latar belakang - staff site universitas negeri...
Post on 29-Mar-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini kurikulum telah mengalami beberapa kali pergantian, antara lain;
tahun 1947 berlaku rencana pembelajaran sekolah rakyat, kemudian diubah
menjadi rencana pembelajaran terurai pada tahun 1952. Tahun 1968 muncul
kurikulum baru yang disempurnakan dan direalisasikan pada Kurikulum 1975.
Selanjutnya berlaku Kurikulum SMA 1984 secara bertahap. Sepuluh tahun
kemudian, Kurikulum SMU 1984 digantikan Kurikulum SMU 1994. Kemudian
pada tahun ajaran baru 2004, muncul kurikulum baru yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (Sarumpaet, 1995: 1). Kurikulum 2004 belum resmi diberlakukan,
kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang diberlakukan mulai tahun 2006.
Perubahan kurikulum dari tahun ke tahun tersebut berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dan kebutuhan di masyarakat. Melalui perubahan
kurikulum diharapkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat maju sesuai dengan
perkembangan ilmu dan perkembangan teknologi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.
24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No.23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Permen, 2006). Tepatnya
tahun ajaran baru 2006, diterapkan kurikulum baru, yakni Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Tentunya hal tersebut merupakan hal yang menarik
yang perlu dikaji dan ditanggapi secara positif. Kurikulum 2006 merupakan
penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum 2004. Penyempurnaan
tersebut terjadi pada standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah. Kurikulum 2004 merupakan suatu
konsep kurikulum yang menekankan pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan peserta didik, berupa penguasaan seperangkat kompetensi.
Kurikulum 2006 lebih mengacu pada standar isi dan standar kompetensi
lulusan yang berpedoman pada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang
dikeluarkan oleh Depdiknas tahun 2006. Perubahan ini merupakan upaya
pemerintah dan praktisi pendidikan dalam rangka memperbaiki kualitas
pendidikan, agar pendidikan berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan khususnya pada jenjang Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk mata
pelajaran IPA memuat tentang IPA Terpadu. Pada kurikulum sebelumnya yaitu
Kurikulum 2004, mata pelajaran IPA untuk SMP masih terpisah-pisah antara
Biologi dan Fisika. Berbeda dengan konsep pembelajaran IPA pada KTSP telah
memadukan konsep keduanya dan ditambah dengan konsep Kimia serta beberapa
konsep Geografi. Tujuan dari diterapkannya pembelajaran IPA Terpadu adalah
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat
dan motivasi siswa dan membantu siswa untuk dapat mencapai beberapa
kompetensi dasar sekaligus.
Lingkup kajian pada pemebelajaran IPA di SMP adalah:
1. Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan (Biologi)
2. Materi dan Sifatnya (Kimia)
3. Energi dan Perubahannya (Fisika)
4. Bumi dan Alam Semesta (Geologi, Meteorologi, dan Astronomi).
Dengan diberlakukannya kurikulum baru yakni Kurikulum 2006, dapat menjadi
perhatian bagi semua guru khususnya guru IPA di SMP untuk lebih mencermati
bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu tersebut apakah sesuai dengan
Kurikulum 2006 yang antara lain meliputi perencanaan pembelajaran, proses
pembelajaran, dan sistem evaluasinya. Maka dari itu, peneliti merasa tertarik
untuk mengadakan penelitian secara lebih spesifik tentang pelaksanaan
pembelajaran IPA terpadu di SMP berdasarkan Kurikulum 2006 pada SMP-SMP
di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
Setelah ditetapkannya PP No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar
Kelulusan untuk sekolah dasar dan menengah, maka semua sekolah menengah
2
pertama khususnya di Kabupaten Bantul Yogyakarta sebagian besar telah
melaksanakannya. Persoalannya adalah apakah di sekolah-sekolah di kabupaten
Bantul tersebut telah melaksanakan pembelajaran IPA terpadu sesuai dengan yang
diharapkan. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengungkap sejauhmana
pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu di SMP-SMP di kabupaten Bantul
Yogyakarta.
B. Permasalahan
Karena kompleksnya permasalahan dan keterbatasan yang ada pada peneliti,
maka penelitian ini difokuskan pada persepsi terhadap pelaksanaan pembelajaran
IPA terpadu berdasarkan Kurikulum 2006 di SMP di Kabupaten Bantul
Yogyakarta. Adapun rincian permasalahan yang akan diteliti mencakup : persepsi
guru terhadap pengalaman penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu, model
penyelenggaraan pembelajaran, hambatan yang dijumpai, dan harapan dalam
menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus permasalahan yang telah ditetapkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Persepsi guru-guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta terhadap
pengalaman penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu Kurikulum 2006.
2. Model pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu yang dilaksanakan oleh
guru-guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
3. Hambatan-hambatan yang dijumpai guru-guru di IPA SMP di Kabupaten
Bantul Yogyakarta dalam penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu
berdasarkan Kurikulum 2006.
4. Harapan guru-guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta dalam
menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu.
3
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
Berikut ini disampaikan Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu untuk Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas Tahun 2006.
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi mata pelajaran fisika, bumi antariksa, biologi, dan kimia yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu anak untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya.
B. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Karateristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs antara lain sebagai berikut.
1. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan gabungan dari unsur-unsur fisika, kimia, biologi, serta bumi dan antariksa.
2. Kompetensi Dasar IPA berasal dari struktur keilmuan fisika, kimia, biologi, serat bumi dan antariksa yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
3. Kompetensi Dasar IPA juga menyangkut berbagai masalah yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
4
C. Pembelajaran IPA Terpadu
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995: 615).
Melalui pembelajaran IPA terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek mata pelajaran dalam bidang kajian IPA. Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut biologi, fisika, dan kimia. Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek biologi dan fisika, atau kimia dan biologi, atau fisika dan kimia saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam mata pelajaran yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.
5
D. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai
peserta didik masih dalam lingkup disiplin ilmu fisika, kimia, dan biologi.
Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran IPA yang disajikan secara
disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena
anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional
konkret ke berpikir abstrak. Lagi pula, anak melihat dunia sekitarnya masih
secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam
bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang
disajikan terpisah-pisah dalam fisika, biologi, kimia, dan bumi-alam semesta
memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga
membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi
peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan dapat
dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan
mata pelajaran dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas
tinggi karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi
dengan materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan
analitik, dan kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau
kesamaan materi maupun metodologi.
2. Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk
mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan
bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan
kesiapan peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan
peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema
yang disampaikan. Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan
memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan
memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai
atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model
6
pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta
didik digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan
memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya peserta
didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh, sistemik, dan
analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar bila mereka
merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka berhasil
menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
3. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan
sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat
diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga
menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena
adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki
kesamaan atau keterkaitan.
E. Konsep Pembelajaran Terpadu Dalam IPA
1. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu
Walaupun standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA dikembangkan
dalam submata pelajaran, pada tingkat pelaksanaan guru memiliki
keleluasaan dalam membelajarkan peserta didiknya untuk mencapai
kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan dikembangkan dalam
model ini adalah guru dapat mengidentifikasi standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan
disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu. Yang perlu dicatat ialah
pemaduan kegiatan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang
kelas yang sama dan masih dalam lingkup IPA .
Kekuatan/manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran
terpadu antara laian sebagai berikut.
a. Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi
penghematan waktu, karena ketiga disiplin ilmu (Fisika, Kimia, dan
7
Biologi) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih materi juga
dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
b. Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep
Fisika, Kimia, dan Biologi.
c. Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta
didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan
lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
d. Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia
nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan
pemahaman konsep dan kepemilikan kompetensi IPA.
e. Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
f. Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang
dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan
pengalaman belajar yang terkait, sehingga pemahaman menjadi lebih
terorganisasi dan mendalam, sehingga memudahkan memahami
hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
g. Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru submata pelajaran
terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik,
peserta didik/guru dengan narasumber; sehingga belajar lebih
menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang
lebih bermakna.
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran
IPA Terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya
tidak ada model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh karena
itu model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang akan
diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran terpadu dalam IPA memiliki
beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
a. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi,
dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik,
guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang
8
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca
buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada mata pelajaran
tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA
akan sulit terwujud.
b. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan
belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan
akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model
pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik
(mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila
kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu
ini sangat sulit dilaksanakan.
c. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu
memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak
dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan
menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan.
Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu
juga akan terhambat.
d. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada
pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada
pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan
dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik.
e. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian
yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan
belajar peserta didik dari beberapa mata pelajaran terkait yang
dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan
teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang
komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila
materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
9
f.Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan
mengutamakan salah satu mata pelajaran dan ‘tenggelam’nya mata
pelajaran lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA,
maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan
substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar
belakang pendidikan guru itu sendiri.
Sekalipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain
keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk
mengurangi kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru
mata pelajaran terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA .
F. Pemaduan Konsep dalam Pembelajaran IPA
Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa mata
pelajaran adalah menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta
didik mendapat pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-
konsep dari berbagai submata-pelajaran. Pengertian terpadu di sini
mengandung makna menghubungkan IPA dengan berbagai mata pelajaran
(Carin 1997; 236). Lintas submata pelajaran dalam IPA adalah
mengkoordinasikan berbagai disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia,
geologi, dan astronomi. Sebenarnya IPA dapat juga dipadukan dengan mata
pelajaran lain di luar bidang kajian IPA dan hal ini lebih sesuai untuk
jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat pembahasan materi IPA pada
tingkat lebih tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang
pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA, akan lebih baik bila keterpaduan
dibatasi pada mata pelajaran yang termasuk bidang kajian IPA saja. Hal ini
dimaksudkan agar tidak terlalu banyak guru yang terlibat, yang akan
membuka peluang timbulnya kesulitan dalam pembelajaran dan penilaian,
mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin dalam dan luas
pula pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta didik.
10
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA, karena
penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
1. peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih
bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri;
2. peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivas dalam belajar bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya;
3. peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka
‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan
menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya;
4. memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
5. belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui tugas
proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunia nyata.
Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu
dalam IPA, sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan antara IPA–
lingkungan- teknologi-masyarakat (Depdiknas, 2006 : 6-9).
Ada beberapa model pemaduan IPA, dianataranya adalah model Connected,
Webbed (tematik) dan Integrated. Model connected yaitu model yang
membelajarkan sebuah KD, konsep-konsep pada KD tersebut dipertautkan
dengan konsep KD lain.
11
Model Webbed adalah model pembelajaran yang berangkat dari tema yang
dibangun (idealnya bersama-sama antara guru dengan siswa), atas dasar
beberapa KD yang berhubungan.
Sedang model integrated (terpadu) adalah model pembelajaran yang
memadukan topik-topiknyang berkaitan (Kepala Dinas Pendidikan Prop.
DIY, 2008).
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap
ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.
Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada
12
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. (Depdiknas, 2006: 377)
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SMP/MTs
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan
pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta
didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan
sendiri yang difasilitasi oleh guru. (Depdiknas, 2006: 377).
Setiap standar kompetensi yang telah dirumuskan dalam kurikulum,
kemudian dijabarkan dan dikembangkan dalam indikator-indikator
pencapaian siswa oleh guru. Materi pembelajaran dapat dipilih dan ditentukan
sendiri oleh guru dengan tetap perpedoman pada standar kompetensi yang
tercantum dalam kurikulum.
Media pembelajaran dalam proses pembelajaran IPA juga harus
diperhatikan. Media pembelajaran adalah suatu alat yang berfungsi sebagai
pendukung untuk menyampaikan informasi kepada seseorang atau pendengar.
Dalam pembelajaran IPA, yang dimaksud menyampaikan informasi adalah
proses belajar mengajar antara guru dan siswa. Untuk itu, media digunakan
dalam proses belajar mengajar agar siswa mudah menerima sumber informasi
yang disampaikan guru secara konkret.
Peranan media dalam pembelajaran IPA sangatlah penting. Media
pembelajaran sedikit banyak akan meningkatkan intensitas apresiasi pada
IPA. Siswa akan termotivasi untuk lebih dekat dalam menggauli IPA dan
tentunya pembelajaran IPA akan semakin menarik dan interaktif. Secara garis
besar media pembelajaran dapat berupa; media elektronik, media cetak,
media gambar, media alamiah, dan media orang (Mulyasa, 2003: 48).
Digunakannya media dalam pembelajaran IPA agar guru dalam menstransfer
bahan pembelajaran dapat diserap sebanyak-banyaknya dan sebaik-baiknya
oleh siswa. Di samping itu, penggunaan media juga dimaksudkan agar
informasi yang dikomunikasikan oleh guru dapat lebih jelas dan konkrit.
13
Metode pembelajaran adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik
untuk mencapai maksud (Moeliono, 1988: 580). Berdasarkan pengertian
tersebut, metode pembelajaran IPA adalah suatu cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran pada saat proses belajar mengajar.
Metode berhubungan dengan cara (bagaimana) membelajarkan IPA
secara tepat. Metode digunakan dalam pembelajaran untuk mengatur waktu
dan materi dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang tepat
harus mementingkan proses atau melibatkan aktivitas siswa, karena hal itu
akan memperkuat tumbuh dan berkembangnya kreativitas siswa. Jika hal ini
benar-benar dilaksanakan tentunya tujuan guru menyampaikan materi kepada
siswa akan terlaksana sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Dengan menggunakan metode pembelajaran yang terencana, hasil
pembelajaran akan memuaskan. Kekurangmantapan metode pembelajaran
IPA berpangkal pada kurang jelasnya konsep yang dianut dalam proses
pembelajaran IPA tersebut. Metode pembelajaran yang kabur, tujuan
pembelajarannyapun jadi kurang jelas. Akibatnya, dalam proses belajar
mengajar tujuan pembelajaran yang ingin dicapai menjadi hilang.
Metode pembelajaran IPA yang umum dilaksanakan di sekolah-sekolah
adalah diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, praktikum dan ceramah.
Sebagaimana diketahui setiap metode tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Di samping itu, situasi dan kondisi kelas
maupun bahan pembelajaran berpengaruh terhadap pemilihan metode yang
akan digunakan. Oleh karena itu, metode-metode yang digunakan dalam
penerapannya dihubungkan agar saling melengkapi model pembelajaran yang
variatif.
F. Sistem Evaluasi Pembelajaran IPA
Evaluasi pada hakekatnya merupakan suatu proses, yang dilakukan guru
dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Proses ini dilakukan dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran
14
secara berkelanjutan atau terus menerus. Hal ini dilakukan dengan maksud
agar guru benar-benar melakukan evaluasi dengan tepat dan terarah.
Penilaian (evaluation) adalah judgement kualitatif (keputusan nilai) terhadap
suatu hal, benda, orang berdasarkan suatu norma atau kriteria tertentu
(Kusnadi, 2004: 9). Artinya bahwa penilaian adalah suatu kegiatan
memberikan keputusan nilai terhadap suatu hal, benda, orang berdasarkan
norma atau kriteria tertentu (dalam hal ini adalah siswa). Penilaian yang
dimaksud adalah kegiatan pemberian keputusan terhadap tingkat keberhasilan
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Menurut Ghufron (2006), penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar siswa yang dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan.
Dengan adanya penilaian, guru dapat memperoleh gambaran dan mengetahui
tingkat pemahaman siswa dalam menyerap materi, ketepatan dalam memilih
materi, dan ketepatan metode yang digunakan guru dalam pembelajaran.
Menurut Kusnadi (2004: 01) yang mengutip dari Allen and Yen, menyatakan
bahwa ada empat macam konteks penilaian dalam dunia pendidikan yang
masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, yaitu: 1)seleksi, 2) klasifikasi,
3) evaluasi, dan 4) konseling. Berdasarkan klasifikasi tersebut, penilaian yang
dilakukan dalam pembelajaran IPA lebih banyak bersifat evaluatif. Pada
bidang studi IPA, penilaian lebih banyak diarahkan pada tujuan untuk
mengetahui seberapa jauh efektivitas proses pembelajaran IPA dengan
melihat seberapa jauh kompetensi yang dicapai oleh siswa melalui berbagai
ranah penilaian.
Tujuan penilaian secara detail antara lain : 1) mengetahui tingkat pencapaian
kompetensi siswa, 2) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa, 3)
mendiagnosis kesulitan belajar siswa, 4) mengetahui hasil pembelajaran, 5)
mengatahui pencapaian kurukulum, 6) mendorong siswa belajar, 7)
mendorong guru agar mengajar dengan baik (Kusnadi, 2004: 16).
Evaluasi terhadap siswa dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis. Bloom,
membagi penilaian itu berdasar tiga kategori (ranah) yang kemudian terkenal
15
dengan Taksonomi Bloom. Ketiga ranah itu ialah ranah kognitif, ranah
psikomotorik, dan ranah afektif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di
dalamnya kemampuan memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis
dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan kognitif adalah kemampuan
berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi (Mimin Haryati, 2007: 22).
Tidak jauh berbeda dengan penilaian kognitif, penilaian psikomotor
dimulai dengan pengukuran hasil belajar. Perbedaannya adalah pengukuran
hasil belajar ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan
pengukuran hasil belajar ranah psikomotor dilakukan dengan menggunakan
tes unjuk kerja, lembar tugas atau lembar pengamatan.
Menurut Leighbody (1968) dalam melakukan penilaian hasil belajar
keterampilan sebaiknya mencakup: Pertama, kemampuan siswa
menggunakan alat dan sikap kerja. Kedua, kemampuan siswa menganalisis
suatu pekerjaan dan menyusun urutan pekerjaan. Ketiga, kecepatan siswa
dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Keempat, kemampuan
siswa dalam membaca gambar dan atau symbol. Kelima, keserasian bentuk
dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan. Dengan
demikian, penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus
mencakup persiapan, proses dan produk. Penilaian dapat dilakukan saat
proses belajar (unjuk kerja) berlangsung dengan cara mengetes siswa atau
bisa juga setelah proses belajar (unjuk kerja) selesai (Mimin Haryati, 2007:
26-27).
Ranah afektif lebih merujuk pada sikap, perasaan serta berhubungan
dengan nilai-nilai moral. Karakteristik ranah afektif yang penting diantaranya
sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral.
Moekijat, 1992 (Mulyasa, 2006: 249), mengemukakan teknik penilaian
pembelajaran yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
antara lain: (1) penilaian belajar pengetahuan bisa dilakukan dengan
menggunakan ujian tulis, lisan, daftar isian persetujuan, (2) penilaian belajar
16
keterampilan bisa dilakukan dengan ujian praktik, analisis keterampilan, dan
analisis tugas, (3) penilaian belajar sikap bisa dilakukan dengan daftar isian
sikap dari diri sendiri, daftar isian sikap yang disesuaikan dengan tujuan
program dan skala deferensial semantik.
Teknik penilaian di atas dianggap sebagai contoh, sedangkan guru dapat
mengubah maupun mengembangkannya sesuai dengan karakteristik peserta
didik dan kemampuan guru sendiri. Tentunya hal tersebut tetap
diperhitungkan oleh guru supaya dalam suatu penilaian pembelajaran dapat
dilakukan secara efektif dan memperoleh hasil yang sahih.
Sistem penilaian yang digunakan dalam mata pelajaran IPA adalah sistem
penilaian berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
jauh siswa telah memiliki kompetensi berkenaan dengan mata pelajaran
pendidikan IPA. Sistem penilaian harus mencakup semua kompetensi dasar
dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh guru (Depdiknas,
2005). Oleh karena itu, dalam sistem penilaian berkelanjutan guru perlu
membuat perencanaan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester,
dengan membuat kisi-kisi. Selain itu dalam merencanakan penilaian, guru
perlu menentukan jenis tagihan dan instrumen penilaiannya yang tepat.
Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator
pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, psikomotorik dan
afektif. Ada tujuh teknik yang dapat digunakan: penilaian unjuk kerja,
penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk,
penggunaan portofolio dan penilaian diri. (Depdiknas: Model Penilaian Kelas
KTSP untuk SMP dan MTs, 2006).
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan siswa dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut siswa
melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium, praktik sholat,
presentasi, diskusi, dan lain-lain. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik
daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan
siswa yang sebenarnya.
17
Penilaian sikap terdiri dari 3 komponen: afektif, yang meliputi perasaan siswa
terhadap suatu objek; kognitif, meliputi keyakinan siswa terhadap suatu
objek; dan konatif, merupakan kecenderungan berperilaku melalui cara-cara
tertentu berkenaan dengan kehadiran objek. Objek yang perlu dinilai dari
siswa antara lain sikap terhadap materi pelajaran, sikap terhadap guru /
pengajar, sikap terhadap proses pembelajaran, dan sikap yang berkaitan
dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran.
Penilaian tertulis merupakan penilaian dimana soal dan jawaban yang
diberikan kepada siswa dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal, siswa
tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam
bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan
sebagainya. Ada 2 macam bentuk dalam penilaian tertulis yakni netuk tes
tertulis dan bentuk mensuplai jawaban. Bentuk tes tertulis dalam bentuk
memilih jawaban antara lain berupa pilihan ganda, 2 pilihan (benar-salah, ya-
tidak), menjodohkan, dan sebab akibat. Bentuk tes tertulis dalam bentuk
mensuplai jawaban antara lain berupa isian/ melengkapi, jawaban singkat /
pendek, dan uraian.
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu
tugas yang harus diselesaikan dalam periode / waktu tertentu. Tugas tersebut
berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan,
kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan siswa pada
mata pelajaran tertentu secara jelas.
Penilaian diri (self asessment) merupakan suatu teknik penilaian
dimana siswa diminta untuk menilai dirinya berkaitan dengan status,proses,
dan tingkat pencapaian kompetensi dasar yang dipelajarinya. Penilaian diri
digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian kelas yang dilakukan oleh guru menghasilkan informasi
pencapaian kompetensi siswa yang dapat digunakan untuk perbaikan
(remedial) bagi siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan, pengayaan
18
bagi siswa yang mencapai kriteria ketuntasan lebih cepat dari waktu yang
disediakan, perbaikan program dan proses pembelajaran, pelaporan, dan
penentuan kenaikan kelas.
19
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Jenis
penelitian ini mendeskripsi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPA
terpadu di sekolah sesuai dengan hasil tanggapan yang diberikan guru-guru
responden. Data-data tersebut diperoleh melalui kegiatan pengamatan di lapangan,
wawancara, dan studi dokumentasi.
B. Tempat Penelitian
Tempat untuk melaksanakan penelitian ini adalah di SMPN-SMPN di
Kabupaten Bantul Yogyakarta.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah berupa lembar observasi
pembelajaran di kelas dan angket yang digunakan untuk memperoleh data
mengenai keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu. Instrumen lain yang
digunakan adalah kuisioner yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan data seputar pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu berdasarkan
Kurikulum 2006 di SMPN-SMPN di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
D. Sampel Sumber Data
Subyek penelitian yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah guru-
guru IPA (fisika dan biologi) yang tergabung dalam MGMP IPA SMP Kabupaten
Bantul yang dipilih secara purposive sampling menurut wilayah (homebase)
MGMP. Jumlah sampel sebanyak 26 orang guru yang berasal dari 8 homebase
MGMP IPA Kabupaten Bantul.
20
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini ada empat
macam yaitu sebagai berikut:
1. Data mengenai keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu diperoleh
melalui observasi pembelajaran di kelas.
2. Data tersebut juga diperoleh melalui penyebaran angket pada pertemuan
MGMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta.
3. Melalui wawancara secara mendalam, yaitu wawancara melalui tatap
muka dan pertemuan secara langsung dengan MGMP mata pelajaran IPA
di SMP Kabupaten Bantul untuk mengungkap informasi mengenai
pembelajaran IPA terpadu berdasarkan Kurikulum 2006. Teknik
wawancara digunakan untuk mengungkap data yang sulit ditemukan
dengan angket. Di samping itu, metode wawancara digunakan untuk
mengecek data yang didapat melalui angket.
4. Analisis dokumen, yaitu mengungkap data-data tentang perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran, dan sistem evaluasi pembelajaran IPA
terpadu yang disusun oleh guru mata pelajaran IPA.
F. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik yang dikembangkan
Sugiyono (2007) dan Moleong (1996) tentang metode penelitian kualitatif.
Berikut ini rincian teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian ini.
Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2007:334).
Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceriterakan kepada orang lain (Sugiyono, 2007:335).
21
Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh unsur-unsur data berasal dari
angket, wawancara, dan dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah,
langkah selanjutnya adalah:
1. Perbandingan antar Data
Kegiatan ini adalah memberi kode, menggolong-golongkan dan
mengelompokan data yang sejenis. Semua data diidentifikasi dan
dikumpulkan menurut jenisnya.
2. Kategorisasi
Pada tahap ini, data-data yang sudah diberi kode dan dikelompokan
menurut jenisnya, kemudian data-data tersebut disederhanakan dan ditata
ulang sesuai dangan pertanyaan-pertanyaan dalam fokus masalah.
3. Tabulasi
Tahap ini adalah usaha penyajian data yang berbentuk tabel yang berisi
tema-tema data sederhana yang ditemukan, sehingga gambaran hasil
penelitian semakin jelas.
G. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian ini diutamakan pada uji kredibilitas data
(validitas internal). Uji kredibilitas dilakukan dengan:
1. Meningkatkan Ketekunan.
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis (Sugiyono,
2007:370).
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu
(Sugiyono, 2007:372).
Triangulasi dalam penelitian ini ada 3 macam, yaitu: triangulasi sumber,
triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber
22
pada sampel penelitian. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Sedangkan
triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan
wawancara dan observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil
uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang
sehingga ditemukan kepastian datanya.
3. Menggunakan Bahan Referensi
Yang dimaksud dengan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung
untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Antara lain
dengan kaset rekaman hasil wawancara, foto-foto dokumentasi dan data hasil
studi dokumentasi.
4. Mengadakan Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh
pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi
data, berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi
apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak
disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan
pemberi data dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah
temuannya dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data. Jadi tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan
akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud
sumber data atau informan (Sugiyono, 2007: 375-376).
23
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : persepsi guru terhadap
pengalaman penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu Kurikulum 2006,
kesesuaian pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu dengan perencanaan
pembelajaran, hambatan-hambatan yang dijumpai, serta solusi yang diberikan
dalam mengatasi hambatan dalam menyelenggarakan pembelajaran IPA
terpadu Kurikulum 2006 di SMP-SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan data dari
26 responden/guru mengenai tanggapan terhadap penyelenggaraan
pembelajaran IPA Terpadu di SMP-SMP di Kabupaten Bantul. Berikut
adalah persepsi guru terhadap pengalaman penyelenggaraan pembelajaran
IPA terpadu Kurikulum 2006 di SMP-SMP di Kabupaten Bantul yang
disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Persepsi Guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta terhadap Pengalaman Penyelenggaraan Pembelajaran IPA Terpadu Kurikulum 2006
No AspekPersepsi
Sudah BelumJml % Jml %
1 Pengalaman memperoleh penataran/ pelatihan/ workshop/ bimbingan teknis atau apapun namanya, berkaitan dengan penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu
14 53,84 12 46,16
2 Pengalaman melaksanakan pembelajaran IPA terpadu
6 23,07 20 76,93
3 Pemahaman terhadap menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu yang digunakan sebagai alasan tidak menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu
14 53,84 12 46,16
4 Ada tidaknya model/contoh penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu
14 53,84 12 46,16
24
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 26 responden/guru
ada 14 guru yang telah memperoleh penataran/ pelatihan/ workshop/
bimbingan teknis atau apapun namanya, berkaitan dengan penyelenggaraan
pembelajaran IPA Terpadu. Dari 14 guru yang telah mengikuti penataran
hanya 6 guru yang menerapkan pembelajaran IPA terpadu. Alasan yang
dikemukakan adalah guru belum paham terhadap pembelajaran IPA terpadu,
serta belum adanya model/contoh pembelajaran IPA terpadu.
Adanya penataran/pelatihan tentang pembelajaran IPA terpadu
menuntut guru untuk mampu melaksanakan pembelajaran IPA terpadu di
kelas. Pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu yang dilakukan oleh guru dapat
dilihat dalam tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu Kurikulum 2006 oleh Guru-Guru IPA SMP di Kapupaten Bantul Yogyakarta
No. Aspek Jawaban Jml1. Pelaksana pembelajaran IPA
terpadu di kelasSendiri 10Team Teaching 4
2. Model keterpaduan materi pembelajaran IPA terpadu
Connected 7Webbed 7Intregrated 1
3. Topik/tema/persoalan pembelajaran yang dipilih untuk bahan pembelajaran IPA terpadu
Global Warming 2Bahan Kimia 2Pencemaran Lingkungan 3Zat Aditif dan Psikotropika 3Zat dan Wujudnya 2Fotosintesis 5Mikroskop 1Alat optik (mata) 1Sistem Pencernaan 2Ekosistem 1Hama dan Penyakit pada Tanaman 1
Sumber tegangan 1Macam-macam energi 1Indra Penglihatan 1
25
No. Aspek Jawaban Jml3. Ada/tidaknya pengaruh
pembelajaran IPA terpadu terhadap kemampuan kognitif, kemampuan proses sains, kemampuan berfikir kritis, kemampuan berfikir kreatif, maupun kemampuan-kemampuan lainnya.
Ada
9
Tidak 0
4. pengaruh pembelajaran IPA terpadu tersebut terhadap kemampuan belajar siswa.
Kemampuan belajar siswa lebih meluas dan lebih kreatif
1
Karena siswa diajar oleh guru mapel (Fisika, Biologi), sehingga timbul sedikit kebingungan apakah masuk Biologi atau Fisika
15
Siswa lebih senang, beban belajar berkurang 16
Pengaruh belum tampak dan belum terukur, tetapi ketertarikan/motivasi belajar meningkat
19
Siswa mampu mengaitkan antarmasalah yang sedang dipelajari melalui berbagai sudut pandang
21
Motivasi belajar siswa meningkat 22
Belum begitu tampak tetapi menjadikan anak termotivasi
23
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian guru yang telah mengikuti
penataran/ pelatihan sudah melaksanakan pembelajaran di kelas dengan
metode team teaching. Keterlaksanaan pembelajaran ini pun juga memiliki
dampak positif. Salah satunya ialah meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar.
Keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu menuntut guru untuk
menguasai lebih dari satu mata pelajaran. Dalam proses pelaksanaannya tidak
semua berjalan lancar, tetapi ada beberapa hambatan yang dihadapi guru
dalam melaksanakan pembelajaran IPA terpadu. Berikut ini adalah hambatan
26
yang dihadapi guru dalam penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu,
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Hambatan yang dihadapi Guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta dalam Menyelenggarakan Pembelajaran IPA Terpadu dan dan Solusi yang Diberikan.
No. Aspek Jawaban Jml1. Ada tidaknya kesulitan-kesulitan
yang Bapak/Ibu hadapi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran IPA terpadu
Ada9
Tidak1
2 Kesulitan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu
Belum ada buku pegangan bagi siswa 1
Bahan ajar belum mencukupibelum ada Sarana untuk praktikKadang terjadi masalah yang sama antara guru Biologi dan Fisika (memberi soal yang sama dalam satu paket soal)
15
Kurang menguasai lintas ilmu IPA, sehingga dalam menyusun rencana/melaksanakan/mengevaluasi masih ngambang
17
Penguasaan materi Fisika (bagi guru Biologi)
18
Penguasaan materi Fisika dan Kimia belum maksimal
19
Perencanaan: pembelajaran masih sangat dibatasi oleh SI dalam kurikulum sekolah
21
Evaluasi: ada dilema dengan masalah UN (mungkin dalam SKL
21
27
No. Aspek Jawaban Jmltidak ada)Mengaitkan secara langsung secara realita 22
Belum menguasai materi terutama materi Kimia dan Fisika
23
Sulit memadukan SK dan KD (materi) yang akan diajarkan
24
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar guru
menghadapi kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran IPA Terpadu.
Kurangnya pemahaman guru tentang pembelajaran IPA Terpadu dan
ketersediaan sarana atau fasilitas belajar menjadi kendala utama dalam
pembelajaran. Selain itu guru masih mengalami kesulitan dalam memberikan
pengalaman belajar secara langsung, dikarenakan guru harus menguasai lebih
dari satu mata pelajaran dan menghubungkan antara materi biologi dengan
materi fisika, sehingga beberapa siswa masih bingung untuk membedakan
mana pelajaran biologi dan fisika.
Adanya hambatan yang dihadapi guru, tak luput dari harapan untuk
keberhasilan keterlaksaan pembelajaran IPA Terpadu ke depannya. Berikut
harapan yang lebih baik dalam pembelajaran IPA Terpadu yang disajikan
dalam tabel 4.
Tabel 4. Harapan Guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta dalam pembelajaran IPA Terpadu
No. Pertanyaan Jawaban Responden1. Komentar/saran/harapan
Bapak/Ibu terhadap model pembelajaran IPA terpadu adalah:
a. Adanya bahan ajar yang up to date terhadap IPA terpadu
b. Adanya buku-buku gratis bagi siswa tidak mampu
c. Pelatihan diklat bagi guru-guru IPA terpadu
1
Diadakan diklat IPA 2
28
No. Pertanyaan Jawaban Respondenterpadua. Diadakan diklat
pelatihan khusus materi IPA terpadu
b. Untuk materi IPA terpadu, dimasukkan dalam kurikulum
3
a. Ada pelatihan tentang modul pembelajaran IPA terpadu
b. Belum ada kesepakatan materi yang dipadukan
4
Diadakan diklat IPA terpadu 5
a. Penguasaan materi guru Biologi terhadap materi Fisika tidak matang dan sebaliknya
b. Diberi model pembelajaran IPA terpadu
c. Diberi pemetaan materi IPA terpadu
d. Diberi pelatihan/bimbingan teknis IPA terpadu
e. Tambahan guru Biologi untuk materi Fisika dan sebaliknya
6
a. Guru Fisika biasanya kurang menguasai materi Biologi dan sebaliknya
b. Agar diadakan tambahan materi Biologi dan Fisika untuk guru-guru
7
29
No. Pertanyaan Jawaban RespondenIPA melalui diklat
c. Mohon diberikan pemetaan materi IPA yang dapat dipadukan secara jelas
d. Mohon diberikan model pada guru-guru IPA
e. Diberikan bimbingan teknis untuk IPA terpadu
a. Mohon dalam penyusunan silabus antara Fisika dan Biologi maupun Kimia tidak terpisah
b. Mohon diadakan diklat IPA terpadu dan langsung diberikan langsung contoh pembelajarannya itu seperti apa, sehingga guru-guru IPA tersebut dapat melaksanakan pembelajaran IPA terpadu
8
a. Diadakan penyusunan kerangka Model Pembelajran IPA terpadu (tidak terpisah antara Fisika, Biologi dan Kimia)
b. Mohon dalam silabus materi IPA juga sudah terpadu
c. Diadakan diklat untuk guru-guru IPA SMP agar
9
30
No. Pertanyaan Jawaban Respondentidak terjadi perbedaan dalam memberikan materi IPA terpadu
a. Perlu diadakan diklat/workshop tetntang IPA terpadu
b. Diadakan bahan/referensi IPA terpadu
10
a. Perlu pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran
b. Bahan ajar harus sesuai dengan pembelajaran IPA terpadu
c. Perlu pelatihan bagi guru-guru IPA untuk mendalami materi yang belum dikuasai
12
a. Mohon ada pelatihan/pendalaman materi bagi guru IPA Biologi mengenai materi Fisika dan Kimia dan sebaliknya
b. Ada kurikulum, modul, model, dll untuk pembelajaran IPA terpadu
c. Sarana prasarana pendukung untuk pembelajaran IPA terpadu
14
a. Kurikulum dibuat pembelajaran IPA terpadu
b. Ada model-model pembelajaran IPA
15
31
No. Pertanyaan Jawaban Respondenterpadu
a. Perlu sosialisasi dalam bentuk pembelajaran IPA terpadu
b. Perlu bahan/materi yang perlu dipadukan
c. Perlu pembimbing
17
Adanya pelatihan/pendalaman materi Fisika pada guru Biologi dan sebaliknya sehingga guru IPA dapat mengajar beberapa mata pelajaran (Fisika/Biologi)
18
Sosialisasi keterlakasanaan pembelajaran IPA terpadu mohon langsung ke sasaran/ke sekolah dan ada pendamping serta modeling
19
a. Sosialisasi bentuk-bentuk IPA terpadu dan materi tentang pembelajaran IPA terpadu
b. Diklat yang berkaitan dengan pembelajaran IPA terpadu
20
Baik untuk membentuk proses berpikir secara logis
22
a. Ada modelingnyab. Ada buku
pedoman yang jelas
23
32
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa harapan yang ada dari tanggapan
guru mengenai keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu yaitu adanya bahan
ajar yang up to date terhadap IPA terpadu, diadakan tambahan materi Biologi
dan Fisika untuk guru-guru IPA melalui diklat, diberikan pemetaan materi
IPA yang dapat dipadukan secara jelas, adanya buku pedoman yang jelas,
adanya pelatihan/pendalaman materi Fisika pada guru Biologi dan sebaliknya,
sehingga guru IPA dapat mengajar beberapa mata pelajaran (Fisika/Biologi),
serta adanya bimbingan langsung terhadap guru. Pemahaman guru terhadap
KTSP diperlukan untuk keberhasilan dalam pembelajaran di kelas karena
guru merupakan salah satu komponen sekolah yang menentukan keberhasilan
dalam pelaksanaan KTSP.
B. PEMBAHASAN
Keterlaksaan KTSP dalam pembelajaran IPA Terpadu dapat diartikan
sebagai penerapan pembelajaran IPA Terpadu yang berpedoman pada KTSP.
Keterlaksaan KTSP mencakup kegiatan pokok yaitu, pengembangan strategi
pelaksanaan, pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan evolusi
(Mulyasa, 2006:247). Keberhasilan keterlaksanaan pembelajaran IPA
Terpadu sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru IPA yang akan
menerapkan dan mengaktualisasikan pembelajaran IPA Terpadu berdasarkan
KTSP. Kemampuan guru tersebut terutama berkaitan dengan pengetahuan
dan keterampilan, serta tugas yang diberikan kepada guru tersebut.
1. Keterlaksanaan KTSP dalam Pembelajaran IPA Terpadu
a. Aspek Persiapan
Persiapan penerapan KTSP terdapat dalam strategi pengembangan KTSP yang
meliputi diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku-
buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang mendorong pelaksanaan
kurikulum di lapangan (Mulyasa, 2006:153). Sekolah sebagai tempat
berlangsungnya pembelajaran perlu memikirkan dan berupaya untuk
melakukan tindakan-tindakan persiapan penerapan KTSP. Sosialisasi perlu
dilakukan secara sungguh-sungguh kepada berbagai pihak agar KTSP dapat
33
dipahami dan diterapkan secara optimal, karena sosialisasi meru[pakan
langkah penting yang akan menunjang keberhasilan pelaksaan kurikulum.
Pemahaman yang dimaksud adalah sejauh mana warga seklah mampu
memahami tujuan pelaksanan KTSP dan melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan KTSP.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, sebanyak 14 guru telah
memperoleh penataran/ pelatihan/ workshop/ bimbingan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pembelajaran IPA Terpadu, sedangan 12 guru belum
mendapatkan penataran. Akan tetapi, dari jumlah guru yang telah
memperoleh penataran hanya 6 orang guru yang sudah melaksanakan
pembelajaran IPA Terpadu. Namun ada beberapa guru yang belum pernah
mengikuti kegiatan penataran KTSP di SMP Kabupaten Bantul. Hal ini
dikarenakan guru yang ada pada sekolah tersebut tidak pada bidang yang
dikuasainya, sehingga kurang memahami tentang KTSP pada pembelajaran
IPA Terpadu.
b. Aspek Pelaksanaan
Guru merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses belajar
mengajar. Demikian halnya dengan pengembangan KTSP yang menuntut
aktivitas dan kreativitas guru dalam membentuk kompetensi pribadi peserta
didik. Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan pelaksanaan KTSP. Pembelajaran akan berhasil dengan baik,
jika seorang guru sudah mampu memahami Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) serta menjabarkannya dalam indikator. Guru juga
harus menguasai materi standar dan menggunakan metode yang tepat dalam
pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk mampu mengintegrasikan
pembentukan karakter peserta didik ke dalam pengalaman belajar, serta
mampu mengelola kelas dengan baik agar tercipta suasana belajar yang
menyenangkan dan kondusif yang mampu menumbuhkan semangat belajar
peserta didik, sehingga dapat mengembangkan dirinya secara optimal
(Mulyasa, 2006: 162).
34
Guru merupakan salah satu komponen sekolah yang menentukan keberhasilan
dalam pelaksanaan KTSP. Keterlaksanan KTSP menuntut dukungan tenaga
kerja yang terampil, dan berkualitas. Di samping itu, dituntut kemandirian
dan kretivitas sekolah dalam mengelola pendidikan dan pembelajaran dibalik
otonomi yang dimilikinya. Sekolah harus mampu mencermati kebutuhan
peserta didik yang bervariasi, kondisi lingkungan yang beragam, serta
harapan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan ada 6 orang guru yang
telah menerapkan pembelajaran IPA Terpadu. Namun, ada 17 guru yang
belum menerapkan pembelajaran IPA Terpadu. Hal ini dikarenakan ada
beberapa guru yang belum paham terkait pemahaman pembelajaran IPA
Terpadu dan belum ada model penerapan IPA Terpadu.
Pelaksanaan pembelajaran Terpadu ditinjau dari dari sifat materi yang
dipadukan ada dua macam. Pertama bentuk implementasi pembelajaran intra
(dalam) bidang studi dan ke dua inter (antar) bidang studi. Pembelajaran
terpadu yang dilaksanakan intra bidang studi dengan memadukan sub pokok
bahasan, sub konsep yang terdapat pada mata pelajaran Biologi. Pelaksanaan
pembelajaran IPA Terpadu dilakukan secara mandiri oleh 10 guru, sedangkan
4 guru lainnya melaksanakan dengan team teaching. Model pembelajaran
yang paling banyak digunakan oleh guru terkait keterpaduan materi
pembelajaran yaitu model pembelajaran terpadu tipe connected dan webbed.
Model pembelajaran tersebut merupakan model pembelajaran yang
menggunakan pendekatan intra bidang studi. Model tersebut menggabungkan
satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain. Dari materi
tersebut secara tidak langsung dipadukan dengan matematika. Sebagai contoh
yang lain pada materi fotosintesis walau guru ini tidak membuat perencanaan
tetapi dalam pelaksanakan memadukan dengan fisika.
Berdasarkan lembar angket yang diisi guru, pelaksanaan pembelajaran IPA
Terpadu memiliki pengaruh pada siswa berkaitan dengan kemampuan
kognitif, kemampuan proses sains, kemampuan berfikir kritis, kemampuan
berfikir kreatif. Dampak positif ditunjukkan dengan motivasi belajar siswa
35
meningkat dalam pembelajaran, kemampuan belajar siswa lebih meluas dan
lebih kreatif, siswa mampu mengaitkan antarmasalah yang sedang dipelajari
melalui berbagai sudut pandang, siswa lebih senang, beban belajar berkurang.
Dalam perencanaan pembelajaran guru telah memadukan tema dengan
memilih tema yang tidak terlalu luas, sehingga lebih mudah dalam pemaduan
materi pembelajaran, walaupun guru masih mengalami kendala seperti
memadukan tema yang sesuai. Selain dampak positif, ada pula dampak
negatif. Salah satunya ialah beberapa siswa yang masih bingung terkait
pembelajaran yang diterimanya, karena siswa diajar oleh guru mapel (Fisika,
Biologi), sehingga timbul sedikit kebingungan apakah masuk Biologi atau
Fisika.
2. Hambatan-hambatan yang Dihadapi dan Solusi dalam Pelaksanaan
Pembelajaran IPA Terpadu sesuai Tuntutan KTSP
Pembelajaran hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksteranal
yang datang dari lingkungan.
Hasil penelitian yang tercantum pada tabel 3 menunjukkan bahwa ada
hambatan-hambatan yang dihadapi guru IPA pada SMP di Kabupaten Bantul
dalam pelaksanaan KTSP. Hambatan-hambatan diperoleh melalui angket
terbuka yang diisi oleh guru. Salah satu hambatan yang dihadapi oleh
beberapa guru IPA pada SMP di Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan KTSP
diantaranya adalah pemahaman sebagian guru tentang KTSP masih kurang.
Terjadinya integrasi (penggabungan) mata pelajaran ilmu-ilmu alam menjadi
IPA Terpadu, dengan adanya hal tersebut guru mengalami kesulitan dalam
melaksanakan pembelajaran Biologi berbasis KTSP. Hal ini disebakan karena
guru dituntut untuk mengajar lebih dari satu mata pelajaran.
Selain itu, hambatan yang nampak adalah keterbatasan waktu dalam
penggunaan berbagai metode pembelajaran. Seorang guru diharapkan untuk
36
dapat mengatur waktu yang tersedia dalam mencapai suatu kompetensi dasar
tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu yang ditentukan
dirasakan kurang oleh sebagian guru, hal ini disebabkan oleh jumlah
kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik tidak sebanding dengan
alokasi waktu yang ada. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
dijelaskan bahwa proses pembelajaran harus diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran pada penerapan
KTSP harus dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar tersebut dapat
terwujud melalui penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik misalnya dengan metode inquiry, contextual,
problem solving, dan sebagainya. Namun dalam pelaksanaannya, guru merasa
terbebani dengan tagihan materi yang harus diselesaikan dalam satu semester,
sedangkan tujuan yang utama dari pembelajaran tetap terpatok pada
pencapaian kompetensi siswa. Karena terbatasnya waktu, maka penggunaan
berbagai metode pembelajaran selama ini belum bisa berlangsung secara
optimal.
Selain itu, faktor penghambat lainnya adalah kurang siapnya siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran berdasarkan KTSP. Hal ini disebabkan karena
siswa masih terbiasa dengan sistem konvensional yaitu siswa pasif dalam
pembelajaran. Hal ini berbeda dengan pembelajaran berdasarkan KTSP,
siswa menjadi sentral dalam proses pembelajaran, sedangkan guru hanya
sebagai fasilitator dalam menciptakan suasana kelas yang menyenangkan
untuk kegiatan belajar mengajar.
Faktor sarana dan prasarana juga menjadi hambatan dalam keterlaksanaan
pembelajaran IPA Terpadu. Sarana dan prasarana pendidikan mempunyai
37
peran penting dalam mendukung proses belajar mengajar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahwa ada sekolah yang belum mempunyai sarana dan
prasarana yang memadai. Termasuk di dalamnya yaitu kurang lengkapnya
alat dan media pembelajaran. Hal ini terlihat dari kurang lengkap dan
terbatasnya sarana yang digunakan untuk kegiatan praktikum.
Buku pegangan merupakan salah satu media pendukung pelaksanaan
pembelajaran IPA Terpadu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketersediaan buku pegangan peserta didik belum mencukupi. Hal ini
mengakibatkan proses embelajaran kurang efektif dan efisien, karena peserta
didik tidak bisa mempelajari materi di luar jam pelajaran dan guru harus
menyampaikan semua materi di dalam kelas, sedangkan materi yang harus
dikuasai siswa cukup banyak.
Idealnya, keterlaksanaan KTSP menuntut pemahaman guru secara
komprehensif tentang konsep, penyusunan, implementasi KTSP serta
ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung keterlaksaan KTSP.
Namun kenyataannya di lapangan keterlaksaan KTSP masih dihadapkan pada
permasalahan klasik dunia pendidikan di Indonesia yaitu SDM, terutama guru
sebagai pendidik dan ketersediaan sarana dan prasarana yang masih minim.
Keberhasilan keterlaksanaan KTSP bergantung pada kemampuan seorang
guru, karena guu adalah perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum
bagi kelasnya. Sekalipun guru tidak mencetuskan sendiri kopnsep-konsep
tentang kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum yang datang dari
pusat. Gurulah yang mengolah, meramu kembali kurikulum. Peranan guru
sangat penting dalam keberhasilan tujuan dari pendidikan, karena guru bukan
hanya menilai perilaku dan prestasi belajar siswa dalam kelas, tetapi juga
menilai keterlaksanaan kurikulum dalam lingkup yang lebih luas (Nana
Syayodih, 1997:157).
Solusi yang ada dari tanggapan guru mengenai keterlaksanaan pembelajaran
IPA Terpadu yaitu adanya bahan ajar yang up to date terhadap IPA terpadu,
diadakan tambahan materi Biologi dan Fisika untuk guru-guru IPA melalui
diklat, diberikan pemetaan materi IPA yang dapat dipadukan secara jelas,
38
adanya buku pedoman yang jelas, adanya pelatihan/pendalaman materi Fisika
pada guru Biologi dan sebaliknya, sehingga guru IPA dapat mengajar
beberapa mata pelajaran (Fisika/Biologi), serta adanya bimbingan langsung
terhadap guru. Pemahaman guru terhadap KTSP diperlukan untuk
keberhasilan dalam pembelajaran di kelas karena guru merupakan salah satu
komponen sekolah yang menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan KTSP.
Oleh karena itu, masih diperlukan kegiatan sosialisasi KTSP untuk
meningkatkan pemahaman guru tentang KTSP, selain itu juga guru dapat
mempelajari buku-buku tentang KTSP.
39
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta belum banyak atau masih
sedikit memiliki pengalaman menyelenggarakan pembelajaran IPA
terpadu oleh karena guru-guru belum memiliki pemahaman yang memadai
dan belum adanya contoh/model penyelenggaraan pembelajaran IPA
terpadu Kurikulum 2006.
2. Model pelaksanaaan pembelajaraan IPA terpadu guru-guru IPA SMP di
Kabupaten Bantul Yogyakarta dilaksanakan secara individual maupun
kelompok dengan bentuk keperpaduan materi pembelajaran secara
connected maupun webbed dengan tema/topik yang beragam.
3. Guru IPA SMP-SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta masih mengalami
hambatan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran IPA terpadu.
Hambatan-hambatan tersebut diantaranya adalah guru mengalami
kesulitan memadukan SK dan KD (materi) yang akan diajarkan dan
kurang menguasai lintas ilmu IPA.
4. Harapan guru-guru IPA SMP di Kabupaten Bantul Yogyakarta agar dapat
menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu diantaranya adalah
tersedianya bahan ajar yang up to date terhadap IPA terpadu, diadakan
tambahan materi Biologi dan Fisika untuk guru-guru IPA melalui diklat,
diberikan pemetaan materi IPA yang dapat dipadukan secara jelas, adanya
buku pedoman yang jelas, serta adanya bimbingan langsung terhadap guru.
40
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi guru:
a. Untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran IPA terpadu perlu
menyiapkan diri dengan berbagai pengalaman teori dan praktik
beserta contoh-contoh pembelajran IPA terpadu melalui berbagai
forum pertemuan Guru.
b. Agar dapat memadukan berbagai materi pembelajaran yang dipelajari
dalam IPA diperlukan pemahaman dan penguasaan lintas ilmu dalam
dalam lingkup IPA sehingga berbagai pola pembelajaran IPA terpadu
dapat dilaksanakan.
2. Bagi sekolah:
Pihak sekolah perlu memfasilitasi berbagai keperluan guru dalam
penyelenggaraan pembelajaran IPA terpadu baik sarana dan prasana,
pembelajaran, bahan ajar, maupun penyelenggaaan diklat untuk
meningkatkan kemampuan dan pemahaman guru dalam materi lintas
bidang ilmu IPA.
41
DAFTAR PUSTAKA
BSNP. (2006). Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran: Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdiknas.
Haryati, Mimin. (2007). Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Pers.
Moleong, Lexy. J. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2005). Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, 23 dan 24. 2006. Tentang Standar Isi, Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaannya.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Research and Development. Bandung: Alfabeta.
Suparno, Paul. (2007). Kajian dan Pengantar Kurikulum IPA SMP dan MTs: Buku Kuliah Mahasiswa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
42
top related