makalah ekonomi dan politik pembangunan kel. 7
Post on 20-Feb-2016
58 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Otonomi Daerah (otda) menjadi bahasan menarik di masyarakat pasca
reformasi Tahun 1998. Sebagian besar penduduk Indonesia mulai mengenal
istilah otonomi daerah ini setelah diundangkan oleh Pemerintah Indonesia
pada tahun 1999 yang berkenaan dengan pelaksanaan otonomi daerah di
Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian direvisi pada tahun 2004
dengan tidak mengubah nama, yakni Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. Selanjutnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor
12 Tahun 2008.
Dengan hadirnya regulasi ini maka tercipta pendelegasian wewenang
yang lebih besar bagi daerah, terutama daerah kabupaten dan kota yang
bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan
perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil,
proporsional, dan transparan, meningkatkan partisipasi dan mengurangi
kesenjangan antardaerah. Sementara bagi pemerintah pusat, dengan otonomi
daerah akan membuat pemerintah pusat lebih fokus menangani hal-hal yang
bersifat makro dan berorientasi mempersiapkan Indonesia menghadapi dunia
globalisasi.
Pada perkembangannya, pemerintah daerah dalam pelaksanaan
otonomi daerahnya berlomba-lomba untuk melaksanakan konsep otonomi
daerah ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini kemudian ditanggapi secara positif
oleh Kementerian Dalam Negeri yang pada tanggal 24 April 2013
mengeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
120 – 2818 Tahun 2013 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2011.
Penghargaan ini diberikan kepada pemerintah daerah baik kabupaten maupun
kota di Indonesia yang menurut penilaian Kementerian Dalam Negeri masuk
dalam kategori berprestasi sangat tinggi. Untuk peringkat dan status kinerja
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 1
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
10 (sepuluh) besar penyelenggaraan pemerintahan kota yang berprestasi
paling tinggi secara nasional diberikan kepada: Kota Tangerang; Kota Madiun;
Kota Yogyakarta; Kota Depok; Kota Medan; Kota Cimahi; Kota Surakarta; Kota
Mojokerto; Kota Tegal; dan Kota Sawahlunto. Kesepuluh Kota ini dianggap
oleh Kementerian Dalam Negeri sudah mampu melaksanakan otonomi
daerahnya dengan sangat baik yang tentunya didukung dengan regulasi
daerahnya masing-masing yang menjadi salah satu kewenangan bagi daerah
otonom, salah satunya adalah regulasi ekonominya.
Dari kesepuluh kota di atas, kami tertarik untuk mempelajari lebih
jauh tentang pelaksanaan otonomi daerah di Kota Yogyakarta terutama
tentang kebijakan ekonomi pemerintahannya. Salah satunya adalah tentang
kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI diketahui bahwa
persentase pertumbuhan bisnis waralaba dan kesempatan bisnis lokal pada
tahun 2011-2012 mengalami peningkatan sebesar 11,7%. Pada tahun yang
sama, persentase peningkatan waralaba asing di Indonesia mencapai 6,25%.
Total peningkatan waralaba dalam negeri maupun luar negeri tahun tersebut
mencapai 10,9%, dengan 47,9% merupakan kegiatan waralaba berupa
restoran. Contoh toko modern adalah minimarket. Jumlah minimarket pada
tahun 2010 mencapai 16.922 atau meningkat sekitar 42% dibandingkan tahun
2009 yang hanya berjumlah 11.927. Pada tahun 2005, total minimarket
mencapai 6.465 outlet, tahun 2006 menjadi 7.356 outlet, dan tahun 2007
mencapai 8.889 outlet.1
Melihat fakta bahwa pertumbuhan minimarket yang sangat pesat di
Indonesia karena didukung oleh ketergantungan masyarakat yang juga besar
pada minimarket ini, kami tertarik untuk mengetahui apa sebenarnya yang
mendorong Pemerintah Kota Yogyakarta membatasi jumlah usaha waralaba
minimarket di Kota Yogyakarta yang kemudian regulasinya ditetapkan dalam
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta pada tanggal 22 Nopember
2010. Selain itu, kami juga tertarik untuk mengetahui apa dampak ekonomi
yang timbul atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta
tersebut yang kami coba bahas dalam makalah dengan judul “Kebijakan
1 Sumber dataSekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 2
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
Pembatasan Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak
Ekonominya Bagi Masyarakat”.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini yakni “Kebijakan Pembatasan
Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta dan Dampak Ekonominya”, maka
permasalahannya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Apa dasar hukum pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta?
2. Pertimbangan apa yang mendasari dikeluarkannya kebijakan pembatasan
usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana pelaksanaan kebijakan tersebut?
4. Apa dampak ekonomi yang ditimbulkan?
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang
dibahas dibatasi pada:
1. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta;
dan,
2. Dampak ekonomi atas kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket
bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut,
masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi kebijakan pembatasan waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta;
2. Apa dampak dari kebijakan pembatasan waralaba minimarket bagi
masyarakat Kota Yogyakarta.
E. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ekonomi Politik Pembangunan pada Program Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada Tahun 2013, adalah untuk:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 3
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
1. Mengetahui kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota
Yogyakarta;
2. Mengetahui dampak dari kebijakan pembatasan usaha waralaba
minimarket bagi masyarakat Kota Yogyakarta.
F. MANFAAT PENULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, khususnya yang berkaitan dengan kajian kebijakan
politik yang berdampak pada ekonomi masyarakat.
G. METODE PENGUMPULAN DATA
Data/informasi penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi
kepustakaan dan olah data kuantitatif dari berbagai sumber.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 4
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB II
LANDASAN TEORI
A. REGULASI EKONOMI
Dalam kegiatan dan dinamika ekonomi yang modern, pemerintah
dapat hadir dan berperan secara aktif dan dinamis dalam sistem ekonomi
tanpa merusak kekuatan pasar yang positif. Bahkan peran pemerintah ini bisa
melalui kekuatan yang memaksa, menentukan aturan-aturan, mengarahkan
proses distribusi dan produksi, bahkan memberi lisensi dan hak monopoli
kepada lembaga-lembaga di dalamnya atau di luar pemerintah sendiri. Fakta
ini kemudian menghadirkan bentuk aliran pemikiran baru dengan analisa
baru yang membahas tentang pentingnya peran pemerintah di dalam sistem
ekonomi. Menurut Didik J Rachbini dalam bukunya Ekonomi Politik dan
Strategi Pembangunan (2004:9-10), Pemerintah dapat berperan positif dan
sebaliknya tergantung pada benar atau tidaknya peranan tersebut diterapkan
di dalam ekonomi. Hal seperti ini yang kemudian dikaji dengan instrumen
teori regulasi ekonomi.
Teori regulasi ekonomi menekankan pada siapa yang mendapatkan
manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau
aturan ekonomi. Regulasi ekonomi dikeluarkan oleh pemerintah sebagai suatu
kebijakan dengan tujuan tertentu. Tetapi dalam kenyataannya manfaat yang
diharapkan sering datang bersamaan dengan dampak negatif atau kerugian
yang ditimbulkan oleh adanya regulasi tersebut. Teori regulasi ekonomi
menganalisa dan membahas masalah regulasi yang menimbulkan implikasi
ganda tersebut.
Jika manfaat dan kerugian yang terjadi akibat adanya regulasi yang
menyebabkan perubahan alokasi sumberdaya telah diketahui sejak awal,
maka kebijakan ekonomi melalui regulasi-regulasi pemerintah akan dilakukan
dengan menekan sejauh mungkin akibat-akibat yang merugikan tersebut.
Tetapi jika regulasi lebih banyak menimbulkan manfaat, maka regulasi
tersebut diusahakan untuk diperluas agar manfaatnya tersebar seluas
mungkin.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 5
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat manfaat dan
kerugian individu di dalam suatu kelompok, yang bisa dikaitkan dengan teori
optimal pareto. Arti teori optimal pareto ini adalah suatu proposisi tentang
adanya perbaikan ekonomi, yang terjadi didalam masyarakat karena proses
alokasi sumber-sumber ekonomi, tetapi tanpa mengakibatkan kerugian pada
individu lainnya. Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari proposisi tersebut
karena regulasi harus diinstitusikan dengan manfaat sebanyak mungkin pada
publik atau konstituen yang dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif
kerugian yang minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya
merugi.
Lebih jauh lagi teori tentang peranan negara di dalam kegiatan
ekonomi dan konsep tentang komoditas publik juga terkait dengan teori
regulasi ekonomi ini. Negara menciptakan komoditas publik, tidak hanya yang
tangibel tetapi juga intangible. Komoditas publik dalam hal yang kedua
termasuk di dalamnya adalah regulasi ekonomi, yang diterima oleh
masyarakat.
Dalam perspektif pilihan publik, suatu peraturan bisa dipandang
sebagai komoditas publik bagi yang mendapatkan manfaatnya. Masalah
peraturan ini berada dalam domain peran negara. Peran negara dianggap
mesin atau power, yang dianggap potensial menjadi sumberdaya ekonomi
atau sebaliknya sebagai ancaman yang merugikan perusahaan-perusahaan
atau industri.
Jadi posisi negara sangat jelas sebagai pemegang otoritas kekuasaan,
tidak saja atas bidang politik tetapi juga untuk bidang ekonomi. Dalam bidang
ekonomi, negara bisa mengeluarkan peraturan ekonomi, seperti proteksi,
lisensi, pencadangan usaha, dan sebagainya.
Seperti pada pareto, suatu peraturan berdampak positif pada satu
pihak tetapi dapat berdampak negatif pada pihak lain. Inilah yang menjadi
pokok bahasan utama dari teori regulasi ekonomi karena adanya suatu
peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah. (Rachbini, 2004:13).
B. EKONOMI POLITIK
Menurut Stigler (Rachbini, 2006:89), ada dua alternatif pandangan
tentang bagaimana peraturan diberlakukan. Pertama, peraturan dilembagakan
terutama untuk memberlakukan proteksi dan kemanfaatan tertentu untuk
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 6
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
publik atau sebagian sub-kelas dari publik tersebut. Tujuan adanya regulasi
ekonomi adalah manfaat ekonomi yang diberikan oleh negara atau pemerintah
kepada masyarakat. Kedua, suatu tipe analisa dimana proses politik dianggap
sebagai suatu proses politik biasa dimana di dalam pasar politik ada
permintaan dan penawaran barang publik berupa regulasi ekonomi. Jika
konstituen tertentu merasa telah mendukung pemerintah dalam suatu kontrak
politik seperti pemilihan umum, maka wajar jika konstituen tersebut meminta
adanya regulasi ekonomi yang melindungi kepentingan ekonomi dan memberi
manfaat kesejahteraan.
Sejalan dengan perkembangan ilmu ekonomi politik yang
menunjukkan gairah dan semangat baru, lalu lahir dan tumbuh dua perspektif
teori ekonomi politik, yakni:
1. Rational choice
Asumsi dasar dari pendekatan rasional ini bahwa manusia pada
dasarnya egois, rasional dan selalu berupaya untuk memaksimumkan
utilitasdan keuntungan untuk dirinya. Dalam pandangan ini, individu
sebagai aktor diasumsikan mempunyai serangkaian hak milik khusus (set
of properties) termasuk seperangkat selera atau preferensi tertentu.
Karena hak milik tersebut, maka manusia menjadi pelaku ekonomi yang
mempunyai kapasitas untuk memutuskan secara rasional dalam memilih
berbagai alternatif pilihan ekonomi. Pendekatan ini juga dapat digunakan
untuk mempelajari sikap pemerintah dalam proses pengambilan
keputusan bagi kebijakan publik.
2. Public choice
Public choice memusatkan kajiannya pada aspek fungsi pilihan
sosial (social choice function) atau eksplorasi terhadap pencapaian
kesejahteraan sosial (properties of social welfare). Penekanan dalam
menilai keputusan-keputusan yang rasional oleh pemerintah.
C. KEBIJAKAN PUBLIK
Studi kebijakan publik dapat menempatkan kebijakan publik sebagai
independent variable sehingga berusaha mengidentifikasi apa dampak dari
suatu kebijakan publik.
Kebijakan publik menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2009:2)
adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 7
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
(public policy is whatever goverment choose to do or not to do). Konsep tersebut
sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan
oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika
pemerintah menghadapi sesuatu masalah publik.
Definisi kebijakan publik dari Thomas Dye tersebut mengandung
makna bahwa :
1. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasta;
2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan oleh badan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk tidak
membuat program baru atau tetap pada status quo, misalnya adalah
sebuah kebijakan publik.
James E. Anderson (ibid:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai
kebijakan yang yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah.
Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor
dan faktor dari luar pemerintah.
Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik di bidang
pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan dan sebagainya.
Namun yang akan kami bahas di sini adalah kebijakan Pemerintah Kota
Yogyakarta di bidang ekonomi dan bagaimana kebijakan tersebut mampu
mendistribusikan nilai kepada masyarakat.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 8
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB III
PEMBAHASAN
A. PROFIL KOTA YOGYAKARTA
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah sekitar 32.5 Km2 atau 1.02 %
dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota ini memiliki 14
Kecamatan, dengan batas wilayah sebelah utara Kabupaten Sleman, sebelah
timur Kabupaten Bantul dan Sleman, sebelah selatan Kabupaten Bantul,
sebelah barat Kabupaten Bantul dan Sleman.
Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7.5 Km dan dari barat
ke timur kurang lebih 5.6 Km. Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran
lereng aliran Gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar
(antara 0-2%) dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari
permukaan air laut. Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada
ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada
ketinggian antara 100-199 meter. Sebagian besar jenis tanahnya adalah
regosol. Terdapat tiga sungai yang mengalir dari arah utara ke selatan, yaitu
Sungai Gajah Wong yang mengalir di bagian timur Kota Yogyakarta, Sungai
Code di bagian tengah Kota Yogyakarta dan Sungai Winongo di bagian barat
Kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta memiliki satu bandara, yaitu Bandara Adi Sutjipto dan
memiliki satu kawasan industri, yaitu Kawasan Pengembangan Pasar Seni dan
Kerajinan Kecamatan Umbulharjo. Walikota Yogyakarta saat ini adalah Hayadi
Suyuti dan Wakil Walikota, Imam Priyono.
Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah (PDRBD) Kota
Yogyakarta meliputi sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Pengolahan,
Listrik dan Air Bersih, Perdagangan, Hotel, Restoran, Angkutan/Komunikasi,
Bank/Keuangan/Perumahan, dan Jasa. Untuk bisnis waralaba minimarket
termasuk dalam sektor perdagangan. Berdasarkan Data BPS Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang di-update tanggal 10 Agustus 2012 diketahui
bahwa Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran menjadi penyumbang
pendapatan daerah terbesar dalam kurun dua tahun terakhir seperti yang
dapat dilihat pada tabel berikut:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 9
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
Tabel 1. Pendapatan Domestik Regional Bruto Daerah Kota Yogyakarta
Sektor
Tahun
2011 2010
Rupiah (juta) % Rupiah (juta) %
Pertanian 3.555.797 16,1 3.632.681 17,26
Pertambangan 156.711 0,71 139.967 0,67
Industri Pengolahan 2.983.167 13,5 2.793.580 13,27
Listrik dan Air Bersih 201.243 0,91 193.027 0,92
Bangunan 2.187.805 9,89 2.040.306 9,7
Perdagangan, Hotel, Restoran 4.611.402 20,8 4.383.851 20,83
Angkutan/Komunikasi 2.430.696 11 2.250.664 10,7
Bank/Keu/Perum 2.185.221 9,87 2.024.368 9,62
Jasa 3.817.665 17,3 3.585.598 17,04
Total 22.129.707 100 21.044.042 100
Sumber: BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012
B. KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET
Dalam kenyataannya, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak kemudian
menumpukan harapan atas pendapatan daerahnya pada sektor perdagangan
ini saja di mana waralaba minimarket menjadi salah satu pemasok
pendapatannya. Walaupun menjadi salah satu sektor penyumbang
pendapatan daerah terbesar tidak menjadikan waralaba minimarket ini bebas
tumbuh dan berkembang di Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta
justru melakukan pembatasan pertumbuhan waralaba minimarket ini. Satu hal
yang mungkin bagi pemerintah daerah lain menjadi hal yang harus
dipertimbangkan dengan sangat matang. Faktanya, Pemerintah Kota
Yogyakarta serius menanggapi hal ini. Terbukti dengan diterbitkannya
Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan
Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta yang ditetapkan sejak tanggal
22 Nopember 2010. Peraturan Walikota ini diterbitkan berdasarkan hasil
evaluasi terhadap Pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 89 Tahun 2008
tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket Di Kota Yogyakarta. Selain
itu, melalui peraturan ini diharapkan dapat memberdayakan Usaha Mikro, Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 10
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
Kecil dan Menengah serta mencegah terjadinya penguasaan pasar dan
pemusatan usaha oleh orang-perseorangan atau kelompok tertentu yang telah
mempunyai jaringan usaha secara nasional yang merugikan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah di wilayah Kota Yogyakarta.
Pembatasan yang dimaksudkan dalam Peraturan Walikota tersebut
menyebutkan bahwa usaha waralaba minimarket harus berjarak paling dekat
400 (empat ratus) meter dari pasar tradisional. Selain pengaturan jarak,
Peraturan Walikota tersebut juga membatasi lokasi yang dibolehkan untuk
usaha waralaba minimarket seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2. Jalan-jalan di Kota Yogyakarta yang Diperbolehkan
untuk Usaha Waralaba Minimarket
No Nama Jalan No Nama Jalan
1 Jalan Abu Bakar Ali 22 Jalan Ngeksigondo
2 Jalan Adi Sucipto 23 Jalan Parangtritis
3 Jalan AM Sangaji 24 Jalan Perintis Kemerdekaan
4 Jalan Bantul 25 Jalan Piere Tendean
5 Jalan Bhayangkara 26 Jalan Pramuka
6 Jalan Brigjen Katamso 27 Jalan RE Martadinata
7 Jalan Dr. Sutomo 28 Jalan Suryopranoto
8 Jalan Gajah Mada 29 Jalan Tamansiswa
9 Jalan Gayam 30 Jalan Urip Sumoharjo
10 Jalan Gandekan Lor 31 Jalan Veteran
11 Jalan Gedong Kuning 32 Jalan Jend. Sudirman
12 Jalan HOS Cokroaminoto 33 Jalan Prof. Yohanes
13 Jalan Ipda Tut Harsono/Timoho 34 Jalan Hayam wuruk
14 Jalan KH Ahmad Dahlan 35 Jalan P. Mangkubumi
15 Jalan KH Wakhid Hasyim 36 Jalan DI. Panjaitan
16 Jalan Kusumanegara 37 Jalan Sisingamangaraja
17 Jalan Kyai Mojo 38 Jalan Sorogenen
18 Jalan Magelang 39 Jalan Tegalturi
19 Jalan Malioboro 40 Jalan Glagahsari
20 Jalan Mataram 41 Jalan Dagen
21 Jalan Menteri Supeno
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 11
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
Jumlah usaha waralaba minimarket juga menjadi hal yang dibatasi dan
tertuang dalam Peraturan Walikota tersebut yang dibagi berdasarkan jumlah
kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta dengan ketentuan jumlah sebagai
berikut:
Tabel 3. Jumlah Maksimal Usaha Waralaba Minimarket di Tiap Kecamatan
NO KECAMATAN JUMLAH
1 KECAMATAN TEGALREJO 4
2 KECAMATAN DANUREJAN 3
3 KECAMATAN JETIS 3
4 KECAMATAN GEDONG TENGEN 3
5 KECAMATAN GONDOKUSUMAN 8
6 KECAMATAN PAKUALAMAN 2
7 KECAMATAN GONDOMANAN 2
8 KECAMATAN KRATON 0
9 KECAMATAN WIROBRAJAN 3
10 KECAMATAN MANTRIJERON 3
11 KECAMATAN MERGANGSAN 6
12 KECAMATAN NGAMPILAN 3
13 KECAMATAN UMBULHARJO 9
14 KECAMATAN KOTAGEDE 3
JUMLAH 52
Sumber: Lampiran II Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010
Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah usaha waralaba minimarket
yang sesuai ketentuan Peraturan Walikota tidak akan lebih dari 52 gerai.
C. PELAKSANAAN KEBIJAKAN
1. Pasar Modern Versus Pasar Tradisional
Selama ini pendirian toko modern seperti minimarket diatur oleh
pemerintah daerah dan banyak menjamur dengan alasan guna
meningkatkan pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, harus dihindari
implementasi peraturan di tingkat pusat terdistorsi di lapangan akibat
pemerintah daerah menerbitkan aturan sendiri yang bertentangan
dengan peraturan di atasnya. Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan
kebijakan pembatasan usaha waralaba lebih cepat dua tahun Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 12
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
dibandingkan pemerintah pusat. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor
79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota
Yogyakarta ditetapkan sejak tanggal 22 Nopember 2010, dan Pemerintah
Pusat baru mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia dengan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012 tentang Waralaba
untuk Jenis Usaha Toko Modern yang membatasi jumlah gerai/outlet
waralaba minimarket di tiap daerah tidak boleh lebih dari 150 gerai yang
ditetapkan sejak tanggal 29 Oktober 2012. Pada pelaksanaannya
Peraturan Menteri Perdagangan tersebut sudah terakomodir dalam
Peraturan Walikota. Karena pada dasarnya, Pemerintah Kota Yogyakarta
sepertinya sudah lebih dulu memahami bahwa pengaturan mengenai toko
modern seperti minimarket merupakan bagian dari pengelolaan
perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan pedoman mengenai dasar
dan penyelenggaraan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4)
menyatakan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Menurut Nasution (2007:...), perekonomian diatur secara baik
dengan maksud agar kegiatan ekonomi dapat menyejahterakan semua
orang. Keteraturan dalam seluruh sektor ekonomi mulai dari produksi,
konsumsi, dan distribusi, serta keteraturan dalam berbagai kegiatan
seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian, yang akan
menghasilkan kesejahteraan.
Asshiddiqie (2010:...) menyatakan, kegiatan ekonomi digerakkan
oleh mekanisme pasar yang dikendalikan oleh pemerintah menuju
ekonomi pasar yang efisien, tetapi berkeadilan. Peran pemerintah, tidak
terbatas hanya sebagai regulator, tetapi juga melakukan tindakan yang
diperlukan dan bahkan menjadi pelaku langsung apabila timbul
eksternalitas negatif, kegagalan dalam mekanisme pasar, ketimpangan
ekonomi, atau kesenjangan sosial.
Dalam perkembangannya, penetrasi pembangunan pasar modern
jauh melambung tinggi dibanding pasar tradisional yang pertumbuhannya
cederung negatif. Dalam survei AC Nielson, pasar modern telah tumbuh
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 13
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
sebesar 31,4%. Bersamaan dengan itu, pasar tradisional telah tumbuh
secara negatif sebesar 8%. Berdasarkan data tersebut, para ekonom
kemudian memprediksi bahwa dalam kurun waktu 12 tahun lagi, pasar
tradisional akan habis tersapu oleh ekspansi pasar modern.
Secara umum terdesaknya pedagang pasar tradisional atau
pebisnis retail lokal, di antaranya dalam bentuk menurunnya omset
penjualan. Salah satu penelitan yang dilakukan di daerah Yogyakarta
menemukan, penurunan rata-rata sebesar –5,9%, di mana penurunan
yang lebih besar dialami oleh kelompok pedagang dengan aset antara Rp
5-15 juta, Rp 15-25 juta, dan di atas Rp 25 juta, yang masing-masing
mengalami penurunan sebesar –14,6%, –11%, dan – 20,5%. Berdasarkan
kewilayahan, penurunan omset tertinggi dialami oleh pedagang di kota
Yogyakarta dan kabupaten Sleman, masing-masing sebesar – 25,5% dan –
22,9% (sumber : www.pasardana.com dalam artikel yang berjudul “12
Tahun Lagi Pasar Tradisional Bakal Tutup”).
Pasar modern yang dikelola secara profesional memiliki banyak
keunggulan dibanding dengan pasar tradisional yang kebanyakan
berkembang secara alamiah saja. Dari segi kelengkapan barang, pasar
tradisional lebih mampu menghadirkan aneka macam barang yang
diinginkan pelanggan karena memiliki divisi khusus marketing yang
memang bertugas untuk mengembangkan penjualan. Dari sisi harga,
pasar modern sangat mungkin memberikan harga yang relatif murah oleh
karena peritel besar biasanya menjadi rantai distribusi paling pertama
dari sebuah produk, yang memungkinkan peritel tersebut mendapatkan
harga khusus. Di samping itu juga, peritel besar telah memproduksi
sendiri beberap produk hingga harga jualnya pun semakin bisa bersaing
dengan pasar tradisional.
Bila harga dan keanekaragaman barang yang dimiliki pasar
modern ternyata sebanding dengan pasar tradisional, maka sudah bisa
dipastikan para pembeli atau masyarakat akan lebih memilih berbelanja
di pasar modern oleh karena dari sisi kenyamanan dan pelayanan serta
keamanan, sudah jelas jauh lebih baik dibanding pasar tradisional.
Terancamnya kelangsungan pasar tradisional juga bisa berimbas
kepada perkembangan industri kecil lainnya yang baru bisa memasarkan
produknya di pasar tradisional. Oleh karena peritel besar cenderung
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 14
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
memiliki standarisasi produk yang lebih tinggi, yang mungkin saja belum
bisa dipenuhi oleh industri kecil.
Mencermati kondisi yang tidak seimbang ini, pasar modern tidak
seharusnya dibiarkan bersaing secara bebas dengan pasar tradisional.
Karena hal ini justu bisa bermuara pada praktek monopoli dan oligopoli.
Untuk itu diperlukan regulasi dari pemerintah untuk melindungi pasar
tradisional agar bisa terus hidup dan berkembang.
Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen
Perdagangan Republik Indonesia (1997) dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi
mendefiniskan pasar tradisional sebagai tempat transaksi barang atau
jasa antara penjual dan pembeli, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memperjualbelikan barang/jasa kebutuhan sehari-hari secara eceran;
b. Melibatkan banyak pedagang eceran berskala kecil;
c. Bangunan dan fasilitas pasarnya relatif sederhana;
d. Pemilikan dan pengelolaannya umumnya oleh pemerintah daerah.
Ketika toko modern milik asing menjamur dan membuat pasar
tradisional sulit berkembang, maka pemerintah melakukan penataan
melalui peraturan menteri dalam negeri, termasuk kewajiban melakukan
kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah. Peraturan ini
menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada usaha mikro, kecil dan
menengah, dan sesuai prinsip-prinsip demokrasi ekonomi. Dalam hal ini
diperlukan peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan
pengawasan dan pembinaan. Dan untuk hal ini Pemerintah Kota
Yogyakarta sudah melakukannya. Pemerintah Kota Yogyakarta sudah
melakukan pembatasan jumlah usaha waralaba minimarket, yakni hanya
mengizinkan sebanyak 52 (lima puluh dua) saja di wilayah Kota
Yogyakarta dengan mempertimbangkan jumlah pasar tradisional yang
sudah lebih dulu ada dan berkembang di Kota Yogyakarta. Berikut daftar
pasar tradisional di Kota Yogyakarta:
Tabel 4. Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta
No Pasar Tradisional Alamat
1 Bringharjo Jalan Pabringan Nomor 1
2 Pathuk Jalan Bhayangkara
3 Kranggan Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 20
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 15
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
No Pasar Tradisional Alamat
4 Pingit Jalan Kyai Mojo
5 Kembang Jalan Pasar Kembang
6 Karangwaru Jalan Magelang
7 Demangan Jalan Gejayan Nomor 28
8 Reksonegaran Jalan Urip Sumoharjo Nomor 22
9 Terban Jalan C. Simanjuntak
10 Gendeng Jalan Tri Dharma
11 Sanggarahan Jalan Mawar
12 Sentul Jalan Sultan Agung Nomor 52
13 Lempuyangan Jalan Hayam Wuruk
14 Sawo Jalan Prawirodirjan
15 Ledog Gm Lobaninggratan – Prawirodirjan
16 Paco Kusumanegara
17 Kotagede Mondorakan Nomor 172
18 Gedongkuning Kebun Raya
19 Tunjungsari Menteri Supeno Nomor 46
20 Giwangan Imogiri Nomor 212
21 Sarangan R.E. Martadinata
22 Legi Bugisan Nomor 12
23 Sonen Kampung Pathuk RT 33/RW 07
24 Suryobranten K.H. Ahmad Dahlan Nomor 134
25 Ngasem Polowijo Nomor 11
26 Ngadikusuman Suryopuran
27 Gading Mayjen Panjaitan
28 Pujokusuman Dalem Pujokusuman Kaparakan
29 Karangkajen Sisingamangaraja
30 Prawirotaman Parangtritis Nomor 103
31 Ciptomulyo Sisingamangaraja Nomor 1
32 Pakuncen H.O.S Cokroaminoto
Sumber: Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta Tahun 2009
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 16
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
2. Analisa Ekonomi Politik
a. Aspek Ekonomi
Jika ditinjau dari aspek ekonomi, tentu kebijakan pembatasan
usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta ini akan memberi
dampak positif bagi para pelaku usaha ekonomi mikro di Kota
Yogyakarta. Secara langsung kebijakan ini akan menyelamatkan usaha-
usaha mikro dalam bidang perdagangan di wilayah Kota Yogyakarta.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah sang penentu
kebijakan dalam hal ini adalah Walikota Yogyakarta memiliki motif
ekonomi juga sehingga dengan sigap mengeluarkan kebijakan
pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta?
Menjawab pertanyaan tersebut penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun 2010 tentang
Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta yang
ditetapkan sejak tanggal 22 Nopember 2010 dikeluarkan pada
masa kepemimpinan Herry Zudianto.
2) Latar belakang profesi Sang Walikota, Herry Zudianto adalah
pengusaha. Beliau memang memiliki usaha retail tetapi dalam
bidang dan jenis yang berbeda. Herry Zudianto memiliki Toko
Batik Margaria, Toko Busana Muslim Al Fath, Karita, Annisa, dan
Arrahma yang keseluruhannya tergabung dalam Margaria Group
dan Al Fath Group, dan ini bukan termasuk jenis usaha waralaba
minimarket. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada kepentingan
ekonomi pribadi Sang Walikota dalam hal pembatasan usaha
waralaba minimarket di Kota Yogyakarta ini;
3) Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket ini lebih pada
usaha menyelamatkan para pelaku usaha mikro, khususnya para
pedagang tradisional agar tidak tergerus dengan keberadaan
waralaba minimarket yang semakin menjamur;
4) Di sisi lain, kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket ini
jauh lebih memberikan keuntungan bagi pendapatan asli daerah
Kota Yogyakarta. Kalkulasinya adalah keberadaan pasar
tradisional dimanfaatkan oleh para pedagang tradisional dengan
sistem sewa kepada Pemerintah Kota Yogyakarta. Para pedagang
tradisional menyewa los/kios yang ada di pasar tradisional secara
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 17
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
bulanan ataupun tahunan. Uang sewa ini akan diterima
Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai pendapatan asli daerahnya
setiap bulan atau tahun. Selain itu, para pedagang tradisional juga
masih harus membayar retribusi pelayanan pasar berupa biaya
kebersihan/persampahan setiap harinya dan ini akan menambah
pendapatan Pemerintah Kota Yogyakarta. Pendapatan yang rutin
setiap bulan dan harinya ini jauh lebih memberikan keuntungan
bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dibandingkan dengan
pendapatan dari retribusi izin usaha waralaba minimarket.
Kalaupun ada biaya tambahan lain adalah kemungkinan
perpanjangan izin usaha dan ini tidak rutin setiap harinya.
Pemasukan rutinnya dari usaha waralaba minmarket yang
diperoleh Pemerintah Kota Yogyakarta hanya dari retribusi
pelayanan kebersihan/persampahan mengingat lokasi dan tempat
usaha waralaba minimarket dimiliki secara pribadi bukan milik
pemerintah.
b. Aspek Politik
Herry Zudianto mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta ini di masa-masa akhir
kepemimpinannya. Peraturan ini dikeluarkan satu tahun menjelang
masa kepemimpinan periode keduanya berakhir. Jika melihat kondisi
seperti ini tidak tampak adanya kepentingan politik pribadi Sang
Walikota pada masa itu. Kebijakan pembatasan usaha waralaba
minmarket di Kota Yogyakarta ini murni sebagai bentuk kebijaksanaan
Sang Walikota untuk menyelamatkan perekonomian warga
masyarakatnya.
D. DAMPAK EKONOMINYA BAGI MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA
1. Dampak Positif
Diberlakukannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 79 Tahun
2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta
tentu memiliki tujuan yang berdampak langsung pada aspek ekonomi
masyarakatnya yang antara lain untuk:
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 18
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
a. Memberdayakan usaha mikro, kecil dan menengah di wilayah Kota
Yogyakarta;
b. Mencegah pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan
persaingan yang tidak wajar dalam bentuk monopoli, oligopoli dan
monopsoni yang merugikan usaha mikro, kecil dan menengah;
c. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh
orang-perseorangan atau kelompok orang atau badan tertentu yang
dapat merugikan usaha mikro, kecil dan menengah;
d. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha mikro, kecil dan
menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri;
e. Meningkatkan peran usaha mikro, kecil dan menengah dalam
perluasan kesempatan kerja dan berusaha serta peningkatan dan
pemerataan pendapatan yang seimbang, berkembang dan berkeadilan.
f. Mengurangi perilaku konsumtif masyarakat Kota Yogyakarta;
g. Menjaga nilai tradisi/orisinalitas kebiasaan masyarakat Kota
Yogyakarta, contoh: bersosialisasi di angkringan;
h. Kebijakan pembatasan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta
menjadi manifestasi perlindungan dan pengembangan pasar
tradisional.
2. Dampak Negatif
a. Membatasi peluang berusaha atau peluang atas datangnya investor-
investor khususnya yang akan bergerak di bidang waralaba
minimarket.
b. Mengurangi kesempatan kerja bagi penduduk lokal;
c. Berkurangnya pendapatan retribusi izin usaha perdagangan di wilayah
Kota Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 19
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Langkah Pemerintah Kota Yogyakarta telah menunjukkan keberpihakan
pemerintah terhadap sektor ekonomi informal, khususnya dalam hal
perlindungan dan pengembangan pasar tradisional;
2. Persaingan ketat antara pasar modern dan pasar tradisional nampak dari
perkembangan pasar modern yang menawarkan berbagai kelebihan
secara tidak terbendung. Keberadaan pasar ini membawa dua dampak
baik positif maupun negatif. Perkembangan yang tidak dikendalikan dan
diarahkan akan mengancam pasar tradisional sebagai pemain lama
dengan segala image yang melekat kepadanya. Namun di sisi lain pasar
modern juga berperan sebagai pesaing yang menstimulus pasar
tradisional untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan daya saingnya.
Kondisi ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk dapat mengatur
dan memberi ruang gerak yang adil dan seimbang bagi perkembangan
dua pasar tersebut untuk menciptakan kepuasan bagi semua pihak
termasuk masyarakat sebagai konsumen;
3. Peraturan Walikota menjawab kebutuhan akan adanya payung hukum
untuk mengatur persaingan antara pasar modern dan tradisional atau
persaingan antar mereka sendiri. Persaingan antara pasar modern dan
tradisional yang semakin ketat membutuhkan pengaturan oleh
pemerintah agar persaingan berjalan adil dan tidak saling meniadakan.
Kewenangan pemerintah di era otonomi daerah ini menjadi lebih leluasa
untuk menciptakan produk hukum yang lebih berkeadilan dan tepat
sasaran.
B. Saran
1. Perlindungan dan pengembangan pasar tradisional maupun sektor
ekonomi informal lainnya (misalnya, toko kelontong) melalui upaya
pembatasan waralaba minimarket saja belum cukup. Untuk itu, harus
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 20
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
diikuti dengan upaya yang komprehensif dan integral untuk mengangkat
usaha para pedagang kecil, antara lain :
a. Melindungi eksistensi pasar tradisional melalui revitalisasi pasar
tradisional;
b. Mengangkat usaha pedagang dengan menyediakan akses permodalan
yang lebih mudah;
c. Memastikan kebijakan dalam bentuk Peraturan Walikota Yogyakarta
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba
Minimarket di Kota Yogyakarta dapat dilaksanakan dengan baik
dengan memberikan sanksi tegas atas setiap pelanggaran yang
dilakukan.
2. Dengan adanya usaha waralaba minmarket di Kota Yogyakarta dan agar
tercipta kondisi yang harmonis maka dapat dibangun hubungan mitra
kerja dengan pelaku usaha ekonomi mikro lokal di Kota Yogyakarta
sehingga tercipta kondisi persaingan yang lebih baik;
3. Dengan semakin ketatnya persaingan pasar, hendaknya dapat mendorong
para pelaku usaha ekonomi mikro untuk meningkatkan kompetensinya
dengan menciptakan inovasi-inovasi baru dengan memperhatikan
kebutuhan masyarakat dengan tetap menjaga nilai tradisi Kota
Yogyakarta.
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 21
KEBIJAKAN PEMBATASAN WARALABA MINIMARKET DI KOTA YOGYAKARTA DAN DAMPAK EKONOMINYA
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Nasution, M. 2007. Mewujudkan Demokrasi Ekonomi dengan Koperasi. Jakarta:
Penerbit PIP Publishing.
Rachbini, Didik J. 2004. Ekonomi Politik Kebijakan dan Strategi Pembangunan . Jakarta:
Penerbit Granit.
_________________. 2006. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Subarsono, AG. 2009. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Jurnal:
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik: “Kebijakan Pembatasan Waralaba Restoran dan
Toko Modern”. Vol. V, No. 04/II/P3DI/Februari/2013. Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI;
Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE): “Analisis Industri Ritel di Indonesia”. Vol. 15, No. 2,
September 2008. Universitas Stikubank Semarang.
Website:
http://jogja-kota.go.id;
http://kemendagri.go.id.
http://pasardana.com/tag/omzet, diakses pada tanggal 29 Oktober 2013 pukul 09.29
WIB
Sekolah Pascasarjana Ketahanan Nasional Tahun 2013Universitas Gadjah Mada 22
top related