makalah harta yang wajib zakati (pencarian dan profesi)
Post on 26-Oct-2015
361 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
HARTA YANG WAJIB DIZAKATI
(Zakat Pencarian dan Profesi)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Ziswa
Dosen: Ibu Marlina Ekawati, M.Si., PhD
Disusun oleh:
Balgis Machrus 115020507111006
Driya Primasthi 115020507111009
M.kaspul Anwar 115020507111011
Fina Mutia Sari 115020507111015
Novitasari 115020507111016
Program Studi S1 Ekonomi Islam
Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2013
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya
dengan karunia yang di limpahkan kelompok kami mampu menyelesaikan
makalah yang berjudul “Harta yang Wajib di Zakati (Zakat Pencarian dan
Profesi)” ini dengan lancar. Makalah ini untuk merinci lebih dalam mengenai
harta yang wajib di zakati khususnya zakat pencarian dan profesi sekaligus
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Ziswa.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis mengalami berbagai
kesulitan, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas berbagai
bantuan kepada:
1. Ibu Marlina Ekawati, M.Si., PhD sebagai dosen pembimbing mata
kuliah Ekonomi Ziswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang,
2. Teman-teman program studi Ekonomi Islam kelas iB.
Tentu dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
kelompok kami mengharapkan saran dan koreksi yang membangun demi
perbaikanMakalah ini. Kelompok kami berharap bahwa makalah ini dapat
menjadi sarana untuk saling bertukar informasi dan sebagai bentuk
pengabdian diri penulis kepada Allah SWT.
Malang, 26 September 2013
Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Di antara rukun Islam yang lima, zakat merupakan ibadah yang paling
berdimensi social-ekonomi. Karena sifatnya yang bercorak sosial ekonomi
itu, maka ketentuan-ketentuan tentang zakat, khususnya tentang jenis harta
yang dizakati, dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi
umat manusia.
Di masa Nabi Muhammad SAW, mata pencaharian masyarakat
sangat sederhana, antara lain, perdagangan, peternakan dan pertanian.
Maka saat itu, harta yang wajib di zakati terbatas pada sumber pendapatan
yang berkembang ketika itu.
Pada masa kini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan kegiatan ekonomi dengan segala macam jenisnya sangat
pesat, maka perkembangan pola kegiatan ekonomi saat ini sangat berbeda
dengan corak kehidupan ekonomi di zaman Rasulullah. Tetapi substansinya
tetap sama, yakni adanya usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.Sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan mata
pencaharian masyarakat yang terus berkembang, maka jenis-jenis harta
yang dizakati juga mengalami perkembangan. Al-Qur’an sebagai kitab suci
yang universal dan eternal (abadi), tidak mengajarkan doktrin yang kaku,
tetapi memiliki ajaran yang elastis untuk dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Perkembangan itu terlihat pada jenis-jenis harta yang
dizakati. Ada beberapa masalah perzakatan di Indonesia yang mesti
diperbaiki. Kondisi perzakatan ini sekitar 95 hingga 99 persen yang
membayar zakat. Kemudian, sekitar 50 persen mengetahui ada kewajiban
zakat harta. Kemudian masih banyak masyarakat muslim yang tidak
mengetahui zakat profesi.
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus di laksanakan oleh
setiap orang islam yang beriman dan mampu secara syara’ karena termasuk
rukun islam yang ke tiga. Sedangkan zakat itu sendiri menurut para ulama’
ada dua macam yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal(kekayaan) yang
wajib di keluarkan zakatnya para ulama’ berbeda pendapat tentang jenis
kekayaan yang wajib di zakati, Ada yang mengkategorikan penghasilan tetap
atau profesi termasuk sesuatu yang harus di keluarkan zakatnya kalau sudah
memenuhi syarat dan ada yang tidak. Menurut Prof. Dr. M. Yusuf Qardhawi,
di antara harta benda yang wajib di keluarkan zakatnya adalah zakat
pencarian dan profesi serta zakat saham dan obligasi. Dalam makalah ini
kami akan mencoba membahas tentang zakat pencarian dan profesi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis
dalam hal ini mengabil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian zakat pencarian dan profesi?
2. Berapa nisab zakat pencarian dan profesi?
3. Bagaimana perhitungan haulnya?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Fikih tentang Pencarian dan Profesi
Zakat harta P&P memang tidak ditemukan contohnya dalam hadits,
namun dengan menggunakan kaidah ushul fikih dapatlah harta pencarian
dan profesi digolongkan kepada "harta penghasilan", yaitu kekayaan yang
diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan
syariat agama. Harta penghasilan itu sendiri dapat dibedakan menjadi :
1. Penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang
hasil menjual poduksi pertanian yang sudah dikeluarkan zakatnya
10% atau 5% yang tentunya uang hasil penjualan tersebut tidak
perlu dizakatkan pada tahun yang sama karena kekayaan asalnya
(produksi pertanian tsb) sudah dizakatkan. Ini untuk mencegah
terjadinya apa yang disebut double zakat.
2. Penghasilan yang berasal karena penyebab bebas, seperti gaji,
upah, honor, investasi modal dll (Insya Allah, pembahasan kita
akan berkisar pada jenis harta penghasilan yang kedua ini).
Karena harta yang diterima ini belum pernah sekalipun dizakatkan,
dan mugnkin tidak akan pernah sama sekali bila harus menunggu
setahun dulu.
Para ulama mempersoalkan apakah zakat profesi dan mata pencaharian
terikat kepada haul ( cukup satu tahun) atau tidak. Demikian juga mengenai
nisabnya terdapat perbedaan pendapat.
1. Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan, harus cukup satu tahun, begitu sampai satu
tahun baru diperhitungkan zakat nya. Zakat yang diperhitungkan adalah sisa
atau kelebihan dari kebutuhan setiap bulannya, sebab pegawai negeri atau
swasta menerima gaji sebulan sekali.
2. Pendapat Kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa zakat pencarian dan profesi tidak usah
menunggu satu tahun, tetapi setiap bulan bagi pegawai dan setiap mendapat
penghasilan bagi kegiatan lainnya, seperti melukis, grup musik, dan lain-lain.
Penghasilan profesi yang telah mencapai nishab, zakatnya dikeluarkan pada
setiap kali menerimanya. Ini di-qiyas-kan dengan waktu pengeluaran zakat
tanaman, yakni setiap kali panen. Allah berfirman ).”(Q. S. Al An’am ayat
141)yang artinya: “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya)”
Untuk penghasilan harian atau pekanan yang belum mencapai nishab di
akumulasikan selam satu bulan. Jika mencapai nishab dikeluarkan zakatnya
setiap bulan.[4]
Penghasilannya profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia
berbeda dengan hasil tanaman dan lebih dekat dengan ‘naqdain’ (emas dan
perak). Oleh karena itu, kadar zakat profesi yang dikeluarkan di-qiyas-kan
berdasarkan zakat emas dan perak, yaitu “rub’ul usyur’ tau 2,5 % dari
seluruh penghasilan kotor. Nash yang menjelaskan kadar zakat ‘naqdain’
sebanyak 2,5 % adalah sabda Nabi saw.,yang artinya: “ bila engkau memiliki
20 dinar ( emas)dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatya setengah
dinar(2,5%).”H.R Ahmad, Abu Dawud, dan al baihaqi.
Dasar hukum yang dijadikan dalil kewajiban zakat profesi ialah nash-nash Al-
Quran yang terdapat dalam surah Al Baqarah: 267, At-Taubah 103 dan Al-
Ma’rij 24-25.
“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakatkanlah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik….”
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, kamu
membersihkan dan mensucikan mereka….”
“Di dalam harta mereka ada kewajiban zakat yang tertentu untuk orang
miskin yang meminta-minta maupun orang yang miskin yang malu
meminta”.
Ayat pertama mewajibkan orang beriman agar mengeluarkan zakat hasil
usaha (profesi). Yusuf Qardhawi menyebut zakat profesi ini dengan istilah
zakatul kasbi yang diambil dari penggalan ayat “Ma Kasabtum”. Sedangkan
ayat kedua dan ketiga menyebutkan kata “amwalihim” yang meliputi seluruh
harta hasil usaha. Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka simposium ulama
tentang zakat di Kuwait menetapkan bahwa zakat profesi adalah wajib.
Yang menjadi persoalan penting dalam zakat profesi ini ialah,
Pertama, waktu mengeluarkannya, apakah secara langsung ketika mendapat
jasa, tanpa menunggu setahun (haul), karena diqiyaskan kepada zakat emas
dan perak. Kedua, mengenai nishabnya, apakah konsisten qiyasnya kepada
zakat pertanian, yakni 5-10%, atau di qiyaskan kepada zakat yang lain, yakni
zakat emas-perak/perdagangan, yakni sebesar 2,5%. Pendapat ulama yang
berkembang saat ini, menganalogikan zakat profesi kepada zakat pertanian,
yakni dibayar ketika mendapatkan hasilnya (Wa aatu haqqahu yauma
hashodih), tanpa menunggu setahun. Demikian juga mengenai nishabnya,
sebesar 1,350 kg gabah atau 750 kg beras. Zakat ini dibayarkan dari
pendapatan bersih, bukan pendapatan kotor. Sedangkan tarifnya, menurut
ulama kontemporer tadi, dianalogikan kepada zakat emas dan perak yakni
sebesar 2,5%, atas dasar “qiyas asy-syabah”. Maksud qiyas asy-syabah
adalah mengqiyaskan sesuatu dengan dua hal, pertama, dari segi waktu
mengeluarkan dan nishabnya dianalogikan kepada zakat pertanian. Kedua,
dari segi tarifnya dianalogikan kepada zakat emas-perak. Pendapat di atas,
tampaknya tidak konsisten dalam menerapkan qiyas. Seharusnya, apabila
waktu dan nishabnya diqiyaskan kepada zakat pertanian, maka tarif
zakatnya juga diqiyaskan kepada yang serupa yakni 10%.
Bila zakat profesi diqiyaskan kepada zakat emas dan perak maka
seluruhnya diqiyaskan kepada emas dan perak. Adapun mengenai haul
dalam zakat profesi, Dr. Yusuf Qardhawi telah meneliti secara mendalam
bahwa empat hadits yang menjelaskan keharusan haul ternyata sanad hadits
dha’if/lemah, karena itu dalam zakat profesi tidak harus menunggu satu
tahun. Selain alasan lemahnya hadits tentang haul, maka supaya tidak
memberatkan, zakat profesi dapat dikeluarkan perbulan, sebagaimana yang
pernah dilakukan Mu’awiyah terhadap gaji militer yang dipotong oleh
bendaharawan negara setiap bulannya dan hal itu diakui sejumlah sahabat
termasuk Ibnu Mas’ud. (Lihat kitab Majmu az-Zawaid). Jadi, bagi yang
berpenghasilan tetap seperti honor atau gaji, zakatnya bisa dikeluarkan
setiap bulan atau bisa setiap tahun, tergantung kepada cara termudah untuk
mengeluarkannya. Adapun jika penghasilan tidak menentu waktu dan
besarnya, seperti jasa konsultan proyek, ataupun penghasilan lainnya, maka
pengeluaran zakatnya pada saat menerimanya.
Pembahasan ini adalah kelanjutan dari pembahasan zakat pencarian
dan profesi. Point-point di bawah ini adalah alasan-alasan yang dikemukakan
oleh Yusuf Al-Qaradhawy untuk menguatkan pendapat beliau bahwa harta
pencarian dan profesi wajib dikeluarkan zakatnya pada saat diterima.
1. Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan
tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih atau hasan yang darinya
bisa diambil ketentuan hukum syara' yang berlaku umum bagi ummat.
2. Para sahabat dan tabi'in memang berbeda pendapat dalam harta
penghasilan; sebagian mempersyaratkan adanya masa setahun, sedangkan
sebagian lain tidak mempersyaratkannya yang berarti wajib dikeluarkan
zakatnya pada saat harta penghasilan tersebut diterima seorang Muslim.
Oleh karenanya persoalan tersebut dikembalikan kepada nash-nash yang
lain dan kaedah-kaedah yang lebih umum.
3. Ketiadaan nash ataupun ijma' dalam penentuan hukum zakat harta
penghasilan membuat mazhab-mazhab berselisih pendapat tajam sekali,
yang bila dijajagi lebih jauh justru menimbulkan berpuluh-puluh persoalan
baru yang semakin merumitkan, yang seringkali hanya berdasarkan dugaan-
dugaan dan tidak lagi didasarkan pada nash yang jelas dan kuat. Semuanya
membuat Yusuf Al-Qaradhawy menilai bahwa adalah tidak mungkin syariat
yang sederhana yang berbicara untuk seluruh ummat manusia membawa
persoalan-persoalan kecil yang sulit dilaksanakan sebagai kewajiban bagi
seluruh ummat.
4. Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat harta
penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang berlaku umum dan
tegas. karena nash-nash yang mewajibkan zakat baik dari Al-quran maupun
sunnah datang secara umum dan tegas dan tidak terdapat di dalamnya
persyaratan setahun.
Misalnya : "Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian
usaha kalian" (2:267). Kata "ma kasabtum" merupakan kata umum yang
artinya mencakup segala macam usaha: perdagangan atau pekerjaan dan
profesi.
Para ulama fikih berpegang pada keumuman maksud ayat tersebut
sebagai landasan zakat perdagangan, yang oleh karena itu kita tidak perlu
ragu memakainya sebagai landasan zakat pencarian dan profesi.
5. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan landasan
kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu tahun sebagai syarat
harta penghasilan untuk wajib zakat, Qias yang benar juga mendukungnya.
Kewajiban zakat uang atau sejenisnya pada saat diterima seorang Muslim
diqiaskan dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada
waktu panen.
6. Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta penghasilan berarti
membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi dari kewajiban
membayar zakat atas pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu
akan menjadi dua golongan saja : yang menginvestasikan pendapatan
mereka terlebih dahulu, dan yang berfoya-foya dan menghamburkan semua
penghasilannya sehingga tidak mencapai masa wajib zakatnya.
Itu berarti zakat hanya dibebankan pada orang-orang yang hemat saja, yang
membelanjakan kekayaan seperlunya, yang mempunyai simpanan sehingga
mencapai masa zakatnya. Hal ini jauh sekali dari maksud kedatangan syariat
yang adil dan bijak, dimana hal ini justru memperingan beban orang-orang
pemboros dan memperberat orang-orang yang hidup sederhana.
7. Pendapat yang menetapkan setahun sebagai syarat harta penghasilan
jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak bisa diterima oleh keadilan dan
hikmat islam mewajibkan zakat. Misalnya seorang petani menanam tanaman
pada tanah sewaan (maaf lagi, zakat pertanian juga tidak bisa ditayangkan),
hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5%, sedangkan pemilik tanah
yang dalam satu jam kadang-kadang memperoleh beratus ratus dinar berupa
uang sewa tanah tersebut tidak dikenakan zakat berdasarkan fatwa-fatwa
dalama mazhab-mazhab yang ada, dikarenakan adanya persyaratan
setahun bagi penghasilan tersebut sedangkan jumlah itu jarang bisa terjadi
di akhir tahun. Begitu pula halnya dengan seorang dokter, insinyur, advokat,
pemilik mobil angkutan, pemilik hotel, dll. Sebab pertentangan itu adalah
sikap yang terlalu mengagungkan pendapat-pendapat fikih yang tidak
terjamin dan tidak terkontrol berupa hasil ijtihad para ulama. Kita tidak yakin
bila mereka hidup pada zaman sekarang dan menyaksikan apa yang kita
saksikan, apakah mereka akan meralat ijtihad mereka dalam banyak
masalah.
8. Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima akan lebih
menguntungkan fakir miskin dan orang-orang yang berhak lainnya. Ini akan
menambah besar perbendaharaan zakat dan juga memudahkan pemiliknya
dalam mengeluarkan zakatnya. Cara yang dinamakan oleh para ahli
perpajakan dengan "Penahanan pada Sumber" sudah dipraktekan oleh Ibn
Mas'ud, Mu'awiyah dan juga Umar bin Abdul Aziz yaitu dengan memotong
gaji para tentara dan orang-orang yang di bawah kekuasaan negara saat itu.
9. Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan
tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban,
belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim. Pembebasan
jenis-jenis penghasilan yang berkembang sekarang ini dari zakat dengan
menunggu masa setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja,
berbelanja dan bersenang-senang, tanpa harus mengeluarkan rezeki
pemberian Tuhan dan tidak merasa kasihan kepada orang yang tidak diberi
nikmat kekayaan itu dan kemampuan berusaha.
10. Tanpa persyaratan setahun bagi harta penghasilan akan lebih
menguntungkan dari segi administrasi baik bagi orang yang mengeluarkan
maupun pihak amil yang memungut zakat. Persyaratan satu tahun bagi zakat
penghasilan, menyebabkan setiap orang harus menentukan jatuh tempo
pengeluaran setiap jumlah kekayaannya yang diterimanya. Ini berarti bahwa
seseorang Muslim bisa mempunyai berpuluh-puluh masa tempo masing-
masing kekayaan yang diperoleh pada waktu yang berbeda-beda. Ini sulit
sekali dilakukan, dan sulit pula bagi pemerintah memungut dan mengatur
zakat yang yang dengan demikian zakat tidak bisa terpungut dan sulit
dilaksanakan.
B.PENGERTIAN
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil
profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri
atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta.
Firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. ( QS.Al-Baqarah :
267 )
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia)
dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (QS.At-Taubah : 34 )
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. ( QS.At-Taubah : 103 )
Pada masa Nabi Muhammad, kehidupan perekonomian lebih banyak
bertumpu pada sector pertanian dan peternakan. Sekarang, kehidupan
perekonomian lebih banyak berkisar pada sector industri dan jasa.
Perlu diketahui bahwa dalam tataran fiqih Islam, penghasilan yang diperoleh
wiraswastawan, seperti dokter atau konsultan, dikenal dengan istilah al-maal
al-mustafad. Itulah perkembangan ekonomi umat manusia.
Maka tidak mengherankan, banyak jenis kekayaan berikut rinciannya yang
sangat menonjol dan terkadang menjadi kebanggaan kelas yang belum
disinggung sama sekali oleh Rasulullah SAW. Kategori tijarah masih terbatas
pada jual-beli barang, belum mencakup jual-bali jasa keahlian atau profesi.
Namun itu tidak berarti kekayaan tersebut
Tidak wajib dizakati walau Nabi tidak membicarakannya.
Menyangkut soal zakat profesi ini, memang ada beragam pendapat. Banyak
Ulama yang mewajibkan zakat atasnya, tetapi tidak sedikit Ulama yang tidak
mewajibkannya dan sebagai konsekuensinya ia hanya membayar infak. Dua
argument mereka bisa dilacak dan ditelusuri, diantaranya :
a. Kata anfiqu pada surah Al-Baqarah ayat 267 serta surah At-Taubah ayat
34 tidak bisa diartikan sebagai “zakat”, mestilah menggunakan lafazh al-
shadaqaat atau al-zakah.
b. Kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah ayat 267 dinilai kelompok ini
sebagai ‘am yang makhsus. Yakni ‘am yang telah ditakhsis (dikhususkan)
dengan zakat tijarah (perdagangan). Ketetapan ini telah diberlakukan pada
zaman Nabi SAW. Oleh karena itu, tidak dibenarkan menambah lagi dengan
zakat jenis baru, misalnya zakat profesi. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul
fiqih yang berbunyi: “Menggunakan dalil ‘am sesudah di- takhsis itu tidak
dapat diterima”.
c. Zakat itu merupakan ibadah mahdah. Oleh karena itu ia tidak dapat
berdasarkan ijtihad tetapi harus melalui dalil dan keterangan yang betul-betul
tegas, jelas dan valid. Hal ini sesuai dengan kaidah: “Pada dasrnya ibadah
itu terlarang sehingga ada dalil yang memerintahnya”.
d. Sesuai dengan makna surat Al-Maaidah ayat 3 bahwa agama Islam itu
adalah agama yang sudah sempurna. Manusia tidak dapat dibenarkan
membuat ketentuan-ketentuan baru, baik yang bersifat menambah atau yang
bersifat mengurangi. Menetapkan adanya hukum wajib bagi zakat profesi
sama halnya dengan memberikan ketentuan tersebut, dan hal itu dilarang.
Demikianlah argumen yang disodorkan oleh mereka yang menolak
kewajiban zakat profesi ini.
Jika kita amati nash, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits, tidak akan
dijumpai adanya zakat profesi sebagaimana tidak akan dijumpai kewajiban
zakat untuk mata uang, sertifikat berharga, saham, dan obligasi. Namun hal
itu tidak berarti bahwa harta-harta tersebut tidak wajib dizakati.
Menyangkut zakat profesi, baik MUI maupun BAZIS DKI telah menetapkan
kewajiban zakatnya. Memang zakat adalah ibadah mahdah ( ibadah murni )
tapi mahadah maaliyyah. Artinya, ibadah yang sangkut-pautnya dengan
masalah harta; jika ada harta dan cukup nishabnya maka wajib zakat
atasnya. Berbeda dengan shalat yang dikenal dengan mahdah badaniyyah
( ibadah yang bersangkut-paut dengan fisik ) atau dengan haji yang disebut
mahdah badaniyyah wa maaliyyah ( ibadah yang bersangkut-paut dengan
fisik dan harta ). Demikian pula dengan profesi. Profesi apa saja yang ia
lakukan, jika ada harta dan cukup nashab, maka kewajiban zakat sudah
datang kepadanya.
Semuanya tetap wajib dizakati dengan jalan menganalogikan dengan
kewajiban harta lainnya. Alasannya, profesi adalah pekerjaan, maka setiap
orang yang bekerja, baik dokter, konsultan bahkan petani pedagang
semuanya adalah profesi ( dan karena itu harus mengeluarkan zakatnya dari
profesi yang digelutinya ). Dalam pertanian kadar zakatnya 5-10% dan dalam
perdagangan 2,5%. Semua itu didasarkan pada profesinya masing-masing
sebagai petani atau pedagang. Maka jika dalam pertanian dan perdagangan
saja ada zakatnya, mengapa pada profesi lainnya tidak?
Di samping itu adalah bahwa kata maa kasabtum dalam surah Al-Baqarah
ayat 267 itu bersifat umum, meski sudah ddi-takhsis-kan oleh berbagai hadits
dan dalil lainnya. Norma hukum yang terdapat baik dalam surah Al-Baqarah
tersebut maupun dalam hadits-hadits lainnya yang dinilai pihak pertama
sebagai pen-takhsis adalah sama. Oleh karena itu keumuman kata maa
kasabtum tersebut tetap berlaku secara utuh, termasuk harta yang dihasilkan
melalui profesi tertentu. Pemahaman seperti ini sesuai dengan kaidah ushul
fiqih yang berbunyi : “Menyebutkan sebagai satuan dari lafazh ‘aam yang
sesuai dengan hukumnya, tidak mengandung ketentuan takhsis”.
Selain itu, juga perlu diketahui bahwa zakat itu mengandung makna
ijtima’iyyah. Fungsi zakat, seperti disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur’an
dan Hadits adalah untuk merealisasikan keadilan yang menjadi tujuan Islam,
mensucikan harta benda dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin. Untuk itu, mewajibkan zakat profesi sekalipun tidak ada teks
khusus yang secara tegas dan jelas mengupas masalah ini, namun dengan
melihat fungsi dari zakat itu sendiri, kiranya mewajibkan zakat profesi adalah
lebih dekat dengan semangat dan rooh dari zakat itu sendiri.
Dalam Al-Qur’an secara tegas dinyatakan ,” Nafkahkanlah sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik”. (QS. Al-Baqarah : 267 ). Kata kasabtum
dadlam ayat di atas, dalam istilah sekarang adalah zakat profesi. Maka ayat
di atas juga sekaligus menegaskan kewajiban adanya zakat profesi.
B. Nisab dan haul zakat pencarian dan profesi
1) Haul zakat pencarian dan profesi
Dr. Yusuf Qardhawi telah meneliti secara mendalam bahwa empat hadits
yang menjelaskan keharusan haul ternyata sanad hadits dha’if/lemah,
karena itu dalam zakat profesi tidak harus menunggu satu tahun. Selain
alasan lemahnya hadits tentang haul, maka supaya tidak memberatkan,
zakat profesi dapat dikeluarkan perbulan, sebagaimana yang pernah
dilakukan Mu’awiyah terhadap gaji militer yang dipotong oleh bendaharawan
negara setiap bulannya dan hal itu diakui sejumlah sahabat termasuk Ibnu
Mas’ud. Adapun waktu penyatuan dari penghasilan itu yang dimungkinkan
dan dibenarkan oleh syariat itu adalah satu tahun. Dimana zakat dibayarkan
setahun sekali. Fakta juga menunjukkan bahwa pemerintah mengatur gaji
pegawainya berdasarkan ukuran tahun, meskipun dibayarkan per bulan
karena kebutuhan pegawai yang mendesak.
Jadi, bagi yang berpenghasilan tetap seperti honor atau gaji, zakatnya bisa
dikeluarkan setiap bulan atau bisa setiap tahun, tergantung kepada cara
termudah untuk mengeluarkannya. Adapun jika penghasilan tidak menentu
waktu dan besarnya, seperti jasa konsultan proyek, ataupun penghasilan
lainnya, maka pengeluaran zakatnya pada saat menerimanya.
2) Nishab zakat pencarian dan profesi
Seteleh menetapkan harta penghasilan dari pencarian dan profesi adalah
wajib zakat, yusuf Al-Qaradhawy menjelaskan pula berapa besar nisab untuk
jenis harta ini, yaitu 85 gram seperti hal besarnya nisab uang. Demikian pula
dengan besarnya zakat adalah seperempatpuluh (2.5%) sesuai dengan
keumumman nash yang mewajibkan zakat uang sebesar itu.
Namun, ada beberapa orang yang memiliki profesi itu menerima pendapatan
mereka tidak teratur, bisa setiap hari seperti dokter, atau pada saat-saat
tertentu seperti seorang advokat, kontraktor dan penjahit, atau secara regular
mingguan atau bulanan seperti kebanyakan para pegawai
Bila nisab di atas ditetapkan untuk setiap kali upah, gaji yang diterima, berarti
kita akan membebaskan kebanyakan golongan profesi yang menerima gaji
beberapa kali pembayaran dan jarang sekali cukup nisab dari kewajiban
zakat. Sedangkan bila seluruh gaji itu dalam satu waktu tertentu itu
dikumpulkan akan cukup senisab bahkan akan mencapai beberapa nisab.
Yang diukur nisabnya adalah penghasilan bersih, yaitu penghasilan yang
telah dikurangi dengan kebutuhan biaya hidup terendah atau kebutuhan
pokok seseorang berikut tanggungannya dan juga setelah dikurangi untuk
pembayaran hutang . Bila penghasilan bersih itu dikumpulkan dalam setahun
atau kurang dalam setahun dan telah mencapai nisab, maka wajib zakat
dikeluarkan 2.5% nya. Bila seseorang telah mengeluarkan zakatnya
langsung ketika menerima penghasilan tsb (karena yakin dalam waktu
setahun penghasilan bersihnya akan lebih dari senisab), maka tidak wajib
lagi bagi dia mengeluarkannya di akhir tahun (karena akan berakibat double
zakat).
3) Contoh kalkulasi zakat pencarian dan profesi
Contoh 1:
Penerimaan kotor selama setahun : A
Kebutuhan pokok setahun : B
Hutang-hutang yang dibayar dalam setahun : C
Penghasilan bersih setahun : A-(B+C) = D
Bila D > atau = dengan nilai 85 gram mas, maka wajib zakat yaitu 2.5% X D.
Bila D < nilai 85 gram emas, maka tidak wajib zakat.
Jadi bila yakin bahwa perkiraan besarnya D yang dimiliki dalam setahun
adalah lebih besar dari 85 gram emas, maka tidak perlu lagi ragu-ragu
mengeluarkan zakat langsung ketika diterima. Misalnya dari gaji bulanan
diambil 2.5 % dari D/12 (karena perbulan).
Bila disamping gaji bulanan kita memperoleh tambahan penghasilan lain dari
profesi, misalnya bagi dosen universitas negeri yang juga mengajar di
universitas swasta. Misalkan memperoleh sebesar E dalam setahun, maka
zakatnya adalah 2.5 % x (D+E), karena seluruh kebutuhan B dan C sudah
tercover sebelumnya yang menghasilkan D.
Contoh 2:
Seorang pegawai negeri berpenghasilan Rp 2.000.000 dalam sebulan. Lalu
dipotong kebutuhan dharuriyat, yakni kebutuhan dasar/kebutuhan pokok,
seperti makan dan kredit/kontrak rumah. Sedangkan kebutuhan lainnya
(hajiyat) lainnya, seperti kredit mobil, membeli alat-alat rumah tangga, biaya
pendidikan tingkat SMP ke atas, tidak termasuk di potong. Jika sisa dari
kebutuhan pokok tersebut 1.000.000 sebulan, maka dalam setahun
jumlahnya sebesar Rp 12.000.000. Jumlah ini telah mencapai nishab, maka
zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5% x Rp 12 juta yaitu Rp 300.000.
Namun ada ulama yang mengqiyaskan nishab zakat profesi kepada zakat
perdagangan, yakni senilai 94 gram mas. Jika ketentuan ini yang di
pedomani, maka seorang itu baru wajib berzakat bila penghasilannya
setahun mencapai 94 x Rp 90.000 = Rp 8.460.000. Maka jika
penghasilannya mencapai Rp 10 juta misalnya, dalam setahun, maka
zakatnya 2,5 x Rp 10 juta = Rp 250.000,-. Jadi zakat yang harus
dikeluarkannya sebesar Rp 250.000,- dalam setahun.
Contoh 3:
Iwan Darsawan adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota
Bekasi, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih perbulan
Rp. 1.500.000,-.Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.
625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 -
625.000) = Rp. 975.000 perbulan. Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000
maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu
tahun adalah Rp. 11.700.000 (lebih dari nishab). Dengan demikian Akbar
berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. Dalam hal ini zakat
dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 %
dari saldo tahunan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi
bila mencapai nishab zakat. Profesi dimaksud mencakup profesi sebagai
pegawai negeri/swasta, wiraswasta, dan lain-lain. Penghasilan profesi yang
telah mencapai nishab, zakatnya dikeluarkan pada setiap kali menerimanya.
dan zakat profesi wajib dikeluarkan zakatnya bila telah mencapai haul dan
nisabnya. Kadar zakat profesi yang dikeluarkan di-qiyas-kan berdasarkan
zakat emas dan perak, yaitu rub’ul usyur’ atau 2,5 % dari seluruh
penghasilan kotor. Meskipun merupakan hasil ijtihad para ulama pada masa
sekarang. Namun Rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat,
mengantar banyak ulama masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut
dalam pengertian "hasil usaha kamu yang baik-baik" . Dengan harapan zakat
akan dapat membersihkan dan menyucikan harta, dan menambah rasa
syukur terhadap Allah atas rizki yang telah diberikan-Nya.
Daftar Pustaka
Agustianto, “Sudahkah Anda Mengeluarkan Zakat
Profesi?”,http://www.agustiantocentre.com/?p=55, diakses pada
hari senin tanggal 15 april 2013
Dewan Syari’ah Pusat Peka Sejahtera, Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah PKS,
Bandung: Harakatuna, 2006
Hasan, M. Ali, Zakat Dan Infaq, Jakarta: Kencana,2006
http://www.pkpu.or.id/panduan.php?id=3
Yafie, Ali “Menjawab Seputar Zakat, Infaq dan Sedekah”, PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
top related