menginternalisasikan etika islam ke dalam profesi guru
Post on 27-Dec-2015
298 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
MENGINTERNALISASIKAN ETIKA ISLAM
KE DALAM PROFESI GURU
Artikel ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Etika Profesi Keguruan
Disusun oleh kelompok 9:
Antik Jamilatun Kh
Iis Nurjanah
Lilis Suryani
Pipih Nofitasari
Teguh Suprayogi
Yayan
Yeni Nurwahidah
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2012
Jln. RE Martadinata No. 150 Ciamis Tlp/Fax. (0265) 776787
ABSTRAK
Masalah yang ada dalam artikel ini adalah bagaimana menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru, dimana dalam islam etika itu sangat penting esensinya untuk dipahami dan dilaksanakan oleh setiap orang. Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat Aristoteles dan para pencetus teori-teori lainnya, akan tetapi dalam islam nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Kaitannya dengan profesi guru juga sangat erat karena untuk menjadi seorang guru yang profesional kita dituntut untuk menguasai, memahami dan menerapkan etika. Internalisasi itu sendiri berarti penghayatan seseorang dalam menerima dan menindak lanjuti segala sesuatu yang diterima sehingga tidak hanya merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kognisi saja, akan tetapi pengetahuan yang lebih efektif dan mewujudkan dalam perbuatan dan mejadi sebuah pedoman hidup. Jadi, menginternalisasikan etika islam dalam profesi guru adalah bagaimana upaya seorang guru menghayati, memahami dan menerapkan etika guru dalam prespektif islam. Solusinya, seorang guru harus mampu mengkaitkan etika profesi guru dengan nilai-nilai etika islam.
PENGERTIAN INTERNALISASI
a. Secara etimologis internalisasi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti
bagian dalam atau di dalam. Sedangkan internalisasi berarti penghayatan (Peter and Yeni,
1991: 576).
b. Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai sehingga
merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku ( Kamus Besar, 2002: 439).
c. Internalisasi adalah pengaturan kedalam fikiran atau kepribadian, perbuatan nilai-nilai,
patokan-patokan ide atau praktek-praktek dari orang-orang lain menjadi bagian dari diri
sendiri (Kartono, 2000: 236).
Dari pengertian diatas, maka dapat diuraikan bahwa internalisasi yang di maksud oleh
penulis disini adalah penghayatan para siswa dalam menerima dan menindak lanjuti pelajaran
Al-qur’an Hadits yang mereka terima di bangku sekolah, sehingga pelajaran tersebut tidak hanya
merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kognisi saja, akan tetapi pengetahuan yang lebih
efektif dan mewujudkan dalam perbuatan dan mejadi sebuah pedoman hidup.
KARAKTERISTIK ETIKA DALAM ISLAM.
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan,susila. Jadi moral adalah perilaku
yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan
sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik
dan buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Didalam islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika
Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya
perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan
mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia
5. Etika islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di
segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam.
Etika islam didasari oleh 2 prinsip berikut :
1. Fitrah manusia.
Yaitu insting alami (fitrah) yang diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah waktu pertama
kali diciptakan (91:7-8). Dengan adanya insting ini, orang dapat membedakan tidak hanya antara
yang baik dan yang buruk, tetapi juga yang netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk
petunjuk pribadi. Karena kompleksitas hidup kesadaran etika saja tidak dapat mendefinisikan
attitude yang benar terhadap setiap masalah. Seseorang tidak hidup dalam vakum, tetapi
dipengaruhi oleh pengaruh luar yang dapat mengkorupsi kemampuan untuk memilih antara yang
benar dan yang salah. Pengaruh luar ini termasuk kebiasaan, kepentingan pribadi, dan konsep-
konsep yang membentuk lingkungan.
2. Dasar hukum dan agama
Yang mendasari etika islam diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam islam
tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya. Sebaliknya, instruksi
hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga kesadaran dapat melihatnya sebagai
kebenaran. Dengan demikian hukum itu menjadi bagian dari kesadaran manusia. Hukum yang
asing tidak dapat bekerja karena, meskipun mungkin untuk membuatnya mengikat secara legal,
tetapi tidak dapat mengikat secara moral kepada muslim. Muslim dengan sukarela membayar
zakat karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan bertanggung-jawab secara hukum
dan etika.
Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, sebagaimana pendapat
Aristoteles mengenai nilai, dan bukan juga apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu,
seperti pendapat Durkheim, dan bukan juga untuk kelas-kelas tertentu, seperti pendapat Marxist.
Dalam hal seperti ini nilai-nilai dipengaruhi oleh keadaan. Dalam islam, nilai-nilai etika adalah
didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai islam
adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
ETIKA PROFESI GURU DARI SEGI PANDANGAN ISLAM
Dari segi pandangan Islam, maka agar seorang muslim itu berhasil menjalankan tugas
yang dipikulkan kepadanya oleh Allah S.W.T pertama sekali dalam masyarakat Islam dan
seterusnya di dalam masyarakat antarabangsa maka haruslah guru itu memiliki sifat-sifat yang
berikut:
a. Bahwa tujuan, tingkah laku dan pemikirannya mendapat bimbingan Tuhan (Rabbani),
seperti disebutkan oleh surah Al-imran, ayat 79, “Tetapi jadilah kamu Rabbani (mendapat
bimbingan Tuhan)”.
b. Bahwa ia mempunyai persiapan ilmiah, vokasional dan budaya menerusi ilmu-ilmu
pengkhususannya seperti geografi, ilmu-ilmu keIslaman dan kebudayaan dunia dalam
bidang pengkhususannya.
c. Bahwa ia ikhlas dalam kerja-kerja kependidikan dan risalah Islamnya dengan tujuan
mencari keredhaan Allah S.W.T dan mencari kebenaran serta melaksanakannya.
d. Memiliki kebolehan untuk mendekatkan maklumat-maklumat kepada pemikiran murid-
murid dan ia bersabar untuk menghadapi masalah yang timbul.
e. Bahwa ia benar dalam hal yang didakwahkannya dan tanda kebenaran itu ialah tingkah
lakunya sendiri, supaya dapat mempengaruhi jiwa murid-muridnya dan anggota-anggota
masyarakat lainnya. Seperti makna sebuah hadith Nabi S.A.W, “Iman itu bukanlah
berharap dan berhias tetapi meyakinkan dengan hati dan membuktikan dengan amal”.
f. Bahwa ia fleksibel dalam mempelbagaikan kaedah-kaedah pengajaran dengan
menggunakan kaedah yang sesuai bagi suasana tertentu. Ini memerlukan bahawa guru
dipersiapkan dari segi professional dan psikologikal yang baik.
g. Bahwa ia memiliki sahsiah yang kuat dan sanggup membimbing murid-murid ke arah
yang dikehendaki.
h. Bahwa ia sedar akan pengaruh-pengaruh dan trend-trend global yang dapat
mempengaruhi generasi dan segi aqidah dan pemikiran mereka.
i. Bahawa ia bersifat adil terhadap murid-muridnya, tidak pilih kasih, ia mengutamakan
yang benar.
Seperti makna firman Allah S.W.T dalam surah al Maidah ayat ke 8,
“Janganlah kamu terpengaruh oleh keadaan suatu kaum sehinga kamu tidak adil. Berbuat
adillah, sebab itulah yang lebih dekat kepada taqwa. Bertaqwalah kepada Allah, sebab Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu buat”.
Ada beberapa istilah yang harus diterangkan dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan
kita mengenai etika, yaitu:
1. Etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli yang mengamalkan
kerjanya seperti keguruan, pengobatan dan sebagainya.
2. Nilai-nilai adalah yang menyertai setiap kerjanya itu seperti memberi pengkhitmatan yang
sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya.
3. Pengamalan semua kerjanya mementingkan amalan tetapi sebelum sampai kepada amalan,
nilai-nilai kerjanya itu harus di hayati (intemalized).
4. Penghayatan yaitu penghayatan nilai-nilai maka nilai-nilai seperti ke ikhlasan, kejujuran,
dedikasi dan lain-lain itu di hayati.
Faktor terpenting bagi seorang guru adalah etikanya. Etika itulah yang akan menentukan
apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak aau penhacur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat
menengah).
Perasaan dan emosi guru yang mempunyai etika terpadu tampak stabil, optimis dan
menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan
disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Pada dasarnya perubahan prilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus
dipengaruhi oleh latar belakang pendidkan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru.
Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta
didik.
Seorang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang dapat ditunjukan oleh
peserta didik.
Perubahan dalam cara mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan
mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segera terdeteksi dan perlahan-
lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru
yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, diantaranya sebagai berikut:
1. Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas
dalam mengajar apabila banyak mengaji informasi (ceranah) dan terlalu mendominasi
kegiatan belajar peserta didik.
2. Guru hendaknya berperan sebagi pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan
menyajikan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat
kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk
bepikir dan bekerja (melakukan).
3. Mangubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih
relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang
baru merasa belajar dan puas kalau banyak mengajarkan dan menerima informasi
(diceramahi) guru, atau baru belajar kalu ada guru.
4. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta
didik dapat belajar secara mandiri atah berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling
memberi dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan
mengolah sendiri informasi.
Seorang guru Muslim memiliki peranan bukan sahaja di dalam sekolah, tetapi juga
diluarnya. Oleh karena itu, menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk luar sekolah.
Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh institusi-institusi penyiapan guru seperti
fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab perguruan bersama-sama dengan masyarakat
Islam sendiri, sehingga guru-guru yang dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa
perbaikan (muslih), memberi dan mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan
Islam. Petunjuk (hidayah) Islam di dalam dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam
Islam untuk membentuk generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari
risalahnya dalam kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah
dan juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan mereka
harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu juga mereka sedar
bahawa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka menghadapinya dengan sabar, hati-
hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka sedar bahawa mereka mempunyai tanggungjawab
terhadap masyarakatnya, maka mereka melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah,
professionalisme dan kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam
kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan. Sebab Allah
S.W.T telah mewajibkan kepada diriNya sendiri dalam surah al-Nahl ayat ke 97,
“la tidak akan mensia-siakan pahala orang-orang yang berbuat baik”
ETIKA GURU MENURUT ULAMA ISLAM
o Etika Guru Menurut K.H.M Hasyim Asy’ ari
Ada dua puluh etika guru terhadap dirinya sendiri yaitu :
1. Agar selalu istiqomah dalam muraqobah kepada Allah SWT.
2. Senantiasa berlaku Khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan tindakan.
3. Senantiasa bersikap tenang.
4. Senantiasa bersikap wara’ (meninggalkan perkara syubhat dan meninggalkan perkara
yang tidak bermanfaat).
5. Selalu bersikaf tawadlu’ (merendahkan diri terhadap mahluk dan melembutkan diri
kepada mereka, atau patuh kepada kebenaran, dan tidak berpaling kepada hikmah, hukum
dan kebijaksanaan).
6. Selalu khusyu’ kepada Allah SWT.
7. Menjadikan Allah sebagai tempat meminta pertolongan dalam segala keadaan.
8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan duniawi.
9. Tidak diskriminatif terhadap murid.
10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan.
11. Menjauhkan diri dari tempat yang rendah dan hina menurut manusia.
12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor dan maksiat.
13. Agar selalu menjaga siar-siar islam dan zahir-zahir hukum, seperti shalat berjamaan di
masjid.
14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung unsur bid’ah.
15. Membiasakan melakukan hal sunnah yang bersifat syari’at.
16. Bergaul dengan ahlak yang baik.
17. Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak yang jelek dan dilanjutkan dengan
perbuatan yang baik.
18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-sungguh dalam
setiap aktivitas ibadah.
19. Tidak boleh membeda-bedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari
semua orang.
20. Membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum.
K.H. Hasyim Asy’ari memberikan pedoman bagi guru yang hendak mengajar, yaitu
ketika akan berangkat ke ruangan (majlis ilm) :
1. Mensucikan dirinya dari hadas dan kotoran
2. Memakai harum-haruman
3. Memakai pakaian yang layak sesuai dengan mode zamannya dengan maksud untuk
mengagungkan ilmu dan menghormati syariat.
4. Berniat menyebarkan ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menegakkan
agama Allah serta menyampaikan hukum-hukum Allah.
5. Berniat untuk menunjukkan kebenaran dan kembali kepada kebajikan.
6. Berkumpul bersama untuk berzikir kepada Allah SWT.
7. Menyebarkan kedamaian kepada kawan-kawan muslimin.
8. Mendo’akan ulama terdahulu.
Saat masuk ruangan (majlis ilm)
1. Mengucapkan salam dengan tenang, tawadlu’ dan khusu’.
2. Duduk ditempat yang bisa dilihat oleh semua murid.
3. Bersikap lemah lembut kepada yang lain dengan menghormati dengan tutur kata yang
lembut, wajah berseri-seri dan hormat.
Saat memulai mengajar
1. Memulai belajar dengan membaca ayat Al-Qur’an untuk mencari barokah.
2. Mendahulukan materi yang dianggap penting, dan tidak memperpanjang pelajaran
sehingga membosankan atau meringkasnya.
3. Jangan mengeraskan suara secara berlebihan atau memelankannya sehingga tidak
terdengar, namun sebaiknya suara itu tidak melebihi majelis.
4. Menjaga majelis dari kesalahan.
5. Menekankan agar tidak membahas secara berlebihan atau menunjukkan tata krama yang
jelek ketika membahas suatu pelajaran.
6. Apabila ditanya tentang sesuatu yang belum diketahui, maka hendaknya dijawab “saya
tidak tahu, atau saya tidak mengerti, karena sebagian dari ilmu adalah menyatakan saya
tidak mengerti “.
7. Hendaknya menunjukkan kasih sayang kepada orang baru yang hadir di majelis.
8. Hendaknya memulai pelajaran dengan membaca basmalah.
9. Jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan mengajar atau mengajarkan sesuatu
yang tidak tahu karena hal itu termasuk mempermainkan agama dan merendahkan diri
dihadapan manusia.
o Etika Guru Menurut K.H. Ahmad Dahlan
Syarat-syarat guru adalah sebagai berikut.
1. Muslim
2. Mempunyai kemampuan dan kecakapan yang diperlukan
3. Anggota/calon anggota/simpatisan organisasi (muhammadiyah atau aisyiyah).
4. Loyal terhadap persyarikatan dan perguruan.
5. Berjanji untuk memenuhi persyaratan khusus yang dimufakati bersama antara yang
bersangkutan dengan bagian pendidikan dan pengajaran.
Diantara kelima syarat tersebut, syarat kemampuan menjadi perhatian yang istimewa. Syarat
kemampuan dirinci sebagai berikut:
1. Menguasai bahan; a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah, b)
menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi.
2. Menguasai program belajar; a) merumuskan tujuan instruksional, b) mengenal dan dapat
menggunakan metode mengajar, c) memilih dan menyusun prosedur instruksional yang
tepat, d) melaksanakan program mengajar dan belajar, e) mengenal kemapuan anak didik,
f) merencakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
3. Mengelola kelas; a) mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran, b) menciptakan iklim
belajar mengajar yang serasi.
4. Menggunakan media dan sumber; a) mengenal dan memilih serta menggunakan sumber,
b) menggunakan alat-alat bantu pelajaran yang sederhana, c) menggunakan dan
mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar mengajar, d) mengembangkan
laboratorium, e) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar.
5. Menguasai landasan-landasan kependidikan
6. Mengelola interaksi belajar mengajar.
7. Menilai prestasi siswa untuk kependidikan dan pengajaran.
8. Menguasai fungsi dan program dan bimbingan di sekolah; a) menguasai fungsi dan
layanan dan bimbingan di sekolah, b) menyelenggarakan program layanan dan
bimbingan di sekolah.
9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; a) mengenal penyelenggaraan
administrasi sekolah, b) menyelenggarakan administrasi sekolah.
10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.
o Etika Guru menurut K.H. Imam Zarkasyi
Mengingat pentingnya tugas guru, maka guru harus memiliki sifat khusus yang
memungkinkan pelaksanaan tugasnya dengan cara sebaik mungkin, sifat itu bertalian dengan
fisik, intelektual dan moral, yaitu :
1. Mempunyai akhlak yang mulia dan bebas dari perbuatan buruk
2. Mempunyai niat dengan penuh keikhlasan dalam pekerjaannya dan bersungguh-sungguh
dalam tugasnya.
3. Sehat badan, kuat jasmani dan pikirannya.
4. Suci dari cacat badan yang merendahkan (martabat guru)
5. Mengetahui dasar pendidikan dan metode mengajar.
6. Mengetahui ilmu jiwa (psikologi)
7. Penuh bacaan dengan berbagai refrensi/literatur, sehingga menjadikannya orang yang
menguasai materi.
8. Cakap dalam memilih materi yang terpercaya kebenarannya, relevan dengan zaman dan
kemampuan murid.
9. Cakap dalam menyusun materi secara logis dan tertulis dalam buku persiapan mengajar.
10. Mampu mentransformasi pengetahuan kepada pikiran murid dan sekaligus
pemahamannya.
11. Bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya, senang dan giat dalam melaksanakan
tugasnya.
12. Berair muka yang jernih (tidak murung dan kerut) dengan penuh kasih sayang dan baik
dalam perlakuannya.
13. Mempunyai persiapan dan kesiapan dalam tugasnya dan cakap dalam membangkitkan
murid dengan penuh kasih sayang.
14. Mampu membangkitkan kreatifitas murid dengan berbagai ilmu dan seni.
15. Mampu memberikan kerinduan murid dalam pelajaran.
16. Mampu dalam menguasai kelas dan dapat menjalin jalinan rohani (psikolgis) antara
mudarris dan murid.
17. Bertindak bijaksana dan adil dalam melakukan hukuman/sanksi terhadap murid.
18. Matanya harus selalu awas, penuh perhatian dan cukup keberanian.
19. Bersifat sabar, penuh kasih sayang terhadap murid.
20. Suaranya harus jelas dan terang, berwibawa dan membekas dalam jiwa.
21. Mengerti tujuan masing-masing pelajaran dan mengetahui pokok-pokok penting dalam
pelajaran.
22. Mejaga kebersihan badan dan pakaiannya.
o Etika Guru menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali menyatakan sebagaimana yang dikutip Abudin Nata (2000:95) bahwa guru
yang diberi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga yang baik
akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal Ia dapat memiliki ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia menjadi contoh dan teladsan bagi para
muridnya serta dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar dan mengarahkan
anak muridnya dengan baik dan sesuai target yang diharapkan.
Seorang pendidik harus menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai orang yang
beragama atau sebagai mukmin. Selain itu ia juga harus bersikap zuhud dan Qona’ah. Oleh sebab
itu, bagi seorang guru harus memilki etika dan persyaratan yang sesuai dengan tingkatan lapisan
orang yang menuntut ilmu tersebut. Dalam hal ini, Al-Ghazali yang merupakan salah satu tokoh
pemikir pendidikan islam memberi batasan-batasan tertentu tentang etika guru seperti yang
dikutip oleh Abudin Nata (2001:98) sebagai berikut :
a. Bersikap lembut dan kasih sayang kepada para pelajar
Dalam kaitan ini Al-Ghazali menilai bahwa seorang guru dibandingkan dengan orang tua
anak, maka guru lebih utama dari orang tua tersebut. Menurutnya orang tua berperan
sebagai penyebab adanya si anak di dunia yang sementara ini, sedangkan guru menjadi
penyebab bagi keberadaan kehidupan yang kekal di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW :
“sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya” (Muahammad
Zuhri, 1990:171)
b. Guru bertugas untuk mengikuti nabi sebagai pemilik syara
Al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang guru tidak meminta imbalannya atas tugas
mengajarnya. Hal yang demikian karena mengikuti apa yang dilakukan Allah dan Rasul-
Nya yang mengajar manusia tanpa meminta imbalan, tanpa meminta ucapan terima kasih
semata-mata karena Allah. Oleh sebab itu, seorang guru harus melaksanakan tugas
mengajarnya sebagaimana anugerah dan kasih sayang kepad orang yang membutuhkan
atau memintanya, tanpa disertai keinginan tanpa disertai keinginan untuk mendapatkan
upah.
c. Jangan meninggalkan nasehat-nasehat guru
Guru diharapkan memperingatkan murid-muridnya bahwa tujuan mencari ilmu adalah
mendekatkan diri kepada allah, bukan kepemimpinan, kemegahan dan perlombaan. Ia juga
harus sungguh-sungguh tampil sebagai penasihat, pembimbing para pelajar ketika para
pelajar itu membutuhkannya. Untuk itu di upayakan dan diberikan kesadaran kepada
seluruh murid agar jangan sampai mereka meninggalkan apa-apa yang pernah diberikan
dan di ajarkan oleh guru kepada muridnya.
d. Menanamkan hal-hal yang halus
Dalam hal ini guru berkewajiban mencegah muridnya dari akhlak yang buruk dengan cara
menghindarinya sedapat mungkin. Seorang guru ketika memberikan pengajaran hendaknya
memakai cara-cara yang lembut dan halus agar apa-apa yang disampaikannya dapat
diserap dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu Al-Ghazali menyerukan agar menempuh cara m,engajar yang benar, seperti
cara mengulang bukan menjelaskan, kasih sayang bukan merendahkan, karena
menjelaskan akan menyebabkan tersumbatnya potensi anak dan menyebabkan timbulnya
rasa bosan dan mendorong hapalannya. Dengan demikian mengajar memerlukan
keahlian yang khusus.
e. Supaya diperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut
kadar akalnya.
Dalam hal ini Al-Ghazali melihat kebiasaan dari sebagian guru fiqih yang menjelekan
guru bahasa dan sebaliknya, sebagian ulama kalam memusuhi ulama fiqih demikian
seterusnya sehingga sikap saling menghina dan mencela guru lain di depan anak-anak
merupakan bagian yang harus dihindari dan di jauhi oleh seorang guru. Selain itu guru
juga dalam melaksanakan proses belajar mengajar hendaknya menyesuaikan dengan
perkembangan dan pentahapan psikologi dan jiwanya. Hal ini agar ketika menyampaikan
materi pelajaran, anak tidak merasa tidak terlalu berat dan terbebani.
f. Jangan ditimbulkan rasa benci pada diri murid
Tugas ini memberikan pemahaman kepada murid agar tidak membenci cabang ilmu yang
lain, tetapi seyogyanya dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut
artinya simurid jangan terlalu fanatik. Hal ini juga bisa ditanamkan dan diberikan
kesadaran bahwa semua ilmu itu berasal dari allah, dan ketika kita mempelajari satu
cabang ilmu apapun itu, berarti kita sudah mempelajari hakikat kebenaran dari Allah.
g. Guru harus kerja sama dengan murid dalam membahas dan menjelaskan
Dalam menyampaikan suatu ilmu pengetahuan, guru tidah usah menyebutkan dibalik
semua ini sesuatu yang detail karena hal itu menghilangkan kesenangannya,
mengacaukan hatinya dan menduga guru bersikap kikir. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa belajar sendiri memiliki pemahaman dan kecerdasannya lebih sempurna
dan mampu untuk mengungkapkan apa yang disanpaikan atau datang kepadanya. Al-
Ghazali mengatakan, bahwa mungkin saja terjadi seorang pelajar diberikan kecerdasan
dann kesempurnaan akal oleh allah SWT sehingga ia amat cerdas dan brilian, sehingga
keadaanya lebih beruntung.
h. Guru harus mengamalkan ilmunya
Dalam hal ini guru dilarang mendustakan perkataanya karna ilmu itu diperoleh dengan
pandangan hati, sedangkan pengalaman diperoleh dengan pandangan mata. Allah
befirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 44 yang artinya “apakah kamu suruh orang
berbuat baik dan sedangkan kamu melupakan dirimu” (Depag RI, 992:16)
o Etika Guru menurut Al-Jarnuzi
Sebagai calon pendidik selayaknya kita mengetahui kriteri guru yang baik. Karena itu
merupakan salah satu poin yang dibahas dalam konsep penddikan al-Jarnuzi yalni memilih ilmu,
guru, teman dan ketahanan dalam belajar. Dalam pembahasan memilih guru ada beberapa kriteri
yang ditulis oleh al-Jarnuzi dalam kitabnya (Ta’lim Muta’alim)..
1. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana
sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, apa tugas pendidik dan tujuan mendidik
anak. Dari kesimpulan tersebut bahwa guru harus paham dan mengerti betul-betul hal-hal yang
berhubungan dengan pendidikan.
2. Seorang guru adalah figur yang berbicara didepan dan harus bisa menghidupkan
suasana dengan kemampuan socialnya.
3. Profesional berarti seorang pendidik harus paham betul akan materi yang ia
sampaikan. Lebih detail lagi ia selalu akan tugas atau materi yang ia bawakan kemaren, sehingga
materi yang dibawakan itu akan terus nyambung bagaikan mata rantai yang seling membutuhkan
satu sama lain.
4. Guru tidak hanya sebagai pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar etika
yang berperan sebagai uri tauladan. Konsep orang jawa bahwa guru adalah orang yang di gugu
dan ditiru, artinya guru adalah orang yang dihormati dan menjadi tauladan bagi muridnya. Maka
guru harus mengisi kepribadiannya dengan akhlakul karimah.
Dari keempat kriteri diatas, bukan berarti salah satu atau salah dua yang harus dimiliki
oleh pendidik profesional, akan tetapi kesemua itu bagaikan mata rantai yang berurutan yang
memang satu sama lain harus berhubungan dan melengkapi. Sehingga hal itu akan menjadi
efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pendidikan.(Ta’lim al-Muta’alim Thariq al-
Ta’allum).
PROFESI GURU DALAM PANDANGAN ISLAM
Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih pekerjaan mana yang disukai dan paling
cocok bagi dirinya. Allah tidak pernah melarang manusia untuk mengerjakan apa saja, sepanjang
pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama, dan syukur apabila pekerjaan
tersebut mendatangkan manfaat bagi sesama.
Satu hal yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah bekerja dengan keras, karena
Allah sendiri yang akan memeriksa amal manusia. Hal tersebut tersurat dalam Q.S. At-Taubah
ayat 105 yang berbunyi:
“Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui
akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan”.
Diantara berbagai pekerjaan yang ada di muka bumi ini, guru adalah salah satu pekerjaan
yang sangat mulia. Pekerjaan yang akan membawa diri seseorang menikmati sadaqah jariyah
(melalui ilmu) yang tidak berkeputusan, bahkan hingga kelak orang (guru) tersebut
meninggalkan dunia yang fana ini.
Menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena guru adalah pewaris pekerjaan
Rasulullah SAW. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadist Nabi: “Sesungguhnya saya diutus ke
dunia ini untuk mengajar.”. Karena itulah para ulama’, para Kyai senantiasa menyempatkan
diri untuk mengajar dan mendidik para santrinya. Hal itu karena adanya dorongan untuk
mengikuti jejak Rasulullah, dan jauga meneruskan apa yang menjadi cita-cita Rasulullah SAW,
yakni: Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini
untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
Guru menjadi pekerjaan yang sangat mulia, karena apa yang dikerjakan guru memiliki
nilai sosial yang tinggi dalam membentuk masyarakat, dengan memberikan sumbangan ilmu
melalui generasi penerus bangsa. Itu sebabnya ustad ditempatkan pada porsi yang luar biasa,
guru dalam pandangan orang Jawa dipandang sebagai sosok yang bisa digugu dan ditiru bahkan
sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa”, disematkan kepada diri para guru. Begitu mulianya
pekerjaan seorang guru, hingga Sayyidina Ali R.A. menyampaikan pesan: “Hormatilah gurumu
walau ia hanya mengajarimu satu ayat.”
Kemuliaan profesi sebagai guru dalam pandangan Islam juga tidak terlepas dari
keberadaan Islam sebagai agama yang menjadikan menuntut ilmu dan mengajarkan sebagai
suatu kewajiban. Maka orang yang sengaja tidak menuntut ilmu atau mengajarkannya akan
diancam syara’ dengan siksaan, dan yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat akan
dikekang pada hari kiamat dengan kekang yang terbuat dari api neraka. Dengan begitu Islam
telah membebani kepada para guru dan orangtua dengan tanggungjawab yang besar dalam
pengajaran. Hal ini tersurat dalam beberapa ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur’anul Karim.
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At
Taubah:122)
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan
berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada
manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk)
yang dapat mela'nati. (Q.S. Al Baqarah:159)
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah,
yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak
memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api], dan Allah tidak akan berbicara
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang
amat pedih. (Al Baqarah:174)
Menjadi guru dan telah mengajarkan sesuatu yang baik pun belum dapat dipastikan akan
mendapat pahala di sisi Allah manakala orang yang bersangkutan hanya bisa menyampaikan dan
tidak mau mengerjakan. Hal ini tersebut dalam ayat Allah:
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (Q.S. Ash Shaff:3).
Akan tetapi jika seorang guru benar-benar mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya
dengan baik dan benar, dan memberikan tauladan dari apa yang telah disampaikan kepada anak
didik, maka Allah menjanjikan pahala bagi guru yang bersangkutan. Rasulullah SAW
menyampaikan dalam salah satu Hadistnya:
“Sepatah perkataan yang baik yang didengar oleh seorang mukmin, lalu diajar dan
diamalkannya, lebih baik daripada ibadah setahun”. “Sesungguhnya Allah, para malaikat, isi
langit dan bumi, hinggakan semut di dlm lubang dan ikan dalam laut, semuanya berdoa
semuanya mendoakan kepada orang yang mengajar manusia” (H.R. At-Turmizi)
Kerja sebagai Ibadah
Saat ini profesi guru semakin dihargai oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-
Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Melalui Undang-Undang tersebut tingkat
kesejahteraan guru dapat lebih terjamin, karena dengan adanya sertifikasi dapat meningkatkan
penghasilan guru dua kali lipat, bahkan lebih.
Akan tetapi jangan pernah menjadikan nilai gaji sebagai ukuran dalam bekerja.
Niatkanlah setiap pekerjaan sebagai ibadah. Sebab dengan begitu apa yang kita kerjakan akan
mendapat penilaian yang mulia di sisi Allah, dan akan dibalas dengan pahala yang setimpal.
“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu, upahku tidak lain
hanya dari Tuhan semesta alam.” (Q.S. Asy-Syu’araa: 109)
Jika dalam bekerja seorang guru diniati dengan ibadah, maka apa yang dia lakukan akan
senantiasa dilandasi dengan keikhlasan, dan tidak akan menganggap diri penuh jasa dan penuh
kebaikan pada orang lain. Apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan dirinya,
lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya. Karena jika hal itu yang
terjadi maka berarti orang tersebut sedang membangun penjara bagi diri sendiri dan sedang
mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.
Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka
semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat
terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak
menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan kecewa karena kita
terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang
dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.
Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang
lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih
menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih
dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka
kita tidak akan mendapat ganjarannya.
Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-
muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang
itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang
dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan
dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan
keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Seorang guru juga perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri
andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, menjadi orang besar. Para guru biasanya
akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai guru murid
yang sukses plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan
menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin
dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya,
cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya
dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk,
ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang
menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya. Bagi para guru saya juga
berpesan agar senantiasa bekerja dengan professional, dan selalu menjaga mutu dari pekerjaanya.
Contohlah perbuatan Rasulullah SAW yang selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona
kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk
namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi,
ikhlas namanya.
Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya.
Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
“Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap
rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)
‘Ingatlah bahwa "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!’ (QS. Ali Imran : 110).
Oleh karena itu, bagi Anda yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan
dicintai dan dihormati muridnya, jangan pernah membuat bosan murid ketika mengajar di kelas,
Laksanakan pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan, dan selalu dilandasi
dengan upaya untuk menciptakan murid-murid yang cerdas dan berpikiran maju. Contohlah
Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan
penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.
“Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul Allah itu
menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui
Allah di hari kemudian dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab: 21).
KEUTAMAAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidik adalah bapak ruhani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan
jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena
itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam agam islam. Dalam ajaran islam pendidik
disamakan ulama yang sangatlah dihargai kedudukanya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun
Rasul-Nya.
Firman Allah swt
Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan". (QS. Al-Mujadalah: 11)
Dalam beberapa hadits disebutkan "jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau
pendengar, atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga kamu
menjadi rusak. Dalam hadis Nabi yang lain: " Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada
darah para shuhada". (H.R Abu Daud dan Turmizi) Dalam hadis Nabi yang lain: " Sebaik-baik
kamu adalah orang yang mepelajari al-Quran dan mengamalkanya". (H.R. Bukhari)
Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang
mempunyai Ilmu Pengetahuan (pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat
mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada
pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah. Dengan
kemampuan yang ada pada manusia terlahirlah teori-teori untuk kemaslahatan manusia.
Menurut al-Ghazali pendidik merupakan maslikhul kabir.[8] Bahkan dapat dikatakan
pada satu sisi, pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya. Lantaran kedua
orang tuanya menyelamatkan anaknya dari sengatan api neraka dunia, sedangkan pendidik
menyelamatkan dari sengatan api neraka. Menurut Hasan Langgulung, kedudukan pendidik
dalam pendidikan islam ialah orang yang memikul tanggung jawab membimbing. Orang yang
bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik peserta didik. Oleh karena
fungsinya sebagai pengarah dan pembimbing dalam pendidikan, maka keberadaan pendidik
sangat diperlukan dalam pendidikan islam. Selain sebagai pembimbing dan pemberi arah dalam
pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar-
mengajar, yaitu berupa teraktualisasinya sifat-sifat ilahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi
yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.[9]
Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia
berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individual) yang
aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun (QS. At-Taubah (9): 122). Selanjutnya Al-
Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita
(siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa denganya akan memperoleh pancaran cahaya
keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab
mendidik adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah dan
ilahiyah.
Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan
menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang
diungkapkan oleh syauki yang berbunyi: "berdirilah dan hormatilah guru dan berilah ia
penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul".
Al-gazali juga menyatakan sebagai berikut: "seseorang yang berilmu dan kemudian
mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia
bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya seperti
minyak kasturi yang mengaharumi orang lain karena ia harum, seorang yang menyiukkan dirinya
dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan terhormat". Oleh karena itu hendaklah
seorang guru memprhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya seagai
seorang pendidik.
TUGAS PENDIDIK DALAM PANDANGAN ISLAM
Menurut al-Ghzali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
mensucikan serta membimbing hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kapada Allah.
Hal tersebut karena tujuan pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri
kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan peserta didik dalam peribadatan kepada-
Nya, berarti ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didik memiliki prestasi
akademis yang luar biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan ilmyu dengan amal
shaleh.
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti
“digugu” dan “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu
yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat
kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memilki kepribadian yang utuh, yang
karenanya segala tindak-tanduknya patut dijadikan panutan dari suri teladan oleh peserta didik.
Pengertian ini di asumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar transformasi ilmu, tetapi juga
bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya kepada peserta didik. Pada tatanan ini terjadi
sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta didik) dan yang
dilakukanya (dilihat oleh pesearta didik).
Muhaimin secarah utuh mengemukakan karesteristik tugas-tugas pendidik dalam pendidikan
islam. Dalam rumusanya, Muhaimin menggunakan istilah-istilah ustadz, mu’allim, murabbi,
mursyid, mudarris, dan mu’addib.[11] Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Ustadz adalah orang yang berkomitmen dengan profesionalitas, yang melekat pada
dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap
continuous improvement.
Mu’allim adalah orang yang mengusai ilmu dan mampu mengembangkannya serta
menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoretis praktisnya,
sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi, serta implementasi. (Q.S.
al-Baqarah:251)
Murabbi adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya. (Q.S. al- Isra':
24) dan (Q.S. al-Fatihah:2)
Mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau
menjadi pusat panutan, teladan, dan konsultan bagi peserta didik.
Mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan imformasi serta
memperbaharui pengetahuan dan keahlian secara berkelanjutan dan berusaha
mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Mu’addib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab
dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa tugas-tugas pendidik amat sngat berat, yang tidak
saja melibatkan kemampuan kognitif, tetapi juga kemampuan efektif dan psikomotorik.
Profesionalisme pendidik sangat ditentukan oleh seberapa banyak tugas yang telah dilakukannya,
sekalipun terkadang profesionalismenya itu tidak berimplikasi yang signifikan tehadap
penghargaan yang diperolehnya.
KODE ETIK PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dalam melaksanakan tugasnya, pendidik perlu memahami dan mengikuti norma-norma
yang mengatur hubungan kemanusiaan (relationship) antara pendidik dan peserta didik, orangtua
peserta didik, kolega dan atasanya. Itulah yang disebut kode etik pendidik. Suatu jabatan yang
melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatan pendidik. Bentuk kode
etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan
konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan
kewibawaan identitas pendidik.
Menurut Ibnu Jama'ah,[12] etika pendidik terbagi atas tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1) Etika yang terkait dengan dirinya sendiri, yaitu
(a) Memiliki sifat keagamaan (diniyyah) yang baik, meliputi patuh dan tunduk terhadap syariat
Allah dalam bentuk ucapan dan tindakan.
(b) Memiliki sifa-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah).
2) Etika terhadap peserta didik, yaitu
(a) Sifat-sifat sopan santun (adabiyyah).
(b) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelmatkan (muhniyyah).
3) Etika dalam proses belajar mengajar, yaitu
(a) Sifat-sifat memudahkan, menyenangkan, dan menyelamatkan(muhniyyah);
(b) Sifat-sifat seni yaitu seni mengajar yang menyenangkan, sehingga peserta didik tidak merasa
bosan.
Dalam merumuskan kode etik, Al-Ghazali lebih menekankan betapa berat kode etik yang
diperankan seorang pendidik daripada peserta didiknya. Kode etik pendidik terumuskan
sebanyak 17 bagian, sementara kode etik peserta didik hanya 11 bagian. Hal itu terjadi karena
guru dalam konteks ini memegang banyak peran yang tidak hanya menyangkut keberhasilannya
dalam menjalankan profesi keguruan, tetapi juga tanggung jawabnya dihadapan Allah kelak.
Adpun kode etik pendidik yang dimaksud adalah:
Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka.
Bersikap penyantung dan penyayang (QS. Ali Imran (3) :159)
Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama (QS. An-Najm (53): 32)
Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat. (QS. Al-Hijr (15):
88)
Menjaga kewibawaan dan kehormatan dalam bertindak serta Menghilangkan sifat yang
tidak berguna dan sia-sia.
Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang IQ-nya rendah, serta
membinanya sampai pada taraf maksimal dan Meninggalkan sifat marah dalam
mengahdapi problem peserta didik
Memperbaiki sikap peserta didik, dan lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang
lancar bicara.
Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta didik, terutama pada peserta didik
yang belum mengerti atau mengetahui.
Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan peserta didik, walaupun pertanyaanya
terkesan tidak bermutu atau tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan.
Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu
datangnya dari peserta didik.
Mencegah dan mengontol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan. (QS. Al-
Baqarah (2): 195)
Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus-menerus mencari imformasi guna
disampaikan pada pesertra didik yang pada akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada
Allah. (QS. Al-Bayyinah (98): 5)
Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah (kewajiban kolektif, seperti
ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dan sebagainya) sebelum mempelajari ilmu fardhu
'ain (kewajibanindividual, seperti akidah, syariah, dan akhlak).
Mengaktualisasikan imformasi yang diajarkan kepada peserta didik. (QS. Al-Baqarah (2):
44, Ash-shaff (61): 2-3).
KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU AGAMA ISLAM
Sebagaimana layaknya makna profesional bagi guru umum, maka guru agama pun
mestilah seorang profesional. Seperti kesimpulan di atas bahwa guru profesional adalah guru
yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang pendidikan. Kemampuan atau kompotensi
mempunyai kaitan yang erat dengan intraksi belajar mengajar dalam proses pembelajaran.
Dimana seseorang guru akan ragu-ragu menyampaikan meteri pelajaran jika tidak dibarengi
dengan kompetensi seperti penguasaan bahan, begitu juga dengan pemilihan dan penggunaan
metode yang tidak sesuai dengan materi akan menimbulkan kebosanan dan mempersulit
pemahaman belajar siswa. Dengan demikian profesionalitas seseorang guru sangat mendukung
dalam rangka merangsang motivasi belajar siswa dan sekaligus tercapainya intraksi belajar
mengajar sebagai mestinya.
“Proses intraksi belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa atas timbal balik yang langsung dalam situasi pendidkan untuk
mencapai tujuan tertentu. Intraksi guru dengan siswa bukan hanya dalam penguasaan bahan
ajran, tetapi juga dalam penerimaan nilai-nilai, pengembangan sikap serta mengatasi kesulitaan-
kesulitan yang di hadapi oleh siswa. Dengan demikian di dalam intraksi belajar mengajar dalam
rangka menimbulkan motivasi belajar siswa, guru bukan hanya saja sebagai pelatih dan pengajar
tetapi juaga sebagai pendidik dan pembingbing”.
Kemampuan atau profesionalitas guru (termasuk guru agama) menurut Mohammad Uzer
Usman meliputi hal-hal berikut ini:
1. Menguasai landasan kependidikan
- Mengenal tujuan pendidikan nasinal untuk mencapai tujuan
- Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat
- Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimamfaatkan dalam
proses belajar mengajar.
2. Menguasai bahan pengajaran
- Mengusai bahan pengajaran kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan menegah
- Mengusai bahan pengayaan
3. Menyusun program pengajaran
- Menetapkan tujuan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan bahan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
- Memilih dan memamfaatkan sumber belajar
4. Melaksanakan program pengajaran
- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
- Mengatur ruangan belajar
- Mengelola intraksi belajar mengajar
5. Menilai hasil belajar mengajar yang telah dilaksanakan
- Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
- Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Sesuai dengan kutipan di atas, maka seorang guru profesional adalah guru yang
mempunyai strategi mengajar, menguasai bahan, mampu menyusun program maupun membuat
penilaian hasil belajar yang tepat.
Selain hal di atas guru juga mesti memiliki kemampuan dalam membangkitkan motivasi
bagi belajar siswa. Mengenai hal ini menurut Ibrahim dan Syaodih ada beberapa kemampuan
yang mesti dimiliki oleh guru yaitu :
“Pertama, menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Dengan
metode dan media yang bervariasi kebosanan pun dapat dikurangi atau dihilangkan. Kedua,
memilih bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan
menarik perhatian, dengan demikian akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Ketiga, Memberikan saran antara lain ujian semester, ujian tegah semester, ulangan harian dan
juga kuis. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses. Bahan atau soal yang sulit yang
hanya bisa dicapai siswa yang pandai. Agar siswa ysng kursng pandai juga bisa maka diberikan
soal yang sesuai dengan kepandainnya. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Dalam hal ini di lakukan guru dengan cara belajar yang punya rasa persahabatan, punya humor,
pengakuan keberadaan siswa dan menghindari celaan dan makian. Keenam, Mengadakan
persaingan sehat melalui hasil belajar siswa. Dalam persaingan ini dapat diberikan pujian,
ganjaran ataupun hadiah.”
Sejalan dengan kutipan di atas, maka profesionalitas guru adalah rangka motivasi siswa
untuk sukses dalam belajar akan terlihat dengan kemampuan di dalam intraksi belajar mengajar
yang muncul indikator penggunaan metode dan media yang bervariasi, pemilihan bahan yang
menarik minat, pemberian kesempatan untuk sukses, penyajian suasana belajar mengajar yang
menyenangkan dan juga pengadaan persaingan sehat.
Beberapa pendapat menjelaskan tentang kompotensi guru agama dalam rangka motivasi
siswa antara yaitu:
1. Penggunaan metode dan media yang bervariasi.
Didalam intraksi belajar mengajar tidaklah kita temui selamanya berjalan dengan
sukses, tetapi pasti ada jal-hal yang menyenangkan siswa merasa bosan mengikuti
pelajaran sehingga materi yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dan dikuasainya
secara obtimal. Salah satu yang menyebabkan timbulnya kebosanan siswa dalam belajar
adalah penggunaan metode dan media yang menoton. Jadi jika terdapat di antara siswa
menentang pelajaran yang diberikan maka salah satu sebabnya adalah masalah metode
dan media yang di pergunakan guru tidak sesuai dengan materi yang disampaikan.
Misalnya seorang guru hanya menggunakan satu macam metode dan media dalam
berbagai materi pelajaran, siswapun akan merasa bosan dan tidak mengikuti pelajaran
sebaimana yang diiginkan. Oleh sebab itu suksesnya intraksi belajar mengajar harus
dibarengi dengan metode dan media yang bervariasi agar menghasilkan pembeljaran
sebagaimana harusnya. Dengan demikian penggunaan metode dan media yang bervariasi
adalah salah satu pendorong bagi siswa.
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa variasi metode dan media dalam intraksi belajar
mengajar adalah hal yang penting dalam rangka membangkitkan motivasi belajar siswa
mengikuti pelajaran.
2. Memilih bahan yang menarik minat belajar siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam
belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menatap pada diri seseorang. Minat
besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan
suatu yang diminatinya. Sebaliknya tampa minat seseorang tidak mungkin melakukan
sesuatu.
Sejalan dengan kutipan di atas sepatutnya seorang guru berusaha untuk menarik
minat belajar siswa, walaupun pada kenyataannya tidak semua materi yang di sampaikan oleh
guru disukai siswa. Tetapi disinilah tugas guru memahami sifat, mental, minat dan kebutuhan
siswa agar dia bisa memberikan bimbingan dan pelajaran dengan sebaik-baiknya untuk menarik
minat siswa. Beberapa cara membangkitkan minat belajar siswa, yaitu :
a. Mengajar dengan cara menarik.
b. Mengadakan selingan yang sehat.
c. Menggunakan alat peraga
d. Sedapat mungkin mengurangi / menghilangkan sesuatu yang menyebabkan
perhatian yang tak perlu.
e. Dapat menunjukkan kegunaan bahan pelajaran yang di berikan
f. Berusaha mengadakan hubungan antara apa yang sudah ada diketahui murid
dengan yang akan diketahuinya
3. Memberikan sasaran antara, seperti ujian semester, ujian tegah semester, ulangan
harian dan kuis.
Pengetuan yang dak ulang-ulang atau tidak adanya pengujian akan mudah hilang dan
tidak akan menetap dalam ingatan. Tetapi pengetahuan yang sering di ulang-ulang akan menjadi
pengetahuan dan dapat digunakan. Maka pada waktu intraksi belajar mengajar guru hendaknya
sering mengadakan ulangan yang teratur, agar bahan pelajaran yang di ajarkan itu benar-benar
dimiliki murid dan siap digunakan.
Ulangan harian atau kuis diadakan apabila :
a. Sebagian besar murid-murid tidak mengerjakan tugas yang diberikan
b. Pelajaran yang lampau telah dilupakan
c. Jika mungkin sebelum pelajaran dimulai. Sedangkan ulangan tengah semester dan
semester diadakan pada waktu sebelum libur.
Ulangan harian dan kuis diadakan oleh guru saat berlangsungnya proses belajar
mengajar dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar.
b. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dan proses belajar mengajar dengan
baik.
Oleh sebab itu, tujuan ulangan harian atau kuis untuk perbaikan proses belajar
mengajar, maka sebagian guru hendaknya memiliki kebesaran hati mencari kekurangannya
dalam proses belajar mengajar seperti metopdologi, didaktik, motivasi dan penguasaan
terhadap bahan yangt diajarkan. Dengan demikian termasuk juga tujuan ulangan harian atau
kuis untuk merangsang siswa agar lebih rajin belajar dan sekal;igus mengetahui bagian-
bagian materi yang belum dikuasainya. Sedangkan ujian semester untuk mengukur
keberhasilan belajar siswa ataupun kelulusan naik klelas atau tidak.
4. Pemberian kesempatan untuk sukses
Pemberian kesempatan untuk sukses adalah pemberian soal kepada siswa sesuai
dengan kemampuannya. Sebagai guru hendaknya memahami bahwa murid / siswa tidaklah
semua punya kesamaan tingkat pengetahuannya, dimana sebagian ada yang pintar, ada yang
sedang dan ada pula yang bodoh. Mengenai pemberian soal kepada siswa Chabib Thoha
mengatakan:
“Pemberian soal haruslah tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah, karena bilamana
soal memiliki tingkat kesukaran yang maksimal maka murid / siswa yang punya
intlegensi dibawah sedang mungkin kesukaran dan tidak mampu menjawab secara
optimal yang akhirnya tidak pernah merasa sukses dalam belajar, artinya tidak ada
kesempatan untuk sukses.
Jadi dengan berpedoman kepada kutipan di atas dapat dipahami bahwa soal yang
diberikan guru mestinya jangan terlalu mudah, karena tidak ada nantinya pembeda yang pandai,
yang sedang yang bodoh. Dan jangan pula terlalu payah, karena ada nantinya siswa yang tidak
pernah mendapatkan kesempatan untuk sukses, yang memungkinkan motivasi belajar tidak
timbul. Akhirnya tidak mampu memahami pelajaran, dan malas untuk mengikuti intraksi
belajara mengajar.
5. Penyajian suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Siswa lebih senang melanjukan belajarnya jika kondisi pengajaran menyenangkan.
Jadi dengan guru harus berusaha semaksimal mungkin didalam intraksi belajar mengajar
dalam rangka memberikan motivasi bagi siswa agar mereka bergiat terus belajar dan
mencapai tujuan. Cara untuk menyenangkan siswa dalam belajar adalah:
a. Usahakan jangan mengulangi hal-hal yang mereka ketahui, sebab mereka jenuh.
b. Suasana fisik kelas jangan membosankan
c. Hindarkan dari prustasi, seperti pertanyaan yang tak masuk akal.
d. Hindarkan suasan kelas yang bersifat emosional sebagai akibat adanya kontak
personal.
e. Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan intraksi belajar
mengajar.
f. Berikan siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah di capai masing-masing
siswa.
g. Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh siswa.
6. Mengadakan persaigan sehat
Persaingan, sebenarnya adalah berdasarkan kepada dorongan untuk kedudukan
dan penghargaan. Kebutuhan akan kedudukan dan penghargaan adalah merupakan
kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu
persaingan dapat menjadi tenaga pendorong yang sangat besar bagi perkembagan belajar
siswa. Persaingan dalam rangka memotivasi belajar siswa dapat dilakukan guru dalam
bentuk bermacam mata pelajaran. Dan pada biasanya persaingan secara sehat yang
diadakan guru selalu diikuti dengan ganjaran seperti pemberian hadiah ataupun pujian,
sesuai dengan bentuk dan tingkat persaingan sehat itu ada hal-hal yang perlu diperhatikan
sebagaimana berikut ini :
a. Persaingan jalan terlalu intensif, sebab akan mengakibatkan hal-hal negatif,
seperti anak yang lemah akan merasa dirinya tidak mampu dan putus asa.
b. Persaingan harus diadakan dalam suasana yang jujur, yang sportif.
c. Semua anak ikut bersaing hendaknya mendapat penghargaan, baik yang menang
maupun yang kalah.
d. Hendaknya persaingan itu berjenis-jenis, agar yang menang tidak itu-itu saja.
Dengan demikian jika persaingan tersebut dilaksanakan dengan adanya aturan-aturan
sebagauimana yang di atas, maka persaingan itu akan jadi persaingan sehat yang merupakan
motivasi yang berperan untuk belajar siswa. Di mana dengan motivasi tersebut siswa-siswa
berlomba memahami dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan belajar sehingga
mencapai secara optimal.
Bila profesionalitas guru yang memiliki indikator seperti diatas direalisasikan di
dalam intraksi belajar mengajar maka siswa akan aktif mengikuti intraksi belajar mengajar,
menyelesaikan tugas –tugas dengan penuh kesadaran, mudah memahami materi yang diajarkan
oleh guru. Pada kondisi yang seperti itu maka kesuksesan belajar dapat tercapai secara maksimal.
URGENSI KETELADANAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Keberhasilan dari suatu pelaksanaan pendidikan itu akan sangat ditentukan oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor tersebut adalah metode pendidikan. Apabila kita perhatikan dalam
proses perkembangan pendidikan Agama Islam di Indonesia, bahwa salah satu gejala negatif
sebagai penghalang yang paling menonjol dalam pelaksanaan pendidikan agama ialah masalah
metode mengajar agama. Meskipun metode tidak akan berarti apa-apa bila dipandang terpisah
dari komponen-komponen pendidikan yang lain.
Dalam kaitannya dengan metode sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan Islam,
dimana tujuan umum pendidikan Islam adalah membimbing anak agar menjadi orang muslim
sejati, beriman teguh, beramal shaleh dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama
dan negara. Maka diperlukan usaha dalam mencapai tujuan tersebut, pendidikan merupakan
suatu usaha sedangkan metode merupakan cara untuk mempermudah dalam mencapai tujuan.
Dalam hal ini keteladanan berperan penting sebagai sebuah metode dalam mencapai tujuan dari
pendidikan Islam.
Kehidupan seorang manusia tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia lainnya.
Sifat-sifat yang ada pada manusia cenderung ada suatu kesamaan, hal ini bisa diketahui
bahwasanya seseorang berbuat sesuatu karena terobsesi oleh perbuatan orang lain. Wajarlah bila
sifat-sifat yang ada pada manusia punya kecenderungan untuk meniru. Perbuatan meniru untuk
hal yang positif dan terpuji disebut meneladani, yang biasanya banyak ditemui dalam kehidupan
umat. Dalam hal ini seorang pemimpin mempunyai pengaruh yang kuat terhadap masyarakatnya.
Dalam agama Islam dicontohkan sosok yang patut kita teladani yaitu Nabi Muhammad
SAW, dimana dijelaskan dalam firman Allah SWT. Dalam surat Al-Ahzab ayat 21 :
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan datangnya hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.
Rasulullah sebagai pendidik dan pengajar agung telah diberi anugerah predikat oleh
Allah SWT sebagai “uswatun hasanah”. Keteladanan Rasulullah telah terlihat sebelum beliau
diangkat menjadi Rasul, dimana keteladanan beliau tercermin dari perkatannya, perbuatannya,
sifat dan sikap beliau. Telah banyak musuh beliau dengan mudah mengikuti ajaran Agama Islam
hanya karena kepribadian beliau. Dari hal tersebut dapat ditarik suatu pernyataan bahwasanya
orang lebih mudah melakukan sesuatu dengan melihat atau menyaksikan daripada
mendengarkan. Sebagaimana dalam sebuah keluarga kecenderungan anak bertingkah laku adalah
tidak jauh dari apa-apa yang diperbuat oleh orang tuanya.
Kebiasaan-kebiasaan orang yang lebih tua di lingkungan tertentu menjadi sasaran tiruan
bagi anak-anak sekitarnya. Meniru adalah suatu faktor yang penting dalam periode pertama
dalam pembentukan kebiasaan seorang anak. Umpamanya melihat sesuatu yang terjadi di
hadapan matanya, maka ia akan meniru dan kemudian mengulang-ulangi perbuatan tersebut
hingga menjadi kebiasaan pula baginya. Oleh karena itu kehati-hatian para pendidikan / guru
juga orang tua dalam bersikap dan berkata harus diperhatikan mengingat bahwa anak-anak lebih
mudah meniru apa yang mereka saksikan. Di dalam pendidikan Islam sendiri menekankan
adanya pendidikan budi pekerti untuk mendidik akhlak manusia sesuai dengan ajaran agama
Islam.
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah
menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak sebagai jiwa pendidikan Islam.
Dengan demikian patut disadari bahwa di lembaga pendidikan formal dan non-formal maupun
informal seorang pendidik dianjurkan untuk bisa bersikap yang sebaik-baiknya, karena hal
tersebut berpengaruh bagi anak didiknya.
Pendidik adalah merupakan salah satu faktor pendidikan yang sangat penting pula karena
pendidik itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak didiknya. Guru
atau pendidik merupakan orang tua kedua setelah orang tua di rumah bagi anak didik, maka guru
harus menjadi figur bagi anak-anak didiknya.
Upaya guru bersikap dan berprilaku sebaik-baiknya terhadap siswa merupakan nilai
positif bagi peningkatan mutu dan kualitas proses belajar – mengajar. Terutama pada pendidikan
agama, ia mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan pendidikan pada
umunya, karena selain bertanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai
dengan tuntunan agama Islam, juga bertanggung jawab terhadap Allah di akhirat nanti.
Sikap, prilaku dan perkataan guru yang sesuati dengan ajaran Islam perlu diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai teladan bagi anak didiknya. Untuk menerapkan pendidikan
moral agama tersebut terdapat beberapa metode diantaranya adalah dengan pendidikan secara
langsung, dengan cara menggunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menjelaskan manfaat dan
bahaya-bahaya sesuatu, memberikan contoh yang baik (teladan), sehingga mendorong anak
untuk berbudi pekerti luhur dan menghindari segala hal yang tercela. Hal ini tentunya tidak
terlepas dari sikap guru dan perilaku guru sebagai contohnya serta teladan bagi siswanya.
Karena adanya kecenderungan anak untuk meniru apa yang dilihatnya, maka dengan
keteladanan pribadi seorang guru tanpa disadari telah terpengaruh dan tertanam pada diri anak.
Dari sikap tersebut akhirnya tertanamlah suatu akhlak yang baik dan diharapkan pada diri anak,
sehingga pembentukan akhlkul karimah dapat terealisasikan.
Menyadari pernyataan di atas dapat diambil pengertian bahwa kebutuhan manusia akan
keteladanan lahir dari suatu gharizah (naluri) yang bersemayam di dalam jiwa manusia yaitu jiwa
taqlid (peniruan). Sebagai contoh bahwa mansuai suka menitu adalah sekelompok anak remaja
yuang sedang mengalami perkembangan, ia mulai mencari orang lain yang dapat mereka jadikan
teladan (pahlawan) atau hero sebagai ganti orang tua dan orang-orang yang bisa menasehati
mereka.
Maka hero atau manusia teladan yang dijadikan contoh di kalangan remaja itu, biasanya
membawa remaja kepada meniru dan mengagungkan heronya tersebut, apa saja yang dilakukan
atau dibuat heronya itu, akan dipuji dan ditiru oleh remaja-remaja tersebut.
Hero-hero tersebut sangat berpengaruh pada remaja, seandainya yang menjadi hero itu
baik, maka pengaruhnya juga baik, tapi kalau ia tidak baik maka pengaruhnya juga tidak baik.
Oleh sebab itu, pendidikan keteladanan merupakan suatu metode dalam pendidikan
Islam, mengingat begitu kuat dan besar pengaruhnya terhadap anak. Orang tua sebagai teladan di
rumah tangganya, hendaknya tidak merasa cukup bila anak sudah beranjak dewasa, sudah
mampu membedakan mana hal baik dan mana yang buruk, tetapi si orang tua masih mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk senantiasa membimbingnya di dalam gerak-gerik anak.
Al-Ghazali mengatakan bahwa pujian terhadap hal-hal baik, serta celaan terhadap
perbuatan kurang baik yang dilakukan di depan anak bisa merupakan sarana yang membantu
dalam mendidik.
Di dalam pelajaran agama Islam juga menyajikan suatu keteladanan khususnya dalam
pendidikan Islam bukan hanya sekedar untuk dikagumi atau direnungi, akan tetapi supaya
ditanamkan di dalam diri dan diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana diterangkan, bahwasanya metode pemberian contoh teladan yang baik
(uswatun hasanah) terhadap manusia didik, terutama anak-anak yang mampu berpikir kritis, akan
banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam aktivitas sehari-hari atau dalam
mengerjakan suatu tugas yang sulit.
Begitu besarnya pengaruh dan pentingnya keteladanan ini, maka sudah sewajarnya bila
pendidikan Islam memasukkan metode keteladanan ini dalam upaya mencapai tujuan. Guru
agama sebagai pembawa dan pengamal nilai-nilai agama, kultural dan ilmu pengetahuan akan
memperoleh kedayagunaan mengajar atau mendidik anak, sehingga metode keteladanan dapat
diterapkan terutama dalam pendidikan akhlakul karimah dan agama serta sikap mental anak
didik.
Dalam hal ini kita kembali lagi pada hakekat pendidikan Islam yaitu usaha orang dewasa
muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik tolak
maksimal pertumbuhan perkembangannya.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
blogspot 2008 pelanggaran kode etik profesi guru
http://sertifikasiprofesi.blogspot.com/2008/05/pelanggaran-kode-etik-profesi-guru-by_26.html
18.10.2012
Nurman 2010 rumusan etika guru menurut para ulama islam http://nurmanspd.wordpress.com/2010/06/11/rumusan-etika-guru-menurut-ulama-islam/ 18.10.2012
Sopwahandi 2010 etika guru http://sopwanhadi.wordpress.com/2010/05/08/etika-guru/
18.10.2012
Syukronsahara blog 2011 etika profesi guru http://syukronsahara.blogspot.com/2011/04/etika-
profesi-guru.html 18.10.2012
top related