metode pendekatan - fathullah marzuki.docx
Post on 25-Oct-2015
32 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'a>n adalah kalam ilahi yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan Jibril as., yang
tertulis dalam lembaran-lembaran (mus}haf), dimana
membacanya adalah ibadah. Dia diturunkan ke dunia bukan
hanya sekedar dibaca, namun lebih dari itu agar diamalkan
seluruh isi dan kandungannya.
Sebagaimana diyakini, bahwa al-Qur’a>n sengaja
diturunkan Allah swt., agar dapat menjadi petunjuk dan
pembimbing untuk segenap manusia di setiap ruang dan waktu1.
al-Qur’a>n juga akan mengantarkan manusia, khususnya
mereka yang beriman ke jalan yang paling lurus. Allah berfirman
(QS. Al-Isra (17):9):
إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم
Terjemahnya:
"Sesungguhnya al-Qur’a>n ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus”.2
Tafsir sebagai sebuah jembatan dalam memahami
kandungan ayat-ayat al-Qur’a>n, namun tidak dapat pungkiri
bahwa Ilmu Tafsir berkembang seiring perkembangan dinamika
kehidupan umat Islam. Sebuah keniscayaan bagi sebuah teks
suci petunjuk Ilahiah, mencakupi perkembangan dinamika
realitas yang ada di lapangan. Pada satu sisi pandangan, hal ini
seakan menjadi tantangan bagi teks al-Qur’a>n, namun di sisi
1 Abdul Rahman Dahlan, Kaedah-kaedah Penafsiran Al-Qur’a>n (Cet. II; Bandung: Mizan, 1981), h. 19.
2 Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur'an, 1994), h. 425.
1
lain menjadi wahana pembuktian betapa kompleksitas dan
akurasi firman-firman Allah swt. yang berbicara tentang
kehidupan makhluk ciptaan.
Sebagai wadah pemahaman terhadap kandungan firman
Allah swt. ilmu tafsir menawarkan beragam metode dan
pendekatan dalam memandang ayat-ayat al-Qur’a>n. Varian
penafsiran tersebut, merupakan hal yang wajar. Analogi
sederhana yang dapat diserupakan, misalnya dalam anekdot
yang seringkali menjadi dasar dari beragam penafsiran yang
muncul ketika empat orang buta mencoba mendeskripsikan
seekor gajah berdasarkan apa yang mereka pegang dari bagian
gajah itu. Di satu sisi mendeskripsikan gajah sebagai makhluk
yang besar, yang lain mengatakan bahwa gajah itu seperti tiang,
si buta lainnya menekankan bahwa gajah adalah makhluk
panjang dan lengkung, bahkan disisi lain mengungkapkan
tentang gajah dengan memberikan penjelasan yang juga
berbeda padahal mereka memegang gajah yang sama.3
Mengacu dari dasar inilah, usaha-usaha untuk memahami
al-Qur’a>n dari berbagai aspek selalu muncul ke permukaan
selaras dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Hal ini,
tentunya membawa persoalan yang kemudian menimbulkan
masalah dalam mempelajarinya. Apa dan dari sisi apa al-Qur’a>n
dipelajari agar terhindar dari problem yang didapati dari ke
empat orang buta pada anekdot diatas. Maka dari itu dibutuhkan
pengetahuan yang mendalam akan pendekatan tafsir.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan singka pada latar belakang diatas, maka
pemakalah merumuskan permasalahan pokok adalah
3 Abd Muin Salim dkk., Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>’i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010), h. 81.
2
“Bagaimana Metode Pendekatan Dalam Tafsir ?” dengan sub
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa esensi dari metode pendekatan tafsir?
2. Bagaimana tipologi Pendekatan dan corak penafsiran ?
3. Bagamana jenis-jenis pendekatan dalam tafsir ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Esensi Metode Pendekatan Tafsir
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah
cara yang digunakan untuk berfikir guna mencapai maksud
dalam ilmu pengetahuan4.
Sedangkan pendekatan secara etimologi, berasal dari kata
dekat; yang berarti pendek (jarak), hampir, akrab dan menjelang.
Kemudian kata dekat ini mendapat awalan "pe" dan akhiran "an"
menjadi pendekatan, yang secara leksikal berarti proses,
pembuatan, cara mendekati5.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode
pendekatan adalah sudut pandang dalam melihat suatu objek
kajian. Sementara menurut Abdul Muin Salim, metode
pendekatan adalah pola pikir (ittija>h al-fikr) yang dipergunakan
untuk membahas suatu masalah6.
Selanjutnya, tafsir berasal dari kata fassara - yufassiru –
tafsi>r yang berarti penjelasan atau keterangan, yakni
menerangkan atau mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas.
Jadi bila dikaitkan dengan tafsir al-Qur'an, berarti penjelasan atau
keterangan tentang firman Allah, yang memberikan pengertian
mengenai susunan kalimat yang terdapat dalam al-Qur'an7.
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 652.
5 ibid, h. 218.
6 Lihat Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 82 lihat juga Abdul Muin Salim, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992), h. 8.
7 Ahmad al-Syirbasyi, Sejarah Tafsir Qur'an (Cet. III; ttp. Pustaka Firdaus, 1994), h. 5.
4
Jadi metode pendekatan tafsir dapat diartikan sebagai suatu
cara penafsiran yang dipergunkan oleh mufasir dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan disiplin ilmu yang
dimiliki masing-masing mufasir. Selanjutnya dari perbedaan
sudut pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’a>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran.
B. Tipologi Pendekatan Dan Corak Penafsiran
Tipologi berasal dari dua akar kata yaitu typos dan logos.
typos atau type adalah bentuk, macam, jenis dan golongan.
Logos atau logy dikenal luas dalam banyak susunan seperti
sosiologi, biologi, dan lain-lain yang berarti ilmu, teori atau
aliran.8 Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tipologi adalah
ilmu watak tentang bagian manusia dalam golongan-golongan
menurut corak wataknya masing-masing.9
Pendekatan dapat dibedakan berdasarkan beberapa
tinjauan. Namun demikian pendekatan dalam hal ini tetap terkait
dengan teori-teori pengetahuan yang dipergunakan mengkaji
objek dan aspek yang terkait objek peneliti itu sendiri.
Tipologi Pendekatan secara umum dalam ilmu Keisalaman,
juga memiliki cabang-cabang tergantung karakteristiknya, secara
mendasar terbagi kepada poin-poin berikut.
1. Pendekatan dari aspek subjek atau pelaku (Internal dan
eksternal)
Internal disini adalah pengkajian Islam yang
dilakukan oleh Islam itu sendiri dengan jalan mempelajari
serta menganalisa Islam secara menyeluruh, pendekatan
inilah melahirkan pendekatan tradisional, pendekatan
sumber dan pendekatan doktriner. Pada pendekatan 8 Munir Ba’labakki, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary,
(Beirut; Dar al-Ilm li alMalayin, 1988), h.102.
9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h.952.
5
tradisional yaitu pada masa Nabi tipe tradisional
mempergunakan dalil naqli sebagai dasar acuan
menerapkan 4 disiplin ilmu, yaitu ilmu fikih, ilmu tasawuf,
ilmu kalam dan falsafah atau al-hikmah.10 setelah Nabi
wafat, para sahabat dan tabi’in mengkaji Al-Qur’a>n dan
hadis yang melahirkan pendekatan sumber. Pada kajian
sumber ini ada beberapa metode yang tergabung yakni
kajian tafsir, hadist dan hukum Islam.11
Pendekatan doktriner yaitu objek studi yang
diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-
doktrin yang berasal dari ilahi yang mempunyai nilai
kebenaran yang absolut, mutlak dan universal. Sedangkan
eksternal yaitu pendekatan yang dilakukan oleh orang
yang bukan Islam seperti orientalis.12 Sedangkan
pendekatan yang dipakai, yaitu umumnya orientalis
membahas agama Islam dengan pendekatan saintifik.
Fenomena Islam dianalisis dengan teori ilmiah tertentu,
misalnya dengan pendekatan historis, sosiologi, dan
psikologi. Pendekatan tersebut meskipun turut
memberikan kontribusi bagi studi Islam, namun
kelemahannya mereka mengkaji Islam tidak selalu objektif
dan terkadang tidak memberikan pemahaman yang utuh
bahkan menyudutkan Islam, walaupun demikian tidak
semuanya mesti ditolak namun dipelajari kemudian
dikembangkan sebagai bahan perbandingan.
10 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992), h.248.
11 Abd Muin Salim, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Al-Qur’a>n (Ujungpandang: LSKI,1991), h.18.
12 Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994), h.24.
6
2. Pendekatan dari aspek Objek (Langsung dan Tak
langsung)
Dari segi objeknya mempunyai kriteria-kriteria
sebagai berikut: al-Qur’a>n, hadis, pemikran-pemikran,
fenomena dan sejarah (aspek perkembangan ajaran islam).
Dan untuk lebih mengembangkan, maka terdapat
pendekatan lain yaitu
a) Pendekatan Tekstual, yaitu pendekatan yang
mengacu pada teks-teks yang terdapat dalam Al-
Qur’a>n dan hadis. Tujuannya adalah melahirkan
akurasi konsep yang akan menjauhkan peneliti dari
kesalahan interpretasi sebagai akibat pergeseran
makna yang terjadi dalam proses perkembangan
bahasa.
b) Pendekatan kultural, yaitu penggunaan
pengetahuan yang mapan untuk memahami ajaran
Islam. Karenanya, pendekatan ini mengacu pada
pandangan bahwa pengetahuan yang diperoleh
berdasarkan pengalaman dan penalaran yang benar
tidak bertetangan dengan kandungan al-Qur’a>n.13
Pendekatan kebudayaan termasuk salah satu bentuk
di antara bentuk-bentuk pendekatan yang dilakukan
dalam memahami ajaran Islam yang ada pada
dataran empiriknya, atau ajaran Islam dalam bentuk
formal yang menggejala di masyarakat.14 Islam yang
tampil demikian sangat berhubungan dengan
kebudayaan yang berkembang di masyrakat tempat
13 Abd Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur’a>n, (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 29-30.
14 Lihat, Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 49.
7
agama Islam itu berkembang. Sehingga umat Islam
dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik.
c) Pendekatan perilaku, yaitu pendekatan yang
berkaitan dengan sikap dan tingkah laku keagamaan
yang terjelma dalam kehidupan sehari-hari umat
Islam, baik secara perorangan maupun secara
melembaga.15
d) Pendekatan sosiohistoris atau pendekatan
kesejarahan, yaitu mengetahui keadaan sebenarnya
yang berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.
Maka akan memahami agama dalam konteks
historisnya.16
e) Pendekatan semantik, yaitu pendekatan yang
dilakukan dengan berusaha menggali makna yang
terkandung dalam ungkapan-ungkapan bahasa Al-
Qur’a>n dan hadis.17
Ringkasnya bahwa dalam pendekatan dilihat dari
segi objeknya dapat dibagi kedalam pendekatan langsung
dan tidak langsung. Pendekatan langsung merupakan cara
kerja memahami objek terkait secara langsung terhadap
ayat-ayat Al-Qur’a>n yang dapat disebut juga Pendekatan
Qurani. Sedangkan pendekatan tak langsung adalah
pengkajian suatu objek melalui jalur lain seperti
pendekatan melalui terjemahan atau tafsir para ulama,
pendekatan ini dapat juga disebut pendekatan tafsir.18
3. Pendekatan dari aspek alat dan sarana
15 Abd Muin Salim, op.cit., h.2.
16 Abuddin Nata, op.cit ., h. 48.
17 Abd Miun Salim, konsepsi…..op.cit., h.21.
18 Abd Muin Salim dkk, Op.cit., h. 83
8
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan
teologis, filosofis,empirik dan intuisi.
Pendekatan teologis, pendekatan ini menggunakan
kerangka ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap
sebagai yang paling benar dibandingkan yang lain.19
Menurut Harun nasution, jika seseorang hendak mendalami
suatu agama maka ia harus mempelajari teologi agama itu
mempelajari agama dengan pendekatan teologi akan
memberi seseorang keyakinan yang kuat.20
Pendekatan filosofis secara etimologi filsafat berasal
dari bahasa yunani yang berarti cinta kebijaksanaan.
Pendekatan ini yaitu upaya untuk menjelaskan inti,
hakekat, hikma mengenai sesuatu yang berada dibalik
yang bersifat lahiriyah. Dengan demikian, pendekatan
filosofis adalah pendekatan yang dilakukan untuk
menelusuri sesuatu sampai keakar-akarnya lalu
mempertanggungjawabkan dengan sistimatis.
Pendekatan empiris yaitu pendekatan yang
didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang
dapat ditangkap dengan panca indera, pendekatan ini
meliputi kajian sosiologis, antropologis dan historis.21
Pendekatan empiris ini dibagi menjadi tiga bentuk kajian
yaitu kajian sosiologis, antropologi dan historis.
Pendekatan intuisi yakni mengkaji islam dengan
menggunakan daya batin untuk mengerti dan memahami
ajaran islam tidak dengan pikiran. Intuisi merupakan
19 Lihat, Abuddin Nata, op.cit ., h. 29.
20 Harun Nasution, Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 ), h.9.
21 Abd Muin Salim, op.cit., h.56.
9
pengetahuan yang didapatkan tanpa proses penalaran
tertentu.
Dari uraian diatas dikemukakan bahwa selain factor
subjektifitas, objek yang diteliti merupakan bagian dari konsep
pendekatan. Seorang peneliti yang berlatar belakang fikih
misalnya, akan mengkaji ayat-ayat Al-Qur’a>n dari aspek hokum
yang terkandung. Demikian pula yang memiliki latar belakang
pendidikan dan lain sebagainya.
Dalam dunia tafsir, dikenal istilah corak penafsiran yang
berkaitan dengan aspek formal ayat-ayat Al-Qur’a>n yang
menjadi objek material kajian sebagai implikasi dari konsep latar
belakang keilmuan seorang peneliti/mufassir. Menurut Muin
Salim sebagaimana yang dikutip dalam buku Metodologi
Penelitian Tafsir Maud}u>’i> bahwa studi terhadap hadis-hadis
nabi memperlihatkan objek formal tafsir. Penelitian yang pernah
dilaksanakan menunjukkan bahwa objek tafsir tidak hanya
mencakup masalah keagamaan (kepercayaan, hokum dan
akhlak), tetapi juga masalah-masalah kemasyarakatan, masalah
futurology, kefilsafatan, bahkan pengetahuan alam seperti falak
dan pengobatan. 22
Dalam ilmu tafsir didapati berbagai corak tafsir sebagai
berikut :
1. Tafsir Kalam, yang menjadikan ayat-ayat akidah sebagai
objek pembahasan.
2. Tafsir Fikih (Ahka>m) yang menjadikan ayat-ayat hokum
sebagai objek pembahasan.
3. Tafsir Akhlak yang membahas ayat-ayat akhlak
4. Tafsir Ijtima>’i> yang menjadikan ayat-ayat
kemasyarakatan sebagai objeknya.
22 Ibid. h. 85
10
5. Tafsir ‘Ilmi> yang menjadikan ayat-ayat kauniyah
sebagai objek pembahasannya.23
C. Jenis-Jenis Pendekatan Dalam Tafsir
Untuk memahami isi kandungan Al-Qur’a>n tidaklah
semudah yang kita bayangkan, karena Al-Qur’a>n dengan
menggunakan bahasa Arab sangat sarat dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Selain itu struktur dan uslub bahasa Al-
Qur’a>n memiliki nilai sastra yang sangat tinggi yang berbeda
dengan bahasa Arab pada umumnya. Oleh karena itu, di dalam
memahaminya perlu metode pendekatan.
Adapun metode-metode pendekatan tafsir yang dimaksud
dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Pendekatan Bahasa
Penafsiran dengan mengggunakan pendekatan
kebahasaan dalam menjelaskan maksud ayat yang
terkandung dalam Al-Qur’a>n muncul karena selain Al-
Qur’a>n sendiri memberi kemungkinan-kemungkinan arti
yang berbeda. Juga menurut M. Quraish Shihab, akibat
banyaknya orang non-Arab yang memeluk agama Islam,
serta akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di
bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk
menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan
kedalaman kandungan Al-Qur’a>n di bidang ini24.
Perlu dimaklumi bahwa seseorang tidak bebas untuk
memilih pengertian yang dikehendakinya atas dasar
pengertian satu kosa kata pada masa pra-Islam, atau yang
kemudian berkembang. Seorang mufasir disamping harus
23 Ibid. h. 86
24 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’a>n (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 1997), h. 72.
11
memperhatikan struktur serta kaidah-kaidah kebahasaan
serta konteks pembicaraan ayat, juga harus memperhatikan
penggunaan Al-Qur’a>n terhadap setiap kosa kata. Sebagai
contoh, kata 'alaq dalam wahyu pertama "Dia (Tuhan)
menciptakan manusia dari 'alaq" mempunyai banyak arti,
antara lain: segumpal darah, sejenis cacing (lintah) sesuatu
yang berdempet dan bergantung, kebergantungan dan
sebagainya25. Di sini seseoarang mempunyai kebebasan
memilih salah satu dari arti-arti tersebut dengan
mengemukakan alasan-alasannya. Perbedaan dalam memilih
arti harus dapat ditoleransi selama ia dikemukakan dalam
batas yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam kasus yang lain, sering Al-Qur’a>n menggunakan
lebih dari satu kali kata yang sama secara beruntun dalam
satu kalimat namun pengertiannya berbeda satu sama lain.
Sebagaimana firman Allah swt., dalam QS. al-Rum (30): 54:
الله الذي خلقكم من ضعف ثم جعل من بعد ضعف قوةثم جعل من بعد قوة ضعفا وشيبة
Terjemahnya:
"Allah yang menciptakan mereka dari kelemahan, kemudian menjadikannya kuat sesudah lemah, kemudian sesudah kuat jadi lemah dan beruban"26.
Menurut Manna' al-Qaththan, bahwa yang dimaksud
dengan da'f yang pertama itu adalah ketika masih seperti
nuôfah dan pengertian yang kedua adalah ketika masih
kanak-kanak, dan yang ketiga ketika sudah tua renta27.
25 Ibid., h. 81-82.
26 Depag, op. cit., h. 105.
27 Manna' al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulum Al-Qur’a>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), h. 201.
12
2. Pendekatan Historis
Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’a>n secara benar
misalnya maka yang bersangkutan harus memperlajari
sejarah turunnya Al-Qur’a>n yang disebut sebagai ilmu
Asba>b al-Nuzu>l. Dengan pendekatan ini seseorang akan
dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat
yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk
memelihara syari'at dari kekeliruan memahaminya28.
Dengan mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang
dapat mengenal dan menggambarkan situasi dan keadaan
yang terjadi ketika ayat itu diturunkan, sehingga hal itu
memudahkan untuk memikirkan apa yang terkandung di
balik teks-teks ayat itu.
Selain dari itu, mengetahui Asba>b al-Nuzu>l adalah cara
yang paling kuat dan paling baik dalam memahami
pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling
mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih
didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat,
dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak
mengetahui sebab-sebab turunnya ayat29. Bahkan Imam al-
Wahidi dengan tegas mengemukakan pendiriannya, yaitu:
ال يمكن معرفة تفسير اآلية دون الوقوف على قصتهاوبيان نزولها
Artinya:
"Tidaklah mungkin (seseorang) mengetahui tafsir dari suatu ayat tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan sekitar turnnya ayat tersebut"30.
28 Lihat: Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. III; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 48.
29 Depag, op. cit., h. 105.
30 Ibid.
13
Namun ulama berbeda pendapat tentang kedudukan
asba>b al-nuzu>l. Ada yang menganggap penting
keberadaan riwayat-riwayat asba>b al-nuzu>l di dalam
memahami ayat dan ada pula yang tidak memberikan
keistimewaan karena yang penting bagi mereka ialah apa
yang tertera di dalam redaksi ayat31.
Berdasarkan uraian di atas, maka pendekatan historis
dalam menafsirkan ayat memiliki peran yang sangat penting
khususnya asba>b al-nuzu>l, karena dengan pendekatan ini
seseorang dapat menerapkan ayat-ayat pada kasus dan
kesempatan yang berbeda.
Lebih dari sekedar asba>b al-nuzu>l, para ilmuwan juga
menyatakan perlunya mengetahui sejarah Al-Qur’a>n. Istilah
ini kadang diistilahkan dengan ta>ri>kh Al-Qur’a>n atau The
History of Koran.
Tegasnya menafsirkan Al-Qur’a>n tanpa
mempertimbangkan aspek historisnya, akan mengacaukan
pemaknaan kandungan Al-Qur’a>n, sebagai contoh
penafsiran Usman bin Mazin dan Amr bin Ma'adi terhadap
ayat QS. al-Maidah (6): 93:
ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعمواإذا ما اتقوا وآمنوا وعملوا الصالحات
Terjemahnya:
"Tidak ada dosa bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh terhadap apa-apa yang mereka makan apabila mereka bertakwa dan beriman serta beramal shaleh"32.
31 Azyumardi Azra (ed.), Sejarah dan Ulum Al-Qur’a>n (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), h. 89-90.
32 Depag, ibid., h. 190.
14
Sehubungan dengan ayat ini, mereka membolehkan
minum khamar. Imam al-Sya>fi'i berkomentar bahwa
sekiranya mereka mengetahui seluk beluk ayat ini, tentunya
mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad bin
al-Nasai, dan lainnya menyatakan bahwa sebab turunnya
ayat ini adalah orang-orang yang ketika khamar diharamkan
mempertanyakan nasib kaum muslimin yang terbunuh di
jalan Allah, sedangkan mereka dahulunya minum khamar33.
3. Pendekatan Filosofis dan Teologis
Pendekatan ini dilakukan akibat penerjemahan kitab
filsafat yang mempengaruhi sebagian pihak, serta akibat
masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang
dengan sadar atau tanpa sadar mempercayai beberapa hal
dari kepercayaan lama mereka34.
Muhammad Husain al-Zahabi mengemukakan bahwa para
filosof yang berusaha mempertemukan antara agama dan
filsafat mempunyai dua cara yang mereka tempuh, yaitu:
Pertama, dengan cara mentakwilkan teks-teks al-Qur’a>n
agar sesuai dengan pendapat filosof atau dengan
menyesuaikan teks-teks al-Qur’a>n dengan pendapat filosof
agar dapat sejalan. Kedua, menjelaskan teks-teks al-Qur’a>n
dengan pendapat-pendapat atau teori-teori filsafat, dengan
kata lain pendapat filsafat yang mengendalikan teks-teks al-
Qur’a>n35.
33 Ahmad Syadali dan Ahmad Raofi'i, Ulum Al-Qur’a>n (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 113. Lihat juga Muhammad Yusuf al-Qardhawi, Berinteraski dengan Al-Qur’a>n (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 309.
34 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 72.
35 Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995), h. 452-453.
15
Pendekatan-pendekatan seperti ini dalam penafsiran al-
Qur’a>n menimbulkan pro dan kontra. Golongan yang kontra
beranggapan apabila seorang mufasir menafsirkan al-
Qur’a>n, kemudian tafsiran tersebut bertentangan dengan
teori-teori filsafat, maka hendaknya seorang mufasir
memaparkan dalam tafsirnya, apakah dengan jalan
mendukung teori-teori tersebut kemudian menjelaskan
bahwa teori tersebut tidak bertentangan dengan nas} al-
Qur’a>n, dan jika teori tersebut memang benar dan dapat
diterima, ataukah dengan jalan menolak teori tersebut
mentah-mentah kemudian menjelaskannya bahwa teori itu
tidak sejalan dengan nas Al-Qur’a>n. Yang melakukan hal
seperti ini adalah Imam Fakhr al-Razi dengan tafsirnya
Mafa>tih al-Gaib36.
Adapun golongan yang pro terhadap filsafat, dimana
mereka mempercayai segala apa yang terdapat dalam
filsafat, ketika mereka menafsirkan al-Qur’a>n mereka
mengambil pendapat filosof, sehingga dapat dilihat tafsir
mereka cenderung mendukung filsafat dengan
mengatasnamakan al-Qur’a>n, seperti karangan al-Farabi37.
4. Pendekatan Sosiologis
Sebagaimana diketahui bahwa dalam al-Qur’a>n banyak
ayat yang berkaitan dengan masalah sosial. Seorang mufasir
berusaha memahami teks-teks secara teliti, lalu menjelaskan
makna yang dimaksud dan berusaha menghubungkan teks-
teks al-Qur’a>n yang dikaji dengan kenyataan sosial dan
sistem budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat.
36 Ibid.
37Ibid.
16
Pendekatan seperti ini bermula pada masa Syaikh
Muhammad Abduh, dimana perhatian lebih banyak tertuju
kepada penafsiran yang menjelaskan petunjuk ayat-ayat al-
Qur’a>n yang berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat, serta usaha-usaha untuk menanggulangi
penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka
berdasarkan petunjuk ayat-ayat38.
Karena al-Qur’a>n mempunyai ajaran dengan proporsi
terbesar berkenaan dengan urusan muamalah dengan
perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang
menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding
seratus, untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat
muamalah39. Maka untuk memahami ayat-ayat muamalah
serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
diperlukan pendekatan sosiologis.
5. Pendekatan Fikih dan Hukum
al-Qur’a>n yang diturunkan mengandung ayat-ayat yang
berisikan hukum-hukum fikih yang menyangkut
kemaslahatan seorang hamba. Umat Islam pada masa
Rasulullah sebagian besar memahami ayat-ayat al-Qur’a>n
yang berhubungan dengan fikih. Hal tersebut didukung oleh
pemahaman bahasa Arab yang mereka miliki, adapun yang
sulit mereka pahami ditanyakan langsung kepada Rasulullah.
Ketika Rasulullah wafat muncullah kejadian-kejadian baru
yang belum ada ketetapan hukumnya. Pertama-tama sahabat
mencari dalam al-Qur’a>n sendiri, apabila tidak ada, maka
dicari pada sunnah Nabi, apabila juga tidak ditemukan, maka
mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang ditemukan,
38 M. Quraish Shihab, op. cit., h. 73.
39 Abuddin Nata, op. cit, h. 40.
17
maka mereka melakukan ijtihad, sehingga tidak jarang
ditemukan hasil ijtihad berbeda.
Penafsiran al-Qur’a>n dengan melalui pendekatan fikih dan
hukum pada masa awal turunnya al-Qur’a>n sampai
munculnya mazhab fikih yang berbeda-beda, para mufasir
ketika itu jauh dari sikap fanatik yang berlebihan, atau ada
tujuan-tujuan tertentu dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Namun
pada saat munculnya aliran-aliran teologi, maka penafsiran
cenderung mendukung aliran mereka masing-masing,
sehingga setiap golongan berusaha mentakwilkan ayat-ayat
al-Qur’a>n sesuai dengan aliran yang mereka anut atau
paling tidak menakwilkan ayat agar tidak bertentangan
dengan aliran mereka40.
Sebagai hasil dari pendekatan semacam ini dapat dilihat
pada kitab Ahkam al-Qur’a>n yang ditulis oleh Abu Bakar al-
Razi, juga pada kitab yang ditulis oleh Abu Hasan al-Thabari
yang berjudul Ahkam al-Qur’a>n.
6. Pendekatan Ilmiah
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka usaha penafsiran pun makin berkembang.
Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya kajian tafsir dengan
melalui pendekatan ilmiah untuk menyingkap makna ayat-
ayat dalam al-Qur’a>n.
Ajakan al-Qur’a>n adalah ajakan ilmiah, yang berdiri di
atas prinsip pembebasan akal dari takhyul dan kemerdekaan
berpikir. Al-Qur’a>n menyuruh manusia untuk
memperhatikan alam. Allah swt., di samping menyuruh
memperhatikan ayat-ayat yang tertulis, juga memerintahkan
40 Al-Zahabi, op.cit., h. 471.
18
untuk memperhatikan ayat-ayat yang tidak tertulis, yaitu
alam41.
Sampai sekarang, tafsir semacam ini belum dapat diterima
oleh sebagian ulama. Mereka menilai penafsiran al-Qur’a>n
semacam ini keliru, sebab Allah tidak menurunkan al-Qur’a>n
sebagai sebuah kitab yang berbicara tentang teori-teori ilmu
pengetahuan42.
Meskipun ayat-ayat kauniyyah tidak secara tegas dan
mengkhusus ditujukan kepada para ilmuan, namun pada
hakekatnya mereka itulah yang diharapkan untuk meneliti
dan memahami ayat-ayat kauniyyah tersebut, karena mereka
mempunyai sarana dan kompetensi untuk dibanding pada
pakar di bidang lain.
41 Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Al-Bida>yah fi al-Tafsi>r al-Maud}u>’'i> , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 22.
42 Ibid, h. 23.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan singkat makalah ini, penulis dapat menarik
beberapa poin penting sebagai kesimpulan yaitu sebagai
berikut :
1. Metode Pendekatan Tafsir dapat adalah suatu cara
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan disiplin ilmu
yang dimiliki oleh mufassir. Selanjutnya dari perbedaan sudut
pandang seorang mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’a>n sehingga melahirkan berbagai corak penafisran.
2. Tipologi Pendekatan Tafsir dapat dilihat dari beberapa aspek :
a. Aspek Subjek (Internal dan eksternal)
b. Aspek Objek yang secara umum dibagi menjadi
Pendekatan Langsung dan Tidak Langsung.
c. Aspek Alat dan sarana
3. Jenis-Jenis Pendekatan dalam Tafsir ialah :
a. Pendekatan Bahasa
b. Pendekatan historis
c. Pendekatan Fiosofis dan teologis
d. Pendekatan fikih dan Hukum
e. Pendekatan ‘Ilmi>
B. Implikasi
Pendekatan yang digunakan dalam mengkaji suatu objek
ilmiah dapat menghasilkan pengetahuan yang berbeda.
Perbedaan ini dapat berdampak negative juga dapat berdampak
positif. Olehnya itu, pengetahuan yang mendalam tentang
pendekatan tafsir dan teori-teorinya diharapkan menjadi
wawasan bagi peneliti untuk melihat objek kajian dari berbagai
sudut pandang. Sehingga seorang pakar mampu memahami
pendapat pakar lainnya bahkan dapat memberikan penilaian
20
yang objektif terkait kelebihan dan kekurangan agar perbedaan
yang terjadi tidak meruncing dan menimbulkan konflik dalam
masyarakat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi, Abdul Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu'i , diterjemankan oleh Suryan A. Jamrah dengan judul Metode Tafsir Maudhu'i (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994)
Al-Qaththan, Manna', Maba>hits fi 'Ulu>m al-Qur'a>n (Cet. XVI; Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993)
Al-Zahabi, Muhammad Husain, Al-Tafsir wa al-Mufassirun (Cet. I; Kairo: Wahabah, 1995)
Azra, Azyumardi (ed.), Sejarah dan Ulum Alquran (Cet. I; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)
Ba’albaki, Munir, Al-Mawrid, A Modern English-Arabic Dictionary, (Beirut; Dar al-Ilm li alMalayin, 1988)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994)
Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Cet.II; Jakarta : Paramadina, 1992)
Muhaemin, Dimensi-dimensi Studi Islam ( Surabaya: Abdi Tama, 1994)
Nasution, Harun, Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet.V;Jakarta: UI Press,1986 )
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Cet.III;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)
Salim, Abdul Muin, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir Alquran (Ujungpandang: LSKI,1991)
---------------------------, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Alquran, (Cet.II;Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)
---------------------------, Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1992)
Salim, Abdul Muin dkk, Metodologi Penelitian Tafsir Maud}u>’i> (Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2010)
22
top related