masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak
Post on 31-Dec-2016
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
CITRA TUBUH PADA REMAJA PUTRI
MELAKUKAN SUNTIK KURUS
NANI PRATIWI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAK
Masa remaja merupakan masa transisi seseorang dari anak-anak menjadi dewasa. Pada masa ini, seseorang mulai sadar diri dan memberikan perhatian yang besar terhadap citra tubuh. Perhatian terhadap citra tubuh tersebut terlihat lebih besar pada remaja putri. Saat ini menarik tidaknya seseorang diidentikkan tubuh kurus atau langsing. Hal ini mengakibatkan banyak sekali remaja yang melakukan usaha pengurusan berat badan. Salah satu cara yang dilakukan adalah suntik kurus.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui citra tubuh pada remaja putri yang melakukan suntik kurus, bagaimana gambaran citra tubuh pada remaja putri yang melakukan suntik kurus. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah remaja putri yang melakukan suntik kurus dan memiliki citra tubuh yang negatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara dengan pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara dan observasi nonpartisipan. Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan alat perekam dan alat tulis.
Berdasarkan penelitian yang yang telah dilakukan subjek memiliki citra tubuh yang negatif hal ini dapat dilihat dari komponen citra tubuh subjek. Subjek tidak merasa nyaman terhadap tubuhnya yang gemuk dan melakukan suntik kurus untuk memperindah tubuhnya dan menghilangkan rasa ketidaknyamanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan subjek melakukan suntik kurus, selain subjek merasa tidak puas dengan berat badan dan bentuk tubuhnya secara keseluruhan, subjek juga merasa tidak puas dengan bagian tubuh tertentu. Ketidakpuasan tersebut menurun setelah subjek melakukan suntik kurus, akan tetapi subjek masih merasa bahwa dirinya memiliki tubuh yang gemuk dan ingin memperkurus tubuhnya lagi.
Gambaran citra tubuh subjek, subjek merasa sangat gemuk dan ingin melakukan suntik kurus terhadap tubuhnya ,faktor ini mengungkapkan pikiran dan perasaan subjek mengenai tubuhnya, perilakunya diarahkan untuk mencapai bentuk tubuh yang lebih ideal seperti diet dan lain-lain (subjek pernah melakukan diet sebelum subjek melakukan suntik kurus). Faktor citra tubuh yang dipersepsi individu terhadap bagian-bagian tubuh tertentu atau akurasi penilaian individu terhadap ukuran, bentuk dan berat (selain tidak merasa puas dengan ukuran tubuhnya, subjek juga tidak merasa puas pada bagian paha dan perutnya.
Faktor-faktor interpersonal yang mempengaruhi citra tubuh Subjek adalah sikap ibu terhadap tubuhnya sendiri dan tubuh Subjek, teman sebaya seperti teman-temannya yang mempunyai tubuh yang kurus. orang tak dikenal (yang sering Subjek jumpai di tempat keramaian yang mempengaruhi
citra tubuh Subjek), tokoh idola dan media massa, ketidakpuasan terhadap tubuh Subjek juga dipengaruhi oleh majalah yang ia baca.
Kata kunci: Citra Tubuh,
Remaja Akhir Putri, Suntik Kurus
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi
seseorang dari anak-anak menjadi dewasa.
Remaja dihadapkan oleh banyak sekali
tantangan selama masa transisi ini (Feldman
dkk, dalam Graber, 1994). Perubahan secara
fisik kognisi dan juga sosial merupakan
suatu tantangan yang dapat mengubah
segala aspek kehidupan remaja (Graber,
1994). Secara fisik remaja mengalami
perubahan yang cukup drastis pada tinggi
dan berat badan, proporsi dan bentuk tubuh
juga dalam hal kematangan seksual (Papalia,
2004). Remaja juga mengalami peningkatan
secara kognitif menurut Piaget, yaitu tahap
konkrit operasional, yang menyebabkan
remaja dapat berpikir secara abstrak
Perubahan kognisi remaja juga
menyebabkan remaja lebih sadar akan
dirinya (self-conscious) dibandingkan
dengan anak-anak dan lebih memikirkan
tentang pemahaman dirinya. Remaja
menjadi lebih introspektif, dimana hal ini
merupakan bagian dari kesadaran diri
mereka dan bagian dari eksplorasi diri
(Santrock, 2003). Pada masa ini, seseorang
juga mulai sadar diri dan memberikan
perhatian yang besar pada citra tubuh
(Papalia, 2004) dan perhatian terhadap citra
tubuh tersebut terlihat lebih besar pada
remaja putri (Attie & Brooks-Gunn, dalam
Graber, 1994). Citra tubuh merupakan
persepsi, perasaan dan pikiran seseorang
mengenai tubuhnya, menilai apakah
tubuhnya menarik atau tidak dan emosi yang
berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh
seseorang (Grogan, Muth & Cash, dalam
Grogan 2006).
Andri (2008) mengatakan bahwa
gangguan citra tubuh merupakan bagian dari
gangguan obsesif kompulsif, di mana
pikiran obsesif tentang penampilan tubuh
dibarengi dengan tindakan kompulsif selalu
melihat ke cermin. Perbedaannya terletak
bahwa gangguan citra tubuh berfokus pada
penampilan sedangkan gangguan obsesif
kompulsif berfokus pada bahaya
kontaminasi. Hal ini untuk menilai apakah
terdapat gangguan citra tubuh pada mereka.
Bila ternyata ada maka segala usaha untuk
memperbaiki diri mereka juga tidak akan
berhasil dan membuat puas, karena
sebenarnya yang menjadi masalah adalah
bukan hasilnya atau bagaimana fisik mereka
terlihat, tetapi lebih terhadap pandangan
mereka terhadap citra tubuh mereka sendiri.
Saat ini menarik atau tidaknya
seseorang diidentikkan dengan tubuh kurus
atau langsing. Masyarakat menyamakan
tubuh kurus dengan cantik dan menarik pada
wanita (Ricciardeli, 2001). Hal tersebut
diantaranya dapat dilihat dari kontes
kecantikan yang semakin marak diadakan
mulai dari tingkat daerah hingga tingkat
nasional. Media masa pun semakin berpacu
mengadakan kontes yang serupa, kontes
tersebut mendeklarasikan bahwa
penampilan fisik bukan penilaian utama,
namun tetap saja fisik merupakan faktor
penentu yang sangat penting. Misalnya saja
salah satu kontes yang diadakan oleh suatu
majalah remaja yang sejak seleksi awal
mensyaratkan kriteria fisik tertentu seperti
tinggi dan berat badan, ukuran pakaian,
lingkar pinggang, lingkar dada dan lingkar
pinggul.
Thompson dkk (1999) media masa juga
turut mempengaruhi remaja putri
memandang tubuhnya dengan membangun
citra bahwa tubuh yang ideal adalah berkulit
putih, bertubuh langsing, berpayudara besar.
Media cetak biasa menampilkan model-
model yang memiliki kriteria tersebut.
Televisi, seperti media cetak, juga turut
mempromosikan ide bahwa tubuh ideal
adalah tubuh yang kurus baik dari film
maupun iklan.
Cara-cara yang biasa digunakan untuk
mendapatkan tubuh ideal yang biasa
dilakukan antara lain dengan melakukan
pengaturan pola makan atau diet, melakukan
aktivitas fisik seperti olahraga dan
mengkonsumsi berbagai suplemen diet.
Rasa tidak puas terhadap kasus tertentu
dapat mendorong seseorang pada gaya
hidup yang sehat misalnya saja dengan
melakukan kegiatan olahraga (Grogan dkk,
dalam Grogan, 2006). Ketidakpuasan
tersebut juga bisa menjadi baik dan
menguntungkan jika ketidakpuasan tersebut
mendorong seseorang untuk menjalani pola
makan yang sehat (Thompson dkk 1999).
Salah satu cara yang digunakan untuk
meraih gambaran tubuh ideal tersebut
adalah suntik kurus. Suntik kurus adalah
istilah yang biasa digunakan masyarakat
untuk suatu cara yang digunakan untuk
menguruskan badan dengan menyuntikkan
zat tertentu kedalam tubuh. Suntik kurus
merupakan metode yang digunakan untuk
memperkecil ukuran tubuh dengan
menyuntikkan suatu zat yang memiliki efek
sistematis (obat akan beredar keseluruh
tubuh).
Departemen Kesehatan Kanada, pada
akhir tahun 2004 memerintahkan untuk
memberhentikan penggunaan suntik kurus
(fat burning injection). Dr.Waiyne Carmen,
dokter bedah plastik di Torronto,
mengatakan bahwa belum ada penelitian
yang cukup untuk mengatakan bahwa
lipostabil/fat burning injection cukup aman
untuk digunakan. Menurut penelitian medis
sebenarnya tidak disarankan melakukan
suntik kurus, namun penelitian lainnya
menyatakan bahwa sunik kurus merupakan
cara menguruskan tubuh yang cukup aman.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
keberadaan suntik kurus di Indonesia masih
kontroversial.
Menurut Toja (2005) semakin
banyaknya remaja, khususnya remaja putri,
yang merasa tidak puas dengan tubuhnya
bahkan hingga melakukan suntik kurus yang
keamanannya sedikit banyak masih
dipertanyakan membuat peneliti ingin
mengetahui lebih lanjut mengenai
bagaimana sebenarnya citra tubuh yang
mereka miliki. Penelitian ini berfokus pada
remaja putri karena remaja putri memang
lebih merasa tidak puas dengan tubuhnya
dibanding remaja putra. Sedangkan remaja
akhir dipilih karena syarat yang biasa
diajukan untuk melakukan suntik kurus
adalah berusia diatas 18 tahun. Penelitian ini
dilakukan secara kualitatif guna
mendapatkan gambaran secara nyata dan
menyeluruh mengenai gambaran citra tubuh
yang sulit didapatkan jika menggunakan
metode kuantitatif.
B. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apa yang
menyebabkan subjek melakukan
suntik kurus ?
2. Bagaimana citra tubuh subjek yang
melakukan suntik kurus?
3. Mengapa subjek memiliki citra
tubuh yang demikian
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini
adalah untuk mengetahui alasan subjek
melakukan suntik kurus, gambaran citra
tubuh remaja akhir putri yang melakukan
suntik kurus dan hal apa yang menyebabkan
subjek memilki citra tubuh yang demikian.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan masukan pada
masyarakat umumnya pada remaja
putri yang melakukan suntik kurus
dan memberikan masukan yang
bermanfaat bagi perkembangan Ilmu
Psikologi, khusunya Psikologi
perkembangan dan Psikologi Klinis,
serta dapat menggali lebih dalam
tentang proses pembentukan citra
tubuh yang lebih khusus pada remaja
putri yang melakukan suntik kurus
2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini
memberikan masukan kepada orang
tua untuk lebih memperhatikan
bagaimana citra tubuh yang terbentuk
pada remaja putri, khususnya remaja
putri yang melakukan suntik kurus.
Selain itu penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumber inspirasi untuk
mengembangkan pengetahuan
mengenai pandangan remaja putri
mengenai tubuhnya. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan
masukan pada remaja, orang tua,
guru, psikolog, maupun praktisi
pemerhati remaja lainnya mengenai
citra tubuh remaja.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Citra Tubuh
1. Pengertian Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan bagian
dari konsep diri yang berupa gambaran
seseorang mengenai tubuhnya (Atwater
dan Duffy, 2005). Belakangan ini, istilah
citra tubuh berkembang meliputi
bagaimana perasaan seseorang mengenai
tubuhnya, dan apakah individu tersebut
puas atau tidak dengan tubuhnya. Berikut
ini akan dijabarkan lebih lanjut mengenai
citra tubuh.
Beberapa pengertian mengenai
citra tubuh dipaparkan oleh para ahli,
diantaranya:
Thompson dkk, (1999) melihat
citra tubuh sebagai penampilan sebenarnya
atau bagaimana melihat orang lain,
bagaimana pandangan sendiri untuk tampil
terhadap orang lain dan representasi internal
dari tampilan luar, persepsi dari tubuh dan
tampilan internal terkait dengan pemikiran
dan perasaan dan bisa saja merubah perilaku
pada situasi tertentu.
Garisson (dalam Sihombing, 2003)
menyatakan bahwa citra tubuh sebagai suatu
pengalaman psikologis individu yang
berkaitan dengan tubuhnya, yang berfokus
pada perasaan dan sikap-sikap individu
tersebut terhadap tubuhnya.
Citra tubuh juga dapat diartikan
sebagai gambaran mental yang dimiliki
seseorang terhadap tubuhnya sendiri
(Wolman dalam Sihombing, 2003)
sementara itu Unger dan Crawford (dalam
Sihombing, 2003) mendefinisikan citra
tubuh sebagai suatu evaluasi dan penilaian
individu terhadap tubuhnya
Citra tubuh adalah sikap seseorang
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar yang mencakup persepsi dan perasaan
tentang ukuran, bentuk, fungsi dan potensi
tubuh saat ini dan masa lalu ( Stuart dan
Sundeen ,dalam Kelliat, 1998)
2. Gangguan Citra Tubuh (Body Image
Disturbance)
Gangguan citra tubuh (body image
disturbance) didefinisikan bahwa gangguan
citra tubuh merupakan pemikiran dan
perasaan negatif sesorang mengenai
tubuhnya.
Gangguan citra tubuh tidak terbatas
pada mereka yang secara klinis terdiagnosa
memiliki gangguan makan ( Thompson
dalam Botta, 1999). Model kontinum
mungkin merupakan cara yang paling tepat
dalam menjelaskan konsep gangguan citra
tubuh, dari tidak adanya gangguan sama
sekali hingga gangguan tingkat ekstrim
(Thompson, 1999).
Menurut Cash dkk (dalam
Sihombing, 2003) bentuk gangguan citra
tubuh dapat dibagi dua, berdasarkan
komponen citra tubuh yang terganggu yaitu:
a. Body Image Distortion
Seperti dijelaskan sebelumnya,
apabila komponen yang terganggu
adalah komponen persepsi maka
gangguan body image yang dialami
adalah distorsi body image. Apabila
individu mengalami distorsi body
image maka ia tidak mampu
memperkirakan (mengestimasi) ukuran
tubuhnya secara tepat.
b. Body Image Disatisfaction
Ketidakpuasaan citra tubuh dapat
dilihat dari bagaimana individu menilai
tubuhya. Bila individu menilai
penampilan tidak sesuai dengan standar
pribadinya, maka ia akan menilai
rendah tubuhnya. Ketidakpuasan
individu terhdap tubuhnya dapat
menyebabkan individu mempunyai
harga diri yang rendah atau bahkan
depresi, kecemasan sosial dan menarik
diri dari situasi sosial ( Cash dkk dalam
Sihombing, 2003).
Sedangkan menurut Thompson
(1980) mendefinisikan gangguan citra
tubuh sebagai suatu penilaian yang
terlalu jauh terhadap bentuk dan ukuran
tubuh yang sebenarnya, yang akan
membentuk persepsi yang salah dan
merendahkan.
Terdapat beberapa teori terbentuknya
gangguan citra tubuh (Body Image
Distortion) antara lain :
1) Teori Perseptual
Teori ini menjelaskan bahwa
munculnya gangguan citra tubuh terjadi
karena kurang akuratnya persepsi
seseorang terhadap ukuran atau bentuk
tubuhnya. Hal ini bisa disebabkan
karena adanya defisit kortikal yang
kemudian menyebabkan gangguan
perseptual dan visuospasial. Sebab lain
yaitu karena adanya persepsi
maladaptif individu mempersepsikan
diri mereka dalam ukuran maksimum
dan minimum (Crisp dan Kalucy dalam
Thompson, 1996).
2) Teori Developmental
Salah satu hal penting dan
mempengaruhi citra tubuh seseorang
ialah waktu terjadinya tahap pubertas
pada remaja. Thompson (1996)
menyebutkan bahwa bila seorang
remaja mengalami keterlambatan
perkembangan dalam masa pubertas,
semakin besar kecenderungan bahwa ia
mendapatkan ejekan atau komentar
yang tidak menyenangkan. Satu hal lagi
yang dapat mempengaruhi
terbentuknya gangguan citra tubuh
ialah pelecehan seksual atau
pengalaman seksual yang terlalu dini
3) Teori sosiokultural
Walaupun ada beberapa model
teori yang telah dikemukakan untuk
menjelaskan masalah citra tubuh,
banyak penelitian yang berpendapat
bahwa faktor masyarakat dan budaya
memiliki pengaruh yang kuat dalam
membentuk, mengembangkan, dan
mempertahankan masalah citra tubuh
pada masyarakat barat. Teori ini
dikenal dengan teori sosiokultural,
yang menyebutkan bahwa
masyarakatlah yang menentukan
standar sosial mengenai apa yang
cantik dan menarik (Heinberg dalam
Thompson dkk, 1999). Thompson
(1996) juga berpendapat bahwa norma
budaya memiliki peranan dalam
mempengaruhi pekembangan tingkah
laku dan sikap yang berhubungan
dengan citra tubuh.
3. Ketidakpuasan Tubuh
Ketidakpuasan tubuh merupakan
bagian dari gangguan citra tubuh yang
terkait pada kognitif, afeksi dan sikap
citra tubuh negatif (Bergstrom &
Neighbors, 2006). Namun menurut
Thompson dkk, (1999) ketidakpuasan
tubuh juga terkait dengan perilaku
seseorang. Gangguan citra tubuh yang
terkait pada afeksi diantaranya adalah
saat seseorang merasa terganggu,
menderita atau cemas terhadap
tubuhnya. Gangguan yang terkait
dengan aspek kognisi berupa pemikiran
dan keyakinan negative mengenai
tubuhnya, misalnya saja harapan tidak
realisitis terhadap penampilannya,
Sedangkan gangguan yang terkait
dengan aspek perilaku misalnya saja
menghindari situasi tertentu yang
menyebabkan individu tersebut dapat
mengingat tubuhnya (Thompson,
1999).
Cash (1996) mengatakan
berbagai kejadian yang dapat
mengaktivasi ketidakpuasan tersebut
antara lain saat seseorang
memperhatikan tubuhnya dengan
seksama (body exposure), saat
seseorang mengamati dengan seksama
lingkungan sosialnya (social scrutiny),
saat seseorang membandingkan dirinya
dengan lingkungan sosialnya,
mengenakan pakaian tertentu,
bercermin, makan, olahraga
(exercising), menimbang berat badan
atau saat seseorang mengalami suatu
perubahan penampilan yang tidak
diinginkan
4. Kepuasan Citra Tubuh
Menurut Thompson dkk, (1999)
mendefinisikan kepuasan tubuh sebagai
kepuasan dengan salah satu aspek dari
tubuh, biasanya skala yang menentukan
situs nilai (misalnya, pinggang, pinggul,
paha, payudara rambut dan lain lain).
Menurut Mintz dan Betz (dalam
Nirmala, 1996) kepuasan citra tubuh
adalah derajat kepuasan mengenai
berbagai bagian dan karakterstik tubuh
seseorang. sementara itu Hill, Oliver, dan
Rogers (dalam nirmala, 1996)
memberikan definisi bahwa kepuasan
citra tubuh adalah derajat kepuasan
bagian-bagian yang berbeda pada tubuh
seseorang. kepuasan citra tubuh
merupakan suatu kontinum dimana salah
satu ujungnya adalah ketidakpuasan citra
tubuh (derajat kepuasan citra tubuh yang
tinggi)
Secord dan Jourard (dalam Nirmala,
1996) menemukan bahwa derajat kepuasan
citra tubuh yang tinggi berhubungan
dengan peningkatan konsep diri dan
kepercayaan diri individu. beberapa faktor
yang mempengaruhi kepuasan citra tubuh
adalah :
1) Berat badan, bentuk tubuh, dan tingkat
kekurusan atau kegemukan
2) Trend yang sedang berlaku di
Masyarakat
Trend yang berlaku di masyarakat
sangat mempengaruhi citra tubuh
seseorang (Fallon dalam Thompson,
1996).
3) Media massa
Media massa berperan sangat besar
dalam memyebarkan informasi mengenai
standar tubuh yang ideal ( Mazur dalam
Thompson, 1999 ).
4) Tahap Perkembangan
Perubahan fisik yang terjadi pada
masa remaja akan berdampak pada
kepuasan citra tubuh mereka karena
belum tentu perubahan yang terjadi
sesuai dengan keinginan mereka yang
bahkan bisa menimbulkan rasa malu
(Pruzinsky dan Cash dalam Thompson,
1996).
5) Sosialisasi
Seumur hidupnya manusia tidak
terlepas dari pengaruh orang lain,
melalui orang tua, teman, kekasih
ataupun significant others lainnya, nilai
tentang penampilan dan standar fisik
yang berlaku diajarkan dan
disosialisasikan (Fallon dalam
Thompson, 1996)
5. Teori Diskrepansi Diri-Ideal Dalam
Tubuh
Kepuasan seseorang terhadap
tubuhnya sangat dipengaruhi oleh
gambaran tubuh ideal, bagian yang
sangat penting dari keseluruhan citra
tubuh (Atwater dan Duff, 2005). Teori
ini menjelaskan bahwa seseorang
termotivasi untuk mencapai
kesepakatan antara konsep diri aktual
yang dimilikinya dan konse ideal yang
telah terinternalisasi (Cash dan
Syzmanski, 1995).
6. Komponen Citra Tubuh
Banfield dan McCabe (2002)
menyatakan bahwa konstrak citra
tubuh terdiri dari tiga faktor
multidimensional, yaitu :
a. Faktor kognisi dan afeksi terhadap
tubuh (cognition dan affection
regarding body)
Faktor ini mengungkapkan pikiran
dan perasaan individu mengenai
tubuhnya
b. Faktor perilaku mementingkan
tubuh dan perilaku diet (body
importance dan dieting behavior)
Faktor ini berfokus pada sejauh
mana individu mementingkan citra
tubuh dan perilaku diet yang
dilakukan untuk meraih bentuk
tubuh yang diinginkan dan
mempertahankannya.
c. Faktor citra tubuh yang dipersepsi
individu terhadap bagian-bagian
tubuh tertentu atau akurasi
penilaian individu terhadap
ukuran, bentuk dan berat relatif
terhadap proporsi aktual.
7. Perbedaan Individual yang
Mempengaruhi Citra Tubuh
a. Jenis Kelamin
b. Orientasi Seksual
c. Efek Etnis dan Budaya
d. Kelas Sosial
e. Indeks Masa Tubuh (IMT)
f. Kegiatan atau Profesi yang
ditekuni
g. Komparasi Sosial yang dilakukan
8. Faktor-Faktor Interpersonal yang
Mempengaruhi Citra Tubuh
Thompson (1999) menjabarkan
bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi citra tubuh seseorang
dapat dilihat melalui dua cara yaitu
secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh interpersonal
secara langsung didapat melalui umpan
balik penampilan terhadap citra diri
seseorang seperti ejekan atau komentar
dan kritikan secara langsung hingga
komentar ekstrim yang barbau
pelecehan seksual. Sedangkan
pengaruh tidak langsung dari orang lain
membahas isu seputar bagaimana
persepsi mereka terhadap penampilan
ideal, kualitas hubungan interpersonal
yang diindikasikan oleh penerimaan
dan penolakan, juga pengaruhnya
dengan menjadi role model perilaku
yang menunjukkan ketidakpuasan
tubuh. Berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan,
pengaruh interpersonal biasanya
didapatkan dari :
a. Orangtua
b) Teman sebaya (peers)
c) Pasangan (Romantic Partner)
d) Orang tak dikenal (Perfect Stranger)
9. Pengaruh Citra Tubuh
Menurut Bergstrom dan Neighbors
(2006) depresi juga dihubungkan
dengan hadirnya gangguan citra
tubuh pada wanita, sedangkan
menurut Dimar, Halliwel dan Ive
(2006) juga menyebutkan bahwa
ketidakpuasan tubuh dapat
menyebabkan mood depresif atau
depresi. Simptom depresi sendiri
antara lain kehilangan energi, merasa
sedih, tidak berharga, merasa
bersalah, sulit berkonsentrasi,
menarik diri dari orang lain,
kehilangan minat serta kesenangan
dalam melakukan aktifitas sehari-
hari, dan berpikir mengenai kematian
dan bunuh diri.
10. Citra Tubuh Remaja
Menurut Brownell & Faust (dalam
Rosenblum dan Lewis, 1999)selama
masa remaja, citra tubuh mengalami
perubahan sering dengan berubahnya
fisik remaja. Hal tersebut dapat saja
terjadi melalui proses komparasi
antara perubahan yang terjadi pada
tubuh dan standar ideal mengenai
penampilan fisik yang dinginkan
yang relatif stabil. Hal ini juga
berhubungan dengan konsep menarik,
terlepas dari bagaimana orang lain
melihat dirinya. Steward dan Koch
(1983) mengatakan citra tubuh pada
remaja akan meningkat saat bentuk
tubuhnya sesuai dengan seks dan
kultir ideal.
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Dalam Mighwar, (2006) istilah
adolesence atau remaja berasal dari
kata Latin adolescere (kata bendanya ,
adolescentia yang berarti remaja) yang
berarti “ tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa”. Bangsa primitif
demikian pula orang –orang zaman
purbakala memandang masa puber dan
masa remaja tidak berbeda dengan
periode-periode lain dalam rentang
kehidupan, anak dianggap sudah
dewasa dan mampu mengadakan
reproduksi.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havighurst (dalam Rice
& Dolgin, 2002) menggarisbesarkan
delapan tugas besar untuk remaja:
a. Menerima fisiknya dan
menggunakan tubuh secara efektif
b. Membuat relasi baru yang lebih
dewasa dengan teman sebaya baik
sejenis maupun lawan jenis
c. Menghayati peran sosial maskulin
atau feminin
d. Memiliki kebebasan emosional
dari orang tua dan orang dewasa
lainnya
e. Mempersiapkan karir
f. Menyiapkan diri untuk pernikahan
dan kehidupan keluarga
g. Membuat dan melakukan perilaku
yang bertanggug jawab secara
sosial
h. Mendapatkan sekumpulan nilai
dan sistem etika dan
mengembangkan ideologi
3. Karakteristik Remaja
a. Aspek fisik
b. Aspek kognitif
c. Aspek psikososial
4. Ciri – ciri Umum Masa Remaja
Setiap periode penting selama
rentang kehidupan memiliki ciri-ciri
tertentu yang membedakannya dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-
ciri tersebut juga dimiliki oleh remaja,
sebagaimana paparan berikut
(Mighwar, 2006).
a. Masa yang penting
Semua periode dalam rentang
kehidupan memang penting, tetapi ada
perbedaan dalam tingkat
kepentingannya.
b. Masa transisi
Transisi merupakan tahap
peralihan dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya.
Maksudnya, apa yang telah terjadi
sebelumnya akan membekas pada apa
yang terjadi sekarang dan yang akan
datang.
c. Masa perubahan
Selama masa remaja, tingkat
perubahan sikap dan perilaku sejajar
dengan tingkat perubahan fisik.
d. Masa pencarian identitas
Penyesuaian diri dengan standar
kelompok dianggap jauh lebih penting
bagi remaja daripada individualitas.
C. Suntik Kurus
Suntik kurus atau Slimming Injection
menurut pakar ahli kecantikan adalah teknik
penyuntikan mikro formula farmasetik,
homeopatik, asam amino, dan vitamin,
secara langsung pada lapisan di bawah kulit
(lapisan kulit mesodermis) di tempat yang
bermasalah (tempat timbunan lemak
berada). Efek dari suntikan ini tergantung
dari beberapa campuran yang digunakan.
Untuk tujuan pembentuka tubuh, campuran
yang biasa digunakan untuk tujuan
pembentukan tubuh, campuran yang biasa
digunakan antara lain procaine, untuk tujuan
anestesi, aminofilin yang biasa digunakan
untuk penderita asma dan isoproteranol
yang biasa digunakan untuk penderita
penyakit jantung. (Andri, 2008)
Ada pun zat-zat yang terkandung
dalam Slimming injection adalah Siloeg,
Mesostabil, Lipostabik, L Carnitine,
Prolene, Riboplavin, Vit.C+Kolagen
(laroscorbine), B12, Cellulife, Cellulyse,
Phosphaticolidine, procain, prolene, semua
diracik dgn campuran dan dosis yg pas utk
membakar lemak dengan cepat namun tetap
aman bagi tubuh.
Syarat-syarat yang diajukan sebelum
melakukan suntik kurus ini berbeda-beda di
setiap dokternya. Ada dokter yang
mengatakan bahwa umur 12 tahun sudah
dianggap dewasa untuk melakukan suntik
kurus. Namun ada juga dokter yang hanya
memperbolehkan pasien di atas 18 tahun.
Selain itu, pasien yang memiliki tekanan
darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
juga tidak diperbolehkan melakukan
penyuntikan tersebut (Lia, 2006).
Lia mengatakan sebenarnya obat-
obatan tersebut digunakan bukan untuk
indikasi menguruskan. Namun karena efek
sampingnya adalah meningkatkan
metabolisme tubuh, jadi orang-orang
tersebut menggunakannya untuk
melangsingkan tubuh
Menurut Banfield (2002) karena obat-
obatan yang memiliki efek meningkatkan
metabolisme tubuh umumnya dapat
meningkatkan tekanan darah, denyut
jantung, meningkat atau berdebar, kesulitan
tidur, dan lain sebagainya. Resiko terkecil
pada orang yang sensitif dan tidak tahan
terhadap efek tersebut diantaranya adalah
nyeri kepala, mual, gelisah, jantung
berdebar-debar hingga resiko kematian
D. Citra Tubuh pada Remaja Putri
yang Melakukan Suntik Kurus
Masa remaja adalah masa yang begitu
rentan dengan permasalahan-permasalahan,
salah satu nya adalah masalah citra tubuh,
citra tubuh merupakan bagian dari konsep
diri yang berupa gambaran seseorang
mengenai tubuhnya (Atwater & Duffy,
2005.
Menurut Feingold dan Mazzella
(1998) ketidakpuasan terhadap satu atau
lebih anggota tubuh merupakan hal yang
normal bagi sebagian besar orang, sehingga
tidak sedikit pula para remaja putri yang
berlomba-lomba untuk menurunkan berat
badannya dengan mengikuti berbagai
program penurunan berat badan melalui
suntik kurus.
Salah satu cara yang digunakan untuk
meraih gambaran tubuh ideal tersebut
adalah dengan cara Slimming injection atau
yang sering disebut dengan suntik kurus,
suntik kurus adalah suatu cara untuk
melangsingkan tubuh dengan cara yang
lebih instan dibanding dengan
mengkonsumsi obat-obatan, olahraga secara
teratur ataupun diet, oleh karena itu tidak
heran jika saat ini semakin banyak remaja
putri yang melakukan suntik kurus untuk
memperindah tubuh atau mempercantik diri.
Suntik kurus adalah istilah yang biasa
digunakan masyarakat untuk menguruskan
badan dengan menyuntikkan zat tertentu ke
dalam tubuh. Suntik kurus merupakan
metode yang digunakan untuk memperkecil
ukuran tubuh dengan menyuntikkan suatu
zat yang memiliki efek sistematis (obat akan
beredar ke seluruh tubuh).
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang
menghasilkan dan mengolah data yang
sifatnya deskriptif, seperti transkripsi
wawancara, catatan laporan dan sebagainya
(Poerwandari, 1998)
Menurut Creswell, penelitian
kualitatif adalah suatu proses penelitian
untuk memahami masalah – masalah
manusia atau sosial dengan menciptakan
gambaran menyeluruh dan kompleks yang
disajikan dengan kata – kata, melaporkan
pandangan terinci dari para sumber
informasi, serta dilakukan dalam latar
(setting) yang alamiah.
Basuki (2006) mengatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk mendapat pemahaman yang
mendalam tentang masalah-masalah
manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan
bagian permukaan dari suatu realitas
sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif
dengan positivismenya. Peneliti
menginterpretasikan bagaimana subjek
memperoleh makna dari lingkungan
sekeliling, dan bagaimana makna tersebut
mempengaruhi tingkah laku mereka.
Penelitian dilakukan dalam latar (setting)
yang alamiah (naturalistic) bukan hasil
perlakuan (treatment) atau manipulasi
variabel yang dilibatkan.
Sedangkan menurut Meleong
(2004), penelitian kualitatif merupakan
penelitian yang memanfaatkan wawancara
terbuka untuk menelaah dan memahami
sikap, pandangan, perasaan dan perilaku
individu atau sekelompok orang. Penelitian
kualitatif juga merupakan penelitian yang
menggunakan pendekatan naturalistik untuk
mencari dan menemukan pengertian atau
pemahaman tentang fenomena dalam suatu
latar yang berkonteks khusus. Pengertian ini
hanya mempersoalkan dua aspek yaitu
pendekatan penelitian yang digunakan
adalah naturalistik, sedangkan upaya dan
tujuannya adalah suatu fenomena dalam
suatu konteks khusus.
Dari pandangan Creswell, Denzin
dan Lincoln, serta pandangan Guba dan
Lincoln yang dikemukakan oleh Muluk
(dalam Basuki, 2006), dapat dikemukakan
ciri-ciri penelitian kualitatif sebagai berikut :
1. Penelitian kualitatif merupakan
penelitian dengan konteks dan
setting apa adanya atau alamiah,
bukan melakukan eksperimen yang
dikontrol secara ketat atau
memanipulsi variabel.
2. Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang masalah-masalah
manusia dan sosial dengan
menginterpretasikan bagaimana
subjek memperoleh makna dari
lingkungan di sekeliling dan
bagaimana makna tersebut
mempengaruhi perilaku mereka,
bukan mendeskripsikan bagian
permukaan dari suatu realitas seperti
yang dilakukan peneliti kuantitatif.
3. Agar peneliti bisa mendapatkan
pemahaman mendalam bagaimana
subjek memaknai realitas dan
bagaimana makna tersebut
mempengaruhi perilaku subjek,
peneliti perlu melakukan hubungan
yang erat dengan subjek yang
diteliti. Untuk itu, bila perlu peneliti
melakukan observasi terlibat.
4. Tidak seperti penelitian kuantitatif,
penelitian kualitatif tidak membuat
perlakuan, memanipulasi variabel,
dan menyusun definisi operasional
variable. Untuk mencapai tujuan
kualitatif, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data tidak
terbatas pada observasi dan
wawancara saja, tetapi juga
dokumen, riwayat hidup subjek,
karya-karya tulis subjek, publikasi
teks dan lain-lain.
5. Tidak seperti kuantitatif yang bebas
nilai, penelitian kaulitatif justru
menggali nilai yang terkandung dari
suatu perilaku. Penelitian kualitatif
menyakini bahwa perilaku tidak
mungkin bebas dari nilai yang
dihayati individu yang diteliti.
6. Penelitian kualitatif bersifat
fleksibel, tidak terpaku pada konsep,
fokus, teknik pengumpulan data
yang direncanakan pada awal
penelitian, tetapi dapat berubah
dilapangan mengikuti situasi dan
perkembangan penelitian.
7. Tidak seperti penelitian kuantitatif
dimana untuk mencapai objektivitas
dengan melakukan pengukuran
secara kuantitatif, penelitian
kualitatif mendapatkan akurasi data
dengan melakukan hubungan yang
erat dengan subjek yang diteliti
dalam konteks dan setting yang
alamiah.
A. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek dalam
penelitian ini adalah remaja putri yang
berusia 22 tahun dan melakukan suntik
kurus
2. Jumlah Subjek
Menurut Patton (dalam
Poerwandari, 1998), tidak ada aturan
dalam jumlah sampel yang harus diambil
dalam penelitian kualitatif. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil dua
orang subjek. Hal ini dilakukan agar
mendapatkan subjek yang benar – benar
sesuai dengan tujuan untuk mendapatkan
data yang valid dan seakurat mungkin
sehingga hasil penelitian dapat
menguatkan.
C.Tahap – tahap Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Peneliti membuat pedoman wawancara
dan observasi yang didasarkan pada
beberapa teori yang relevan dengan
masalah. Pedoman wawancara itu
berisi pertanyaan mendasar yang
nantinya akan berkembang dalam
wawancara.
b. Pedoman wawancara dan observasi
yang telah disusun diajukan pada yang
lebih ahli, dalam hal ini pembimbing
penelitian untuk mendapatkan
masukan mengenai isi pedoman
wawancara.
c. Setelah mendapatkan masukan dan
koreksi dari pembimbing penelitian,
peneliti membuat perbaikan pedoman
wawancara tersebut dan
mempersiapkan diri untuk melakukan
wawancara.
d. Peneliti memilih subjek sesuai dengan
karakteristik subjek yang telah
ditentukan agar dapat mengungkap
apa yang ingin didapatkan. Selain itu
peneliti juga menentukan Significant
Others yang dapat membantu
pencarian data- data.
e. Peneliti membuat jadwal pertemuan
untuk melakukan wawancara dengan
subjek yang telah ditetapkan.
f. Setelah jadwal telah diatur, maka
wawancara dapat dilaksanakan.
2. Tahap pelaksanaan penelitian
Dalam penelitian, selanjutnya
peneliti berencana untuk mengumpulkan
data – data yang relevan dengan cara
melakukan wawancara, baik secara
langsung dengan subjek penelitian,
maupun wawancara dengan Significant
Others. Selain wawancara, prosedur
lainnya yang akan digunakan oleh
peneliti dalam proses pengambilan data
adalah observasi.
D.Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee)
(Moleong,1999).
Menurut Kartono (dalam Basuki,
2006) interview atau wawancara adalah
suatu percakapan yang diarahkan pada
suatu masalah tertentu; ini merupakan
proses tanya jawab lisan, dimana dua
orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik.
Menurut Veitch dan Arkkelin
(1995), wawancara adalah dialog yang
dirancang untuk memperoleh informasi
yang dapat dikuantifikasikan. Dalam hal
ini, proses wawancara menjadi lebih
dari sekedar percakapan sebagaimana
disarankan oleh Cannel dan Khan
(dalam Veitch dan Arkkelin, 1995)
melibatkan paling tidak lima langkah
yang berbeda, yaitu:
a. Menciptakan atau menyeleksi
jadwal awal wawancara
(seperangkat pertanyaan,
pernyataan, gambar – gambar, atau
stimulus lainnya yang dapat
menimbulkan respon)
b. Memimpin jalannya wawancara
(yang perlu diingat adalah
pengklasifikasikan respon – respon
dan peristiwa – peristiwa)
c. Merekam respon – respon, yaitu
dengan mencatat atau merekam
dengan alat perekam
d. Menciptakan kode angka (suatu
skala atau cara lain yang dapat
digunakan untuk merekam respon –
respon yang sudah diterjemahkan ke
dalam suatu perangkat aturan
tertentu)
e. Mengkoding respon – respon
wawancara.
Secara umum kita dapat
membedakan tiga pendekatan dasar
dalam memperoleh data kualitatif
melalui wawancara menurut Patton
(dalam Moleong,1999), yaitu:
a. Wawancara pembicaraan informal
Pada jenis wawancara ini
pertanyaan yang diajukan sangat
bergantung pada pewawancara itu
sendiri, jadi bergantung pada
spontanitasnya dalam mengajukan
pertanyaan kepada yang
diwawancarai. Wawancara
demikian dilakukan pada latar
alamiah. Hubungan pewawancara
dengan yang diwawancarai adalah
dalam suasana biasa, wajar,
sedangkan pertanyaan dan
jawabannya berjalan seperti
pembicaran biasa dalam kehidupan
sehari – hari saja. Sewaktu
pembicaraan berjalan, yang
diwawancarai mungkin tidak
menyadari bahwa ia sedang
diwawancarai.
b. Pendekatan menggunakan
pertunjukan umum wawancara
Jenis wawancara ini
mengharuskan pewawancara
membuat kerangka dan garis besar
pokok- pokok yang ditanyakan
dalam proses wawancara. Penyusun
pokok – pokok itu dilakukan
sebelum wawancara dilakukan.
Pokok – pokok yang dirumuskan
tidak perlu ditanyakan secara
berurutan. Demikian pula
penggunaan dan pemilihan kata –
kata untuk wawancara dalam hal
tertentu tidak perlu dilakukan
sebelumnya. Petunjuk wawancara
hanyalah berisi petunjuk secara
garis besar tentang proses dan isi
wawancara untuk menjaga agar
pokok – pokok yang direncanakan
dapat tercakup seluruhnya. Petunjuk
itu mendasarkan diri atas anggapan
bahwa ada jawaban yang secara
umum akan sama diberikan oleh
responden, tetapi yang jelas tidak
ada perangkat pertanyaan baku yang
disiapkan terlebih dahulu.
Pelaksanaan wawancara dan
pengurutan pertanyaan disesuaikan
dengan keadaan responden dalam
konteks wawancara yang
sebenarnya.
c. Wawancara baku terbuka
Jenis wawancara ini adalah
wawancara yang menggunakan
seperangkat pertanyaan baku.
Urutan pertanyaan, kata – katanya,
dan cara penyajiannya pun sama
untuk setiap responden. Keluwesan
mengadakan pertanyaan
pendalaman (probing) terbatas, dan
hal itu bergantung pada situasi
wawancara dan kecakapan
pewawancara. Wawancara demikian
digunakan jika dipandang sangat
perlu untuk mengurangi sedapat –
dapatnya variasi yang bisa terjadi
antara seseorang yang diwawancarai
dengan yang lainnya. Maksud
pelaksanaan tidak lain merupakan
usaha untuk menghilangkan
kemungkinan terjadinya
kemencengan (bias). Wawancara
jenis ini bermanfaat pula dilakukan
apabila pewawancara ada beberapa
orang dan yang diwawancarai cukup
banyak jumlahnya.
Pada kesempatan ini, peneliti
akan menggunakan teknik
wawancara dengan pendekatan
menggunakan petunjuk umum
wawancara, yang akan dilakukan
dengan membuat pedoman
wawancara, yang nantinya dapat
diperluas pada saat wawancara
berlangsung untuk mendapatkan
data yang relevan.
2. Observasi
Observasi adalah cara pengambilan
data dengan menggunakan mata tanpa ada
pertolongan alat standart lain untuk
keperluan tersebut (Nazir,1998). Lalu
menurut Banisten, dkk. (dalam Poerwandari,
2001) observasi adalah kegiatan
memperhatikan sacara akurat, mencatat
fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan antara aspek
dalam fenomena tersebut. Observasi selalu
menjadi bagian dalam penelitian psikologis,
dapat berlangsung dalam konteks
laboratorium (ekperimental) maupun dalam
konteks alamiah.
Moleong (1999) pengamatan dapat
diklasfikasikan atas pengamatan melalui
cara peran serta dan tidak peran serta.
Buford Junker (dalam Moleong, 1999)
membagi macam – macam observasi
tersebut menjadi:
a. Berperan serta secara lengkap
Pengamat dalam hal ini menjadi
anggota penuh dari kelompok yang
diamatinya. Dengan demikian ia dapat
memperoleh informasi apa saja yang
dibutuhkannya, termasuk yang
dirahasiakan sekalipun.
b. Pemeran serta sebagai pengamat
Peran serta peneliti sebagai pengamat
dalam hal ini tidak sepenuhnya
sebagai pemeranserta tetapi masih
melakukan fungsi pengamatan. Ia
menjadi sebagai anggota pura – pura
jadi tidak melebur dalam arti
sesungguhnya. Peranan demikian
masih membatasi para subjek
menyerahkan dan memberikan
informasi terutama yang bersifat
rahasia.
c. Pengamat sebagai pemeran serta
Peranan pengamat secara terbuka
diketahui oleh umum bahkan mungkin
ia atau mereka disponsori oleh para
subjek. Karena itu maka segala
macam informasi termasuk yang
rahasia sekalipun dapat dengan mudah
diperolehnya.
d. Pengamat penuh
Biasanya hal ini terjadi pada
pengamatan seseuatu eksperimen di
laboratorium yang menggunakan kaca
– sepihak. Peneliti dengan bebas
mengamati secara jelas subjeknya dari
belakang kaca sedang para subjeknya
sama sekali tidak mengetahui apakah
mereka sedang diamati atau tidak.
Pengamat dapat pula dibagi
menjdi pengamat terbuka dan
pengamat tertutup. Yang terbuka dan
tertutup di sini adalah pengamat dan
latar penelitiannya. Pengamat secara
terbuka diketahui oleh subjek,
sedangkan sebaliknya para subjek
dengan sukarela memberikan
kesempatan kepada pengamat untuk
mengamati peristiwa yang terjadi, dan
mereka menyadari bahwa ada orang
yang mengamati hal yang dilakukan
oleh mereka. Sebaliknya, pengamat
tertutup adalah pengamatnya
beroperasi dan mengadakan
pengamatan tanpa diketahui oleh
orang para subjeknya. Biasanya
pengamatan seperti yang terakhir ini
dilakukan oleh peneliti pada tempat –
tempat umum, atau tempat – tempat
hiburan lainnya.
Adapun menurut Nazir (2003)
menjelaskan pengamatan melalui dua
cara, yaitu pengamatan berstruktur
dan pengamatan tidak berstruktur.
a. Pengamatan berstruktur,
merupakan pengamatan dimana
peneliti telah mengetahui aspek apa
dari aktivitas yang diamatinya
dengan masalah serta tujuan
penelitian, dengan pengungkapan
yang sistematis untuk menguji
hipotesisnya.
b. Pengamatan tidak berstruktur,
merupakan pengamatan dimana
peneliti tidak mengetahui aspek apa
dari kegiatan – kegiatan yang ingin
diamatinya relevan dengan tujuan
penelitian.
Moleong (1999) pengamatan
dapat diklasfikasikan atas pengamatan
melalui cara peran serta dan tidak
peran serta. Buford & Junker (dalam
Moleong, 1999) membagi macam –
macam observasi tersebut menjadi:
a) Pengamatan melalui cara berperan
serta (partisipan), dimana dalam
penelitian ini, peneliti mempunyai
dua fungsi sekaligus. Artinya
dapat dengan secara mengamati
fenomena yang ada dan masuk ke
dalam kelompok subjek yang
diteliti.
b) Pengamatan tanpa berperan serta
(non partisipan), dimana
penelitian ini, pengamat hanya
memiliki satu fungsi yaitu peneliti
dapat mengamati data secara
langsung dari subjek.
Pengamatan dapat pula dibagi
atas pengamatan pada latar belakang
alamiah dan buatan. Sering dalam
kepustakaan lain kedua macam
pengamatan tersebut dinamakan
pengamatan tidak terstruktur dan
pengamatan terstruktur. Latar alamiah
inilah yang dikehendali dalam
penelitian kualitatif, sedang situasi
yang dibuat atau dikontrol biasanya
digunakan untuk keperluan
eksperimen.
Peneliti akan menggunakan
teknik pengamatan tanpa berperan
serta (non partisipan), dimana
penelitian ini, pengamat hanya
memiliki satu fungsi yaitu peneliti
dapat mengamati data secara langsung
dari subjek.
E. Alat Bantu Pengumpulan Data
Alat bantu pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara
Merupakan susunan pertanyaan yang
diberikan kepada subjek yang nantinya
akan dijadikan oleh peneliti untuk
keperluan yang bersangkutan. Pedoman
wawancara digunakan untuk
mengingatkan peneliti mengenal hal – hal
yang harus ditanyakan dan dibahas dalam
proses wawancara, yang termasuk dalam
latar belakang subjek, gambaran citra
tubuh subjek, pemahaman subjek tentang
suntik kurus . Hal-hal tersebut akan
menjadi daftar kontrol apakah aspek –
aspek yang akan ditanyakan sudah cukup
relevan dengan topik yang akan diteliti
dan telah dibahas yaitu mengenai citra
tubuh remaja putri yang melakukan suntik
kurus
2. Pedoman observasi
Berisi panduan dalam melakukan
observasi terhadap perilaku yang tampak
dari subjek disaat penelitian berlangsung,
yang kemudian dimasukkan ke dalam
catatan lapangan. Pedoman observasi
terhadap setting wawancara, gambaran
fisik dan penampilan subjek saat
diwawancara. Pedoman ini disusun
berdasarkan topik yang akan diteliti, yaitu
mengenai citra tubuh pada remaja putri
yang melakukan suntik kurus.
3. Alat perekam
Selain peneliti sendiri, alat bantu yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah
alat tulis dan alat bantu berupa tape
recorder. Alat perekam digunakan untuk
membantu pada saat wawancara, agar tidak
ada informasi yang hilang dan memperoleh
data yang lengkap.
4. Kertas dan alat tulis
Sebagai alat untuk mencatat hasil
wawancara dan observasi.
F. Keakuratan Penelitian
Menurut Yin (2004), terdapat empat
kriteria keakuratan yang diperlukan dalam
suatu penelitian kualitatif. Keempat hal
tersebut adalah:
1. Keakuratan konstruk
Keakuratan bentuk batasan
berkaitan degan suatu kepastian bahwa yang
terukur benar – benar merupakan variabel
yang ingin diukur. Keakuratan ini juga dapat
dicapai dengan proses pengumpulan data
yang tepat. Salah satu caranya adalah
dengan proses trianggulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keakuratan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data
itu. Patton (dalam Poerwandari, 2001)
mengemukakan empat cara macam
trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan
untuk mencapai keakuratan, yaitu:
a. Triangulasi data
menggunakan berbagai sumber data
seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga
dengan mewawancarai lebih dari satu
subjek yang dianggap memiliki sudut
pandang yang berbeda.
b. Triangulasi pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti
yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini,
dosen pembimbing bertindak sebagai
pengamat (expert judgement) yang
memberikan masukan terhadap hasil
masukan terhadap hasil pengumpulan
data.
c. Triangulasi teori
Yaitu penggunaan berbagai teori
yang berlainan dari berbagai tokoh
untuk memastikan bahwa data yang
dikumpulkan sudah memenuhi syarat.
d. Triangulasi metode
Yaitu penggunaan berbagai metode
untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara, metode observasi atau
metode kualitatif. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan metode observasi
dan metode wawancara.
2. Keakuratan internal
Keakuratan internal merupakan
konsep yang mengacu keseberapa jauh
kesimpulan hasil penelitian
menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Keakuratan ini dapat
dicapai melalui proses analisis dan
interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam
melakukan penelitian kualitatif akan
selalu berubah dan tentunya akan
mempengaruhi hasil penelitian tersebut.
Walaupun telah dilakukan uji
keakuratan internal, tetap akan ada
kemungkinan munculnya kesimpulan
lain yang berbeda.
3. Keakuratan eksternal
Keakuratan eksternal mengacu pada
seberapa jauh hasil penelitian dapat
digeneralisasikan pada kasus lain.
Walaupun dalam penelitian kualitatif
memiliki sifat tidak ada kesimpulan
akhir yang pasti, namun penelitian
kualitatif dapat dikatakan memiliki
keakuratan eksernal terhadap kasus –
kasus lain selama kasus tersebut
memiliki konteks yang sama.
4. Keajegan
Keajegan merupakan konsep yang
mengacu pada seberapa jauh penelitian
berikutnya akan mencapai hasil yang
sama apabila mengulang penelitian yang
sama sekali lagi. Dalam penelitian
kualitatif, keajegan mengacu pada
kemungkinan penelitian selanjutnya
memperoleh hasil yang sama apabila
peneliti dilakukan sekali lagi dengan
subjek yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa konsep keajegan penelitian
kualitatif selain menekankan pada
desain penelitian, juga pada cara
pengumpulan data dan pengolahan data.
G. Teknik Analisis Data
Analisis terhadap data pengamatan
sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai
apa yang ingin diungkap peneliti melalui
pengamatan yang dilakukan. Teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini,
mengacu pada pendapat (Strauss, 2001)
yaitu:
1. Mengorganisasikan data
Peneliti mendapatkan data
langsung dari subjek melalui wawancara
mendalam yang dimana data direkam
dengan tape recorder, dibantu alat tulis
lainnya. Kemudian dibuat transkripnya
dengan mengubah hasil wawancara dari
bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis
secara verbatim setelah selesai menemui
subjek
2. Pengelompokanberdasarkan
kategori, tema dan pola jawaban
Dalam tahap ini dibuat pengertian
yang mendalam terhadap data, perhatian
yang penuh dan keterbukaan terhadap
hal – hal yang muncul di luar apa yang
ingin digali berdasarkan kerangka teori
dan pedoman wawancara. Peneliti
menyusun sebuah kerangka awal
analisis sebagai acuan dan pedoman
dalam melakukan koding.
Dengan pedoman ini, peneliti
kemudian kembali membaca transkrip
wawancara dan melakukan koding,
melakukan pemilihan data yang relevan
dengan pokok pembicaraan. Data yang
relevan diberi kode dan penjelasan
singkat, kemudian dikelompokkan atau
dikategorikan berdasarkan kerangka
analisis yang telah dibuat.
Peneliti menganalisis hasil
wawancara berdasarkan pemahaman
terhadap hal – hal yang diungkapkan
oleh subjek. Data yang telah
dikelompokan tersebut oleh peneliti
kemudian dicoba dipahami secara utuh
dan ditemukan tema – tema penting
serta kata kuncinya. Dari sini, peneliti
dapat mengungkap pengalaman,
permasalahan dan dinamika yang terjadi
pada subjek.
3. Menuliskan hasil penelitian
Menuliskan data yang berhasil
dikumpulkan sangatlah membantu
peneliti untuk sekali lagi memeriksa
apakah kesimpulan yang ditariknya
sudah sesuai atau belum. Selain itu,
hasil penelitian tersebut juga akan
membantu orang lain dalam memahami
penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian di atas dapat
dijelaskan beberapa hal yaitu:
1. Alasan subjek melakukan suntik
kurus.
Subjek menginginkan tubuh yang
kurus karena subjek memiliki tubuh
yang gemuk, subjek memilih suntik
kurus untuk mengecilkan tubuhnya,
tidak ada orang disekitarnya yang
menekan dirinya untuk memperkurus
tubuhnya. Akhirnya subjek memilih
untuk menjalani berbagai macam
program yang diberikan dokter. Subjek
terbiasa untuk menguruskan badannya
dengan pergi ke dokter karena subjek
sejak awal terbiasa mendapatkan umpan
balik positif setelah ia pergi ke dokter
dan menyimpulkan bahwa untuk
menjadi kurus ia harus melakukan hal
tersebut.
Sejak SMP subjek sudah pergi ke
dokter dan menjalani berbagai macam
program untuk menguruskan tubuhnya.
Mulai dari terapi dengan memakai batu,
akupuntur dan balut getar. Ibunya adalah
orang yang telah mengenalkan subjek
pada program-program tersebut. Subjek
merasa metode lain tidak dapat
mensugesti subjek untuk mengurangi
makannya. Karena dirinya sudah banyak
mencoba berbagai macam cara untuk
memperkurus tubuhnya, subjek merasa
akupuntur tidak memiliki pengaruh
terhadap tubuhnya karena tidak ada
sesuatu yang masuk kedalam tubuhnya,
begitupula dengan metode biji-bijian.
Subjek juga pernah mencoba
berolahraga, namun tidak bertahan lama
karena subjek tidak menyukai olahraga.
Dari berbagai macam cara yang
telah dilakukan, subjek lebih menyukai
suntik kurus. Ia melakukan suntik kurus
pada tahun 2007 sekitar 2 tahun yang
lalu. Subjek memilih metode suntik
kurus karena menurutnya metode ini
cukup aman dan hasilnya dapat terlihat
dalam waktu singkat, merasa sangat
tersiksa jika melakukan program diet, ia
juga tidak menyukai latihan fisik atau
olahraga.
Subjek biasa pergi ke dokter untuk
melakukan suntik kurus seminggu
sekali. Sebenarnya ia harus
mengkonsumsi obat yang dapat
membantunya menurunkan berat badan
setiap pagi, siang dan sore hari untuk
mendukung program suntik kurus yang
ia jalani. Namun saat ini obat tersebut
tidak dikonsumsi oleh subjek karena
dapat menghambat aktifitasnya.
Menurutnya obat tersebut dapat
mempercepat turunnya berat badan,
akan tetapi obat tersebut juga dapat
menyebabkan kantuk, pusing, badan jadi
lemas, tidak bertenaga, keringat dingin,
mual dan tidak nafsu makan.
Orang-orang disekitar subjek tidak
pernah berkomentar mengenai suntik
kurus yang subjek lakukan. Namun
setelah suntik kurus orang-orang
disekitar subjek mengatakan tubuh
subjek bertambah kurus. Umpan balik
positif yang subjek dapatkan mengenai
tubuhnya setelah melakukan suntik
kurus tersebut membuat dirinya tetap
melakukan suntik kurus. Merasa puas
dengan hasil suntik kurusnya subjek
sampai saat ini masih pergi ke dokter
untuk melakukan suntik kurus.
2. Gambaran Citra Tubuh Subjek
Secara umum gambaran citra tubuh
subjek dipengaruhi oleh komponen citra
tubuh. Banfield dan McCabe (2002)
menyatakan bahwa konstrak citra tubuh
terdiri dari tiga faktor multidimensional,
yaitu :
a. faktor kognisi dan afeksi terhadap
tubuh (cognition dan affection
regarding body). Faktor ini
mengungkapkan pikiran dan
perasaan individu mengenai
tubuhnya
b. faktor perilaku mementingkan tubuh
dan perilaku diet (body importance
dan dieting behavior). Faktor ini
berfokus pada sejauh mana individu
mementingkan citra tubuh dan
perilaku diet yang dilakukan untuk
meraih bentuk tubuh yang
diinginkan dan
mempertahankannya.
c. faktor citra tubuh yang dipersepsi
individu terhadap bagian-bagian
tubuh tertentu atau akurasi penilaian
individu terhadap ukuran, bentuk
dan berat relatif terhadap proporsi
aktual.
Pada subjek untuk faktor kognisi dan
afeksi terhadap tubuh. Subjek memiliki
ketidakpuasan terhadap tubuhnya jauh
sebelum dirinya melakukan suntik
kurus. Subjek merasa tidak puas dengan
tubuhnya sejak ia berada di bangku SMP
ketidakpuasan yang subjek rasakan lebih
mengarah kepada ukuran dan berat
badan yang ia miliki. Subjek melihat
dirinya memiliki tubuh yang tergolong
gemuk berada dalam kategori obesitas
kelas 1 berdasarkan skor Indeks Masa
Tubuh . Sebenarnya subjek menyadari
bahwa ukuran tubuhnya memang besar,
banyak timbunan lemak yang sangat
mengganggunya meskipun orang-orang
terdekatnya mengatakan bahwa dirinya
tidak memiliki tubuh yang gemuk.
Subjek juga meyakini bahwa
sebenarnya orang lain juga melihat
bahwa dirinya gemuk. Ia merasa orang
lain berpikiran seperti itu karena dirinya
memiliki tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang-orang yang dekat
dengannya seperti ibu, adik, teman
dekatnya dan teman-teman
sekelilingnya. Selain subjek memiliki
tubuh yang lebih besar dibandingkan
dengan orang-orang yang dekat
dengannya, ia juga percaya bahwa orang
lain akan melihat apa yang ia rasakan.
Walaupun kadang-kadang komentar
orang lain tidak menjadi masalah
baginya.
Selain tidak puas dengan ukuran
tubuhnya, subjek juga tidak merasa puas
pada bagian paha dan perutnya. Karena
bagian tersebut sangat sulit baginya
untuk dikecilkan. Subjek mengatakan
bahwa jika ia memiliki tubuh yang
kurus, ia akan merasa lebih percaya diri
karena tubuh kurus dapat membuat
penampilan menjadi lebih menarik juga
dapat mendukung kegiatan yang
dilakukannya.
Ketidakpuasan terhadap tubuh subjek
tersebut seringkali membuat dirinya
merasakan emosi-emosi negatif terhadap
tubuhnya baik sebelum maupun setelah
melakukan suntik kurus. Subjek sering
merasa kesal pada tubuhnya saat ia
memakan makanan yang ia suka. Ia
berfikir dengan memakan makanan
karena akan menyebabkan dirinya
bertambah gemuk dan hal tersebut tidak
akan terjadi jika tubuhnya kurus.
Disamping perasaan kesal, pernyataan
tersebut juga menunjukkan bahwa ia
merasa sangat mencemaskan
penambahan berat badan yang mungkin
terjadi.
Perasaan tersebut muncul ketika
subjek berada diantara teman-temannya
yang lebih kurus seperti saat ia bersama
teman-temannya karena pada saat itu
subjek merasa berbeda dengan teman-
temannya. Kejadian tersebut
mengingatkan subjek bahwa ia memiliki
tubuh yg lebih gemuk dibanding teman-
temannya. Subjek juga bisa menjadi
sangat kesal dan panik jika baju yang
ingin dipakainya tidak lagi muat di
badannya.
Kepuasan seseorang terhadap
tubuhnya sangat dipengaruhi oleh
gambaran tubuh ideal, bagian yang
sangat penting dari keseluruhan citra
tubuh (Atwater dan Duff, 2005). Teori
ini menjelaskan bahwa seseorang
termotivasi untuk mencapai kesepakatan
antara konsep diri aktual yang
dimilikinya dan konsep ideal yang telah
terinternalisasi (Cash dan Syzmanski,
1995).
Dari penjabaran tersebut dapat
terlihat bahwa diskrepansi antara tubuh
ideal yang dimiliki Subjek sangat kecil
sebelum melakukan suntik kurus.
seberapa jauh diskrepansi antara diri
aktual dan diri ideal memang
menentukan seberapa puas atau tidaknya
seseorang dengan tubuhya. semakin
besar diskrepansi tersebut, semakin
besar pula ketidakpuasan yang
ditimbulkan, semakin dekat seseorang
terhadap tubuh idealnya, semakin sedikit
tekanan yang dirasakan untuk mengubah
tubuhnya (Atwater dan Duffy, 2005)
Kesimpulan berdasarkan gambaran
citra tubuh Subjek yang subjek miliki
adalah Subjek memiliki Citra tubuh
yang negatif karena Subjek merasa tidak
puas terhadap tubuhnya namun subjek
berusaha keras agar citra tubuh yang
dimiliknya menjadi lebih baik.
3. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Citra tubuh
Subjek
Evaluasi dan perilaku yang
berkaitan dengan citra tubuh biasanya
muncul dalam konteks sosial. Persepsi
seseorang mengenai penampilannya
melalui pandangan orang lain dan
evaluasi mengenai penampilan
seseorang dalam perbandingan dengan
penampilan orang lain aspek yang
penting dari tubuh (Davison & McCabe,
2006).
Thompson (1999) menjabarkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
citra tubuh seseorang dapat dilihat
melalui dua cara yaitu secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh
interpersonal secara langsung didapat
melalui umpan balik penampilan
terhadap citra diri seseorang seperti
ejekan atau komentar dan kritikan secara
langsung hingga komentar ekstrim yang
barbau pelecehan seksual. Sedangkan
pengaruh tidak langsung dari orang lain
membahas isu seputar bagaimana
persepsi mereka terhadap penampilan
ideal, kualitas hubungan interpersonal
yang diindikasikan oleh penerimaan dan
penolakan, juga pengaruhnya dengan
menjadi role model perilaku yang
menunjukkan ketidakpuasan tubuh.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan, pengaruh interpersonal
biasanya didapatkan dari orangtua,
teman sebaya (Peers), pasangan
(Romantic Partner) dan orang tak
dikenal (Perfect Stranger).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
citra tubuh subjek antara lain adalah
komparasi sosial yang dilakukannya,
sikap ibu terhadap tubuhnya sendiri dan
tubuh subjek, sikap teman-temannya
tehadap tubuhnya dan orang tak dikenal
yang menjadi sosok tubuh ideal bagi
subjek yang biasa subjek temui di
tempat-tempat umum seperti pusat
perbelanjaan.
Subjek sangat dipengaruhi oleh
komparasi sosial dengan
membandingkan tubuhnya dengan
orang-orang yang lebih kurus. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Wheeler & Miyaki
(1992) yang menyatakan bahwa
komparasi sosial yang dilakukan dalam
dimensi penampilan fisik lebih
cenderung berbentuk upward
comparison atau membandingkan ke
atas dibandingkan downward
comparison (Morrison & Kalin, 2004).
Saat ini, subjek sebenarnya pernah
mendapatkan umpan balik negatif
mengenai penampilannya. Namun
Subjek diterima dengan baik oleh
lingkungannya. Subjek memiliki
hubungan yang sangat dekat dengan
orangtuanya. Subjek juga memiliki
banyak sahabat yang sangat dekat
dengannya. Selain itu subjek juga
memiliki seorang pacar yang sangat
menerimanya dengan bentuk tubuhnya
saat ini. Hal tersebut menunjukkan
bahwa subjek tidak memiliki masalah
dalam hubungan interpersonalnya.
Orang-orang disekitarnya pun selalu
mengatakan bahwa dirinya sudah
memiliki tubuh yang cukup kurus.
Pendapat dari orang-orang sekitar subjek
tersebut membuat subjek merasa lebih
percaya diri dengan tubuhnya meskipun
ia masih memiliki keinginan untuk
memiliki tubuh yang lebih kurus. Sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh
Thompson dkk, (1999) yang
menyatakan bahwa sikap yang
ditunjukkan oleh orang tua, teman
sebaya, dan pasangan dapat
mempengaruhi citra tubuh seseorang.
Subjek merasa kesal dan tidak puas
dengan tubuhnya karena ia tidak mau
berbeda dengan orang-orang terdekatnya
yang memiliki tubuh kurus. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ketidakpuasaannya
saat ini lebih dipengaruhi komparasi
sosial yang ia lakukan. Subjek
melakukan komparasi secara partikular,
yaitu dengan membandingkan dirinya
dengan orang lain yang memiliki
keterikatan atau identitas sama. Target
komparasi sosial yang ia lakukan antara
lain adalah ibu dan adiknya, teman-
teman dekatnya, dan teman-teman di
lingkungannya yang memiliki tubuh
yang lebih kurus darinya. Subjek tidak
mau dirinya memiliki tubuh yang jauh
berbeda dari orang-orang di
sekelilingnya.
Ketidakpuasan terhadap tubuh subjek
juga dipengaruhi oleh majalah yang
biasa ia baca. Majalah sebagian bagian
dari media massa turut mempengaruhi
ketidakpuasan terhadap tubuh subjek
melalui artikel-artikel mengenai
gambaran tubuh ideal. Media massa
seperti majalah memang dapat
mempengaruhi konsep remaja mengenai
gambaran tubuh ideal (Slade dalam
Botta, 1999). Selain itu majalah juga
mempengaruhi ketidakpuasaan subjek
melalui tokoh idola atau model majalah
yang memiliki tubuh kurus dan pakaian-
pakaian yang ditampilkan di majalah-
majalah. Pakaian-pakaian tersebut
dikenakan oleh model-model atau tokoh
idola subjek yang memiliki tubuh kurus.
Subjek berpendapat bahwa pakaian-
pakaian yang dipakai oleh model-model
tersebut hanya pantas dikenakan oleh
orang yang bertubuh kurus seperti model
tersebut. Oleh karena itu ia juga harus
memiliki tubuh yang kurus agar dapat
mengenakan pakaian yang ia inginkan.
Subjek juga ingin mempuyai tubuh yang
kurus karena dipengaruhi oleh tokoh
idola subjek, bagi subjek apa yang ia
lakukan untuk sesuatu yang lebih baik
akan subjek lakukan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan hasil dan
pembahasan dalam penelitian yang
diperoleh dalam penelitian studi kasus
ini maka dapat disimpulkan, bahwa :
1. Subjek mempunyai citra tubuh yang
negatif hal ini terlihat karena subjek
memiliki tubuh yang gemuk dan
ingin memperkurus tubuhnya, subjek
sudah merasa tidak puas dengan
tubuhnya jauh sebelum melakukan
suntik kurus. Setelah melakukan
suntik kurus, subjek memiliki tubuh
yang lebih kurus dan memiliki indeks
masa tubuh yang termasuk dalam
kategori normal dan subjek merasa
lebih puas. Tapi subjek memiliki
ketidakpuasan terhadap bagian tubuh
tertentu pada tubuhnya.
2. Subjek menyadari bahwa ukuran
tubuhnya memang sudah sangat
berlebih, banyak timbunan lemak
yang sangat mengganggunya
meskipun orang-orang terdekatnya
mengatakan bahwa dirinya tidak
memiliki tubuh yang gemuk. Selain
tidak puas dengan ukuran tubuhnya,
subjek juga tidak merasa puas pada
bagian paha dan perutnya. Subjek
mengatakan bahwa jika ia memiliki
tubuh yang kurus, ia akan merasa
lebih percaya diri karena tubuh kurus
dapat membuat penampilan menjadi
lebih menarik juga dapat mendukung
kegiatan yang dilakukannya.
3.Subjek juga sangat dipengaruhi oleh
komparasi sosial yang
membandingkan tubuhnya dengan
orang lain yang lebih kurus, majalah
yang dibacanya, sikap ibu terhadap
tubuhnya sendiri dan tubuh Subjek,
sikap teman dekatnya terhadap
tubuh mereka, orang tak dikenal
yang mempengaruhi subjek
memandang tubuhnya.
B. Saran
Berikut ini adalah saran-saran yang
dapat diajukan peneliti, antara lain
sebagai berikut :
1. Saran untuk subjek dan remaja putri
yang ingin melakukan atau sudah
melakukan suntik kurus
Dalam kesempatan ini penulis
ingin memberikan saran kepada
subjek agar menggali potensi yang
ada dan tetap merasa puas terhadap
keadaan tubuh yang dimiliki.
2. Saran untuk peneliti selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya,
disarankan agar melakukan
penelitian dengan menggali lebih
mendalam untuk melihat faktor-
faktor lainnya seperti gaya hidup
dan kelas sosial yang lebih
menyebabkan citra tubuh seseorang
menjadi positif ataupun negatif yang
belum diungkap oleh peneliti dan
menambah jumlah subjek penelitian
yang mendukung citra tubuh pada
remaja putri yang melakukan suntik
kurus.
DAFTAR PUSTAKA
Andri. (2008). Gangguan citra tubuh.
http://psikosomatik-
rsgm.blogspot.com
Atwater, Eastwood & Karen, G. D (2005).
Psychology for living (adjustment,
growth and behaviour today), jilid
8. New Jersey: Pearson Prentice
Hall
Atwater, E (1983). psychology of adjusment
personal growth in changing world.
New Jersey: Prentice Hall, inc
Banfield, SS and Mc Cabe, M.P (2002). an
evaluation of construct of body
image. Adolescence. Roslin Heigths
:
http://proquest.umi.com/pqdweb?di
d
Basuki, A.M. (2006). Penelitian kualitatif.
Depok: Gunadarma
Benjet, corina & Laura, H.G (2002). a short
term longitudinal study of pubertal
change, gender, and psychological
well-being of mexican early
adolescent. Journal of Youth and
Adolescence:
http://proquest.umicom/pqdweb?did
Berggstrom, R.L., Clayton, N (2006). body
image disturbance and the social
norms approach : an integrative
review of the literature. Journal of
Social and Clinical Psychology:
http://www.geocities.com
Blyth, D.A., Roberta, G.S, & David F.Z.
(1985). satisfaction with body image
for early adolescent females: the
impact of pubertal timing within
diferent school enviroments.
Journal of Youth and Adolescence:
http://proques.umi.com/pqdweb?did
Botta, R.A. (1999). Television images and
adolescent girls body image
disturbance. International
Communication Association
Cash, T. (1996). The treatment of body
images disturbance: an integrative
Guide for Assesment and
Treatment. Washington: American
Psychological Association
Cash,T & Pruzinsky, T. (1994). Body images, development, deviances and changes. The Guilford pres.
Departemen KesehataRI. (2007). http://www.depkes.go.id
Fausiah, Fitri & Julianti, W. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI-press.
Graber, Julia, A,.Jeanne, Roberta,L. (1994). prediction of eating problems.
Journal of Developmental Psychology
Gowers, S.G. & Alison S.(2001). Development of weight and shape concern in the aetiology of eating disorders. The British Journal of Psychiatry
Grogan, Sarah. (1999). Body image. Routledge: Understanding body dissatisfaction in men, women and children
Harrison. (1997). Body image dissatisfaction. http://www.depkes.go.id
Jones, D.C. (2001). Social comprison and body image. Sex Roles: A Journal of Research
Kelliat. (1998). Citra tubuh. Jakarta : Gramedia
Ma’shumi, Yahya. (2006). Remaja dan aspek psikososial. http://www.kompas.com/kompas-cetak
McCabe, Marita, P. (2001). Parent, peer and media influences on body image and strategies to both increase and decrease body size among adolescent boys and girls. http//proquest.umi.com
McCabe, Marita. P. (2003). Sociokultural Influences on body image and body changes among adolescent boys and girls. USA : The Journal of Social Psychology
Mighwar. (2006). Psikologi remaja. Jakarta : Gramedia
Moleong, L.J. (2005). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Nasir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nawawi, H. H. (2005). Metodologi penelitian bidang sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Odang, Siti, S. C. (2005). Pengaruh majalah terhadap bodyiImage dan body dissatisfaction pada remaja putri. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta: Lembaga pengembangan sarana pengukuran dan pendidikan
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif dalam penelitian perilaku manusi. Jakarta: Lembaga pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Papalia, Diane, E.(2003). Human development (9th ed). New York: McGraw-Hill
Ricciardeli, L.A & Marita P. M. (2001). A longitudinal analysis of the role of biopsychososial factors in predicting body change strategies among Adolescent Boys. New York : Journal of Research
Rice & Dolgin . 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : Gramedia
Rosenblum, Gianine. D. & Michael. L. (1999). The relation among body image, phisycal attractiveness, and
body mass in adolescent. Child Development
Santrock, J.W. (1990). Adolescent. Dallas : Wm.C. Brown Publisher
Sarwono, Sarlito, W. (2006). Psikologi remaja edisi 10. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sihombing, N. (2003). Studi kasus tentang cinta dan tubuh dan kecemasan tiga orang remaja putri yang mengalami obesitas, skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Yayasan Administrasi Indonesia
Steinberg, Laurence. (1999). Adolescent. Boston : McGraw-Hill College
Thompson, J. K. (1990). Body image disturbance. New York: Pergamon press inc
Thompson, J. K, Leslie J, Heinberg, Altabe & Stacey T. Dunn. (1999). Exacting Beauty. Washington: American Psychological Association
Thompson, J.K. (1996). Body image, eating disorders, and obesity. an integrative guide for assesment and treatment. Washington: American Psychological Association
Toja. (2005). Hubungan antara kepuasan citra tubuh dan perilaku tidak sehat pada wanita dewasa muda. Depok: Fakultas psikologi Universitas Indonesia
WHO. (2007). WHO global data base on body mass Index. http://www.who.int/bmi/index
Yin, R. K. (2003). Studi kasus ( desain & metode ) edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
top related