menimbang ukt: memebangun sistem ...bemfmipaui.net/wp-content/uploads/2015/03/kajian...biaya ujian...
Post on 09-Mar-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MENIMBANG UKT: MEMEBANGUN SISTEM PEMBAYARAN YANG ADIL
Oleh
TIM MAHASISWA TIM UANG KULIAH TUNGGAL UNIVERSITAS INDONESIA
Cymilia Gutyawati
Hari Purnama Gerry Putra Perdana
Muhammad Delly Permana Sandi Aria
UKT bukan merupakan hal baru bagi UI. Penerapan kebijakan satu kali pembayaran telah UI lakukan jauh sebelum Permendikbud No. 55 Tahun 2013 diberlakukan. Prinsip “mahasiswa membayar sesuai kemampuan ekonominya” sudah diaplikasikan sejak 2008 melalui sistem BOPB. Pun UKT, konsep yang diambil dan disempurnakan dari UI, dibawa ke tataran nasional untuk dijadikan satu standar sistem pendidikan yang membawa nilai-nilai keadilan.
Merupakan hak tersendiri bagi UI, walaupun peraturan Permendikbud. No. 55 Tahun 2013 diiintruksikan sejak 2 tahun lalu, UI baru akan menerapkan pada 2015. Tidak tahu sebab pastinya, selain ketidakajegan eksekutif di UI pada 2012-2014, kabar bahwa UI akan beralih pada sistem UKT banyak mendapat tanggapan positif dan negatif dari stakeholder, terutama dari mahasiswa. Perlu digarisbawahi beberapa alasan yang melatarbelakangi pendapat positif dan negative tersebut: Negatif 1. UKT merupakan sistem pembayaran yang menganut sistem update Biaya Pendidikan. Universitas
diharuskan melakukan evaluasi dan update BKT kepada Dikti setiap tahun. Permendikbud no. 55 tahun 2013 dan Permendikbud no. 73 tahun 2014 dengan perbaruan satu pasal dan perubahan lampiran menunjukkan memungkinkannya perubahan BKT dan UKT setiap tahun. Pola seperti ini menimbulkan kecemasan tersendiri di kalangan mahasiswa. Terdapat ketidakpastian kenaikan biaya pendidikan setiap tahunnya.
2. Pengalaman buruk di beberapa universitas selama proses penerapan UKT menjadi cerminan buruk bagi UI. Meskipun perlu ditekankan perbedaan konteksnya, rencana penerapan UKT menimbulkan banyak prasangka. Mahasiswa mengkhawatirkan UI akan meninggalkan beberapa hal baik dari BOPB.
Positif 1. Mahasiswa mengganggap UKT sebagai satu kesempatan untuk evaluasi BOPB,baik secara konsep
maupun teknis. 2. UKT memiliki batasan-batasan yang pasti dan telah diatur dalam Permendikbud. Beberapa batasan
dirasakan cukup berpihak pada mahasiswa. 3. UKT sebagai langkah awal UI dalam menerapkan PP 68 Tahun 2013. Terdapat kewajiban UI untuk
menjamin 20% mahasiswa dari keseluruhan mahasiswa UI untuk dapat berkuliah, dan sedikitnya
menjaring 20% mahasiswa tidak mampu dari keseluruhan penerimaan mahasiswa baru setiap tahunnya.
I. IDENTIFIKASI MASALAH DAN RANCANGAN REKOMENDASI
KESESUAIAN DENGAN PERATURAN BERLAKU
Sebagaimana yang diketahui, bahwa kebijakan UKT merupakan pengembangan dan aplikasi dari
UU No. 12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi. Ide dasar mengenai pembayaran biaya pendidikan
sesuai kemampuan menjadi prinsip yang akhirnya terlegitimasi oleh pemerintah. Seiring berjalannya
Undang-Undang tersebut, lahirlah berbagai macam Peraturan Pemerintah (PP), Permendikbud dan
peraturan lainnya yang turut menjelaskan dan mempertegas batasan dan arahan pendidikan tinggi,
termasuk biaya pendidikan tinggi. Untuk lebih jelasnya berikut peraturan terkait UKT:
Berbagai peraturan diatas terkait UKT, menunjukkan bahwa UKT tidak hanya dipahami sebatas
Permendikbud No. 55 Tahun 2013 yang telah diperbaharui pada Permendikbud No. 73 Tahun 2014,
melainkan saling terkait dengan peraturan lainnnya, yakni Permendikbud No. 93 tahun 2014 dan
lampiran terkait Satuan Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi untuk PTN BH , dan Permendikbud
No. 97 terkait Pedoman Teknis Penetapan Tarif Biaya Pendidikan Pada Perguruan Tinggi Negeri Badan
Permendikbud no. 73 tahun 2014
Permendikbud no. 97 tahun 2014
Permendikbud no. 97 tahun 2014
Permendikbud no. 93 tahun 2014
Hukum. Beberapa inti dari peraturan-peraturan tersebut mendifinisikan (memberi batasan) dan
mengarahkan pelaksanaan UKT sebagai berikut:
Bahwa UKT terdiri dari 8 kelas dan tidak disebutkan terdapat variasi 5 kelas. 8 Kelas ini adalah
jenjang yang dibuat untuk menempatkan mahasiswa sesuai dengan kemampuan ekonominya.
Bahwa UKT golongan I dan golongan II, wajib seminimal-minimalnya terisi oleh masing-masing
5% dari jumlah mahasiswa baru yang masuk. Tugas pengisian ini diserahkan sepenuhnya
kepada pihak Universitas. Untuk itu dalam penghitungannya, 10% pada golongan I dan II diluar
Bidik Misi yang menjadi tanggungan pemerintah.
Bahwa setidak-tidaknya dalam menghitung UKT, universitas memperhitungkan kemampuan
ekonomi mahasiswa, orangtua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.
Bahwa pelaksanaan UKT harus dipertanggungjawabkan setidak-tidaknya kepada Dikti dan
stakeholder berdasar pola birokrasi universitas bersangkutan. Laporan pertanggungjawaban ini
dimaksudkan untuk alat evaluasi dan kontrol dari pemerintah terhadap pelaksanaan UKT di
universitas.
Bahwa UKT sangat berkaitan dengan BKT (Biaya Kuliah Tunggal) sebagai biaya yang dibebankan
pada mahasiswa per orang per program studi dikurangi biaya dari pemerintah dan SSBOPTN
sebagai biaya yang dibutuhkan universitas dalam penyelenggaraan tri dharma. SSBOPTN umum
disebut sebagai SUC (Student Unit Cost; terdiri dari biaya langsung tidak langsung) yang
kebutuhannya dipenuhi oleh pemasukan dari pemerintah, mahasiswa, hibah, dan universitas.
Selain dari batasan-batasan tersebut, kebijakan UKT baik secara konsep dan teknis diserahkan kepada
Universitas bersangkutan. Untuk konteks UI beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
Permendikbud seputar UKT tidak mengatur penerapan untuk kategori mahasiswa seperti
regular, parallel, dan vokasi noreguler (untuk jenis vokasi di UI). Hanya disebutkan dalam
Permendikbud No. 93 tahun 2014 Pasal 3 ayat 2:
Terdapat batasan bahwa Universitas dapat “memungut” biaya pendidikan dari mahasiswa
melebihi batas atas yang ditentukan hanya terhadap 20% dari jumlah mahasiswa baru yang
diterima. Seperti yang diketahui bahwa program parallel UI harus membayar biaya pendidikan
diatas batas atas, sedangkan vokasi sendiri tidak diketahui karena tidak teraksesnya, atau tidak
terdaftarnya UKT Vokasi pada Permendikbud no. 55 tahun 2013 dan 74 tahun 2014. Adanya
hal ini tentu harus menjadi catatan bagi UI.
Tidak seperti Universitas lain, termausk PTN BH, UI tidak harus mengawali UKT dari nol. Selain
telah mengaplikasikan secara sistem, UI memiliki BOPB sebagai alat “keadilan” dalam
menempatkan mahasiswa sesuai kemampuan. Pun yang patut diapresiasi adalah penggunaan
variabel yang tidak hanya sekdar penerimaan gaji. UI hanya perlu berkaca dan melakukan
evaluasi menyeluruh pada BOPB, baik secara efektivitas (keberhasilan sebagai alat “keadilan)
maupun efisensi (proses bisnis yang akomodatif dan hemat sumber daya).
Bahwa seharusnya sebelum jauh berbicara terkait mekanisme dan berkas, UI harus mengawali
dari evaluasi dan penyesuian SUC terhadap Permendikbud 93 tahun 2014. Hal ini dimaksudkan
agar terdapat kesamaan level dan kesinambungan antara kebutuhan UI melalui RKA dalam
menjalankan tridharma, kebutuhan pemasukan/pendanaan UI dari mahasiswa, dan UKT untuk
S1 dan vokasi (UI mendefinisikan peruntukan UKT hanya untuk S1 Reguler).
Jika UKT hanya diperuntukkan untuk S1 Reguler, UI harus konsisten dengan penempatan S1
Reguler sebagai tujuan. Tidak ada lagi variable kemampuan fakultas, atau target penerimaan
dana dari mahasiswa S1 Reguler sebagai variable kontrol dalam sistem UKT.
Bahwa UKT dalam prinsip pengaplikasiannya merupakan satu sistem pembayaran BOP dan
bukan sistem keringanan. UI harus berusaha keras mengembalikan presepsi publik terhadap
BOPB sebagai sistem keringanan, baik melalui sosialisasi atau perubahan mendasar pada
sistem (terutama sistem pembayaran tiga pintu: Penuh, Cicil, dan BOPB).
MELIHAT UKT DI UI
Untuk kasus UI, PP 68 tahun 2013 menjadi anggaran dasar dan acuan UI dalam tata kelola
kampus. Selaras dengan prinsip yang disebutkan pada UU No. 12 tahun 2012, PP 68 tahun 2013 pasal 11
ayat 6 menegaskan terkait posisi UI yang harus berpihak pada mahasiswa. Dalam artian, mahasiswa,
atau pendidikan mahasiswa harus menjadi “tujuan” bukan menjadi sumber atau setidak-tidaknya bukan
menjadi prioritas penggalangan dana.
(1) Yang Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
membayar biaya pendidikan sesuai dengan kemampuan
ekonominya, memperoleh beasiswa, menerima bantuan biaya
pendidikan, dan/atau dibebaskan biaya pendidikan.
Namun berbeda hal ketika melihat fakta lapangan. Sebelum melihat lebih jauh bagaimana variabel
pendanaan/keuangan fakultas menjadi variable kontrol dan BOPB, terdapat grafik yang merekam
sumber pendanaan UI dari tahun ke tahun. Terlihat dalam grafik tersebut bahwa UI
Sumber: LAKIP UI 2008-2012
Grafik di atas jelas memertegas terkait posisi biaya pendidikan mahasiswa sebagai sumber
pendanaan yang ditarget bahkan ditingkatkan setiap tahunnya. BOP menjadi prioritas utama UI dalam
mengumpulan pundi-pundi uang dalam membiayai penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal ini tentu
sangat bertentangan dengan kemampuan yang UI harus miliki sebagai PTN BH sebagaimana
Permendikbud 88 tahun 2014 Pasal 2 ayat 4c yang menjelaskan bahwa persyaratan PTN menjadi PTN BH
yakni kelayakan finansial, termasuk diantaranya kemampuan menggalang dana selain dari biaya
pendidikan mahasiswa. Namun dari fakta tersebut, hal yang perlu dievaluasi selanjutnya adalah
ketidakkonsistenan UI dalam memaksimalkan BOPB yang hanya ditargetkan pada S1 Reguler.
Ketidakselarasan yang terjadi pada sistem BOPB, seperti fakta presentase, batas atas yang tidak
jelas sebab akibatnya, dan lain sebagainya mengantarkan pada ketidakselarasan yang lebih
membingungkan. Fakta yang membingungkan tersebut adalah ketika komponen-komponen dalam SUC
tidak muncul dalam laporan keuangan UI, atau secara kualitatif, tidak sama sekali dirasakan oleh
mahasiswa. Hampir terbukti bahwa terdapat ketidakkonsistenan sistem yang menunjukkan tidak adanya
sistem ajeg dan sistematis. Ketidakadanya sistem yang ajeg dan sistemetis merujuk pada tidak adanya
rasionalitas kebutuhan persentase pendanaan biaya pendidikan dari mahasiswa. Lebih tidak rasional
adalah jika terjadi kenaikan biaya pendidikan pada 2015.
Mengawali dari SSOBPTN dan SUC
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum lebih jauh membicarakan UKT
terdapat permasalahan pangkal yang harus dibenahi. Permasalahan tersebut berhulu di SUC yang tidak
mempunyai landasan dasar dan ketegasan.
SUC yang penulis ketahui sampai dewasa ini adalah SUC yang dibuat pada 2012. SUC terbagi
menjadi dua, yakni SUC untuk program sarjana bidang sosial dan sarjana bidang ekstakta. Perbedaan
kedua SUC nampak pada komponen praktikum dan biaya peralatan laboratorium. Selebihnya kedua SUC
ini memiliki komponen yang sama. Komponen tersebut dimulai dari gaji dosen, honorarium mengajar,
biaya ujian (UTS dan UAS), biaya ujian skripsi, honorarium pengelola staf, biaya peralatan perkuliahan,
kantor, pengadaan gedung, langganan daya dan jasa, biaya pengembangan fasilitas bersama UI, biaya
investasi bersama dan enam komponen lainnya. Terlihat dari jenis komponen., SUC menghitung biaya
perintilan seperti ujian UTS dan UAS, meja, kursi, infocus, hingga biaya pengembangan dan fasilitas
bersama. Tidak perlu dibahas kembali terkait realisasinya. Mayoritas mahasiswa mempertanyakan 40
ribu kursi pertahunnya, dan UI faculty Club yang pembangunannya mandeg sejak 2011 silam. Hal yang
cukup krusial untuk dibahas adalah terkait landasan hukum dan kesuaian SUC terhadap landasan hukum
tersebut.
Pada 2014, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbud No. 93 Tahun
2014 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya Operasional pendidikan Tinggi Pada Pendidikan
Tinggi (SSBOPT) Negeri Badan Hukum. Adapun SSBOPT adalah besaran biaya operasional
penyelenggraan Tridharma perguruan tinggi yang memenuhi standar pelayanan perguruan tinggi negeri
badan hukum. Jika disesuaikan berdasarkan term yang ada yakni, UKT, BKT, SSBOPT lebih cenderung
mempunyai kemiripan dengan SUC pada konteks UI.
Sebagai sebuah PTN BH yang telah menundukkan diri pada PP 68 Tahun 2013, UI sekiranya harus
tunduk pula pada Permendikbud No. 93 tahun 2014. Peraturan tersebut memuat berbagai aturan dan
arahan dalam merumuskan SSBOPT atau dikenal dengan SUC, atau dikenal sebagai metode
penghitungan yang menghasilkan angka Rp 7.500.000,00 dan Rp. 5.100.000,00. Namun pada
kenyataannya, SUC UI banyak yang berbeda dan dapat dikatakan menyimpang/salah dari peraturan
terkait. Beberapa penyimpangan/kesalahan sebagai berikut:
1. Perbedaan Pengelompokkan
UI hanya mengenal pembagian dua kelompok pembayaran, yakni sosial dan eksakta. Berbeda
dengan aturan UI, aturan pemerintah mengenal dua belas kelompok yang dihasilkan dari dua
pembagian kategori besar yakni program studi, dan proses pembelajaran. Masing-masing dari kedua
kelompok tersebut mempunyai kriteria tertentu yang akan mempengaruhi proses penyusunan
komponen dan penganggaran SSBOPT/SUC. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel pembagian
kelompok tersebut.
Pembagian kelompok SSBOPT menjadi dua belas kelompok dapat dimengerti karena
mempunyai alasan yang jelas dan cukup logis mengingat perbedaan kebutuhan yang siginifikan
diantara berbagai jurusan. Di UI sendiri pembagian menjadi dua kelompok cenderung
menyederhanakan kebutuhan. Hal ini mengakibatkan tidak diketahuinya kebutuhan riil
penyelengaraan pendidikan tinggi di UI. UI lagi-lagi terlihat dan terjebak pada prinsip “subtitusi
silang” yang bahkan tidak jelas sama sekali. UI ingin menambahkan kelebihan pembayaran di
rumpun Sains untuk menambal kekurangan di rumpun kesehatan. Namun karena ketidakjelasan
kekurangan tersebut, alih-alih dapat menambal kekurangan, UI tidak tahu atau menjadi “sok
tahu” jumlah kekurangan tersebut.
Ketidaktahuan UI ini mengakibatkan kebijakan keuangan yang salah kaprah di bagian-
bagian tertentu. Kesalahan yang cukup mengesalkan terjadi pada BOPB. Keputusan untuk
memberikan pembayaran biaya pendidikan per mahasiswa yang mengajukan BOPB sesuai
kemampuan menjadi ragu-ragu, dan penuh kecurigaan. Alhasil pembayaran cenderung ditarik
ke atas, dan UI menjadi segan untuk melakukan “pemasaran” dan “sosialisasi” BOPB yang
sejatinya merupakan produk kebanggan UI kepada calon mahasiswa. Kepastian hal ini menag
tidak dapat dibuktikan secara proses dan hanya merupakan asumsi penulis. Namun, sepertinya
saldo 1,5 triliun dan kenaikan rata-rata pembayaran BOP reguler menjadi salah dua yang
menjawab asumsi tersebut.
Sebenarnya prinsip subsidi silang dapat saja dilakukan UI dengan tetap memberlakukan
dua angka pembayaran, yakni sosial dan eksakta. Namun pembagian ini dilakukan pasca UI
membagi jurusan menjadi dua belas kelompok pembayaran. Tentu dengan menggunakan angka
rata-rata SUC/BOPT. UI akan menjadi tahu pola subsidi silang yang lebih detil antara satu
kelompok ke kelompok lainnya. Kebijakan ini tentu akan mempermudah aplikasi BOPB,
setidaknya ketika pada akhirnya kebijakan BOPB harus selalu berujung pada target pendanaan.
Namun lepas dari itu, kembali pada amanat PP 68 tahun 2013, UI wajib menjadikan mahasiswa
sebagai “tujuan”, dalam artian memikirkan segala cara untuk kesejahteraan mahasiswa,
termasuk langkah awalnya yakni mengikutsertakan semua mahasiswa dalam UKT kelak.
Selain ketidaktahuan diatas, UI kembali menerima konsekuensi dari kesalahannya.
Perhitungan biaya pendidikan yang dibayarkan mahasiswa sama sekali tidak jelas. Di awal
perencanaan BOPB, disepakati bahwa mahasiswa membayar 35% dari SUC, namun kenyatannya
selain tidak dilegitimasinya 35% dalam bentuk peraturan lengkap dengan komponen sumber
lainnya, pada perhitungan SUC 2012, kesepakatan tersebut diingkari. Pola perhitungan menjadi
terbalik, angka 7,5 juta dan 5,1 juta dimunculkan untuk menghasilkan angka 33% dan 40%. Pola
perhitungan ini menunjukkan usaha yang dibuat-buat dan terkesan dipaksakan karena landasan
yang tidak jelas. Kini, kedua SUC tersebut, hanya dijadikan sebagai legitimasi beban besar UI
yang sesekali digunakan untuk menggertak mahasiswa atas protes dan halaunya akan kenaikan
biaya pendidikan. Selain itu, akibat SUC tersebut, UI pun dapat saja dianggap tidak adil karena
perbedaan pemenuhan hak yang terjadi pada sebagian besar jurusan di eksakta.
2. Perbedaan Komponen Perhitungan
Penyimpangan/kesalahan perhitungan komponen biaya pendidikan merupakan kesalahan
fatal. Penghitungan komponen secara tak berdasar dapat menyebabkan penggelembungan
biaya pendidikan. Hal ini sangat nampak terjadi pada SUC UI ketika dibandingkan dengan BKT
(Biaya Kuliah Tunggal) yang tercantum dalam lampiran Permendikbud No. 74 tahun 2014. Untuk
jurusan Ilmu Administrasi FISIP UI saja, pada lampiran Permendikbud no. 55 tahun 2013,
mempunyai BKT sekitar 6.1 juta. Angka ini jauh dibandingkan BKT Ilmu Administrasi FISIP jika
dihitung berdasar SUC UI bidang sosial yang menyentuh 18,7 Juta. Berdasar grafik pemasukan UI
pada 2012, jika BKT adalah SUC dikurangi sumbangan dana pemerintah, BKT Ilmu Administrasi
FISIP UI adalah sebesar 13,76 juta. Tentu selisih angka ini patut menjadi perhatian mengingat
pihak UI tidak sama sekali mengamini memiliki kontribusi pada angka 6,1 juta tersebut1
Jika melihat aturan hukum, lampiran Permendikbud no. 93 tahun 2014 menjelaskan terkait
rumus SSBOPT.
SSBOPT = (BL + BTL) x Indeks Kemahalan Wilayah x Indeks Kualitas PTN
Pada rumus tersebut dijelaskan beberapa variable yang membentuk SSBOPT. Hal yang menarik dari
rumus tersebut, pihak Dikti mengambil generalisasi dari pola penghitungan BOPT di sejumlah
perguruan tinggi. Rata-rata BTL adalah berkisar 40-50% dari BL, atau dapat disederhanakan dalam
model matematika bahwa BOPT = (BL+BTL) = 1,5 BL. Untuk memahami lebih luas terkait variabel-
variabel dalam rumus BOPT berikut penjelasannya.
BL (Biaya Langsung)
Sebagaimana lampiran Permendikbud No. 93 Tahun 2014, disebutkan bahwa BL adalah biaya
operasional yang terkait langsung dengan penyelenggaraan kurikulum program studi, sedangkan
BTL adalah biaya operasional pengelolaan institusi (institution overhead) yang diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan program studi. BOPT dihitung berdasarkan aktivitas pendidikan sesuai
kurikulum, jumlah mahasiswa per aktivitas, dan aktivitas pendukung pendidikan untuk setiap
program studi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi bersangkuran. Untuk penjelasan lebih
lengkap dapat dipelajari di lampiran permendikbud. Berikut gambaran komponen operasional dari
BL
1 Keterangan ini diperoleh dari Bapak Bambang Wibawarta, Rektor sementara selama proses pemilihan rektor
2014-2019. Keterangan disampaikan di forum ketua BEM , Mahalum, dan Rektor dalam pembahasan kenaikan biaya pendidikan di ruangan rapt rektorat lt. 2.
BTL (Biaya Tidak Langsung)
Biaya tidak langsung meliputi semua biaya yang harus dikeluarkan Perguruan Tinggi Badan Hukum sebagai penyelenggara program studi yang tidak secara langsung terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Termasuk dalam komponen biaya tak langsung adalah: a. Biaya administrasi umum: seperti gaji dan tunjangan tenaga kependidikan, tunjangan
tambahan untuk dosen yang menduduki jabatan structural (Rektor/Direktur, Pembantu Rektor/Pembantu Direktur, Kepala Pusat & Lembaga, Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, dll.), bahan habis pakai, perjalanan dinas.
b. Pengoperasian & Pemeliharan/perbaikan Sarana dan Prasarana: seperti Pemeliharaan/perbaikan gedung, jalan lingkungan kampus dan peralatan, bahan bakar generator dan angkutan kampus, utilitas (air, listrik, telepon), langganan bandwidth koneksi Internet dll.
c. Pengembangan institusi: penyusunan renstra dan RKAT, operasional Senat, pengembangan koleksi perpustakaan, dll.
d. Biaya operasional lainnya: pelatihan dosen dan tenaga kependidikan, perjalanan dinas, penjaminan mutu, career center, office consumables (bahan habis akai - ATK), dll. Lazimnya perhitungan biaya tidak langsung menggunakan pendekatan empiris dan dihitung
sebagai persentase dari total biaya operasional tahunan. Selanjutnya, dengan mengasumsikan bahwa semua kegiatan tidak langsung di atas merupakan kegiatan pendukung dan relevan dengan penyelenggaraan kegiatan pendidikan (penyelenggaraan program studi), maka biaya tidak langsung tersebut akan dibagi secara pukul rata pada mahasiswa yang ada. Sehingga, persentase dimaksud akan dijadikan sebagai besaran biaya tidak langsung untuk menghitung Biaya Operasional per mahasiswa per tahun (Permendikbud No. 93 tahun 2014).
Setelah mengetahui komponen apa saja yang terdapat dalam BL dan BTL, dapat dikatakan
bahwa komponen-komponen tersebut kini menjadi batasan terkait apa yang boleh dan tidak boleh dijadikan sebagai BOPT. Selanjutnya rumusan tersebut dapat menjadi evaluasi terkait SUC UI2.
No. Komponen pada SUC UI 2012 Jenis Komponen
Kesesuaian Berdasar Permendikbud no. 93 tahun 2014
Keterangan lain
Gaji Dosen BL Sesuai
Honorarium Mengajar BL Sesuai
Biaya Ujian (UTS, UAS) BL Sesuai
Biaya Ujian Skripsi BL Sesuai
Honorarium Pengelola dan Staf
BTL Sesuai
Biaya Peralatan perkuliahan BL Sesuai
Biaya Perlatan Kantor BTL Sesuai
2 Evaluasi hanya akan berdasar pada evaluasi komponen, belum menyentuh evaluasi perhitungan dan angka
komponen.
Biaya Pengadaan Gedung (kuliah dan lab)
Tidak sesuai dengan kelompok komponen
Biaya Peralatan/Aktiva Lab BL Sesuai
Bahan Pustaka dan Bahan Ajar
BL Sesuai
Bahan Praktikum BL Sesuai
Biaya ATK dan Rumah Tangga BTL Sesuai
Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan
BTL Sesuai
Biaya Langganan dan Jasa BTL Sesuai
Biaya Kegiatan dan Fasilitas Kemahasiswaan
BL Sesuai
Penelitian dan Pengembangan Kurikulum
BTL Sesuai
Biaya Pengembangan dan Fasilitas Bersama
Tidak sesuai dengan kelompok komponen
Dalam kurun beberapa tahun ini, fasilitas bersama dianggarkan kembali melalui akun DKFM sebanyak Rp 100.000,00. Uang ini digunakan untuk keperluan bis kuning dan PKM. Untuk pembangunan fasiltias bersama seperti UI aculty Club, Stadion dsb UI terikat pada pola keuangan multi year yang mengandalkan sumbangan pemerintah dan bantuan BOPTN sarana prasarana.
Biaya Investasi Bersama Tidak sesuai dengan kelompok komponen
Tidak diperkenankan mencantumkan komponen biaya investasi. Biaya investasi tidak dibebankan pada BOPTN.
Jika dihitung angkanya berdasar evaluasi pada tabel diatas. Total SUC UI yang mencapai 26.57
Juta berkurang menjadi 18,5 juta. Angka ini kemudian dimasukkan rumus:
BOPT = 18.5 Juta x Indeks Kemahalan Wilayah x Indeks Kualitas PTN
BOPT =18.5 Juta x 1.45 = 26.825 Juta
Jika UI dapat tegas mencantumkan peraturan terkait porsi pembayaran dari mahasiswa,
perhitungan BOPTN akan menjadi mudah dan jelas. Angka 35%, sesuai kesepakatan 2008, akan
menghasilkan angka BOPT sebesar 9,38 juta/semester untuk rumpun eksakta.
Evaluasi yang dilakukan hanya menggunakan satu metode, dalam artian belum dilihat
angka dan mekanisme penghitungannya. Namun hal yang sama penting dan telah dibahas
sebelumnya adalah akuntabilitas dari masing-masing komponen dalam SUC. Akuntabilitas SUC
harus nampak pada RKA dan Laporan Keuangan Tahunan pun secara kualitatif harus dirasakan
oleh mahasiswa. SUC/BOPT bukan alat legitimasi kuliah mahal.
Ketidakjelasan SUC di UI
Permendikbud No. 88 Tahun 2013 Pasal 2 ayat 3a menyinggung terkait prinsip tata kelola PTN
BH yang harus akuntabel. Hal ini jika dikaitkan dengan konteks pemungutan biaya pendidikan di UI,
angka batas atas Rp 7.500.000,00 untuk rumpun eksakta dan Rp 5.100.000,00 untuk rumpun sosial
humaniora tidak dapat dipertanggungjawabkan. Persentase 35% dari Student Unit Cost (SUC) tidak
mempunyai landasan hukum dan logika pendanaan yang kuat. Jika SUC merupakan total kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan tinggi di UI dibagi jumlah mahasiswa, lantas mengapa porsi pendanaan
biaya pendidikan dari mahasiswa menyentuh angka 57% di antara tiga sumber pendanaan lainnya? Jauh
melebihi perkiraan penghitungan presentasi SUC 35%. Pada keterangan lain, didapat informasi bahwa
adanya rencana pemasukan dari biaya pendidikan di RKA UI. Hal ini tentu mengisyaratkan target
tertentu yang harus dipenuhi dari mahasiswa. Seberapapun universitas mengelak, permasalahan terjadi
bukan di tingkat di Universitas, melainkan di tingkat fakultas dan program studi. Porsi pemasukan dari
mahasiswa yang masih dominan, ditambah tidak meratanya program KKI, parallel, dan ekstensi
membuat permasalahan sendiri yang cenderung menjadi simalakama bagi fakultas sampai program
studi. Sebut saja Fakultas MIPA, Fakultas ini pada 2014 terpaksa harus mengeluarkan kebijakan
memotong anggaran kemahasiswaan untuk memenuhi permintaan BOP mahasiswa. Kejadian ini pun
terjadi di FIK. Fakultas ini harus memutar otak ketika mahasiswanya mengajukan BOPB pada saat
memasuki masa profesi. Namun cerita berbeda datang dari FE dan FT. Fakultas ini sama sekali tidak
kesulitan dalam memenuhi permintaan BOPB mahasiswanya. Fakta-fakta tersebut semakin menarik
ketika diketahui bahwa terdapat pemasukan saldo cukup besar dan tidak teralokasikan pada RKA 2014
yakni 1,5 triliun.
Melihat Lapangan
Sebelum menginjak jauh, diketahui bahwa S1 Reguler menyumbang 25% pendanaan UI
(Statement staff Dir. Keuangan UI). Namun faktanya 25% itulah yang kebanyakan menghidupi atau
mempengaruhi keberlangsungan fakultas, sementara 75% lainnya belum diketahui secara jelas
(dipengaruhi akses informasi mahasiswa yang minim), terkecuali jika melihat anggaran RKA 2014,
sebanyak 40,5 % dari anggaran UI adalah dana tidak teralokasi.
Dari berbagai survey baik kualitatif maupun kuantitatif yang telah dilakukan pada Vokasi,
Paralel, Reguler, Profesi UI selalu terdapat kasus. Kasus ini, sedikit banyak, selalu berkaitan dengan
kemampuan mahasiswa, atau dalam bahasa lain adalah ketidaktepatan posisi mahasiswa pada kelas
kemampuan ekonomi. Kasus-kasus yang ditemukan ini tentu merujuk pada evaluasi UI dalam
menciptakan keadilan melalui alat BOPB.
1. Vokasi
Masalah Vokasi UI memang pelik. Tidak adanya hukum yang jelas terkait status Vokasi (non
regular) di UI dalam konteks hukum dan peraturan di UI semakin memperkeruh titik cerah bagi
vokasi. Lebih jauh, perdebatan panjang tentang penghapusan vokasi menjadi dilema tersendiri.
Namun terlalu tidak adil jika hanya mempertimbangkan hukum dan melihat secara positivis. Vokasi,
dimana mahasiswa yang masuk memiliki orientasi untuk cepat kerja, dan pun merupakan bagian
dari UI harus diperlakukan berbeda oleh UI. Survei online yang dilakukan tim mahasiswa di UKT dan
dibantu dengan litbang BK MWA UI UM 2015 memperoleh data yang cukup menarik. Data tersebut
berupa data terkait range penghasilan orang tua, range penghasilan saudara yang belum menikah,
jumlah tanggungan, dan pandangan terhadap biaya kuliah vokasi sebesar 7 juta/semester. Data ini
kemudian kami masukan pada salah satu rumus perhitungan BOPB.
Perhitungan ini memang tidak sempurna namun setidaknya dapat memberikan gambaran kasar
terkait kemampuan ekonomi mahasiswa vokasi. Berikut grafik kami tampilkan atas perhitungan
kami terhadap 155 mahasiswa vokasi.
Rp-
Rp2,000,000
Rp4,000,000
Rp6,000,000
Rp8,000,000
Rp10,000,000
Rp12,000,000
Rp14,000,000
Rp16,000,000
Rp18,000,000
1 8
15
22
29
36
43
50
57
64
71
78
85
92
99
10
6
11
3
12
0
12
7
13
4
14
1
14
8
15
5
Series1
Series2
0.2 x (Penghasilan Orang Tua+Penghasilan Saudara Belum Menikah)x 6/(1+Jumlah
Tanggungan)
Masing-masing titiks klimas garis biru merupakan BOP per mahasiswa vokasi dihitung dari ketiga
data yang disebutkan. Sementara garis merah merupakan besar BOP vokasi dihitung secara UKT
(7000 + [6500 : 6 semester) = 8100 . Grafik di atas menggambarkan secara jelas bahwa rata-rata
kemampuan vokasi yang merujuk pada BOP yang seharusnya dibayarkan sesuai matrix jauh dibawah
angka Rp. 8.100.000,00. Atas perhitungan kasar ini, dapat diasumsikan bahwa UI belum mampu
untuk “adil” terhadap mahasiswa vokasi. Asumsi inipun diperkaut dengan berbagai fakta terkait
kurangnya sosialisasi dan penjelasan UI terkait hak dan kewajiban mahasiswa program vokasi
dibandingkan program lain.
2. Profesi
Pada kasus profesi ini, kami hanya akan mengambil contoh pelaksanaan profesi di FIK dan FKG,
mengingat FK sudah cukup ideal dalam hal pendanaan profesi, dan Farmasi yang masih terlalu
banyak variabel.
Untuk FIK kami mendapatkan data dari Adkesma BEM FIK terkait jumlah mahasiswa FIK yang
mengajukan BOPB saat akan melanjutkan profesi. Tercatat 57 % mahasiswa yang mengajukan BOPB
ditambah mahasiswa Bidik Misi sekitar 16 %. Jumlah tersebut menunjukan BOPB sebagai sistem
yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam menempatkannya sesuai kemampuan, lebih jauh
dapat dipandang bahwa biaya profesi dinilai besar oleh 73% mahasiswa FIK.
Dari mahasiswa yang mengajukan ini diperoleh grafik yang menarik. Grafik menunjukkan BOP
profesi yang meningkat walaupun data yang diajukan tidak jauh berbeda dari 2010 (mengajukan
saat mahasiswa baru).
Tidak Mengajukan BOPB 27%
Mengajukan BOPB 57%
Bidik Misi 16%
-
2,000,000
4,000,000
6,000,000
8,000,000
10,000,000
12,000,000
14,000,000
16,000,000
1 6
11
16
21
26
31
36
41
46
51
56
61
66
71
76
81
86
91
96
10
1
BOP Profesi
BOP
Data ini menunjukkan dan memperkuat bahwa untuk BOPB terdapat variabel lain yang kuat dan
cenderung dijadikan sebagai variabel kontrol. Variabel tersebut, selain keuangan fakultas, adalah
kebutuhan dana profesi. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan kembali, apakah SUC FIK tidak
mengakomodasi profesi keperawatan? Jika tidak, berapa SUC profesi? Kami tidak menemukan data
lain selain yang tertera pada Buku Satuan Biaya Pendidikan. Pada buku tersebut tertera bahwa
profesi FIK mempunyai batas atas 4500/semester di tambah uang pangkal sebesar 7500. Apabila
mengacu pada data ini, prinsip menempatkan mahasiswa sesuai kemampuan ekonomi sudah
digantikan oleh prinsip subsidi silang.
Contoh lain terdapat pada profesi FKG. Pada profesi ini terdapat kenaikan biaya persemester
yang cukup signifikan. Kenaikan ini menjadi masalah tersendiri bagi mahasiswa FKG. Masalah
tersebut diakibatkan pada lapangannya biaya koas mayoritas ditanggung oleh mahasiswa. Dalam
koas, yang tidak memiliki batas waktu tersebut, mahasiswa profesi FKG rata-rata menghabiskan Rp.
39 juta rupiah. Akibat besarnya pengeluaran ini, presentasi mahasiswa FKG yang tepat waktu lulus
profesi sangat minim.
Dari kondisi diatas diatas, dapat dipahami bahwa mahasiswa profesi masih membutuhkan BOPB
sebagai sistem pembayaran, pengaman, dan alat yang tepat untuk menempatkan mahasiswa sesuai
kemampuan ekonomi.
3. Paralel
Kasus parallel ini diluar konteks UKT. Namun jika berbicara lebih jauh terkait keadilan, terdapat
beberapa kasus di program parallel terkait kemampuan ekonomi mahasiswa. Untuk itu kami
rekomendasikan dirancangnya sistem khusus terstandar bagi mahasiswa parallel yang memiliki
ketidakmampuan ekonomi dan disosialisasikan dengan baik pada pelaksana kebijakan.
4. Reguler
0
5
10
15
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
UP
BOP
Survei yang menghasilkan grafik diatas dilakukan pada 2012 dengan 345 partisipan.
Jumlah partisipan ini terbagi mulai dari angkatan 2008-2011. Tidak puas dengan hasil terbut,
kami mencoba melakukan survey kembali pada Februari 2015 dengan jumlah responden 388.
Hal yang menarik adalah ditemukannya kesamaan priritas alasan dari mahasiswa yang tidak
memilih BOPB. Berikut grafik survey terbaru kami:
Survei asalan tidak memilih BOPB ini menjadi acuan bagi evaluasi BOPB. Alasan tidak memilih adalah masalah BOPB yang dilihat dari sudut pandang konsumen, atau dalam hal ini objek/target. Atas masalah yang ditemukan ini kami bagi evaluasi BOPB menjadi dua bagian, yakni evaluasi efektivitas BOPB dan Efisiensi. Evaluasi efektivitas terdiri dari dana fakultas, informasi UKT, dan Transparansi. Evaluasi efisiensi terdiri dari proses bisnis, range kelas, berkas, pintu sistem pembayaran dan standar ganda update BOPB.
27%
3%
12%
21%
10%
2%
25%
Alasan Tidak Memilih BOPB Berkas yang diurus terlalumerepotkan
Terlambat memilih sistempembayaran
Tidak tahu tentang BOPB
BOPB bukan hak saya
Tidak sempat mengajukanberkas BOPB
Salah klik
Other
EFEKTIVITAS a. Dana Fakultas
Seperti yang telah banyak disinggung sebelumnya, bahwa variable keuangan fakultas menjadi variable kontrol dalam BOPB. Hal ini ditakutkan terjadi ketidakadilan mengingat masing-masing fakultas mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan keuangan berbeda. Mahalum menjadi penentu keputusan paling besar terkait besaran dan penerimaan BOPB kepada mahasiswa terlepas dari seberapa besar angka yang dihasilkan dari matriks BOPB. Pemasukan yang hanya 25% ini diharapkan dapat dibantu oleh UI. Sumber anggaran bantuan dapat mengandalkan saldo anggaran tahun kemarin yang tidak terserap. UI dapat membuat satu pos anggaran untuk BOPB guna mengamankan kondisi keuangan fakultas, terutama fakultas yang sangat bergantung pada pemasukan S1 Reguler. Langkah ini dapat juga sebagai langkah awal dalam proses UI menuju sistem keuangan terintegrasi sebagaimana SK MWA No. 005/SK/MWA/UI/2007.
b. Transparansi
Transparansi disini bukan berarti telanjang atau menelanjangi UKT. Melainkan perlu
adanya bentuk pemberitaan kepada publik mengenai hasil dari pengolahan berkas.
Terutama terkait yang diterima, ditolak, dan diterima setelah banding. Hal ini untuk
membangkitkan kepercayaan publik, dan profesiionalitas institusi. Bentuk transparansi
dapat merupakan penyederhanaan dari laporan UI kepada Dikti sesuai Permendikbud no.
97 tahun 2014.
Pengaturan mengenai transparansi diatur dalam Pedoman Teknis Penetapan Tarif Biaya Pendidikan Pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang diatur dalam Permendikbud No. 97 Tahun 2014 (Permendikbud 97). Pasal 4 ayat (1) Permendikbud a quo mengatur bahwa:
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
FK
FKG
FMIP
A FT FH FE FIB
FPSI
FISI
P
FKM
Fasi
lko
m FIK
Pas
casa
rjan
a
Pro
g. V
oka
si FF
In M
iliar
Rp
BP
Non BP
“PTN Badan Hukum wajib menyampaikan laporan realisasi penerimaan UKT untuk masing-masing kelompok setiap semester kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi”
Selanjutnya, Pasal 4 ayat (2) Permendikbud a quo mengatur: “Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Menteri sebagai dasar dalam melakukan pengawasan dan pengendalian tarif UKT.”
Seperti yang diketahui bahwa konsep PTN BH mengacu pada biaya operasional UI yang tidak hanya berasal dari pemerintah, melainkan terdapat pula dana dari masyarakat. Untuk itu, UI sebagai badan hukum wajib memberikan laporan realisasi penerimaan UKT kepada stakeholder.
Selain untuk memenuhi kewajiban pelaporan kepada stakeholder lainnya, laporan realisasi penerimaan UKT ini juga berfungsi sebagai acuan evaluasi terhadap UI. Warga UI sebagai pengguna informasi berperan pula sebagai regulator. Amanat UU Dikti yang mengakomodasi kebutuhan masyarakat kurang mampu untuk bersekolah di UI harus dioptimalkan dan diawasi. Lebih teknis, melalui adanya laporan yang terakses, UI dapat melakukan perbaikan secara sistem setiap tahunnya.
Transparansi Badan Publik dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008
Indonesia berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam mengawasi kegiatan dan
pengelolaan keuangan badan publik. Oleh karena itu lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Regulasi ini memaksa sebuah badan publik untuk bertanggung jawab langsung kepada masyarakat sebagai pengguna informasi. Satu hal yang perlu diperhatikan ialah UU KIP hanyalah mengatur badan publik secara limitatif dan tidak untuk yang lainnya.
Pasal 1 butir 3 UU a quo menjelaskan mengenai badan publik, yaitu:
“Badan Publik adalah lembaga eksekutif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran dan pendapatan belanja daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”
Karena UI merupakan PTN BH dan masih menggunakan pemasukan untuk biaya operasional dari APBN, maka UI dapat dikategorikan sebagai badan publik dan termasuk dalam objek pengaturan UU KIP. Pun oleh karena itu, UI wajib mematuhi apa saja ketentuan yang telah tercantum dalam UU a quo.
Berbagai ketentuan mengenai prinsip keterbukaan diatur dalam UU KIP, utamanya mengenai transparansi. Transparansi badan publik diatur dalam Pasal 9 UU KIP yang menyebutkan bahwa setiap badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala. Sedangkan informasi publik yang dimaksud dalam pasal tersebut ialah:
a. Informasi yang berkaitan dengan badan publik;
b. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; c. Informasi mengenai laporan keuangan; d. dan Informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kewajiban memberikan dan menyampaikan informasi publik dilakukan paling sedikit enam bulan sekali diatur pula dalam Pasal ini.
Laporan realita penerimaan UKT dapat dikategorikan dalam poin (b) dan (c) informasi publik sebagaimana disebutkan di atas. UI sebagai badan publik sudah seharusnya mengakomodasi pengaturan yang disebutkan dalam UU ini. Meskipun Permendikbud 97 hanya mewajibkan UI melaporkan laporan realita penerimaan UKT kepada Dirjen Dikti saja, namun terdapat ketentuan pada UU KIP yang mewajibkan UI melaporkan kegiatannya kepada pengguna informasi—warga UI. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat asas-asas yang bertentangan di antara Permendikbud 97 dan UU KIP. Apabila dilihat struktural dan menurut hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU KIP lebih tinggi kedudukannya dibandingkan Permendikbud 97. Maka UI selayaknya mendasarkan pengaturan otonomnya terhadap peraturan yang lebih tinggi. Dan apabila UI lebih memprioritaskan pemenuhan Permendikbud 97 dibanding UU KIP, maka sejatinya UI telah melakukan perbuatan melawan hukum dan serta merta telah merusak tatanan hukum Negara Republik Indonesia.
c. Sosialiasi
Sebelum menginjak jauh berikut hasil survey kami terkait rerata perolehan informasi
mengenai BOPB. Hal ini pun tentu berkaitan dengan data yang disampaikan di awal bahwa mayoritas mahasiswa mengganggap BOPB sebagai sistem keringanan. Mengingatkan kembali bahwa Survei dilakukan secara online pada 388 responden.
Dari data tersebut UI pada akhirnya berkewajiban untuk mengembalikan kembali
presepsi publik bahwa BOPB merupakan sistem pembayaran. Hal ini penting bagi UI, mengingat presepsi, atau informasi yang diterima publik sangat berpengaruh pada keberlangsungan saat menjadi mahasiswa hingga motivasi saat menjadi calon mahasiswa baru.
Website Penerimaa
n UI 45%
Twitter @kemahasiswaanUI
7%
Twitter @samaba
UI 12%
Twitter @BEMUI_Adkesma
16%
Paguyuban 10%
Other 10%
Perolahan Informasi BOPB
Salah satu evaluasi terhadap alat sosialisasi UI adalah website. Selain merupakan media yang paling diakses, website merupakan media yang dapat menyuguhkan informasi secara lengkap dan jelas. Dokumentasi diatas menggambarkan bagaimana UI menyampaikan informasi terkait BOPB. Hanya dijelaskan dalam beberapa kalimat dan terkesan tidak netral. Terdapat muatan mengarahkan pembaca untuk tidak memilihi BOPB. UI mengesankan hal-hal dari perspektif negative terkait BOPB.
Dalam mengevaluasi sosialiasi yang telah UI lakukan, baiknya melihat kembali PP 68 Tahun 2014 Pasal 11 Ayat 3. PP ini dapat menjadi landasan bagi UI untuk membenahi dan mendasari startegi sosialisasi UKT.
(1) UI wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa berkewarganegaraan
Indonesia yang memiliki prestasi akademik yang terbaik namun kurang
mampu secara ekonomi, dengan ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari keseluruhan jumlah Mahasiswa baru pada jenjang sarjana.
Sistem BOPB atau kelak disebut uKT merupakan competitive advantages yang dimiliki
UI. Status UI sebagai perguruan tinggi terbaik, menyandang nama bangsa, dan amanah besarnya dalam memajukan pendidikan Indonesia sudah selayaknya menjadi pionir dalam memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh seluruh masyarakat Indonesia yang akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Proses sosialisasi, atau lebih tepat disebut sebagai kegiatan pemasaran BOPB harus dilakukan guna menjadi motivasi bagi mahasiswa, terutama bagi mahasisswa yang kurang mampu secara ekonomi. Marketing BOPB yang baik dapat menjadi harapan besar bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Namun mengawali proses sosialisasi ini tidak mudah. Perlu dilakukan kesatuan langkah dalam marketing komunikasi. Pihak Dirmawa sebagai penyelaras konten dan humas yang bertanggung jawab dalam dalam bauran pemasaran, atau lebih sederhana bauran promosi harus bekerja sama secara kompak. Secara konsep, berikut diagram bauran promosi yang dapat dijadikan sebagai kerangka teori dalam proses sosialisasi UKT.
Strategi marketing penyebaran informasi UKT yang dapat dilakukan oleh UI dapat dibagi ke dalam 2 (dua) segmen, yaitu untuk para calon mahasiswa baru (camaba) dan mahasiswa baru (maba). Strategi yang dibentuk haruslah terintegrasi seperti yang sudah dibahas di atas. Sosialisasi kepada camaba ditekankan pada perbedaan program yang ada di UI (regular, paralel, dan KKI) dan pemahaman mengenai UKT. Dalam membahas hal tersebut, dijelaskan pula aturan mengenai golongan 1 dan 2 UKT yang ditentukan dalam Permendikbud, serta berkas yang diperlukan dan kegunaannya. Sosialisasi tersebut dimaksudkan untuk meminamalisir kesalahpahaman yang akan timbul ketika camaba berniat untuk mendaftar masuk UI. Yang perlu diintegrasikan dalam sosialisasi ini adalah hubungan koordinasi antara pihak universitas dengan Adkesma dan paguyuban yang berfungsi sebagai advisor dari UKT kepada camaba. Pertama, adalah dengan meneruskan apa yang sudah dilakukan setiap tahunnya, yaitu membentuk forum Humas UI yang mengundang Adkesma BEM se-UI dan ketua paguyuban. Sebelum itu, Adkesma BEM UI juga perlu memiliki kesadaran untuk mendorong Adkesma tiap fakultas bersama-sama aktif dalam forum tersebut dan mengajak ketua paguyuban yang tersebar di tiap fakultas untuk menghadiri forum tersebut. Perlu ditekankan kepada paguyuban bahwa mereka juga merupakan jembatan layaknya Adkesma, antara mahasiswa dan UI.
Tidak hanya mengenai jalur masuk, penyelenggaraan forum tersebut juga harus menekankan pada sosialisasi UKT (seperti apa itu UKT, perbedaannya dengan BOP-B, berasal dari mana kebijakannya, seperti apa kebijakannya, dan proses pelaksanaannya) dengan alasan tahun ini adalah tahun pertama penerapan UKT. Perlu dijelaskan pula masalah-masalah apa yang akan timbul di kemudian hari ketika pelaksanaan UKT berjalan dan peran masing-masing pihak dalam menyelesaikan masalah tersebut. Melalui forum tersebut, Humas UI diharapkan iktikad baiknya untuk menyediakan materi dan konten (seperti slide presentasi, brosur, dan infografis) untuk menjadi pedoman sosialisasi paguyuban dan Adkesma se-UI. Hal itu dibutuhkan agar materi sosialisasi tahap awal bersifat sama dan tidak menimbulkan beragam interpretasi. Dalam melakukan sosialisasi ke SMA dan daerah masing-masing, mahasiswa didorong untuk menggunakan konten yang sudah memiliki legitimasi dari pihak universitas. Setelah strategi pemasaran personal, yang terpenting bagi Humas UI adalah memperkuat strategi pemasaran internet, dengan memperbaiki informasi sistem pembayaran dan program pendidikan di website UI dan membuat alur publikasi media sosial yang disesuaikan dengan jadwal penerimaan maba. Misalnya kapan penuansaan sistem pembayaran dilakukam, penyebaran kultwit, dan infografis kepada maba. Sosialisasi kedua adalah kepada maba. Strategi yang paling krusial di tahap ini adalah kelanjutan dari strategi pemasaran internet, yaitu memperjelas konten website ui.ac.id dan penerimaan.ui.ac.id.
Seperti yang terlihat pada data di atas, maba mendapatkan informasi tentang BOPB paling banyak melalui website penerimaan.ui.ac.id. Oleh karena itu, informasi yang terdapat dalam website tersebut sangatlah penting karena menjadi bahan primer maba dalam mencari informasi tentang apa yang diperlukan begitu masuk UI. Apabila informasi yang diberikan tidak lengkap, maka berpotensi menimbulkan kebingungan akibat pemberian informasi yang secara parsial pada maba.
Data tersebut menunjukkan ketika pertama kali masuk UI, maba salah paham terhadap BOP-B. Artinya, tidak terdapat informasi yang jelas dalam website tersebut. Berdasarkan data tersebut, maka perlu diperjelas isi dari page mengenai sistem pembayaran biaya pendidikan.
Pengarahan ke page tersebut dilakukan setelah maba membuka page konfirmasi penerimaannya. Page tersebut berisikan informasi lengkap mengenai UKT lalu baru ke page cara pembayaran. Setelah itu, diarahkan untuk membuka page mengenai perbedaan program-program pendidikan di UI. Bentuk informasi UKT dalam page tersebut juga tidak berupa teks namun disarankan berupa infografis yang interaktif dan berisikan link mengenai dasar hukum UKT yang telah disederhanakan.
Di page tersebut juga harus dicantumkan secara jelas hotline UKT (Humas UI), tempat menyampaikan pertanyaan dan keluhan terkait UKT. Apabila permasalahannya mengenai pengajuan berkas dan lain-lain yang dianggap bisa ditangani Adkesma, langsung dibebankan pada Adkesma fakultas masing-masing. Jadi sebelumnya di tiap Adkesma sudah ada contact person untuk masalah UKT yang dikoordinasikan dengan Humas UI. Ini sebagai bentuk strategi marketing langsung.
Selain membantu Adkesma, paguyuban se-UI dapat memfasilitasi sosialisasi daftar akun yang bisa selalu dipantau untuk mendapatkan informasi tentang biaya pendidikan dan sistem pembayaran. Selanjutnya adalah pendampingan proses UKT oleh Adkesma dan paguyuban sampai ke penentuan.
Pemahaman tentang bagaimana publik mengonsumsi informasi dan bagaimana informasi tersebut memengaruhi mereka merupakan “jantung” dari segala sesuatu yang pemasar lakukan sebagai marketer. Inilah yang sering hilang dalam mindset marketing, termasuk pemasaran UKT. Marketer lebih terfokus pada apa yang mereka ingin orang lakukan, yaitu mahasiswa untuk memahami UKT. Padahal seharusnya, fokus diarahkan pada bagaimana cara publik menyerap informasi mengenai UKT tersebut untuk pada selanjutnya didasari pemahaman mereka, memilih UKT dan mempercayakan pelaksanaannya pada pihak universitas.3
EFESIENSI
a. Efisiensi Proses Bisnis
Proses bisnis BOPB merupakan tahapan, flow chart, yang dimulai dari pemilihan sistem
pembayaran, pengisian formulir online, penyiapan dan pengumpulan berkas hingga penetapan BOPB, dan proses banding. Proses ini pun diselingi dengan kegiatan survey via telpon, survey langsung, hingga wawancara. Selama ini proses yang berjalan memang cukup rigid. Hal ini dilakukan sebagai langkah pengecekan dan antisipasi UI terhadap kebenaran data dan keaslian berkas. Namun dibalik proses tersebut, proses bisnis BOPB sangat memakan sumber daya yang banyak. Alhasil tidak jarang pada setiap pelaksanaannya BOPB hanya memberikan waktu pada mahasiswa baru untuk mengumpulkan dan mengirimkan persyaratan dalam satu minggu sejak pengumuman diterima. Waktu inilah yang menjadi masalah bagi kebanyakan mahasiswa baru, terutama mahasiswa daerah. Terlebih tidak ada keterangan berkas sudah sampai apa belum.
Ketika diopersionalisasikan kembali sampai tahap penetapan terdapat tahap input data oleh pihak tertentu yang disetujui Pihak Subdit. Kesejahteraan Mahasiswa (pada umumnya adalah Adkesma Fakultas) dari data hard copy ke soft copy melalui sistem online. Data ini akan masuk ke pokja penetapan BOPB untuk diolah pada matrix dan ditetapkan bayaran resmi. Dari proses ini dapat disimpulkan beberapa hal: - Mahasiswa baru yang memilih BOPB mengisi formulir online terlebih dahulu sebelum
mengirimkan berkas. Formulir ini ditujukan untuk mengecheck kesamaan berkas dengan hard copy. Namun pada lapangan, pengecekan ini (terlepas dari pengetahuan mahasiswa), tidak dilakukan saat pengechekkan oleh adkesma.
- Pada tahap ini pengecekan kelengkapan berkas dilakukan oleh adkesma.
3 Marketing.co.id., Beraksi dengan Visual Content Marketing, diakses pada 2 Maret 2015 pukul 19.00 WIB dari
http://www.marketing.co.id/beraksi-dengan-visual-content-marketing/
- Data yang diinput ke softcopy bukan merupakan keseluruhan data yang terdapat dalam 21 berkas yang disyaratkan. Ada beberapa data yang disimpan (pun kegunaan hard copy) untuk digunakan sebagau bahan bagi mahalum dalam mempertimbangan proses dan hasil banding.
- Tidak semua berkas adalah variable dalam matrix penentuan besaran BOPB.
Masalah lain adalah: - POKJA BOPB yang ekslusif. Publik, atau sebagian di dalamnya adalah mahasiwa tidak
pernah tahu proses pertimbangan dan pemutusan BOP oleh POKJA.
Proses yang berlangsung ini jika dilihat terdapat beberapa hal yang dapat diefisiensikan. UKT dapat langsung menggunakan data online yang diisi mahasiswa untuk masuk langsung ke penetapan POKJA. Beberapa data dan dokumentasi perlu diupload sebagai bukti keasilian berkas. Apabila disimulasikan berikut flowchart sederhana dari proses bisnis yang direkomendasikan.
Melalui alur seperti ini terjadi penghematan waktu dan sumber daya. Waktu dapat lebih longgar dialokasikan kepada mahasiswa dalam mengisi formulir online dan atau dialokasikan pada pengecekan kebenaran data. Dalam pengecekkan dapat dibentuk POKJA yang memaksimalkan jejaring alumni sekolah, dan paguyuban. Namun diakui untuk mekanisme ini perlu beberapa catatan:
Bagaimana mengetahui keaslian keterangan/ penipuan yang terjadi? Apa
pencegahan yang dapat dilakukan? Sebelum menjawab pertanyaan ini, baiknya
diketahui presentase penipuan yang terjadi selama kebijakan BOPB
berlangsung. Presentase dan jenis penipuan ini penting diketahui sebagai
pertimbangan kebijakan online. Setidaknya dapat diukur positif dan negativenya
tanpa mengenyampingkan kebermanfaatan pada banyak pihak.
Hipotesis Jawaban:
Selamat Anda Diterima Sebagai mahasiswa baru
UANG KULIAH TUNGGAL
Tidak Setuju
Penyesuaian Kembali
Setuju
CICIL / LUNAS
ADKESMA
Mengisi Form. Online
Masuk POKJA dan matrik
Penetapan UKT
ADKESMA
ADKESMA
Penggunaan efeks psikologis. Seperti dicantumkannya sanksi apabila
diketahui melakukan pelanggaran (pemalsuan keterangan). Sanksi
black list sekolah proses undangan ketika ditemukannya berkas
yang dimanipulasi dirasa cukup berhasil. Adapun sebenarnya sanksi
pembayaran dua kali lipat telah dilakukan. Namun belum diketahu
efektivitas terhadap sanksi tersebut.
Menambah kesepakatan keaslian berkas dan kesiapan menerima
sanksi.
Tetap disyaratkan untuk mencantumkan nomor telepan tetangga
dan kantor kedua orang tua. Dilakukan untuk melakukan konfirmasi
apabila ditemukan indikasi keterangan palsu, terutama pada gaji
dan take home pay.
Berkas tertentu yang mempunyai indikasi besar keterangan palsu
mendapat poin minus dalam matrix. Ketika hasil tidak diterima oleh
mahasiswa bersangkutan dan mengajukan banding, berkas asli
tersebut harus dibawa dan dibuktikan. Pelaksanaan ini dilakukan
dengan adanya catatan personal saat pengumuman hasil UKT.
Kajian kembali terhadap berkas. Patut dicari berkas yang tingkat
akurasi dan akses pembuktiannya mudah dilakukan. Contoh:
NPWP.
Bagaimana kebijakan untuk daerah pelosok yang tidak terjangkau akses
internet?
Hipotesis:
Pertanyaan ini pun sama halnya dengan pertanyaan bagaimana calon
mahasiswa mengetahui diterima di UI dan mendapatkan informasi dan
sosialisasi terkait UKT?
Memberikan jalur pengiriman berkas pada periode yang ditentukan.
Sebelumnya, UI harus mengirimkan keterangan jelas dan lengkap terkait
mekanisme UKT?
Ajuan flowchart/sub tugas Mekanisme Penetapan UKT
mulai
Rapat Persiapan
Tim Internal
Pokja Penetapan
BOP_B
Sosialiasi alur
UKT ke
mahasiswa
(Adkesma Bem
UI)
Pengunguman
Hasil Seleksi
Masuk.
Sosialisasi
Mekanise
penetaan BOP –
B Mahasiswa
Baru
Uang Kuliah
Tunggal
Penerimaan
Berkas
Entry
Data
Rapat Penentuan
besaran UKT
Update Hasil
Penetapan
UKT
Pengajuan
Kembali
Wawancara
Survei lapangan
dan telpon
Rapat
Penentuan
penyesuaian
kembali
Update Hasil
penetapan
penyesuaian
kembali
Pengumuman
Pengu
muma
Mahasiswa Baru POKJA Penetapan
UKT
POKJA Penyesuaian
UKT
Direktorat Kuangan
Cicil/Lunas
Keberatan
b. Berkas Berkas yang memberatkan memang sudah menjadi rahasia umum diantara mahasiswa.
Maksud pihak rektorat untuk menghindari penipuan dan menjadikannya sebagai seleksi awal,
dalam artian hanya yang memang berniat dan merasa butuh akan memperjuangkan
persayaratan tersebut, tidak dapat dibenarkan secara prinsip. Bagaimanapun BOPB harus
inklusif dan membuka kesempatan dan akses seluas-luasnya, salah satu langkah awalnya adalah
berkas yang sederhana atau dimuat sedemikian rupa agar tidak memberatkan namun dapat
secara tepat menempatkan mahasiswa pada kelas tertentu. Untuk itu indikator kuantitatif dan
kualitatif sangat penting diberlakukan. Disisi lain, pemberlakuan UKT untuk seluruh mahasiswa
akan memaksa penyederhanaan berkas dan proses bisnis/sistem karena keterbatasan waktu
dan sumber daya.
Dalam rangka evaluasi dan memenuhi tuntutan tersebut, ada beberapa metode yang
dapat dilakukan:
- Perlunya penyederhaan berkas. Direkomendasikan dua metode
a. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari tahu dalam jumlah syarat tertentu yang paling
mempunyai porsi pengaruh yang besar dalam penentuan BOPB mahasiswa. Melalui
riwayat data dari tahun ke tahun dan menggunakan metode statistik regresi berganda
dapat diketahui syarat/berkas yang mempunyai kekuatan besar.
b. Disebarnya kembali berkas dalam 2-3 tahap. Sering menjadi alasan umum ketika
penyederhaan berkas tidak dapat dilakukan karena 21 berkas tersebut secara otentik
dibutuhkan untuk menjadi pertimbangan ketika memasuki proses banding. Maksud
penyebaran adalah pada tahap awal pemasukan berkas tidak 21 berkas di kumpulkan
melainkan hanya berkas-berkas yang dinilai prioritas dan punya pengaruh besar
(kembali ke point). Baru ketika hasil tidak diterima mahasiswa, mahasiswa harus
memenuhi syarat tertentu untuk dapat banding. Semakin bertahap banding yang
dilakukan, semakin berat berkas yang harus dipenuhi.
Dari usulan mekanise penetapan UKT yang berdasarkan meknisme penetapan UKT,
dapat dilihat terdapat dua proses yang menetapkan besaran UKT. Pertama adalah penetapan
UKT berdasarkan matriks dan penyesuaian kembali UKT berdasarkan penilaian kualitatif
- Penetapan UKT berdasarkan matriks
Pada tahap ini seharusnya beberapa berkas tidak diajukan, karena ada beberapa berkas
yang digunakan hanya pada proses diajukan pada tahap penyesuaian kembali. Pada tahap
pertama seharusnya persyaratan harus yang sesuai pada komponen- komponen matriks.
Dimana pada matrik hanya diperhitngkan pendapatan orang tua, jumlah penghasilan tambahan,
jumlah tanggungan, listrik, asset tamahan
Beberapa alternatif efisiensi berkas dapat digunakan melalui metode:
- Menggunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui variabel yang paling
berpengaruh dalam penentuan biaya kuliah.
- Analisis matrix dan pengaruhnya terhadap penentuan biaya kuliah
- Analisis berkas yang paling mencerminkan tingkat kemampuan mahasiswa serta
tumpang tindihnya dengan berkas lain
- Evaluasi berkas BOPB secara sistem dan psikologis berdasar kaca mata mahasiswa
- Analisis berkas melalui dynamic system. Metode ini berakar dari faktor-faktor paling
berpengaruh dalam penentuan biaya pendidikan.
c. Range Kelas
Seperti yang diketahui, permasalahn utama yang perlu diselesaikan adalah permasalahan kelas menengah. Mengingat jumlah kelas UKT lebih sedikit disbanding kelas BOPB. Perlu dibaut sub kelas pada kelas-kelas yang “gendut”. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut
Interval TOTAL
0 <=BOPB <= 1.000.000 177
1.000.0001 <=BOPB<=2.000.000 248
2.000.0001 <=BOPB<=3.000.000 490
3.000.0001 <=BOPB<=4.000.000 81
4.000.0001 <=BOPB<=5.000.000 107
5.000.0001 <=BOPB<=6.000.000 25
6.000.0001 <=BOPB<=7.500.000 104
TOTAL 1232
Berdasar data tersebut, sub kelas direkomendasikan ada di kelas II, III, IV, da V. Masing-masing jumlah sub kelas adalah 3 – 5 sub kelas. Masing-masing sub kelas mempunyai indikator tersendiri.
d. Keterlibatan mahasiswa Sudah tidak diragukan lagi peran mahasiswa, diwakilkan Adkesma, dalam
penyelenggaraan BOPB. Hal utama yang dimiliki mahasiswa adalah mempunyai jejaring luas untuk mengetahui kondisi lapangan calon penerima BOPB. Kepercayaan dalam berkolaborasi menjadi nilai utama dalam menyukseskan keadilan di UI. Pun lebih dari itu,
mahasiswa merupakan salah satu stakeholder terbesar yang perlu dilibatkan dalam konteks institusi public setara PTN BH seperti UI. Mahasiswa perlu dilibatkan dalam setiap tahapan UKT, mulai dari tahap rancang sosialisasi hingga penetapan dan pendampingan banding.
e. Update UKT
Update UKT merupakan mekanisme pemutakhiran besara biaya operasional pendidikan
persemester dikarenakan perubahan kondisi ekonomi keluarga. Lembaran negara RI No. 5336 tentang penjelasan atas UU No 12 Tahun 2012, Huruf i: “bahwa pendidikan tinggi diselenggarakan dengan biaya pendidikan yang ditanggung oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuan ekonominya, orang tua atau pihak yang membiayainya untuk menjamin warga negara yang memiliki potensi dan kemampuan akademik memperoleh Pendidikan Tinggi tanpa hambatan ekonomi.” Masalah besar dalam update UKT adalah adanya standar ganda. Standar ganda ini diakibatkan oleh prosedur/mekanisme update tiap fakultas yang berbeda, baik dari elemen yang terlibat hingga proses di dalamnya. Berikut ajuan terkait mekanisme update UKT.
Elemen yang terlibat: • Unsur Kemahasiswaan Fakultas • Unsur Keuangan Fakultas • Unsur Jurusan / Program Studi • Unsur Mahasiswa (Adkesma BEM Fakultas)
Pokja Update UKT:
• Pokja Acara : Kemahasiswaan dan Adkesma • Pokja Penetapan : Kemahasiswaan, Keuangan, Jurusan, Adkesma Ajuan periode Update UKT – Angkatan Ganjil: Semester 3,5,7,dst. – Angkatan Genap: Semester 2,4,6,8,dst.
Ajuan mekanisme Update UKT dilaksanakan H - 1 bulan (30 Hari) sebelum UAS dengan li
masa sebagai berikut: – Minggu ke 1-2 : Penyebaran Sosialisasi dan Pengambilan Berkas – Minggu ke 3 : Pengumpulan Berkas, Wawancara, Entri Data – Minggu ke 4 : Rapat Pembahasan dan Rapat Penetapan
f. UKT Satu Pintu Lahirnya sistem UKT adalah sebagai alat untuk mengukur kemampuan ekonomi
mahasiswa untuk kemudian ditempatkan pada kelas pembayaran yang tepat. Pengukuran selayaknya tidak dibatasi dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Universitas harus mengukur dan mendata tingkat kemampuan seluruh mahasiswa.
Ada fakta yang cukup menarik dan saling kontradiktif pada pelaksanaan BOPB. Fakta tersebut adalah penggunaan “kemauan bayar”. Di sisi lain kemauan bayar menjadi variabel yang tidak cukup dipertimbangkan dan dianggap seringkali tidak sesuai dengan hasil pengukuran matriks. Namun ternyata variabel ini dipakai dalam penerimaan sistem pembayaran. Prinsip “kamauan” dijadikan alat untuk memlih penuh, cicil, atau BOPB. Setelah pengkajian berkas dan proses bisnis yang efisien, kami rasa penggunaan UKT menjadi satu pintu, dimana mahasiswa harus ikut prosedur UKT layak digunakan. Pun rekap data kemampuan ekonomi seluruh mahasiswa dapat bermanfaat bagi Universitas.
II. REKOMENDASI ALUR BESAR BOPB (SOSIALISASI, MEKANISME, BERKAS)
A. SOSIALIASI Arahan : Sosialisasi yang terencana dan tepat sesuai segmen
B. MEKANISME BOPB - Rekomendasi inti
Arahan : Satu pintu dengan mengedepankan pengukuran kemampuan seluruh mahasiswa
- Rekomendasi alternative Arahan : Tiga pintu dengan skema jejaring yang terstandar dan pelibatan mahasiswa secara aktif dalam setiap proses
C. EFISIENSI BERKAS Arahan : Berkas yang tidak memberatkan dan sesuai penggunaan. Mengurangi kesan berat secara psikologi.
A. SOSIALIASI (STRATEGI INTGERATED MARKETING COMMUNICATION UKT)
Sebelum berbicara lebih jauh terkait sosialisasi UKT, pelaksanaannya tidakdapat lepas dari UI sebagai sebuah institusi yang memiliki visi dan posisi. Segala hal yang sifatnya operasioanl semata-mata adalah turunan dari visi, dan misi tersebut, atau setidak-tidaknya menjadikannya sebagai salah satu prinsip dan cara pandang dalam pelaksanaan berbagai kegiatan teknis dan operasional.
Jika berbicara terkait UI sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi, UI mempunyai citra yang cukup positif di mata publik. Sejarah panjang, sebagai universitas pertama di Indonesia dan perjalanannya dalam melahirkan tokoh-tokoh bangsa telah menempatkan UI dalam jajaran Universitas terkemuka di Indonesia. Hal ini pun kemudian diakui oleh pemerintah. Sejak tahun 2000, dan dilegitimasi penuh pada 2013, UI dijadikan sebagai PTN Badan Hukum (BH). Bersama dengan ITB, UGM, dan keenam Universitas lainnya, UI mendapat kepercayaan pemerintah untuk dalam mengelola universitasnya secara setengah mandiri. Secara visi UI dapat menentukan arah pengembangan Universitas, melalui kerangka-kerangka yang diatur oleh pemerintah termasuk banduan dana pendidikan (BOPTN) yang berjumlah lebih besar dari pada sebelumnya.
Atas berdirinya UI sebagai PTN BH, UI memanfaatkan momentum tersebut untuk melakukan reposisi dan penegasan arah UI ke depan. Reposisi tersebut terjadi pada UI sebagai universitas riset kelas dunia beralih menjadi universitas dengan tujuan yang cukup komprehensif dalam usahanya berkontribusi pada masyarakat Indonesia dan dunia. Lebih jelas berikut visi, misi UI dalam PP 68 tahun 2013
(1) UI memiliki visi untuk menjadi pusat ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kebudayaan yang unggul dan berdaya
saing, melalui upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga
berkontribusi bagi pembangunan masyarakat Indonesia
dan dunia.
(2) UI memiliki misi:
a. menyediakan akses yang luas dan adil, serta
pendidikan dan pengajaran yang berkualitas;
b. menyelenggarakan kegiatan Tridharma yang bermutu
dan relevan dengan tantangan nasional serta global;
c. menciptakan lulusan yang berintelektualitas tinggi,
berbudi pekerti luhur, dan mampu bersaing secara
global; dan
d. menciptakan iklim akademik yang mampu
mendukung perwujudan visi UI.
Visi UI jelas memposisikan UI pada ranah pendidikan tinggi sebagai salah satu sarana mobilitas sosial dan memiliki kontribusi tersendiri bagi pembangunan. Visi mencerdaskan kehidupan bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kemudian secara jelas
diturunkan dalam misi dan tujuan. UI akan berdiri sebagai institusi yang inklusif, termasuk diantaranya dalam penyediaan akses yang luas dan adil.
Dalam tataran teknis, prinsip tersebut UI telah terapkan dalam beberapa yang cukup menonjol adalah sistem BOPB dan program pendidikan sepanjang hayat, atau dikenal dengan program parallel. Namun dalam pelaksanaannya, kedua aplikasi ini “dirasa” sudah jauh meninggalkan visi UI itu sendiri. Program parallel sebagai program pendidikan yang tidak mengenal batas umur diaplikasikan dalam program PPKB yang disasarkan kepada sekolah-sekolah menengah atas di Indonesia. Pun secara bauran marketing dan bauran promosi, progam parallel ini bertindak pasif pada segmen-segmen intinya (umur 22 tahun ke atas). Namun pada tulisan ini yang akan dibahas adalah terkait aplikasi BOPB UI yang akan mengkhususkan diri di ranah sosialiasi BOPB.
Hadirnya peraturan terkait UKT yang dilegitimasi oleh permendikbud dalam berbagai peraturan mengharuskan UI untuk kembali melihat penerapan sistem UKT dan BOPB. Meskipun tidak banyak potensi perubahan yang akan terjadi, namun hal ini dijadikan kesempatan untuk mengevaluasi BOPB. Salah satu hal yang menjadi pokok pada kesempatan ini adalah terkait konsistensi UI dalam sosialisasi BOPB. Masalah awal yang ditawarkan dan menjadi acuan adalah hasil voting terhadap 388 responden UI. Voting tersebut menyatakan bahwa 62% diantaranya mengganggap BOPB merupakan sistem keringanan, dan hanya 35% yang secara tepat memahami BOPB sebagai sistem pembayaran. Namun yang harus dipertanyakan kembali adalah angka ini merupakan angka yang didapat dari mahasiswa yang telah berkuliah di UI, secara
asumsi dampak “kesalahpahaman” dapat terjadi lebih besar bari segmen mahasiswa baru. Dalam teori komunikasi terdapat dua fenomena yang menjelaskan kejadian ini.
Fenomena pertama disebut sebagai distorsi, yakni penafsiran pesan yang berbeda yang diterima oleh penerima pesan. Fenomena ini dapat menghantarkan pada fenomena kedua, dimana seseorang cenderung bertindak atas pengetahuannya. Dalam kaidah pembelajaran umum disebut sebagai kognisi, afeksi, dan psikomotor, Ketiga hal ini aktif secara parallel, dalam artian seseorang harus kognisi (pengetahuan), afeksi (simpati, empat) seseorang harus terpenuhi dan akan sangat menentukan psikomotor (perilaku) seseorang. Atas dasar ini, kegiatan sosialisasi BOPB menjadi sangat penting untuk dilihat kembali, mengingat distorsi yang terjadi sangat berpengaruh pada tindakan mahasiswa baru, atau lebih jauh presepsi calon mahasiswa baru.
Selain faktor diatas, faktor reposisi dan identitas Ui selaku universitas yang menyandang nama bangsa, pun turut memunculkan kewajiban lain. Masih beracuan pada tujuan UI sebagai lembaga yang inklusif dan menjamin akses seluas-luasnya, UI berkewajiban menjadi institusi yang memberikan harapan dibalik serbuan liberalisasi dan privatisasi sektor jasa pendidikan. UI harus menjadi symbol motivasi untuk anak-anak yang secara ekonomi tidak berkecukupan untuk dapat berkuliah. BOPB sebagai salah satu produk kebijakan UI, perlu digaungkan dalam perencanaan sosialisasi yang matang. Untuk rekomendasi lebih komprehensif, penulis
mengambil pendekatan marketing sosial dalam melihat strategi-startegi potensial yang dapat UI lakukan.
STP sebagai Langkah Awal
Pembahasan visi misi UI di awal bukan tanpa alasan. Visi dan misi tersebut menggambarkan
segmentasi, targeting, dan positioning UI. Dalam perencanaan marketing STP menjadi acuan
awal yang kemudian dibaurkan dalam marketing mix.
S = Kalangan pelajar Indonesia kelas 12 SMA sederajat dan masyarakat Indonesia umur 23 ke
atas.
T =
o Kalangan pelajar tersebar seluruh Indonesia yang memiliki prestasi termasuk
diantaranya yang memiliki kekurangan ekonomi
o Masyarakat Indonesia umur 23 ke atas (untuk parelel)
o Pelajar luar negeri (KKI)
P = Universitas berkualitas yang inklusif, dan memiliki akses terbuka bagi seluruh kalangan
pelajar SMA, sederajat, dan pemelajar di Indonesia.
Bauran Pemasaran Jasa
Place = Done (Depok)
Physical Environment = Done (Penyediaan Fasilitas di UI)
Price = Menyesuaikan kemampuan ekonomi
\
Process
Selamat Anda Diterima Sebagai mahasiswa baru
UANG KULIAH TUNGGAL
Tidak Setuju
Penyesuaian Kembali
Setuju
CICIL / LUNAS
ADKESMA
Mengisi Form. Online
Masuk POKJA dan matrik
Penetapan UKT
ADKESMA
ADKESMA
Sosialiasi dalam
konsep Integrated
Marketing
Communication
Sosialiasi dalam
konsep Integrated
Marketing
Communication
Sosialiasi dalam
konsep Integrated
Marketing
Communication
Sosialiasi dalam
konsep Integrated
Marketing
Communication
Proses ini akan lebih detail dibahas pada bagian lain dalam rekomendasi. Namun, dalam
skema diatas, terdapat proses yang perlu mendapat sokongan dari marketing. Fungsi marketing
sangat krusial sebagai kontrol informasi berikut kontrol terhadap respon dan tindakan mahasiswa
baru. Mahasiswa baru secara psikologis akan sangat tergantung pada informasi langsung yang
didapat dari UI. Beberapa penekanan penggunaan marketing penting dibagian:
1. Saat mahasiswa daftar sebagai peserta test SNMPTN, SBMPTN, dan SIMAK.
2. Saat dinyatakan lolos sebagai mahasiswa UI
3. Saat pengumuman biaya pendidikan
4. Saat pengumuman hasil penyesuaian kembali, berfungsi juga sebagai penutup
Masing-masing tahapan dari proses tersebut dapat dijadikan referensi ketika menggunakan
bauran pemasaran. Tahapan dijadikan acuan dalam mengelola konten bauran pemasaran. Namun
dalam penjelasan dibawah, lebih dibahas dan diprioritaskan untuk target pelajar Sekolah Menengah
Atas yang akan melanjutkan diri ke pendidikan tinggi.
Product = Universitas Indonesia dalam tampilan atribut produk kebijakan BOPB
Product merupakan hal yang akan disosialisasikan. Dalam konteks ini UI sebagai institusi
penyelenggarakan pendidikan adalah bentuk dari produk itu sendiri. Namun dalam kegiatan proses
sosialiasi, UI harus memfokuskan diri pada atribut tertentu. Atribut adalah segala sesuatu yang melekat
pada UI. Pada umumnya atribut berada di seputar fitur (fasilitas tambahan yang di dapat), manfaat,
parentage, sampai competitive advantages tertentu yang khas dan sulit diimitasi oleh kompetitor. Untuk
bauran pemasaran ini, selain fitur (berupa fasilitas) dan prestasi, UI harus menonjolkan atribut BOPB
sebagai competitive advantages. BOPB merupakan produk kebijakan UI yang harus disampaikan kepada
publik sebagaimana prinsip yang tertera pada visi dan misi UI. Dengan sistem yang cukup mapan, BOPB
dapat menjadi daya tarik yang khas pada target UI. BOPB ini dapat disampaikan melalui cara-cara yang
dibahas dalam bauran promosi. Dalam penyampaiannya, berikut beberapa hal yang dapat menjadi
perhatian:
- 5 W + 1 H Produk
What : Apa itu BOPB?
Where : Dimana saja kebijakan BOPB ini diterapkan?
When : Kapan BOPB ini berlangsung
Why : Mengapa memilih BOPB dan skema pembayaran lain?
Who : Untuk siapa BOPB ini diterapkan?
How : Bagaimana untuk dapat mengambil BOPB?
- Transparansi peraturan
- Hook, pemancing, dapat berupa video (dijelaskan kemudian)
Promotion = Bauran Promosi
Dalam promosi dikenal konsep bauran promosi atau integrated marketing communication.
Konsep ini membagi beberapa media promosi. Berikut metode diantaranya yang direkomendasikan.
Advertising
Tidak digunakan
Direct Marketing
Tidak digunakan
Publicity/Public Relation
Bauran promosi ini merupakan hal terpenting yang harus UI lakukan. Humas menjadi
kontrol dalam setiap apapun yang keluar atas nama UI, termasuk diantaranya terkait UKT dan
BOPB. Untuk itu penting dibuat SOP dan satu konten komprehensif yang akan menjadi kontrol
dan bahan bagi bauran promosi lain. Terdapat dua hal pokok yang dilakukan dalam bauran ini
1. Website
Website UI menjadi pokok dalam penyampaian informasi. Dalam voting terhadap 388
responden, 45% diantaranya memperoleh informasi dari website. Melalui tab/link khusus
tersendiri yang ditampilkan di halaman muka website UI, UI menyediakan seluruh informasi
terkait UKT dan BOPB secara jelas, komunikatif dan integratif dengan media interaktif
twitter dan media kontemporer berupa video (dapat link ke youtube). Interface ini
dievaluasi dari tahun sebelumnya yang menempatkan konten pembayaran pada halaman
pribadi mahasiswa, dimana mahasiswa harus log in terlebih dahulu. Penampilan pada
website UI harus ditampilkan pada masa awal SNMPTN Undangan hingga registrasi
mahasiswa SIMAK. Konten pada website harus dibuat seramah dan sejelas mungkin. Tidak
lupa untuk menyatakan kalimat tegas atas sanksi yang akan diberikan atas pelanggaran-
pelangaran tertentu.
2. Video
Perkembangan teknologi dewasa ini mengubah selera masyarakat begitu cepat. Melihat
suskesnya beberapa kampanye produk, bauran promosi melalui video singkat atau video
panjang yang dibagi persesi sedang menjadi tren, terutama di kalangan generasi Y yang
memiliki ketergantungan dengan teknologi dan internet. Video dapat menyampaikan pesan
secara komunikatif, sederhana, dan menarik. Dalam hal UKT, penulis merekomendasikan
dibuatnya video dengan gaya story telling terkait permasalahan yang dapat
diselesaikan oleh UKT dan BOPB UI
Disebarluaskan kepada paguyuban dan dipromosikan secara intensif melalui
kanal-kanal terkait, termasuk twitter UI dan website UI
Menjadikan mahasiswa UI tertentu sebagai brand ambassador yang
memasukkan video ke dalam media-media sosial tertentu.
3. Poster / Booklet
Poster menjadi alat bauran promosi yang paling kovensional namun tetap menjadi jarring-
jaring informasi yang paling dapat diandalkan. Poster harus dibuat menarik dan kaya
informasi (dibaut infografis). Pada konteks UI ini, direkomendasikan untuk dibuatnya dua
poster lagi dengan konten sebagai berikut
- Penjelasan tentang regular, parallel, dan KKI
- Penjelasan tentang BOPB dan UKT
UI dapat menyebarkannya melalui bantuan paguyuban daerah. Untuk segmen calon
mahasiswa di daerah perkotaan dapat memanfaatkan kanal digital.
4. Artikel
Selain beberapa media yang dikelola oleh UI. UI dapat memanfaatkan media-media lain,
seperti media elektronik ataupun media tulis dalam penyeabran informasi. Pihak Humas
aktif dalam mengirimkan beberapa artikel secara bertahap.
Interactive Marketing
Interactive marketing merupakan salah satu media bauran pemasaran yang cukup mempunyai
signifikansi yang kuat. Jenis bauran ini memungkinkan interaksi dua arah dengan intensitas, dan
siklus informasi yang cepat. UI ataupun lembaga terkait telah menggunakan twitter sebagai
media interactive marketing ini. Namun beberapa catatan:
a. Twitter UI tidak cukup jelas dalam mempromosikan “produk”. Informasi yang disampaikan
hanya terkait proses (waktu pelaksanaan).
b. Intensitas twitter dalam menginformasikan konten inti tidak cukup intensif.
c. Lambat dalam merespon pertanyaan publik
d. Media interactive twitter UI tidak terintegrasi dengan bauran media lain, seperti web. Web
memungkinkan penulisan informasi yang menarik dan lebih komprehensif. Hal ini
melengkapi kekurangan twitter dengan keterbatasan karakter.
e. Banyaknya kanal twitter. Salah satu penyebab distorsi adalah terlalu banyaknya kanak
interactive marketing. Tercatat setidaknya empat kanal twitter (yakni twitter
kemahasisswaan UI, twitter samaba UI, twitter Adkesma BEM UI, dan beberapa twitter
paguyuban). Distorsi semakin kuat terjadi ketika tidak adanya kesinambungan pesan yang
disampaikan dari keempat kanal tersebut.
f. Dari segi manajemen kinerja, tidak terdapat jobdesc, dan SOP yang jelas terkait arus
informasi. Beberapa ditemukan kesalahan informasi yang disampaikan oleh pihak
komunikasi dan humas UI.
Atas catatan tersebut direkomendasikan
a. Pembagian kerja yang jelas dengan SOP yang telah disepakati. Bagaimanapun yang mengerti
terkait cara penyampaian kepada publik adalah humas dengan kantor komunikasi sebagai
pembantu teknis. Humas harus mensinergikan antara konten inti dengan citra UI yang telah
dirancang. Namun jika melihat konteks twitter dan penggunaannya sebagai media
interactive, poin responsive dan ketepatan informasi menjadi nilai utama. Kami
merekomendasikan penggunaan kanal dibagi menjadi dua lini masa. Lini masa
@Univ_indonesia digunakan sebelum pengumuman, dan @samabaUI khusus dibuat dan
dikelola oleh dirmawa UI dengan SOP yang dibuat oleh Humas dan Kantor Komunikasi UI.
@samaba secara gencar di promosikan oleh akun UI saat peralihan informasi.
b. Fungsi kanal khusus lain harus dilebur. Adapun kanal yang mempunyai background yang
jelas, semisal @Univ_Indonesia @BEMUI_Adkesma dan Paguyuban harus menyampaikan
konten selaras dengan kanal dirmawa UI, atau setidak-tidaknya merekomendasikan link
kanal utama dan menyebarkan informasi tidak mendahului kanal utama.
Personal Selling
Personal selling harus dilakukan UI. Tidak seperti personal selling pada umumnya, pada konteks
ini UI melakukan personal selling yang pasif dan dibantu dengan jejaring aktif yang terkontrol.
UI harus menyediakan narahubung yang siap 24 jam sebagai pengaman utama. Namun untuk
mencapai sudut-sudut yang sulit dijangkau UI harus memanfaatkan paguyuban. Paguyuban
harus dibriefing dengan baik dan disediakan SOP serta FAQ yang tepat. Untuk masa pasca
pengumuman, selain paguyuban pun perlu dilibatkan Adkesma Fakultas. Dengan bantuan data
penerimaan mahasiswa baru, Adkesma melalui jejaringnya mengkoordinir penyampaian
informasi hingga ke akar.
Dirmawa
Paguyuban
Adkesma
Pra
Pasca
Pengumman
People = Humas, Komunikasi, Dir. Kemahasiswaan
Dikarenakan UI bergerak dalam sektor jasa, sumber daya manusia menjadi pokok terpenting
dalam pelayanan pendidikan. Untuk BOPB, beberapa pihak terlibat adalah Humas, Komunikasi,
Direktorat Kemahasiswaan, dan PMB. Keempat aktor ini menjadi garda terdepan dalam bauran promosi
BOPB. Rekomendasi manajamen kinerja dalam promosi BOPB direkomendasikan menggunakan sistem
skunk works atau dikenal dalam aplikasi kerja sebagai POKJA. POKJA sendiri dibentuk berdasar core
competence dan kapabilitas yang dibutuhkan sesuai porsi. Pokja ini bediri dibawah Dirmawa.
Rekomendasi anggota tim POKJA Sosialasi
No. Asal dan Spesifikasi Jumlah Job Desc
Dirmawa II
1. Sebagai coordinator, timeline kontrol, dan
penghubung dengan pemangku keputusan dan
Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru
2. Sekretaris General dan pemantau
perkembangan eksternal
Humas I Sebagai quality kontrol, SOP control, dan evaluator
dalam setiap produk bauran pemasaran
Kantor Komunikasi II 1. Jembatan antara media. Mengintegrasikan
media
2. Pelaksana Teknis dalam pengelolaan
media
Adkesma BEM UI I Sebagai coordinator sekaligus jembatan dalam
berkordinasi dengan seluruh paguyuban dan
adkesma terkait
Mahasiswa V 1. Pelaksana Teknis (memegang interactive
marketing)
2. Pelaksana Teknis (memegang interactive
marketing)
3. Pelaksana Teknis (Narahubung tetap)
4. Pelaksana Teknis (Narahubung tetap)
5. Penampung aspirasi atas citra dan kinerja
tim
B. Mekanisme BOPB
Sebagaimana kesepakatan umum di forum, bahwa prinsip utama dari mekanisme/sistem
pembayaran di UI adalah kenyamanan, pun termasuk mekanisme BOPB di dalamnya.
1. Alternatif satu pintu melalui online
Keterangan
1. Mahasiswa baru wajib melakukan pengisian data secara online. Data yang diisi adalah data
pada FORM 5 BOPB.
2. Mahasiswa mengunggah berkas yang terdiri dari scan KTP, scan slip gaji/keterangan
penghasilan, kartu keluarga, dan iuran sekolah secara online.
Untuk pembuktian keaslian data yang diunggah dilakukan beberapa alternatif
(rekomendasi):
a. Berkas hardcopy dibawa pada saat daftar ulang. Mahasiswa baru yang didapati
terdapat perbedaan dengan data yang diunggah langsung kenakan sanksi.
b. Berkas hardcopy dibawa jika mahasiswa mengajukan banding
Selamat Anda Diterima Sebagai mahasiswa baru
UANG KULIAH TUNGGAL
Tidak Setuju
Penyesuaian Kembali
Setuju
CICIL / LUNAS
ADKESMA
Mengisi Form. Online
Masuk POKJA dan matrik
Penetapan UKT
ADKESMA
ADKESMA
c. Mahasiswa tetap mengirimkan berkas hardcopy (paling memungkinkan). Efisiensi
waktu tetap tercapai.
3. Data online masuk ke tim POKJA dan diolah berdasar matriks yang telah berlaku. Keterangan
kualitatif dan lain sebagainya menjadi pertimbangan selanjutnya POKJA untuk memutuskan.
Keputusan tersebut tidak boleh sampai melebihi batas kelas BOPB.
4. Sebagai referensi tambahan dapat dilakukan survey langsung atau via telpon dengan
bantuan tim dari Mahasiswa.
5. POKJA penetapan terdiri dari Mahalum, dan mahasiswa yang diwakilkan oleh Adkesma BEM
se-UI.
6. Apabila terdapat mahasiswa yang tidak menerima hasil, mahasiswa dapat melakukan ajuan
kembali.
7. Dalam melakukan ajuan mahasiswa tersebut harus membawa berkas hardcopy berupa
a. PBB, STNK, LIstrik, Telpon, Foto Rumah (Wajib)
b. Persyaratan tambahan (disesuaikan dengan kebutuhan pertimbangan POKJA Penetapan,
Misal: Surat Utang)
c. Surat keterangan tetangga terdekat, SKTM (Tambahan dan menguatkan)
8. Mahasiswa dapat ditemani orang tua untuk melakukan wawancara dengan tim POKJA
9. Sebagai referensi dan pebuktian kembali, dapat dilakukan survey yang dibantu oleh jejaring
mahasiswa.
10. Penetapan hasil di umumkan via online. Ajuan keberatan dan sebagainya disalurkan melalui
kanal yang telah disiapkan (Jaringan Adkesma)
Hal yang perlu dipikirkan lebih lanjut
- Membuktikan keaslian data. Perlu dipikirkan mekanisme pembuktian. Namun data yang
selama ini dilampirkan yakni berupa fotocopy, pun mempunyai potensi pemalsuan yang
sama.
- Efisiensi waktu pemeriksaan. Dapat ditanggulangi o
Keuntungan sistem satu pintu
- UI dapat merekap data mahasiswa. Memungkinkan UI mudah mencari referensi ketika
hendak mencari rekomendasi penerima Bidik Misi atau beasiswa lainnya.
- Rekapan data tersebut dapat menjadi acuan dalam melakukan kontrol terhadap mahasiswa-
mahasiswa yang berada di batas ambang mampu
- Dapat menjadi acuan data-data lainnya, termasuk Update BOPB dan atau jika mengalami
masalah keuangan.
2. Alternatif 3 Skema/Pintu Biaya Pendidikan
Alternatif yang kedua ini tidak berbeda jauh dengan sistem yang sudah berlaku dari 2008. Pasca
diumumkan sebagai mahasiswa baru Universitas Indonesia, mahasiswa baru dihadapkan dengan
tiga skema sistem pembayaran, yakni Penuh, Cicil, dan BOPB. Namun beberapa catatan terkait baik
dan buruk 3 skema tersebut adalah sebagai berikut:
Hal yang perlu dipikirkan lebih lanjut
- Keaslian berkas menjadi permasalahan
- Tidak terekapnya data kemampuan mahasiswa UI. Ini berdampak pada tidak adanya data
kontrol yang dapat menajdi acuan untuk proses ke depan.
- Skema ini mempunyai potensi menjadi sistem jebakan bagi mahasiswa baru. Kondisi-kondisi ini
harus dipikirkan melalui pembentukan skema jejaring lebih lanjut. Beberapa kondisi yang
memungkinkan hal itu terjadi adalah:
a. Informasi yang tidak jelas dan tegas di awal yang seharusnya dapat mahasiswa baru pahami
jauh sebelum mahasiswa baru masuk UI
b. Waktu yang sempit dalam memilih tiga sistem pembayaran itu, terutama saat memilih dan
mengurus BOPB yang hanya diberikan waktu satu minggu pasca pengumuman.
c. Tidak adanya Uang Pangkal yang sudah dibayarkan BOPTN membuat angka BOP terkesan
murah di awal. Banyak kasus update BOPB berawal dari poin tersebut.
Beberapa rekomendasi untuk menanggulangi potensi tersebut:
a. Adanya update per semester (terstandar dan mengedepankan prinsip efisiensi)
b. Pelibatan mahasiswa melalui Adkesma. Jajaring Adkesma dapat dimanfaatkan untuk
melacak mahasiswa yang kedapatan tidak mampu membayar dan terjebak sistem. Prinsip
keterbukaan dan kepercayaan sangat penting diantara Adkesma dan pihak Dirmawa
termasuk dalam sharing data dan lain sebaginya.
c. Dibentuknya tim khusus dan skema khusus untuk Adkesma dalam memberikan laporan
kondisi lapangan.
d. Diperpanjangnya waktu dalam memilih skema sistem pembayaran dan waktu dalam
melengkapi persyaratan BOPB
e. Efisensi berkas
f. Informasi yang jelas dan tegas pada website UI dan berbagai kanal lain melalui sosialisasi
yang terencana dan terintegrasi (dibahas di awal)
Keuntungan dari mekanisme 3 pintu
- Terdapat pilihan yang lebih general bagi mahasiswa baru yang mampu
C. EFISENSI BERKAS
Berkas disesuaikan dengan skema pembayaran. Ajuan kami untuk berkas dibagi menjadi dua tahap.
Berkas tahap pertama adalah berkas awal yang diisi dan disiapkan saat mengajukan BOPB. Berkas
tahap kedua disiapkan saat mahasiswa baru mengajukan kembali (banding),
Tahap 1 (Pengajuan UKT) Tahap 2 (Penyesuaian kembali UKT)
1. Form 5 (terlampir) 2. Keterangan tetangga hanya berisi nama,
alamat dan no telp. 3. Foto kopi kartu keluarga, Rekening listrik
dan telpon, PBB, STNK, KTP, dan iuran Sekolah
1. Foto rumah dari luar dan dalam, 2. Berkas request. Berkas untuk
menunjukkan keaslian data dan penguat kondisi keluarga (contoh: surat hutang)
AJUAN BERKAS BOPB
Kepada Yang Terhormat Panitia Penetapan BOP dan Beasiswa UP Kampus UI Depok 16424
Hal : Data
Dengan ini saya,
Nama : ....................................................................................
Fakultas/ Departemen : ....................................................................................
Tempat tinggal sekarang : ....................................................................................
Nomor Telepon : ……………………………………………………………
Nomor HP : ....................................................................................
Alamat e-mail : ……………………………………………………………
Nama Ayah : ……………………………………………………………
Nama Ibu : ……………………………………………………………
Anak ke : ................. dari ................bersaudara
Alamat Rumah Sekarang : ……………………………………………………………
……………………………………………………………
Asal Sekolah : ……………………………………………………………
SPP Sekolah : .................................... setiap bulan
SPP yang dibayarkan : ..................................... setiap bulan
Uang Pangkal Sekolah : ....................................................................................
Uang Pangkal yang dibayarkan:................................................................................
Beasiswa yang pernah diterima:................................................... setiap bulan
berasal dari ..............................................................................
Penanggung biaya selama SMU:..............................................................................
Peringkat di sekolah : ……………………………………………………………
Prestasi yang pernah dicapai: ………………......………………………………………
Dengan ini kami sampaikan data yang diperlukan untuk menentukan besaran Biaya Operasional
Pendidikan (BOP) dan Uang Pangkal (UP).
I. Pekerjaan dan Penghasilan Keluarga : Pekerjaan Ayah / Wali : .....................................................
Jabatan : ......................................................
Golongan (jika PNS) : ......................................
Instansi : .........................................
Jenis usaha (serinci mungkin, jika ada) : .....................................................
Jumlah karyawan : ......................................................
Pekerjaan lain (sebutkan) : ......................................................
Pendapatan Ayah (Wali) total per bulan : Rp. ..............................................
Pekerjaan Ibu / Wali : ..................................................... Jabatan : ......................................................
Pekerjaan lain (sebutkan) : ......................................................
Pendapatan Ibu (Wali) total per bulan : Rp. ..............................................
Rata-Rata Pendapatan tambahan pribadi/keluarga per bulan
(misalnya hasil sewa, dll) : Rp. ..............................................
Penghasilan saudara yang bekerja dan belum menikah per bulan : Rp. ..............................................
Total Pendapatan Keluarga : Rp. ..............................................
II. Pengeluaran dan Data Keluarga : Biaya hidup keluarga per bulan : Rp. ................................................ Jumlah saudara yang masih sekolah : ......................................... orang Biaya sekolah per bulan : Rp. ................................................ Jumlah saudara yang masih kuliah : ......................................... orang Biaya kuliah per bulan : Rp. ................................................ Rata-rata besar tagihan listrik per bulan : Rp. .............................................. Rata-rata biaya komunikasi (tagihan
telepon dan biaya pulsa HP per bulan) : Rp. ..............................................
Rata-rata besar tagihan air per bulan : Rp. .............................................. Pengeluaran untuk rokok : Rp ............................................... Pengeluaran yang lain : Rp. ..............................................
Jelaskan .....................................................................................................................................
III. Status kepemilikan rumah orang tua sekarang : Isi dengan tanda X
[ ] Milik sendiri
[ ] Kontrakan
[ ] Lain-lain, sebutkan ........................................................................................
IV. Biaya pendidikan Anda ditanggung oleh : Isi dengan tanda X
[ ] Sendiri
[ ] Orang tua
[ ] Saudara
[ ] Beasiswa, dari ...............................................................................................
V. Alat transportasi yang dipakai .........................................................................
VI. Jelaskan tingkat pendidikan dari saudara yang menjadi tanggungan orang tua/wali mahasiswa (SD/SMP/SMA/PT) serta nama institusi pendidikan dari saudara tersebut:
.........................................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................................
............................................................................................................................................... ..........................
.........................................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................................
.....................................................................................
VII. Keterangan Tambahan Isi dengan tanda X sesuai dengan apa yang keluarga Anda miliki:
1. Rumah Ya [ ] Tidak [ ] Jumlah : ....................
(jika ya, lampirkan Fotokopi PBB terakhir)
2. Tanah/sawah/kebun Ya [ ] Tidak [ ] Luas : ....................
(jika ya, lampirkan Fotokopi PBB terakhir)
3. Mobil Ya [ ] Tidak [ ] Jumlah : ....................
(jika ya, lampirkan Fotokopi STNK yang berlaku)
Tahun keluaran mobil : tahun............................................................................................................
4. Motor Ya [ ] Tidak [ ] Jumlah : ....................
(jika ya, harus lampirkan Fotokopi STNK yang berlaku)
5. Air Conditioner (AC) Ya [ ] Tidak [ ] Jumlah : ....................
6. Asset lainnya (misal deposito, saham,
reksadana, dan lainnya) Ya [ ] Tidak [ ]
Sebutkan :....................................................................................................................................
VIII. Isilah dengan singkat kondisi ekonomi keluarga dan kondisi khusus yang dialami keluarga saat ini: ...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
...............................................................................................................................................................................................
..............................................................................................................................
IX. Kesediaan Membayar Biaya Operasional Pendidikan
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk membayar Biaya Pendidikan (BP)
Universitas Indonesia dengan rincian sebagai berikut:
Biaya Operasional Pendidikan (BOP) : Rp........................................................................
Terbilang:..........................................................................................................................................................
X. Berkas lain yang kami lampirkan sebagai berikut. a. Surat keterangan dari RT/RW diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat
mengenai kebenaran data penghasilan (Form 1);
b. Slip gaji orang tua (ayah dan ibu, atau wali) yang bekerja di sektor formal, atau surat keterangan penghasilan total dari RT/RW yang diketahui lurah/kepala desa setempat bagi yang bekerja di sektor informal;
c. Fotokopi rekening listrik rumah/tempat tinggal orang tua/wali, tiga bulan terakhir;
d. Fotokopi rekening telepon rumah/tempat tinggal orang tua/wali tiga bulan terakhir;
e. Fotokopi kartu keluarga dan KTP orang tua/wali yang masih berlaku f. Fotokopi semua PBB kepemilikan rumah / tanah. g. Fotokopi semua STNK kepemilikan kendaraan bermotor. h. Fotokopi SPT, kartu NPWP (apabila memiliki). i. Fotokopi kartu pembayaran SPP ketika SMU kelas III. j. Surat Keterangan dari Kepala Sekolah yang menjelaskan besaran biaya Uang
Pangkal yang seharusnya dibayar dan besaran biaya Uang Pangkal yang dibayarkan semasa SMU
k. Fotokopi Surat Perjanjian Hutang-Piutang (jika ada). l. Fotokopi Surat Ijin Usaha (jika ada)
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Saya sudah menerima dan memahami formulir isian Form 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 mengenai
penentuan besaran BOP dan UP di Universitas Indonesia Tahun ………...
2. Data yang diserahkan ke Universitas Indonesia untuk persyaratan penentuan besaran BOP
adalah benar dan setiap saat siap untuk diperiksa kebenarannya. Apabila terdapat
ketidaksesuaian fakta atas data-data tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3. Surat ini menjadi salah satu petimbangan pihak Universitas Indonesia dalam menetapkan
besaran Uang Pangkal dan BOP
4. Menerima keputusan apapun yang ditetapkan oleh Panitia untuk Biaya Pendidikan anak
saya. Selanjutnya, saya akan melaksanakan keputusan tersebut sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang berlaku.
Demikian permohonan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya, tidak ada kepemilikan yang tidak
saya sebutkan, dan apabila ada informasi yang tidak benar saya siap diberi sanksi berupa
pembayaran dua kali lipat dari yang seharusnya atau diskors dari kuliah, atau dikeluarkan dari
Universitas Indonesia.
Terima kasih.
............., ...........................
Orang Tua/Wali Pemohon, Pemohon,
Materai Rp6000,-
( ) ( )
III. KRONOLOGI ADVOKASI FORUM UKT
Sejauh ini Tim Perumus UKT sudah melakukan pertemuan 4 kali, dengan rincian sebagai berikut :
1. Rabu, 18 Februari 2015
Agenda
Perkenalan masing – masing anggota forum
Brain storming tentang UKT
Dan evaluasi sistem BOPB
Pada saat rapat perdana tersebut, masing – masing anggota tidak tahu menahu apa itu UKT,
serta tidak tahu maksud dan tujuan mengapa tim ini dibentuk. Diawali dengan perkenalan
masing – masing anggota, yang dilanjutkan dengan kemahasiswaan UI mengingatkan
kembali mengenai alur dari mahasiswa diterima --> memilih sistem bayara jika memilih
bopb download berkas kirim berkas …. Hingga penetapan. Pemaparan pihak
kemahasiswaan UI tersebut juga diselipkan evaluasi – evaluasi sistem BOPB oleh masing –
masing anggota forum, yang akhir nya di ujung pertemuan dijelaskan bahwa tim perumus
UKT ini dibentuk untuk S1 Reguler, yang mempunyai tugas :
- Mempersiapkan konsep pelaksanaan UKT (sosialisasi)
- Mempersiapkan mekanisme penyelenggaraan UKT
- Mempersiapkan persyaratan – persyaratan yang dibutuhkan dalam
penyelenggaraan UKT
- Merekomendasikan hasil rumusan kajian Tim Perumus UKT kepada Rektor UI
Dan diingatkan kembali, hasil keputusan tertinggi bukan pada tim ini, namun kepada Rektor.
Karena hasil akhir dari kajian Tim Perumus UKT hanya bersifat rekomendasi
*tepat pada hari Rabu, 18 Maret 2015 pukul 20.00 tim dari unsur 5 mahasiswa langsung mengadakan
forum dengan CEM dan adkesmalink untuk memaparkan hasil pertemuan, serta membuat kesepakatan
8 tujuan yang akan diperjuangkan selama pertemuan dengan forum, goals tersebut diantaranya :
Penyederhanaan berkas persyaratan
Mekanisme ukt menjadi efisien (waktu & sumber daya) -> satu pintu
Keterlibatan mahasiswa adkesma se UI yg berkelanjutan dalam penetapan bopb
Perjelas mekanisme, tim, waktu pada update bopb -> SK -> agar sama setiap fakultas
Strategi sosialisai ukt transparansi kelas dengan range, dan jumlah masing masing kelas,
yang tidak dishare sub kelas
LPJ/transparansi UKT diakhir
Golongan 1 dan 2 diluar bidik misi
BOPB berlaku hingga profesi dan untuk vokasi
2. Rabu, 4 Maret 2015
Agenda
Presentasi hasil kajian dari pihak mahasiswa, dengan beberapa focus yg disampaikan :
- Batasan UKT berdasar seluruh peraturan. Simpulan terkait UI harus menyesuaikan
berbagai hal untuk UKT, termasuk penyesuaian SUC. Mahasiswa mempertanyakan
sampai kapan batas atas akan dipertahakankan.
- Hasil survei yang dilakukan oleh litbang BK MWA 2015 terkait BOPB. Menunjukkan
beberapa hal baik dari BOPB yang harus tetap dipertahankan, terutama terkait
adanya banding dan update.
- Permasalahan yang menimpa profesi, vokasi, dan paralel. Rekomendasi profesi dan
vokasi masuk UKT. Paralel dibuatkan emergency exit
- Transparansi UKT melalui LPJ dan evaluasi berkala.
- Dana Fakultas sebagai variabel yang paling menentukan penerimaanBOPB.
- Evaluasi media sosialisasi UI dinilai dari banyaknya salah presepsi calon mahasiswa
baru. Diajukan rekomendasi melalui konsep intgrated marketing.
- Rekomendasi keterlibatan mahasiswa dan manfaat siginifikannya dalam segala
proses UKT ke depan.
- Ajuan Update UKT terstandar di UI.
- Ajuan proses bisnis UKT yang efisien yang diawali mekanisme satu pintu.
Tanggapan dari masing masing anggota forum
Pada saat pertemuan kedua, mahasiswa diberi kesempatan untuk memaparkan hasil
kajiannya didepan anggota forum, setelah diberiwaktu 45 menit maka para anggota forum
dipersilahkan untuk menanggapi. Kemahasiswaan UI kembali menegaskan bahwa
kelompok kerja ini hanya untuk S1 Reguler, jadi vokasi dan profesi akan dipisahkan
pembahasannya dari forum ini, dan akan dibahas dengan forum dan waktu yang lain
(*goals nomor 8 sudah tidak dapat diperjuangkan), dan lagi – lagi tugas dari tim ini
hanyalah membuat rekomendasi mekanisme pelaksanaan dan penyederhanaan berkas
UKT, dan peran mahasiswa selama ini sangat membantu dalam pelaksanaan BOPB, jadi
diharapkan mahasiswa dapat bekerja sama dengan baik dengan pihak kemahasiswaan
fakultas maupun rektorat.
3. Rabu, 11 Maret 2015
Agenda
Presentasi dari pihak kemahasiswaan UI mengenai draft alur pelaksanaan UKT beserta
clusternya
- Alur pengajuan
Pengumuman penerimaan -> mahasiswa diberi info ttg biaya pendidikan dan pilihan
pembayaran -> pemilihan cara bayar dengan lunas/cicil/bopb -> kalo pilih bopb->maba
diberi info kelas bopb -> isi data online -> maba diberikan skema kelas pembayaran ->
maba milih mau cluster a/b/c -> maba download berkas bopb-> kirim -> penerimaan
berkas -> entry data -> rapat penentuan -> pengumuman besaran bopb -> menrima
besaran /tdk -> kalo tdk maka mengajukan keringanan (banding)
- Adapun draft klasifikasi cluster bopb
Rumpun IPS A. 0-2jt B. >2-4jt C. >4-<5jt Rumpun IPA A. 0-3jt B. >3-6jt C. >6-<7.5jt Keterangan : Persyaratan cluster A 1. Rata2 penghasilan perkapita kurang dari sama dengan 750rb/bln atau 2. Total penghasilan ortu digabung kurang dari sama dengan 3jt/bln Persyaratan cluster B 1. Rata2 penghasilan perkapita lebih besar 750rb/bln s/d 1.5jt atau 2. Total penghasilan ortu digabung lebih besar dari 3jt/bln s/d 6jt/bulan Persyaratan cluster C 1. Rata2 penghasilan perkapita lebih besar dari 1.5jt/bln atau 2. Total penghasilan ortu digabung lebih besar dr 6jt/bln
- Tanggapan dari kemahasiswaan UI mengenai 1 pintu adalah :
1. terkait pada 25% mahasiswa yang mempunyai orang tua sangat mampu
untuk membayar full. Karena mereka yang mampu tidak akan nyaman jika
harus mengisi berkas dan melampirkan slip gaji
2. bagaimana cara validasi data pada berkas softcopy yang mereka upload
3. data jumlah mahasiswa yang tidak dapat penyesuaian karena salah klik, dsb
- pada saat itu kndisi rapat sangatlah didominasi oleh kemahasiswaan UI, karena
tidak ada kesempatan untuk mahasiswa menyampaikan tanggapannya, karena
setiap ingin menyampaikan sepatah kata sudah langsung di potong.
4. Rabu, 18 Maret 2015
Agenda
Feedback dari mahasiswa mengenai draft mekanisme yang sudah dijelaskan
kemahasiswaan pecan lalu
Dalam penyampaian feedback, mahasiswa memaparkan hasil kajiannya mengenai
mekanisme tata laksana satu pintu berikut penyederhanaan berkas
Tanggapan masing – masing forum
- Sistem satu pintu masih belum bisa diterima oleh forum karena masih terkait
validasi dan data
- Setelah dilakukan beberapa adu pendapat, maka Kemahasiswaan UI menawarkan
pembenahan sistem agar meminimalisir “salah klik” seperti :
1. Kemahasiswaan UI akan mengkomunikasi kan kepada HUMAS mengenai
sosialisasi cara pembayaran di UI sejak awal
2. Kemahasiswaan UI sudah membicarakan kepada panitia PMB untuk
membuka akses yang bebas tanpa harus log in untuk mengetahui skema
tata cara bayar di UI
3. Evaluasi user interface agar mahasiswa dapat akses ke PPSI untuk
melakukan sosialisasi
4. Ada tambahan optional ketika maba memilih option lunas, contoh :
a. Apakah anda yakin dengan pilihan anda? Jika ya, ketika anda
memilih lunas, maka anda sudah paham dan setuju bahwa anda
akan membayar BOP dengan besaran 7,5jt/semester
5. Melakukan update BOPB setiap satu semester sekali, dengan mekanisme
dan tatalaksana update yang akan dibuat SOP secara resmi dengan SK
Rektor
5. Rapat ke lima akan dilakukan pada hari Rabu, 25 Maret 2015 dengan agenda :
Terbentuknya draft mekanisme tata laksana UKT berikut pesyaratan dalam bentuk final
draft yang akan dipresetasikan tim 17 pada Rektor
Adapun sisa goals yang harus diperjuangkan oleh tim 5 mahasiswa adalah :
1. Penyederhanaan berkas persyaratan UKT
2. Efisiensi mekanisme UKT
3. Keterlibatan mahasiswa adkesma seUI yang berkelanjutan dalam
penetapan BOPB
4. Mendorong keseragaman mekanisme update BOPB pada tiap fakultas
5. Strategi sosialisasi UKT
6. Transparansi UKT diakhir tahun
7. Mendorong penerima UKT golongan 1 dan 2 diluar bidik misi
PENUTUP
UKT merupakan sistem yang harus dipandang optimis oleh seluruh stakeholder di UI. Sistem ini
adalah bentuk dukungan dan keseriusan pemerintah dalam keberpihakkannya terhadap kemampuan
ekonomi mahasiswa. PTN BH seluruh Indonesia, khususnya UI mempunyai tanggung jawab yang lebih
besar atas UKT ini. Melalui sistem UKT yang adil dan mapan kelak, UI harus menebarkan optimisme
kepada pada calon penerus bangsa untuk dapat menimba pendidikan berkualitas. UI mempunyai posisi
yang strategis untuk menjadi garda terdepan dalam pencerdasan dan perbaikan generasi bangsa.
Atas posisi dan kecenderungan yang telah disebutkan di atas, liberalisasi yang sudah sampai
pada taraf UU Pendidikan Tinggi 2012, mengisyaratkan pergerakan terhadap pendidikan yang harus
dimulai dari bottom-up. Isu kampus menjadi sangat sentral dalam melawan ancaman liberalisasi
pendidikan. Salah satu hal yang sedang dan akan berlangsung saat ini adalah penerapan kebijakan UKT
melalui evaluasi BOPB dan SUC ke depan. Dua hal ini akan menjadi gerbang terakhir dalam
menyelamatkan pendidikan tinggi, terutama atas hal akses secara ekonomi.
Peran mahasiswa sangat penting dalam penjagaan gerbang terakhir. Bukan tanpa alasan,
mengingat mahasiswa adalah satu-satunya stakeholder yang lepas dari kepentingan pragmatis. Setiap
kesempatan harus dimanfaatkan mahasiswa dengan sangat ideologis, apik, bijak, dan strategis. Ideologis
dalam artian tetap menjadi garda yang dapat berpikir jernih atas hakikat pendidikan. Apik dalam hal
pergerakan. Bijak dalam hal berpikir holistik dan bertindak atas kepentingan bersama tanpa
mengorbankan kepentingan stakeholder lain. Strategis dalam hal daya tawar dan posisi. Pada porsi ini,
pergerakan mahasiswa penting dalam tiga sektor:
1. Kajian dan Data
Senjata mahasiswa dalam membangun, mengritik, dan mengevaluasi kebijakan adalah data.
Kuantifikasi dan kualifikasi kejadian-kejadian di lapangan menjadi hal yang sangat penting. Pada
sektor ini, peran Adkesma sangat penting. Diperlukan satu standar arsip yang harus dipelihara.
2. Lobbying
Keterlibatan mahasiswa dalam konteks vertical seperti keterliabtan tim 5 harus dapat diterapkan
pada setiap langkah kebijakan UI, baik mulai tahap penyusunan, kontrol hingga evaluasi. Pihak-pihak
seperti MWA UI UM, dan petinggi BEM, DPM, UKM dan lain sebagainya harus dapat membangun
daya tawar, dan kepercayaan.
3. Massa
Massa merupakan kekuatan mahasiswa yang paling potensial dan jelas unggul dibandingkan semua
stakeholder lain. Ini merupakan daya tawar paling strategis yang harus dimanfaatkan. Pada konteks
ini, diharapkan Kastrat sebagai inisiator gerakan tidak terjebak pada diskursus sempit UKT. Namun
ditarik lebih luas pada pendidikan tinggi di UI. UKT dijadikan pintu masuk. Propaganda yang dimulai
dekat ini adalah bentuk investasi dari penyadaran stakeholder tentang kondisi UI dan pendidikan
tinggi.
Terimakasih. Hidup Mahasiswa.
top related