makalah intelegensi
Post on 25-Oct-2015
123 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
makalah intelegensi
BAB IPENDAHULUAN
Secara umum, manusia sering memahami psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku
manusia dan hewan.1[1] Penekanan dalam ilmu psikologi terletak pada tingkah laku
(behavioristik) makhluk (individu). Namun pada perkembangan berikutnya, banyak ahli yang
berbeda pendapat dalam mendefinisikan psikologi. Hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam
menilai faktor yang mendorong tingkah laku manusia, di samping perbedaan cara pandang
mereka dalam mengamati aspek-aspek yang membangun psikologi manusia itu sendiri.
Kenyataan ini pada akhirnya menghasilkan beberapa teori dalam ilmu psikologi. Salah
satu teori yang terkenal adalah theory kognitif. Teori ini diperkenalkan sekitar abad ke-19 oleh
Gestalt, dan dilanjutkan oleh Spearman, Gardner, Wilhelm Stern, Thrustone, dan sebagainya.
Hal yang terpenting dalam theory kognitif ini adalah peranan intelegensi dalam perilaku
seseorang. Meskipun demikian, para tokoh tersebut juga berbeda satu sama lain dalam
mendefinisikan intelegensi itu sendiri.
Seperti halnya Gardner, ia berpendapat bahwa intelegensi itu dibagi dalam 10 dimensi –
dalam buku Prof. Dr. Djaali berjumlah 7 dimensi dan dalam bukunya Robert E. Slavin berjumlah
9. Berbeda dengan pandangan teori struktur yang dipaparkan oleh Guilford yang memandang
intelegensi terdiri atas 150 kemampuan dengan tiga paramater.
Dalam pembahasan berikutnya, kita akan menyampaikan lebih mendalam gagasan
Gardner terkait intelegensi, yang menyatakan kemampuan (kecerdasan) manusia itu banyak jenis
dan beranekaragam, yang kemudian disebut dengan theory multiple intelegensi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI INTELEGENSI
Intelligere adalah asal kata intelegensi yang biasa kita kenal, yang mengandung arti
menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.2[2] Novelis Inggris abad ke-20 Aldous Huxley
mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan intelegensinya. Apa yang
dimaksud Huxley ketika ia menggunakan kata intelegensi (intelligence)? Intelegensi adalah salah
satu milik kita yang paling berharga, tetapi bahkan orang yang paling cerdas sekalipun tidak
sepakat tentang apa intelegensi itu3[3].
Para ahli mempunyai pengertian yang beragam tentang intelegensi yaitu :
1. Anita E. Woolfolk mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, intelegensi itu meliputi tiga
pengertian, yaitu (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; (3)
kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada
umumnya. Selanjutnya Woolfolk mengemukakan bahwa intelegensi itu merupakan satu atau
beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka
memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan4[4].
2. Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi bersama Theodore simon
mendefinisikan intelegensi atas tiga komponen yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran
atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan
tersebut telah dilaksanakan dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan
autocriticism.
3. David Wechsler pencipta skala-skala intelegensi yang populer sampai saat ini, mendefinisikan
intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dalam tujuan
tertentu, berfikir secara rasional, serta mengahadapi lingkungannya dengan efektif.
2
3
4
Beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah
(problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi
dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengkombinasikan ide-ide ini kita dapat
menyusun definisi inteligensi yang cukup fair:keahlian memecahkan masalah dan kemampuan
untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Tetapi, bahkan definisi
yang luas ini tidak memuaskan semua orang. Seperi yang akan anda lihat sebentar lagi, beberapa
ahli teori mengatakan bahwa keahlian bermusik harus dianggap sebagai bagian dari intelegensi.
Juga, sebuah definisi intelegensi yang didasarkan pada teori seperti teori Vygotsky harus juga
memasukkan factor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan
individu yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas, maka tidak
mengherankan jika ada banyak definisi. Jadi menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan)
adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar
dari pengalaman hidup sehari-hari5[5]
Wilhelm Stern melihat, titik berat definisi intelegensi terletak pada kemampuan penyesuaian
diri (adjustment) seseorang terhadap masalah yang dihadapi.6[6] Artinya, orang yang
intelegensinya tinggi (cerdas), akan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan memiliki
kecakapan dalam menghadapi masalah baru.
Sejalan dengan pendapat Stern, Amsal Amri juga mengemukakan bahwa intelegensi adalah
kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak
dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.7[7] Di sini Amsal melihat ada beberapa aspek
kemampuan yang dimaksud, yakni 1) kemampuan kognitif, 2) kemampuan psikomotorik, dan 3)
kemampuan afektif. Ketiga hal ini disebut dengan kecerdasan (intelegensi).8[8]
Sedangkan Slavin menjelaskan kecerdasan adalah salah satu diantara kata-kata yang diyakini
setiap orang bahwa mereka memahaminya hingga anda meminta mereka mendefinisikannya.
5
6
7
8
Pada satu tahap, kecerdasan dapat didefinisikan sebagai bakat umum untuk belajar atau
kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau keterampilan.9[9]
Sedangkan Howard Gardner (dalam Sunaryo Kartadinata, 2007: 6)10[10], mendefinisikan
kecerdasan sebagai:
1. Kemampuan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan nyata;
2. Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan.;
3. Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan
kultur tertentu.
Lebih lanjut Gardner mendefinisikan Intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam
situasi yang nyata (1983;1993)11[11]. Gardner menganggap, intelegensi bukan hanya kemampuan
dalam memecahkan persoalan yang sifatnya test (teori), yang dilakukan dalam ruang tertutup dan
jauh dari realitas persoalan yang dhadapi oleh lingkungannya. Namun intelegensi adalah
kemampuan menyelesaikan persoalan yang nyata (real), yang sungguh-sungguh terjadi. Karena
menurut Gardner, orang baru dikatakan berintelegensi kalau mampu memecahkan persoalan
lingkungan yang benar-benar dia hadapi. Bahkan, Gardner menganggap, tingkat produktifitas
(kreatifitas) juga menjadi ukuran intelegensi seseorang.
B. TEORI-TEORI INTELEGENSI
Spearman berpendapat bahwa setiap individu memiliki General Ability (General Factor/G)
dan Specific Ability (Specific Faktor/S).12[12] Kedua hal tersebut adalah faktor yang terkandung
dalam intelegensi, walau dalam setiap individu faktor-faktor tersebut karakternya berbeda.
Sejalan dengan Super dan Cites, yang menganggap intelegensi adalah kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman.13[13]
9
10
11
12
13
Minat terhadap intelegensi seringkali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian
individual (Kaufman & Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse & Martin, 2001). Perbedaan
individual adalah cara dimana orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Kita bisa
berbicara tentang perbedaan individual dalam hal kepribadiannya (personalitas) dan dalam
bidang-bidang lain, namun intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan paling banyak
dipakai untuk menarik kesimpulan tentang perbedaan kemampuan murid.14[14]
Jika disederhanakan, Prof. Dr. H. Djaali dalam bukunya Psikologi Pendidikan15[15]
mengatakan bahwa teori intelegensi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1) Teori Faktor
Charles Spearman mendeskripsikan struktur intelegensi yang terdiri dari General Ability (G) dan
Specific Ability (S).
2) Teori Struktur Intelegensi
Teori ini disampaikan oleh Guilford. Menurut Guilford, struktur kemampuan intelektual
seseorang memiliki 150 kemampuan dan memiliki tiga paramater, yaitu operasi, produk, dan
konten.
3) Teori Uni Faktor
Wilhelm Stern beranggapan intelegensi adalah kapasitas atau kemampuan umum. Kapasitas
umum tersebut tumbuh akibat pertumbuhan fisiologis ataupun akibat belajar.
4) Teori Multi Faktor
E.L. Thorndike berpendapat, bahwa intelegensi adalah bentuk hubungan neural antara stimulus
dengan respons. Hubungan inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.
5) Theory Primary Ability
Thurstone membagi intelegensi menjadi kemampuan primer yang terdiri atas kemampuan
numerical/matematis, verbal atau bahasa, abstraksi, berupa visualisasi atau berpikir, membuat
keputusan, induktif maupun deduktif, mengenal atau mengamati, dan mengingat.
6) Teori Sampling
14
15
Menurut teori ini, intelegensia merupakan berbagai kemampuan sampel. Hal ini dikarenakan
pandangan Godfrey H. Thomson yang memandang dunia sebagai kumpulan-kumpulan
pengalaman.
7) Entity Theory
Intelegensi dianggap sebagai suatu kesatuan yang tetap dan tidak berubah-ubah.
8) Incremental Theory
Teori ini menganggap, setiap individu mempunyai potensi untuk cerdas, dan kecerdasan tersebut
bisa ditingkatkan melalui proses belajar.
9) Teori Multiple Intelegensi
Teori multiple intelegensi ini disampaikan oleh Gardner. Menurut Gardner intelegensi manusia
memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual
spesial, kinestatik fisika, sosial interpersonal, dan intrapersonal. Setiap dimensi tersebut memiliki
kompetensi yang eksistensinya berdiri sendiri dalam sistem neuron. Artinya tidak terbatas pada
yang bersifat intelektual.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa intelegensi
(kecerdasan) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam merespon
dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta tingkat produktifitas dan kreatifitas dalam
memecahkan persoalan yang dihadapi.
Dalam pembahasan selanjutnya, kami akan memaparkan teori multiple intelegensi yang
digagas oleh Gardner. Karena teori multiple intelegensi lebih banyak bersentuhan dengan aspek-
aspek yang terdapat dalam diri manusia.
C. PENGUKURAN INTELIGENSI
Pada tahun 1904 Menteri pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk
menyusun metode guna mengidentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar disekolah. Para
pejabat disekolahan ingin mengurangi sekolahan yang sesak dengan cara memindahkan murid
yang kurang mampu belajar di sekolah umum ke sekolah khusus. Binet dan mahasiswanya,
Theophile Simon, menyusun tes inteligensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut
skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampuan untuk menyentuh telinga
hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep
abstrak.
Tes binet
Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat
evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas
khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini
kemudian direvisi pada tahun 1911.
Binet mengembangkan konsep mental age (MA) atau usia mental yakni perkembangan
mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912
Wiliam Stern menciptakan konsep Intelegensi Quotient (IQ) yaitu usia mental seseorang dibagi
dengan usia kronologis (chronological age-CA) dikalikan 100. Jadi rumusnya,
IQ = (MA/CA)*100.
Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia
mental di atas kronologis, maka-IQnya lebih dari 100. Misalnya, anak enam tahun dengan usia
mental 8 tahun akan mempunyai IQ 133. Jika usia mentalnya dibawah usia kronologis, maka
IQnya di bawah 100. Misalkan anak usia 6 dengan usia mental 5 akan punya IQ 83. Berikut
adalah klasifikasi IQ menurut Binet:
KLASIFIKASI IQ
Genius 140 ke atas
Sangat cerdas 130 – 139
Cerdas (superior) 120 – 129
Di atas rata-rata 110 – 119
Rata-rata 90 – 109
Di bawah rata-rata 80 – 89
Garis Batas (bodoh) 70 – 79
Moron (lemah pikir) 50 – 69
Imbisil,idiot 49 ke bawah
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak
perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang
menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age.
Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan
oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal
dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur
kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu
umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi
tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari
faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence).
Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence
Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-
anak.
Dengan
melakukan tes untuk banyak orang dari usia yang berbeda dan latar belakang yang beragam,
peneliti menemukan bahwa skor pada tes Stanford-Binet mendekati distribusi normal.
Distribusi normal adalah simetris, dengan mayoritas skor berada pada tengah-tengah
rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor yang berada mendekati ujung dari
rentang itu.
Tes Stanford binet kini dilakukan secara individual untuk orang dari usia 2 tahun hingga
dewasa. Tes ini memuat banyak item beberapa diantaranya membutuhkan jawaban verbal, yang
lainnya respon non verbal.
Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. Salahsatu penambahan
penting pada versi ini adalah analisis respons individual dari segi empat fungsi: penalaran verbal,
penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Skor komposit umum
masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan inteligensi. Tes Stanford-Binet masih menjadi
salah satu tes yang paling banyak digunakan untuk menilai inteligensi murid (Aiken, 2003;
Walsh&Betz, 2001).
Skala Wechsler
Tes lainnya yang banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid dinamakan skala
weshsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Weshsler Pre school and
Primary scale of Intellegensi Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4-6,5 tahun; Weshsler
Intellegensi Scale for Children- Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6-16 tahun;
dan Weshsler Adult Intellegensi Scale-Revised (WAIS-R) untuk orang dewasa.
Selain menunjukan IQ keseluruhan, skala Weshsler juga menunjukan IQ verbal dan IQ
kinerja. IQ verbal didasarkan pada 6 sub skala verbal, IQ kinerja didasarkan pada 5 sub skala
kinerja. Ini membuat peneliti bias melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan kelemahan
dalam area intelegensi murid yang berbeda-beda (Woolger 2001)16[16]
Berikut adalah Klasifikasi menurut Wechsler:
KLASIFIKASI IQ
Very Superior 130 ke atas
Superior 120 –129
16
Bright Normal 110 –119
Average 90 – 109
Dull Normal 80 – 89
Borderline 70 –79
Mental Deffective 69 ke bawah
D. MACAM-MACAM INTELEGENSI PERSPEKTIF TEORI MULTI INTELEGENSI
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa kecerdasan adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menghadapi masalah yang ada di lingkungannya.
Setiap individu dengan individu lainnya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Gardner
berpendapat, bahwa kemampuan itu sendiri memiliki banyak jenis dan dimensi.
Keanekaragaman jenis kemampuan-kemampuan inilah yang disebut dengan kecerdasan
majemuk (multiple intelegensi). Realita inilah yang mendorong Gardner menelurkan gagasannya
tentang multilpe intelegensi (kecerdasan majemuk).
Menurut teori ini, setiap anak yang terlahir di dunia tidak ada yang bodoh. Semuanya
memiliki kesempatan dan hak untuk disebut sebagai orang yang cerdas.17[17] Pendapat Gardner
ini membuka wawasan kita tentang hakikat dari kecerdasan. Selama ini penilaian tentang
kecerdasan hanya terbatas pada sesuatu yang sempit dan statis. Namun Gardner – dan para ahli
lainnya – memaknai kecerdasan sebagai kemampuan seseorang dalam beradaptasi, lebih jauh
Gardner menambahkan penekanannya pada aspek atau dimensi psikologis manusia yang
membentuk jenis-jenis kemampuan tersebut.
Pada tahun-tahun belakangan ini, banyak perdebatan tentang kecerdasan terfokus untuk
memutuskan apakah terdapat banyak jenis kecerdasan yang berbeda-beda dan untuk menjelaskan
masing-masing. Misalnya, Sternberg (2002, 2003) menjelaskan tiga jenis kemampuan
intelektual: analitis, praktis dan kreatif.
17
Delapan kerangka pikiran Gardner, kerangka ini di deskripsikan bersama dengan contoh
pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, Campbell &
Dickinson, 1999):
1. Keahlian verbal
Kemampuan untuk berfikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan
makna (penulis, wartawan, pembicara).
2. Keahlian matematika/logika
Kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika ( ilmuwan, insinyur, akuntan).
3. Keahlian spasial
Kemampuan untuk berfikir tiga dimensi (arsitek, perupa, pelaut)
4. Keahlian tubuh-kinestetik
Kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik ( ahli bedah, pengrajin,
penari, atlet)
5. Keahlian music
Sensitive terhadap nada, melodi, irama, dan suara (composer, musisi, dan pendengar yang
sensitive)
6. Keahlian intrapersonal
Kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog,
psikolog).
7. Keahlian interpersonal
Kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain ( guru teladan,
professional kesehatan mental).
8. Keahlian naturalis
Kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami system alam dan system buatan
manusia (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah).
Terkait macam-macam intelegensi yang dipaparkan oleh Gardner, Prof. Dr. H. Djaali
memetakan ada tujuh jenis seperti yang sudah kami sebutkan di atas. Namun dalam beberapa
referensi lainnya, seperti yang dipaparkan oleh Sunardi dkk, multiple intelegensi yang
dipaparkan oleh Gardner ada 10 macam intelegensi.18[18]
18
Sunardi dkk, sesuai dengan teori multiple intelegensi yang disampaikan oleh Gardner, membagi
kecerdasan dengan 10 bidang (aspek) dalam psikologi manusia. Berdasarkan pendekatan
tersebut, kecerdasan atau intelegensi ada 10 macam, yaitu:
1. Kecerdasan linguistic (linguistik intelligence)
Adalah kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengekpresikan dan menghargai makna yang komplek, yang meliputi kemampuan membaca,
mendengar, menulis, dan berbicara.
2. Intelegensi logis-matematis (logical matematich)
Adalah kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis
serta menyelesaikan operasi-operasi matematika.
3. Intelegensi musik (musical intelegence)
Intelegensi musik adalah kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan sensitivitas pada pola titik
nada, melodi, ritme, dan nada. Musik adalah bahasa pendengaran yang menggunakan tiga komponen
dasar yaitu intonasi suara, irama dan warna nada yang memakai system symbol yang unik.
4. Intelegensi Kinestetik
Kinestetik adalah belajar melalui tindakan dan pengalaman melalui panca indera. Intelegensi kinestetik
adalah kemampuan untuk menyatukan tubuh atau pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati pada actor, atlet atau penari, penemu, tukang emas,
mekanik.
5. Intelegensi Visual-spasial
Intelegensi visual-spasial merupakan kemampuan yang memungkinkan memvisualisasikan informasi dan
mensintesis data-data dan konsep-konsep ke dalam metavor visual.
6. Intelegensi Interpersonal
Intelegensi interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain
dilihat dari perbedaan, temperamen, motivasi, dan kemampuan.
7. Intelegensi Intrapersonal
Adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dari keinginan, tujuan dan system
emosional yang muncul secara nyata pada pekerjaannya.
8. Intelegensi Naturalis
Adalah kemampuan untuk mengenal flora dan fauna melakukan pemilahan-pemilahan utuh dalam dunia
kealaman dan menggunakan kemampuan ini secara produktif, misalnya untuk berburu, bertani, atau
melakukan penelitian biologi.
9. Intelegensi Emosional
Adalah yang dapat membuat orang bisa mengingat, memperhatikan, belajar dan membuat keputusan
yang jernih tanpa keterlibatan emosi. Jadi intelegensi emosional disini berkaitan dengan sikap motivasi,
kegigihan, dan harga diri yang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa.
10. Intelegensi Spiritual
Adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta alam
semesta beserta isinya.19[19]
E. EMOTIONAL INTELLEGENCE
Baik itu teori Gardner maupun Sternberg mencakup satu atau lebih kategori inteligensi social. Dalam
teori Gardner, kategori tersebut adalah inteligensi interpersonal dan inteligensi intrapersonal. Dalam
teori Sternberg, kategori tersebut adalah inteligensi praktis. Teori lain yang memandang arti penting dari
aspek praktis, aspek interpersonal dan aspek intrapersonal dalam inteligensi telah menarik banyak minat
baru-baru ini. Teori itu dinamakan emotional intelligence (kecerdasan emosional), yang didefinisikan
oleh Peter salovy dan John Mayer (1990) sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri
dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk
menggunakan informasi ini untuk memadu pemikiran dan tindakan dirinya.
Konsep kecerdasan emotional intelligence oleh Daniel Goleman (1995). Goleman percaya bahwa untuk
memprediksi kompetensi seseorang, IQ seperti yang diukur dengan tes kecerdasan ternyata tidak lebih
penting dari kecerdasan emosional. Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari empat area:
1. Developing emotional awareness-seperti kemampuan untuk memisahkan perasaan dari tindakan.
2. Managing emotions-seperti mampu untuk mengendalikan amarah.
3. Reading emotions-seperti memahami perspektif orang lain.
4. Handling relationships-seperti kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.
F. PERANAN ALAM DAN LINGKUNGAN DALAM MEMPENGARUHI INTELEGENSI
Beberapa psikologi (seperti Herrnstein & Murray, 1994; Toga & Thompson, 2005) berpendapat bahwa
kecerdasan kebanyakan merupakan produk keturunan-bahwa kecerdasan anak-anak sebagian besar
ditentukan oleh kecerdasan orang tua mereka dan sudah ditetapkan pada hari pertama mereka
dikandung. Pakar lain (seperti Gordon & Bhattacharyya, 1994; Plomin, 1989; Rifkin, 1998) dengan sama-
19
sama tegas berpendapat bahwa kecerdasan dibentuk kebanyakan oleh factor di dalam lingkungan social
seseorang, seperti seberapa banyak dibacakan dan dibicarakan kepada anak tertentu. Kebanyakan
peneliti setuju bahwa keturunan maupun lingkungan memainkan peran penting bagi kecerdasan (Petrill
& Wilkerson, 2000).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
1) Faktor Bawaan atau Keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di
antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah
pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang
sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak
kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun
mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
2) Faktor Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan
sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa
terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang
peranan yang amat penting.20[20]
Jelas bahwa anak-anak yang orang tuanya berpencapaian tinggi secara rata-rata lebih mungkin
pada dirinya menjadi orang yang berpencapaian tinggi, tetapi hal ini terjadi karena lingkungan keluarga
yang diciptakan oleh orang tua yang berpencapaian tinggi maupun karena genetika (Turkheimer, 1994).
Salah satu bagian penting bukti yang mendukung pandangan lingkungan ialah bahwa sekolah
sendiri jelas mempengaruhi nilai IQ.
G. IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELEGENSI DALAM KURIKULUM
Pengembangan potensi intelegensi, yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotorik dan
afektif, adalah beberapa aspek yang menjadi tujuan akhir dari proses pembelajaran. Di sini
intelegensi tidak semata-mata dimaknai kecakapan dalam aspek kognitif semata, namun aspek
psikomotorik dan afektif juga menjadi indikator kecerdasan (intelegensi).
20
Teori multiple intelegensi, dengan menitikberatkan pengembangan kecakapan (kecerdasan)
majemuk, bisa dijadikan sebagai pendekatan dalam desain dunia pendidikan. Kesadaran fitrah
manusia, yang dibekali dengan potensi berbeda (faktor gen) dan hidup dalam lingkungan yang
berbeda (faktor lingkungan), diharapkan akan mampu menampilkan bentuk kurikulum
pendidikan yang dinamis. Artinya, kurikulum pendidikan, mulai dari infrastruktur, materi ajar,
pendidik, tenaga kependidikan, dan stakeholders diharapkan akan mampu mengembangkan
potensi peserta didik yang beraneka ragam. Melalui pendekatan ini pula, diharapkan dunia
pendidikan mampu melihat potensi peserta didik.
Implementasi teori multiple intelegensi dalam kurikulum bisa dibatasi dengan menciptakan
kurikulum pembelajaran yang selaras dengan dimensi intelegensi yang dicakup dalam teori
multiple intelegensi. Upaya ini diharapkan lebih bisa mendiagnosis potensi para peserta didik,
serta tepat dalam pengembangan potensi-potensi tersebut.
Adapun dimensi psikologis yang diharapkan akan menjadi titik pijak desain kurikulum
pendidikan sebagaimana kami sampaikan di atas, yaitu 1) Kecerdasan linguistic (linguistik
intelligence); 2) Intelegensi logis-matematis (logical matematich); 3) Intelegensi musik (musical
intelegence); 4) Intelegensi Kinestetik; 5) Intelegensi Visual-spasial; 6) Intelegensi Interpersonal;
7) Intelegensi Intrapersonal; 8) Intelegensi Naturalis; 9) Intelegensi Emosional; dan 10)
Intelegensi Spiritual.
Kesepuluh dimensi tersebut, diharapkan akan menjadi karakter kurikulum pendidikan.
Sehingga akan mudah dilakukan diagnosis terhadap potensi para peserta didik, dan akan lebih
memudahkan dalam optimalisasi potensi peserta didik.
H. PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELEGENSI DALAM
PEMBELAJARAN
Kemampuan-kemampuan yang termasuk dalam sepuluh aspek kecerdasan majemuk (multiple
intelegensi) yang dimiliki oleh masing-masing orang tersebut di atas adalah merupakan potensi
intelektual. Salah satu contoh kongkrit potensi intelektual adalah kemampuan seseorang dalam
mengikuti proses pembelajaran.
Pembelajaran sendiri dipandang sebagai suatu proses pengembangan aspek kognitif, psikomotorik,
dan afektif seseorang pada lingkungan tertentu. Menurut Kemendiknas, pembelajaran adalah
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru pada saat seseorang berinteraksi dengan
informasi dan lingkungan.21[21]
Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan multiple intelegensi.
Dengan menggunakan pendekatan multiple intelegensi, maka pengembangan aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif peserta didik akan maksimal.
Adapun implementasi penerapan multiple intelegensi sebagai pendekatan dalam pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic
Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic dapat merangsang
perkembangnya multi intelegensi dalam setiap mata pelajaran
Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengembangkan intelegensi verbal
linguistic dalam pembelajaran adalah mendengarkan materi yang akan dibahas dari kaset maupun dari
informasi yang langsung disampaikan oleh guru, diskusi kelas, membuat hasil laporan pengamatan,
melakukan kegiatan wawancara, mencari bahan untuk melengkapi tugas, menulis karya ilmiah dan
sebagainya.
2. Pembelajaran yang mengembangkan intelegensi logika matematika
Dalam proses pembelajaran, yang patut diperhatikan adalah penerapan konsep dasar materi
pembelajaran secara tepat.
Penerapan intelegensi logika matematika dalam pembelajaran IPA dapat melalui beberapa cara, yaitu:
a) Metoda Ilmiah
Metoda ilmiah adalah suatu cara untuk menemukan produk ilmiah dengan langkah-langkah yang logis
dan matematis. Proses umum metode ilmiah secara empiris adalah:
1) Menemukan masalah;
2) Menyusun hipotesa atau dugaan sementara;
3) Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan;
4) Menarik kesimpulan; dan
5) Menguji kesimpulan.
b) Berfikir secara Ilmiah Berdasarkan Kurikulum
c) Logika Deduktif
Logika deduktif adalah cara berfikir dengan menguraikan konsep yang umum ke konsep yang khusus.
Contohnya :
21
1) Silogisme, yaitu argumen yang tersusun dari dasar pemikiran dan kesimpulan;
2) Diagram venn, yakni menggunakan lingkaran yang saling melengkapi untuk membandingkan
sekumpulan informasi.
d) Logika Induktif
Logika induktif adalah cara berfikir seseorang dengan mempertimbangkan kenyataan fakta khusus
kepada kasimpulan umum dengan menggunakan analogi.
e) Meningkatkan Belajar dan Berfikir
Meningkatkan berfikir siswa, guru dalam pembelajaran menggunakan media pembelajaran.
f) Proses Berfikir secara Matematika
Matematika mata pelajaran yang khusus berfikir abstrak dan sulit, sehingga anak tidak tertarik. Untuk
itu guru dapat menyusun pembelajaran dengan pola gambar, grafik, dan pembuatan kode untuk
menimbulkan keingintahuan.
g) Bekerja dengan angka-angka
Siswa yang menyukai ketelitian akan menemukan kesenangan bekerja dengan angka-angka seperti
pengukuran, peluang, masalah-masalah dalam bentuk cerita.
h) Teknologi yang meningkatkan intelegensi logi-matematika
Siswa dapat belajar dengan efektif dengan menggunakan software yang menarik.
3. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi music
Musik memilki kaitan yang erat dengan emosional seseorang, yaitu:
a) Memberikan suasana yang ramah ketika siswa memasuki ruangannya;
b) Menawarkan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas fisik;
c) Melancarkan peralihan antar kelas;
d) Membangkitkan kembali energy yang mulai sedikit;
e) Mengurangi strees;
f) Menciptakan suasana positif di sekolah;
4. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi kinestetik
Ada bermacam-macam aktivitas tectile-kinestetik yang bertujuan untuk mempertinggi pembelajaran
siswa di segala usia, yaitu:
a) Lingkungan fisik: daerah ruang kelas, dalam merencanakan ruang kelas, para pengajar membuat
ruangan yang bisa membuat perasaan siswa menjadi senang;
b) Drama: teater, permainan peran, drama kreatif, simulasi (keadaan yang meniru) keadaan sebenarnya;
c) Gerak kreatif : memahami pengetahuan jasmaniah, memperkenalkan aktifitas gerak
kreatif,menerapkan gerak kreatif keahlian dasar, menciptakan isi yang lebih terarah dari aktivitas
gerakan;
d) Tari : bagian-bagian tari, rangkaian pembelajaran melalui tari;
e) Memainkan alat-alat: kartu-kartu tugas, teka-teki kartu tugas, menggambar alat-alat tambahan,
membuat tanda-tanda bagi ruang kelas.
f) Permainan ruangan kelas: binatang buruan (binatang pemakan bangkai) permainan-permainan lantai
besar, permainan-permainan merespon gerak fisik secara meanyeluruh, permainan mengulang hal yang
umum;
5. Proses belajar yang mengembangkan intelegensi visual spasial
Proses belajar ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan persepsi, imajinasi dan
estestika. Ada 3 komponen dari gambaran visual:
a) Gambaran eksternal yang kita rasakan;
b) Gambaran internal yang kita impikan/kita bayangkan;
c) Gambaran yang kita ciptakan melalui gambar yang tak beraturan.
6. Proses belajar yang mengembangkan intelegensi interpersonal
Adapun cara belajar dengan mengembangkan pendekatan intelegensi interpersonal dengan
membangun lingkungan interpersonal yang positif, yaitu:
a) Kriteria group yang efektif :
1) Lingkungan kelas hangat dan terbuka;
2) Guru dan siswa bersama-sama membuat tata tertib dan sanksi berdasarkan kemanusiaan;
3) Proses pembelajaran saling ketergantungan yaitu melakukan peran aktif dan kontribusi darai semua
siswa;
4) Belajar bertujuan untuk belajar dari kurikulum, dari teman dan dari pengalaman;
5) Tugas dan tanggung jawab dibagi rata, sehingga setiap anggota kelas merasa penting dalam kelas;
6) Pembelajaran kolaboratif;
7) Penanganan konflik;
8) Belajar melalui tugas sosial/jasa;
9) Menghargai perbedaan;
10) Membangun persfektif yang beragam;
11) Pemecahan masalah global dan local dalam pendidikan multicultural;
12) Tekhnologi yang meningkatkan intelegensi interpersonal;
7. Proses belajar yang mengembangkan intelegensi intrapersonal
Adapun penerapan pendekatan intelegensi intrapersonal adalah sebagai berikut:
a) Membangun suatu lingkungan untuk mengembangkan pengetahuan diri;
b) Penopang penghargaan diri;
c) Penyusunan dan pencapaian tujuan;
d) Keterampilan berfikir;
e) Pendidikan keterampilan emosional dalam kelas;
f) Mengetahui diri sendiri melalui orang lain;
g) Merefleksikan ketakjupan dan tujuan hidup;
h) Belajar mengarahkan diri sendiri;
i) Teknologi yang mempertinggi intelegensi interpersonal.
8. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi naturalism
Proses pembelajaran ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan naturalism pada
siswa yaitu:
a) Menata lingkungan sekolah yang hijau dan asri;
b) Dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan klasifikasi tumbuhan, ekosistem, pencemaran
lingkungan siswa diajak langsung ke alam;
c) Sekolah menyediakan alat bantu pelajaran seperti torso dan charta tentang organ-organ tubuh
manusia;
d) Menerapkan pelajaran pertanian atau perikanan yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-
masing;
e) Sekolah mengembangkan proses pembelajaran yang dapat membangkitkan kepedulian siswa terhadap
lingkungan;
9. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi emosional
Pembelajaran emosional dapat meningkatkan sistem pembelajaran kognitif, dimana dengan cara ini
otak emosional terlibat dalam pembelajaran/penalaran sama kuatnya dengan otak berfikir. Prinsip ini
harus diterapkan oleh guru dalam mengajar. Menurut Goleman, 1995 (dalam barbara k.given, 2002).
Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengembangkan intelegensi emosional adalah sebagai
berikut:
a) Sebaiknya guru dalam mengawali pelajaran dengan sikap lemah lembut, dengan cara bertahap
meningkatkan antusiame;
b) Menciptakan suasana kelas seperti yang diinginkan siswa;
c) Guru bias menggerakkan siswa perlahan-lahan menuju keadaan sosial emosional yang berbeda;
d) Dalam mengajar hendaknya guru mengembangkan rasa humor yang bisa menurunkan ketegangan yang
mungkin timbul akibat ketidak selarasan antara guru dan siswa.
10. Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi spiritual
Dalam proses pembelajaran sebaiknya memperluas cakupan dari ayat- ayat Al Qur’an serta makna-
makna yang terkandung di dalamnya, sehingga mengakar di dalam jiwa dan pikiran siswa dengan cara
menarik hikmah dari materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa.
KLASIFIKASI, TIPE-TIPE KECERDASAN DAN KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA
Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya
selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu
dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :
1. .Kecerdasan Spasial
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,
garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan
yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.
2. Kecerdasan Linguistik
Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat
berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan
bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang
cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.
3. Kecerdasan Matematis atau Logika
Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah
membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan
pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah
ilmuwan, akuntan, atau progammer.
4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani
Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai
kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,
dan penjahit.
5. Kecerdasan Interpersonal
Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan
temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi
orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang
cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.
6. Kecerdasan Intrapersonal
Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif
berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering
mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok
untuk mereka yaitu konselor atau teolog.
7. Kecerdasan Naturalis
Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya
secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan
senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,
pendaki, dan pemburu.
8. Kecerdasan Musikal
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati
bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah
menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara
sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi
atau pencipta lagu.
9. Kecerdasan Spiritual
Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga
kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa
merasakan kehadiran “makhluk lain”.
10. Kecerdasan Visual-Spasial
Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet
kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak
angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-
bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan
merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.
11. Kecerdasan Eksistensial.
Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk
manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang
sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.
Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe
kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart
Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk
mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat
untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini
antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.
2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart
Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran
menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:
menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah
penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli
matematika, ilmuwan, dsb.
3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart
Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala
(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan
kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,
menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan
spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam
dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,
memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut
kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.
5. Kecerdasan Musikal: Music Smart
Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai
kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari
kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik
di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,
disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.
6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart
Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak
diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat
sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan
berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.
Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,
terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.
7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart
Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa
diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan
kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan
yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.
8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam
hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek
ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.
1.2 Klasifikasi Kecerdasan
.1. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk
berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut
kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang
kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan
pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.
Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel
militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi
namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)
lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan
(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
Pemahaman absolut terhadap skor IQ
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka
mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa
kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari
proses belajar.
Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin
banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.
Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan
cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring
tinju.
2. Emotional Quotient (EQ)
Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia
dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan
kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.
Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya
dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah
menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan
karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi
diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.
Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,
karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan
merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk
ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi
IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa
kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan
berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya
sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena
kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk
mengontrol emosi kita ini.
3. Spiritual Qoutient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul
apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan
atheis).
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ
bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),
maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the
ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai
perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik
kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan
spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan
melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
4. Moral Quotient (MQ)
Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap
bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan
moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta
melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia
dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini
kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan
tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak
atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih
baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju
dengan apa yang benar.
Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan
menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas
merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang
menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional
dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat
keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis
pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada
kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah
mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang
luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai
kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan
menjadi penyebab yang baik di masa depan.
Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan
kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung
dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral
intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip
umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan
moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang
didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia
secara umum pada seluruh budaya di dunia.
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga
merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara
langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral
memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu
dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak
akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?
1. Adversity Quotient
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan
tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada
yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa
akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya
berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.
Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi
kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh
mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang
memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih
rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal
ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:
Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka
ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan
Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani
melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain
capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-
kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak
potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.
climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala
keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses
menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang
menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap
memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang
climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)
tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel
Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi
(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.
AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk
meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,
mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.
Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan
kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi
kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki
tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah
dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,
berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,
selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda
dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam
The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi
tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan
para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?
1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai
anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo
(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,
atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.
Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas
bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.
A. Anak Dengan Ganguan Fisik
Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian
mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing
gangguan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih
mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang
tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada
umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,
tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena
kecelakaan atau penyakit, dan
tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:
tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan
tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,
tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,
sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan yang bercetak tebal,
tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:
Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,
Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan
akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,
Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh
tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
b. Tunarungu
Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan
mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim
tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada
bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga
disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang
menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan
mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.
c. Tuna Daksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi
anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
kelainan pada sistem serebral (cerebral system),
Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat
kecacatan terbagi menjadi:
golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat
menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari
golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus
dirinya sendiri,
golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,
bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :
Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,
Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki
kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,
Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,
Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,
Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,
atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,
Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.
Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi
geraknya (motorik), anak atas:
Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,
Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena
tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,
Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,
Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan
kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,
Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).
Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang
mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak
dan rangka antara lain meliputi:
Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil
dan tenaganya melemah,
Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari
semakin parah.
B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku
Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.
a. Tunalaras
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.
b. Gangguan Sosial
Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,
bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,
merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.
Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak
tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.
Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:
a. Tunagrahita
Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum
kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari
kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari
David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :
1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).
Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata
Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.
b. Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat
secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
skor IQ antara 130-144 gifted,
skor IQ 145-159 highly gifted,
skor IQ < 160 profoundly gifted.
Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka
yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,
sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian
tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka
memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
c. Anak Lamban Belajar.
Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak
terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;
Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak
seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan
yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,
mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk
berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada
umumnya.
d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.
Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).
Terdiri atas empat yaitu:
kesulitan dalam bahasa,
kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,
gangguan perseptual,
gangguan kognitif.
Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar
akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang
diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:
ketrampilan dalam membaca(dyslexia),
keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)
keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).
D. Autisme
Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,
berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi
interaksi sosial dikenali adanya:
anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan
akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang
terbatas/tidak hangat,
kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya,
kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering
tidak sesuai dan sepihak.
Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:
autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah
nampak sejak lahir,
autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda
autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.
Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage
score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe
range of mental retardation”.
E. Anak ADHD/ GPPH
Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe
kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.
a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi
ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas
permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya
yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah
pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan
waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.
b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.
Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti
mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit
kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,
pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”
c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.
Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat
seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas
dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.
1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA
Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya
selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu
dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :
1. .Kecerdasan Spasial
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,
garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan
yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.
2. Kecerdasan Linguistik
Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat
berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan
bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang
cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.
3. Kecerdasan Matematis atau Logika
Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah
membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan
pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah
ilmuwan, akuntan, atau progammer.
4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani
Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai
kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,
dan penjahit.
5. Kecerdasan Interpersonal
Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan
temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi
orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang
cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.
6. Kecerdasan Intrapersonal
Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif
berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering
mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok
untuk mereka yaitu konselor atau teolog.
7. Kecerdasan Naturalis
Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya
secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan
senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,
pendaki, dan pemburu.
8. Kecerdasan Musikal
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati
bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah
menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara
sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi
atau pencipta lagu.
9. Kecerdasan Spiritual
Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga
kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa
merasakan kehadiran “makhluk lain”.
10. Kecerdasan Visual-Spasial
Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet
kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak
angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-
bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan
merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.
11. Kecerdasan Eksistensial.
Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk
manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang
sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.
Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe
kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart
Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk
mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat
untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini
antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.
2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart
Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran
menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:
menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah
penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli
matematika, ilmuwan, dsb.
3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart
Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala
(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan
kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,
menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan
spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam
dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,
memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut
kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.
5. Kecerdasan Musikal: Music Smart
Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai
kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari
kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik
di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,
disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.
6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart
Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak
diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat
sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan
berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.
Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,
terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.
7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart
Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa
diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan
kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan
yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.
8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam
hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek
ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.
1.2 Klasifikasi Kecerdasan
.1. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk
berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut
kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang
kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan
pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.
Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel
militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi
namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)
lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan
(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
Pemahaman absolut terhadap skor IQ
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka
mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa
kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari
proses belajar.
Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin
banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.
Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan
cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring
tinju.
2. Emotional Quotient (EQ)
Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia
dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan
kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.
Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya
dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah
menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan
karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi
diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.
Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,
karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan
merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk
ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi
IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa
kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan
berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya
sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena
kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk
mengontrol emosi kita ini.
3. Spiritual Qoutient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul
apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan
atheis).
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ
bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),
maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the
ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai
perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik
kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan
spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan
melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
4. Moral Quotient (MQ)
Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap
bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan
moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta
melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia
dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini
kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan
tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak
atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih
baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju
dengan apa yang benar.
Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan
menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas
merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang
menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional
dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat
keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis
pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada
kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah
mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang
luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai
kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan
menjadi penyebab yang baik di masa depan.
Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan
kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung
dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral
intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip
umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan
moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang
didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia
secara umum pada seluruh budaya di dunia.
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga
merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara
langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral
memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu
dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak
akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?
1. Adversity Quotient
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan
tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada
yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa
akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya
berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.
Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi
kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh
mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang
memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih
rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal
ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:
Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka
ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan
Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani
melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain
capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-
kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak
potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.
climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala
keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses
menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang
menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap
memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang
climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)
tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel
Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi
(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.
AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk
meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,
mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.
Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan
kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi
kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki
tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah
dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,
berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,
selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda
dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam
The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi
tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan
para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?
1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai
anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo
(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,
atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.
Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas
bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.
A. Anak Dengan Ganguan Fisik
Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian
mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing
gangguan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih
mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang
tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada
umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,
tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena
kecelakaan atau penyakit, dan
tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:
tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan
tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,
tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,
sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan yang bercetak tebal,
tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:
Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,
Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan
akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,
Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh
tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
b. Tunarungu
Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan
mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim
tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada
bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga
disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang
menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan
mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.
c. Tuna Daksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi
anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
kelainan pada sistem serebral (cerebral system),
Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat
kecacatan terbagi menjadi:
golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat
menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari
golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus
dirinya sendiri,
golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,
bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :
Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,
Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki
kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,
Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,
Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,
Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,
atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,
Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.
Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi
geraknya (motorik), anak atas:
Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,
Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena
tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,
Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,
Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan
kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,
Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).
Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang
mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak
dan rangka antara lain meliputi:
Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil
dan tenaganya melemah,
Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari
semakin parah.
B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku
Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.
a. Tunalaras
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.
b. Gangguan Sosial
Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,
bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,
merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.
Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak
tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.
Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:
a. Tunagrahita
Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum
kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari
kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari
David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :
1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).
Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata
Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.
b. Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat
secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
skor IQ antara 130-144 gifted,
skor IQ 145-159 highly gifted,
skor IQ < 160 profoundly gifted.
Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka
yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,
sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian
tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka
memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
c. Anak Lamban Belajar.
Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak
terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;
Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak
seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan
yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,
mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk
berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada
umumnya.
d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.
Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).
Terdiri atas empat yaitu:
kesulitan dalam bahasa,
kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,
gangguan perseptual,
gangguan kognitif.
Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar
akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang
diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:
ketrampilan dalam membaca(dyslexia),
keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)
keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).
D. Autisme
Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,
berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi
interaksi sosial dikenali adanya:
anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan
akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang
terbatas/tidak hangat,
kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya,
kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering
tidak sesuai dan sepihak.
Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:
autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah
nampak sejak lahir,
autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda
autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.
Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage
score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe
range of mental retardation”.
E. Anak ADHD/ GPPH
Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe
kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.
a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi
ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas
permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya
yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah
pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan
waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.
b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.
Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti
mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit
kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,
pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”
c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.
Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat
seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas
dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.
1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA
Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya
selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu
dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :
1. .Kecerdasan Spasial
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,
garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan
yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.
2. Kecerdasan Linguistik
Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat
berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan
bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang
cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.
3. Kecerdasan Matematis atau Logika
Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah
membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan
pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah
ilmuwan, akuntan, atau progammer.
4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani
Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai
kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,
dan penjahit.
5. Kecerdasan Interpersonal
Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan
temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi
orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang
cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.
6. Kecerdasan Intrapersonal
Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif
berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering
mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok
untuk mereka yaitu konselor atau teolog.
7. Kecerdasan Naturalis
Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya
secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki
kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan
senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,
pendaki, dan pemburu.
8. Kecerdasan Musikal
Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati
bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah
menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara
sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi
atau pencipta lagu.
9. Kecerdasan Spiritual
Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga
kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa
merasakan kehadiran “makhluk lain”.
10. Kecerdasan Visual-Spasial
Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet
kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak
angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-
bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan
merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.
11. Kecerdasan Eksistensial.
Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk
manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang
sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.
Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe
kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart
Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk
mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat
untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini
antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.
2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart
Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran
menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:
menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah
penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli
matematika, ilmuwan, dsb.
3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart
Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala
(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan
kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,
menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan
spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.
4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam
dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,
memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut
kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.
5. Kecerdasan Musikal: Music Smart
Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai
kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari
kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik
di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,
disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.
6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart
Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak
diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat
sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan
berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.
Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,
terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.
7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart
Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa
diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan
kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan
yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.
8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart
Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam
hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek
ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.
1.2 Klasifikasi Kecerdasan
.1. Intellegent Quotient (IQ)
Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk
berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut
kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang
kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan
pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.
Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel
militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi
namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)
lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan
(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:
Pemahaman absolut terhadap skor IQ
Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka
mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa
kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari
proses belajar.
Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.
Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin
banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.
Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan
cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring
tinju.
2. Emotional Quotient (EQ)
Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia
dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan
kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.
Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya
dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah
menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan
karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi
diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.
Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,
karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan
merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk
ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi
IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun
faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa
kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan
berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya
sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena
kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk
mengontrol emosi kita ini.
3. Spiritual Qoutient (SQ)
Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul
apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan
atheis).
Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ
bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),
maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the
ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai
perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik
kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh
kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan
spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai
penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan
yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan
melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.
4. Moral Quotient (MQ)
Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap
bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan
moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta
melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia
dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini
kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan
tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak
atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih
baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju
dengan apa yang benar.
Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan
menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas
merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang
menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional
dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat
keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis
pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada
kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah
mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang
luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai
kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan
menjadi penyebab yang baik di masa depan.
Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan
kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung
dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral
intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip
umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan
moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang
didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia
secara umum pada seluruh budaya di dunia.
Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga
merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara
langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral
memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu
dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak
akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?
1. Adversity Quotient
Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan
tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada
yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa
akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya
berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.
Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi
kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh
mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang
memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih
rendah.
Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal
ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:
Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka
ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan
Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani
melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain
capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-
kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak
potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.
climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala
keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses
menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang
menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap
memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.
Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang
climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)
tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel
Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi
(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.
AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk
meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,
mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.
Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan
kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi
kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki
tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah
dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,
berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,
selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda
dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam
The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi
tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan
para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?
1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai
anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo
(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,
atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.
Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas
bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.
A. Anak Dengan Ganguan Fisik
Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian
mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing
gangguan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih
mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan
waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang
tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada
umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,
tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena
kecelakaan atau penyakit, dan
tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:
tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan
tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,
tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,
sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu
membaca tulisan yang bercetak tebal,
tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:
Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.
Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,
Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan
akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,
Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh
tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
b. Tunarungu
Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan
mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim
tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada
bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga
disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang
menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan
mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.
c. Tuna Daksa
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi
anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
kelainan pada sistem serebral (cerebral system),
Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat
kecacatan terbagi menjadi:
golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat
menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari
golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus
dirinya sendiri,
golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,
bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.
Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :
Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,
Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki
kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,
Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,
Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,
Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,
atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,
Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.
Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi
geraknya (motorik), anak atas:
Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,
Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena
tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,
Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.
Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,
Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan
kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,
Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.
kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).
Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang
mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak
dan rangka antara lain meliputi:
Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil
dan tenaganya melemah,
Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari
semakin parah.
B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku
Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.
a. Tunalaras
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya
menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.
b. Gangguan Sosial
Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,
bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,
merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.
Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak
tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.
Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:
a. Tunagrahita
Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum
kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari
kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari
David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :
1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)
Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).
Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).
Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).
2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata
Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata
Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.
b. Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat
secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:
skor IQ antara 130-144 gifted,
skor IQ 145-159 highly gifted,
skor IQ < 160 profoundly gifted.
Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka
yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,
sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian
tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka
memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.
c. Anak Lamban Belajar.
Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak
terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;
Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak
seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan
yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,
mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk
berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada
umumnya.
d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.
Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).
Terdiri atas empat yaitu:
kesulitan dalam bahasa,
kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,
gangguan perseptual,
gangguan kognitif.
Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar
akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang
diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:
ketrampilan dalam membaca(dyslexia),
keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)
keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).
D. Autisme
Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,
berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi
interaksi sosial dikenali adanya:
anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan
akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang
terbatas/tidak hangat,
kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya,
kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering
tidak sesuai dan sepihak.
Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:
autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah
nampak sejak lahir,
autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda
autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.
Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage
score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe
range of mental retardation”.
E. Anak ADHD/ GPPH
Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe
kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.
a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi
ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas
permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya
yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah
pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan
waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.
b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.
Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti
mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit
kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,
pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”
c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.
Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat
seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas
dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.
top related