metodologi pembelajaran pak dedih
Post on 22-Jan-2016
112 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
A. Mengajar antara Ilmu dan Seni
Pendidikan modern menganggap bahwa metode
pembelajaran merupakan unsur yang sangat penting dalam
program pendidikan. Karena itu, banyak sekali penelitian
tentang metode pembelajaran dilakukan, buku-buku tentang
metodologi pembelajaran dibuat, bahkan mahasiswa yang
belajar di berbagai universitas dan institut pendidikan sengaja
dibekali secara khusus mata kuliah metodologi pembelajaran.
Upaya tersebut dilakukan mengingat eratnya kaitan antara
penguasaan metodologi pembelajaran dengan keadaan
mahasiswa sebagai calon guru profesional di masa mendatang.
Dengan demikian, mengajar bukanlah kegiatan yang
sembarangan dan manasuka melainkan berpedoman pada
landasan-landasan dan aturan-aturan yang jelas. Karena itu,
kegiatan mengajar selain dilakukan dengan benar juga harus
menarik. Landasan pemikiran itulah yang memunculkan
persoalan apakah mengajar itu masuk wilayah kegiatan ilmiyah
atau seni.
Untuk menentukan apakah mengajar itu masuk wilayah
kegiatan ilmiyah atau seni atau kedua-duanya, maka terlebih
1
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
2 |
2
dahulu harus diketahui ciri-ciri ilmu dan seni. Ilmu merupakan
kumpulan teori-teori yang didasarkan pada fakta dan data
penelitian yang empiris melalui hasil pikir dan eksperimen
manusia. Melalui penelitian-penelitian ilmiah inilah kaidah-
kaidah mengajar yang baik ditemukan. Sehingga muncul
beberapa metode pembelajaran bahasa asing.
Sementara seni, ciri utamanya adalah kumpulan
keterampilan yang sangat beragam dan bervariasi. Maka
kegiatan menulis, menggambar, bersuara, bernyanyi, bermain
musik dan bergerak merupakan keterampilan-keterampilan
tangan, gerak atau suara yang juga diperlukan dalam kegiatan
belajar mengajar. Semua itu merupakan aktivitas seni (Abdul
Alim Ibrahim, 1973: 23-24).
Maka, seseorang yang hanya menguasai teori mengajar
belum tentu mampu mengajar dengan baik tanpa menguasai
keterampilan tangan, gerak atau suara. Begitu pula sebaliknya,
orang yang memiliki keterampilan tangan, gerak dan suara
yang bagus belum tentu mampu mengajar dengan baik tanpa
didukung pengetahuan tentang teori mengajar yang memadai.
Sebab pengetahuan tentang teori mengajar dan keterampilan
tangan, gerak dan suara merupakan unsur-unsur yang bersatu
padu dalam menciptakan proses pembelajaran bahasa asing
yang baik dan sempurna.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan aktivitas gabungan antara ilmu dan seni. Ilmu
untuk memberi kaidah pada proses pembelajaran, sedangkan
seni untuk memberi warna pada aktivitas pembelajaran.
Keduanya menjadi padu dan saling melengkapi.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
3 |
B. Pentingnya Metode dalam Pendidikan
Para ahli pendidikan sejak dulu hingga sekarang tidak
berhenti meneliti metode-metode untuk mengembangkan dan
meningkatkan proses pembelajaran dalam segala bidang
disiplin ilmu, baik dalam bidang bahasa, eksak, agama maupun
sosial. Bahkan pembicaraan mereka tentang metode mengajar
hampir mengisi sebagian besar isi buku pendidikan. Dalam
sejarah perkembangan pendidikan sangat terlihat bahwa dari
waktu ke waktu selalu ada upaya yang berkesinambungan
untuk menghasilkan metode mengajar yang baik. Upaya
tersebut dilakukan berdasar pada anggapan bahwa metode
merupakan salah satu rukun penting dalam proses
pembelajaran (Abdul Alim Ibrahim, 1973: 31).
Jika dideskripsikan, maka kegiatan pembelajaran tidak
saja melibatkan guru, siswa dan materi, melainkan juga
metode. Guru bertugas menyampaikan pelajaran, siswa
menerima materi pelajaran, sementara materi merupakan
seperangkat bahan ajar yang disampaikan oleh guru kepada
siswa. Agar guru mencapai tujuan pembelajaran secara efektif
dan efesien, maka penguasaan metode pembelajaran menjadi
rukun wajib bagi guru dalam menyampaikan materi pelajaran
tersebut.
Dengan dimikian, suksesnya pembelajaran sebagian
besar tergantung pada metode yang digunakan. Metode yang
baik bisa membantu meminimalisir atau menutupi kekurangan
pada kurikulum yang kurang baik, lemahnya kemampuan
siswa, sukar dipahaminya buku ajar, dan lain sebagainya terkait
dengan kesulitan belajar. Jika guru yang mengajar sering
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
4 |
4
berbeda dalam materi ajar dan kepribadian mereka, maka
perbedaan metode yang digunakan di antara mereka akan
memiliki pengaruh yang lebih besar pada siswa. Karena itu,
para ahli sepakat bahwa metode lebih penting daripada materi
ajar.
C. Keragaman Metode
Metode merupakan proses seni yang sering menuai
perbedaan dan sering pula melahirkan banyak sudut pandang.
Karena itu, tidaklah heran jika pada ujungnya banyak sekali
lahir metode-metode mengajar dalam bidang pendidikan.
Sebagian besar metode itu diberi nama sesuai dengan
pencetusnya, atau dengan ciri-ciri utama, dan atau dengan
karakteristiknya. Contohnya Metode Herbart, Metode Jig Saw,
Metode al-Wahdaat (kesatuan), metode al-Kulliyaat (dari yang
general menuju yang rinci), dan lain sebagainya (Abdul Alim
Ibrahim, 1973: 32).
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah perbedaan pandangan para ahli pendidikan
tentang kurikulum pembelajaran. Sebagian ahli berpendapat
bahwa kurikulum itu saling berkaitan satu sama lain yang
ujungnya akan mencapai satu tujuan yang sama. Karena itu,
mereka menyarankan agar memelihara keterkaitan antara
materi dengan metode pengajarannya. Sebagian lain
berpandangan bahwa antara materi dan metode adalah dua hal
yang terpisah. Karena itu, mereka melahirkan metode yang lain
untuk materi yang berbeda.
Perbedaan lainnya dipicu oleh perbedaan mereka
mengenai fungsi pendidikan yang paling mendasar. Sebagian
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
5 |
berpendapat bahwa fungsi pendidikan yaitu untuk memahami
warisan masa lalu. Sebagian lainnya berpendapat bahwa fungsi
pendidikan yaitu untuk menyambut dan menghadapi
tantangan hari ini dan esok. Karena itu, tidak diragukan bahwa
setiap pandangan tadi menuntut lahirnya metode tersendiri
dalam mengajar.
Faktor lainnya dipengaruhi juga oleh teori-teori ilmu
jiwa dan pengaruhnya terhadap akal dan pemikiran. Demikian
pula pengalaman dan hasil penelitian para ahli pendidikan serta
perbedaan hasil penelitian mereka.
D. Ciri-ciri Metode yang Baik Setiap metode pembelajaran pada dasarnya, diarahkan
untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif dan
mencapai tujuan. Karena itu, sebuah metode haruslah
didasarkan pada beberapa kriteria bahwa metode tersebut
dipandang baik. A. Alim Ibrahim (1973: 34) menjelaskan
bahwa metode yang baik yaitu:
1. Metode yang dapat mengantarkan pembelajaran pada
tujuan yang telah ditetapkan dalam waktu yang singkat
dan dengan usaha yang ringan lagi mudah. Dengan
kata lain, metode tersebut harus efektif dan efesien.
2. Metode yang dapat meningkatkan perhatian dan minat
belajar siswa, serta memotivasi siswa untuk melakukan
kegiatan yang positif, kreatif, interaktif dan
komunikatif.
3. Metode yang memberikan dorongan kepada siswa
untuk berfikir bebas dan membuat keputusan yang
mandiri, sebagaimana dituntut dalam pembelajaran
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
6 |
6
ta‟bîr (berbicara dan menulis) dan rasa sastra (tadzawwuq
adaby).
4. Metode yang memberikan dorongan kepada siswa
untuk bisa bekerja sama secara kolektif dan
mengurangi dominasi guru terhadap siswa atau
dominasi orang dewasa terhadap siswa yang masih
kecil.
5. Metode yang lentur dan bervariasi. Satu waktu
bentuknya diskusi, dan pada waktu lain bentuknya
bisa ceramah atau problem solving. Penggunaan satu
metode tertentu secara terus menerus dan
memaksakan penggunaannya dalam setiap waktu dan
keadaan, akan membuat metode itu sangat mandul
dengan seiringnya waktu. Selain itu, siswa pun akan
merasa jenuh dan bosan.
Dengan demikian, penggunaan metode yang bervariasi
itu merupakan suatu keharusan baik dalam suatu kelas, atau
dalam suatu mata pelajaran tertentu atau bahkan dalam suatu
materi atau pokok bahasan tertentu. Hal itu disebabkan bahwa
belajar tidak akan mungkin tercapai hanya dengan satu metode
saja. Seorang siswa terkadang belajar dengan cara menyimak,
atau dengan cara melihat, atau dengan cara berbincang, atau
membaca dan lain sebagainya. Karena itu, metode
pembelajaran harus memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memanfaatkan pelbagai media yang dia miliki untuk
belajar.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
7 |
E. Pendekatan, Metode dan Teknik
Sebelum mempelajari metode pembelajaran bahasa
Arab, ada baiknya terlebih dahulu mengenal pendekatan.
Sebab pendekatan akan mempengaruhi pemilihan metode.
Pemilihan metode akan mempengaruhi pemilihan teknik
pembelajaran. Ketiga unsur tersebut membentuk sebuah
piramida yang menunjukkan adanya hubungan yang tak
terpisahkan.
Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah
tersebut sering digunakan dengan pengertian yang sama,
artinya orang menggunakan istilah metode dengan pengertian
yang sama dengan pendekatan, demikian pula dengan istilah
teknik dan metode.
Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai makna
yang berbeda, walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya
saling berkaitan. Berikut ini adalah uraian tentang pendekatan,
metode dan teknik pengajaran.
1. Pendekatan
Ramelan (1982) mengutip pendapat Anthony yang
mengatakan bahwa pendekatan itu mengacu pada seperangkat
asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan dengan sifat
bahasa serta pengajaran bahasa. Sementara Edward Antony
dalam Douglas Brown (1994:48) menjelaskan bahwa
pendekatan atau approach “is a set of assumptions dealing with the
nature of language, learning and teaching”, yaitu sejumlah asumsi
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
8 |
8
tentang hakikat bahasa, belajar dan mengajar. Jadi, pendekatan
merupakan dasar teoritis untuk suatu metode.
Ada beberapa definisi tentang bahasa. Namun yang
paling relevan dengan konteks pengajaran bahasa adalah:
“sistem atau aturan manasuka dalam bentuk lambang-lambang bunyi
yang digunakan manusia untuk saling bertukar pikiran dan perasaan
antara anggota masyarakat yang sejenis” (Al-Khulli, 1982: 15).
Dari definisi di atas, diketahui bahwa inti bahasa adalah
sebagai berikut:
a. Bahasa adalah aturan. Artinya bahwa bahasa apapun di
dunia ini tunduk dan patuh pada aturan tertentu baik
pada aspek ponetik, morfologis, sintaksis dan semantik.
Jadi, bahasa bukanlah sesuatu yang kacau tanpa aturan.
b. Bahasa adalah sistem manasuka. Artinya bahwa aturan
bahasa tidak berdasarkan alasan logika yang standar.
Sebab faktanya setiap bahasa memiliki aturan tersendiri
yang berbeda dengan bahasa lain. Kalimat dalam bahasa
Arab misalnya, terbagi dalam jumlah ismiyah dan fi‟liyah.
Jumlah ismiyah adalah kalimat yang didahului oleh isim
(kata benda). Sedangkan jumlah fi‟liyah adalah kalimat
yang didahului oleh kata kerja. Dalam bahasa Inggris,
kalimat selalu didahului oleh kata benda, tidak ada
kalimat yang didahului oleh kata kerja. Contoh lain,
dalam bahasa Arab, sifat terletak setelah yang disifati.
Sementara dalam bahasa Inggris, kata adjective (sifat)
terletak sebelum noun (mausûf).
c. Bahasa pada dasarnya adalah bunyi atau berbicara.
Artinya bahwa manusia mampu berbicara sebelum dia
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
9 |
mampu menuliskannya. Sebagaimana anak kecil terlebih
dahulu akan belajar berbicara sebelum belajar membaca
dan menulis. Demikian juga banyak ditemukan di dunia
ini manusia yang mampu berbicara tapi mereka tidak
bisa membaca dan menulis. Kenyataan ini sebagai bukti
bahwa bahasa pada dasarnya merupakan aktivitas
berbicara.
d. Bahasa merupakan lambang. Artinya bahwa kata-kata itu
merupakan lambang bagi yang ditunjukinya tetapi bukan
bendanya itu sendiri. Kata “rumah” misalnya,
melambangkan sesuatu yang ditunjuk oleh kata tersebut,
tetapi bukan bentuk rumah itu sendiri. Karena itu,
pendengar atau pembaca harus menempatkan lambang-
lambang bahasa tersebut agar mampu dipahami dengan
baik.
e. Bahasa yaitu alat untuk mentransfer pemikiran dan
perasaan kepada orang lain.
Asumsi-asumsi tersebut di atas menimbulkan adanya
pendekatan-pendekatan yang berbeda, yakni:
a. Pendekatan yang didasari pendapat bahwa belajar
berbahasa berarti berusaha membiasakan diri
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Tekanannya
pada pembiasaan.
b. Pendekatan yang didasari pendapat bahwa belajar
berbahasa berarti berusaha untuk memperoleh
kemampuan berkomunikasi secara lisan. Tekanan
pembelajarannya pada kemampuan berbicara.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
10 |
10
c. Pendekatan yang didasari pendapat bahwa dalam
pembelajaran bahasa, yang harus diutamakan ialah
pemahaman terhadap kaidah-kaidah yang mendasari
ujaran, maka tekanan pembelajarannya terletak pada
aspek kognitif bahasa bukan pada kemampuan
menggunakan bahasa.
2. Metode
Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran
bahasa, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan
penyusunan secara sistematis bahan yang diajarkan, serta
kemungkinan pengadaan remedial dan bagaimana
pengembangannya. Sementara menurut Edward Antony dalam
Douglas Brown (1994: 48) “is an overall plan for systematic
presentation of language base upon a selected approach”, yaitu rencana
yang menyeluruh untuk pengajaran bahasa secara sistematik
berdasar pada pendekatan yang dipilih.
Pemilihan, penentuan, dan penyusunan bahan ajar secara
sistematis, dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah
diserap dan dikuasai oleh siswa. Semua itu didasarkan pada
pendekatan yang dianut, dengan kata lain, pendekatan
merupakan penentu metode yang digunakan.
Metode mencakup pemilihan dan penentuan bahan ajar
serta kemungkinan pengadaan remedial dan pengembangan
bahan ajar tersebut. Dalam hal ini guru menetapkan tujuan
yang hendak dicapai. Kemudian ia mulai memilih bahan ajar.
Sesudah itu bahan ajar tersebut disusun menurut urutan
tingkat kesukarannya. Di samping itu, guru juga merencanakan
pula cara mengevaluasi, mengadakan remedial serta
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
11 |
pengembangan bahan ajar tersebut. Metode dalam pengertian
di atas, lebih dimaksudkan dengan persiapan dan perencanaan
menyeluruh sebelum memulai pembelajaran.
3. Teknik
Teknik pengajaran merupakan cara guru menyampaikan
bahan ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan
pendekatan yang dianut. Sementara menurut Edward Antony
dalam Douglas Brown (1994:48) “are the specific activities
manifested in the classroom that are consistent with a method and
therefore in harmony with an approach as well”, yaitu sejumah
perbuatan yang sangat rinci di kelas sesuai dengan metode dan
pendekatan yang telah dipilih.
Teknik yang digunakan oleh guru bergantung pada
kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses
belajar mengajar dapat berjalan lancar dan berhasil dengan
baik. Dalam menentukan teknik pengajaran ini, guru perlu
mempertimbangkan situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa,
sifat-sifat siswa, dan kondisi-kondisi lainnya. Untuk metode
yang sama, dapat digunakan teknik pengajaran yang berbeda-
beda, tergantung pada berbagai faktor tersebut.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teknik
pengajaran adalah siasat yang dilakukan oleh guru dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk memperoleh hasil
yang optimal.
F. Kelenturan Penggunaan Metode
Para ahli pendidikan sepakat bahwa dalam kegiatan
mengajar termasuk mengajarkan bahasa asing, penggunaan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
12 |
12
metode sangat penting bahkan dianggap lebih penting
daripada materi. Namun demikian, penggunaan metode pada
prinsipnya sangat lentur dan tidak kaku. Kelenturan
penggunaan metode dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Tujuan pembelajaran bahasa. Banyak orang belajar
bahasa dengan tujuan yang berbeda-beda;
2. Materi pelajaran. Ada materi pelajaran yang bersifat
teoretis ada pula yang bersifat praktis. Bahkan ada materi
yang mesti menggunakan media pengajaran seperti
gambar, photo, kaset atau video dan lain sebagainya;
3. Tema yang diajarkan;
4. Keadaan siswa;
5. Jenjang pendidikan;
6. Fasilitas belajar; dan
7. Pengalaman guru.
G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teknik Pembelajaran Bahasa
Al-Khuli (1982: 26-29) menyebutkan beberapa faktor
yang mempengaruhi teknik pengajaran bahasa asing, di
antaranya yaitu:
1. Kecakapan guru dalam mengelola teknik pengajaran dan
menerjemahkan teknik-teknik pengajaran yang baru;
2. Beban guru. Dengan jadwal pelajaran yang sangat padat,
guru harus mampu memilih metode dan teknik
pengajaran yang tidak mengeluarkan keringat terlalu
banyak;
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
13 |
3. Motivasi guru. Jika guru tidak mempunyai semangat
mengajar yang tinggi, maka mengajarnya pun lambat
laun akan menurun secara drastis. Begitu pula akan
sangat sulit untuk menggunakan teknik pengajaran yang
baru;
4. Kebiasaan guru. Kebiasaan guru yang selalu
menggunakan teknik pengajaran tertentu dalam jangka
waktu yang sangat lama, dapat membuat seorang guru
sulit untuk menerima dan mempraktekan teknik yang
baru;
5. Kepribadian guru. Biasanya sebagian guru merasa sangat
cocok dengan satu teknik tertentu dan sebagian lainnya
tidak. Semua itu sangat bergantung pada kepribadian
guru;
6. Cara guru belajar bahasa asing akan mempengaruhi cara
dia mengajar, sehingga seolah-olah dia mengatakan
“belajarlah seperti aku belajar dulu”;
7. Minat siswa untuk belajar bahasa asing. Jika minat
belajar siswa tinggi maka guru akan lebih mudah untuk
membuat variasi teknik pengajaran bahasa asing yang
sekiranya dapat menambah semangat siswa;
8. Kecerdasan siswa. Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan suatu hubungan yang erat antara kecerdasan
siswa dengan cara siswa belajar bahasa asing;
9. Usia siswa. Usia yang tidak rata-rata akan mempengaruhi
proses belajar bahasa asing. Sulit untuk mengajarkan
bahasa asing kepada anak-anak dan orang dewasa
sekaligus;
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
14 |
14
10. Harapan siswa. Apakah harapan siswa akan terjawab
dengan belajar bahasa asing atau apakah cara belajar
yang diterima oleh siswa dirasakan dapat mengantarkan
siswa untuk mencapai harapannya;
11. Hubungan antara bahasa Ibu dan bahasa asing. Akan
sangat membantu siswa bila dalam banyak hal terdapat
kaitan antara bahasa asing yang dipelajari di sekolah
dengan bahasa Ibu yang digunakan di rumah. Misalnya
terdapat beberapa kosa kata yang juga agak mirip
digunakan dalam bahasa Ibu;
12. Lamanya program belajar. Waktu belajar yang terlalu
lama akan membuat siswa menjadi jenuh dan bosan;
13. Fasilitas belajar. Dalam pengajaran bahasa asing, fasilitas
belajar bahasa merupakan sebuah keniscayaan yang
wajib ada. Tanpa itu, belajar bahasa tidak akan
sempurna;
14. Tujuan yang ingin dicapai dalam belajar berkaitan erat
dengan metode dan teknik pengajaran yang digunakan;
15. Evaluasi pembelajaran juga harus mampu
mengakomodir aspek-aspek kebahasaan yang dipelajari
oleh siswa. Jika tidak sesuai, maka siswa akan kurang
peduli pada kualitas evaluasi tersebut;
16. Jumlah siswa. Kelas gemuk atau kelas kurus akan sangat
mempengaruhi penggunaan teknik pengajaran bahasa.
Bisa jadi, suatu teknik tertentu cocok digunakan pada
kelas kurus tapi tidak cocok digunakan pada kelas
gemuk.
15
PENDEKATAN & TEORI
PEMBELAJARAN BAHASA
A. Pendekatan Pembelajaran Bahasa
Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam
pembelajaran bahasa, antara lain ialah pendekatan tujuan dan
pendekatan struktural. Kemudian menyusul pendekatan yang
dipandang lebih sesuai dengan hakekat dan fungsi bahasa,
yakni pendekatan komunitatif.
1. Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa
dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang harus dipikirkan
dan ditetapkan terlebih dahulu ialah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan
itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan
teknik pengajaran yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan
pembelajaran tersebut dapat dicapai.
Jadi proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang
ditetapkan, untuk mencapai tujuan itu sendiri. Berdasarkan
pendekatan tujuan, maka yang penting adalah tercapainya
tujuan. Adapun proses pembelajarannya, bagaimana
2
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
16 |
16
metodenya, bagaimana teknik pembelajarannya tidak
merupakan masalah penting.
Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan
dengan “cara belajar tuntas”. Berarti suatu kegiatan belajar
mengajar dianggap berhasil, apabila sedikitnya 85 % dari
jumlah siswa yang mengikuti pelajaran itu menguasai minimal
75 % dari bahan ajar yang diberikan guru. Penentuan
keberhasilan itu didasarkan pada hasil tes sumatif, jika
sekurang-kurangnya 85 % dari jumlah siswa dapat
mengerjakan atau dapat menjawab dengan betul minimal 75 %
dari soal yang diberikan oleh guru maka pelajaran dapat
dianggap berhasil.
2. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan
dalam pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi yang
menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah. Atas dasar
anggapan tersebut timbul pemikiran bahwa pembelajaran
bahasa harus diutamakan penguasaan kaidah-kaidah bahasa
atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu
dititik beratkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa
yang tercakup dalam fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dalam
hal ini pengetahuan tentang pola-pola kalimat, pola kata, dan
suku kata menjadi sangat penting, jelas, bahwa aspek kognitif
bahasa diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki
kelebihan. Dengan pendekatan struktural siswa akan menjadi
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
17 |
cermat dalam menyusun kalimat, karena mereka memahami
kaidah-kaidahnya.
3. Pendekatan Komunikatif
Beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran dengan
pendekatan komunikatif, yaitu:
a. Sedapat mungkin menggunakan teks Arab yang autentik,
seperti diambil dari kisah, majalah, surat kabar Arab,
bukan dari materi dialog/wacana yang sengaja
dipersiapkan untuk materi pelajaran bahasa Arab sebagai
bahasa asing, karena materi pelajaran tersebut telah
mengalami 'rekayasa' hingga tidak alami lagi. Bahasa
Arab difungsikan sebagai alat komunikasi antar pelajar
dalam pembelajaran.
b. Siswa dilatih untuk menggunakan berbagai bentuk dan
pola kalimat -sedapat mungkin- dalam mengungkapkan
suatu makna.
c. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan
komentar, kesan atau pendapat pribadinya tentang
kandungan materi pelajaran yang didengar dan yang
dibacanya. Pada tahap-tahap awal, kekeliruan berbahasa
yang diperbuat siswa dapat ditolerir.
d. Siswa dilatih untuk memahami sosial budaya Arab yang
melatar belakangi ungkapan-ungkapan Arab yang
dipelajarinya.
e. Guru selalu menciptakan situasi dan kondisi yang
kondusif sehingga siswa dengan mudah menggunakan
bahasa Arab dalam situasi yang hidup, bukan sekedar
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
18 |
18
menghafal mufradât (kosakata) dan pola-pola kalimat
secara membeo.
f. Kegiatan berbahasa yang dilakukan siswa mempunyai
peranan penting dalam mengembangkan komunikasi.
g. Peranan bahasa ibu perlu ditekan seminimal mungkin.
Teknik-teknik pembelajaran yang biasa digunakan dalam
rangka pengembangan komunikasi dimaksud antara lain:
bermain peran, teknik problem solving, bermain bahasa. Tiga hal
yang menandai sesuatu kegiatan berbahasa yang komunikatif,
sbb:
a. Adanya 'information gap' ( هعلىهاخ فجىج ) antara orang
pertama dan orang kedua;
b. Kemampuan memilih berbagai alternatif ungkapan
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu ( القذرج
االختٍار على );
c. Adanya apa yang disebut sebagai dengan 'feedback' ( التغذٌح
.(الزاجعح
Sedikitnya ada dua tahap pembelajaran dengan
pendekatan komunikatif:
a. Tahap awal (weak version), bertujuan memberikan bekal
dan situasi kondisi agar siswa dapat menggunakan
bahasa secara komunikatif. Kegiatan ini diintegrasikan
ke dalam pembelajaran secara keseluruhan, dengan
motto “belajar bahasa untuk digunakan” ( اللغح تعلن
;(الستخذاهها
b. Tahap kedua (strong version), pada intinya adalah
terwujudnya pemerolehan pengetahuan bahasa (kognitif)
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
19 |
melalui penggunaan bahasa secara komunikatif, dengan
motto “menggunakan bahasa untuk dipelajari” ( استخذام
لتعلوها اللغح ).
B. Teori Pembelajaran Bahasa
1. Teori Unit
Yang dimaksud dengan pembelajaran Bahasa Arab
dengan TeoriUnit yaitu kita memandang bahwa bahasa
merupakan sebuah satu kesatuan yang utuh dan saling
berkaitan, bukan merupakan cabang-cabang yang terpisah dan
berdiri sendiri. Dalam praktek pembelajaran bahasa Arab,
sistem ini menempatkan teks bacaan sebagai pusat dan acuan
bagi semua materi cabang bahasa dari mulai ta‟bîr, imlâ‟, kaidah,
latihan dan lain sebagainya (A. Alim Ibrahim, 1973: 50).
Selanjutnya, Ibrahim (1973: 50-51) menjelaskan tiga
landasan dasar yang membangun Teori Unit:
a. Landasan Psikologis
Mengajarkan bahasa menggunakan Teori Unit
secara psikologis akan berdampak sebagai berikut:
1) Semangat siswa terus tumbuh sementara rasa bosan
dan jenuh akan hilang karena banyaknya aktivitas
kebahasaan dan keragaman topik yang dipelajari
pada satu sesi tertentu.
2) Banyak pengulangan yang kembali pada teks utama.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
20 |
20
3) Memahami suatu objek secara bertahap dari mulai
materi yang menyeluruh menuju materi yang lebih
rinci.
b. Landasan Paedagogis
Mengajarkan bahasa menggunakan Teori Unit
secara paedagogis akan berdampak sebagai berikut:
1) Secara keseluruhan, ragam materi yang diajarkan
pada satu sesi tertentu mengandung arti adanya
keteraitan yang sangat erat antara satu dan yang
lainya.
2) Kemampuan kebahasaan siswa berkembang secara
seimbang, meliputi kemahiran menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis.
c. Landasan Linguistik
Mengajarkan bahasa menggunakan Teori Unit
secara linguistik akan sesuai dengan „penggunaan
bahasa‟. Artinya, ketika anak berbicara, maka dia tidak
lagi membuka kamus untuk mencari tahu makna kata
yang akan diucapkan atau melihat terlebih dahulu buku
kaidah agar bisa membaca kalimat bahasa Arab dengan
benar. Kemahiran berbahasa nampak sangat spontan
baik dalam pemilihan kata maupun cara merangkai
kalimatnya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
21 |
2. Teori Parsial
Yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa Arab
dengan Teori Parsial yaitu kita membagi bahasa ke dalam
beberapa cabang yang terpisah dan berdiri sendiri. Ibrahim
(1973: 51) menjelaskan ciri-ciri pembelajaran engajaran bahasa
Arab dengan Teori Parsial adalah:
a. Setiap cabang bahasa Arab memiliki kurikulum dan
metode tersendiri.
b. Setiap cabang bahasa Arab memiliki buku pedoman
tersendiri.
c. Setiap cabang bahasa Arab memiliki jadwal pelajaran,
jadwal ujian dan pengawasan tersendiri dan diberi nilai
berdasarkan mata pelajaran masing-masing.
3. Kelemahan Pembelajaran Bahasa
dengan Teori Parsial
Ada beberapa kelemahan pada pembelajaran bahasa
dengan Teori Parsial, diantaranya yaitu:
a. Pemecahan bahasa menjadi cabang-cabang terpisah
sebenarnya tidak sesuai dengan inti bahasa dan telah
keluar dari sifat alamiyah bahasa itu sendiri. Siswa tidak
mendapatkan pengalaman belajar bahasa secara utuh.
b. Perkembangan kemampuan berbahasa siswa tumbuh
secara tidak seimbang. Pendalaman pada satu cabang
bahasa, akan mengakibatkan siswa lemah pada cabang
yang lain. Belajar kaidah saja misalnya, akan
menyebabkan siswa pasif dalam berbahasa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
22 |
22
4. Menggabungkan Teori Unit dan
Parsial
Menggabungkan Teori Unit dan Teori Parsial dalam
pembelajaran bahasa sangatlah mungkin, bahkan akan banyak
manfaat yang diperoleh. Dasar-dasar penggabungan kedua
teori tersebut sebagai berikut:
a. Kita tidak dibenarkan memandang bahwa cabang-
cabang bahasa merupakan bagian yang berdiri sendiri
dan terpisah dari yang lainnya, melainkan merupakan
bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain
membentuk bahasa itu sendiri.
b. Guru hendaknya memandang bahwa pembagian bahasa
ke dalam cabang-cabang merupakan taksîm sinâ‟iy
(pembagian yang sengaja dibuat) untuk memudahkan
pengajaran bahasa serta menambah perhatian pada satu
kajian tertentu pada satu waktu tertentu.
c. Pembelajaran bahasa asing dengan Teori Unit dapat
diajarkan pertama kali di kelas-kelas pemula atau pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah contoh pada
tingkat Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah kecuali di
pondok pesantren. Sementara pengajaran bahasa asing
dengan Teori Parsial mulai diajarkan pada tingkat
lanjutan semisal di perguruan tinggi pada Jurusan
Pendidikan Bahasa Arab atau Sastra Arab, atau bahkan
di pondok pesantren sudah dimulai pada tingkat
Tsanawiyah dan Aliyah. Di perguruan tinggi misalnya,
pembelajaran bahasa Arab dengan Teori Parsial
diajarkan di Jurusan/Prodi Bahasa Arab dan Jurusan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
23 |
Bahasa dan Sastra Arab. Di luar kedua jurusan tersebut,
bahasa Arab diajarkan dengan teori unit. Biasanya tujuan
pembelajaran bahasa Arab di kedua jurusan tersebut
lebih diarahkan untuk pendalaman dan kemahiran
berbahasa secara luas.
C. Hubungan antar Cabang-cabang Bahasa
Hubungan antar cabang-cabang bahasa merupakan
hubungan yang substantif dan alamiyah, sebab setiap cabang
bahasa saling mendukung untuk mencapai tujuan yang utama,
yaitu agar siswa mampu menggunakan bahasa dengan baik dan
benar. Secara rinci uraiannya sebagai berikut:
1. Pada pelajaran Muthâla‟ah misalnya terdapat latihan
untuk ta‟bîr, rasa sastra (dzauwq adaby), penggunaan
bahasa, imla‟ selain latihan membaca dan memahami.
2. Pada pelajaran Nahwu terdapat latihan untuk ta‟bîr, rasa,
imla selain latihan menggunakan bahasa dengan benar.
3. Pada pelajaran Imla terdapat latihan untuk ta‟bîr, rasa
sastra (dzauwq adaby), penggunaan bahasa, imla‟ selain
latihan menggambar dan menulis hurup serta kata yang
benar dan bagus.
4. Pada studi sastra yang mencakup nasyîd, mahfûdhât,
nushûsh adabiyah, dan balaghah juga terdapat latihan
untuk membaca, ta‟bîr, penggunaan bahasa selain latihan
untuk memahami, merasakan, dan pengembangan
kekayaan bahasa.
5.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
24 |
24
D. Metode Pengajaran Bahasa Asing Berdasarkan Teori Unit
Beberapa metode pembelajaran bahasa Arab dengan
teori Unit yang populer adalah sebagai berikut:
1. Metode Qawâ‟id (Grammar Method)
2. MetodeTarjamah (Translation Method)
3. Metode Qawâ‟id dan Tarjamah (Grammar and Translation
Method)
4. Metode Langsung (Direct Method)
5. Metode Psikologis (Psychological Method)
6. Metode Ponetik (Phonetic Method)
7. Metode Alamiyah (Natural Method)
8. Metode membaca (Reading Method)
9. Metode Dengar Ucap (Oral Aural Method)
10. Metode Eklektik (Eclectic Method)
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat metode-
metode tersebut di atas:
1. Metode Qawâ’id
Metode ini sangat kuno dan sudah mulai ditinggalkan.
Karakteristik metode ini sebagai berikut:
a. Tujuan
1) Difokuskan kepada menghapal kaidah-kaidah
bahasa Arab.
2) Menguasai kaidah yang mendukung kemampuan
membaca.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
25 |
b. Materi Pelajaran
1) Teks hapalan kaidah
2) Dimungkinkan materi latihan membaca
c. Teknik Pengajaran
1) Tidak menolak digunakannya kata pengantar dalam
Bahasa Ibu dan kegiatan pembelajaran.
2) Pembelajaran dimulai dengan latihan menghapalkan
kaidah-kaidah bahasa Arab dan beberapa contoh
penggunaan kaidah yang terdapat dalam teks
hapalan.
d. Evaluasi
Merujuk pada teks hapalan
e. Keunggulan dan Kekurangan Metode
1) Keunggulan Metode
a) Siswa mampu menghapal kaidah-kaidah bahasa
asing
b) Melatih mental disiplin dan ulet dalam
mempelajari bahasa
c) Guru tidak dituntut banyak memiliki
keterampilan berbicara, melainkan cukup sekadar
menguasai atau hapal kaidah saja.
2) Kekurangan Metode
a) Metode ini tidak memperhatikan keterampilan
berbicara, sehingga penguasaan berbahasa siswa
menjadi sangat pasif.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
26 |
26
b) Proses pembelajaran bahasa asing menggunakan
metode ini sangat membosankan karena tidak
banyak warna dan variasi kegiatan.
2. Metode Tarjamah
Yaitu mengajarkan bahasa asing dengan cara
menerjemahkan teks-teks bacaan bahasa asing ke dalam bahasa
sehari-hari.
a. Tujuan
1) Difokuskan kepada kemampuan menerjemahkan
2) Menguasai kaidah yang mendukung kemampuan
menerjemahkan
b. Materi Pelajaran
1) Dimungkinkan materi berupa teks bacaan sebagai
bahan latihan menerjemahkan
2) Menyimpulkan intisari terjemahan.
c. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran Metode Tarjamah dapat
dilakukan dengan dua cara:
1) Guru langsung membacakan teks dan
menerjemahkannya secara keseluruhan. Setelah itu
menerjemahkannya mulai dari kata per kata
kemudian kalimat per kalimat.
2) Guru secara bersama-sama melibatkan siswa dalam
menerjemahkan kata per kata kemudian kalimat per
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
27 |
kalimat sambil siswa mencatat makna kata yang
sulit. Setelah selesai, guru bisa mengulanginya sekali
lagi bila diperlukan. Setelah menyimpulkan pokok-
pokok pikiran yang terdapat pada teks bacaan
tersebut, guru meminta salah seorang siswa untuk
mengulangi terjemahan sementara siswa lain
mendengarkan dengan seksama dan diminta untuk
memperbaikinya bila terjadi kesalahan. Cara seperti
ini akan membuat konsentrasi belajar meningkat.
d. Evaluasi
Merujuk pada teks bacaan
e. Kelebihan Metode
1) Metode ini membekali siswa kemampuan membaca
dan menerjemahkan teks dengan baik.
2) Guru tidak dituntut menguasai empat keterampilan
berbahasa sekaligus.
3) Siswa memiliki wawasan yang luas dengan materi
terjemahan yang beragam.
f. Kekurangan Metode
1) Metode ini tidak memperhatikan keterampilan
berbicara dan menyimak, sehingga penguasaan
berbahasa siswa menjadi sangat pasif.
2) Proses pembelajaran bahasa asing menggunakan
metode ini sangat sulit diterapkan terutama jika
siswa tidak memiliki kekayaan kosa kata yang
memadai dan pengusaan materi yang diterjemahkan.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
28 |
28
3. Metode Qawâ'id dan Tarjamah
Sejarah Lahirnya
Metode ini diduga kuat mulai digunakan pada abad ke-
15 M, merujuk pada abad kebangkitan Eropa (renaissance).
Ketika itu, banyak sekali sekolah dan universitas di Eropa
mengharuskan pelajar dan mahasiswa untuk mempelajari
bahasa Latin karena dianggap mempunyai “nilai pendidikan
yang tinggi” guna mempelajari teks-teks klasik (Al-Araby,
1981). Akan tetapi, penamaan metode klasik ini dengan
Grammar Translation Method baru dikenal pada abad 19 M.
Metode ini memiliki banyak nama. Terkadang disebut
“at-tharîqoh al-qodîmah” terkadang pula disebut “at-tharîqah at-
taqlîdiyah”. Kedua nama tersebut merujuk pada makna bahwa
metode ini merupakan cerminan yang tepat dari cara bahasa
Yunani Kuno dan bahasa Latin diajarkan selama berabad-
abad. Pada abad ke-19 M, metode ini digunakan secara luas di
benua Eropa (Brown, 2001). Metode ini kemudian digunakan
secara meluas di negara-negara Arab, bahkan di hampir semua
negeri-negeri Islam lainnya termasuk Indonesia, sampai akhir
abad ke-19 M (Effendi, 2004: 31). Metode ini lahir untuk
mensistematikakan materi pembelajaran bahasa Arab, sehingga
tujuan kemahiran membaca, menulis, menerjemahkan dan
penguasaan tatabahasa menjadi tersampaikan secara baik.
Lebih dari itu, porsi latihan untuk berbagai kemahiran tadi
disediakan dalam sub-sub bagian materi ajar dalam setiap
pertemuannya secara cukup.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
29 |
Asumsi
Dasar metode ini adalah sebuah asumsi yang
mengatakan bahwa ada satu “logika semesta” yang merupakan
dasar dari semua bahasa di dunia dan bahwa tatabahasa
merupakan bagian dari filsafat dan logika. Dengan demikian,
belajar bahasa dapat memperkuat kemampuan berpikir logis,
memecahkan masalah, dan menghapal.
Dengan demikian, para pelajar bahasa dengan metode
ini didorong untuk menghapal teks-teks klasik berbahasa asing
dan menerjemahkannya dalam bahasa pelajar, terutama teks-
teks yang bernilai sastra tinggi, walaupun dalam teks itu,
terdapat struktur kalimat yang rumit dan kosa kata atau
ungkapan yang tidak terpakai lagi (Fuad Effendi, 2004: 31).
Karakteristik
Karakteristik metode ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan
1) Menguasai keterampilan membaca, menulis dan
menerjemahkan.
2) Menguasai kaidah sebagai syarat utama untuk
menguasai ketiga keterampilan tersebut.
b. Materi Pelajaran
1) Teks bahasa tulisan ( ), dan untuk tingkat
lanjut mulai dengan teks sastrawi.
2) Pelajaran kaidah diajarkan secara sistematis
3) Latihan membaca, menulis dan menerjemahkan.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
30 |
30
c. Teknik Pengajaran
1) Menggunakan bahasa pengantar Bahasa Ibu (BI)
2) Menjelaskan makna mufradât dan kalimat dengan BI
(terjemah dsb)
3) Latihan menerjemahkan teks.
4) Menganalisa kalimat dari segi kaidah sharaf, nahwu
dan i'râb.
5) Banyak latihan berdasarkan analogi dan deduktif
6) Membandingkan bahasa Arab dengan bahasa ibu
d. Sistematika Penyajian Bahan Ajar
طريقة القواعد والترجمة
النصاألساسً -أ
تحلٍلاألحكامالنحىٌح -1
ضثطالكلواخوالقزاءج (أ
هىقعاإلعزاب (ب
وفزداخوالجولللتزجوحتحلٍلهعانًال -2
التزاكٍة -3
التذرٌثاخ -ب
التذرٌثاخالنحىٌح -1
تعٍٍنهىقعاإلعزاب (أ
إهالءالفزاغ (ب
التذرٌةاللغىي -2
اقزأالنصتشكلتامثنتزجنإلىاللغحاإلنذونٍسٍح!
e. Keunggulan dan Kelemahan Metode
1) Keunggulan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
31 |
a) Siswa dapat menguasai kaidah-kaidah bahasa
asing.
b) Siswa mampu membaca dan menulis dalam
waktu relatif singkat dibanding dengan metode
yang lain.
2) Kelemahan
1) Dapat mengakibatkan penguasaan tatabahasa
sebagai 'tujuan', bukan sebagai alat.
2) Terpusat pada pembelajaran di dalam kelas
dengan hanya menggunakan buku pegangan.
3) Siswa sulit berbahasa lisan sebab fokus
pembelajaran hanya pada membaca, menulis dan
tatabahasa.
4) Beban guru relatif ringan sebab tidak dituntut
mahir berbicara.
5) Cocok untuk kelas gemuk dengan jumlah siswa
yang banyak.
6) Siswa tidak memiliki kesempatan yang cukup
untuk berekspresi dan berkreasi bahasa.
4. Metode Langsung
Sejarah Lahirnya
Metode langsung (al-tharîqah al-mubâsyirah/direct method)
disebut juga metode Berlitz (Izzan, 2011: 88) dikembangkan
oleh Charles Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, di
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
32 |
32
Jerman menjelang abad ke-19 M (Hermawan, 2011: 175).
Metode langsung muncul bersamaan dengan kemunculan
metode Gouin and the Series Method yang dikembangkan pada
akhir tahun 1800-an oleh Francois Gouin orang Perancis yang
mengajar bahasa Latin. Kedua metode ini memiliki kemiripan
dalam hal menghindari tatabahasa dan terjemahan dalam
pengajaran bahasa. Metode ini muncul sebagai reaksi
penolakan terhadap metode tua yang telah berkembang sejak
berabad-abad sebelumnya yaitu metode klasik atau Grammar
Translation Method yang menitikberatkan pada penguasaan
tatabahasa dan kemampuan menerjemahkan. Dalam
perkembangannya metode langsung menjadi lebih dikenal
secara meluas daripada Gouin and the Series Method (Lengkawati
dalam Revitalisasi Pendidikan Bahasa, 2003: 72).
Asumsi
Metode langsung berasumsi bahwa belajar bahasa Arab
sama dengan belajar Bahasa Ibu, yakni penggunaan bahasa
secara langsung dan intensif dalam komunikasi. Para pelajar
menurut metode ini, belajar bahasa Arab dengan cara
menyimak dan berbicara, sedangkan membaca dan mengarang
dapat dikembangkan kemudian, sebab inti bahasa adalah
menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, mereka harus
dibiasakan berpikir dengan bahasa Arab. Maka untuk
mencapai ini semua penggunaan Bahasa Ibu dan Bahasa
Kedua (Bahasa Nasional) ditiadakan sama sekali. Bahkan
unsur tata bahasa di dalam metode ini tidak terlalu
diperhatikan, sebab tekanan intinya adalah bagaimana agar
pelajar pandai „menggunakan bahasa Arab‟ (dirâsat al-lughah)
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
33 |
yang dipelajari, bukan pandai „tentang teori bahasa Arab‟
(dirâsat „an al-lughah) yang dipelajari. Tata bahasa nahwu sharaf
hanya diberikan melalui situasi kontekstual dan dilakukan
secara lisan, bukan dengan cara menghafalkan kaidah-kaidah
(Hermawan, 2011: 177).
Metode langsung dalam pembelajaran bahasa Arab
memiliki tujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi
dengan bahasa Arab yang dipelajarinya seperti pemilik bahasa
asli (native speaker). Untuk mencapai kemampuan ini para
pelajar diberi banyak latihan secara intensif. Latihan-latihan ini
diberikan dengan asosiasi langsung antara kata-kata atau
kalimat-kalimat dengan maknanya, melalui
demonstrasi/peragaan, gerakan, mimik muka dan sebagainya.
Inti dari asumsi metode langsung adalah:
a. Berbahasa adalah berbicara, maka berbicara dalam
bahasa Arab merupakan aspek yang harus
diperioritaskan. Jika ada materi dalam bentuk bacaan,
maka bacaan itu pertama kali disajikan secara lisan.
b. Sejak dini pelajar dibiasakan berpikir dalam bahasa Arab
yang dipelajari. Cara ini dilakukan agar pelajar pandai
menggunakan bahasa Arab secara otomatis layaknya
Bahasa Ibu.
c. Penggunaan Bahasa Ibu dan Bahasa Kedua atau
terjemahan dalam kegiatan pembelajaran bahasa asing
akan merusak pembelajaran bahasa, hingga tidak perlu
digunakan.
d. Penggunaan tata bahasa secara mendalam dan khusus
dianggap tidak perlu dan tidak bermanfaat dalam
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
34 |
34
mempelajari bahasa. Kalaupun ada hanya diberikan
dengan mengulang-ulang contoh kalimat secara lisan,
bukan dengan menjelaskan definisi atau
menghapalkannya (Al-Khuli, 1982: 22).
Penerapan Metode Langsung
Ahmad Izzan (2011: 87) menggarisbawahi ciri-ciri
Metode Langsung dalam pembelajaran bahasa Arab sebagai
berikut:
a. Materi pelajaran pertama-tama diberikan kata-demi kata,
kemudian struktur kalimat. Kosa kata dan pola kalimat
diajarkan melalui teknik “meniru dan menghapalkan”.
b. Kaidah nahwu sharaf diajarkan hanya bersifat sambil
lalu, dan pelajar tidak dituntut menghapal kaidah-kaidah,
yang utama adalah pelajar mampu berbicara dalam
bahasa Arab dengan baik.
c. Dalam proses pengajaran senantiasa menggunakan alat
peraga, baik alat praga langsung (miniatur) maupun
melalui gambar-gambar atau gerakan-gerakan tertentu.
d. Setelah masuk kelas, pelajar benar-benar dikondisikan
untuk menerima pelajaran dan bercakap-cakap dalam
bahasa Arab yang dipelajari, dan dilarang menggunakan
bahasa lain.
Mengacu pada uraian di atas, terdapat beberapa intisari
ciri khas dari metode ini. Karakteristik tersebut bila
dikelompokkan berkenaan dengan lima hal, yaitu:
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
35 |
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar bahasa Arab dengan Metode
Langsung mengarah pada kemampuan bicara dalam
bahasa Arab dengan baik dan benar sehingga mampu
berkomunikasi dengan penutur Arab asli. Sedikitnya ada
dua tujuan pembelajaran yang akan dicapai melalui
metode ini:
1) Menguasai keterampilan berbicara dengan pola fikir
bahasa Arab itu. Metode ini sebenarnya tidak berarti
mengabaikan keterampilan bahasa lainnya, tetapi
porsi latihan berbicara yang sangat banyak,
membuat keterampilan bahasa lainnya kurang
mendapat perhatian.
2) Menguasai ungkapan-ungkapan yang baik dan atas
dasar kaidah.
b. Materi Ajar
Menurut Abdurahman (2010: 21) ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Metode
Langsung, terutama dalam materi ajar bahasa Arab,
antara lain:
1) Materi yang diajarkan berupa mufrodât (kosakata)
dan struktur kalimat yang banyak digunakan sehari-
hari.
2) Tatabahasa diajarkan melalui contoh-contoh
ungkapan lisan gurunya, bukan dengan cara
menghapal. Saat memberi contoh, guru secara tidak
langsung memberikan pola-pola tatabahasa dalam
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
36 |
36
penggunaannya dengan baik dan benar, sehingga
siswa tidak salah meniru dan menggunakannya
dalam percakapan mereka.
3) Pengajaran mufrodât yang maknanya konkret
diajarkan dengan menunjukkan langsung benda-
benda perbandingannya (al-iqtirân al-mubâsyir),
misalnya dengan menampilkan miniaturnya, benda
langsung, atau gambar. Sedangkan mengajarkan
mufrodât yang maknanya abstrak menjadi kelemahan
dari metode ini.
4) Pengajaran kata kerja (fi‟il) dilakukan dengan
peragaan secara langsung oleh gurunya atau oleh
siswa yang dianggap mengerti perkataan gurunya.
Contoh, ketika mengajarkan أجلسأنا maka seketika
itu guru duduk. Dengan begitu, siswa akan mengerti
bahwa أجلسأنا berarti saya duduk. Jadi, tidak
memerlukan terjemah dan tidak perlu
diterjemahkan ke dalam bahasa Ibu.
5) Latihan mendengar dan meniru percakapan dalam
bahasa Arab banyak diberikan agar dapat dicapai
penguasaan bahasa Arab secara otomatis.
6) Melatih cara berpikir menurut bahasa Arab yang
diajarkan.
7) Berani mempraktekkan percakapan, dengan
menghilangkan rasa malu dan takut salah.
8) Memperbanyak perbedaharaan kata dan kalimat
secara terus menerus (Tayar Yusuf, 1985:9), sebagai
contoh: jika setiap hari kita menghapal lima
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
37 |
kosakata, maka dalam satu bulan kita telah dapat
menguasai kosakata bahasa Arab sebanyak 150 kata,
dan untuk satu tahun kita telah menguasai 1900
kata, dan begitulah seterusnya.
9) Selalu melatih alat pendengaran dan pengucapan
agar menjadi fasih dan lancar.
10) Terus menerus banyak membaca buku-buku dalam
bahasa Arab.
c. Aktivitas Berbahasa dalam Pembelajaran
Metode Langsung dalam pembelajaran bahasa Arab
dicirikan dengan aktivitas berbahasa lisan yang
menonjol, yaitu:
1) Penggunaan bahasa Arab secara langsung sebagai
pengantar dalam proses belajar dan mengajar.
Pengajar sedapat mungkin bahkan sama sekali tidak
menggunakan Bahasa Ibu atau Bahasa Kedua.
2) Latihan intensif pada keterampilan menyimak dan
berbicara sekaligus memupuk kebiasaan cara
berpikir dalam bahasa Arab. Untuk itu pertama-
tama guru mengkondisikan peserta didik untuk
menerima pelajaran dalam bahasa Arab dan
memberi arahan agar mereka tidak menggunakan
bahasa lain dalam bertanya jawab. Contoh-contoh
dialog disajikan untuk disimak dengan baik dan
ditiru sampai lancar kemudian dipraktekkan antar
peserta didik secara bergantian. Beberapa peserta
yang sudah maju diberi kesempatan mengadakan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
38 |
38
dialog yang dianalogikan atau dikembangkan dari
contoh yang disajikan.
3) Tidak menggunakan BI sama sekali
4) Menjelaskan makna mufradât dan kalimat, melalui
sinonim, antonim, konteks (siyâq), situasi, dan
syarhul ma'na (menjelaskan makna kata).
5) Memperoleh kaidah melalui mumârasah (latihan) dan
pembiasaan.
6) Banyak digunakan tanya jawab, menirukan dan
menghafal (kurang latihan bersifat analogi dan
induktif ).
7) Digunakan latihan ta'bîr hur (ungkapan bebas) sejak
awal.
d. Penyajian Materi Ajar
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal terkait
materi ajar yang harus diperhatikan oleh guru,
diantaranya:
1) Konten materi disajikan secara bertahap (tadarruj)
disesuaikan dengan taraf kemampuan peserta didik.
2) Materi ajar disajikan pertama kali secara lisan,
peserta didik diarahkan untuk menyimak saja tanpa
melihat bacaan tertulis.
3) Untuk memberi pemahaman tentang bentuk kata
dan struktur kalimat, pengajar tidak
membahas/menganalisis kaidah nahwu-sharafnya
dan tidak memberi hapalan kaidah, melainkan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
39 |
cukup dengan contoh-contoh yang relevan secara
lisan.
4) Untuk memberi pemahaman makna kata atau
kalimat, pengajar tidak menerjemahkannya ke
bahasa lain, tetapi membahasnya dalam bahasa
Arab melalui asosiasi, padanan kata, peragaan,
gerakan tertentu, mimik muka dan alat peraga
seperti benda sebenarnya, benda tiruan dan gambar.
5) Materi ajar dapat berupa dialog/hiwâr antara dua
orangdan antara lebih dari dua orang atau dapat
pula berupa teks/wacana.
6) Tidak ada materi kaidah secara eksplisit, melainkan
diajarkan melalui pembiasaan. Artinya, Guru
membiasakan diri berbicara dan memberi contoh
dengan benar secara kaidah dan mengulang-ulang
hingga siswa menjadi terbiasa.
e. Aktivitas Peserta Didik
Metode Langsung dalam pembelajaran bahasa Arab
dicirikan dengan partisipasi aktif peserta didik dalam
kegiatan yang mendukung kemampuan berbahasa lisan,
yaitu:
1) Melatih pendengaran dan pengucapan agar terbiasa
dengan tuturan bahasa Arab.
2) Banyak mempraktikkan percakapan bahasa Arab
tanpa dibebani rasa malu dan takut salah.
3) Memperbanyak perbendaharaan kosa kata dan
kalimat bahasa Arab
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
40 |
40
4) Banyak membaca buku-buku berbahasa Arab.
f. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar bahasa Arab dengan
menggunakan metode langsung diberikan secara lisan
dengan penekanan pada keterampilan menyimak dan
berbicara.
g. Evaluasi Metode
1) Dapat menciptakan suasana belajar yang real dan
hidup.
2) Motivasi belajar siswa tinggi;
3) Ketiadaan Bahasa Ibu menyebabkan waktu
pembelajaran banyak dihabiskan secara tidak efisien.
4) Ketiadaan kaidah secara eksplisit, siswa tidak
memiliki pegangan untuk berbahasa yang benar.
5) Memerlukan guru yang kreatif, inovatif dan mampu
berbahasa lisan, bahkan guru terbaik menurut
metode ini adalah native speaker.
6) Kegiatan ta'bîr hur' dapat mengakibatkan intervensi
BI dalam penggunaan kata-kata atau susunan
kalimat. Karena itu, guru –sedapat mungkin-
menjauhkan siswa dari pengaruh Bahasa Ibu.
h. Langkah-langkah Pembejalaran
Acep Hermawan (2011: 181) mengurai secara
umum langkah-langkah penerapan metode langsung
dalam pembelajaran bahasa Arab sebagai berikut:
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
41 |
1) Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan
dengan materi yang akan disajikan baik berupa
apersepsi, atau tes awal tentang materi atau yang
lainnya.
2) Guru memberikan materi berupa dialog-dialog
pendek yang rilek, dengan bahasa Arab yang biasa
digunakan sehari-hari secara berulang-ulang. Materi
ini mula-mula disajikan secara lisan dengan bantuan
gerakan-gerakan, isyarat-isyarat, dramatisasi-
dramatisasi, atau gambar-gambar. Bahkan jika perlu
pelajar dibawa ke alam nyata untuk memudahkan
peragaan atau menunjukan benda-benda yang
berkaitan dengan materi yang disajikan. Jika sudah
mantap bisa dikembangkan ke dalam tulisan.
3) Pelajar diarahkan untuk disiplin menyimak dialog-
dialog tersebut, lalu menirukan dialog-dialog yang
disajikan sampai lancar.
4) Para pelajar dibimbing menerapkan dialog-dialog itu
dengan teman-temannya secara bergiliran. Pelajar
yang sudah maju diberi kesempatan untuk
mengadakan dialog lain yang dianalogikan dengan
contoh yang diberikan guru.
5) Struktur/tata bahasa diberikan bukan dengan
menganalisa nahwu, melainkan dengan memberikan
contoh-contoh secara lisan yang sedapat mungkin
menarik perhatian pelajar untuk mengambil
kesimpulan-kesimpulan sendiri.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
42 |
42
6) Sebelum penutup, jika diperlukan, evaluasi akhir
berupa pertanyaan-pertanyaan dialog yang harus
dijawab oleh pelajar sebagaimana pola-pola dialog di
atas. Pelaksanaannya bisa saja secara individual atau
kelompok, sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika
tidak memungkinkan karena waktu, misalnya, guru
dapat menyajikannya berupa tugas yang harus
dikerjakan di rumah masing-masing pelajar.
Menurut Ibrasyi (1955: 264), langkah-langkah
pembelajaran bahasa Arab dengan menggunakan
metode langsung, yaitu:
1) Memilih topik yang sesuai dengan taraf kemampuan
peserta didik;
2) Kemudian guru mengucapkan kata-kata atau
kalimat yang sesuai dengan tingkat kemampuan
anak didik dengan menggunkan alat peraga bila
diperlukan.
Hal ini sesuai dengan Yusuf (1997: 193) yang
mengatakan bahwa dalam pembelajaran bahasa Arab
perlu dipersiapkan materi dengan baik dan ditetapkan
topik pembahasan. Materi disesuaikan dengan taraf
perkembangan dan kemampuan anak didik, dan dimulai
dengan kata-kata yang dapat dimengerti anak didik.
Lebih lanjut Ahmad Fauzi (1998: 14) mengatakan bahwa
dalam mengajarkan bahasa Arab dengan menggunakan
Metode Langsung, kosakata yang maknanya konkret
dijelaskan dengan menggunakan alat peraga berupa
miniature, gambar, atau media visual. Sedangkan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
43 |
kosakata yang maknanya abstrak dijelaskan melalui
asosiasi, bahkan sejak permulaan peserta didik dilatih
cara berfikir menurut bahasa yang diajarkan. Demikian
juga latihan mendengar dan meniru banyak diberikan
agar dapat dicapai penguasaan bahasa secara otomatis.
5. Metode Ponetik
Gambaran Umum
Metode ini dianggap sebagai fase pembelajaran bunyi
bahasa dalam Metode Langsung. Penguatan bunyi kata bahasa
asing secara langsung dipandang sebagai media penting untuk
dapat mengucapkan kata dengan benar. Sejak berkembangnya
kajian bahasa tentang bunyi (ponetik) pada paruh kedua abad
ke-20 M, para pengajar dianggap telah mampu menggunakan
hasil kajian ini untuk melahirkan dan mengembangkan sistem
bunyi pada huruf-huruf abjad.
Lahirnya metode ponetik ini semakin mengembangkan
Metode Langsung. Dalam aplikasinya, Metode Ponetik mirip
dengan Metode Psikologis, yaitu berpusat pada latihan
berbicara. Namun sebelum berbicara, metode ini terlebih
dahulu memulai pembelajaran dengan mempelajari perangkat
bunyi (alat-alat yang memproduksi suara) dan cara
mengeluarkan bunyi huruf. Sebelum pembelajaran bahasa
dimulai, siswa terlebih dahulu belajar dengan benar
membunyikan huruf satu per satu hingga tuntas, sebagaimana
mereka juga belajar membaca dan menulis bunyi huruf
abjad/Arab (An-Naqah, 1985: 76-77).
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
44 |
44
Dalam kegiatan pembelajaran, bahasa yang dominan
digunakan di kelas adalah bahasa asing, tetapi jika diperlukan
dalam membantu penjelasan, bisa digunakan Bahasa Ibu. Pada
awal kegiatan pembelajaran, metode ini menggunakan bentuk
lisan dan diakhiri dengan bentuk tulisan. Maksudnya, bunyi
huruf yang diajarkan pada akhirnya akan dituliskan, sehingga
siswa mengetahui tulisan dari bunyi huruf yang dipelajari.
Metode ini telah sukses mengembangkan proses
berbicara yang baik, sehingga mendorong siswa untuk
mempelajari bahasa ke tahapan selanjutnya. Metode Langsung
pun terinspirasi oleh Metode Ponetik, sehingga dalam
mengawali kegiatan pembelajaran bahasa, Metode Langsung
pun memulainya dengan mengajarkan sistem bunyi yang baru
selama berbulan-bulan hingga siswa dipandang mampu paling
tidak mengenal intonasi bunyi, dan pada akhirnya bisa
mengembangkannya pada cara pengucapan bahasa yang benar
tanpa terpengaruh lagi bahasa lokal.
Metode ini mengutamakan ear training dan speak training
yaitu cara menyajikan pelajaran bahasa asing melalui latihan-
latihan mendengarkan dari mulai kosa kata yang berdekatan
bunyinya seperti fine, white, knife, wife, atau chair, hair, fair,
kemudian kalimat yang pendek. Setelah itu, siswa diminta
untuk mengucapkannya.
Karakteristik
Adapun karakteristik metode ini sebagai berikut:
a. Tujuan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
45 |
1) Menguasai empat keterampilan menyimak,
berbicara (menyebutkan dan membedakan bunyi
huruf dan kata). Sementara keterampilan membaca
dan menulis mendapat porsi perhatian dan latihan
yang sedikit.
2) Menguasai struktur/pola-pola kalimat sederhana
melalui seringnya mendengar.
b. Materi Pelajaran
Materi pelajaran disampaikan secara lisan dan dapat
berbentuk:
1) Huruf Hijâiyyah, kosakata dan kalimat sederhana
2) Latihan pola-pola kalimat
c. Teknik Pengajaran
1) Digunakan BI pada saat-saat 'terpaksa'
2) Latihan intensif tentang pola-pola kalimat
sederhana melalui peniruan dan pengulangan.
3) Digunakan media: audio, audio visual terutama
dalam latihan menyimak dan mengucapkan bunyi
huruf dan kata.
d. Evaluasi Metode
1) Siswa mengusai langgam dan intonasi bahasa asing
dengan baik;
2) Siswa menguasai struktur/pola kalimat sederhana
dengan baik;
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
46 |
46
3) Latihan yang kurang tepat dapat mengakibatkan
sikap membeo dan generalisasi yang salah;
4) Memerlukan guru yang kreatif, inovatif, mampu
menyimak, berbicara dan menuliskan bahasa Arab.
6. Metode Psikologis
Gambaran Umum
Metode ini difokuskan untuk mengajarkan kosakata dan
kalimat seputar aktivitas sehari-hari seperti yang berkaitan
dengan bangun pagi, sarapan pagi, pergi ke pasar, pergi ke
sekolah, pergi ke dokter, dan lain sebagainya. Metode ini
sebagai upaya merubah situasi pembelajaran menjadi situasi
peragaan, hingga pada penggunaan berbagai benda, miniatur,
gambar dan lainnya yang dapat dilihat secara langsung oleh
siswa. Dengan begitu, siswa akan dengan cepat belajar
kosakata bahasa asing. Metode ini, secara umum, akan
mengabaikan nilai-nilai sastrawi dan budaya bahasa asing
tersebut. Selain itu, dalam kegiatan pembelajaran, metode
inipun akan mengakhirkan kegiatan membaca kisah pendek,
riwayat dan bentuk sastra lainnya hingga sampai pada
tingkatan yang cukup untuk mempelajarinya (An-Naqah, 1985:
75).
Metode inipun senada dengan Metode Langsung yang
menghindari penggunaan Bahasa Ibu dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Asumsinya, bahwa anak sejak dini harus
sudah diajarkan berfikir dengan bahasa asing, yaitu dengan
cara menghubungkan antara objek, benda, keadaan, dan
pemikiran dengan padanan kata atau kalimatnya secara
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
47 |
langsung. Karena itu, penggunaan media ajar menjadi wajib
dalam metode ini untuk membantu siswa memahami
perkataan guru. Metode ini juga tidak membatasi pada
keterampilan berbicara saja, sebab guru juga dianjurkan untuk
mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami teks,
membaca dan menulis. Tujuan akhir dari metode ini adalah
mengembangkan kemampuan berfikir siswa tentang bahasa
yang dipelajari, baik dalam berbicara, membaca maupun
menulis.
Metode ini disebut juga Metode Asosiasi. Maksudnya,
dalam mengajarkan bahasa asing seorang guru mulai dengan
memilih kelompok benda yang secara fungsi berdekatan dan
menjadi paket yang utuh. Contoh, ketika guru mengajarkan قلن
(pena), maka pena itu merupakan bagian dari alat tulis. Dengan
demikian, semua benda yang menjadi bagian dari alat tulis
seperti buku, tas, penghapus, papan tulis, dan lain-lain harus
juga diajarkan pada sesi yang sama. Inilah inti dari Metode
Psikologis, selalu mendasarkan pembelajaran pada kebiasaan
akal manusia ketika mengingat sesuatu benda, yaitu dengan
mengingat benda lainnya yang paling dekat secara fungsinya.
Karakteristik
Metode Psikologis pun memiliki kekhasan tersendiri dari
metode lainnya. Adapun karakteristik metode ini adalah
sebagai berikut:
a. Tujuan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
48 |
48
1) Menguasai keterampilan menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Tetapi prioritas pada
keterampilan menyimak dan berbicara;
2) Menguasai struktur/pola-pola kalimat melalui
seringnya mendengar.
b. Materi Pelajaran
Materi Pelajaran disampaikan secara lisan dan dapat
berbentuk:
1) Hiwâr/dialog antara dua orang dan antara lebih dari
dua orang dengan tampilan pola-pola kalimat;
2) Teks/wacana dengan topik-topik yang sesuai;
3) Latihan pola-pola kalimat.
c. Teknik Pengajaran
1) Digunakan BI pada saat-saat 'terpaksa';
2) Latihan intensif tentang pola-pola kalimat melalui
peniruan dan pengulangan;
3) Digunakan media: audio, audio visual terutama
dalam latihan menyimak, photo, gambar dan lain
sebagainya.
d. Evaluasi Metode
1) Siswa mampu mengusai kosa kata secara asosiatif;
2) Siswa menguasai struktur/pola kalimat dengan baik;
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
49 |
3) Memerlukan guru yang kreatif, inovatif dan mampu
berbahasa lisan.
7. Metode Alamiyah
Gambaran Umum
Metode ini merupakan lanjutan dari pembelajaran
bahasa dengan Metode Psikologis. Dalam kegiatan
pembelajaran di kelas, metode ini menghindari penggunaan
Bahasa Ibu. Asumsinya bahwa seseorang mampu belajar
bahasa asing dengan metode yang sama digunakan saat dia
belajar bahasa ibunya. Metode ini bersandar pada peragaan
gerak, pengulangan, tanya jawab secara silih berganti sebagai
media untuk memahami bahasa. Dengan metode ini, kosakata
yang dipelajari berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. Hasil
pengamatan, ada kesan bahwa guru terasa lelah karena harus
terus berbicara dan menyusun dialog setiap hari, tetapi hasilnya
cukup berhasil terutama untuk anak kecil yang belajar bahasa
asing. Nampak terlihat bahwa pembelajaran dengan metode ini
dapat mempengaruhi tingginya semangat siswa dalam belajar.
Sementara untuk pelajar dewasa kurang berhasil, sebab
sebagian besar siswa dewasa lebih berminat pada kegiatan
berbahasa yang lain seperti membaca dan penguasaan
tatabahasa (An-Naqah, 1984: 77-78).
Adapun teknik pembelajaran dimulai dengan
mengajarkan kata dan ungkapan-ungkapan asing yang
berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Jika makna kata sulit
dipahami dengan penjelasan secara langsung, maka guru
melakukan peragaan, isyarat atau dengan gambar yang
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
50 |
50
memungkinkan bisa menjelaskan makna. Pada prinsipnya,
apapun bisa dilakukan asal tidak menerjemahkannya ke dalam
Bahasa Ibu. Tujuannya agar sejak dini, anak sudah terbiasa
mendengar kalimat-kalimat bahasa asing secara sempurna,
mendengar dialog dalam bentuk tanya jawab dalam bahasa
asing serta berusaha memahaminya tanpa menggunakan
Bahasa Ibu atau Nasional.
Karakteristik
Adapun karakteristik metode ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan
1) Menguasai keterampilan menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Tetapi prioritas pada
keterampilan menyimak dan berbicara.
2) Menguasai struktur/pola-pola kalimat melalui
seringnya mendengar.
b. Materi Pelajaran
Materi pelajaran disampaikan secara lisan dan dapat
berbentuk:
1) Hiwâr/dialog antara dua orang dan antara lebih dari
dua orang dengan tampilan pola-pola kalimat.
2) Teks/wacana dengan topik-topik yang sesuai
3) Latihan pola-pola kalimat yang benar secara kaidah,
sehingga materi kaidah tidak perlu diajarkan secara
khusus dan mendalam.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
51 |
c. Teknik Pengajaran
1) Tidak diperkenankan menggunakan Bahasa Ibu.
2) Latihan intensif tentang pola-pola kalimat melalui
peniruan dan pengulangan.
3) Digunakan media: audio, audio visual terutama
dalam latihan menyimak, photo, gambar dan lain
sebagainya.
d. Evaluasi Metode
1) Siswa mampu mengusai kosa kata dan
ungkapanyang berhubungan dengan aktivitas sehari-
hari.
2) Siswa menguasai struktur/pola kalimat dengan baik.
3) Memerlukan guru yang kreatif, inovatif dan mampu
berbahasa lisan.
8. Metode Membaca
Sejarah Lahirnya
Metode Membaca lahir karena ketidakpuasan terhadap
Metode Langsung yang kurang memperhatikan kemahiran
membaca dan menulis. Karena itu, Prof. Coleman dan kawan-
kawan dalam sebuah laporan yang ditulis pada tahun 1929
menyarankan Metode Membaca yang tujuan utamanya
memberikan porsi latihan lebih banyak pada keterampilan
membaca dan menulis. Menyikapi adanya upaya satu metode
yang dapat menjangkau semua keterampilan bebahasa,
Coleman berpendapat sama sekali tidak realistis dan terlalu
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
52 |
52
berlebihan. Tidak ada satu metode pun yang mampu
menjangkau keempat keterampilan berbahasa secara merata.
Pada perkembangannya, Metode Membaca ini lebih cocok
digunakan di Sekolah Tingkat Atas. Di Amerika Serikat dan di
seluruh negara Eropa, metode ini digunakan di sekolah-
sekolah menengah dan perguruan tinggi. Meski dinamai
“Metode Membaca” tidak berarti dalam kegiatan
pembelajarannya hanya terbatas pada membaca dan
memahami teks, melainkan latihan menulis dan berbicara pun
diberikan meski dengan porsi yang terbatas (Fuad Effendi,
2004: 41).
Asumsi
Asumsi yang mendasari metode ini adalah:
1) Pembelajaran bahasa tidak bersifat multi-tujuan.
2) Kemampuan membaca adalah tujuan yang paling
realistis ditinjau dari kebutuhan pembelajar bahasa asing.
Karakteristik
Karakteristik metode ini sebagai berikut:
a. Tujuan
a) Difokuskan kepada keterampilan membaca dan
memahami teks.
b) Menguasai kaidah yang mendukung kemampuan
membaca
b. Materi Pelajaran
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
53 |
Materi Pelajaran berupa teks bacaan yang terdiri
dari:
1) Bacaan yang bersifat intensif (mukatsafah)
2) Bacaan yang bersifat ekstensif (muwassa‟ah)
3) Daftar kosa kata baru
4) Dimungkinkan materi latihan terjemah
c. Teknik Pengajaran
1) Tidak menolak digunakannya kata pengantar dalam
Bahasa Ibu dan kegiatan terjemah.
2) Pembelajaran dimulai dengan latihan mengucapkan
kata dan kalimat yang terdapat dalam teks bacaan.
3) Membaca diam dan nyaring. Membaca nyaring
porsinya lebih banyak digunakan.
4) Membaca ekstensif (di luar jam tatap muka)
5) Digunakan berbagai media pelajaran untuk
memahami makna kata dan kalimat.
d. Keunggulan dan Kelemahan
Fuad Effendi (2004: 43) menjelaskan segi
keunggulan dan kelemahan metode membaca sebagai
berikut:
1) Keunggulan
a) Siswa terlatih memahami bacaan dengan analisis,
tidak dengan terjemah.
b) Siswa menguasai kosa kata dengan baik.
c) Siswa mengasai penggunaan tatabahasa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
54 |
54
2) Kelemahan
a) Siswa kurang terampil dalam membaca nyaring,
karena kurang porsi latihan.
b) Siswa kurang mahir menyimak dan berbicara,
sebab kurang porsi latihan.
c) Siswa kurang terampil membuat karangan bebas,
sebab kurang porsi latihan.
d) Siswa lemah dalam memahami teks lain yang
belum dipelajari, sebab kosa kata yang dikuasai
terbatas pada kosa kata yang terdapat dalam teks
bacaan saja.
9. Metode Dengar Ucap
Sejarah Lahirnya
Metode ini lahir sebagai penolakan atas Metode Qawâ‟id
dan Tarjamah dan Metode Langsung secara bersamaan.
Penolakan terhadap Metode Qawâ‟id dan Tarjamah karena
metode tersebut dianggap tidak mengantarkan siswa pada
penguasaan bahasa secara lisan (mahârat al-kalâm). Sementara
penolakan terhadap metode langsung karena metode tersebut
dianggap sangat sulit untuk diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran. Bagaimana pun tidak diperbolehkannya
penggunaan Bahasa Ibu dalam Metode Langsung akan terasa
sangat sulit, usaha dan waktu akan habis terbuang sekedar
untuk mengajarkan satu kosakata yang dianggap sulit. Karena
itu, Metode Dengar Ucap ini lahir untuk mengantarkan siswa
pada kemampuan berbicara serta tidak ragu untuk
menggunakan Bahasa Ibu (terjemah) dalam keadaan terpaksa,
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
55 |
bilamana kosakata yang diajarkan sangat sulit, biasanya
kosakata yang abstrak
Metode ini memiliki banyak nama, terkadang disebut
“at-tharîqoh asy-syafawiyyah” terkadang juga disebut “at-tharîqoh
al-lughawiyah”. Bahkan pertama kali lahir yaitu pada awal abad
20 M, metode ini disebut “uslûb al-jaisy” (gaya bahasa tentara).
Sebab metode ini digunakan pertama kali dalam mengajar
bahasa asing kepada bala tentara yang akan dikirim ke berbagai
negara yang terlibat dalam Perang Dunia II. Dalam situasi
Perang Dunia II, Amerika Serikat memerlukan personalia yang
lancar berbahasa asing untuk ditempatkan di beberapa negara,
baik sebagai penerjemah dokumen-dokumen maupun
pekerjaan lain yang memerlukan komunikasi langsung dengan
penduduk setempat. Untuk itu, Departemen Pertahanan
Negara Amerika Serikat membentuk badan yang dinamai Army
Specialized Training Program (ASTP) dengan melibatkan lima
puluh universitas di AS. Program ini dimulai pada tahun 1943.
Tujuannya agar peserta program dapat mencapai keterampilan
berbicara dalam beberapa bahasa asing dengan pendekatan
dan metode yang baru (Fuad Effendi, 2004: 46).
Pembelajaran bahasa asing model ASTP ini dianggap
berhasil mengantarkan peserta program memiliki keterampilan
berbicara dengan sangat cepat. Karena itu, para ahli linguistik
bersepakat untuk menggunakan model ini di luar program
ketentaraan, dalam arti untuk semua siswa yang belajar bahasa
asing. Model inilah yang kemudian berkembang menjadi
Metode Audio Lingual (at-tharîqat as-sam‟iyyah as-syafawiyyah).
Tetapi umumnya program ini lebih bersifat intensif, dengan
jumlah pertemuan yang banyak dalam waktu singkat. Adapun
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
56 |
56
penerapannya di sekolah-sekolah dalam program regular
(hanya satu pertemuan dalam satu minggu) tentu tidak akan
secepat keberhasilan yang diraih pada program intensif.
Asumsi
Metode ini terlahir atas dasar sebuah asumsi bahwa inti
atau hakikat bahasa adalah ujaran (kalâm). Karena itu, dalam
hal mengajarkan bahasa, maka pertama kali yang harus
dilakukan adalah sebanyak mungkin siswa diajak untuk
menyimak bahasa sebelum kemudian dilatih berbicara. Hal
tersebut senada dengan pengalaman manusia pada umumnya
ketika belajar Bahasa Ibu. Mula-mula, anak hanya
mendengarkan perkataan orang-orang sekelilingnya, kemudian
seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit, anak mampu
menirukannya, hingga akhirnya berkembang memiliki
kemampuan berbahasa yang baik. Biasanya belajar menyimak
dan berbicara pada anak dilakukan sebelum belajar membaca
dan menulis.
Asumsi yang kedua adalah bahwa bahasa merupakan
kebiasaan. Orang bisa karena terbiasa. Demikian pula dengan
berbahasa. Tidak mungkin seseorang mampu berbahasa
apabila sejak kecil dia tidak dibiasakan berbahasa. Bahasa itu
digunakan, maka siapa yang paling sering menggunakannya
akan lebih lebih cepat memiliki kemampuan berbahasa. Hal ini
terlihat pada perkembangan berbahasa pada anak kecil,
sebagian terlihat begitu cepat, sebagian lainnya sangat lambat.
Asumsi ini dipahami oleh metode ini sebagai dasar
pembelajaran berbahasa, bahwa suatu perilaku akan menjadi
kebiasaan apabila dilakukan secara berulang-ulang. Oleh
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
57 |
karena itu, pengajaran bahasa harus dilakukan dengan teknik
pengulangan atau repetisi (Fuad Effendi, 2004: 47).
An-Naqah (1978: 49) dan al-Khulli (1982: 24)
menjelaskan bahwa pendekatan metode ini merujuk pada hal-
hal berikut:
a. Bahasa itu adalah berbicara bukan menulis;
b. Bahasa itu merupakan sekumpulan kebiasaan yang
sistematis. Menurut metode ini, metode yang paling baik
untuk memperoleh bahasa yaitu membentuk kebiasaan
berbahasa dengan cara memperbanyak latihan
menggunakan pola-pola bahasa.
c. Yang dituntut itu mempelajari bahasa atau dirâsat al-
lughah (menggunakannya dalam percakapan sehari-hari)
bukan mempelajari ilmu tentang bahasa dirâsat „an al-
lughah (teori-teori bahasa). Menurut metode ini,
mengetahui teori dan analisis tatabahasa tidak terlalu
penting, yang paling penting adalah mengucapkannya;
d. Bahasa itu apa yang dikatakan oleh pemilik bahasa
tersebut, bukan materi yang dipaksakan untuk dipelajari.
Artinya, materi yang disajikan menurut metode ini yaitu
pola-pola yang umum digunakan oleh kita dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itu, menurut metode ini,
guru bahasa yang paling baik adalah native speaker yang
terlatih.
e. Setiap bahasa memiliki aturan sendiri yang berbeda dari
bahasa lainnya. Karena itu, belajar suatu bahasa asing
tidak perlu dibanding-bandingkan dengan bahasa
lainnya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
58 |
58
Karakteristik
Adapun karakteristik metode ini sebagai berikut:
a. Tujuan
1) Menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu
menyimak, berbicara, membaca dan menulis, tetapi
prioritas lebih pada keterampilan menyimak dan
berbicara;
2) Menguasai struktur/pola-pola kalimat.
b. Materi Ajar
Materi Pelajaran disampaikan secara lisan dan bisa
berbentuk:
1) Dialog (hiwâr) antara dua orang dan antara lebih dari
dua orang dengan tampilan pola-pola kalimat;
2) Teks/wacana dengan topik-topik dalam situasi
budaya Arab; dan
3) Latihan pola-pola kalimat
c. Teknik Pengajaran
1) Digunakan BI pada saat-saat 'terpaksa'
2) Latihan intensif tentang pola-pola kalimat melalui
peniruan dan pengulangan.
3) Digunakan media: audio, audio visual terutama
dalam latihan menyimak, gambar, pola-pola, photo
dan lain sebagainya.
d. Keunggulan dan Kelemahan Metode
1) Keunggulan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
59 |
a) Siswa mampu mengucapkan bahasa dengan baik.
b) Siswa menguasai struktur/pola kalimat dengan
baik.
c) Suasana kelas sangat hidup, sebab siswa dituntut
untuk secara terus-menerus merespon stimulus
dari guru.
2) Kelemahan
a) Latihan dapat mengakibatkan sikap membeo &
generalisasi yang salah.
b) Materi kaidah tidak mendapatkan porsi yang
cukup, karena materi kaidah yang dijelaskan
hanyalah kaidah yang tercermin dalam dialog
(hiwâr).
c) Memerlukan guru yang kreatif, inovatif dan
mampu berbahasa lisan.
10. Metode Eklektik
Latar Belakang
Telah dipaparkan dengan jelas bahwa masing-masing
metode yang telah telah disebutkan di atas memiliki kelebihan
dan kelemahan. Metode Qawâ‟id dan Tarjamah misalnya, lemah
pada keterampilan berbicara. Metode Langsung (Direct Method)
dan Metode Dengar Ucap (Audio Lingual Method) lemah pada
keterampilan membaca dan tatabahasa. Karena itu, metode ini
lahir sebagai penolakan atas kelemahan-kelemahan metode di
atas sekaligus sebagai upaya untuk menggabungkan berbagai
metode dengan hanya mengambil kelebihan-kelebihan tiap
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
60 |
60
metodenya saja. Inilah alasan mengapa metode ini diberi nama
metode eklektik, artinya memilih kelebihan tiap-tiap metode
dan meninggalkan kelemahan-kelemahannya. Bisa disebut
bahwa kehadiran metode eklektik itu untuk memecah
kebuntuan metode-metode lain dalam mengajarkan bahasa
asing, termasuk mengajarkan bahasa Arab.
Metode ini memiliki banyak nama, diantaranya adalah at-
tharîqah at-taulîfiyyah, at-tharîqah al-intiqâiyyah, at-tharîqah al-
mukhtârah, at-tharîqah al-muzdawwijah, dan at-tarîqah at-taufîqiyah
(Fuad Effendi, 2004: 69).
Asumsi
Adapun asumsi yang mempengaruhi lahirnya metode ini
adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada satu pun metode yang sangat baik atau sangat
buruk, melainkan pada masing-masing terdapat
kelebihan dan kekurangan.
b. Kelebihan yang ada pada setiap metode bisa
dimanfaatkan untuk menyempurnakan metode
pembelajaran yang lain.
c. Pada dasarnya, penggunaan metode hanyalah untuk
menyampaikan pengajaran yang efektif dan efesien
sehingga materi yang disampaikan dapat diserap dengan
baik oleh siswa. Karena itu, guru diberi kewenangan dan
kebebasan penuh untuk memilih dan menggunakan
metode yang dianggap paling baik dan cocok untuk
materi yang diajarkan dan tingkat kemampuan siswa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
61 |
d. Tidak ada satu pun metode pengajaran yang sangat
relevan dan sesuai untuk semua tujuan belajar bahasa,
semua tingkatan siswa, guru, dan program pembelajaran
bahasa asing.
e. Yang paling penting dalam mengajar adalah fokus pada
guru dan kebutuhannya. Bukankah penerapan metode
mengajar itu disesuaikan dengan kebutuhan guru.
f. Guru harus sadar bahwa memilih teknik mengajar adalah
sangat bebas disesuaikan dengan kebutuhan guru dan
siswa (Al-Khuli, 1982: 26).
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
62 |
62
63
METHODS OF SPIRITED
SEVENTIES
A. Community Language Learning (CLL)
1. Sejarah Lahirnya
Charles A. Curran, seorang spesialis dalam program
konseling dan seorang profesor dalam bidang psikologi di
Logola Universitas Chicago, Amerika Serikat, berusaha
menerapkan konsep psikoterapi dalam bentuk konseling
kepada para mahasiswanya setelah ia terinspirasi oleh Carl
Rogers. Menurut Brown (2000:103), Carl Rogers memiliki
cara untuk memfasilitasi pembelajaran sehingga setiap
individu dalam kelompok dapat dihargai dan merasa berharga.
Karena itu, siswa dan guru harus bergabung bersama-sama.
Inilah alasan utama mengapa Curran menciptakan sebuah
metode khusus yang disebut Komunitas Belajar Bahasa atau
Community Languge Learning (CLL). Dalam metode ini ada dua
peran yang harus dimainkan dalam proses pembelajaran
bahasa. Peran pertama adalah seorang konselor, yang
dimainkan oleh guru dan peran kedua adalah klien, yang
dimainkan oleh para siswa. Konselor merupakan istilah lain
yang digunakan untuk merujuk kepada peran guru dalam
metode ini. Selain menggunakan istilah konselor, istilah bagi
3
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
64 |
64
para ahli pendidikan, para pakar konselor dan guru
pembimbing juga ada.
Metode ini didasarkan pada beberapa teori. Pertama,
pada umumnya semua yang dipelajari oleh manusia berada
pada wilayah kognitif dan afektif (Subiyakto, 1988).
Maksudnya, bahwa pelajar mendapat semua masukan dari
dunia luar melalui pikirannya, yang dapat dianggap sebagai
kemampuan kognitif dan juga melalui perasaannya, yang dapat
dianggap sebagai kemampuan afektifnya. Menciptakan
suasana pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain secara
bebas tampaknya menjadi cara terbaik untuk
memaksimalkan kemampuan kognitif seorang siswa serta
kemampuan afektifnya.
Kedua, bahwa belajar bahasa didasarkan pada
beberapa faktor dalam pikiran seperti sikap, emosi dan
motivasi (Atmodarsono,1984: 22). Teori kedua ini hampir
mirip dengan teori pertama. Intinya semakin menguatkan
bahwa metode ini sebagian besar berurusan dengan faktor
internal dari pembelajar bahasa itu sendiri. Pateda (1991:
103) juga menyebutkan bahwa metode ini didasarkan pada
teori interaksional. Ini berarti bahwa bahasa digunakan oleh
individu dengan tujuan untuk berinteraksi dengan orang lain
dalam masyarakat.
Premis teoritis selanjutnya dari metode ini pada
dasarnya diarahkan untuk mencapai kebutuhan pribadi dari
individu-individu. Hal ini dikonfirmasi oleh Tarigan (1989:
232) bahwa metode ini didasarkan pada asumsi yang
mengatakan bahwa setiap individu perlu memiliki
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
65 |
pemahaman dan bantuan dari orang lain untuk memperoleh
nilai-nilai dan tujuan pribadi tiap individu.
Ketiga, bahwa konseling dan pengajaran harus
terintegrasi secara bersama (Hamied, 1987: 143). Menurut
Curran, perlunya integrasi karena konseling menyangkut
wawasan dan kesadaran diri seorang individu sehingga dapat
merangsang pertumbuhan pribadinya, kepuasan dan
hubungan yang lebih baik dengan orang lain. Karena itu,
konseling dan pengajaran tidak dapat dipisahkan.
2. Prinsip Dasar dan Aplikasi CLL
a. Prinsip Dasar CLL
Ada lima prinsip dasar dalam CLL (Komunitas
Belajar Bahasa). Menurut Stevick (1976: 128-131)
seperti dikutip oleh Pateda (1991), prinsip-prinsip dasar
tersebut yaitu:
1) Bahasa adalah sebuah perilaku pelajar yang
diarahkan terhadap orang lain. Pelajar dapat
berbicara tentang hal-hal yang membuatnya
tertarik dan pengalamannya.
2) Seorang pembelajar dapat belajar dengan cepat
sebuah perilaku baru jika ia tidak disela. Karena
itu, sebagai klien, siswa harus memiliki banyak
kesempatan untuk mempraktikkan pengetahuan
bahasanya tanpa intervensi berlebihan dari guru
sebagai konselor.
3) Konselor harus memberikan bantuan kepada
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
66 |
66
klien untuk menggunakan bahasa mereka
sepanjang waktu.
4) Konselor harus memberikan bantuan dalam
menjaga perilaku yang berguna dengan
menggunakan tiga teknik yang disarankan, yaitu:
a) memberikan kesempatan kepada klien untuk
berbicara banyak; b) mengembangkan
produktivitas bahasa klien; dan c) memberikan
konseling dan kemudian membuat beberapa
evaluasi.
5) Dalam mempersiapkan bahan, konselor harus
memilih materi yang mudah sesuai dengan tingkat
dan tujuan yang akan dicapai.
Selain prinsip-prinsip dasar di atas, Curran juga
memiliki lima tahap dalam proses belajar mengajar,
seperti yang dijelaskan oleh Tarigan (1989), Hamied
(1987), Pateda (1991: 107) dan Dardjowidjojo (1987:
186-189). Kelima tahap tersebut, yaitu:
1) Tahap embrio. Pada tahap ini, ketergantungan
klien kepada konselor mereka hampir atau
bahkan tepat 100%. Klien tidak merasa yakin
dengan kemampuannya ketika menghadapi
konselor atau orang lain. Peran konselor adalah
untuk menghilangkan kecemasan klien sehingga
mereka merasa yakin untuk berlatih bahasa yang
mereka pelajari.
2) Tahap penegasan diri. Pada tahap ini, klien
merasa bahwa mereka telah memiliki dukungan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
67 |
moral dari teman-teman mereka. Klien mulai
membebaskan diri dari ketergantungan kepada
konselor mereka dan mulai untuk berlatih
bahasa yang mereka pelajari untuk teman-
teman mereka dengan menggunakan kata-kata
sederhana, frasa dan kalimat sederhana pula.
3) Tahap kelahiran. Pada tahap, klien mulai
bergerak menuju kemerdekaan mereka. Mereka
masih membutuhkan bantuan dari konselor
meskipun tanpa mereka sadari konselor mulai
meminimalkan bantuannya.
4) Tahap pembalikan. Tahap ini mengacu pada
tahap dimana klien dan konselor berada pada
tingkat saling mempercayai satu sama lain. Ini
berarti bahwa dalam tahap ini, klien merasa
bahwa sekarang mereka telah menjadi lebih
aktif dan di sisi lain mereka membutuhkan
konselor untuk memperbaiki kesalahan mereka.
5) Tahap kemandirian. Pada tahap ini, klien
merasa bahwa mereka telah menguasai materi
yang diberikan oleh konselor dan mereka ingin
menguraikan pengetahuan mereka dengan
mempelajari budaya bahasa yang mereka
pelajari.
b. Aplikasi
Brown (2000: 104) menyebutkan langkah-langkah
penggunaan metode CLL yang dapat diterapkan
dalam pembelajaran bahasa, yaitu:
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
68 |
68
1) Klien duduk dalam sebuah lingkaran sementara
konselor di luar lingkaran. Langkah pertama yang
dilakukan adalah membangun hubungan
interpersonal dan kepercayaan dalam bahasa ibu
mereka.
2) Ketika salah satu klien ingin mengatakan sesuatu
kepada kelompok atau individu, dia mengatakannya
dalam bahasa asli atau Bahasa Ibu.
3) Konselor menerjemahkan ucapan klien ke dalam
bahasa target dan menyampaikannya kepada klien.
4) Klien mengulangi terjemahan seakurat mungkin.
5) Ketika klien lain merespon dalam bahasa
aslinya, konselor kembali menerjemahkan
konselor ucapannya dalam bahasa target. Hal ini
dilakukan berulang-ulang dengan klien lain yang
ingin berbicara.
6) Jika mungkin percakapan direkam kemudian
diperdengarkan kepada klien. Pada akhir setiap
sesi, klien mencoba untuk mendapatkan informasi
tentang bahasa baru.
7) Konselor dapat mengambil peran yang lebih
direktif dan menjelaskan kaidah-kaidah linguistik
tertentu bila diperlukan.
Langkah-langkah metode CLL (Komunitas
Belajar Bahasa) dapat dikembangkan lebih lanjut
dalam pembelajaran bahasa seperti yang ditunjukkan
oleh Subiyakto (1988: 49-50) di bawah ini:
1) Kelompok mahasiswa dibatasi 5 hingga 10
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
69 |
orang guna mendapatkan proses pembelajaran
yang lebih efektif. Para siswa diminta untuk
memilih topik berdasarkan kesepakatan di antara
mereka. Setelah mereka siap, mereka mencatat
kalimat atau ucapan-ucapan mereka satu per satu.
2) Setelah merekam selama 20 menit, guru
menghentikan aktivitas tersebut dan meminta siswa
untuk mendengarkan dengan seksama kalimat
atau perkataan siswa yang direkam.
3) Setelah mendengarkan rekaman itu, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membuat beberapa saran guna memperbaiki
kalimat yang direkam.
4) Pada pertemuan berikutnya, para siswa diminta
untuk mendengarkan rekaman sekali lagi dan
menuliskan transkrip rekaman bersama-sama.
5) Setelah membaca transkrip yang ditulis oleh para
siswa, guru dapat menentukan struktur bahasa yang
harus dipelajari secara lebih teliti.
6) Dengan menggunakan kalimat yang dibuat oleh
para siswa, guru dapat memberikan instruksi untuk
mengubah bentuk kalimat menjadi bentuk kalimat
yang lain, misalnya dari pernyataan menjadi
pertanyaan. Guru juga dapat memberikan latihan
bahasa lainnya, misalnya membuat kalimat atau
ucapan-ucapan khusus uyang dapat mengundang
respon dari para siswa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
70 |
70
Charles A. Curran menguraikan tahapan kegiatan
pembelajaran sebagai mana dikutip oleh Tarigan
(1989: 239-241). Tahapan tersebut adalah:
1) Tahap pertama
Ini adalah tahap dimana klien masih tergantung
pada konselor hampir seluruhnya.
a) Klien mengungkapkan apa yang ingin ia
katakan kepada konselor dalam bahasa asli.
Setiap anggota kelompok mendengarkan apa
yang dia katakan tetapi mereka tidak terlibat di
dalamnya.
b) Konselor menerjemahkan perkataan klien ke
dalam bahasa target, dengan cara sederhana
menggunakan frase yang terdiri dari lima atau
enam kata.
c) Klien menirukan terjemahan konselor dalam
bahasa target dan ia akan mendapatkan
bantuan dari konselor ketika dia membuat
kesalahan atau tidak merasa yakin tentang
sebuah kata atau frase. Hal ini dapat membuat
klien merasa nyaman.
2) Tahap kedua
a) Klien mengungkapkan apa yang ingin ia
katakan hanya kepada konselor dalam bahasa
asli. Setiap anggota kelompok mendengarkan
apa yang dia katakan tetapi mereka tidak
terlibat di dalamnya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
71 |
b) Konselor berjalan di sekitar kelompok dan
mulai untuk berbicara langsung kepada
kelompok dalam bahasa target.
c) Konselor hanya memberikan bantuan kepada
klien ketika ia tidak merasa yakin dengan
sebuah kata atau frase. Ini adalah tanda
kepercayaan dan harapan positif.
3) Tahap ketiga
a) Klien berbicara/berkomunikasi langsung
dengan kelompoknya dalam bahasa target. Ini
adalah tanda bahwa kelompok tersebut telah
memperoleh kemampuan untuk memahami
kalimat sederhana.
b) Konselor hanya memberikan bantuan kepada
klien ketika ia tidak merasa yakin dengan
sebuah kata atau frase. Ini adalah tanda
kepercayaan yang lebih besar, kemerdekaan
dan pandangan klien terhadap hubungan
antar frase, struktur dan ide. Terjemahan
diberikan hanya ketika seorang anggota
kelompok sangat membutuhkannya.
4) Tahap keempat
a) Klien berbicara lebih leluasa dengan
menggunakan struktur yang lebih rumit dan
berekspresi dalam bahasa target. Ini adalah
tanda bahwa kelompok dapat memahami apa
yang dikatakannya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
72 |
72
b) Konselor dapat mengoreksi secara langsung
khususnya dalam memperbaiki ungkapan
yang rumit untuk memastikan bahwa klien
mendapatkan perbaikan yang memuaskan.
5) Tahap Kelima
a) Klien sekarang berbicara lebih leluasa dengan
menggunakan struktur yang lebih rumit dan
ekspresi dalam bahasa target. Ini adalah tanda
bahwa kelompok belajar benar-benar dapat
memahami apa yang dikatakannya.
b) Konselor mengganggu tidak hanya untuk
memperbaiki kesalahan klien, tetapi juga untuk
memberikan idiom dan konstruksi lebih indah.
c) Pada tahap ini, klien dapat menjadi konselor
bagi kelompok yang masih dalam tahap
pertama, kedua dan ketiga.
Menurut Stevick (1976: 126) sebagaimana dikutip
oleh Pateda (1991: 104-105), ada dua tahap utama
dalam menerapkan metode CLL. Dua tahap utama
adalah fase investasi dan tahap refleksi. Deskripsi ini
dapat dilihat sebagai berikut:
1) Fase investasi. Tahap ini berupaya melibatkan
klien dalam interaksi sosial dengan orang lain,
misalnya meminta klien berbicara dengan orang
lain dalam sebuah komunitas tertentu. Fase terdiri
dari lima tahap, yaitu:
a) Tahap 1. Klien mengatakan kalimat-kalimat
pendek dalam bahasa aslinya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
73 |
Konselor berdiri di belakangnya dan
menerjemahkan ucapan-ucapan klien
ke dalam bahasa target. Ketika klien
salah dalam berbicara, konselor dapat
mengoreksi kesalahannya.
b) Tahap 2. Klien mulai mengatakan dalam
bahasa target ungkapan-ungkapan
yang sebelumnya diungkapkan
dalam bahasa asli.
c) Tahap 3. Klien langsung mengucapkan
kalimat baru atau ucapan-ucapan
dalam bahasa target. Dia hanya
menggunakan bahasa aslinya ketika
klien lain memintanya. Pada tahap
ini, membuat kesalahan adalah
sesuatu yang tak terelakkan.
d) Tahap 4. Klien mengucapkan kalimat dalam
bahasa target dan ia merasa bebas
dari kecemasan atau kekhawatiran
salah saat berbicara.
e) Tahap 5. Klien mampu menggunakan kata-
kata dan kalimat dalam target,
sementara konselor memberikan
kosa kata tambahan dan
membimbing mereka dalam
menggunakan struktur tata bahasa
dasarnya.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
74 |
74
2) Fase refleksi. Tahap ini berupaya melakukan
beberapa introspeksi untuk melihat apakah klien
telah memperoleh dan menguasai bahan dan
masalah dalam belajar bahasa. Fase ini terdiri dari
tiga langkah, yaitu:
a) Langkah 1. Klien mengungkapkan pengalaman
-nya dalam bahasanya sendiri.
Konselor mendengarkan apa yang
dia katakan dan dia bisa
mengatakan apakah dia setuju atau
tidak dengan apa yang dikatakan
klien.
b) Langkah 2. Ucapan-ucapan yang diungkapkan
oleh klien kembali diputar hingga
selesai tanpa jeda.
c) Langkah 3. Ucapan-ucapan klien ini diputar
kembali secara kalimat demi
kalimat. Hal ini memungkinkan
ucapan-ucapan mereka ditulis di
papan tulis dan klien menyalinnya.
Maka setiap klien menerjemahkan
kalimat dalam bahasa target.
3. Keunggulan dan Kelemahan
Seperti metode lainnya, metode CLL pun memiliki
beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan
kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keunggulan Metode CLL
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
75 |
1) Metode ini dapat membantu siswa menjadi
mandiri dalam melakukan kegiatan mereka di kelas.
2) Kerjasama yang kuat antar siswa dalam belajar
bahasa target dapat membantu menciptakan
suasana yang sehat dan meningkatkan rasa percaya
diri.
3) Siswa belajar berkomunikasi dalam bahasa asli
sebelum berlatih bahasa target. Setelah itu, mereka
mengungkapkannya dalam bahasa target.
4) Metode ini menuntut guru untuk mampu
menghilangkan kegelisahan siswa, memotivasi
mereka untuk mulai berbahasa, dan
mempersiapkan mereka untuk dapat belajar secara
mandiri sebagai persiapan untuk menghadapi
suatu hari ketika tidak ada lagi guru yang
membimbing mereka. Walaupun metode ini
memungkinkan siswa untuk berkembang sesuai
dengan kecepatan mereka sendiri, tetapi siswa yang
cepat akan dapat mendorong dan membantu siswa
yang lambat untuk berkembang.
5) Metode ini memungkinkan siswa mampu
mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan
bahasa yang mereka pelajari.
6) Metode ini memungkinkan siswa memiliki
kebebasan dan inisiatif sebanyak yang mereka
inginkan, sehingga pembelajaran dengan metode
ini menjadi pengalaman belajar yang sangat
menarik dan unik.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
76 |
76
b. Kelemahan Metode CLL
1) Pada saat guru menggunakan tape recorder sebagai
instrumen audio dan para siswa membuat
ungkapan dalam bahasa target, proses ini hanya
dapat berjalan dengan baik jika siswa memiliki
pengetahuan tentang struktur dan kosa kata bahasa
target. Jika guru terus memberikan penerjemahan
dan penjabaran kalimat tersebut kepada siswa,
maka pembelajaran di kelas cenderung hanyalah
"terjemahan".
2) Penyajian metode ini berbasis proses dan tidak
berbasis konten. Karena itu, akan sulit membuat
urutan materi pelajaran yang terukur dan
terencana.
3) Proses perekaman dapat membuat kesulitan bagi
mereka yang tidak akrab dengan cara seperti itu.
4) Peran baru seorang guru dapat menimbulkan
rasa frustasi bagi siswa apabila hubungan guru
dan murid tidak sesuai dengan yang mereka
harapkan sebelumnya.
5) Evaluasi hasil belajar siswa akan terasa lebih rumit
dilakukan dari pada kelas biasa yang tidak
menggunakan metode ini.
6) Keberhasilan metode ini sangat tergantung
pada keahlian konselor dalam menerjemahkan
ungkapan siswa. Konselor tidak boleh melakukan
kesalahan dalam menerjemahkan. Jika pada aspek-
aspek tertentu salah menerjemahkannya, maka akan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
77 |
ada pemahaman yang kurang efektif terhadap
bahasa target.
B. Metode Total Physical Response "TPR"
1. Sejarah Lahirnya
Metode ini dikembangkan oleh seorang profesor
psikologi di Universitas San Jose California yang bernama
Prof. Dr. James J. Asher. Asher telah sukses
mengembangkan metode ini pada pembelajaran bahasa
asing untuk anak-anak. Ia berpendapat bahwa pengucapan
langsung pada anak dalam bentuk perintah akan direspon
melalui fisiknya sebelum mereka merespon secara verbal
atau ucapan. Pemikiran yang mendasari metode ini, seperti
dituturkan oleh Asher (dalam Oller dan Amato, th: 329-336),
berpijak pada asumsi bahwa pembelajaran bahasa harus
dilakukan melalui aktivitas psikomotorik. Karena itu, asimilasi
informasi dan keterampilan bisa ditingkatkan secara
bermakna apabila kita memanfaatkan sistem sensor kinestetik.
Pateda (1991: 111) menjelaskan bahwa tujuan metode
Total Physical Response ini ialah agar siswa segera memperoleh
kemampuan untuk menggunakan bahasa secara lisan, maka
hampir semua bahan pelajaran diberikan dalam bentuk
kalimat perintah (imperative). Menurut Richards dalam
bukunya Approaches and Methods in Language Teaching, TPR
didefinisikan: "a language teaching method built around
the coordination of speech and action; it attempts to teach language
through physical (motor) activity". Metode TPR merupakan
suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun melalui
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
78 |
78
sistem perintah (command), ucapan (speech) dan gerak (action);
dan berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas
fisik (motorik). Proses ini mirip dengan bagaimana anak kecil
belajar bahasa ibunya.
TPR membutuhkan ruang belajar yang agak besar
dan bisa diubah-ubah bentuknya. Jumlah pelajar yang
optimal adalah 20-25 orang, sedangkan umurnya tidak
menjadi masalah. Hampir semua bahan pelajaran disajikan
dalam bentuk kalimat perintah. Selain itu, TPR tidak
memerlukan terjemahan ke dalam Bahasa Ibu dan tidak
memberikan pekerjaan rumah (PR). Total waktu yang
dibutuhkan oleh para pelajar TPR untuk menguasai bahasa
baru (dengan kosa kata sehari-hari) adalah 159 jam.
Dardjowidjojo menyatakan kecurigaannya bahwa bukti
yang dikemukakan oleh Asher banyak diambil dan mahasiswa
bimbingannya sendiri. Konsep TPR juga dinilainya tertalu
abstrak dan memaksakan diri. Kebutuhan TPR akan ruangan
yang agak besar dan fleksibel juga menyulitkan penerapan
metode ini.
Guru atau instruktur memiliki peran aktif dan
langsung saat menerapkan metode TPR ini. Menurut Asher
"The instructor is the director of a stage play in which the students are
the actors", yang berarti bahwa guru (instruktur) adalah
sutradara dalam pertunjukan cerita dan di dalamnya siswa
sebagai pelaku atau pemerannya.
Guru yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari,
siapa yang memerankan dan menampilkan materi pelajaran.
Siswa dalam TPR mempunyai peran utama sebagai pendengar
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
79 |
dan pelaku. Siswa mendengarkan dengan penuh perhatian
dan merespon secara fisik pada perintah yang diberikan guru
baik secara individu atau kelompok.
2. Bentuk Aktivitas Metode TPR dalam
Pengajaran Bahasa
Dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan
metode TPR ini banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan
oleh guru dan siswa, antara lain :
a. Latihan dengan menggunakan perintah (imperative drill),
merupakan aktivitas utama yang dilakukan guru di
dalam kelas dari metode TPR. Latihan berguna untuk
memperoleh gerakan fisik dan aktivitas dari siswa.
b. Dialog atau percakapan (conversational dialogue).
c. Bermain peran (role play), dapat dipusatkan pada
aktivitas sehari-hari seperti di sekolah, di rumah, di
pasar, dan lain sebagainya.
d. Presentasi dengan OHP atau LCD.
e. Aktivitas membaca dan menulis untuk menambah
perbendaharaan kata dan juga melatih susunan kalimat
berdasarkan tenses dan sebagainya.
3. Teori Pembelajaran TPR
Teori pembelajaran bahasa TPR yang diterapkan
pertama kali oleh Asher ini mengingatkan pada beberapa
pandangan para psikolog. Arthur Jensen misalnya, pernah
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
80 |
80
mengusulkan sebuah model 7 langkah untuk mendeskripsikan
perkembangan pembelajaran verbal anak. Model ini sangat
mirip dengan pandangan Asher tentang bahasa anak. Asher
menyajikan 3 hipotesa pembelajaran yang berpengaruh,
yaitu:
a. Terdapat bio program bawaan pada anak yang dapat
membantu pengembangan bahasa pertama dan kedua.
b. Literalisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran
yang berbeda pada otak kiri dan kanan.
c. Stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa
yang akan dipelajari oleh peserta didik. Tingkat stress
yang rendah kapasitasnya, akan membuat proses
pembelajaran menjadi lebih baik.
4. Kelebihan dan Kekurangan
Adapun sisi kelebihan dan kekurangan dari Metode
Total Physical Response, diantaranya adalah:
a. Kelebihan TPR
1) Dapat menciptakan suasana hati yang positif
pada peserta didik sekaligus memfasilitasi
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan
motivasi dan prestasi siswa dalam pelajaran.
2) TPR ini sangat mudah dan ringan dalam segi
penggunaan bahasa dan juga mengandung
unsur gerakan permainan sehingga dapat
menghilangkan stress pada peserta didik.
3) TPR sangat efektif dalam mengajar kata ganti
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
81 |
tunggal dan lainnya dalam struktur tata
bahasa.
4) TPR banyak digunakan sebagai jenis aktivitas
kelas.
5) Banyak kelas komunikatif dan interaktif yang
berhasil memanfaatkan aktivitas-aktivitas TPR
untuk menghadirkan masukan auditoris
maupun aktivitas fisik.
6) TPR memberikan perhatian kepada
pembelajaran otak kanan.
b. Kekurangan TPR
1) TPR sangat efektif pada tingkat awal kecakapan
bahasa, tetapi kehilangan sifat pembedanya begitu
pembelajar meningkat kompetensinya.
2) Siswa hanya memperoleh sebanyak mungkin
komunikasi bukan analisis.
3) Guru menjadi satu-satunya sumber belajar siswa.
4) Ketergantungan berlebih pada guru, bisa merusak
proses pemerolehan bahasa asing.
C. Metode Natural Approach "NA"
1. Sejarah Lahirnya
NA dirintis pada tahun 1976 oleh seorang linguis
bernama Tracy D. Terrel. Pandangannya adalah penguasaan
bahasa lebih banyak bertumpu pada pemerolehan (acquisition)
bukan pembelajaran (learning). NA juga bekerja sama dengan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
82 |
82
Teori Monitor yang diajukan oleh Stephen D. Krashen.
Dardjowidjojo dalam Pateda (1991: 113) menjelaskan bahwa
istilah Natural Approach didasarkan atas pandangan bahwa
ketuntasan suatu bahasa lebih banyak bertumpu pada
pemerolehan bahasa dalam konteks yang alamiah, bukan pada
pembelajaran kaidah-kaidah yang kaku.
Metode Natural Approach muncul dengan maksud untuk
mengembangkan kemampuan dasar berkomunikasi.
Sedangkan tekanan pembelajarannya pada bidang kosa kata.
Unsur gramatikal dan pelafalan kurang mendapat perhatian.
Dengan kata lain, waktu di kelas dimanfaatkan untuk melatih
pemahaman yang mendukung pemerolehan bahasa.
Dalam NA, siswa harus didorong untuk berkomunikasi.
Kompetensi komunikasi siswa tidak harus sempurna karena
dalam kehidupan nyata ada hal-hal di luar bahasa yang
membantunya memahami ajaran yang ia dengar. Biasanya,
pelajar NA kurang mulus dari segi linguistik. Krashen
berpedoman bahwa hal ini wajar karena orang dewasa tidak
seperti anak kecil saat memperoleh bahasa ibunya.
NA menyajikan banyak kosakata dan koreksi melalui
latihan atau PR. Situasi, fungsi, dan topik dikombinasikan
untuk mengembangkan kemampuan dasar pelajar dalam
berkomunikasi. Metode Alamiyah (Natural Method) disebut
demikian karena dalam proses belajar, siswa dibawa ke alam
seperti halnya pelajaran Bahasa Ibu sendiri. Dalam
pelaksanaannya metode ini tidak jauh berbeda dengan Metode
Langsung (Direct Method) di mana guru menyajikan materi
pelajaran langsung dalam bahasa asing tanpa diterjemahkan
sedikitpun, kecuali dalam hal-hal tertentu dan sangat terpaksa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
83 |
2. Langkah-langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran Metode Natural ini
antara lain:
a. Pelajaran mula-mula diberikan melalui menyimak
(listening) kemudian berbicara (speaking), membaca
(reading), menulis (writing), terakhir adalah gramatika.
b. Pelajaran disajikan mula-mula dengan
memperkenalkan kata-kata yang sederhana kemudian
bertahap kepada yang komplek, dari yang dekat
bertahap menuju yang jauh, dari yang mudah menuju
yang sulit, dan dari yang kongkrit menuju yang abstrak.
Dalam pembelajaran bahasa, guru dapat memulai
pembelajaran dengan memperkenalkan benda-benda
mulai dari benda-benda yang ada di dalam kelas, di
rumah dan luar kelas, bahkan mengenal luar negeri
atau negara-negara asing terutama Timur Tengah.
c. Kamus sewaktu-waktu dapat digunakan bila sangat
diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan
mengartikan kata-kata sulit dalam bahasa asing dan
memperbanyak perbendaharaan kosa kata sebagai
syarat utama menguasai bahasa asing.
d. Karena kemampuan dan kelancaran membaca dan
bercakap-cakap sangat diutamakan dalam metode ini,
maka pelajaran tata bahasa kurang diperhatikan.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
84 |
84
3. Kelebihan dan Kelemahan
a. Kelebihan
1) Pada tingkat lanjutan metode ini sangat efektif,
karena setiap individu siswa dibawa ke dalam
suasana lingkungan sesungguhnya untuk aktif
mendengarkan dan bercakap-cakap dalam bahasa
asing.
2) Keterampilan membaca dan bercakap-cakap
dalam bahasa asing sangat diutamakan,
sedangkan pelajaran gramatika diajarkan sewaktu-
waktu saja.
3) Pembelajaran menjadi bermakna dan mudah
diserap oleh siswa, karena setiap kata dan kalimat
yang diajarkan memiliki konteks (hubungan)
dengan kehidupan sehari-hari siswa/anak didik.
b. Kekurangan Metode Natural
1) Siswa akan merasa kesulitan belajar apabila belum
memiliki bekal dasar bahasa asing terutama pada
pada tingkat-tingkat pemula, sehingga
penggunaan/pemakaian bahasa asli siswa tidak
dapat dihindari. Dengan demikian, kemampuan
membaca dan bercakap-cakap dalam bahasa asing
sebagai tujuan utama dari metode ini, sulit
diterapkan.
2) Pada umumnya anak didik dan guru bersikap
sangat tradisional, yaitu lebih mengutamakan
gramatika daripada keterampilan membaca dan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
85 |
berbicara. Secara alamiah sikap tersebut sangat
keliru dan perlu diubah.
3) Pada umumnya pengajaran bahasa asing di
sekolah-sekolah tidak didukung dengan
media/alat peraga yang diperlukan. Untuk
mengatasi kekurangan tersebut, guru dituntut
lebih kreatif lagi menyiapkan berbagai media dan
alat peraga yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
4) Lemahnya kemampuan dalam berbahasa asing
menjadi faktor sulitnya diterapkan metode
tersebut dengan baik. Karena itu, guru haruslah
seorang yang aktif berbicara dalam bahasa asing,
dengan begitu siswa akan aktif menggunakan
bahasa.
D. Metode Silent Way "SW"
1. Sejarah Lahirnya
Dr. Caleb Gattegno mulai memperkenalkan metode ini
lewat bukunya "Teaching Foreign Language in School: A Silent
Way ". Metode ini dianggap cukup unik karena bukan hanya
guru yang diminta diam 90 % dari alokasi waktu yang dipakai
tetapi ada juga saat-saat di mana siswa juga diam tidak
membaca, tidak menghapal, tidak juga menonton, akan
tetapi mereka hanya konsentrasi pada bahasa asing yang
baru saja.
Hipotesis-hipotesis pembelajaran yang mendasari
metode Gattegno ini adalah:
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
86 |
86
a. Pembelajaran akan lebih mudah jika siswa
mendapatkan atau menciptakan hal baru dibandingkan
dengan mengingat dan mengulang apa yang harus
dipelajari.
b. Pembelajaran akan lebih mudah dengan menggunakan
objek fisik.
c. Pembelajaran akan lebih mudah dengan pemecahan
masalah yang melibatkan materi yang diajarkan.
Menurut Jerome Bruner, seorang filosof dan psikolog
pendidikan, guru dan siswa berada dalam posisi yang lebih
kooperatif. Siswa bukan hanya pendengar melainkan juga ikut
berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran (Bruner, 1966: 83).
Hal ini sesuai dengan Silent Way yang memandang
pembelajaran sebagai suatu aktivitas pencarian hal baru
melalui teknik pemecahan masalah, di mana siswa menjadi
pelaku utama. Keuntungan dari cara pembelajaran ini adalah;
a) meningkatnya potensi intelektual, b) bergesernya
pemahaman dari ekstrinsik ke intrinsik, c) pembelajaran
melalui penemuan oleh diri sendiri, dan d) membantu fungsi
memori.
Silent way juga dikaitkan dengan serangkaian premis
yang disebut sebagai pendekatan-pendekatan problem solving
pada pembelajaran". Premis-premisnya ini terwakili oleh
ucapan Benjamin Franklin:
Tell me and I forget
Teach me and I remember,
Involve me and I learn
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
87 |
2. Prinsip-Prinsip Dasar Silent Way
dalam Pembelajaran Bahasa
Seperti metode-metode lainnya, Gattegno menjadikan
pemahamannya tentang proses pembelajaran bahasa pertama
sebagai dasar untuk membuat prinsip-prinsip pembelajaran
bahasa asing bagi orang dewasa. Gattegno menganjurkan agar
siswa kembali ke cara anak kecil belajar bahasa ibu.
Gattegno mengusulkan artificial approach didasarkan
pada prinsip bahwa pembelajaran yang berhasil melibatkan
sebuah komitmen diri pada pemerolehan bahasa melalui
kesadaran dan uji coba aktif. Penekanan Gattegno yang
berulang-ulang pada lebih pentingnya pembelajaran daripada
pengajaran, menempatkan komitmen dan prioritas diri siswa
sebagai fokus.
Artificial approach terdiri atas dua sistem, yaitu sistem
pembelajaran dan sistem pemerolehan. Sistem Pembelajaran
diaktifkan oleh kesadaran intelegensi. Silence dianggap sebagai
cara yang terbaik untuk pembelajaran, karena dengan silence
para siswa berkonsentrasi pada tugas yang diselesaikan dan
cara-cara penyelesaiannya. Silence, yang menghindari
pengulangan, menjadi alat bantu bagi kesadaran, konsentrasi,
dan kesiapan mental.
Sistem pemerolehan memungkinkan kita untuk
mengingat unsur-unsur bahasa dan prinsip-prinsipnya, dan
memungkinkan komunikasi bahasa berlangsung.
Pemerolehan dengan upaya mental, kesadaran, dan
kebijaksanaan lebih efisien daripada pemerolehan melalui
pengulangan mekanis.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
88 |
88
Kesadaran dapat diajarkan. Ketika seseorang belajar
'secara sadar', maka kekuatan kesadaran seseorang dan
kapasitasnya untuk belajar menjadi lebih besar. Karena itu,
Silent Way menyatakan bahwa hal tersebut mempermudah
apa yang disebut para Psikolog sebagai learning to learn.
Rangkaian proses yang membangun kesadaran berasal dari
perhatian, penggunaan, perbaikan diri, dan penyerapan.
Kegiatan koreksi diri melalui kesadaran diri inilah yang
membuat Silent Way berbeda dari metode pembelajaran
bahasa lainnya.
SW sangat artifisial dan terkontrol. Jumlah kosakata
sangat dibatasi karena siswa harus betul-betul memanfaatkan
daya kognisinya untuk menggunakan kosakata yang ada dalam
berbagai konstruksi yang berbeda. Caranya adalah SW
langsung menyajikan tulisan setelah atau pada saat latihan
lisan. Guru 90% diam, bahkan koreksi dilakukan oleh siswa
lain.
Gattegno mengklaim bahwa SW hanya memerlukan
waktu satu tahun untuk mencapai tingkat penguasaan bahasa
baru yang sama dengan empat tahun dalam metode lainnya.
Di lain pihak, Dardjowidjojo menganggap bahwa kebisuan
guru saat mengajar terlalu dipaksakan karena koreksi dari guru
akan lebih efektif daripada pelajar lain.
3. Langkah- langkah Pembelajaran
Langkah-langkah pengajaran metode ini yaitu siswa
dibiarkan terlebih dahulu bersalah dalam berbahasa. Gattegno
dalam buku Celce Murcia (1979:32) berpendapat" One of the
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
89 |
great imperpection of most teaching is the compulsion to require
perfection at once". Artinya, salah satu ketidak-sempurnaan dari
kebanyakan pengajaran adalah adanya tuntutan untuk
memperoleh kesempurnaan seketika.
Stevick (1982: 200) menyatakan ada tiga inti dari Silent
Way:
a. Watch (perhatikan)
b. Give only what is needed (ajarkan apa yang dibutuhkan saja)
c. Wait (tunggu)
Begitu pelajaran dimulai, konsentrasi diperkuat karena
murid menyadari bahwa apa yang dikatakan tidak akan
diulangi. Guru mengangkat balok dan berkata: A rod ( شةالخ ),
ia mengulangi sambil mengangkat balok-balok lain yang
berlainan warna. Kemudian ia memperkenalkan warna.
Selanjutnya ia meminta dengan aba-aba duamurid maju ke
depan dan berkata kepada salah seorang di antara mereka: Take
a blue rod! ( األسرقالخشةخذ ), setelah ini dilaksanakan,
kemudian dilanjutkan: Give it to him! ( الخشةاعطه ) (Tayar
Yusuf, 1997: 151).
Isyarat kadang-kadang diberikan dalam bentuk gerak
tubuh ataupun bantuan dari siswa lain tanpa adanya
penjelasan verbal. Guru secara berangsur-angsur berkata
seminimal mungkin dan siswa semaksimal mungkin. Djunaidi
(1937: 50) menyatakan bahwa dalam metode The Silent Way,
guru sebaiknya diam untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mengemukakan pendapatnya. Proses
pembelajaran bahasa sebaiknya dilaksanakan sendiri oleh
siswa di kelas.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
90 |
90
Harried (1987) dalam Pateda (1991: 116)
menambahkan bahwa bentuk penghargaan terhadap
kapasitas siswa adalah membiarkan mereka bergumul
dengan masalah bahasa dan mengingat informasi sendiri
tanpa bantuan dari guru. Dengan demikian, seorang guru harus
banyak tutup mulut atau diam ketika mengajar dan sebaliknya
siswalah yang seharusnya banyak bicara dan banyak bekerja
(Pateda, 1991: 115).
4. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kelebihan Silent Way
1) Guru memberikan kesempatan yang sangat luas
kepada siswa untuk berkembang bebas, mandiri
dan bertanggung jawab.
2) Guru menciptakan situasi yang mendorong
siswa untuk menfasilitasi pembelajaran.
3) Guru secara khusus memperhatikan kesalahan siswa
dan membiarkan siswa belajar dari satu sama lain
dalam suasana santai.
4) Banyak praktek sehingga memungkinkan siswa
belajar mengekspresikan diri dengan lancar.
b. Kekurangan Silent Way
1) Kegiatan pembelajaran sangat bergantung pada
individu.
2) Guru lebih banyak diam, ia menggunakan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
91 |
gerakan, gambar dan rancangan untuk
memancing dan membentuk reaksi.
3) Koreksi dan pemberian model dari guru sangat
minim sehingga siswa membuat generalisasi dan
simpulan menurut versi mereka sendiri.
E. Metode Suggestopedia
1. Sejarah Lahirnya
Metode ini dirintis pada musim panas tahun 1975 di
Bulgaria ketika sekelompok peminat di Institut Penelitian
Pedagogy di bawah Georgi Lozanov melakukan penelitian
mengenai pengajaran bahasa asing. Pada awal
perkembangannya, suggestopedia hanya dicoba di negara-
negara Eropa Timur seperti Uni Soviet, Jerman Timur, dan
Hongaria (Soenjono Dardjowidjojo, 1996: 62).
Sebagai seorang dokter, psikoterapis, dan ahli fisika,
Lozanov percaya bahwa teknik-teknik relaksasi dan
konsentrasi akan membantu siswa membuka sumber-sumber
bawah sadar mereka dan memperoleh serta menguasai jumlah
kosa kata yang lebih banyak dan juga struktur-struktur yang
lebih mantap daripada yang mungkin pernah mereka pikirkan
(Richards dan Rodgers, 1993: 142-143).
Menurut Lozanov, landasan yang paling
mendasari suggestopedia adalah suggestology, yakni suatu
konsep yang menyuguhkan suatu pandangan bahwa manusia
bisa diarahkan untuk melakukan sesuatu dengan
memberikannya sugesti. Pikiran harus dibuat setenang
mungkin, santai, dan terbuka sehingga bahan-bahan yang
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
92 |
92
merangsang saraf penerimaan bisa dengan mudah diterima
dan dipertahankan untuk jangka waktu yang lama (Soenjono
Dardjowidjojo, 1996: 63). Uraian tersebut sebagaimana di
ungkapkan aleh Lazanov dalam Richards (2001: 100) that
suggestopedia is a "science….. concerned with the systematic study of
the nonrational and/or nonconcious influences that human
beings areconstantly responding to. Sedangkan tujuan
digunakannya metode ini adalah to deliver advanced conversational
quickly (Richards, 2001: 102).
Peran guru dalam metode ini adalah to create situation in
which the learner is most suggestible and then to present linguistic material
in a way most likely to encourage positive perception and retention by the
learner (Richards, 2001: 104). Dalam pendekatan yang bersifat
humanistik ini guru akhirnya berfungsi sebagai pengelola
kelas dan pembimbing untuk membantu siswa menyampaikan
materi. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat nyaman
belajar dan termotivasi untuk lebih belajar lagi sehingga siswa
dapat mengungkapkan pikiran-pikiran dalam bahasa asing
yang sedang dipelajarinya.
Cara yang dilakukan untuk memotivasi siswa yaitu
menumbuhkan dan menggali potensi siswa yang terpendam.
Upaya tersebut didasarkan pada tiga prinsip, yaitu: (1)
gembira dan senang secara psikoiogis (tidak tertekan); (2)
kemampuan memanfaatkan bagian-bagian otak; dan (3)
kerjasama yang harmonis antara siswa dan guru.
Menurut Lozanov sendiri, dalam artikelnya yang
berjudul Suggestology and Suggestopedy yang dimuat dalam Blair
(1982: 146-159), suggestopedia dipengaruhi oleh tiga asumsi,
yaitu:
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
93 |
a. Belajar itu melibatkan fungsi-fungsi sadar dan bawah
sadar manusia.
b. Siswa mampu belajar lebih cepat daripada dengan
metode-metode lainnya.
c. Proses belajar mengajar dapat terhambat oleh beberapa
faktor, yakni: 1) kendala-kendala yang lazim berlaku
dalam masyarakat, 2) suasana yang kurang santai dalam
pembelajaran bahasa, dan 3) potensi-potensi siswa yang
tidak/kurang bisa dimanfaatkan oleh guru.
Ciri-ciri metode ini menciptakan suasana sugestif
diruang belajar dengan cahaya yang redup, musik yang
sayup-sayup, dekorasi ruangan yang ceria, tempat duduk
yang menyenangkan, dan teknik-teknik dramatik yang
dipergunakan oleh guru dalam penyajian bahan
pembelajaran. Semua itu secara total bertujuan membuat
para siswa santai sehingga memungkinkan mereka membuka
hati untuk belajar bahasa dalam suatu model yang tidak
menekan atau membebani para siswa (Richards dan Rodgers,
1993: 142).
Pada umumnya, bahan pelajaran diberikan dalam
bentuk dialog. Dialog dalam suggestopedia mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut: a) penekanan pada kosa kata dan isi; b)
dasar pembuatan dialog adalah keadaan atau peristiwa hidup
yang nyata; c) harus secara emosional relevan dengan
kebutuhan siswa; d) memiliki kegunaan praktis; dan e) kata-
kata yang baru digarisbawahi dan disertai transkripsi
fonetis untuk pelafalannya (Soenjono Dardjowidjojo, 1996:
64).
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
94 |
94
2. Teknik Pengajaran Metode
Suggestopedia
Kelas Suggestopedia dilakukan oleh Lozanov di
Institute of Suggestology di Sofia, Bulgaria. Kelas tersebut terdiri
dari kelompok kecil sekitar 12 siswa selama 4 jam secara
intensif setiap hari dalam satu bulan. Setiap jamnya terdiri atas
tiga bagian :
a. Pengulangan (review) dilakukan melalui percakapan
.permainan, atau bermain peran ,(الوحادثح)
Laboratorium bahasa tidak digunakan dalam bagian
ini. Latihan dan koreksi saja yang dapat dilakukan.
b. Penyampaian materi baru didasarkan pada situasi
yang akrab. Materi ini mencakup dialog panjang
sekitar 10 sampai 14 halaman dengan menambahkan
penjelasan tata bahasa yang penting dan terjemahan.
c. Porsi dari Suggestopedia terbagi dua bagian: guru
membacakan dialog sementara siswa mengikutinya
dengan menghirup udara yang dalam (Yoga).
Aturannya adalah: dua detik pertama, menerjemahkan
LI (first language); dua detik ke dua, frasa bahasa asing
dan berhenti sejenak dua detik. Ketika mendengarkan
frasa bahasa asing siswa menahan nafas empat menit
sambil melihat teks dan mengulang frasa bahasa asing.
Aktivitas dari bagian ini adalah guru membacakan teks
dialog dengan sangat emosional dan intonasi yang indah.
Siswa menutup mata dan melakukan meditasi terhadap teks
diiringi dengan musik klasik supaya lebih rileks. Untuk
mendukung proses belajar tersebut hendaknya disediakan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
95 |
ruangan kelas yang menyenangkan dan menarik dengan
pencahayaan dan udara yang memadai.
Metode ini banyak digunakan pada beberapa sekolah di
Eropa dan Amerika. Tujuannya untuk mengurangi dan
menghilangkan sugesti dan pengaruh negatif yang tidak disadari
bersemai pada diri siswa. Selain itu, metode ini berguna juga
untuk memberantas perasaan takut yang menghambat proses
belajar, seperti perasaan tidak mampu ( feeling of
incompetence), perasaan takut salah (fear of making mistakes), serta
ketakutan akan sesuatu yang baru dan belum akrab
(apprehension of that which is novel or unfamiliar).
Bancrop dalam Arsyad (1989: 14) mencatat enam unsur
dasar dari metode ini:
a. Authority. Yaitu kepercayaan dari seorang guru membuat
siswa yakin dan percaya pada diri sendiri (self confidence).
Stevicxk (1979: 380), salah seorang pengagum teori ini
menyatakan, kalau self confidence tercipta maka rasa
aman (security) terpenuhi. Kalau rasa aman terpenuhi
maka siswa akan terpancing untuk berani berkomunikasi.
b. Infantilisasi. Yaitu siswa seakan-akan seperti anak kecil
yang menerima otoritas dari gurunya. Belajar seperti
anak-anak melepaskan siswa dari kungkungan belajar
rasional ke arah belajar yang lebih intuitif. Misalnya,
penggunaan teknik "role play" dan nyanyian dalam
metode ini akan mengurangi rasa tertekan sehingga siswa
dapat belajar secara alamiah. Ilmu masuk tanpa disadari
seperti yang dialami oleh seorang anak kecil.
c. Dual komunikasi. Yaitu komunikasi verbal dan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
96 |
96
nonverbal yang berupa rangsangan semangat dari
keadaan ruangan dan dari kepribadian seorang guru. Para
siswa duduk di kursi dan memberi semangat. Guru
menghindari mimik yang menunjukkan
ketidaksabaran., cemberut sinis, dan kritik-kritik yang
negatif.
d. Intonasi. Guru menyajikan materi pelajaran dengan tiga
intonasi yang berlainan. Mulai dari intonasi dengan suara
tenang dan lembut, intonasi yang sedang hingga intonasi
dengan nada suara yang keras dan dramatis.
e. Rhythm. Pelajaran membaca dilakukan dengan irama,
berhenti sejenak di antara kata-kata dan rasa yang
disesuaikan dengan nafas dan irama. Di sini siswa
diminta dan diajar untuk menarik nafas selama dua
detik, menahannya selama empat detik dan kemudian
menghembuskannya selama dua detik. Dalam metode
ini, "yoga" mempunyai pengaruh sangat besar.
f. Keadaan Pseda-Passive. Pada unsur ini keadaan murid
betul-betul rileks -tapi tidak ridur- sambil
mendengarkan irama musik abad 18. Racle (1977)
menjelaskan bahwa pada saat rileks inilah terjadi apa
yang disebut "hypermnesia" di mana daya ingat menjadi
kuat (Azhar Arsyad, 1989: 12-14).
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
97 |
3. Kelebihan dan Kekurangan Metode
Suggestopedia
Meskipun metode tersebut sangat baik dan
menarik, Metode Suggestopedia menurut Amin Rasyid (1997:
208) mempunyai kelebihan dan kekurangan juga.
a. Kelebihan Suggestopedia
1) Adanya komunikasi yang orisinal di dalam kelas.
2) Perasaan senang ketika belajar akan menumbuhkan
motivasi.
3) Selain belajar bahasa sasaran L2 (target language),
siswa juga dapat meningkatkan kestabilan mental
dan emosi mereka.
4) Pelaksanaan pembelajaran yang intensif akan
mengurangi peluang siswa untuk lupa.
b. Kekurangan Suggestopedia
1) Suggestopedia tidak bisa dilakukan dalam kelas yang
berjumlah siswa besar.
2) Biaya pelakasanaannya mahal.
3) Empat jam setiap hari dengan dialog yang panjang
akan membuat siswa bosan (Amin Rasyid, 1997:
208).
4) Omaggio (1986: 85) menyatakan bahwa kelemahan
metode ini terletak pada bahan ajar yang
dipersiapkan secara pedagogis terlalu eksklusif,
sehingga aspek pemahaman membaca dan
menyimak menjadi sangat terbatas.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
98 |
98
5) Steinberg (1986: 193) mengemukakan bahwa
suggestopedia hanya cocok untuk kelas-kelas kecil
dan belum ada ketentuan dan persiapan bagi
tingkat-tingkat menengah dan lanjutan.
Oleh karena itu, Amin Rasyid (1997: 209)
menegaskan bahwa Metode Suggestopedia ini tidak
cocok dilaksanakan di Indonesia karena beberapa alasan,
diantaranya:
1) Kelas-kelas belajar di Indonesia biasanya „gemuk‟.
2) Kesulitan untuk menyediakan ruangan atau kelas
yang memadai.
3) Kebanyakan orang Indonesia tidak menikmati musik
klasik. Selain itu, menggunakan alkohol diIndonesia
tidak diperbolehkan.
4. Prinsip-prinsip Penerapan Metode
Suggestopedia
Beberapa prinsip dalam mengaplikasikan Metode
Suggestopedia ini menurut Larsen (1983: 77-80) adalah:
a. Suasana belajar diciptakan sangat nyaman dan rilek.
b. Siswa diajak belajar tentang materi yang terdapat pada
lingkungannya.
c. Mengaktifkan imajinasi siswa untuk memperoleh
pembelajaran bahasa.
d. Guru menyadari bahwa setiap siswa memiliki tipe
kejiwaan tertentu yang berbeda dari siswa lainnya.
e. Guru -sedapat mungkin- berusaha untuk meningkatkan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
99 |
kepercayaan diri siswa, sehingga mereka menjadi siswa
yang berhasil dalam belajar.
f. Memberikan identitas baru bagi siswa.
g. Kesalahan dalam belajar berbahasa sangat ditolelir.
h. Guru –sedapat mungkin- berusaha membantu siswa
untuk mengembangkan materi belajar.
i. Bentuk drama merupakan bagian yang sangat penting
untuk mengembangkan materi bahasa.
j. Siswa tidak diberikan atau dibebani dengan pekerjaan
rumah (PR).
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
100 |
100
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
101 |
DAFTAR PUSTAKA
Ainin, M., dkk., 2006. Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab,
Malang: Misykat.
Al-Hâsyimi, Ahmad, 2007. Al-Qawâ‟id al-Asâsiyyah li al-Lughah
al-‟Arabiyyah, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Khûly, Muhammad Ali, 1989. Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-
‟Arabiyyah, Riyadl: Dâr al-Ulûm.
Al-Khûly, Muhammad Ali, 2010. Strategi Pembelajaran Bahasa
Arab, (alih bahasa oleh Hasan Saefulloh) Yogyakarta:
Basan Publishing.
An-Naqah, Mahmud Kamil, 1978. Asasiyyat Ta‟lim al-Arabiyyah
Li Ghair al-Arab, Jami‟at al-Dual al-Arabiyah: Ma‟had
Khourtum ad-Dauly
Arsyad, Azhar, 2002. Kumpulan Makalah: Bahasa Arab dan
Metode Pengajarannya. (tidak diterbitkan), Makassar.
Brown, H. Douglas, 1994. Teaching by Principles: An Interactive
Approach to Language Pedagogy, New Jersey: Engelwood
Cliffs.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1992. "Lima Pendekatan Mutakhir
dalam Pengajaran Bahasa," Berbagai Pendekatan dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra, peny. Muljanto Sumardi.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
102 |
102
Djiwandono, M. Soenardi, 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran,
Bandung: ITB.
Edison de Cunha, 2006. “Developing English Teaching
Materials For Vocabulary Of First Grade Of Junior
High School”; Makalah (tidak diterbitkan).
Effendy, Ahmad Fuad, 2005, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab,
Malang: Misykat
Hermawan, Acep, 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Ibrahim, Abdul Alim, 1973. Al-Muajjah al-Fanny li Mudarris al-
Lugah al-Arabiyyah, Kairo: Darul Ma'arif
Kridalaksana, Harimurti, 1983. Kamus Linguistik, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Majid, Abdul Shalah, 1991. Ta'allumul Lugah al-Hayyah wa
Ta'lîmuha. Beirut: Maktabah Lubnan.
Matsna Moh. HS., “Diagnosis Kesulitan Belajar Bahasa Arab”,
makalah disampaikan pada Diklat Guru Bahasa Arab
SMU di Jakarta tanggal 10 – 23 September 2003
Sadtono. E. 1996. "Kompetensi Komunikatif: Mau he
Mana?" dalam Muljanto Sumardi (ed). Berbagai
Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta:
Pustaka Smar Harapan.
Sumardi, Muljanto (ed). 1996. Pendekatan Humanistik dalam
Pengajaran Bahasa. dalam Muljanto Sumardi (ed).
Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
103 |
Omaggio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context:
Proficiency Oriented instruction.Bostoa: Heinle & Heinle
Publishers, Inc.
Rasyid, Amin, Muhammad., Teaching English as a Foreign
Language (TEFL) in Indonesia. (Ujung Pandang:
FPBSIKIP, 1997).
Richard, Jack C. and Theodore S. Rodgers, tt. Approaches and
Methods in Language Teaching, second edition, Cambridge
University Press.
Soenjono Dardjowijojo. 1996. "Lima Pendekatan Mutakhir
dalam Pengajaran Bahasa" dalam Muljanto Sumardi
(ed). Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan
Sastra. Jakarta: Pelita Sinar Harapan.
Sukamta, dkk., 2005. Bahasa Arab, Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Yusuf, Tayar., Metodolagi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.
Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, 1997).
Edison de Cunha, “Developing English Teaching Materials
For Vocabulary Of First Grade Of Junior High
School” dalam Makalah, hlm. 3.
Moh. Matsna HS, Diagnosis Kesulitan Belajar Bahasa Arab;
makalah disampaikan pada Diklat Guru Bahasa Arab
SMU di Jakarta tanggal 10 – 23 September 2003.
Tha‟imah, Rusydy A., 1989. Wahdat al-Buhûts wa al-Manâhij,
Silsilah Dirâsât fi Ta‟lîm al-‟Arabiyyah: Al-Marja‟ fî Ta‟lîm al-
Lughah al-‟Arabiyyah li al-Nâthiqîn bi Lughâtin Ukhra, Juz
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
104 |
104
II, Riyadh: Jâmi‟at Ummu al-Qurâ wa Ma‟had al-Lughah al-
‟Arabiyyah,
Tha‟imah, Rusydy A. dan Mahmud Kamil An-Naqah, 2006.
Ta‟lîm al-Lughah Ittishâliyan Baina al-Manâhij wa al-
Istirâtîjiyyât. ISESCO: Mansyûrât al-Munadzdzamah al-
Islâmiyyah Li at-Tarbiyyah wa al-„Ulûm wa as-Tsaqâfah.
Asifuddin, Ahmad Djanan, 2008. “Workshop Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab” dalam http://www.umy.ac.id/berita,
diakses tanggal 11 Mei 2008.
Depdikbud. 1985. Menyimak dan Pengajarannya. Jakarta: Universitas Terbuka.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP. Jakarta: Depdiknas.
_____. 2004. “Bahasa Sastra Indonesia Keterampilan Menyimak”. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP. Jakarta:Depdiknas.
Kamijan dan Suyono. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Pelajaran Menyimak. Jakarta: Depdiknas.
Nurhadi dan Agus Gerald Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan
Dalam KBK. Malang: Universitas Malang.
Subyakto N., Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta:Depdikbud.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya:SIC.
Tarigan, Henry Guntur. 1983. Menyimak Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
105 |
Underwood, Mary. 1989. Teaching Listening. London: Longman.
Iim Abdurrohim, Acep, 2003, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Bandung: CV. Diponegoro
Ismail Shiny, Mahmud, dkk, 1983, Al-Arobiyyah Li an-Nasyiin: Manhaj Mutakamil Li Ghairi an-Natiqina bi al-Arobiyyah, Kitab at-Tilmidz, Al-Mamlakah al-Arobiyyah as-Su‟udiyyah: Idarot al-Kutub al-Madrosiyyah.
Ali As-Syaikh, Muhammad bin Abdurrahman, dkk., 2001, Silsilah fi Ta‟lim al-Arobiyyah Li Ghairi an-Natiqina Biha: Al-Arobiyyah Baina Yadaika, Kitab at-Thalib, Riyadh: Muassasat al-Waqf al-Islamy dan Al-Arobiyyah Li al-Jami‟
Madkur, Ali Ahmad, 2000, Tadris Funun al-Lughah al-Arobiyyah, Kairo: Daar al-Fikri al-Aroby
http://id.wikipedia.org/wiki/Kosakata diakses tanggal 11 Mei
2008
http://www.umy.ac.id/berita diakses tanggal 11 Mei 2008
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
106 |
106
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
107 |
BIOGRAFHI
Nama lengkap penulis adalah Dedih Wahyudin. Penulis dilahirkan di Pandeglang, 15 Januari 1978. Pendidikannya diawali di SDN Curug Manjangan III, di Pandeglang, tamat pada tahun 1990, melanjutkan sekolah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul Arqam, Garut, selama 5 tahun sampai tahun 1995, lalu pindah ke MA Mathla‟ul Anwar di Menes, Pandeglang, tamat pada tahun 1996, melanjutkan pendidikan S1 di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Fakultas Tarbiyah dan Tadris Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, tamat pada tahun 2000. Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan S2 di Pascasarjana UIN SGD Bandung Konsentrasi Pendidikan Bahasa Arab dan berhasil meraih gelar Magister pada tahun 2005. Sekarang, penulis sedang malanjutkan studi S3 pada konsentrasi yang sama di UIN SGD Bandung.
Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis mengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung. Mulai tahun 2008 penulis tercatat sebagai dosen tetap pada fakultas tersebut. Penulis juga pernah mengajar di berbagai STAI Swasta di Bandung.
Karya tulisnya belum terlalu banyak. Selain buku yang sedang Anda baca ini, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab dengan Pendekatan Teori Unit dan Parsial, penulis juga telah merampungkan beberapa buku lainnya, yaitu: Buku Bahasa Arab untuk Tingkat Aliyah Jilid I, II, dan III yang diterbitkan oleh PT. Raja Grafindo, buku Encyclopedy Shalat for Kids (terjemahan ke dalam Bahasa Inggris) yang diterbitkan oleh Mizan, dan buku Al-Arabiyyah Li al-Mahârât al-Arba‟. Dalam bidang penelitian, penulis juga telah merampungkan sebuah penelitian yang dibiayai DIPA UIN SGD Bandung dengan
M e t o d o l o g i P e m b e l a j a r a n B a h a s a A r a b
108 |
108
judul: Penggunaan Idiomatic dan Contextual Ekspression dalam Skripsi Mahasiswa.
top related