mencari model kontrak migas yang cocok
Post on 21-Jun-2015
453 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Mencari Model Kontrak Migas yang Cocok(2008)
Benny Lubiantara *)
Diskusi dalam rangka mencari model kontrak migas baru dalam setahun belakangan ini
cukup marak, baik di forum, seminar dan milis yang terkait dengan industri migas. Dalam
pertemuannya dengan Presiden OPEC Chekib Khelil, Wapres JK mengatakan bahwa
Pemerintah akan mengubah kontrak migas yang selama ini diterapkan, tidak akan lagi
menghitung komponen biaya pemulihan atau cost recovery yang diajukan perusahaan
migas. Sebaliknya, pemerintah akan membuka tender untuk biaya pemulihan tersebut.
Kenaikan harga minyak memicu tuntutan dari negara tuan rumah (host country) untuk
memperoleh bagian yang lebih besar. Tulisan ini akan mencoba mengulas beberapa
kebijakan sektor hulu migas yang dilakukan oleh beberapa negara produsen besar dalam
rangka meningkatkan bagian negara serta beberapa alternatif yang mungkin bisa menjadi
bahan pembelajaran untuk perbaikan model kontrak migas di tanah air.
Model kerjasama pengusahaan migas.
Pada dasarnya model kerjasama antara investor dengan pemerintah untuk melakukan
aktivitas di sektor hulu migas dapat dikategorikan menjadi 3 model, yaitu: Konsesi,
Production Sharing Contract (PSC) dan Service Contract (Johnson, 2004).
Konsesi
Konsesi merupakan pola hubungan yang paling tua, dimana negara sebagai pemilik
sumber daya mineral memberikan kuasa kepada perusahaan migas berupa hak untuk
melakukan ekplorasi, pengembangan, produksi termasuk pemasaran minyak tersebut
selama kurun waktu tertentu. Perusahaan migas selanjutnya akan membayar bonus, sewa,
royalti dan pajak. Kepemilikan cadangan (reserves ownership) biasanya ditransfer ke
perusahaan.
1
Model konsesi yang lama mempunyai karakteristik sebagai berikut: periode konsesi yang
lama, wilayah konsesi yang sangat luas (dalam kasus tertentu bisa mencakup seluruh
wilayah suatu negara), tidak ada kewajiban untuk mengembalikan sebagian wilayah
konsesi (relinquishment) kepada negara tuan rumah (host country), semua keputusan
manajerial dipegang oleh perusahaan yang memperoleh konsesi.
Pada saat ini model konsesi lama ini sudah tidak ditemukan lagi, sebagai gantinya,
munculah apa yang disebut dengan model konsesi yang lebih modern (modern
concession); yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: wilayah konsesi hanya untuk
wilayah kerja atau blok tertentu, periode konsesi jauh lebih pendek (20 tahun
dibandingkan dengan model konsesi lama yang bisa mencapai 75 tahun), ada kewajiban
relinquishment, biasa disebut juga dengan model Royalty/Tax.
Production Sharing Contract (PSC)
Dalam pola PSC, Kontraktor menanggung semua resiko dan biaya biaya: eksplorasi,
pengembangan dan produksi. Seandainya eksplorasi berhasil dan dikembangkan atas
persetujuan tuan rumah yang diwakili pemerintah, maka Kontraktor diberi kesempatan
untuk memperoleh kembali investasi yang telah dikeluarkan tersebut dari produksi yang
dihasilkan. Mekanisme pengembalian biaya (cost recovery) ini tentu berdasarkan terms &
conditions tertentu yang berlaku. Setelah dikurangi dengan cost recovery, Kontraktor
juga berhak atas bagian minyak yang besarnya sesuai dengan ketetapan dalam kontrak.
Kepemilikan tetap berada ditangan negara, namun demikian Kontraktor juga berhak
memiliki minyak mentah yang menjadi bagiannya.
Service Contract
Service Contract dapat digolongkan menjadi Risk Service Contract dan Pure service
Contract. Risk Service Contract pada dasarnya mirip dengan PSC, dimana Pemerintah
menunjuk Kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi,
biaya biaya yang telah dikeluarkan Kontraktor akan dibayarkan kembali (cost recovery).
Perbedaan dengan PSC adalah bahwa didalam model risk service contract, Kontraktor
2
biasanya memperoleh porsi pendapatan yang telah ditentukan sebelumnya dalam bentuk
kas.
Pure Service Contract adalah kontrak antara pemerintah dengan kontraktor yang biasanya
meliputi pekerjaan jasa bantuan teknis (technical services) selama periode tertentu.
Kontraktor memperoleh pembayaran fee dan pengembalian atas biaya yang telah
dikeluarkan (dalam beberapa model service contract, pengembalian biaya termasuk juga
tingkat bunga yang telah disepakati). Pembayaran fee dapat dilakukan dalam interval
tertentu atau setelah pekerjaan tersebut diselesaikan. Pembayaran fee dapat juga dikaitkan
dengan kinerja aktual di lapangan atau parameter tertentu yang telah disepakati.
Setiap negara tentu punya alasan model mana saja yang akan dipilih, tidak heran kalau
suatu negara bisa saja punya lebih dari satu macam model kontrak, malah bisa saja 3 jenis
kontrak tersebut tersedia. Namun tentu ada jenis kontrak yang dominan, sebagai contoh,
untuk kasus negara kita, tentunya PSC. Apabila kita melihat distribusi model kerjasama
migas di mancanegara, sejauh ini PSC masih yang paling dominan (dipakai di 63 negara),
dibandingkan model Konsesi (Royalty/tax) yang digunakan di 58 negara, atau model
service contract yang digunakan oleh 11 negara.
Kenaikan harga minyak dan upaya peningkatan bagian negara.
Kenaikan harga minyak memicu beberapa negara untuk meninjau kembali model kontrak
mereka (existing contract) dengan perusahaan migas. Berdasarkan pengamatan, saya
mencoba mengelompokkan kecenderungan yang dilakukan negara tuan rumah menjadi 3
strategi. Strategi I, Keep As Is, artinya: tidak ada perubahan dilakukan sebelum kontrak
berakhir. Perubahan baru dilakukan pada saat kontrak berakhir, tentu saja umumnya pada
saat perpanjangan kontrak, terms & conditions diubah menjadi lebih baik buat negara.
Strategi II adalah melakukan apa yang disebut dengan negosiasi ulang kontrak, pada
dasarnya melalui strategi ini, negara tuan rumah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan
agar perusahaan migas berbagi profit secara proporsional terhadap kenaikannya. Tentu
cara yang digunakan bisa bermacam macam, termasuk diantaranya: memperkenalkan
windfall profit tax, export duty/tax, split yang didasarkan harga minyak dan lain lain.
3
Adapun Strategi III negara “memaksa” perusahaan migas untuk mengurangi porsi
bagiannya secara signifikan. Strategi III ini dilakukan oleh beberapa negara Amerika
Latin, seperti: Venezuela, Bolivia dan Ekuador. Strategi II, sebagai contoh bisa
disebutkan, misalnya: Aljazair (windfall profit tax), Canada (peningkatan royalti), Russia
(export duty). Sebagian besar negara tuan rumah lain, paling tidak sejauh ini masih
memilih Strategi I.
Salah satu alasan mengapa negara negara Amerika Latin melakukan strategi III, tidak lain
karena memang kontrak mereka selama ini relatif terlalu lunak dalam hal komposisi
pembagian porsi negara dan perusahaan migas terhadap tingkat keuntungan yang
diperoleh. Sehingga pada saat terjadi perubahan kepemimpinan (naiknya Chavez,
Morales dan Correra) semuanya “diluruskan” kembali. Kalau kita melihat dari
pemberitaan media massa, walaupun tindakan ini awalnya mendapat kecaman keras dari
perusahaan migas besar, namun sejauh ini hanya satu perusahaan yang memilih jalur
arbitrase, sebagian besar perusahaan migas lainnya lebih memilih jalur koperatif.
Selanjutnya saya akan memberikan ilustrasi bagaimana mekanisme peningkatan bagian
negara yang terjadi di Aljazair, Russia dan Canada.
Aljazair memperkenalkan windfall profit tax pada tahun 2006 yang berlaku untuk
“partnership contract” berdasarkan UU 1986. Windfall profit tax mulai berlaku apabila
harga minyak (dalam hal ini acuannya adalah harga minyak Brent) diatas US$ 30 per
barrel. Besarnya windfall profit tax bervariasi mulai dari 5% - 50% tergantung besarnya
rata rata tingkat produksi harian (lihat tabel)
4
Produksi (Barrel per hari) Pajak
< 20,000 5%
20,001 – 40,000 15%
40,001 – 60,000 25%
60,001 – 80,000 35%
80,001- 100,000 45%
> 100,000 50%
Sementara Russia telah lebih dahulu memperkenalkan export duty baik untuk minyak
mentah maupun produk hasil kilang. Russia mengeluarkan formula baru untuk
perhitungan export duty untuk minyak mentah (lihat tabel) dan effektif berlaku per 1
Agustus 2004 (sumber: CGES report 2007).
Harga minyak
($/bbl)
Export Duty
< 15 0%
15 – 20 35% dari selisih antara harga aktual dan $ 15 per barrel
20 – 25 $ 1.75 + 45% dari selisih antara harga aktual dan $ 20 per barrel
>25 $ 4 + 65% dari selisih antara harga aktual dan $ 25 per barrel
Export duty ini diluar Mineral Extraction Tax yang besarnya 22% dari setiap barrel
minyak mentah yang di produksi. Pajak migas di Russia ini terkenal sangat ketat bagi
perusahaan migas.
Canada (Provinsi Alberta) juga menaikkan royalti dari tingkat royalti saat ini maksimum
sebesar 30 – 35% menjadi maksimum 50% yang akan berlalu effektif Januari 2009.
5
Implikasi kenaikan harga minyak dan model kontrak migas.
Idealnya, suatu model kontrak migas dari awal sudah mengantisipasi perubahan
parameter, seperti: cadangan yang direfleksikan oleh tingkat produksi, harga minyak dan
biaya. Dengan kata lain, diharapkan model kontrak migas tersebut cukup fleksibel
terhadap perubahan dari berbagai parameter tersebut selama kontrak berjalan. Perubahan
parameter disini terkait dengan tingkat keuntungan. Sistem yang kaku dan tidak fleksible
bisa berakibat terjadinya ketidakseimbangan proporsi pembagian keuntungan. Parameter
yang umum digunakan untuk mengukur porsi pemerintah adalah Government Take (GT),
yang didefinisikan sebagai seluruh bagian penerimaan pemerintah, baik berupa: royalti,
pajak dan profit oil share dibagi dengan total profit.
Kenaikan harga minyak secara umum tentu akan meningkatkan keuntungan, sebagai
ilustrasi: untuk model royalty tax yang simpel, dimana negara hanya memperoleh bagian
dari royalty dan pajak yang besarnya tetap, pada saat keuntungan meningkat, persentase
yang diperoleh negara dari kenaikan profit tersebut malah turun. Misalnya: pada saat
harga minyak 50 $ per barel, GT = 80%, namun pada saat harga minyak 100 $ per barel,
GT malah turun menjadi, misalnya: 75%.
Sebagian besar GT dari model kontrak migas baik PSC maupun Royalty Tax tidak
sensitif terhadap profit, akibatnya kenaikan harga minyak tidak membuat GT menjadi
lebih tinggi, sistem PSC Indonesia termasuk golongan ini.
Dalam perkembangannya, dibuatlah pembagian profit oil berdasarkan tingkat keuntungan
(profitability based), misalnya: ROR, “R” Factor dan Revenue over Cost (R/C). Semakin
besar tingkat keuntungan, semakin meningkat pula bagian pemerintah. Pada saat ini,
negara negara yang menggunakan model berdasarkan tingkat keuntungan ini relatif aman
dari tuntutan pemerintah untuk menaikkan sharenya, karena sistemnya bekerja secara
otomatis. Model ini banyak dijumpai di berbagai negara di Afrika, negara tetangga
Malaysia juga relatif lebih kreatif dengan memperkenalkan model pembagian
berdasarkan R/C. Model ini secara umum sensitif terhadap keuntungan.
6
Tentu saja tidak ada satupun model yang sempurna, model ini ada beberapa kelemahan,
antara lain: pada saat awal pengembangan lapangan karena harus mengembalikan biaya
investasi yang besar, tingkat keuntungan tentu masih sangat rendah atau malah tidak ada,
dengan model ini, konsekuensinya pemerintah harus “berkorban” mendapat porsi yang
rendah, model ini juga relatif rentan terhadap praktek “goldplating” atau kecenderungan
investor untuk melakukan investasi yang tidak begitu penting (unnecessary investment).
Menurut saya model ini cocok untuk proyek proyek yang mempunyai resiko relatif lebih
besar, sehingga wajar kalau pemerintah mengalah untuk mendapat porsi yang lebih
rendah pada saat awal, sebagai kompensasi keberanian investor berinvestasi di wilayah
atau proyek yang lebih beresiko tersebut.
Hubungan antara cost recovery dengan model kontrak migas
Saya melihat sering terjadi kesalahpahaman dalam konteks mekanisme cost recovery
kaitannya dengan model kontrak, khususnya pada saat membandingkan model royalty tax
dan PSC. Secara definisi, mekanisme cost recovery ini ada dalam model PSC, sementara
tidak umum digunakan dalam model royalty tax. Sehingga orang beranggapan, dengan
mengganti PSC menjadi model royalty tax, maka masalah membengkaknya cost recovery
akan teratasi, atau yang lebih ekstrim lagi menyatakan cost recovery hilang, dengan
demikian kita tidak perlu repot lagi mengurusi cost recovery. Saya pikir ini kesimpulan
yang menyesatkan.
Kalau kita lihat dalam perspekstif kemungkinan kecenderungan terjadinya “inefisiensi
biaya”, bukankah model royalty tax ini akan lebih mudah dimanfaatkan oleh oknum
oknum untuk membengkakkan biaya karena sedikit atau tidak adanya intervensi atau
kontrol dari negara?. Jadi pemikiran bahwa perusahaan minyak akan menekan biaya
dengan sistem royalty tax dibandingkan dengan sistem PSC merupakan kesimpulan yang
sangat diragukan kebenarannya.
7
Dari perspektif pembagian porsi antara negara dan perusahaan migas, pada prinsipnya
baik model PSC dan Royaty/Tax bisa sama baiknya, bisa juga yang satu lebih baik dari
yang lain, tergantung terms & conditions yang berlaku.
Kaitan antara model kontrak dan biaya
Studi yang dilakukan kolega saya (Alomair & Attar 2004) melihat kaitan antara model
kontrak dengan biaya penemuan & pengembangan (finding & development costs).
Mereka membagi menjadi tiga kelompok: low, medium dan high cost berdasarkan data
biaya di mancanegara. Kesimpulannya: negara negara yang masuk kelompok low cost
cenderung menggunakan model service contract, yang medium cost sebagian besar
menggunakan PSC dan beberapa menggunakan royalty tax, sedangkan yang high cost
umumnya menggunakan sistem royalty tax. Dalam studi ini, Indonesia termasuk
kelompok medium cost. Sementara sebagian besar negara Middlle East, termasuk
kelompok low cost.
Pembatasan Cost Recovery
Alinea awal dari tulisan mengutip pernyataan Wapres JK yang akan mempertimbangkan
penggunaan pembatasan biaya pemulihan (cost recovery limit), dimana besarnya batasan
akan termasuk bagian yang ditenderkan (bid item). Di mancanegara, hal semacam ini
bukanlah praktek yang baru, dalam kasus penawaran blok yang menggunakan metoda
competitive bidding, parameter apapun bisa saja menjadi bagian yang ditenderkan,
termasuk: royalty, cost recovery limit, profit oil split, ROR, dan lain lain.
Perlu dipahami disini bahwa cost recovery limit adalah pembatasan biaya yang dapat
dibebankan dalam satu periode (1 tahun), artinya, biaya yang belum bisa di recover akan
dibebankan pada tahun berikutnya (carry over). Pada akhirnya nanti, semua biaya akan di
recovery. Cost recovery limit sangat penting pada saat awal pengembangan lapangan
migas, karena menjamin adanya profit oil yang akan dibagi antara negara dan investor.
8
Penutup
Upaya mencari model kontrak yang cocok untuk diterapkan seyogyanya terus didorong
dan dikaji, namun tetap perlu diingat bahwa setiap proyek mempunyai resiko yang unik,
sehingga model kontrak yang diusulkan harus mencerminkan resiko proyek. Gambar
berikut hanya untuk tujuan ilustrasi yang memberikan hubungan antara resiko proyek,
model kontrak dan ekspektasi investor.
Apakah ada model kontrak yang paling baik? OPEC secara rutin melakukan workshop
untuk bertukar informasi sesama negara anggota mengenai pengalaman pelaksanaan
model kontrak di negara masing masing. Berdasarkan 2 workshop yang telah diadakan
sebelumnya, kesimpulan penting yang dicapai adalah bahwa: one size fits all model does
not exist!. Tidak ada model yang cocok untuk semua kondisi. Kenapa? Karena resiko
yang dihadapi berbeda untuk setiap proyek di masing masing negara, model kontrak yang
dipilih seyogyanya mencerminkan resiko dari proyek tersebut. Sebagai ilustrasi; tentu
9
tidak menarik bagi investor apabila ditawarkan model service contract untuk eksplorasi
migas di laut dalam.
*) Penulis saat ini bekerja sebagai Fiscal Policy Analyst, Research Division, OPEC,
Wina.
10
top related