mengenal kriteria rhi, formulasi dan implementasinya disampaikan pa da silaturahmi nasional rhi

Post on 04-Feb-2016

83 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

MENGENAL KRITERIA RHI, FORMULASI DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pa da Silaturahmi Nasional RHI Yogyakarta, Sabtu 29 September 2012. Oleh: Muh. Ma’rufin Sudibyo ============================================================ ================= Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

MENGENAL KRITERIA RHI,FORMULASI DAN IMPLEMENTASINYA

Disampaikan padaSilaturahmi Nasional RHI

Yogyakarta, Sabtu 29 September 2012

Oleh:

Muh. Ma’rufin Sudibyo

=============================================================================Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak

Rukyatul Hilal Indonesia2012

LATAR BELAKANG

Penentuan awal bulan kalender Hijriyyah di Indonesia terbagi ke dalam kelompok hisab dan rukyatul hilaal.

Dalam hisab belum ada definisi bersama tentang hilaal secara empirik yang dinyatakan dalam sebuah kriteria.

Terdapat dua “kutub” definisi asumtif : Wujudul Hilaal Imkan Rukyat

Imkan Rukyat sedianya adalah kriteria penengah antara kelompok hisab dan rukyatul hilaal.

LATAR BELAKANG

Keputusan Cisarua 1998 : Imkan Rukyat adalah kriteria darurat sampai tersusun kriteria baru yang lebih obyektif berdasarkan data penelitian.

Keputusan Cisarua 2011 : Imkan Rukyat adalah kriteria darurat (penegasan dengan sedikit modifikasi).

Kriteria Imkan Rukyat sampai saat ini belum diterima oleh seluruh komponen Umat Islam di Indonesia.

Implikasi: selalu terbuka peluang terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadhan dan dua hari raya.

LATAR BELAKANG

Bentuk kriteria Imkan Rukyat (1998 s/d 2011) : Terdiri dari 3 syarat :

Tinggi Bulan > 2o

DAN Umur Bulan > 8 jam pasca konjungsi

DANElongasi Bulan > 3o

LATAR BELAKANG

Bentuk kriteria Imkan Rukyat (pasca 2011) : Terdiri dua syarat :Tinggi Bulan > 2o dan umur Bulan > 8 jam pasca konjungsi

ATAUTinggi Bulan > 2o dan elongasi Bulan > 3o

Dasar : laporan terlihatnya hilaal pada Jumat 29 Juni 1984 untuk penentuan Idul Fitri 1404 H dari Jakarta, Pelabuhan Ratu dan Pare-Pare.

Problem: kemungkinan besar kasus hilaal palsu (salah identifikasi)Problem: di dekat posisi Bulan saat itu ada Merkurius dan Venus

LATAR BELAKANG

Posisi Bulan, Venus dan Merkurius pada 29 Juni 1984 ghurub dari Jakarta

LATAR BELAKANG

Posisi Bulan, Venus dan Merkurius pada 29 Juni 1984 ghurub dari Jakarta

LATAR BELAKANG

Perbandingan intensitas cahaya Bulan & langit senja serta kontras Bulan & langit senja pada 29 Juni 1984 setelah ghurub

LATAR BELAKANG

Perbandingan intensitas cahaya Bulan & Venus serta kontras Bulan & Venus terhadap langit senja pada 29 Juni 1984 setelah ghurub

LATAR BELAKANG

Usulan perbaikan kriteria Imkan Rukyat dengan kriteria LAPAN 2000 (Djamaluddin, 2000).

Bentuk : aD 0,14 DAz2 – 1,83 DAz + 9,11

Keberatan : Jumlah data sangat terbatas (11 data)3 data diantaranya meragukan (berada di bawah limit Danjon)

Usulan perbaikan kedua dengan membangun kriteria LAPAN 2009 (Djamaluddin, 2009).

Bentuk : aD 4o dan aL 6,4o.

Keberatan : Hanya menggabungkan nilai batas dari Ilyas (1988) dan Odeh (2004)

TUJUAN

Membentuk basis data visibilitas hilaal Indonesia

Menyusun kriteria baru sebagai perbaikan terhadap “kriteria” Imkan Rukyat

Merumuskan definisi hilaal

Menguji variasi lokal visibilitas hilaal

METODE

Jejaring titik observasi :

950BT 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400

+100

+ 50

00

- 50

- 100

+100

+ 50

00

- 50

- 100

950 BT 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400

JAKDPKPLR

KBMPWRPRG

PAB

GRE

CRB

LHK

LOL

METODE

Data yang diperlukan (3 butir pertama harus ada) :

Jam berapa sabit Bulan mulai terlihat?

Sabit Bulan terlihat dengan menggunakan apa?

Bagaimana situasi langit barat/timur saat rukyat?

Ada rekaman foto/video ?

METODE

Target observasi :

Hilaal tua

Hilaal

CONTOH CITRA HILAAL

Hilaal, Sumber : Mutoha, 2009

CONTOH CITRA HILAAL

Hilaal, Sumber : Syamsulaksana, 2009

CONTOH CITRA HILAAL

Hilaal, Sumber : Moeid Zahid, 2008

CONTOH CITRA HILAAL

Hilaal tua, Sumber : Sudibyo, 2008

CONTOH CITRA HILAAL

Hilaal, Sumber : Sugeng Riyadi, 2012

DATA

periode observasi : Januari 2007 – Desember 2009

Visibilitas positif diolah berdasarkan best time (Yallop, 1997)

Visibilitas negatif diolah berdasarkan jam sunrise/set

Pengolahan Moon Calculator v6.0

Visibilitas positif : 107 data, Visibilitas negatif : 67 data, Total data : 174 data

Basis data ICOP = 737 data dalam 6 tahunBasis data Depag RI = 38 data dalam 30 tahun

DATA

Data Pembanding :

54 data ICOP yang dibatasi hanya yang berasal dari daerah tropis.

21 data Schaefer yang dibatasi hanya yang berasal dari daerah tropis.

6 data visibilitas dari Malaysia tahun 2006.

FORMULASI

Visibilitas positifPersamaan batas : Tb – 0,420 Lag + 16,941

Lag vs Best Time Bulan Sabit

y = -0.4205x + 16.941

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105

Lag (menit)

Bes

t tim

e (m

enit)

naked eye visible optical aid visible

FORMULASI

Definisi hilaal :

Persamaan : Tb – 0,420 Lag + 16,941

Hilaal adalah : Bulan sabit termuda dengan 24 menit < Lag < 40 menit.Memenuhi persamaan batas visibilitas aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382

Pembanding dari ICOP : Lag minimum 21 menit

FORMULASI

Visibilitas positifPersamaan batas visibilitas : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382

Selisih Azimuth vs Selisih Altitude Bulan Sabit

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

22

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Selisih azimuth (derajat)

Sel

isih

alti

tude

(de

raja

t)

naked eye visible optical aid visible rhi_criterion

FORMULASI

Persamaan visibilitas : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382

Berbentuk mirip kriteria LAPAN 2000, namun lebih pesimistik (LAPAN : aD 0,14 DAz2 – 1,83 DAz + 9,11)

aD minimum = 4,605o sangat dekat dengan aD minimum Ilyas = 4o (Ilyas, 1988)

aD minimum empirik = 5,792o

DAz saat aD minimum = 7,482o

elongasi minimum = 7,234o (empirik)

FORMULASI

Bentuk persamaan batas visibilitas berbeda dengan persamaan visibilitas global dengan variabel yang sama

FORMULASI

Perbandingan dengan basis data global yang telah diseleksi hanya untuk daerah tropis

FORMULASI

Perbandingan dengan basis data Malaysia 2006

FORMULASI

Perbandingan ILDL (International Lunar Date Line) Syawwal 1432 H

FORMULASI

Perbandingan ILDL (International Lunar Date Line) Zulhijjah 1432 H

IMPLEMENTASI

Tabel nilai selisih tinggi Bulan-Matahari (aD) minimum terhadap selisih azimuth Bulan-Matahari (DAz) dalam kriteria RHI

IMPLEMENTASI

Tabel nilai tinggi Bulan mar’i (h) minimum terhadap selisih azimuth Bulan-Matahari (DAz) dalam kriteria RHI, untuk elevasi 0 m dpl

IMPLEMENTASI

Contoh implementasi : bentuk hilaal berbanding posisi Bulan pada Sabtu 18 Agustus 2012 saat ghurub

IMPLEMENTASI

Hilaal 18 Agustus 2012, Sumber : Sugeng Riyadi, 2012

IMPLEMENTASI

Konsekuensi pada fase-fase Bulan

Sabit Bulan tepat pada saat konjungsi 14 April 2010 TU, sebagai hasil observasi khusus. Apakah ini hilaal ? Sumber : Legault, 2010

IMPLEMENTASIPenggunaan parameter kontras

Lingkaran A memiliki kontras lebih kecil dibanding lingkungan sekitar

Lingkaran B memiliki kontras lebih besar dibanding lingkungan sekitar

IMPLEMENTASI

Usulan batasan fase Bulan

IMPLEMENTASI

Reinterpretasi teks ……. fain ghumma…….dalam teks hadits Nabi SAW:

Selama ini diterjemahkan terhalangi (karena mendung atau hujan)

Faktanya geografi Arab Saudi amat sangat bertolak belakang dengan Indonesia dan negara maritim lainnya

Reinterpretasi yang diusulkan: cahaya (Bulan) yang tertutupi cahaya (senja)

IMPLEMENTASI

Perbandingan karakter iklim Jakarta (Indonesia) dan Makkah – Madinah (Saudi Arabia) sebagai rerata 10 tahun

IMPLEMENTASI

Perbandingan Hilaal dengan Fajar Shadiq/Syafaq Ahmar

IMPLEMENTASI

Antara fajar shadiq (kiri) dengan hilaal( kanan) sebenarnya analog

PUBLIKASI

Sudibyo, Arkanuddin & Sugeng Riyadi. 2009. Observasi Hilaal 1427–1430 H (2007–2009 M) dan Implikasinya untuk Kriteria Visibilitas di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Mencari Solusi kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan Kalender Islam dalam Perspektif Sains dan Syariah, Observatorium Bosscha (Lembang), 19 Desember 2009.

Sudibyo. 2010. Evaluation of the Danjon’s and Sulthan’s Crescent Length Models with the 1427–1430 AH (2007–2009 CE) Young/Old Crescent Observations from Indonesia. Prosiding The 2010 Conference of Earth and Space Sciences, ITB (Bandung), 9–10 Januari 2010.

PUBLIKASI

Sudibyo. 2011a. Variasi Lokal dalam Visibilitas Hilaal : Observasi Hilaal di Indonesia pada 2007–2009. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XXV Himpunan Fisika Indonesia Jateng–DIY 2011, Unsoed (Purwokerto), 9 April 2009.

Sudibyo. 2011b. Visibilitas Hilaal di Daerah Tropis. Seminar Himpunan Astronomi Indonesia 2011 dalam rangka 60 tahun Pendidikan Astronomi, ITB (Bandung), 27 Oktober 2011.

Beberapa artikel di suratkabar

KESIMPULAN

Terbentuk basis data visibilitas hilaal Indonesia

Hilaal adalah : Bulan pasca konjungsi yang memiliki 24 menit Lag 40 menit dan memenuhi persamaan visibilitas : aD 0,099 DAz2 – 1,490 DAz + 10,382

Kriteria tersebut hanya berlaku untuk daerah tropis

UCAPAN TERIMA KASIH

Jejaring perukyat RHI

Jejaring perukyat LFNU

Jejaring perukyat Kementerian Agama – Badan Hisab dan Rukyat

PPMI as-Salam Pabelan Surakarta

Jejaring Crescent Moon Sighting Malaysia

top related