makalah scc
Post on 04-Dec-2015
233 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknik Pengendalian Korosi
Dosen: Drs. Agustinus Ngatin, MT.
Oleh:
Kelompok: VI
Nama : Shafira Damayanti 131411051
Sidna Kosim Amrulah 131411052
Tasya Diah Rachmadiani 131411053
Kelas : 3B
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015
STRESS CORROTION CRACKING (SCC)
STRESS CORROTION CRACKING
A. Pengertian
Korosi retak tegang atau lebih dikenal dengan sebutan stress corrosion cracking
(SCC) merupakan istilah yang diberikan untuk peretakan intergranuler atau transgranuler
pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik statik dan lingkungan yang
khusus. Lingkungan khusus yaitu lingkungan yang berpotensi mengakibatkan terjadinya
korosi pada logam.
Lingkungan yang menyebabkan SCC biasanya spesifik untuk suatu paduan dan tidak
menyebabkan SCC pada paduan yang lain. Contoh larutan klorida aqueous yang panas
menyebabkan SCC pada baja tahan karat tetapi tidak terjadi pada baja karbon, aluminium,
dan paduan-paduan nir-besi lainnya. Tegangan statik dapat terjadi karena alat tersebut sedang
mengalami operasional sehingga membutuhkan operasional yang besar, yang akan
mengakibatkan alat tersebut mengeluarkan tegangan dalam. Selain itu tegangan sudah
dimiliki oleh komponen itu sendiri sejak tahapan fabrikasi atau instalasi.
Ciri-ciri utama yang dapat menyebabkan terjadinya SCC antara lain:
1. Antara tegangan tarik dan pengaruh lingkungan harus ada. Jika salah satu tidak
terpenuhi maka SCC tidak akan terjadi.
2. SCC jarang atau tidak pernah terjadi pada logam murni dengan kekecualian logam Cu
dalam larutan garam tembaga, tapi terjadi pada sistem dua atau multikomponen
(alloy) dimana kemugnkinan besar terjadi korosi lokal dalam micro-cell galvanik.
3. Meskipun peretakan yang disebabkan oleh unsur kimia di lingkungannya hanya
sedikit dan konsentrasinya tidak terlalu besar, tetapi jika logam tersebut tidak tahan
terhadap kondisi lingkungannya pasti peretakan akan terjadi.
4. Jika tegangan tidak ada, paduan/logam tidak akan retak meski ditempatkan di
lingkungan yang korosi.
5. Kerentanan paduan terhadap SCC dalam lingkungan spesifik meningkat dengan
meningkatnya tegangan.
6. SCC tidak bisa diperkirakan terjadi walaupun telah dipilih bahan yang tahan korosi
karena adanya akumulasi ion agresif secara setempat pada permukaan paduan.
Beberapa contoh korosi retak-tegang sebagai berikut:
Perapuhan akustik pelat ketel dari baja lunak bersambungan paku keeling yang
disebabkan oleh endapan kaustik yang terkumpul di bawah kepala paku keeling
yang menghasilkan lingkunagn dengan pH 11-12 ditambah dengan adanya
tegangan sisa di sekitar lubang bor.
Peretakan pada sambungan ke tabung udara pada tekanan tinggi yang terbuat dari
kuningan yang disebabkan oleh uap amoniak yang melayang di udara.
Baja lunak yang retak di lingkungan nitrat dan kaustik.
Paduan aluminium dan magnesium karena berada di udara yang lembab.
Baja tahan karat rusak di lingkungan yang mengandung klorida yang teraerasi
ditambah tegangan yang terbentuk akibat pengeboran.
Paduan Titanium retak di lingkungan yang mengandung metanol.
Reaktor air bertekanan menyebabkan bahan yang sama retak bila dipakai sebagai
pipa pengisi asam borat dan pengisi bahan bakar.
Di industri minyak, pipa-pipa yang dalam dan bertekanan tinggi yang memerlukan
penggunaan baja berkekuatan tinggi rentan terhadap SCC khususnya bila disertai
kehadiran hydrogen sulfide.
Pipa baja tahan karat yang disimpan dekat laut sambil menunggu penggunaan
dalam proyek konstruksi di Timur Tengah mengalami SCC yang diakibatkan oleh
menumpuknya lapisan garam yang disebabkan oleh temperatur siang hari yang
tinggi dan temperatur malam hari yang rendah ditambah lingkunagn udara yang
mengandung garam.
Mekanisme
Mekanisme terjadinya SCC dibentuk oleh dua fase.
a. Fase Pemicuan (Fase ketika pembangkit tegangan terbentuk)
Di dalam suatu logam pasti ada daerah anodik dan katodik. Untuk membuat
reaksi korosi berjalan lambat maka banyak orang yang melakukan pasivasi terhadap
logam tersebut. Dimana pasivasi merupakan suatu proses pembentukan selaput pasif
untuk memperlambat laju korosi dan melindungi logam dari proses korosi. Dalam
tahap pertama ini, terjadi serangan lokal (karena pengaruh dari tegangan dalam logam
itu sendiri, misalnya ketika operasional, instalasi, atau fabrikasi yang ememrlukan
energy besar sehingga mengeluarkan tegangan dalm logam itu) terhadap bagian-
bagian yang sangat lokal pada permukaan anoda, yang akibatnya timbul ceruk atau
lunbang paa lapisan pasif tersebut. Pembentukan lubang atau ceruk merupakan
pemicu terjadinya SCC. Lubang itu terbentuk karena adanya tegangan tarik dalam
logam sehingga terjadi deformasi plastik, yaitu ikatan-ikatan pada struktur kristalnya
putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme ini dianggap
sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya merupakan dislokasi
paling sederhana pada stuktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila
dislokasi telah mencapai permukaan logam atau batas butir. “Penumpukan” dislokasi
pada batas-batas butir menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena
meningkatnya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Ini tidak berpengaruh terhadap
fase pemicuan jika terjadi di sebelah dalam bahan, tetapi paling berperan pada
tahapan penjalaran. Pada permukaan yang seharusnya halus kini terbentuk cacat-cacat
lokal yang disebut tahapan sesar (slip step) dan merupaka bagian pada bahan yang
paling rentan terhadap serangan korosi.
b. Fase penjalaran
Fase penjalaran (propagation phase) yaitu penjalaran retak yang akhirnya
menyebabkan kegagalan. Mekanisme penjalaran retak yang paling umum diterapkan
dalam peretakan peka lingkungan ada tiga, yaitu:
1) Mekanisme melalui lintasan akif yang sudah ada sejak semula
Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Dalam
mekanisme ini, penjalaran cenderung terjadi di sepanjang batas butir yang aktif.
Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi,
seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Kemungkinan
besar bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walau
kemungkinan dislokasi berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah,
karena peran tegangan tarik di situ mungkin sekedar membuat retakan tapi terbuka
sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya.
Kebanyakan sistem paduan yang memiliki endapan batas butir biasanya
mengalami kegagalan akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam
baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan
nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan
hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah
diperoleh untuk paduan-paduan aluminium/tembaga dan aluminium /magnesium
melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat.
2) Mekanisme memalui lintasan aktif akibat regangan
Salah satu cirri daipada SCC ini adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak
ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan,
karena adanya selaput pelindung permukaan (selaput pasif). Jika selaput pasif
terserang oleh adanya pengaruh tegangan dalam logam itu, maka akan terjadi
penguraian anodik pada permukaan anodik lapisan pasif dan akibatnya penjalaran
retakan akan terjadi dan laju pertumbuhan di ujung retakan tempat penguraian
katodik berlangsung paling besar dibanding dengan bagian sisi retakan yang telah
terpasivasi karena telah lebih lama berhubungan dengan lingkungan. Jika serangan
lokal pada selaput pasif terus terjadi maka sangat memungkinkan pecahnya
selaput pasif tersebut karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti oleh
penguraian logam di bagian yang pecah. Laju peretakan disini ditentukan oleh tiga
criteria:
Laju pecahnya selaput yang ditentukan oleh laju regangan yang dialami.
Laju penggantian dan pembuangan larutan di ujung retakan. Proses ini
dikendalikan oleh difusi, juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsu-
unsur agresif ke bagian ujung retakan.
Laju pemasifan. Ini merupakan persyaratan vital, karena jika pemasifan
berjalan lambat, maka penguraian logam berlebihan dapat terjadi baik diujung
maupun di sisi-sisi retakan, sehingga dikhawatirkan retakan semakin melebar
dan ujungya tumpul, dan akibatnya petumbuhan retak tertahan. Jadi, pada
paduan pemasifan yang buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi
biasa, bukan peretakan. Kebalikannya, pemasifan yang sangat cepat akan
menyebabkan laju penjalaran yang lambat; karena pemasifan kembali yang
sedanglah yang paling besar daya rusaknya.
3) Mekanisme menyangkut absorpsi
Mekanisme ini mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit
menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan sehingga memudahkan putusnya
ikatan-ikatan pada tingkat energy jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu
mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan
mengurangi ikatan antara atom-atom logam di ujung retakan akibat proses adsorpsi
dan hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsure-unsur
agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-agresor dengan atom-
atom logam mengurangi energy ikatan logam dengan logam sehingga pemisahan
secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu
(yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif
karena meningkatnya energy termodinamik di antara ikatan logam-logam akibat
tegangan tarik.
Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan
atom-atom hydrogen akibat reduksi ion-ion hydrogen dalam retakan. Atom-atom
hydrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan
pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak di bawah permukaan
pada ujung retakan.
Metode Pencegahan Korosi Retak Tegang
Pencegahan SCC umumnya dibutuhkan untuk menghilangkan satu dari tiga factor
penyebabnya, diantaranya yaitu:
1. Pembentukan kembali logam dapat menghilangkan ketegangan/keregangan logam
dalam bagian yang kritik.
2. Shootpeening dapat mengubah permukaan logam menjadi permukaan yang punya
keregangan/ketegangan yang kompresif.
3. Pengontrolan lingkungan, misalnya saja mengurangi pemakaian bahan yang
mengandung oksigen.
4. Memindahkan ion spesies yang kritik.
5. Menggunakan inhibitor.
6. Mengubah proporsi elemen campuran logam dari suatu sistem campuran logam
yang dapat mengakibatkan ketahanan terhadap SCC.
7. Memilih campuran logam yang lebih resisten terhadap lingkungan korosif.
8. Perlakuan panas pada logam.
top related