manajemen keuangan sekolah publik
Post on 20-Jun-2015
3.604 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Darmawan Soegandar, S.Pd., MAB.
MANAJEMEN KEUANGAN
SEKOLAH PUBLIK
Bintang Merah
2010
1
PENGANTAR
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis tentang
pengelolaan keuangan di madrasah penulis menemukan
bahwa:
1. Besarnya hubungan secara bersama-sama antara variabel
akuntabilitas (X1) dan transparansi (X2) terhadap
pengelolaan keuangan madrasah (Y) tergolong tinggi yakni
0,768. Sedangkan kontribusi secara bersama-sama variabel
X1 dan X2 terhadap Y sebesar 59% sedangkan sisanya 41%
ditentukan variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian
penulis. Dari hasil analisis deskriptif indikator pada
variabel pengelolaan keuangan (Y) ditemukan bahwa
indikator yang paling kuat adalah organisasi dan
koordinasi sebesar 83,36% sedangkan indikator terendah
adalah indikator pengawasan sebesar 77,99%.
2. Akuntabilitas yang dimaksud adalah besar hubungan
variabel akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan
adalah 0,762 sedangkan kontribusi variabel X1 terhadap Y
sebesar 58,1% sedangkan sisanya 41,9% ditentukan
variabel lain. Sedangkan pengujian hipotesis menyatakan
bahwa akuntabilitas berpengaruh secara signifikan
2
terhadap pengelolaan keuangan. Dari hasil analisis
deskriptif indikator pada variabel akuntabilitas (X1)
ditemukan indikator yang paling kuat adalah indikator
laporan keuangan periodik dan tahunan sebesar 82,31%
sedangkan indikator paling lemah adalah indikator kualitas
penyusunan APBM sebesar 66,85%.
3. Transparansi yang dimaksud adalah besar hubungan
variabel transparansi terhadap pengelolaan keuangan
adalah 0,636 sedangkan kontribusi variabel X2 terhadap Y
sebesar 40,4% sedangkan sisanya 59,6% ditentukan
variabel lain. Sedangkan pengujian hipotesis menyatakan
bahwa transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap
pengelolaan keuangan. Dari hasil analisis deskriptif
indikator pada variabel transparansi (X2) ditemukan
indikator yang paling kuat adalah indikator jaminan
integritas sebesar 81% sedangkan indikator paling lemah
adalah indikator ketersediaan informasi bagi publik sebesar
68,81%.
Berdasarkan uraian tersebut penulis menyarankan sebagai
berikut:
1. Untuk meningkatkan kualitas akuntabilitas yang nantinya
akan berdampak pada peningkatan kualitas pengelolaan
3
keuangan madrasah, maka perlu adanya peningkatan
kualitas penyusunan Anggaran Penerimaan dan Belanja
Madrasah (APBM) yang salah satu caranya adalah
melakukan standarisasi APBM, dan pelatihan – pelatihan
yang cukup untuk mensosialisasikannya. Sehingga seluruh
kepentingan stakholders bisa tertampung dalam APBM
untuk meningkatkan dan memajukan madrasah di masa
depan.
2. Untuk meningkatkan transparansi penting untuk di buat
media penyampaian keadaan pengelolaan keuangan
madrasah kepada stakeholders internal dalam batas – batas
tertentu. Sehingga akan timbul pengawasan internal yang
baik dalam pengelolaan keuangan madrasah. Walau bagai
manapun guru dan komite madrasah adalah pelaku utama
warga madrasah dalam peningkatan kualitas madrasah
yang di akui haknya dalam undang – undang untuk
mengetahui dan terlibat dalam pengelolaan keuangan
madrasah.
Harapan saya ketika menyusun buku ini adalah sebagai salah
satu upaya untuk melakukan perbaikan pada pengelolaan
keuangan di sekolah/madrasah. Tentu saja masih ada 59%
faktor lain dari pengelolaan yang belum termasuk dalam
4
penelitian saya. Oleh karenanya saya masukkan beberapa
bagian dari variabel lain yang mempengaruhi pengelolaan
keuangan di sekolah/madrasah. Dengan harapan khusus
memberi referensi bagi pihak lain sebagai praktisi dalam
pengelolaan keuangan sekolah/madrasah, para pengambil
kebijakan dalam pengelolaan keuangan di pendidikan dasar
dan menengah maupun para peneliti lain yang menaruh minat.
Khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis, penulis banyak
mengcopy-faste dari juklak dan pedoman pengelolaan
keuangan. Hal ini penulis lakukan untuk menghindari
subjektifitas penulis, karena pengelolaan keuangan secara
teknis memiliki aturan tersendiri yang harus bebas pendapat.
Demikian harap maklum dan semoga dapat mengambil
manfaat.
Bandung, Mei 2010
Salam Hormat,
Darmawan Soegandar
5
Aku janjikan satu hal kepadamu Ra, cintaku:
Aku bukan lah Karbon yang di panaskan ditempa kemudian jadi arang
lalu mendebu.
Aku pastikan kepadamu dan putri putri matahariku:
Aku lah Karbon yang di bakar ditempa dan jadilah aku berlianmu!
6
DAFTAR ISI
PENGANTAR .................................................................. 1
DAFTAR ISI ...................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN .................................................. 8
BAB II AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI...... 32
1. Akuntabilitas ................................................................. 32
2. Transparansi .................................................................. 43
A. Hubungan antara Akuntabilitas dengan
Pengelolaan Keuangan .................................................. 47
B. Hubungan antara Transparansi dengan
Pengelolaan Keuangan .................................................. 52
C. Hubungan antara Akuntabilitas dan Transparansi
dengan Pengelolaan Keuangan ..................................... 55
BAB III PENYUSUNAN APBS ....................................... 57
A. Proses Perencanaan Keuangan Sekolah ........................ 57
B. Sumber-Sumber Pendapatan Sekolah .......................... 67
C. Masalah-Masalah Terkait dengan Penyusunan
RAPBS ......................................................................... 76
BAB IV PELAKSANAAN PEMBELANJAAN
DAN PEMBUKUAN KEUANGAN SEKOLAH ............. 88
7
A. Pembelanjaan Keuangan Sekolah ................................. 88
B. Penyelenggaraan Pembukuan Keuangan
Sekolah yang Transparan .............................................. 97
BAB V PENGAWASAN, PELAPORAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
SEKOLAH ........................................................................ 104
A. Konsep Pengawasan Keuangan Sekolah....................... 104
B. Langkah-langkah Pengawasan ...................................... 105
C. Sasaran dan Jenis Pengawasan ...................................... 106
D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Sekolah .......................................................................... 117
BAB VI PENUTUP DAN KESIMPULAN
UMUM ............................................................................... 120
A. Pengertian Manajemen Keuangan ............................... 120
B. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah ......................... 121
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan .......................... 122
Daftar Pustaka .................................................................... 127
8
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi
manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya
kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di
substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan
manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan
atau pengendalian.
Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu
memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan,
pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan
pertanggungjawaban (Lipham, 1985; Keith, 1991)
Menurut Depdiknas (2000) bahwa manajemen keuangan
merupakan tindakan pengurusan/ketatausahaan keuangan yang
meliputi pencatatan, perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan Dengan demikian,
manajemen keuangan sekolah dapat diartikan sebagai
rangkaian aktivitas mengatur keuangan sekolah mulai dari
9
perencanaan, pembukuan, pembelanjaan, pengawasan dan
pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
a. Perencanaan dan Pengendalian Manajerial
Perencanaan dan pengendalian manajerial merupakan
suatu proses siklus yang berlanjut dan saling
berkesinambungan, sehingga salah satu tahap akan terkait
dengan tahap yang lain dan terintegrasi dalam satu organisasi.
Jones dan Pendlebury (Mardiasmo, 2002: 63) membagi proses
perencanaan dan pengendalian manajerial pada organisasi
sektor publik menjadi lima tahap, yaitu: a) Perencanaan tujuan
dan sasaran dasar. Tahap ini merupakan proses perumusan
tujuan dasar dari organisasi yang tergambarkan dengan visi
dan misi organisasi. Perencanaan ini dilakukan diluar
perencanaan operasional. Perencanaan ini dirumuskan dan
disusun oleh manajemen tingkat atas dan merupakan proses
perencanaan yang rumit dan pelik karena menyangkut
keberlangsungan organisasi dan terkait dengan harapan dan
tujuan dasar organisasi, b) perencanaan operasional. Tahap ini
merupakan perencanaan yang dirumuskan dan disusun untuk
tercapainya tujuan dan sasaran dasar organisasi, c)
penganggaran. Tahap ini adalah proses penyusunan anggaran
untuk mendukung perencanaan operasional yang telah disusun
10
serta untuk melaksanakan tujuan-tujuan dan target-target
organisasi dalam jangka pendek (kegiatan operasional), d)
pengendalian dan pengukuran. Tahap ini merupakan proses
pengendalian, pengawasan dan pengukuran atas anggaran yang
telah disepakati untuk dilaksanakan. Tahap ini juga merupakan
proses pelaksanaan tujuan-tujuan dan target-target jangka
pendek organisasi (kegiatan operasional), e) pelaporan,
analisis dan umpan balik. Tahap ini merupakan proses akhir
dari siklus perencanaan dan pengendalian manajerial. Tahap
ini terdiri atas proses pelaporan hasil kegiatan operasional
yang telah dicapai selama periode berlangsung, analisa atas
seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan maupun kegiatan
yang gagal dilaksanakan, serta umpan balik untuk pelaksanaan
kegiatan periode berlangsung ataupun periode berikutnya.
Siklus perencanaan dan pengendalian manajerial tersebut
diilustrasikan dengan gambar proses perencanaan dan
pengendalian manajerial organisasi sektor publik berikut:
11
Sumber: Jones and Pendlebury dalam Mardiasmo (2002: 63)
Gambar 1. Akutansi Sektor Publik
Sedangkan anggaran sendiri memiliki beberapa fungsi
utama (Mardiasmo, 2003: 77-82) yaitu, sebagai alat
perencanaan, anggaran merupakan alat untuk mencapai visi
dan misi organsasi. Anggaran digunakan untuk merumuskan
tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi
yang telah ditetapkan. Kemudian untuk merencanakan
12
berbagai program dan kegiatan serta merencanakan alternatif
sumber pembiayaan.
Sebagai Alat Pengendalian, Anggaran digunakan untuk
mengendalikan (membatasi kekuasaan) eksekutif, mengawasi
kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program karena
anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan
(penerimaan) dan pengeluaran pemerintah sehingga
pembelanjaan yang dilakukan dapat diketahui dan
dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sebagai Alat Kebijakan Fiskal, Anggaran digunakan untuk
menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan fiskal
pemerintah. Anggaran juga digunakan untuk mendorong,
memfasilitasi dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi
masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan
ekonomi.
Sebagai Alat Politik, Anggaran merupakan dokumen
publik sebagai komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif
atas penggunaan dana publik. Sebagai Alat Koordinasi dan
Komunikasi, Penyusunan anggaran memerlukan koordinasi
dan komunikasi dari seluruh unit kerja sehingga apabila terjadi
inkonsistensi suatu unit kerja dapat dideteksi secara cepat.
13
Sebagai Alat Penilaian Kinerja, Kinerja eksekutif akan dinilai
berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi
pelaksanaan anggaran. Sebagai Alat Motivasi, Anggaran
hendaknya bersifat menantang tetapi dapat dicapai
(challenging but attainable) atau menuntut tetapi dapat
diwujudkan (demanding but achiveable) sebagai motivasi bagi
seluruh pegawai agar dapat bekerja secara ekonomis, efektif
dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi.
Anggaran menjadi penting karena beberapa alasan, yaitu,
Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran
diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan
masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang,
sedangkan sumber daya yang ada terbatas. Anggaran
diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam hal ini anggaran
publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik.
b. Pemahaman Pengelolaan dari Sisi Pendidikan
Walaupun bukan satu-satunya sumber kinerja, keuangan
madrasah tentu merupakan bagian yang tak terbantahkan
14
sebagai pokok penting dalam pengembangan madrasah.
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya
yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi
pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam
implementasi MBS, yang menuntut kemampuan madrasah
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan
kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan
pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian
manajemen pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan
pada suatu madrasah merupakan komponen produksi yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar di
madrasah bersama dengan komponen-komponen yang lain.
Dengan kata lain setiap kegiatan yang dilakukan madrasah
memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak
disadari. Komponen keuangan dan pembiayaan ini perlu
dikelola sebaik-baiknya, agar dana-dana yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang tercapainya
tujuan pendidikan.
15
Tanpa visi yang jelas dari seorang administrator yang
andal, (Mohammad Amien Rais, 2008: 249) pengembangan
madrasah yang mengandalkan idealisme semata hanya akan
membentur tembok realita yang tidak perlu. Dalam
penyusunan Renstra dan selanjutnya sampai dengan RAPBM
tentu diperlukan seorang administrator pendidikan yang
kompeten.
Tujuan Manajemen Keuangan Pendidikan dalam perspektif
administrasi publik adalah membantu pengelolaan sumber
keuangan organisasi pendidikan serta menciptakan mekanisme
pengendalian yang tepat, bagi pengambilan keputusan
keuangan yang dalam pencapaian tujuan organisasi pendidikan
yang transparan, akuntabel dan efektif. Pengendalian yang
baik terhadap administrasi manajemen keuangan pendidikan
akan memberikan pertanggungjawaban sosial yang baik
kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Dalam perspektif akuntansi, setiap kepala madrasah wajib
menyampaikan laporan di bidang keuangan, terutama
mengenai penerimaan dana pengeluaran keuangan madrasah
kepada Komite Madrasah dan pemerintah. Dengan demikian,
standar akuntansi keuangan diberlakukan sebagai kriteria
pelaporan yang disajikan bagi pihak pengelola madrasah. Hal
16
ini akan menjamin akuntabilitas publik, khususnya bagi
pengguna jasa pendidikan.
Sumber: Imron Fauzi (2008:3)
Gambar 2. Siklus Manajemen Keuangan Pendidikan
Dilihat dari perspektif akuntansi, peran manajemen
keuangan pendidikan adalah melakukan analisis setiap
keputusan dari aspek keuangan pendidikan, melakukan analisis
pendanaan untuk kepentingan investasi, melakukan analisis
biaya terkait dengan penentuan cost jasa pendidikan, dan
melakukan analisis arus kas operasi pendidikan.
Terkait dengan pengelolaan keuangan madrasah, Sesuai
dengan Keputusan Menteri Agama No. 17 Tahun 2006 tentang
Pemuktahiran data inventaris kekayaan negara di lingkungan
17
Depag, setiap satuan kerja wajib menyampaikan laporan
keuangan dengan menggunakan sistem akuntansi instansi
(SAI) setiap bulannya. Untuk MI/MTs, sudah ada dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dianggarkan
pemerintah pusat. Jika dana tersebut belum mencukupi,
madrasah bisa menghimpun dana melalui persetujuan wali
murid dan komite madrasah.
c. Pemahaman Pengelolaan dari Dasar Hukum
Dalam perspektif politik, sebelum berlakunya UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sistem
pendidikan nasional kita mengacu pada UU No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana pendanaan tidak
diatur secara khusus. Namun, dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendanaan pendidikan
sudah diatur secara khusus dalam Bab XIII. Substansinya
antara lain, 1) pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Masyarakat, 2) sumber pendanaan pendidikan ditentukan
berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan, 3)
pengelolaan dana pendidikan berdasarkan prinsip keadilan,
efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas public, 4)
pengalokasian dana pendidikan, dan 5) perkembangan
18
Perspektif Manajemen Keuangan Pendidikan
(Sekolah/Madrasah).
Namun, secara teknis, petunjuk teknis tentang manajemen
keuangan pendidikan, khususnya tentang pelaporan keuangan,
belum diatur secara khusus. Peran masyarakat dalam
mendukung serta mengontrol manajemen keuangan
pendidikan, belum jelas. Di samping itu, standar pembiayaan
dalam PP No. 19 tahun 2005 mengatur hanya elemen biaya,
tanpa petunjuk perhitungan cost pendidikan. Disinilah,
pendekatan terpadu dalam pengelolaan keuangan pendidikan
di Indonesia, baik dari regulator, pengawas, evaluator, dan
operator, perlu dilakukan.
d. Administrasi Pembiayaan Pendidikan
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang
berlaku selama satu tahun.(PP No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 10). Pembiayaan
pendidikan terdiri atas; a) Biaya investasi, b) Biaya operasi, c)
Biaya personal.
Pelaksanaan ketiga hal di atas diperlukan adanya proses
merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan,
mengkoordinasikan, mengawasi, dan melaporkan kegiatan
19
bidang keuangan agar tujuan sekolah dapat tercapai secara
efektif dan efisien.
i. Perencanaan.
Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam
menyusun rencana keuangan sekolah. Perencanaan harus
realistis, artinya perencanaan harus mampu menilai bahwa
alternatif yang dipilih sesuai dengan kemampuan
sarana/fasilitas, daya/ tenaga, dana, maupun waktu. Perlunya
koordinasi dalam perencanaan, Perencanaan harus mampu
memperhatikan cakupan dan sarana/ volume kegiatan sekolah
yang kompleks. Perencanaan harus berdasarkan pengalaman,
pengetahuan, dan intuisi. Karena pengalaman, pengetahuan,
dan intuisi, mampu menganalisa berbagai kemungkinan yang
terbaik dalam menyususn perencanaan. Perencanaan juga
harus fleksible (luwes), karena perencanaan mampu
menyesuaikan dengan segala kemungkinan yang tidak
diperhatikan sebelumnya tanpa harus membuat revisi.
Perencanaan yang didasarkan penelitian, perencanaan yang
berkualitas perlu didukung suatu data yang lengkap dan akurat
melalui suatu penelitian. Perencanaan sesuai dengan tujuan,
Perencanaan yang baik akan menentukan mutu kegiatan-
kegiatan yang diselenggarakan.
20
Anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai
tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk
melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu
tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan
melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang
bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.
Ada beberapa jenis Kegiatan di madrasah. Kegiatan
operasi, yaitu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat
atau tanpa alat yang berkaitan dengan proses belajar mengajar
baik di dalam maupun di luar kelas. Kegiatan perawatan, yaitu
kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan
memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di sekolah agar
sarana prasarana tersebut dapat berfungsi dalam menunjang
kelancaran proses belajar mengajar.
Sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan
di sekolah bisa dari pemerintah berupa Anggaran Rutin (DIK),
Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan (OPF),
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Dana Penunjang
Pendidikan (DPP). Dari orang tua siswa, adalah dana yang
dikumpulkan melalui komite sekolah dari orang tua siswa.
Atau bisa juga diperoleh dari masyarakat, misalnya
21
sumbangan perusahaan industri, lembaga sosial donatur, tokoh
masyarakat, alumni, dsb.
Dalam penyusunan Rencana Operasional (RENOP)
sebaiknya menempuh kebijakan berimbang, dan pelaksanaan
operasional di sekolah membentuk team work yang terdiri dari
para wakil kepala sekolah dibantu para wakil kepala sekolah
dibantu beberapa guru senior. Atas dasar hasil kerja team
tersebut baru dibahas dalam forum rapat dewan guru dan nara
sumber lain yang dianggap perlu, sehingga akan bertanggung
jawab terhadap keberhasilan rencana tersebut.
Untuk memformat program kerja tersebut, langkah-
langkah yang dilakukan adalah dengan menginventarisir
kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang, menyusun
daftar kegiatan menurut skala prioritas, menentukan sasaran
atau volume, menentukan unit cost dengan membandingkan
unit cost atau penjajakan ke jalan dan menghimpun data
pendukung. Data pendukung bisa berupa data sekolah ( murid,
guru, pegawai, pesuruh, jam mengajar, praktik laboratorium)
atau data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang
laboratorium, WC, dan lain-lain). Pembuatan data pendukung
ini bisa dilakukan dengan membuat kertas kerja dan laporan,
menentukan sumber dana dan pembenahan anggaran,
22
Menuangkan dalam format baku untuk usulan RENOP, dan
proses usulan atau pengiriman.
ii. Organisasi dan Koordinasi
Kepala sekolah dituntut untuk dapat mengorganisasikan
dengan menetapkan orang-orang yang akan melaksanakan
tugas pekerjaan, membagi tugas, dan menetapkan kedudukan,
serta hubungan kerja satu dengan lainnya agar tidak terjadi
benturan dan kesimpangsiuran satu dengan lainnya. Orang-
orang yang diperlukan untuk mengelola kegiatan dana di
sekolah antara lain, bendahara, pemegang buku kas umum,
pemegang buku pembantu mata anggaran, buku bank, buku
pajak regristasi SPM, dan lain-lain. Kemudian ada pembuat
laporan dan pembuat arsip pertanggungjawaban keuangan.
Staf yang dipilih untuk untuk membantu pengelolaan
keuangan sekolah dituntut untuk memahami tugasnya yang
meliputi paham pembukuan, memahami peraturan yang
berlaku dalam penyelenggaraan administrasi keuangan, Layak
dan mempunyai dedikasi tinggi terhadap pimpinan dan tugas,
Memahami bahwa bekerja di bidang keuangan adalah
pelayanan. Karena kurang tanggapnya bagian keuangan akan
dapat mempengaruhi kelancaran pencapaian tujuan.
23
iii. Pelaksanaan, pencatatan dan pelaporannya
Pelaksanaan administrasi keuangan terdiri dari
pengurusan Keuangan, kelengkapan dan penataan keuangan .
Hal-hal yang berkenaan dengan pengurusan keuangan adalah
SK Bendaharawan Sekolah, Bendaharawan bukan Guru atau
Kepala Tata Usaha, Penunjukkan Bendaharawan memenuhi
persyaratan, Pemeriksaan keuangan oleh Kepala Sekolah,
Pemisahan antara bendaharawan Rutin, OPF, SPP – DPP –
Komite Sekolah, BOS, BIS, BOM, Sanggar PKG/LKG.
Sedangkan kelengkapan Tata Usaha keuangan sekolah,
meliputi; Daftar Gaji, Daftar lembur dan atau daftar
honorarium, Buku Kas Tabelaris, Buku Kas dan Buku Kas
Pembantu, Tempat penyimpanan uang, kertas berharga dan
tanda bukti pengeluaran, Brand Kas. Sementara pencatatan
keuangan meliputi; Pengerjaan pembukuan kas
umum/tabelaris sesuai dengan peraturan yang berlaku,
Penerimaan SPMU otorisasi rutin, dibukukan pada buku
register SPMU, sedangkan penerimaan OPF dalam buku
tersendiri, Penerimaan dan penyetoran SPP dibukukan sesuai
dengan peraturan yang berlaku (tanda bukti setoran),
Penerimaan dan penggunaan DPP dibukukan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, Penerimaan dan penyetoran PPh dan
24
PPn dibukukan pada buku kas umum/tabelaris, Penerimaan
dan penggunaan dana bantuan pemerintah setempat atau dari
Komite Sekolah dibukukan dalam buku kas khusus, Telah
dibuat berita acara penutupan kas pada saat penutupan buku
kas setiap tiga bulan (inspeksi mendadak minimal tiga bulan
sekali), Tanda bukti pengeluaran (surat pertanggungan jawab
disampaikan ke KPKN, tidak melewati tanggal 10 bulan
berikutnya), Laporan penggunaan keuangan menurut
sumbernya kepada atasan yang bersangkutan,
Peringatan/teguran tertulis kepada Bendaharawan apabila ada
penggunaan uang yang tidak sesuai dengan tanda bukti yang
ada dan penggunaan diluar rencana, perlu diperhatikan/diteliti
ada tidaknya tunggakan untuk pembayaran listrik, telepon, air,
atau gas pada sekolah yang bersangkutan.
iv. Pengawasan
Pengawasan adalah usaha untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dari aturan, prosedur atau ketentuan. Dengan
pengawasan (controlling) diharapkan penyimpangan yang
mungkin terjadi dapat ditekan sehingga kerugian dapat
dihindari. Pengawasan dapat ditempuh melalui Pemeriksaan
Kas.
25
Pemeriksaan adalah suatu proses sistematis untuk
memperoleh bukti secara objektif tentang pernyataan-
pernyataan berbagai kejadian/kegiatan sekolah dengan tujuan
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-
pernyatan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan
penyampaian hasil-hasilnya kepada yang berkepentingan.
Prosedur pemeriksaan kas yang biasa dilakukan oleh
pemeriksa yang pada pelaksanaannya dilakukan dengan tiba-
tiba. Bendaharawan wajib mengeluarkan uang yang
dikuasainya dalam lingkup tanggung jawab atasnya. Yang
meliputi, adakah bukti-bukti pembayaran yang belum
dibukukan, adakah surat-surat berharga. Bendahawan harus
membuat surat pernyataan dengan bentuk yang sudah
dibakukan, Adakah bukti-bukti pengeluaran yang belum
disahkan oleh kepala sekolah, Sisa kas harus sama dengan sisa
dibuku kas umum. Sisa kas terdiri dari (uang kertas, uang
logam) saldo bank, surat berharga. Setelah selesai pemeriksaan
kas, maka perlu dibuat register penutupan kas. Selanjutnya
BKU ditutup dan ditandatangani oleh bendaharawan dan
kepala sekolah. Buat Berita Acara Pemeriksaan kas dengan
format yang telah dibakukan dan Penyampaian Berita Acara
pemeriksaan kas.
26
v. Evaluasi Kinerja Keuangan
Menurut Soedarjono (dalam Akhmad Solikin, 2006 1-15)
usaha-usaha untuk menerapkan pelaporan kinerja pemerintah
dapat ditelusuri sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia
pada tahun 1997/1998. Memang secara faktual, peraturan yang
berkaitan baru ditetapkan dalam bentuk Inpres 7/1999 tentang
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dalam Inpres 7/1999
tersebut disebutkan bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah merupakan alat untuk melaksanakan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Tujuan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya
pemerintah yang baik dan terpercaya. Sedangkan sasaran
sistem tersebut adalah Menjadikan instansi pemerintah yang
akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan
responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya;
terwujudnya transparansi instansi pemerintah; terwujudnya
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan
nasional; terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah.
27
Dalam Keputusan ini, dipakai sistem berjenjang untuk
mengkaitkan antara visi dengan kegiatan. Sebagai contoh,
dalam Rencana Strategis (Renstra) dikenal adanya
Perencanaan Kinerja 1 (PK-1) untuk menjelaskan kegiatan,
PK-2 untuk menguraikan sasaran, dan PK-3 untuk
menguraikan program. Dengan demikian, antara kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi akan dapat
ditelusuri kaitannya dengan program unit atau instansi yang
lebih tinggi, bahkan sistem ini dapat menjamin keterkaitan
antara kegiatan yang dilaksanakan dengan pencapaian visi dan
misi pemerintah. Demikian pula dalam mengevaluasi kinerja,
juga dipakai sistem berjenjang. Dengan demikian terdapat
Evaluasi Kinerja 1 (EK-1) untuk mengevaluasi kinerja
kegiatan, EK-2 untuk mengevaluasi kinerja sasaran, dan EK-3
untuk mengevaluasi kinerja program.
Pada tahun 2003, terbit Keputusan Kepala LAN Nomor
239/1X/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan
Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Dalam keputusan
ini, tetap ada Rencana Strategis (Renstra) yang berisi visi,
misi, tujuan, sasaran, dan bagaimana mencapai sasaran
tersebut (dalam bentuk uraian kebijakan dan program). Renstra
meliputi waktu 5 tahun. Kebijakan dan program tersebut
28
kemudian setiap tahun akan dipilih kebijakan dan program
mana yang akan dilaksanakan, dalam bentuk kegiatan-kegiatan
(Rencana Kinerja Tahunan/RKT). Masih sama dengan
peraturan yang lama, indikator kinerja kegiatan masih
memakai masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome),
manfaat (benefit) dan dampak (impact).
vi. Prinsip Prinsip Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan
Pengaturan mengenai pendanaan pendidikan dalam Pasal
46, Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disusun
berdasarkan semangat desentralisasi dan otonomi satuan
pendidikan dalam perimbangan pendanaan pendidikan antara
pusat dan daerah. Dengan demikian pendanaan pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat. Yang menjadi pokok
kemudian batasan-batasan pengelolaan dan sumber dana selalu
menjadi hal yang multi tafsir atau “dimultitafsirkan”. Hal ini
tentu sangat berbahaya, di lingkungan madrasah harus diakui
audit pengelolaan keuangan seperti yang di amanatkan paket
UU Keuangan Negara atau bahkan lebih jauh audit kinerja
pada lembaga Madrasah Negeri masih jauh panggang dari
pada api.
29
Banyak hal yang menjadi penyebabnya. Diantaranya audit
yang di lakukan baik pihak internal maupun eksternal
madrasah masih belum memiliki instrumen yang cukup untuk
dilaksanakan. Audit invetigasi adalah gawang terakhir yang
menjadi harapan masyarakat. Tetapi tentu hal ini dilakukan
hanya jika mencapai nilai nominal yang cukup sesuai prinsip
audit, atau bahkan biasanya karena adanya blow up masalah
dari pemangku kepentingan eksternal. Jika keadaan ini terus
berlanjut, tentu kerugian negara akan semakin besar. Terlebih
kepentingan “kita” yang menaruh harapan pada kemajuan
madrasah dimasa depan.
Menurut PP No. 48 tahun 2008 tentang Pendanaan
Pendidikan pasal 58, Prinsip dalam pengelolaan dana
pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
penyelenggara dan satuan pendidikan yang didirikan oleh
masyarakat terdiri atas: a. prinsip umum; dan b. prinsip
khusus. Prinsip umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
huruf a adalah: a. prinsip keadilan; b. prinsip efisiensi; c.
prinsip transparansi; dan d. prinsip akuntabilitas publik.
Prinsip keadilan dilakukan dengan memberikan akses
pelayanan pendidikan yang seluas-luasnya dan merata kepada
peserta didik atau calon peserta didik, tanpa membedakan latar
30
belakang suku, ras, agama, jenis kelamin, dan kemampuan
atau status sosial-ekonomi. Prinsip efisiensi dilakukan dengan
mengoptimalkan akses, mutu, relevansi, dan daya saing
pelayanan pendidikan. Prinsip transparansi dilakukan dengan
memenuhi asas kepatutan dan tata kelola yang baik oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara pendidikan
yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan sehingga:
(a.) dapat diaudit atas dasar standar audit yang berlaku, dan
menghasilkan opini audit wajar tanpa perkecualian; dan (b.)
dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada
pemangku kepentingan pendidikan. Prinsip akuntabilitas
publik dilakukan dengan memberikan pertanggungjawaban
atas kegiatan yang dijalankan oleh penyelenggara atau satuan
pendidikan kepada pemangku kepentingan pendidikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Prinsip Transparansi dan akuntabilitas publik
kemudian menjadi indikator utama dalam hampir setiap
penilaian terhadap kualitas pengelolaan keuangan sebuah
madrasah. Sementara peraturan pemerintah ini belum
menjelaskan secara lebih rinci kedua prinsip ini, sehingga
perlu di berikan penjelasan lebih jauh tentang filosofi sampai
instrumen pembangun kedua prinsip ini.
31
Definisi konseptual pengelolaan keuangan madrasah adalah
seluruh upaya yang dilakukan pengelola madrasah agar
komponen keuangan dan pembiayaan dikelola sebaik-baiknya,
agar tujuan madrasah dapat tercapai secara efektif dan efisien,
yang didalamnya meliputi biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya personal.
32
BAB II
AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI
1. Akuntabilitas
Isu akuntabilitas akhir-akhir ini semakin gencar
dibicarakan seiring dengan adanya tuntutan masyarakat akan
pendidikan yang bermutu. Bahkan resonansinya semakin
keras, sekeras tuntutan akan reformasi dalam segala bidang.
Ini membuktikan bahwa kecenderungan masyarakat pada masa
kini berbeda dengan masa lalu. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi
(2001:87) menyatakan: Bila di masa lalu masyarakat
cenderung menerima apa pun yang diberikan oleh pendidikan,
maka sekarang mereka tidak dengan mudah menerima apa
yang diberikan oleh pendidikan. Masyarakat yang notabene
membayar pendidikan merasa berhak untuk memperoleh
pendidikan yang lebih baik bagi dirinya dan anak-anaknya.
Bagi lembaga-lembaga pendidikan hal ini mulai
disadari dan disikapi dengan melakukan redesain sistem yang
mampu menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah
mengembangkan model manajemen pendidikan yang
akuntabel.
33
Menurut Rita Headintong (2000:84), Akuntabiltas
bukan hal baru. Ia mengemukakan:
“As far back as the 1830 when public was used to establish a
national education system 'some were concerned that the
spending of public money should be properly supervised and
controlled, and others were dissatisfied with the practical
aspects such as the poor quality of the teachers”
Kalau begitu apa sebenarnya akuntabilitas itu?
Menurut Slamet (2005:5), "Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab
dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewajiban
untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Sementara Zamroni (2008:12) mendefinisikan akuntabilias "is
the degree to which local governments have to explain or
justify what they have done or failed to do." Lebih lanjut
dikemukakan bahwa "Accountability can be seen as validation
of participation, in that the test of whether attempts to increase
participation prove successful is the extent to which people
can use participation to hold a local government responsible
for its action." Pendapat Zamroni mengenai akuntabilitas
dikaitkan dengan partisipasi. Ini berarti akuntabilitas hanya
34
dapat terjadi jika ada partisipasi dari stakeholders sekolah.
Semakin kecil partisipasi stakeholders dalam penyelenggaraan
manajemen sekolah, maka akan semakin rendah pula
akuntabilitas sekolah.
Asian Development Bank menegaskan adanya
konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4
pilar yaitu (1) akuntabilitas, (2) transparansi, (3) dapat di
prediksi, dan (4) partisipasi (ADB, 2008). Jelas bahwa jumlah
komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan
yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain,
dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada
sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama
yang melandasi good governance, yaitu (1) Akuntabilitas, (2)
Transparansi, dan (3) Partisipasi Masyarakat.
Ketiga prinsip tersebut di atas tidaklah dapat berjalan
sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling
mempengaruhi, masing-masing adalah instrumen yang
diperlukan untuk mencapai prinsip yang lainnya, dan
ketiganya adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai
manajemen publik yang baik.
Walaupun begitu, akuntabilitas menjadi kunci dari
semua prinsip ini (ADB, 2008) Prinsip ini menuntut dua hal
35
yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2)
konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang
bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan
tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik
setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana
sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai
dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai
“pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk
memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu.”
(Miriam Budiarjo, 1998: 107) Akuntabilitas bermakna
pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui
distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah
sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus
menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances
sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah
eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif
(MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR).
Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan
ini menempatkannya sebagai pilar keempat.
36
Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas
yaitu : (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas
administratif, dan (3) akuntabilitas kebijakan publik (Guy
Peter, 2000: 299-381). Akuntabilitas publik adalah prinsip
yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka
oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak
penerapan kebijakan.
Pengambilan keputusan didalam organisasi-organisasi
publik melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, wajar
apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan
antara warga pemilih (constituency) para pimpinan politik,
teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana
dilapangan.
Sedangkan dalam bidang politik, yang juga
berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas
didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau
penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas
secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas
terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law.
Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya
37
pembatasan tugas yang jelas dan efisien (Meuthia Gani, 2000:
141)
Akuntabilitas yang tinggi hanya dapat dicapai dengan
pengelolaan sumber daya sekolah secara efektif dan efisien.
Akuntabilitas tidak datang dengan sendiri setelah lembaga-
lembaga pendidikan melaksanakan usaha-usahanya. Ada tiga
hal yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi, akreditasi dan
akuntabilitas. Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi
(2001:88): Tiga aspek yang dapat memberi jaminan mutu
suatu lembaga pendidikan, yaitu kompetensi, akreditasi, dan
akuntabilitas. Lulusan pendidikan yang dianggap telah
memenuhi semua persyaratan dan memiliki kompetensi yang
dituntut berhak mendapat sertifikat. Lembaga pendidikan
beserta perangkat-perangkatnya yang dinilai mampu menjamin
produk yang bermutu disebut sebagai lembaga terakreditasi
(accredited). Lembaga pendidikan yang terakreditasi dan
dinilai mampu untuk menghasilkan lulusan bermutu, selalu
berusaha menjaga dan menjamin mutuya sehingga dihargai
oleh masyarakat adalah lembaga pendidikan yang akuntabel.
Institusi pendidikan yang akuntabel adalah institusi
pendidikan yang mampu menjaga mutu keluarannya sehingga
dapat diterima oleh masyarakat. Jadi, dalam hal ini akuntabel
38
tidaknya suatu lembaga pendidikan bergantung kepada mutu
outputnya. Di samping itu, akuntabilitas suatu lembaga juga
bergantung kepada kemampuan suatu lembaga pendidikan
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan kepada
publik. Fredrik Kande (2008:4) mengelompokkan akuntabiltas
yang pertama sebagai akuntabilitas kinerja, sementara yang
kedua sebagai akuntabilitas keuangan.
Tujuan akuntabilitas adalah agar terciptanya
kepercayaan publik terhadap sekolah. Kepercayaan publik
yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang
lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah.
Sekolah akan dianggap sebagai agen bahkan sumber
perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan: “Tujuan
utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk
terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya”. Penyelenggara
sekolah harus memahami bahwa mereka harus
mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik. Selain
itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan
kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik
dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk
39
mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan
kepada publik.
Codd, seorang pakar kebijakan pendidikan dalam
Marks Olssen, dkk (2004:7), menyatakan bahwa dalam
perspektif global, akuntabilitas dipengaruhi oleh
kecenderungan manusia yang mengutamakan kebebasan.
Kebebasan yang muncul secara baru (neoliberalisme) ikut
mempengaruhi ketahanan moral orang dalam melaksanakan
akuntabilitas.
Sekolah sebagai tempat penyelenggaran manajemen
yang akuntabel merupakan suatu pranata sosial. Dikatakan
sebagai pranata sosial karena di tempat tersebut teradapat
orang-orang dari berbagai latar belakang sosial yang
membentuk suatu kesatuan dengan nilai-nilai dan budaya
tertentu. Nilai-nilai dan budaya tersebut potensial untuk
mendukung penyelenggaraan manajemen sekolah yang
akuntabel, tetapi juga sebaliknya bisa menjadi penghambat.
Dalam sebuah ilustrasi perusahaan, Stephen Robins (2001:14)
menyatakan: “Workforce diversity has important implication
for management practice. Manager will need to shift their
philosophy from treating every one alike to recognizing
differences and responding to those differences in ways that
40
will ensure employe retention and greater productivity while,
at the same time not discriminating”. Artinya, keberagaman
tenaga kerja mempunyai implikasi penting pada praktik
manajemen. Para manejer harus mengubah filosofi mereka
dari memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama
menjadi mengenali perbedaan dan menyikapi mereka yang
berbeda dengan cara-cara yang menjamin kesetiaan karyawan
dan peningkatan produktifitas sementara, pada saat yang sama,
tidak melakukan diskriminasi.
Apa yang dikemukakan Robins berangkat dari asumsi
akan perbedaan nilai dan budaya dari setiap anggota
organisasi. Ada nilai-nilai yang dapat mendukung nilai-nilai
organisasi, tetapi ada juga yang sebaliknya. Dalam konteks ini,
dibutuhkan peran pemimpin untuk dapat mengelolanya.
Jadi, faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak
pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang. Sistem
menyangkut aturan-aturan, tradisi organisasi. Sedangkan
faktor orang menyangkut motivasi, persepsi dan nilai-nilai
yang dianutnya mempengaruhi kemampuannya akuntabilitas.
Kalau ditelisik lebih jauh faktor orang sendiri sebenarnya tidak
berdiri sendiri, melainkan merupakan produk dari masyarakat
dengan budaya tertentu.
41
Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak
menegaskan bahwa, akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem
penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor
pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih
tinggi lagi. Bahkan, boleh dikatakan bahwa akuntabilitas baru
sebagai titik awal menuju keberlangsungan manajemen
sekolah yang berkinerja tinggi.
Menurut Slamet (2005:6) ada delapan hal yang harus
dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:
Pertama, sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem
akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
Kedua, sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan
sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem
pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Ketiga,
sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan
menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap
tahun anggaran. Keempat, menyusun indikator yang jelas
tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada
stakeholders. Kelima, melakukan pengukuran pencapaian
kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya
kepada publik/stakeholders diakhir tahun. Keenam,
memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan
42
publik. Ketujuh, menyediakan informasi kegiatan sekolah
kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.
Kedelapan, memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai
kesepakatan komitmen baru.
Kedelapan upaya di atas, semuanya bertumpu pada
kemampuan dan kemauan sekolah untuk mewujudkannya.
Alih-alih sekolah mengetahui sumber dayanya, sehingga dapat
digerakan untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas.
Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk menyusun dan
memperbaharui sistem yang dianggap tidak dapat menjamin
terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite sekolah, orang
tua siswa, kelompok profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan
untuk melaksanakannya. Dengan begitu stakeholders sejak
awal tahu dan merasa memiliki akan sistem yang ada.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi
pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya
untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai
dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat.
Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang
jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah
bertanggungjawab baik dari segi penggunaan keuangan
43
maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas
internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal,
melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun
dari masyarakat.
Definisi konseptual akuntabilitas dalam penelitian ini
adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-
nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para
pemangku kepentingan yang berkepentingan dengan
pelayanan tersebut.
2. Transparansi
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau
kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi
tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi
tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya,
serta hasil-hasil yang dicapai (BAPENAS, 2002: 18)
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi
pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi
adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah
yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi
diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat,
toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi
44
publik (Meuthia Gani, 2000: 151). Prinsip ini memiliki 2
aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2)
hak masyarakat terhadap akses informasi. Keduanya akan
sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan
baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik
awal dari transparansi.
Komunikasi publik menuntut usaha positif dari
pemerintah untuk membuka dan menyebarkan informasi
maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus
seimbang dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga
maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi
individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam
jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi
professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan
pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan-
keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan
alasan dari setiap kebijakan tersebut.
Peran media juga sangat penting bagi transparansi
pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk
berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai
informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai
aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat
45
birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugas ini
tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah
maupun pengaruh kepentingan bisnis.
Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol
yang berlebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media
massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus
diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria
yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa
saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut
diberikan.
Menurut Nurudin Jauhari (2009:2) Selama ini terutama
sebelum era desentralisasi dan reformasi, pengelolaan
pendidikan dibanyak sekolah sangat tertutup bagi pihak luar.
Masyarakat, orang tua murid dan sebagian besar guru tidak
banyak mengetahui seluk beluk pengelolaan pendidikan di
sekolah, tidak mengetahui pendapatan dan belanja sekolah,
tidak dilibatkan di dalam mengevaluasi kekuatan dan
kelemahan kinerja sekolah dsb.
Pengelolaan yang tidak transparan berdampak negatif
bagi pengembangan sekolah karena masyarakat dan orang tua
murid akan meragukan apakah kalau mereka diminta untuk
ikut memikirkan kekurangan pendanaan pendidikan,
46
sumbangan yang mereka berikan akan benar-benar
dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan atau akan terjadi
penyimpangan yang tidak diharapkan? dilain pihak, pimpinan
sekolah yang menerapkan pengelolaan tertutup merasa bahwa
pihak lain tidak perlu ikut campur dengan masalah
pengelolaan sekolah karena sudah cukup ditangani oleh kepala
sekolah dan satu dua orang staf kepercayaan kepala sekolah.
Mereka khawatir keterbukaan akan sangat merepotkan dan
tidak dapat memecahkan masalah yang dihadapi sekolah.
Sebenarnya kekhawatiran seperti itu tidak perlu, karena
pengalaman lapangan menunjukkan bahwa semakin tinggi
transparansi pengelolaan suatu sekolah, semakin tinggi pula
kepercayaan masyarakat dan rasa ikut memiliki sekolah, dan
semakin banyak sumbangan pemikiran, dana dan fasilitas lain
yang diperoleh sekolah dari masyarakat dan pihak terkait
lainnya. Transparansi menciptakan kepercayaan timbal balik
antara pemerintah/sekolah dan masyarakat, melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan dalam
memperoleh informasi yang memadai.
Transparansi pengelolaan antara lain mencakup: 1)
Pengelolaan keuangan, keterbukaan dalam pendapatan dan
belanja sekolah baik dari pemerintah, donor maupun sumber-
47
sumber lain, 2) Pengelolaan staf /personalia : kebutuhan
ketenagaan, kualifikasi, kemampuan dan kelemahan,
kebutuhan pengembangan professional, dsb. 3) Pengelolaan
kurikulum, termasuk keterbukaan dalam hal prestasi dan
kinerja siswa, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang
pelaksanaan kurikulum, visi, misi, dan program peningkatan
mutu pendidikan.
Definisi konseptual transparansi dalam penelitian ini adalah
prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap
pemangku kepentingan madrasah untuk memperoleh informasi
tentang pengelolaan keuangan madrasah, yakni informasi
tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya,
serta hasil-hasil yang dicapai madrasah.
A. Hubungan antara Akuntabilitas dengan Pengelolaan
Keuangan
Kaitan akuntabilitas dengan pengelolaan keuangan
(Frederik Kande, 2008:2) Pertama, akuntabilitas merupakan
syarat mutlak bagi penerapan MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah); kedua, akuntabilitas semakin memiliki relevansi
dalam dunia pendidikan ketika sekolah diberikan kewenangan
untuk mengelola dirinya sendiri, berdasarkan karakteristik, dan
kebolehannya; ketiga, nilai dan kultur, serta matinya perasaan
48
terdesak menjadi faktor penghadang di depan hambatan dalam
mewujudkan akuntabilitas sekolah; keempat, upaya-upaya
untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas di sekolah
sangat bergantung kepada kemauan dan kemampuan serta visi
perubahan warga sekolah mewujudkan akuntabilitas; kelima,
akuntabilitas memiliki efek pada pencitraan publik terhadap
sekolah.
Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan
manejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah
menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan
pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan
manajemen sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah.
Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, maka pengelolan
manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang
adalah pemberi mandat pendidikan. Oleh karena manajemen
sekolah semakin dekat dengan masyarakat, maka penerapan
akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak
dapat ditunda-tunda.
Pelaksanaan prinsip akuntabilitas dalam rangka MBS tiada
lain agar para pengelola sekolah atau pihak-pihak yang diberi
kewenangan mengelola urusan pendidikan itu senantiasa
terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan
49
penyimpangan untuk melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Dengan prinsip ini mereka terus memacu
produktifitas profesionalnya sehingga berperan besar dalam
memenuhi berbagai aspek kepentingan masyarakat.
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas
vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal
menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan
masyarakat. Sekolah dan orang tua siswa. Antara sekolah dan
instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan
akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan antara sesama
warga sekolah. Antar kepala sekolah dengan komite, dan
antara kepala sekolah dengan guru.
Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya
penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik
sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan,
maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh
pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan
mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat.
Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak
akan dipercaya. Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem
tetapi juga menyangkut moral individu. Jadi, moral individu
yang baik dan didukung oleh sistem yang baik akan menjamin
50
pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek
korupsi.
Untuk mengukur berhasil tidaknya akuntabilitas dalam
manajemen berbasis sekolah, dapat dilihat pada beberapa hal,
sebagaimana dinyatakan oleh Slamet (2005:7): Beberapa
indikator keberhasilan akuntabilitas adalah: 1) Meningkatnya
kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah. 2)
Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai
terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan 3)
Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan
nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. Ketiga
indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur
apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil
sebagaiamana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa
puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam
banyak hal.
Jadi berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan berdasarkan tahapan sebuah program,
akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan,
beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas
publik adalah :
51
a. Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara
tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang
membutuhkan
b. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar
etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai
dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
maupun nilai-nilai yang berlaku dipemangku
kepentingan
c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang
diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi
organisasi, serta standar yang berlaku
d. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar
telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme
pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak
terpenuhi
e. Konsistensi maupun kelayakan dari target
operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas
dalam mencapai target tersebut.
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator
untuk menjamin akuntabilitas publik adalah :
52
a. Penyebarluasan informasi mengenai suatu
keputusan, melalui media massa, media nirmassa,
maupun media komunikasi personal
b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang
berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran
suatu program
c. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan
setelah keputusan dibuat dan mekanisme
pengaduan masyarakat
d. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan
monitoring hasil yang telah dicapai oleh
pemerintah.
a. Hubungan antara Transparansi dengan Pengelolaan
Keuangan
Kaitan transparansi dengan pengelolaan (Ahmad
Sudrajat, 2010:9) “ Transparan berarti adanya keterbukaan.
Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan
dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan,
bidang manajemen keuangan yang transparan berarti adanya
keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan,
yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian
penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga
53
bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengetahuinya”. Transparansi keuangan sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat
dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program
pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah,
masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui
oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya
rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS)
bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di
depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang
membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah
mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa
jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan
digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini
menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
Menurut International Relief and Development (IRD,
2010:1), di masa lalu, sebagian besar perbaikan kualitas
sekolah ditekankan pada peningkatan fasilitas dan rekonstruksi
54
sekolah, yang memakan porsi anggaran yang besar dan hanya
menyisakan sedikit anggaran untuk pelatihan guru, alat bantu
pembelajaran, dan kegiatan ekstrakurikuler. Akan tetapi,
setelah adanya pelatihan dan fasilitasi terus-menerus, IRD
menyaksikan pergeseran yang dramatis dalam hal prioritas dan
perbaikan di semua kota/kabupaten dampingan. Sekolah-
sekolah yang menerima pelatihan dari IRD secara terbuka
memampang anggaran sekolah di ruang kantor sekolah.
Perbincangan-perbincangan mengenai anggaran yang
sebelumnya hanya dilakukan antara kepala sekolah dan ketua
komite menjadi terbuka untuk umum. Kesadaran yang
meningkat mengenai sumber daya finansial yang aktual dan
kajian kebutuhan yang akurat berdampak pada penggunaan
dana yang lebih efektif dan kontribusi masyarakat yang lebih
besar. Sebagai contoh, sekolah mulai memasukkan bahan-
bahan pelajaran kelas dan lebih banyak kegiatan ke dalam
anggaran sekolah. Warga masyarakat menyumbang lebih
banyak dana untuk sumber daya sekolah, dan memiliki
pengetahuan lebih banyak mengenai hak serta kewajiban
pendidikan mereka, dengan mengambil tanggun jawab untuk
mengawasi kualitas pendidikan dan menetapkan prioritas
anggaran.
55
Jadi secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip
transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah
indikator seperti :
a. mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan
standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik
b. mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan
publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan
publik, maupun proses-proses di dalam sektor publik.
c. mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun
penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan
aparat publik didalam kegiatan melayani. Keterbukaan
pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada
akhirnya akan membuat pemerintah menjadi
bertanggung gugat kepada semua pemangku
kepentingan yang berkepentingan dengan proses
maupun kegiatan dalam sektor publik.
b. Hubungan antara Akuntabilitas dan Transparansi
dengan Pengelolaan Keuangan
Kaitan pengelolaan keuangan dengan akuntabilitas dan
transparansi (Nurudin Jauhari, 2009:2) “Hakekat MBS adalah:
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, pengambilan
keputusan bersama, transparansi, akuntabilitas Transparansi,
56
akuntabilitas dan kredibilitas adalah isu kunci keberhasilan
MBS dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Transparansi sulit dilaksanakan tanpa akuntabilitas, sedangkan
penerapan transparansi dan akuntabilitas akan menimbulkan
kredibilitas sekolah di mata masyarakat.”.
57
BAB III
PENYUSUNAN APBS
A. Proses Perencanaan Keuangan Sekolah
Secara umum proses manajemen keuangan sekolah
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pelaporan
dan pertanggung-jawaban. Perencanaan merupakan langkah
awal dalam proses manajemen keuangan. Perencanaan adalah
suatu proses yang rasional dan sistematis dalam menetapkan
langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian tersebut mengandung unsur-unsur bahwa di
dalam perencanaan ada proses, ada kegiatan yang rasional dan
sistematis serta adanya tujuan yang akan dicapai. Perencanaan
sebagai proses, artinya suatu kejadian membutuhkan waktu,
tidak dapat terjadi secara mendadak.
Perencanaan sebagai kegiatan rasional, artinya melalui
proses pemikiran yang didasarkan pada data yang riil dan
analisis yang logis, yang dapat dipertanggungjawabkan, dan
tidak didasarkan pada ramalan yang intuitif. Perencanaan
sebagai kegiatan yang sistematis, berarti perencanaan meliputi
tahap- tahap kegiatan. Kegiatan yang satu menjadi landasan
58
tahapan berikutnya. Tahapan kegiatan tersebut dapat dijadikan
panduan sehingga penyimpangan dapat segera diketahui dan
diatasi.
Sedangkan tujuan perencanaan itu sendiri arahnya agar
kegiatan yang dilaksanakan tidak menyimpang dari arah yang
ditentukan. Yang perlu diperhatikan di dalam perencanaan
keuangan sekolah antara lain menganalisis program kegiatan
dan prioritasnya, menganalisis dana yang ada dan yang
mungkin bisa diadakan dari berbagai sumber pendapatan dan
dari berbagai kegiatan.
Perencanaan keuangan sekolah disesuaikan dengan
rencana pengembangan sekolah secara keseluruhan, baik
pengembangan jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengembangan jangka pendek berupa pengembangan satu
tahunan. Pengembangan jangka panjang berupa
pengembangan lima tahunan, sepuluh tahunan, bahkan dua
puluh lima tahunan. Berdasarkan rencana pengembangan
sekolah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, maka
dibuatlah perencanaan keuangan sekolah baik perencanaan
jangka pendek maupun jangka panjang.
Kalau dianalisis pembuatan perencanaan keuangan,
Garner (2004) merumuskan sikuensi perencanaan keuangan
59
yang strategis sebagai berikut: 1) misi (mission), 2) tujuan
jangka panjang(goals), 3) tujuan jangka pendek(objectives), 4)
program, layanan, aktivitas(programs, services, activities),
tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek berdasarkan
kondisi riil unit sekolah(site-based unit goals & objectives), 5)
target: baik outcomes maupun outputs, 6) anggaran(budget),
dan 7) perencanaan keuangan yang strategis (strategic
financial plan).
Siklus tersebut menunjukkan bahwa pembuatan
rencana strategis memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Misi, tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek perlu
dirumuskan pimpinan sekolah
2. Tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, dan target
yang ingin dicapai berdasarkan kondisi riil sekolah perlu
dipahami oleh seluruh warga sekolah.
3. Berdasarkan kondisi riil sekolah, maka dirumuskan
perencanaan keuangan yang strategis.
4. Perencanaan keuangan strategis sudah dirumuskan, menjadi
bahan masukan pada pengembangan misi dan tujuan sekolah
pada periode berikutnya.
60
Proses perumusan perencanaan keuangan yang
strategis, memerlukan kajian secara cermat tentang evaluasi
diri lembaga pendidikan yang bersangkutan, visi, misi, tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek lembaga pendidikan.
Kemudian ditetapkan program kegiatan dan berbagai layanan
yang dilaksanakan lembaga pendidikan yang sesuai dengan
tujuan jangka panjang dan pendek serta target yang akan
dicapai baik output maupun outcomes-nya, dan disusunlah
anggaran sehingga jadilah perencanaan keuangan yang
strategis sesuai dengan kondisi sekolah.
Visi sekolah menjadi pedoman dalam pengembangan
program sekolah. Visi adalah wawasan yang menjadi sumber
arahan bagi sekolah, pandangan jauh kedepan kemana sekolah
akan dibawa. Visi sekolah digunakan untuk memandu
perumusan misi sekolah dan perumusan tujuan sekolah.
Contoh rumusan visi sekolah, yaitu terwujudnya siswa yang
berkualitas dan lulusan yang unggul sehingga mampu bersaing
di tingkat daerah, nasional dan internasional.
Bertolak dari rumusan visi sekolah selanjutnya
dirumuskan misi sekolah. Misi merupakan kegiatan yang harus
diemban untuk menjawab pencapaian visi yang ditetapkan.
Contoh perumusan misi sekolah, yaitu terlaksananya kegiatan
61
belajar mengajar yang kondusif dalam lingkungan sekolah
yang aman, tertib, disiplin, bersih yang didukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai; terciptanya hubungan yang
harmonis antar personil di sekolah. Selanjutnya rumusan
tujuan jangka panjang dan jangka pendek dan target
pencapaiannya diselaraskan dengan visi dan misi sekolah.
Disamping memperhatikan program pengembangan sekolah,
perencanaan keuangan sekolah juga mengacu pada
penyelenggaraan pendidikan di sekolah secara keseluruhan.
Kepmendiknas Nomor 056/U/2001 menyebutkan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah meliputi (1) pelayanan
yang bersifat teknis edukatif untuk proses belajar mengajar
baik teori maupun praktek untuk seluruh mata pelajaran dan
penilaian hasil belajar; (2) pelayanan yang bersifat penunjang
untuk operasionalisasi ruang belajar dan kegiatan ekstra
kurikuler; (3) pengadaan dan perawatan buku pelajaran,
peralatan pendidikan, alat pelajaran, peralatan laboratorium,
perpustakaan dan peralatan praktik keterampilan serta bahan
praktik laboratorium dan keterampilan; (4) pengadaan dan
perawatan sarana kegiatan penunjang seperti sarana
administrasi, gedung sekolah, ruang kelas, fasilitas sekolah
dan lingkungan; (5) penyediaan daya dan jasa seperti listrik,
62
telepon, gas dan air; (6) perjalanan dinas kepala sekolah dan
guru; (7) pelayanan kemasyarakatan, pemberdayaan Komite
Sekolah, kegiatan sosial; (8) penyelenggaraan lomba yang
diikuti siswa dan atau guru; (9) pelayanan habis pakai untuk
keperluan sekolah seperti surat kabar; (10) penyediaan gaji
guru dan non-guru, tunjangan, honorarium, lembur,
transportasi, insentif dan lainnya yang menunjang pendidikan.
Berdasarkan komponen penyelenggaraan pendidikan
tersebut, tiap kepala sekolah menentukan program prioritas
yang perlu dilaksanakan dalam satu tahun anggaran, kemudian
dijadikan program kegiatan yang perlu mendapatkan dana.
Pada tahap perencanaan, analisis kebutuhan
pengembangan sekolah dalam kurun waktu tertentu menjadi
fokus utama yang perlu diperhatikan. Kebutuhan dalam satu
tahun anggaran, lima tahun, sepuluh tahun, bahkan dua puluh
lima tahunan. Perencanaan dibuat oleh kepala sekolah, guru,
staf sekolah dan pengurus komite sekolah.
Mereka mengadakan pertemuan untuk menentukan
kebutuhan dan menentukan kegiatan sekolah dalam waktu
tertentu. Berdasarkan analisis ini diperoleh banyak kegiatan
yang perlu dilakukan sekolah dalam satu tahun, lima tahun,
sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun. Untuk itu
63
perlu diurutkan tingkat kebutuhan kegiatan dari yang paling
penting sampai kegiatan pendukung yang mungkin bisa
ditunda pelaksanaannya.
Hal ini terkait dengan tersedianya waktu, keberadaan
tenaga dan jumlah dana yang tersedia atau yang bisa
diupayakan ketersediaannya. Analisis sumber-sumber dana
dan jumlah nominal yang mungkin diperoleh, dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan hasil analisis yang
dilakukan. Perpaduan analisis kegiatan dan sumber dana serta
menyangkut waktu pelaksaannya ini seringkali menghasilkan
apa yang dinamakan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Sekolah (RAPBS).
Setiap sekolah wajib menyusun RAPBS sebagaimana
diamanatkan di dalam pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu
Rencana Kerja Tahunan hendaknya memuat rencana anggaran
pendapatan dan belanja satuan pendidikan untuk masa kerja
satu tahun; RAPBS merupakan rencana perolehan pembiayaan
pendidikan dari berbagai sumber pendapatan serta susunan
program kerja tahunan yang terdiri dari sejumlah kegiatan
rutin serta beberapa kegiatan lainnya disertai rincian rencana
pembiayaannya dalam satu tahun anggaran.
64
Dengan demikian RAPBS berisi tentang ragam sumber
pendapatan dan jumlah nominalnya baik rutin maupun
pembangunan, ragam pembelanjaan dan jumlah nominalnya
dalam satu tahun anggaran.
Penyusunan RAPBS perlu memperhatikan asas anggaran
antara lain:
1. Asas kecermatan
Anggaran harus diperkirakan secara cermat, baik dalam hal
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian
sehingga dapat efektif dan terhindar dari kekeliruan dalam
penghitungan.
2. Asas Terinci
Penyusunan anggaran dirinci secara baik sehingga dapat
dilihat rencana kerja yang jelas serta dapat membantu unsur
pengawasan.
3. Asas Keseluruhan
Anggaran yang disusun mencakup semua aktivitas keuangan
dari suatu organisasi secara menyeluruh dari awal tahun
sampai akhir tahun anggaran.
4. Asas Keterbukaan
Semua pihak yang telah ditentukan oleh peraturan atau pihak
yang terkait dengan sumber pembiayaan sekolah dapat
65
memonitor aktivitas yang tertuang dalam penyusunan
anggaran maupun dalam pelaksanaannya.
5. Asas Periodik
Pelaksanaan anggaran mempunyai batas waktu yang jelas.
6. Asas Pembebanan.
Dasar pembukuan terhadap pengeluaran dan penerimaan
anggaran perlu diperhatikan. Kapan suatu anggaran
pengeluaran dibebankan kepada anggaran ataupun suatu
penerimaan menguntungkan anggaran perlu diperhitungkan
secara baik.
Dalam penyusunan RAPBS, kepala sekolah sebaiknya
membentuk tim yang terdiri dari dewan guru dan pengurus
komite sekolah. Setelah tim dan Kepala Sekolah
menyelesaikan tugas, merinci semua anggaran pendapatan dan
belanja sekolah, Kepala Sekolah menyetujuinya. Pelibatan
para guru dan pengurus komite sekolah ini akan diperoleh
rencana yang mantap, dan secara moral semua guru, kepala
sekolah dan pengurus komite sekolah merasa bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan rencana tersebut.
Dalam menetapkan jumlah anggaran, dua hal yang
perlu diperhatikan yaitu unit cost (satuan biaya) dan volume
kegiatan.
66
Setiap program dan penganggarannya perlu
memperhatikan kedua hal tersebut. Misalnya untuk anggaran
rutin, SBP (Sumbangan Biaya Pendidikan), BKM(Bantuan
Khusus Murid), jenis kegiatan dan satuan biayanya sudah
ditentukan. Kepala Sekolah bersama guru dan pihak lain yang
terlibat langsung misalnya komite sekolah diharapkan
menyusun prioritas penggunaan dana per-mata anggaran
secara cermat.
Secara rinci langkah penyusunan RAPBS, yaitu:
1. Inventarisasi kegiatan untuk tahun yang akan datang, baik
Kegiatan rutin maupun kegiatan pembangunan/ pengembangan
berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan Kepala sekolah
mempelajari visi, misi, program utama sekolah yang telah ada
Kepala sekolah bersama guru dan Pengurus Komite Sekolah
membahas draft dan menetapkan RAPBS Kepala sekolah
mengundang guru dan Pengurus Komite Sekolah untuk
menyusun draft RAPBS RAPBS sudah siap dilaksanakan
pada tahun sebelumnya, analisis kebutuhan tahun berikutnya,
dan masukan dari seluruh warga sekolah maupun Komite
Sekolah.
2. Inventarisasi sumber pembiayaan baik dari rutin maupun
pengembangan.
67
3. Penyusunan Rencana Kegiatan Sekolah(RKS) yang lengkap
berdasarkan Langkah poin (1) dan (2). Kepala Sekolah
membuat tabel RKS yang terdiri dari kolom-kolom nomor
urut, uraian kegiatan, sasaran, kolom-kolom perincian dana
dari berbagai sumber, dan kolom jumlah. Tabel tersebut diisi
sesuai kolom yang ada.
4. Penyusunan RAPBS. Kepala Sekolah membuat tabel
RAPBS yang terdiri dari kolom-kolom, yaitu kolom rencana
penerimaan dan jumlahnya, kolom rencana pengeluaran dan
jumlahnya. Tabel tersebut diisi kemudian ditandatangani oleh
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah dan diketahui oleh
Kepala Dinas Pendidikan setempat.
B. Sumber-Sumber Pendapatan Sekolah
Kebutuhan dana untuk kegiatan operasinal secara rutin
dan pengembangan program sekolah secara berkelanjutan
sangat dirasakan setiap pengelola lembaga pendidikan.
Semakin banyak kegiatan yang dilakukan sekolah semakin
banyak dana yang dibutuhkan. Untuk itu kreativitas setiap
pengelola sekolah dalam menggali dana dari berbagai sumber
akan sangat membantu kelancaran pelaksanaan program
sekolah baik rutin maupun pengembangan di lembaga yang
bersangkutan. Pasal 46 Undang-undang No 20 Tahun 2003
68
menyatakan pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
Berdasarkan tuntutan kebutuhan di sekolah tersebut
utamanya kebutuhan pengembangan pembelajaran yang sangat
membutuhkan biaya yang relatif banyak, maka sumber
pendapatan diupayakan dari berbagai pihak agar membantu
penyelenggaraan pendidikan di sekolah, disamping sekolah
perlu melakukan usaha mandiri yang bisa menghasilkan dana.
Hal ini akan terwujud apabila menajemen sekolah
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di samping kreativitas
sekolah juga menjadi andalan utama.
Berbagai perkembangan yang ada di abad 21,
(Garner,2004) mengungkapkan adanya pengaruh langsung
maupun tidak langsung dalam meningkatkan perolehan
keuangan sekolah, yaitu praktek pembukuan yang sesuai
dengan akuntansi(accounting), sekolah yang memiliki piagam
(charter schools), daya tarik sekolah(magnet school),
privatisasi sekolah(the privatization of school), vouchers,
sistem yang terbuka dalam mengelola sekolah ( open systems),
dan manajemen berdasarkan kondisi riil sekolah (site-based
management).
69
Untuk itu sekolah perlu memenuhi poin-poin tersebut
agar perolehan dana bisa lebih ditingkatkan. Hal ini terjadi
karena masyarakat sangat mempercayai keunggulan sehingga
mereka merasa respek terhadap lembaga pendidikan.
Sumber-sumber pendapatan sekolah bisa berasal dari
pemerintah, usaha mandiri sekolah , orang tua siswa, dunia
usaha dan industri, sumber lain seperti hibah yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku,
yayasan penyelenggara pendidikan bagi lembaga pendidikan
swasta, serta masyarakat luas. Berikut ini disajikan rincian
masing-masing sumber pendapatan sekolah.
Sumber keuangan dari pemerintah bisa berasal dari
pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/ kota. Sumber
keuangan pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat
dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), sedangkan yang berasal dari pemerintah
kabupaten dan kota dialokasikan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
Selanjutnya melalui kebijakan pemerintah yang ada, di
tahun 2007 di dalam pengelolaan keuangan dikenal sumber
anggaran yang disebut Dana Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA). DIPA meliputi Administrasi Umum, yaitu alokasi dari
70
Pemerintah yang bersumber APBN penerimaan dari pajak ,
dan Penerimaan Negara Bukan Pajak(PNBP) yang bersumber
dari dana masyarakat. Beberapa kegiatan yang merupakan
usaha mandiri sekolah yang bisa menghasilkan pendapatan
sekolah antara lain : (1) pengelolaan kantin sekolah, (2)
pengelolaan koperasi sekolah, (3) pengelolaan wartel, (4)
pengelolaan jasa antar jemput siswa, (5) panen kebun sekolah,
(6) kegiatan yang menarik sehingga ada sponsor yang
memberi dana, (7) kegiatan seminar/ pelatihan/ lokakarya
dengan dana dari peserta yang bisa disisihkan sisa
anggarannya untuk sekolah, (8) penyelenggaraan lomba
kesenian dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang
sebagian dana bisa disisihkan untuk sekolah.
Pengelolaan kantin sekolah memiliki manfaat
tersedianya makanan dan minuman yang sehat dan bergizi,
harganya yang terjangkau oleh warga sekolah, juga memiliki
nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah. Hasil penjualan
atau sewa tempat penjualan dikumpulkan sehingga menjadi
sumber rutin yang diterima pihak sekolah.
Pengelolaan kantin sekolah perlu memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
71
1. Tempat kantin strategis di dalam sekolah, yang
memudahkan warga sekolah untuk mengunjunginya, serta
dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
2. Bangunan kantin didesain secara baik, indah, bersih,
nyaman sehingga menyenangkan pengunjungnya.
3. Menu makanan dan minuman bervariasi sesuai selera
pembeli dan berkualitas baik, namun harganya diusahakan
yang semurah mungkin.
4. Keuangan kantin atau hasil pengelolaan kantin dikelola
secara transparan.
Selain pengelolaan kantin sekolah, usaha yang bisa
dilakukan sekolah untuk menambah pendapatan sekolah yaitu
pengelolaan koperasi sekolah. Adanya koperasi sekolah
disamping memiliki manfaat tersedianya kebutuhan pokok
dengan harga yang terjangkau oleh warga sekolah, juga
memiliki nilai bisnis yang menguntungkan bagi sekolah.
Terkait dengan kebutuhan siswa, usaha koperasi bisa
berupa toko yang menyediakan seragam sekolah, buku tulis
dan cetak, alat tulis dan kebutuhan belajar lainnya. Terkait
dengan kebutuhan guru, koperasi bisa menyediakan seragam
guru, alat tulis dan kebutuhan rumah tangga misalnya
penyediaan sembako dan kebutuhan lainnya.
72
Selain toko yang menyediakan kebutuhan guru,
koperasi bisa mengelola usaha simpan pinjam dengan suku
bunga yang lebih rendah daripada suku bunga di bank agar
guru dan pegawai sekolah tertarik serta merasa diuntungkan
oleh adanya koperasi di sekolah. Usaha kavling tanah dan
perumahan juga bisa diusahakan oleh sekolah kalau memang
sekolah mampu melakukannya. Tentu saja pengurus koperasi
harus bekerja sma dengan perbankan agar diperoleh modal
yang sesuai kebutuhan.
Pengelolaan koperasi sekolah yang efektif perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tempat koperasi strategis di dalam sekolah, yang
memudahkan warga sekolah untuk mengunjunginya, serta
dapat terpantau oleh pengelola sekolah.
2. Bangunan koperasi didesain secara baik, indah, bersih,
nyaman sehingga menyenangkan pengunjungnya.
3. Ragam barang yang dijual di koperasi bervariasi sesuai
kebutuhan pembeli dan berkualitas baik, namun harganya
diusahakan yang semurah mungkin.
4. Keuangan koperasi atau hasil pengelolaan koperasi dikelola
secara transparan dan sesuai dengan standar pembukuan
koperasi.
73
Hasil usaha koperasi dikumpulkan sehingga menjadi
sumber rutin yang diterima pihak sekolah. Pengelolaan wartel
yang tepat juga bisa merupakan pemasukan pendapatan rutin
bagi sekolah. Dalam hal ini perlu ditunjuk petugas yang
mampu mengelola kegiatan secara tertib, teliti dan memiliki
tingkat kejujuran yang tinggi.
Pengelolaan jasa antar jemput bagi siswa, barangkali
bisa dilakukan bagi sekolah yang lokasinya jauh dari jalur
transportasi umum, meskipun usia anak SMA/SMK mungkin
kurang berminat menggunakannya. Tetapi tidak ada salahnya
kalau pihak sekolah menjajagi kemungkinan banyak siswa
yang berminat menggunakannya.
Sekolah yang masih memiliki lahan luas bisa
mengelola lahannya dengan menanam tumbuhan yang
hasilnya bisa dijual dan bisa menjadi pemasukan pendapatan
bagi sekolah. Tentunya sekolah perlu bekerja sama dengan
penggarap tanah di sekitar sekolah, agar semua kegiatan
berjalan lancar
Sekolah bisa menyelenggarakan kegiatan yang menarik
warga di dalam sekolah dan perusahaan di sekitar sekolah,
sehingga ada sponsor yang memberi dana ke sekolah. Kegiatan
ini bisa berupa gerak jalan sehat, pertandingan sepak bola
74
antar sekolah atau kegiatan yang sejenis. Apabila ada dana
yang masuk, sekolah bisa menyisihkan sebagian untuk
sekolah.
Kegiatan seminar, pelatihan, lokakarya dengan dana
dari peserta yang bisa disisihkan sisa anggarannya untuk
sekolah.
Penyelenggaraan kegiatan ini tentunya harus dipilih
tema yang hangat, perkembangan terkini sehingga menantang
peserta mengikutinya. Apabila ada dana yang masuk, sekolah
bisa menyisihkan sebagian untuk sekolah.
Penyelenggaraan gelar dan lomba kesenian antar
sekolah dengan biaya dari peserta atau perusahaan yang
berminat membantunya. Sebagian dana bisa disisihkan untuk
sekolah.
Selain yang sudah disebutkan di atas, masih ada
sumber pembiayaan alternatif yang berasal dari proyek
pemerintah baik yang bersifat block grant maupun yang
bersifat matching grant(imbal swadaya). Di tahun anggaran
1997 sampai dengan 2003, sumber alternatif itu dikucurkan
oleh Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu Pendidikan
melalui mekanisme block grant maupun yang bersifat
75
matching grant. Terdapat 13 kegiatan Proyek di sekolah yang
dapat didanai dengan sumber anggaran tersebut( Imron, 2004).
Sumber dana yang berasal dari orang tua siswa dapat
berupa sumbangan fasilitas belajar siswa, sumbangan
pembangunan gedung, iuran BP3, dan SPP. Selain itu bisa
juga sekolah mengembangkan penggalian dana dalam bentuk:
1. Amal jariyah
2. Zakat mal
3. Uang tasyakkuran
4. Amal Jumat
Sumber dana dari dunia usaha dan industri dilakukan
melalui kerja sama dalam berbagai kegiatan, baik bantuan
berupa uang maupun berupa bantuan fasilitas sekolah. Sumber
dana dari masyarakat demikian juga bisa berupa uang maupun
berupa bantuan fasilitas sekolah.
Untuk memperoleh dana dari berbagai pihak utamanya
dari dana hibah atau block grant, kepala sekolah perlu
menyusun proposal yang menggambarkan kebutuhan
pengembangan program sekolah.
Komponen proposal dapat disusun sebagai berikut:
rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah, identifikasi tantangan
nyata yang dihadapi sekolah, sasaran, identifikasi fungsi-
76
fungsi sasaran, analisis SWOT, alternatif langkah-langkah
pemecahan persoalan, rencana dan Program Peningkatan
mutu, anggaran dan rincian penggunaannya.
C. Masalah-Masalah Terkait dengan Penyusunan RAPBS
Salah satu implikasi dari penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah sebagaimana diamanatkan dalam perundang-
undangan sistem pendidikan adalah diharuskannya pimpinan
sekolah (terutama Kepala Sekolah) untuk mengemban
tanggung jawab yang lebih besar dalam proses pengembangan
RAPBS.
Oleh karena itu disarankan agar pimpinan itu
menyadari berbagai masalah yang harus mereka hadapi untuk
melaksanakan tanggung jawab yang besar itu. Berikut ini
diuraikan beberapa masalah yang sering muncul dalam proses
penyusunan RAPBS.
1. Anggaran diusulkan didasarkan uang yang tersedia dan
tidak didukung pengetahuan yang memadai
Sekolah yang melibatkan guru atau pihak lain dalam
penyusunan anggaran kadang-kadang mendapati usulan
anggaran dari orang-orang yang tidak benar-benar
membutuhkan apa yang mereka minta atau tidak memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai barang-barang itu atau
77
bagaimana mereka akan menggunakannya. Banyak guru,
misalnya, mengusulkan produk-produk baru komputer yang
mereka ketahui hanya melalui cerita dari mulut ke mulut
bahwa produk itu efektif membantu kegiatan belajar siswa.
Untuk mencegah masalah ini disarankan agar kepala
sekolah meminta semua pihak yang mengajukan anggaran
untuk membuat alasan-alasan tertulis pada setiap butir usulan,
bagaimana akan digunakan, dan sejauh mana calon pengguna
itu telah memahami pengetahuan yang diperlukan untuk
memanfaatkan barang yang diusulkan itu atau pengetahuan
atau keterampilan apa yang ia perlukan agar dapat
memanfaatkannya dengan baik. Selain itu pengusul juga perlu
diminta menunjukkan apakah usulannya tersebut
benar-benar dibutuhkan atau bersifat esensial.
2. Kurang lengkapnya penjelasan tentang pentingnya
usulan anggaran untuk meningkatkan belajar siswa
Usulan anggaran dapat dimaksudkan untuk
penggantian atau penambahan barang yang dimiliki. Masalah
yang sering muncul berkaitan dengan ini adalah bahwa
ketidakjelasan keterkaitan antara item-item yang diusulkan itu
dengan peningkatan kegiatan belajar siswa dan bagaimana
peningkatan itu akan diukur. Untuk mencegah hal ini kepala
78
sekolah perlu meminta para pengusul untuk memberikan
alasan-alasan yang kuat bagaimana barang-barang yang
diusulkan akan membantu meningkatkan belajar siswa dan
bagaimana peningkatan belajar itu akan diukur.
3. Penurunan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun
Kebijakan wakil rakyat, kondisi perekonomian,
pergantian pemimpin politik (bupati, wali kota, gubernur) di
daerah atau program-program kemasyarakatan lain sering
berdampak pada pengurangan anggaran pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah. Selain beberapa kondisi eksternal
itu, penurunan anggaran juga sering terjadi karena faktor
internal sekolah. Penurunan jumlah siswa merupakan kondisi
internal yang paling dominan penurunan anggaran sekolah.
Kemungkinan terjadinya pengurangan semacam ini sangat
beragam antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Namun demikian tidak ada satu daerahpun yang dapat
menjamin terbebas dari hal itu.
Apabila terjadi, penurunan anggaran semacam itu
bukan merupakan persoalan yang sederhana. Pengurangan itu
dapat berakibat pada modifikasi atau eliminasi program,
pengurangan staf, penundaan pemeliharaan dan perbaikan
fasilitas, yang dapat berdampak pada timbulnya frustrasi,
79
kekecewaan dan penurunan moral kerja. Meskipun tidak
semua dampak pengurangan anggaran itu dapat dihindarkan,
namun akibatnya dapat diminimalkan apabila pendekatan
panganggaran yang digunakan rasional dan adil. Salah satu
pendekatan yang tampaknya dapat membantu mengatasi
dampak tersebut adalah pendekatan yang disebut “zero-base
budgeting” atau penganggaran tanpa pertumbuhan yang
dikenal dengan ZBB (Gorton dan Schneider, 1991).
ZBB berusaha untuk menghindarkan penganggaran
yang tidak menentu, dalam mana anggaran yang ada tidak
dipersoalkan dan perhatian difokuskan hanya pada anggaran
yang baru atau anggaran tambahan yang akan diberikan. Selain
itu, ZBB juga mempertimbangkan keseluruhan anggaran dan
memerlukan perbandingan antar semua bidang anggaran.
Mundt, Olsen, dan Steinberg (dalam Gorton dan Schneider,
1991:163) mendefinisikan ZBB sebagai “a process in which
‘decision packages’ are prepared to describe the funding of
existing and new programs at alternative service levels, both
lower and higher than current level, and funds are allocated to
program based on rankings of these alternatives”
Dengan kata lain, dalam penerapan ZBB, sekolah harus
melakukan justifikasi yang ketat terhadap setiap butir anggaran
80
yang diusulkan setiap tahun. Justifikasi itu harus mencakup
rasional, tujuan dan sasaran, kriteria evaluasi, dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi level-level alternatif layanan pada
masing-masing program. Langkah-langkah umum ZBB
meliputi:
a. Identifikasi unit-unit pengambilan keputusan (dibatasi pada
program-program yang membutuhkan sumber daya).
b. Analisis paket-paket keputusan (dokumen yang
memaparkan tujuan, kegiatan, sumber daya dan anggaran
masing-masing keputusan).
c. Membuat peringkat paket keputusan.
d. Pengalokasian anggaran.
e. Penyiapan anggaran resmi.
Selain langkah-langkah di atas, Hudson dan Steinberg
(dalam Gorton dan Schneider, 1991) menyarankan bidang-
bidang sebagai berikut sebagai pertimbangan dalam penentuan
prioritas.
a. Budget Pad. Pada anggaran yang baik biasanya terdapat
marjin pengaman. Jika kondisi memaksa dilakukan
pengurangan anggaran, pada alokasi ini yang dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan penghematan.
81
b. Pengurangan jumlah kelas. Apabila penurunan jumlah
siswa terjadi pada kelas tertentu atau, di SMK, pada program
keahlian tertentu hingga mencapai angka kurang dari batas
minimal, pelajaran-pelajaran yang bersifat duplikasi dapat
dikurangi tanpa mengurangi kualitas atau standar yang
ditetapkan dalam KTSP.
c. Fungsi-fungsi layanan non-pembelajaran. Karena terjadi
pengurangan anggaran, perlu dilakukan pengkajian kembali
terhadap kegiatan-kegiatan non-pembelajaran seperti
pemeliharan, transportasi, premi asuransi, prosedur pengadaan
yang lebih efisien, tanpa mengurangi program pembelajaran.
d. Rencana bidang prasarana. Jika anggaran tepaksa harus
dikurangi, perlu dilakukan peninjauan kembali rencana-
rencana renovasi atau pembangunan gedung atau pengadaan
prasarana lainnya.
e. Layanan pendukung pembelajaran. Penurunan jumlah siswa
dapat berdampak pada menurunnya kebutuhan bahan, staf
layanan khusus seperti bimbingan konseling, media
pembelajaran, dan kegiatan administrasi. Oleh karena itu
dipertimbangkan pengurangan pada kebutuhan-kebutuhan itu
tanpa mengurangi standar kualitas.
82
f. Program pembelajaran. Pengurangan program ini dapat
dilakukan hanya jika pengurangan anggaran tidak teratasi
dengan semua usaha yang disebutkan di atas.
4. Kurangnya kemampuan dalam mengevaluasi usulan
anggaran
Kepala sekolah biasanya seorang generalis yang
bekerja bersama sekelompok guru yang merupakan para
spesialis mata pelajaran tertentu. Kepala sekolah ada kalanya
juga memiliki spesialisasi di bidang-bidang tertentu. Akan
tetapi kecil kemungkinannya seorang kepala sekolah mampu
menguasai dengan baik semua bidang dalam program
pendidikan. Konsekuensinya, selama penyusunan RAPBS,
kepala sekolah sering menerima usulan anggaran pada bidang-
bidang yang ia hanya memiliki pengetahuan yang sangat
terbatas.
Untuk mengurangi dampak negatif dari keterbatasan
tersebut, kepala sekolah dapat melakukan satu atau lebih dari
alternatif-alternatif berikut. Pertama, kepala sekolah dapat
meminta guru yang memiliki keahlian yang cukup untuk
membantu melakukan justifikasi usulan yang kepala skeolah
tidak memiliki cukup pengetahuan.
83
Dampak negatif dari alternatif ini adalah kepala
sekolah dapat dipandang hanya sebagai tukang stempel atas
usulan anggaran yang dibuat guru.
Alternatif kedua adalah kepala sekolah berusaha
meningkatkan pengetahuannya tentang hal-hal yang ia belum
tahu. Meskipun cara ini fisibel dan harus diusahakan
semaksimal mungkin oleh kepala sekolah sebagai bagian dari
tanggung jawab yang diembannya, meskipun cara itu tetap
tidak akan mampu menjawab semua masalah di atas.
Alternatif ketiga adalah memanfaatkan jasa konsultansi
dari orang-orang yang ada di lingkungan sekolah yang dapat
membantu kepala sekolah, seperti pengawas mata pelajaran,
atau ahli dari universitas untuk mengevaluasi usulan anggaran
yang bersifat khusus di atas. Dengan asumsi bahwa konsultan
semacam itu dapat diperoleh, kepala sekolah harus tetap hati-
hati dalam memilih konsultan agar obyektivitas penilaian
usulan anggaran benar-benar terjamin.
5. Permintaan untuk membeli barang bermerk tertentu
atau ancaman sentralisasi anggaran
Banyak pihak yang mengusulkan anggaran menuntut
merk-merk tertentu karena mereka yakin bahwa merk itu
memiliki kualitas dan kesesuaian yang tinggi dengan
84
kebutuhan mereka. Terkait dengan usulan semacam ini muncul
karena hal itu terlarang dalam proses pengadaan yang
menggunakan anggaran pemerintah. Pengadaan melalui tender
melarang penyebutan merk tertentu atas barang atau jasa yang
akan diadakan dengan maksud agar diperoleh harga terrendah
dalam rangka efisiensi penggunaan uang negara.
Untuk mengatasi hal itu, pengusul anggaran harus
berusaha keras agar barang yang diperoleh terjaga kualitas,
keawetan, dan kebermanfaatanya dengan cara menyebutkan
secara rinci spesifikasi barang atau jasa yang diusulkan. Selain
itu keterlibatan para pengguna dalam penentuan usulan
anggaran juga merupakan cara yang dapat membantu
mengatasi permasalahan merk tersebut.
Keterlibatan pengguna ini juga akan mendorong
optimalisasi pemanfaatan ketika barang itu telah tersedia.
Selain itu, kecenderungan menggunakan barang dengan merk
tertentu juga dapat bermasalah ketika harus terjadi pergantian
staf. Staf pengganti akan mengalami kesulitan jika sebelumnya
ia tidak pernah mengoperasikan barang dengan merk tertentu
itu.
6. Kurangnya pembinaan, komunikasi dan konsultasi
dengan pihak-pihak terkait
85
Oleh karena proses penyusunan RAPBS sangat rumit,
maka diperlukan pembinaan dan konsultasi yang intensif dari
pihak terkait, misalnya Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten.
Konsultansi semacam itu penting untuk semua aspek
manajemen sekolah, akan tetapi jauh lebih penting berkaitan
dengan proses penganggaran.
Namun sayangnya, persoalan kurangnya pembinaan
dan konsultasi ini paling sering dijumpai di berbagai tempat.
Kurangnya konsultasi dan komunikasi tersebut dapat terjadi
pada dua periode: (a) tahap awal, dan (2) tahap setelah usulan
anggaran dikirimkan ke pihak yang lebih atas (Dinas
Pendidikan atau Yayasan).
Persoalan yang sering terjadi pada tahap awal adalah
kurangnya informasi yang diperoleh sekolah mengenai
kebijakan anggaran yang berlaku di suatu wilayah dimana
sekolah berada. Kebijakan dimaksud dapat mencakup jumlah
dan alokasi anggaran, prosedur dan mekanisme perencanaan
dan pengusulan anggaran, dan parameter-parameter
pengelolaan keuangan lainnya.
Bahkan sering dialami sampai dengan saat tahun
pelajaran telah berlangsung, pihak sekolah belum
mendapatkan gambaran yang pasti mengenai informasi-
86
informasi tersebut. Sekolah juga sering menerima informasi
yang penuh ketidak-pastian mengenai kebijakan anggaran
daerah atau pusat.
Persoalan komunikasi sering juga terjadi saat usulan
anggaran sekolah telah diserahkan kepada pengambil
keputusan di tingkat yang lebih tinggi. Modifikasi mata
anggaran, pemangkasan alokasi anggaran, atau perubahan-
perubahan lain sering dilakukan oleh pengambil keputusan itu
tanpa dikomunikasikan lebih dahulu dengan sekolah.
Persolan rendahnya derajat komunikasi juga dapat
terjadi karena kurangnya inisiatif sekolah untuk berkonsultasi
dengan pihak di atasnya. Selain itu berbagai tekanan yang
berasal dari pihak-pihak di luar Dinas Pendidikan, seperti
Dewan Pendidikan, Kepala Daerah, DPRD, dan pihak-pihak
lain juga sering membuat pihak Dinas Pendidikan terpaksa
melakukan perubahan usulan anggaran sekolah tanpa memiliki
cukup waktu untuk membahasnya dengan sekolah pengusul.
Satu-satunya cara yang dapat ditempuh untuk
mengatasi persoalan komunikasi tersebut adalah pihak sekolah
harus selalu proaktif untuk mendapatkan informasi yang cukup
mengenai parameter-parameter penganggaran yang harus
dijadikan pegangan dalam proses penyusunan RAPBS dan
87
juga terus memantau perkembangan proses penetapan
anggaran yang telah diserahkan kepada pengambil keputusan
tersebut.
88
BAB IV
PELAKSANAAN PEMBELANJAAN DAN
PEMBUKUAN KEUANGAN SEKOLAH
A. Pembelanjaan Keuangan Sekolah
Pelaksanaan kegiatan pembelanjaan keuangan mengacu
kepada perencanaan yang telah ditetapkan. Mekanisme yang
ditempuh di dalam pelaksanaan kegiatan harus benar, efektif
dan efisien.
Pembukuan uang yang masuk dan keluar dilakukan secara
cermat dan transparan. Untuk itu tenaga yang melakukan
pembukuan dipersyaratkan menguasai teknis pembukuan yang
benar sehingga hasilnya bisa tepat dan akurat.
Penggunaan anggaran memperhatikan asas umum pengeluaran
negara, yaitu manfaat penggunaan uang negara minimal harus
sama apabila uang tersebut dipergunakan sendiri oleh
masyarakat. Asas ini tercermin dalam prinsip-prinsip yang
dianut dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara, seperti prinsip efisien, pola hidup sederhana, dan
sebagainya. Setiap melaksanakan kegiatan yang memberatkan
anggaran belanja, ada ikatan-ikatan yang berupa:
89
pembatasan-pembatasan, larangan-larangan, keharusan-
keharusan dan prinsip-prinsip yang harus diperhatikan setiap
petugas yang diberi wewenang dan kewajiban mengelola uang
negara.
Ketentuan yang berupa pembatasan dan larangan-larangan
terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara antara lain: Undang-
Undang Perbendaharaan Negara pasal 24, 28,30, yaitu
pengeluaran yang melampaui kredit anggaran atau tidak
tersedia anggarannya, tidak boleh terjadi. Kredit-kredit yang
disediakan dalam anggaran tidak boleh ditambah baik
langsung maupun tidak langsung karena adanya keuntungan
bagi negara. Barang-barang milik negara berupa apapun tidak
boleh diserahkan kepada mereka yang mempunyai tagihan
terhadap negara. Ketentuan-ketentuan tersebut pada
hakikatnya mengacu pada hal yang sama yaitu membatasi
penggunaan anggaran oleh pemerintah dalam jumlah seperti
yang diterapkan tercantum dalam anggaran dan hanya untuk
kegiatan seperti yang dimaksud dalam kedit anggaran masing-
masing (Widjanarko, Sahertian, 1996/1997).
90
Di dalam bab IX pasal 62 Peraturan Pemerintah No 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan standar
pembiayaan meliputi:
1. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal.
2. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap.
3. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta
didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur
dan berkelanjutan.
4. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala
tunjangan yang melekat pada gaji,
b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya.
91
5. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Penjabaran program di tingkat sekolah mengacu pada standar
minimal yang telah disebutkan di atas. Di tingkat nasional,
alokasi anggaran pemerintah terdiri dari anggaran rutin dan
pembangunan. Sebagian besar anggaran rutin di Departemen
Pendidikan Nasional digunakan untuk membayar gaji guru dan
pegawai. Hasil penelitian Dedi Supriyadi di tahun 1998/1999
sampai dengan 2000/2001 yang ditulis di tahun 2004
menyebutkan 74-78% dari total anggaran RAPBS SMA
Negeri digunakan untuk membayar gaji guru dan pegawai ,
selebihnya untuk non-gaji terutama untuk membiayai kegiatan
belajar mengajar . Di SMK Negeri 78-80% dari total anggaran
RAPBS digunakan untuk membayar gaji guru dan pegawai ,
selebihnya untuk non-gaji terutama untuk membiayai kegiatan
belajar mengajar. Dibandingkan dengan SMA Negeri, proporsi
anggaran untuk SMK Negeri lebih tinggi yang disebabkan
antara lain oleh lebih banyaknya jumlah guru dan pegawai di
SMK Negeri bila dibandingkan dengan di SMA Negeri.
Kesimpulan yang bisa diambil dari temuan tersebut, sebagian
92
besar anggaran yang ditetapkan di RAPBS, baik SMA Negeri
maupun SMK Negeri terserap untuk gaji guru dan karyawan di
sekolah.
Sedangkan sebagian kecil lainnya untuk membiayai kegiatan
pembelajaran dan kegiatan lainnya. Pelaksanaan pengeluaran
anggaran di sekolah disesuaikan dengan sumbernya, yaitu
dana rutin, OPF, BP3 dan sebaginya.
Contoh rincian penggunaan anggaran tersebut diuraikan
sebagai
berikut:
Anggaran rutin digunakan untuk:
1. gaji dan tunjangan
2. tunjangan beras
3. uang lembur
4. keperluan sehari-hari perkantoran
5. inventaris kantor
6. langganan daya dan jasa
7. pemeliharaan gedung kantor
8. lain-lain yang berupa pengadaan kertas dll
9. lain-lain yang berupa pemeliharaan/ perbaikan ruang
kelas/gedung sekolah
Anggaran OPF digunakan untuk:
93
1. kegiatan operasional pendidikan (misal pengadaan tinta ,
kertas, buku pegangan guru, bahan praktek, pelaksanaan
kegiatan ekstra kurikuler, pembelian buku perpustakaan,
pengadaan lemari buku, pengadaan alat praktek keterampilan).
2. Kegiatan perawatan (misal pemeliharaan mesin ketik,
komputer, overhead projector, mesin stensil).
Sedang untuk dana BP3 dan dana dari unit usaha sekolah
dipergunakan untuk:
1. menunjang kegiatan rutin
2. pembangunan gedung
3. pembelian peralatan.
Apabila dirinci anggaran tersebut digunakan untuk:
1. Kegiatan peningkatan mutu pendidikan, antara lain
peningkatan kemampuan profesional, supervisi pendidikan,
dan evaluasi.
2. Kegiatan ekstra-kurikuler, antara lain usaha kesehatan
sekolah (UKS), pramuka, olahraga, kreativitas seni.
3. Bahan pengajaran praktek, keterampilan, antara lain
penambahan sarana pengajaran, bahan praktek.
4. Kesejahteraan Kepala Sekolah, guru dan pegawai.
5. Pembelian peralatan kantor dan alat tulis kantor.
6. Pengembangan perpustakaan.
94
7. Pembangunan sarana fisik sekolah.
8. Biaya listrik, telepon, air dan surat menyurat.
9. Dana sosial seperti bantuan kesehatan, pakaian seragam.
10. Biaya pemeliharaan gedung, pagar dan pekarangan
sekolah.
Selanjutnya melalui Kebijakan Pemerintah yang ada, di tahun
2007 dalam pengelolaan keuangan dikenal sumber anggaran
yang disebut Dana Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA
meliputi Administrasi Umum, penerimaan dari pajak, alokasi
dari pemerintah yang bersumber dari APBN, dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari dana
masyarakat. Sumber dana DIPA digunakan untuk:
1. Belanja Pegawai, berupa:
- Pengelolaan Belanja Gaji dan Honorarium
2. Belanja Barang, berupa:
- Penyelenggaraan Operasional Perkantoran
- Perawatan Gedung Kantor
- Perawatan Sarana Prasarana Kantor
- Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan
- Penyusunan Program Kerja / Rencana Kerja
- Pengembangan Sistem Apresiasi Keuangan
- Penelitian dan Pengembangan Ilmu dan Teknologi
95
- Peningkatan tata Ketentuan dan SDM
3. Belanja Modal, berupa:
- Pembangunan gedung Pendidikan
- Pengelolaan Kendaraan
- Penyediaan Sarana Prasarana
- Peningkatan Kualitas dan Kapasitas Unit Dasar
4. Belanja Bantuan Sosial
- Beasiswa
- Peningkatan SDM
Pengeluaran anggaran tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan jenis mata anggaran keluaran (MAK) sebagai
berikut:
1. Belanja Pegawai
MAK 511111 Belanja Gaji Pegawai
MAK 512311 Belanja Honorarium Pegawai
2. Belanja Barang
MAK 521111 Keperluan Sehari-Hari Perkantoran
MAK 521114 Belanja Barang ATK
MAK 522111 Langganan Daya dan Jasa
MAK 523111 Pemeliharaan Gedung Kantor
MAK 523121 Pemeliharaan Peralatan dan Mesin
MAK 524111 Biaya Perjalanan Dinas
96
3. Belanja Modal
MAK 532111 Belanja Modal Peralatan dan Mesin
MAK 533111 Belanja Modal Gedung dan Bangunan
4. Belanja Sosial
MAK 571111 Belanja bantuan sosial, berupa Penyediaan
Beasiswa dan peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam
rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah, perlu
pengelolaan sumber daya terpadu antara sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta dana. Ketiganya saling terkait satu
sama lain. Dalam hal ini kepala sekolah dituntut untuk
mengatur keuangan sekolah dengan sebaik-baiknya sehingga
tidak ada kegiatan yang semestinya mendapat prioritas
pendanaan tapi tidak memperoleh anggaran.
Selanjutnya Bendaharawan sekolah dalam mengelola
keuangan hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1. Hemat dan sesuai dengan kebutuhan
2. Terarah dan terkendali sesuai dengan rencana
3. Tidak diperkenankan untuk kebutuhan yang tidak
menunjang proses belajar mengajar, seperti ucapan selamat,
hadiah, pesta.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diterapkan manajemen
yang tertib meliputi tertib program, tertib anggaran, tertib
97
administrasi, tertib pelaksanaan, dan tertib pengendalian dan
pengawasan.
B. Penyelenggaraan Pembukuan Keuangan Sekolah yang
Transparan
Transaksi penerimaan dan pengeluaran uang yang dilakukan
oleh bendaharawan sekolah senantiasa terjadi dari hari ke hari.
Agar semuanya bisa lancar maka setiap pemasukan dan
pengeluaran keuangan hendaknya dicatat dan dibukukukan
secara tertib sesuai dengan pedoman dan peraturan yang
berlaku. Untuk itu salah satu tugas dari bendaharawan sekolah
adalah mengadakan pembukuan keuangan sekolah.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, orang atau badan yang
menerima, menyimpan, dan membawa uang atau surat-surat
berharga milik negara diwajibkan membuat catatan secara
tertib dan teratur. Peraturan yang perlu dipahami dalam
pengelolaan keuangan antara lain:
Undang-undang Dasar RI Tahun 1945
1. Undang-undang
- Nomor 20 tahun 1997, tentang Penerima PNBP
- Nomor 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara
- Nomor 1 tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara
2. Peraturan Pemerintah
98
- Nomor 12 tahun 1997, tentang Jenis dan Penyetoran PNBP
- Nomor 73 tahun 1999, tentang tatacara Penggunaan sebagian
Dana PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu
- Nomor 1 tahun 2004, tentang tatacara Penyetoran Rencana
dan Pelaporan Realisasi PNBP
- Nomor 21 tahun 2004, RKAKL
- Nomor 80 tahun 2005, tentang Pemeriksaan PNBP
3. Keputusan Presiden
- Nomor 17 tahun 2000, tentang APBN
- Nomor 42 tahun 2002, tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
- Nomor 80 tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
4. Peraturan Presiden
- Nomor 8 tahun 2006, tentang Perubahan atas Keputusan
Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
5. Peraturan Menteri Keuangan
- Nomor 55 / PMK. 2 / 2006, tentang Petunjuk dan Pengesahan
RKAKL
Berdasarkan pada peraturan yang ada maka kepala kantor,
satuan kerja, pimpinan proyek, bendaharawan, dan orang atau
badan yang menerima, menguasai uang negara wajib
99
menyelenggarakan pembukuan. Sekolah sebagai penerima
uang dari berbagai sumber juga harus mengadakan
pembukuan. Pembukuan yang lengkap mencatat berbagai
sumber dana beserta jumlahnya, dan distribusi penggunaannya
secara rinci. Kalau ada beban pajak yang harus dikeluarkan
juga harus disetor sesuai aturan yang berlaku.
Pembukuan setiap transaksi yang berpengaruh terhadap
penerimaan dan pengeluaran uang wajib dicatat oleh
bendaharawan dalam Buku Kas. Buku Kas bisa berupa Buku
Kas Umum(BKU) dan Buku Kas Pembantu(BKP). BKU
merupakan buku harian yang digunakan untuk mencatat semua
penerimaan dan pengeluaran uang atau yang disamakan
dengan uang. BKP merupakan buku harian yang digunakan
untuk membantu pencatatan semua penerimaan dan
pengeluaran uang menurut jenis sumber pembiayaan.
Pencatatan di BKU dan BKP dilakukan sepanjang waktu
setiap ada transaksi penerimaan dan pengeluaran uang.
Pembukuan dilakukan di BKU, kemudian pada BKP. BKU
dan BKP ditutup setiap akhir bulan atau sewaktu-waktu jika
dianggap perlu, misalnya setelah ada pemeriksaan oleh
petugas yang berwenang, pada waktu serah terima dari pejabat
100
lama ke pejabat baru baik kepala sekolah maupun
bendaharawan pemegang BKU dan BKP.
Berdasarkan narasi di atas, maka pembukuan anggaran baik
penerimaan maupun pengeluaran harus dilakukan secara tertib,
teratur, dan benar. Pembukuan yang tertib, akan mudah
diketahui perbandingan antara keberadaan sumber daya fisik
dan sumber daya manusia. Setiap saat pembukuan harus dapat
menggambarkan mutasi yang paling akhir. Dari pembukuan
yang baik, tertib, teratur, lengkap, dan “up to date” akan dapat
disajikan pelaporan yang baik, lengkap, dan bermanfaat.
Pembuatan laporan dilakukan secara teratur dan periodik dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya untuk menunjang terlaksananya pengelolaan
keuangan yang baik, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Perlengkapan administrasi keuangan, yaitu sekolah
memiliki tempat khusus untuk menyimpan perlengkapan
administrasi keuangan, memiliki alat hitung, dan memiliki
buku-buku yang dibutuhkan.
2. RAPBS, yaitu sekolah memiliki RAPBS yang telah
disyahkan oleh Kepala Sekolah, Ketua Komite Sekolah, serta
101
pejabat yang berwenang misalnya Kepala Dinas Pendidikan
setempat, serta memiliki program penjabarannya sebagai
acuan dalam setiap penggunaan dan pelaporan keuangan
sekolah.
3. Pengadministrasian keuangan, yaitu sekolah memiliki
catatan logistik (uang dan barang) sesuai dengan mata
anggaran dan sumber dananya masing-masing, sekolah
memiliki buku setoran ke Bank/KPKN/yayasan, memiliki
daftar penerimaan gaji/honor guru dan tenaga kerja lainnya,
dan yang terakhir sekolah memiliki laporan keuangan triwulan
dan tahunan (dikembangkan dari Ditdiknas,1995/1996). Untuk
melaksanakan tugas tersebut maka di tiap lembaga pendidikan
memiliki pengelola keuangan yang disebut Bendaharawan.
Bendaharawan adalah orang yang diberi tugas penerimaan,
penyimpanan, dan pembayaran atau penyerahan uang atau
kertas berharga. Bendaharawan berkewajiban mengirimkan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) tentang perhitungan
mengenai pengurusan yang dilakukan. Bendaharawan sekolah
memiliki tugas menerima, mencatat dan mengeluarkan
keuangan sesuai dengan anggaran yang disetujui kepala
sekolah. Pengurusan kebendaharawanan yang dilakukan oleh
bendaharawan dalam bentuk perbuatan menerima,
102
menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang atau
kertas berharga dan barang-barang, baik milik negara maupun
milik pihak ketiga yang pengurusannya dipercayakan kepada
negara.
Di tiap sekolah ada beberapa bendaharawan. Menurut objek
pengurusan- nya ada dua macam bendaharawan, yaitu
bendaharawan uang dan bendaharawan barang. Bendaharawan
uang membukukan keuangan sesuai dengan sumber yang
diterima sekolah, misalnya bendaharawan rutin, SPP-DPP,
OPF, BP3, dan sebagainya. Disamping itu ada bendaharawan
barang yang bertugas menerima pembelian barang dan bahan
habis pakai, misalnya alat tulis kantor.
Menurut sifat tugasnya ada dua macam bendaharawan uang,
yaitu bendaharawan umum dan bendaharawan khusus.
1. Bendaharawan umum adalah bendaharawan yang diserahi
tugas pengurusan kebendaharawanan seluruh penerimaan dan
pengeluaran dalam pelaksanaan APBN.
2. Bendaharawan khusus adalah bendaharawan yang diserahi
tugas pengurusan kebendaharawanan uang di setiap instansi
yang mempunyai anggaran. Bendaharawan khusus terdiri dari
bendaharawan khusus penerimaan dan bendaharawan khusus
pengeluaran.
103
a. Bendaharawan khusus penerimaan.
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan
kebendaharawanan Uang khusus penerimaan negara saja
dalam pelaksanaan APBN. Bendaharawan tersebut merupakan
mata rantai penghubung antara pihak pembayar/ wajib bayar
pendapatan negara tertentu dengan kas negara.
b. Bendaharawan khusus pengeluaran.
Bendaharawan ini diserahi tugas pengurusan
kebendaharawanan Uang khusus pengeluaran negara saja
dalam pelaksanaan APBN.
104
BAB V
PENGAWASAN, PELAPORAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN SEKOLAH
A. Konsep Pengawasan Keuangan Sekolah
Pengawasan keuangan di sekolah dilakukan oleh kepala
sekolah dan instansi vertikal di atasnya, serta aparat pemeriksa
keuangan pemerintah. Terkait dengan pengawasan dari luar
sekolah, kepala sekolah bertugas menggerakkan semua unsur
yang terkait dengan materi pengawasan agar menyediakan data
yang dibutuhkan oleh pengawas. Dalam hal ini kepala sekolah
mengkoordinasikan semua kegiatan pengawasan sehingga
kegiatan pengawasan berjalan lancar.
Kegiatan pengawasan pelaksanaan anggaran dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui: (a) kesesuaian pelaksanaan
anggaran dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan dengan
prosedur yang berlaku, (b) kesesuaian hasil yang dicapai baik
di bidang teknis administratif maupun teknis operasional
dengan peraturan yang ditetapkan, (c) kemanfaatan sarana
yang ada (manusia, biaya, perlengkapan dan organisasi) secara
efesien dan efektif, dan (d) sistem yang lain atau perubahan
sistem guna mencapai hasil yang lebih sempurna.
105
Tujuan pengawasan keuangan ialah untuk menjaga dan
mendorong agar: (a) pelaksanaan anggaran dapat berjalan
sesuai dengan rencana yang telah digariskan, (b) pelaksanaan
anggaran sesuai dengan peraturan instruksi serta asas-asas
yang telah ditentukan, (c) kesulitan dan kelemahan bekerja
dapat dicegah dan ditanggulangi atau setidak-tidaknya dapat
dikurangi, dan (d) pelaksanaan tugas berjalan efesien, efektif
dan tepat pada waktunya.
B. Langkah-langkah Pengawasan
Sebagaimana telah dikatakan bahwa pengawasan itu terdiri
dari berbagai aktivitas yang bertujuan agar pelaksanaan
menjadi sesuai dengan rencana. Dengan demikian pengawasan
itu merupakan proses, yaitu kegiatan yang berlangsung secara
berurutan. Menurut Pigawahi (1985), proses pengawasan
mencakup kegiatan berikut: pemahaman tentang ketentuan
pelaksanaan dan masalah yang dihadapi, menentukan obyek
pengawasan, menentukan sistem, prosedur, metode dan teknik
pengawasan, menentukan norma yang dapat dipedomani,
menilai penyelenggaraan, menganalisis dan menentukan sebab
penyimpangan, menentukan tindakan korektif dan menarik
kesimpulan atau evaluasi.
106
Sedangkan Kadarman dan Udaya (1992), Manullang (1990)
maupun Swastha (1985) menyebutkan langkah pengawasan itu
meliputi: menetapkan standar, mengukur prestasi kerja dan
membetulkan penyimpangan. Dilakukannya penetapan
standar, mengingat perencanaan merupakan tolok ukur untuk
merancang pengawasan, maka hal itu berarti bahwa langkah
pertama dalam pengawasan adalah menyusun rencana. Akan
tetapi perencanaan memiliki tingkat yang berbeda dan
pimpinan tidak mengawasi segalanya, maka ditentukan adanya
standar khusus. Selanjutnya mengukur atau mengevaluasi
prestasi kerja terhadap standar yang telah ditentukan dan
membetulkan penyimpangan yang terjadi. Jika ada
penyimpangan dapat segera dan cepat dilakukan pembetulan.
C. Sasaran dan Jenis Pengawasan
1. Sasaran Pengawasan
Sasaran pengawasan dapat dikelompokkan berdasarkan
dimensi berikut ini.
a. Dimensi kuantitatif, yaitu untuk mengetahui sampai
seberapa jauh maksud program atau kegiatan dalam ukuran
kuantitatif telah tercapai.
107
b. Dimensi kualitatif, yaitu sampai seberapa jauh mutu dan
kualitas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan ukuran dan
rencana.
c. Dimensi fungsional, yaitu ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh kegiatan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
tujuan atau fungsi yang telah direncanakan semula.
d. Dimensi efisiensi, yaitu seberapa jauh kegiatan pelaksanaan
pekerjaan dapat dikerjakan secara hemat dan cermat.
2. Jenis Pengawasan
Pengawasan dapat dilakukan dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Berdasarkan subyeknya, meliputi:
1) Pengawasan intern, yaitu pengawasan terhadap semua
unit dan bidang kegiatan yang ada di dalam organisasi.
2) Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh
aparatur pengawasan dari luar organisasi yang mempunyai
wewenang mengawasi.
b. Berdasarkan waktunya, meliputi:
1) Pengawasan terus menerus, yaitu pengawasan yang tidak
tergantung pada waktu tertentu, lebih merupakan kegiatan
pengawasan rutin.
108
2) Pengawasan berkala, yaitu pengawasan yang dilakukan
setiap jangka waktu tertentu, berdasarkan rencana yang
ditujukan terhadap masalah umum.
3) Pengawasan insidental, yaitu pengawasan yang
dilaksanakan secara mendadak di luar rencana kerja rutin
atau berdasarkan keperluan.
3. Perangkat Aparat Pengawasan Negara
a. Aparat pengawasan fungsional konstitusional
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi
negara yang bertugas memeriksa pertanggungjawaban
keuangan negara. BPK memeriksa tanggung jawab pemerintah
tentang keuangan yang terlepas dari pengaruh dan kedudukan
pemerintah sebagai penguasa dalam pengurusan keuangan
negara.
b. Aparat pengawasan fungsional pemerintah
1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
2) Inspektorat Jenderal Departemen/ Lembaga Pemerintahan
Non-departemen (ITJEN). Instansi ini bertugas:
a) melakukan pemeriksaan terhadap semua unsur/instansi di
lingkungan departemen.
109
b) melakukan pengujian serta penilaian atas laporan berkala
atau sewaktu-waktu dari setiap unsur/ instansi di lingkungan
departemen.
c) melakukan pengusutan mengenai kebenaran laporan atau
tentang hambatan, penyimpangan, penyalahgunaan wewenang
di bidang administrasi atau keuangan yang dilakukan oleh
unsur/ instansi di lingkungan departemen.
d) melakukan pemeriksaan dalam rangka opstib.
3) Aparat Pengawasan Lainnya
a) Aparat Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat dilakukan oleh pimpinan/ atasan
langsung dari unit/ satuan organisasi kerja terhadap bawahan .
b) Aparat Pengawasan Proyek Sektoral Tugas aparat ini antara
lain:
(1) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek-
proyek pembangunan yang meliputi proyek-proyek dalam
rangka program sektoral
(2) melakukan penelitian dan peninjauan pada proyek-proyek
tersebut diatas dan menyampaikan laporan atas hasil tugasnya.
Pengawasan keuangan memiliki fungsi mengawasi
perencanaan keuangan dan pelaksanaan penggunaan
keuangan. Walaupun perencanaan yang baik telah ada, yang
110
telah diatur dan digerakkan, belum tentu tujuan dapat tercapai,
sehingga masih perlu ada pengawasan. Pada dasarnya
pengawasan merupakan usaha sadar untuk mencegah
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pelaksanaan dari
rencana yang telah ditetapkan. Apakah pelaksananya telah
tepat dan telah menduduki tempat yang tepat, apakah cara
bekerjanya telah betul dan aktivitasnya telah berjalan sesuai
dengan pola organisasi. Kalau terdapat kesalahan dan
penyimpangan, maka segera diperbaiki. Oleh sebab itu setiap
manajer pada setiap tingkatan organisasi berkewajiban
melakukan pengawasan.
Untuk melakukan pengawasan yang tepat, kepala sekolah
dituntut untuk memahami pekerjaan yang dilakukan oleh
pelaksana administrasi keuangan, memahami peraturan
pemerintah yang mengatur penggunaan dan
pertanggungjawaban serta pengadministrasian uang negara,
yang antara lain:(1) kelengkapan administrasi keuangan
(DIK/DIP/DIPA, buku kas umum, buku register SPM, buku
pembantu, (2) cara menghitung pajak, batas pembelian kena
pajak, PPh, PPN.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi organisasi yang
bermaksud untuk menjaga agar segala kegiatan pelaksanaan
111
senantiasa sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Pengawasan kegiatan harus disesuaikan
dengan: (a) ketentuan atau peraturan yang berlaku, (b)
kebijakan pimpinan dan (c) kondisi setempat.
Pemeriksaan merupakan bagian dari pengawasan, yaitu
tindakan membandingkan antara keadaan yang sebenarnya
dengan keadaan yang seharusnya.. Pemeriksaan kas adalah
suatu tindakan membandingkan antara saldo kas baik berupa
uang tunai, kertas berharga maupun giral yang berada dalam
pengurusan pemegang kas dengan tata usahanya. Petugas
pemeriksaan harus mempunyai persyaratan antara lain:
1. Integritas, yaitu kepribadian yang dilandasi unsur kejujuran,
keberanian, kebijaksanaan, dan bertanggung jawab sehingga
menimbulkan kepercayaan dan rasa hormat.
2. Objektivitas, yaitu kemampuan untuk menyampaikan apa
adanya, tanpa dipengaruhi oleh pendapat pribadi.
3. Keahlian, yaitu suatu kemampuan khusus yang dimiliki
seseorang yang diakui mampu dalam teori dan praktek untuk
melaksanakan tugas.
4. Kemampuan teknis, yaitu kesanggupan dan kecakapan
seseorang dalam melaksanakan tugas.
112
4. Pelaksanaan Pemeriksaan Kas Bendaharawan
Pemeriksaan kas dilakukan untuk mengetahui pengurusan,
pembukuan, pencatatan, penyimpanan uang kas, pengaturan
dokumen keuangan apakah sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Prosedur pemeriksaan kas:
a. Pemeriksa memperlihatkan Surat Tugas dan Tanda Bukti
Diri yang diperlihatkan kepada Bendaharawan yang
bersangkutan.
b. Melaksanakan penghitungan semua isi brankas di hadapan
Bendaharawan(kas tunai dan surat berharga yang diizinkan),
serta bukti dokumen mengenai uang yang ada di bank yang
dilengkapi dengan Bukti Saldo Rekening Koran
c. Melakukan penutupan Buku Kas Umum untuk menetapkan
Saldo Kas
d. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Kas yang merupakan
hasil Kas opname dan penjelasan jika ditemukan perbedaan
Kas yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Bendaharawan.
e. Mengisi Daftar Pemeriksaan Kas pada halaman terakhir
Buku Kas Umum.
5. Pemeriksaan Tatausaha Keuangan Bendaharawan
a. Prosedur Pemeriksaan:
113
1) Memeriksa apakah seluruh transaksi telah dicatat ke dalam
Buku Kas Umum maupunke dalam Buku Kas Pembantu
secara tepat jumlah dan tepat waktu.
2) Meneliti apakah seluruh pencatatan telah didukung dengan
bukti yang sah dan lengkap
3) Memeriksa apakah dokumen/ data yang berhubungan
dengan keuangan telah disampaikan dan dicatat secara tertib.
b. Langkah kerja pemeriksaan organisasi
1) Pemeriksa meminta fotokopi SK Pengangkatan
bendaharawan Belanja Rutin dan atasan langsung
Bendaharawan Belanja Rutin.
2) Periksa apakah Bendaharawan merangkap jabatan yang
dilarang dalam pasal 78 ICW
3) Dapatkan struktur organisasi keuangan dan perlengkapan,
serta teliti apakah telah ada uraian tugas yang mencerminkan
pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas.
c. Langkah kerja pemeriksaan bukti/ data keuangan
1) Meneliti kesesuaian pembayaran atas pengadaan barang/
pekerjaan pemeliharaan dengan rencana dan kebutuhan
masing-masing unit kerja dengan memperhatikan efisiensi dan
efektivitas
114
2) Mengelompokkan cara pelaksanaan barang/ pekerjaan
pemeliharaan untuk memeriksa kebenaran prosedur.
3) Meneliti apakah ada pengadaan yang dipecah-pecah untuk
menghindari pelelangan.
4) Memeriksa apakah rekanan yang melaksanakan pengadaan
barang, pekerjaan pemeliharaan telah memenuhi syarat untuk
pekerjaan yang dilaksanakan.
5) Memeriksa apakah SPK/ kontrak telah memenuhi syarat
6) Memeriksa apakah dalam setiap pengadaan barang/
pekerjaan pemeliharaan telah menggunakan barang/jasa hasil
produksi dalam negeri sepanjang telah dapat diproduksi dalam
negeri.
7) Memeriksa apakah harga barang/ pekerjaan sudah
merupakan harga yang paling rendah dan menguntungkan bagi
negara.
8) Memeriksa apakah penerimaan barang, penyelesaian
pekerjaan dibuatkan berita acara penerimaan penerimaan
barang/penyelesaian pekerjaan
9) Memeriksa apakah bukti pembayaran/ kuitansi telah
memenuhi syarat.
d. Langkah Kerja Pemeriksaan Fisik:
115
1) Memeriksa apakah pelaksanaan pengadaan barang/
pekerjaan telah sesuai dengan SPK/ kontrak yang
bersangkutan, yaitu dari segi kuantitas, kualtas, jenis,
spesifikasi, waktu penyerahan barang/ penyelesaian pekerjaan.
2) Jika dari temuan tersebut terjadi ketidaksesuaian, maka
tentukan siapa yang bertanggung jawab atas kerugian negara
tersebut.
3) Jika terjadi kelambatan penyerahan barang/ pekerjaan,
periksalah apakah telah dipungut dendanya sesuai dengan SPK
yang bersangkutan
e. Langkah kerja Pemeriksaan Pungutan Pajak
1) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan
kewajibannya memungut PPh pasal 21 atas honorarium yang
dikeluarkan.
2) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan
kewajibannya memungut PPh pasal 22 atas penyerahan
barang/ jasa yang dilakukan.
3) Meneliti apakah Bendaharawan telah melakukan
kewajibannya memungut PPN dari pengusaha Kena Pajak
4) Meneliti apakah Bendaharawan telah menyetorkan hasil
pungutan tersebut ke kas negara secara tepat waktu.
f. Langkah kerja Pemeriksaan Pengawasan Atasan Langsung
116
1) Memeriksa apakah atasan Langsung Bendaharawan telah
melakukan pemeriksaan kas terhadap Bendaharawan
sedikitnya tiga bulan sekali.
2) Meneliti apakah pejabat yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan perlengkapan telah melakukan pemeriksaan
penyimpanan barang inventaris yang dikelolanya, baik secara
langsung melihat fisik barangnya maupun melalui
pembukuannya.
Pemeriksaan kas sewaktu-waktu dan penutupan buku kas
umum secara bulanan merupakan tanggung jawab kepala
sekolah. Pemeriksaan kas ini didasarkan pada buku kas umum
yang dipergunakan oleh bendaharawan untuk mencatat
transaksi kas yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah.
Adapun beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam
pemeriksaan kas adalah: (1) periksa bukti-bukti pengeluaran.
(2) sisa kas apakah sama dengan sisa di buku kas umum. Sisa
kas terdiri dari uang
tunai, saldo di bank, surat berharga lainnya. (3) setelah selesai
pemeriksaan kas maka perlu dibuat Register Penutupan Kas.
(4) Buku Kas Umum ditutup dan ditandatangani oleh
Bendaharawan dan Kepala Sekolah.
117
D. Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah
Penerimaan dan pengeluaran keuangan sekolah harus
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara rutin sesuai
peraturan yang berlaku. Pelaporan dan pertanggungjawaban
anggaran yang berasal dari orang tua siswa dan masyarakat
dilakukan secara rinci dan transparan sesuai dengan sumber
dananya. Pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran yang
berasal dari usaha mandiri sekolah dilakukan secara rinci dan
transparan kepada dewan guru dan staf sekolah.
Pertanggungjawaban anggaran rutin dan pembangunan
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. Selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan Bendaharawan
mengirimkan Surat Pertanggungjawaban(SPJ) kepada
Walikota/ Bupati melalui Bagian Keuangan Sekretariat
Daerah.
2. Apabila tanggal 10 bulan berikutnya SPJ belum diterima
oleh
Bagian KeuanganSekretariat Daerah maka tanggal 11
dikirimkan Surat Peringatan I.
3. Apabila sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya SPJ
juga belum dikirimkan pada Bagian Keuangan Sekretariat
Daerah, maka dibuatkan Surat Peringatan II.
118
4. Kelengkapan Lampiran SPJ:
a. Surat pengantar
b. Sobekan BKU lembar 2 dan 3
c. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran per pasal/ komponen
d. Daftar Penerimaan dan Pengeluaran UUDP
e. Laporan Keadaan Kas Rutin/ Pembangunan (LKKR/LKKP)
Tabel I dan II
f. Register penutupan Kas setiap 3 bulan sekali.
g. Fotokopi SPMU Beban Tetap dan Beban Sementara
h. Fotokopi Rekening Koran dari bank yang ditunjuk.
i. Daftar Perincian Penerimaan dan Pengeluaran
Pajak(Bend.15)
j. Bukti Setor PPN/PPh 21,22,23 (fotokopi SSP)
k. Daftar Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pajak
l. Bukti Pengeluaran /kuitansi asli dan lembar II beserta
dengan bukti pendukung lainnya, disusun per digit/komponen.
5. Bukti Pendukung/ Lampiran SPJ
a. Biaya perjalanan dinas dilampiri
- Kuitansi/ bukti pengeluaran uang
- Surat Perintah Tugas(SPT)
- Surat Perintah Perjalanan Dinas(SPPD) lembar I dan II
b. Penunjukan langsung barang dan jasa
119
- Sampai dengan Rp 1.000.000,- dilampiri kuitansi dan faktur
pajak
- pembelian diatas Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp
5.000.000,- dilampiri: Surat penawaran, Surat Pesanan,
Kuitansi, faktur pajak, berita acara serah terima/ penyelesaian
pekerjaan.
- Diatas Rp 5.000.000,- sampai dengan Rp 15.000.000,-
dilampiri: Surat penawaran, Surat Penunjukan Pelaksanaan
Pekerjaan, Surat Perintah Kerja(SPK), Berita acara
Pemeriksaan Barang, kuitansi, faktur/nota, berita acara serah
terima/ penyelesaian pekerjaan.
Pemimpin proyek/ Atasan Langsung Bendaharawan
diwajibkan menyusun/ melampirkan OE/ HPS sebagai acuan
melakukan negosiasi baik harga maupun kualitas barang/ jasa
yang dibutuhkan.
120
BAB VI
PENUTUP DAN KESIMPULAN UMUM
A. Pengertian Manajemen Keuangan
Setiap kegiatan perlu diatur agar kegiatan berjalan tertib,
lancar, efektif dan efisien. Kegiatan di sekolah yang sangat
kompleks membutuhkan pengaturan yang baik. Keuangan di
sekolah merupakan bagian yang amat penting karena setiap
kegiatan butuh uang. Keuangan juga perlu diatur sebaik-
baiknya. Untuk itu perlu manajemen keuangan yang baik.
Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan
pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian,pengawasan atau pengendalian. Beberapa
kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan
menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana
(Lipham, 1985; Keith, 1991), pelaporan, pemeriksaan dan
pertanggungjawaban. Di dalam manajemen keuangan sekolah
terdapat rangkaian aktivitas terdiri dari perencanaan program
sekolah, perkiraan anggaran, dan pendapatan yang diperlukan
dalam pelaksanaan program, pengesahan dan penggunaan
anggaran sekolah. Manajemen keuangan dapat diartikan
121
sebagai tindakan pengurusan/ ketatausahaan keuangan yang
meliputi pencatatan , perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan (Depdiknas Ditjen
Dikdasmen, 2000). Dengan demikian manajemen keuangan
sekolah merupakan rangkaian aktivitas mengatur keuangan
sekolah mulai dari perencanaan, pembukuan, pembelanjaan,
pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan sekolah.
B. Tujuan Manajemen Keuangan Sekolah
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan
pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan
pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan
untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif
dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan
keuangan sekolah
2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan
sekolah.
3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas
kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana,
menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam
122
pembukuan dan pertanggung- jawaban keuangan serta
memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
C. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah
prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48
menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan
pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat
penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip
tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan
efisiensi.
1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang
manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu
kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen
keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam
manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan
sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan
pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa
memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
123
mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan
dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat
dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program
pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah,
masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh
semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana
anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa
ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan
ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan
informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua
siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima
sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja
uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan
orang tua siswa terhadap sekolah.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang
lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan
tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung
124
jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti
penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan
perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku
maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung
jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua,
masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang
menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanya
transparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima
masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam
mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja di setiap
institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi
dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling
menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan
masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah
dan pelayanan yang cepat
3. Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Garner(2004) mendefinisikan efektivitas
lebih dalam lagi, karena sebenarnya efektivitas tidak berhenti
sampai tujuan tercapai tetapi sampai pada kualitatif hasil yang
125
dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Effectiveness
”characterized by qualitative outcomes”.
Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes.
Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas
kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk
membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga
yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
4. Efisiensi
Efisiensi berkaitan dengan kuantitas hasil suatu kegiatan.
Efficiency ”characterized by quantitative outputs”
(Garner,2004). Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik
antara masukan (input) dan keluaran(out put) atau antara daya
dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran,
waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu,
tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil
yang ditetapkan.
b. Dilihat dari segi hasil
126
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan
waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-
banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
127
Daftar Pustaka
Archon, Fung & Erik Olin Wright, (2003), Deepening
Democracy : Institutional Innovations in Empowered
Participatory Governance, The Real Utopias Project IV,
London : Verso.
Asian Development Bank, (1999), Governance : Sound
Development Management.
Asian Development Bank, Public Administration in the 21-st
Century (artikel di Internet)
Bastian, Indra, (2006), Sistem Akuntansi Sekor Publik, Edisi
2, Salemba Empat, Jakarta.
Bastian, Indra, (2006), Sistem Perencanaan dan Penganggaran
Pemerintah Daerah di Indonesia, Salemba Empat,
Jakarta.
Bastian, Indra, (2007), Akuntansi Pendidikan, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Budiardjo Miriam, (2000), Menggapai Kedaulatan untuk
Rakyat, Bandung : Mizan.
Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program
Pembangunan Daerah, Badan Perencanaan Nasional &
Departemen Dalam Negeri, 2002
128
Buletin Informasi Program Kemitraan untuk Pembaharuan
Tata Pemerintahan di Indonesia, 2000.
Campbell, Roald F., Edwin M.Bridges, dan Raphael
O.Nystrand. 1983. Introduction to Educational
Administration. 5th edition. Boston: Allyn and Bacon,
Inc
Darmawan, 2010. Pengaruh Akuntabilitas dan Transparansi
terhadap Pengelolaan Keuangan Madrasah, STIA LAN
Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Manajemen
Keuangan, Materi Pelatihan Terpadu untuk Kepala
Sekolah. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat
Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama
Development Assistant Committee, (1997), Evaluation of
Programs Promoting Participatory Development & Good
Governance.
Direktorat Pendidikan Dasar. 1995/1996. Pengelolaan Sekolah
di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Dasar. Ditdikdasmen Depdikbud
Gorton, Richard A. & Schneider, Gail T. 1991. School-Based
Leadership: Callenges and Opportunities. Dubuque,
IA: Wm. C.Brown Publishers
129
Headington Rita. (2000). Monitoring, Assesment, Recording,
reporting and Accountability, Meeting the Standards.
London: David Fulton Publishers.
Hill, Michael & Peter Hupe (1997), The Policy Process,
London : Prentice Hall/Harvester Wheatsheaf.
Hill, Michael & Peter Hupe, (2002), Implementing Public
Policy : Governance in Theory and in Practice, London :
Sage Publications.
Imron, Ali. 2004. Manajemen Keuangan Berbasis Sekolah.
Dalam Maisyaroh dkk, 2004. Perspektif Manajemen
Pendidikan Berbasis Sekolah. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
Jalal Fasli & Supriadi Dedi. (2001). Reformasi Pendidikan
dalam Konteks Otonomi Daerah, Yogyakarta: AdiCita
Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu
Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 056/U/2001 tentang Pedoman Pembiayaan
Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Jakarta: CV
Tamita Utama
130
Koontz, Harold dan O’Donnel, Cryill. 1984. Principles of
Management: An Analysis of Managerial Functions.
Third Edition. New York: McGraw-Hill Book
Company.
LAN, 2003. Kinerja Lembaga Publik, LAN Jakarta
Lutrin, Carl E. dan Allen K. Settle, (1985), American Public
Administration : Concepts & Cases, USA : Prentice-Hall
Inc.
Manullang, M. 1990. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Mardiasmo, (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan
Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2002.
Mardiasmo, artikel Pewujudan Transparansi dan Akuntabilitas
Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana
Good Governance dalam JURNAL AKUNTANSI
PEMERINTAH, Vol. 2, No. 1, Mei 2006.
Meuthia, (2000) HAM : Penyelenggaraan Negara Yang Baik
dan Masyarakat Warga, Jakarta : KOMNAS HAM.
Minogue, Martin, artikel The Management of Public Change :
from ‘Old Public Administration’ to ‘New Public
131
Management’ dalam “Law & Governance” Issue I,
British Council Briefing.
Mohrman Susan Albert and Wohlstette Priccilla (1994).
School-Based Management, Organizing for High
Performance, San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
Olssen Mark, Codd, & Anne-Marie O'Neill. (2004). Education
Policy: Globalization, Citizenship and Democracy.
London, Thousand Oeaks. New Delhi: Sage
Publications.
Pemerintah Kota Malang. 2002. Kutipan Buku Pedoman Kerja
dan Penekanan Tugas. Malang: Dinas Pendidikan Kota
Malang
Peters, B.Guy, (2000) The Politics of Bureaucracy, London :
Routledge.
Shafritz, Jay M. & E.W. Russell. (1997), Introducing Public
Administration, USA : Longman)
Slamet PH. (2005). Handout Kapita Selekta Desentralisasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Lanjutan Pertama, Depdiknas RI.
Supriadi, Dedi. (2004), Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
132
Supriadi, Dedi. 2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan
Menengah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Swastha, Basu. 1985. Azas-azas Manajemen Modern.
Yogyakarta:Liberty.
Timan, Agus, Maisyaroh, Djum Djum Noor Benty. 2000.
Pengantar Manajemen Pendidikan. Malang: AP FIP
Universitas Negeri Malang.
Tjokroamidjojo, Bintoro, (2001), Reformasi Administrasi
Publik, Jakarta : MIA – UNKRIS.
Widjanarko, M. dan Sahertian, P.A. 1996/1997. Manajemen
Keuangan Sekolah. Bahan Pelatihan Manajemen
Pendidikan bagi Kepala SMU se- Indonesia di Malang
Zamroni. (2008). School Based Management. Yogyakarta:
Pascarsarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
133
Tentang Penyusun
Darmawan Soegandar, lahir di Tasikmalaya, Jawa
Barat tahun 1976. Pendidikan dasar sampai sekolah
menengah atas diselesaikan di kota kelahirannya.
Sempat memperoleh pengetahuan yang beragam
dari; Pendidikan Matematika IKIP Bandung (1994), Teknik Tekstil
STT Tekstil (1998) dan Manajemen Telekomunikasi dan Informatika
STMB Telkom Bandung (2000). Sempat juga belajar di Prodi
Matematika UNINUS yang sekarang menjadi tempatnya belajar
mengajar. Pengalaman Pascasarjana sendiri di dapat dari Prodi
Matematika Sekolah Menengah di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Dan menyelesaikan Magister Administrasi Bisnis dalam bidang
Keuangan Negara di STIA-LAN Jakarta. Tiga Tahun kedepan adalah
perjuangan menuju cita-cita kandidat Doktor Ilmu Pendidikan dalam
bidang konsentrasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah dan
Doktor Ilmu Ekonomi dalam bidang Keuangan Negara;
Lebih banyak menulis dalam bidang pendidikan TIK dan Matematika
tetapi beberapa karya tulis dalam bidang ekonomi dan administrasi;
- Manajemen Kinerja, LAN-Jakarta 2009
- Politik Keuangan Negara, LAN-Jakakrta 2009
- Manajemen Keuangan Negara, LAN-Jakarta 2009
- Trust Fund, LAN-Jakarta 2009
- Manajemen Keuangan Sekolah Publik, LAN-Jakarta 2010
top related