista. Pada
pembukaan terdapat cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin, melekat dan berwarna
kuning sampai coklat tergantung dari percampurannya dengan darah.
Pada pemeriksaan mikroskopik tampak dinding kista dilapisi oleh epitel torak tinggi
dengan inti pada dasar sel; terdapat di antaranya sel-sel yang membundar karena terisi lendir
(goblet cells). Sel-sel epitel yang terdapat dalam satu lapisan mempunyai potensi untuk
tumbuh seperti struktur kelenjar: kelenjar-kelenjar menjadi kista-kista baru, yang
menyebabkan kista menjadi multilokuler. Jika terjadi sobekan pada dinding kista, maka sel-
sel epitel dapat tersebar pada permukaan peritoneum rongga perut, dan dengan sekresinya
menyebabkan pseudomiksoma peritonei. Akibat pseudomiksoma peritonei ialah timbulnya
penyakit menahun dengan musin terus bertambah dan menyebabkan banyak perlekatan.
Akhirnya, penderita meninggal karena ileus dan atau inanisi. Pada kista kadang-kadang dapat
ditemukan daerah padat, dan pertumbuhan papiler. Tempat-tempat tersebut perlu diteliti
19
dengan seksama oleh karena di situ dapat ditemukan tanda-tanda ganas. Keganasan ini
terdapat dalam kira-kira 5-10% dari kistadenoma musinosum.
Penanganan
Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup
besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya dilakukan
pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-ooforektomi). Pada waktu mengangkat kista
sedapat-dapatnya diusahakan mengangkatnya in toto tanpa mengadakan pungsi dahulu, untuk
mencegah timbulnya pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi kista. Jika berhubung
dengan besarnya kista perlu dilakukan pungsi untuk mengecilkan tumor, lubang pungsi harus
ditutup dengan rapi sebelum mengeluarkan tumor dari rongga perut. Setelah kista diangkat,
harus dilakukan pemeriksaan histologik di tempat-tempat yang mencurigakan terhadap
kemungkinan keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain perlu diperiksa pula.
c. Kistadenoma Ovarii Serosum
Pada umumnya para penulis berpendapat bahwa kista ini berasal dari epitel
permukaan ovarium (germinal epithelium).
Gejala
Pada umumnya kista jenis ini tak mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan
dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula
berrbagala karena kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya
berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi
pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan keluar pada permukaan kista
sebesar 5%. Isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak
jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid
papilloma). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin membedakan gambaran
makroskopik kistadenoma serosum papiliferum yang ganas dari yang jinak, bahkan
pemeriksaan mikroskopik pun tidak selalu memberi kepastian. Pada pemeriksaan
mikroskopik terdapat dinding kista yang dilapisi oleh epitel kubik atau epitel torak yang
rendah, dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar dan gelap warnanya. Karena
tumor ini barasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephithelium), maka bentuk epitel
pada papil dapat beraneka ragam tetapi sebagian besar epitelnya terdiri atas epitel bulu getar,
seperti epitel tuba.
20
Pada jaringan papiler dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya yang
dinamakan psamoma. Adanya psamoma biasanya menunjukkan bahwa kista adalah
kistadenoma ovarii serosum papilliferum, tetapi tidak bahwa tumor itu ganas. Apabila
ditemukan pertumbuhan papilifer, proliferasi dan stratifikasi epitel, serta anaplasia dan
mitosis pada sel-sel, kistadenoma serosum secara mikroskopik digolongkan kedalam
kelompok tumor ganas. Akan tetapi, garis pemisah antara kistadenoma ovarii papiliferum
yang jelas ganas kadang-kadang sukar ditentukan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan
bahwa potensi keganasan yang dilaporkan sangat berbeda-beda. Walaupun demikian, dapat
dikatakan bahwa 30% - 35% dari kistadenoma serosum mengalami perubahan keganasan.
Bila pada suatu kasus terdapat implantasi pada peritoneum disertai dengan asites, maka
prognosis penyakit itu kurang baik, meskipun diagnosis histopatologis pertumbuhan itu
mungkin jinak (histopatologically benign). Klinis kasus tersebut menurut pengalaman harus
dianggap sebagai neoplasma ovarium yang ganas (clinically malignant).
Terapi
Terapi pada umumnya sama seperti pada kistadenoma musinosum. Hanya, berhubung
dengan lebih besarnya kemungkinan keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti
terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu diperiksa sediaan yang
dibekukan (frozen section) pada saat operasi, untuk menentukan tindakan selanjutnya pada
waktu operasi.
d. Kista Endometrioid
Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin; pada dinding dalam terdapat
satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel endometrium. Kista ini, yang ditemukan
oleh Sartesson dalam tahun 1969, tidak ada hubungannya dengan endometriosis ovarii.
e. Kista Dermoid
Sebenarnya kista dermoid ialah satu teratoma kistik yang jinak dimana struktur-
struktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi dan
produk glandula sebasea berwarna putih kuning menyerupai lemak nampak lebih menonjol
daripada elemen-elemen entoderm dan mesoderm. Tentang histogenesis kista dermoid, teori
yang paling banyak dianut ialah bahwa tumor berasal dari sel telur melalui proses
partenogenesis.
21
Gejala
Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid. Dinding kista kelihatan putih,
keabu-abuan, dan agak tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik kenyal, di bagian lain padat.
Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga satu, akan tetapi bila dibelah, biasanya nampak
satu kista besar dengan ruangan kecil-kecil dalam dindingnya. Pada umumnya terdapat satu
daerah pada dinding bagian dalam yang menonjol dan padat.
Tumor mengandung elemen-elemen ektodermal, mesodermal dan entodermal. Maka
dapat ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang rawan, serat otot
jaringan ikat (mesodermal), dan mukosa traktus gastrointestinalis, epitel saluran pernapasan,
dan jaringan tiroid (entodermal). Bahan yang terdapat dalam rongga kista ialah produk dari
kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti lemak, bercampur dengan rambut. Rambut ini
terdapat beberapa serat saja, tetapi dapat pula merupakan gelondongan seperti konde.
Pada kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai dengan gejala nyeri mendadak di perut
bagian bawah. Ada kemungkinan pula terjadinya sobekan dinding kista dengan akibat
pengeluaran isi kista dalam rongga peritoneum. Perubahan keganasan agak jarang, kira-kira
dalam 1,5% dari semua kista dermoid, dan biasanya pada wanita lewat menopause. Yang
tersering adalah karsinoma epidermoid yang tumbuh dari salah satu elemen ektodermal. Ada
kemungkina pula bahwa satu elemen tumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya tumor
yang khas.
Termasuk di sini:
1. Struma ovarium
Tumor ini terutama terdiri atas jaringan tiroid, dan kadang-kadang dapat
menyebabkan hipertiroidi. Antara 1960 dan 1964 di RS. Dr. Soetomo Surabaya pernah
ditemukan 5 kasus struma ovarium, semuanay tak berfungsi dan tidak ganas. Hariadi selam 5
tahun (1963-1968) menemukan 3 kasus struma ovarium (= 0,5%), Djaswadi selam 10 tahun
(1965-1974) hanya mencatat satu kasus (= 0,5%); sedangkan Gunawan selama 3 tahun
(1974-1977) melaporkan satu kasus (= 0,2%).
2. Kistadenoma ovarii musinosum dan kistadenoma ovarii serosum
Kista-kista dapat dianggap sebagai adenoma yang bertasal dari satu elemen dari
epitelium germinativum.
22
3. Koriokarsinoma
Tumor ganas ini jarang ditemukan dan untuk diagosis harus dibuktikan adanya
hormon koriogonadotropin.
I. Kista Ovarium dan Kehamilan26
Kista ovarium pada kehamilan dapat menyebabkan nyeri perut akut karena terpuntir
atau ruptur. Kista ovarium paling sering ditemukan terpuntir atau ruptur pada kehamilan
trimester pertama. Apabila pada pemeriksaan kehamilan rutin didapatkan kista, maka
penanganan adalah sebagai berikut :
Jika ukuran kista lebih dari 10 cm dan asimptomatik : jika terdeteksi pada
trimester pertama, maka dilakukan observasi pertumbuhannya atau komplikasi.
Jika pada trimester kedua, lakukan pengangkatan dengan laparatomi untuk
mencegah komplikasi.
Jika ukuran kista antara 5-10 cm, follow up, laparatomi dilakukan jika ukuran
tidak mengecil atau membesar.
Jika ukuran kurang dari 5 cm, pada umumnya akan menghilang dan tidak
memerlukan penanganan.
1. Ruptur kista
Insiden kista ovarium yang ruptur dalam kehamilan bervariasi, sekitar 1:81 sampai
1:1000.
Diagnosis : biasanya ada riwayat trauma ringan seperti jatuh, hubungan seksual, atau
pemeriksaan vaginal. Ruptur juga dapat terjadi spontan. Ibu merasa nyeri perut bagian bawah
tiba-tiba, nyeri perut akut/tanda rangsangan peritoneum. Pemeriksaan darah sering
menunjukkan kadar hemoglobin yang menurun, sonografi menunjukkan adanya cairan bebas
pada cavum douglasi.
Pengelolahan : laparatomi, dengan meninggalkan jaringan ovarium sebanyak
mungkin.
2. Torsi Kista
Kasus torsi kista jarang terjadi, insiden pada remaja lebih sering, dan kehamilan
merupakan faktor predisposisi terjadinya torsi kista (20% pada kehamilan, terutama trimester
23
pertama). Kista torsi kebanyakan adalah kista dermoid dan bagian kanan lebih sering
mengalami torsi (3:2).
Diagnosis : nyeri perut akut bagian bawah, berat, kolik, unilateral dan nyeri panggul,
terdapat mual dan muntah, demam ringan, teraba massa pada perut bagian bawah yang nyeri
tekan. Jika terdapat nekrosis adneksa akan didapatkan demam tinggi dan leukositosis.
Sonografi menunjukkan adanya kista ovarium.
Penanganan : operatif dilakukan untuk memperbaiki puntiran dan meninggalkan
ovarium yang baik. Jika didapati nekrosis adneksa, lakukan salpingo-ooforektomi. Bila
terjadi torsi parsial, lakukan perbaikan puntiran, konservatif, kistektomi, dan tinggalkan
ovarium yang baik.
J. Diagnosis
1. Ultrasonografi (USG)
Alat peraba (transducer) digunakan untuk memastikan keberadaan kista, membantu
mengenali lokasinya dan menentukan apakah isi kista cairan atau padat. Kista berisi cairan
cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari gambaran USG dapat terlihat:
a. Akan terlihat sebagai struktur kistik yang bulat (kadang-kadang oval) dan terlihat
sangat echolucent dengan dinding yang tipis/tegas/licin, dan di tepi belakang kista nampak
bayangan echo yang lebih putih dari dinding depannya.
b. Kista ini dapat bersifat unillokuler (tidak bersepta) atau multilokuler (bersepta).
c. Bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di dalam kista yang berasal
dari elemen-elemen darah di dalam kista.
Gambar 1. Kista pada USG
24
2. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan lab dapat berguna sebagai screening maupun diagnosis apakah tumor
tersebut bersifat jinak atau ganas. Berikut pemeriksaan yang umum dilakukan untuk
mendiagnosis kista ovarium.
Pemeriksaan Beta-HCG Pemeriksaan ini digunakan untuk screening awal apakah
wanita tersebut hamil atau tidak.
Pemeriksaan Darah Lengkap Untuk sebuah penyakit keganasan, dapat diperkirakan
melalui LED. Parameter lain seperti leukosit, HB, HT juga dapat membantu pemeriksa
menilai keadaan pasien. Hb dan hematokrit dapat digunakan untuk evaluasi anemia yang
dapat disebabkan oleh perdarahan akut, sel darah putih dapat juga meningkat bukan hanya
pada keadaan komplikasi kista ovarium (terutama torsi), namun juga pada infeksi, kondisi
patologis abdomen seperti apendisitis.
Urinalisis Urinalisis penting untuk mencari apakah ada kemungkinan lain dari
kondisi nyeri pada abdomen atau pelvis, baik batu saluran kemih, atau infeksi dan untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
Kadar hormon (seperti estradiol, LH, FSH)
Pemeriksaan Tumor Marker Tumor marker spesifik pada
keganasan ovarium adalah CA125. CEA juga dapat diperiksa, namun CEA kurang spesifik
karena marker ini juga mewakili keganasan kolorektal, uterus dan ovarium.
3. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Merupakan pemeriksaan untuk memastikan tingkat keganasan dari tumor ovarium.
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersama dengan proses operasi, kemudian sampel
difiksasi dan diperiksa dibawah mikroskop.
K. Diagnosis Banding27
Selama pemeriksaan, sangat penting bahwa penyebab nyeri perut atau nyeri panggul
yang berhubungan dengan morbiditas yang tinggi harus dikecualikan sebelum kista ovarium
didiagnosis. Hal ini termasuk mengesampingkan masalah emergency ginekologi dan urologi
pada perempuan seperti kehamilan ektopik, torsi ovarium, atau bahkan abses tubo-ovarium,
serta penyebab perut nyeri perut bagian bawah seperti radang usus buntu. Berikut adalah
diagnosis banding yang mungkin :
Salpingitis akut : biasanya terjadi pada awal kehamilan sampai minggu ke 10
kehamilan, penyebabnya dapat infeksi gonokokus atau infeksi pada abortus tertinggal
25
(inkomplet). Nyeri biasanya terasa pada kedua fosa iliaka dan terus-menerus, disertai
demam dan nyeri tekan perut, serta takikardi.
Kehamilan ektopik terganggu : nyeri perut disertai perdarahan dengan darah warna
coklat kehitaman, dengan jumlah sedikit. Nyeri perut biasanya pada satu sisi, sejalan
dengan beratnya perdarahan intraabdomen, nyeri dapat meluas ke seluruh pelvis.
Appendisitis akut : peradangan pada appendix dengan gejala nyeri perut yng bergeser
ke proksimal dan lateral sesuai pertambahan usia kehamilan, disertai anoreksia, mual,
muntah, diare/konstipasi, dan demam. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
leukositosis.
L. Terapi
1. Observasi dan Manajemen Gejala
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2
bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua
siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas. Apabila terdapat nyeri, maka dapat
diberikan obat-obatan simptomatik seperti penghilang nyeri NSAID.
2. Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yakni dilakukan
pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparotomi. Biasanya kista yang ganas
tumbuh dengan cepat dan pasien mengalami penurunan berat badan yang signifikan. Akan
tetapi kepastian suatu kista itu bersifat jinak atau ganas jika telah dilakukan pemeriksaan
Patologi Anatomi setelah dilakukan pengangkatan kista itu sendiri melalui operasi. Biasanya
untuk laparoskopi diperbolehkan pulang pada hari ke-3 atau ke-4, sedangkan untuk
laparotomi diperbolehkan pulang pada hari ke-8 atau ke-9.
Indikasi umum operasi pada tumor ovarium melalu screening USG umumnya
dilakukan apabila besar tumor melebihi 5cm baik dengan gejala maupun tanpa gejala. Hal
tersebut diikuti dengan pemeriksaan patologi anatomi untuk memastikan keganasan sel dari
tumor tersebut.
M. Prognosis
Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di jaringan
sisa ovarium atau di ovarium kontralateral, namun 70-80% kista folikular menyembuh
26
dengan sendirinya. Apabila sudah dilakukan operasi, angka kejadian kista berulang cukup
kecil yaitu 13%.
Pada pasien hamil dengan kista berdiameter < 6 cm memiliki resiko malignansi <1 %.
Sebagian besar kista ini meyembuh dalam usia gestasi 16-20 minggu.28 Pada pasien
postmenopause dengan kista tanpa sekat, kemungkinan menjadi ganas sebesar 0.3%. Pada
kista multiloculated dan komples, resiko malignansi menjadi 36%. Jika didapatkan kanker,
maka penyebaran regional atau jauh dapat terjadi pada 70% kasus dan hanya 25% kasus yang
tetap pada stadium I.29
Kematian disebabkan karena karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium
saat terdiagnosis pertama kali dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah
dalam stadium akhir. Angka harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41.6%. Pada kelompok
yang berbeda dengan tumor yang kurang agresif dan potensial malignansi kecil, memiliki
angka harapan hidup dalam 5 tahun sebesar 86.2% .30
27
BAB III
KESIMPULAN
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar
hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Kista
ovarium merupakan benjolan yang membesar, seperti balon yang berisi cairan yang tumbuh
di indung telur. Meskipun 70-80% kasus kista ovarium akan menyusut dengan sendirinya,
namun kemungkinan untuk terjadinya keganasan masih ada sehingga setiap pasien dengan
kista ovarium harus menjalani follow up untuk mengetahui perkembangan kista dan
menentukan langkah selanjutnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Yatim,F, 2005. Penyakit Kandungan. Jakarta : Penerbit Pustaka Populer Obor.2. Triyanto, Endang, 2009. Hubungan Antara Dukungan Suami Dengan Tingkat Stres
Istri yang Menderita Kista Ovarium di Purwokerto. Jurnal Keperawatan Jendral Soedirman Purwokerto. Volume 4, No.2 Juli 2009
3. McDonald JM, Modesitt SC. The incidental postmenopausal adnexal mass. Clin Obstet Gynecol. Sep 2006;49(3):506-16.
4. Giuntoli RL 2nd, Vang RS, Bristow RE. Evaluation and management of adnexal masses during pregnancy.Clin Obstet Gynecol. Sep 2006;49(3):492-505.
5. Anwar A, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 6nd ed. Jakarta: EGC; 2010.7. Wiknjosastro, H. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 1999.8. Medscape Reference , Ovarium Anatomy, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1949171-overview#aw2aab6b39. Wiknjosastro H. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999: 13-1410. Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, l 1027; Jakarta, 199811. Bottomley C, Bourne T. Diagnosis and management of ovarian cyst accidents. Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol. Oct 2009;23(5):711-24.12. Schmeler KM, Mayo-Smith WW, Peipert JF, Weitzen S, Manuel MD, Gordinier ME.
Adnexal masses in pregnancy: surgery compared with observation. Obstet Gynecol. May 2005;105(5 Pt 1):1098-103.
13. McDonald JM, Modesitt SC. The incidental postmenopausal adnexal mass. Clin Obstet Gynecol. Sep 2006;49(3):506-16.
14. American Cancer Society. Cancer Facts and Figures 2009. Estimated New Cancer Cases and Deaths by Sex, US, 2009. American Cancer Society.
15. Miller BA, Kolonel LN, Bernstein L, et al. Racial/Ethnic Patterns of Cancer in the United States 1988-1992. Bethesda, Md: National Cancer Institute; 1996
16. Stany MP, Hamilton CA. Benign disorders of the ovary. Obstet Gynecol Clin North Am. Jun 2008;35(2):271-84
17. Schmeler KM, Mayo-Smith WW, Peipert JF, Weitzen S, Manuel MD, Gordinier ME. Adnexal masses in pregnancy: surgery compared with observation. Obstet Gynecol. May 2005;105(5 Pt 1):1098-103.
18. Heling KS, Chaoui R, Kirchmair F, Stadie S, Bollmann R. Fetal ovarian cysts: prenatal diagnosis, management and postnatal outcome. Ultrasound Obstet Gynecol. Jul 2002;20(1):47-50.
19. Holt VL, Cushing-Haugen KL, Daling JR. Risk of functional ovarian cyst: effects of smoking and marijuana use according to body mass index. Am J Epidemiol. Mar 15 2005;161(6):520-5. [Medline].
20. Holt VL, Cushing-Haugen KL, Daling JR. Oral contraceptives, tubal sterilization, and functional ovarian cyst risk. Obstet Gynecol. Aug 2003;102(2):252-8.
21. Vanholder T, Opsomer G, Kruif AD. Aetiology and pathogenesis of cystic ovarian follicles in dairy cattle: a review. Department of Reproduction, Obstetrics and Herd Health, Faculty of Veterinary Medicine, Ghent University. Reprod. Nutr. Dev. 46 (2006) 105–119
29
22. Wiknjosastro H. Buku Ilmu Kandungan Edisi 2., editor: Saifuddin A.B,dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.1999: 13-14
23. Sjamsuhidayat, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, l 1027; Jakarta, 199824. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.25. Schorge et al. William’s Gynecology [Digital E-Book] Gynecologic Oncology
Section. Ovarian Tumors and Cancer. McGraw-Hills..200826. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan : Nyeri Perut Akut pada Kehamilan.Edisi 4.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003 : 664-666. 27. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan : Nyeri Perut Akut pada Kehamilan.Edisi 4.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003 : 660-664. 28. Giuntoli RL 2nd, Vang RS, Bristow RE. Evaluation and management of adnexal
masses during pregnancy.Clin Obstet Gynecol. Sep 2006;49(3):492-505. 29. McDonald JM, Modesitt SC. The incidental postmenopausal adnexal mass. Clin
Obstet Gynecol. Sep 2006;49(3):506-16. 30. Glanc P, Salem S, Farine D. Adnexal masses in the pregnant patient: a diagnostic and
management challenge. Ultrasound Q. Dec 2008;24(4):225-40
30
top related