laporan pendahuluan efusi pleura
Post on 15-Jan-2016
59 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
LAPORAN KASUS KOMPREHENSIF I
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn/Ny/An....... DENGAN................ DI
RUANG/UNIT......................... RUMAH SAKIT PARU JEMBER
OLEH:
AHMAD NASRULLAH
NIM.................................
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2015
2
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus komprehensif I yang dibuat oleh:
Nama :
NIM :
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn/Ny/An.......
DENGAN................ DI RUANG/UNIT......................... RUMAH
SAKIT PARU JEMBER
telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
Jember, ......................... 2015
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,
__________________________ _________________________
NIP.............................................. NIP............................................
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN.........................................................................
A. Definisi Penyakit..........................................................................................
B. Epidemiologi................................................................................................
C. Etiologi.........................................................................................................
D. Tanda dan Gejala..........................................................................................
E. Patofisiologi..................................................................................................
F. Komplikasi...................................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................
H. Clinical Pathway..........................................................................................
I. Penatalaksanaan Medis................................................................................
J. Penatalaksanaan Keperawatan.....................................................................
J.1 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)..........................
J. 2 Perencanaan/Nursing Care Plan.........................................................
H. Daftar Referensi...........................................................................................
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN....................................
A. Pengkajian...................................................................................................
B. Problem List................................................................................................
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan................................................................
D. Perencanaan/Nursing Care Plan...................................................................
E. Catatan Keperawatan/Nursing Note.............................................................
F. Catatan Perkembangan/Progress Note.........................................................
4
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Efusi pleura adalah suatu istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan
dalam rongga pleura (Price&Wilson, 2012). Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak di antara permukaan viseral dan parietal,
proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit
sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002). Efusi pleura dapat berupa transudate atau eksudat.
Jadi, Efusi pleura adalah suatu keadaan penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan karena terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita.
B. Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis.
Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang
1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul
oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang
disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas
efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis
biochemical dalam cairan pleura.
C. Etiologi
5
Ada berbagai keganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada
umumnya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain
karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang
ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah
karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil,
adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling
banyak menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini
biasanya terletak di daerah perifer paru. Limfoma dan keganasan lain pada
kelenjar limfe di daerah hilus pare dan mediastinum juga dapat menyebabkan
efusi pleura.
Namun, ada beberapa penyebab yang sering terjadi efusi pleura berdasarkan
cairan yang terbentuk, efusi pleura disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Transudat
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindrome nefrotik, asites, sindrome vena cava superior,
tumor, sindrome meig. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pembuluhan darah. Penimbunan transudat dalam
rongga pleura disebut hidrotoraks.
2. Eksudat
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura,
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau absorbsi getah bening,
infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark, paru, radiasi,
penyakit kologen.
3. Efusi humoralgis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru
dan tubercolosis
4. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus
ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
6
penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
a. Peningkatan tekanan kapiler subpleura atau limfatik
b. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleura
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Berdasarkan lokasi cairan terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-paenyakit
seperti kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, tumor,
tuberkolosis.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Price & Wilson, 2005 menyatakan bahwa tanda dan gejala atau yang
biasa disebut dengan manifestasi klinis yang sering muncul dari efusi pleura yaitu:
1. Sesak nafas merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan.
Mengindikasikan efusi luas, namun biasanya <500ml
2. Nyeri dada pleuritik (pneumonia), biasanya dideskripsikan sebagai nyeri
tajam atau menusuk, terutama saat inspirasi dalam yeri dada
3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkenaa
5. Egofoni di atas paru yang tertekan dekat efusi
6. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
7. Fremitus vokal dan raba berkurang
8. Ruang intercostals menonjol (efusi yang berat).
9. Keletihan, demam, BB turun
10. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak.
11. Batuk, biasanya nonproduktif
12. Perkusi redup diatas efusi pleura
7
13. Adanya gejala-gejala lain seperti demam, menggigil, panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, dan banyak sputum.
E. Patofisiologi
Pada keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
vicelaris karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1-20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser
satu sama lain. Cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya akan
diabsorbsi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan
osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh sistem
limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal
yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viscelaris yaitu terdapatnya
banyak mikrovili disekitar sel-sel mesofelial.
Pada dasarnya jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Penyebab lainnya dapat
8
juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga
pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi yang diakibatkan oleh tuberkolusa paru adalah
eksudat. Eksudat yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-
kadang bisa juga hemarogik. Setiap ml cairan pleura bisa mengandung leukosit
antara 500-2000. Mula – mula yang dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain yaitu irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan
meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba
melemah, perkusi redup. Selain halhal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan
oleh effusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan
suhu, batuk dan berat badan menurun.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari penyakit efusi pleura akibat penanganan
yang terlambat maupun kurang tepat, meliputi :
1. Empiema
Infeksi. Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan
infeksi (empiema primer), dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelah
tindakan torasentesis {empiema sekunder). Empiema primer dan sekunder harus
didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk mencegah reaksi fibrotik.
2. Fibrosis paru
Fibrosis paru bukanlah suatu nama penyakit melainkan suatu keadaan
patologi akibat dari penyakit paru – paru yang tidak kunjung sembuh. Fibrosis
paru juga bisa mengakibatkan nekrosis. Salah satu penyebab dari fibrosis paru ada
TBC, seperti yang telah dijelaskan bahwa TBC merupakan salah satu penyebab
terjadinya efusi pleura, sehingga apabila efusi pleura tak kunjung sembuh dapat
menyebabkan fibrosis paru yang menunjukkan stadium akhir penyakit paru.
9
Fibrosis timbul sebagai akibar dari perbaikan jaringan sebgai mekanisme lanjutan
pada penyakiit paru yang menyebabkan peradangan dan nekrosis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor
penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dengan batas atas
yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan
jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut
kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto
toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat
jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto
postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi dekubitus lateral. Di
bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim dilakukan :
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. Efusi
pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50
ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga
pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan
adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USG dada
10
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
2. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
3. Analisa Cairan Pleura
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian
cairan pleura diambil dengan jarum, yaitu melalui thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
d. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
4. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50 -75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor
pleura. Bila ternaya hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan
beberapa biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Komplikasi biopsi antara lain pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi
atau tumor pada dinding dada.
11
12
H. Clinical Pathway
- Gagal jantung kiri- Obstruksi vena cava
superior- Asietas pada sirosis
hati- Obstruksi fraktus
urinarius
Terdapat jaringan narkotik pada septa
Kongesti pada pembuluh limfe
Reabsorbsi cairan terganggu
Peradangan pleura
Permeable membrane kapiler terganggu
- Peningkatan tekanan kapiler
- Penurunan tekanan koloid osmotic & pleura
- Penurunan tekanan intra pleura
Cairan protein dari getah bening masuk
rongga pleura
Konsentrasi protein cairan pleura meningkat
Eksudat
Gangguan tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotic intrapleura
Transudat
Penumpukan cairan pada rongga pleura
- Kuman (Kuman TB, diplococcus pneumonia streptococcus pyogenes, stafilococcus aureus dan hemofilik
Hipertermi
13
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Batuk bersputum
14
I. Penatalaksanaan Medis
1. Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 5 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi banyak maka
pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan satu jam.
2. Torakosentesis yaitu pengeluaran cairan dengan cara aspirasi cairan bisa
dilakukan dengan pemasangan water seal drainage (WSD), sampai pasien
merasa lega bernafas. Namun perlu diperhatikan bahwa pengeluaran cairan
pada setiap kali aspirasi tidak lebih dari 1500 cc dilakukan dalam 20-30 menit
dan bila masih ada cairan hendaknya dilakukan pada hari berikutnya.
3. Obat-obatan pada efusi pleura menimbulkan kontroversi karena efek
penyembuhan obat sangat rendah dan efek samping obat yang lebih dominan.
Misalnya penggunaan Citostatic misalnya tryetiophosporamide, dan zat lain
seperti atabrine tidak memberi hasil yang lebih . namun jenis obat seperti
antibiotik diberikan jika terjadi empiema.
4. Pleurodesis yaitu tindakan melekatkan pleura parietalis dan pleura viseralis
dengan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman kedalam rongga pleura
sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Bahan kimia yang lazim
digunakan adalah sitostatika seperti teotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adriamisin, dan doksorubisin. Untuk pemakian kuman yang
dipakai adalah corynebacterium parvum 5-10 mg dilarutkan dalam 20 ml
larutan garam fisiolodgis. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan
adalah tertasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru
sudah dalam keadaan mengembang.
5. Pleurektomi yaitu tindakan pengangkatan pleura parietalis, namun tindakan ini
jarang dilakukan kecuali jika tindakan lain tidak berhasil.
15
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data / identitas klien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Adanya sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disetrai
nyeri dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang
sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
Adanya demam yang menyeruoai influenza yang timbul berulang, batuk
lebih dari 2 minngu yang sifatnya non produkstif, nafsu makan menurun,
sesak napas dan nyeri dada.
d. Riwayat penyakit dahulu.
Perlu dikai adanya riwayat TBC paru, kegagalan jantung kongestif,
pnemonia, infark paru, maupun tumor paru.
e. Riwayat penyakit keluarga
Membahasa tentang riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota
keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab penyakit pasien
sekarang. Contohnya: kanker paru, TBC, dll
f. Pengkajian data dasar.
1) Data subyektif
- Mengeluh sesak nafas
- Mengatakan mual, anoreksia
- Mengeluh demam
- Mengeluh nyeri dada
2) Data obyektif
- Nafas pendek, dangkal, suara pernafasan lemah atau menghilang.
- Tidur miring kaki ditekuk
- Kadang meringis
16
- Batuk
- Dada tampak cembung, ruang antar iga datar, kurang bergerak sat
pernafasan/tertinggal.
- Getaran nafas saat perabaan menurun
- Fokal fremitus melemah, suara ketuk yang redup
- Berat badan menurun
- Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit
g. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan Umum : sedang
2) TTV:
Tekanan Darah : 120 / 70 mmHg
Pernafasan : 20 x / menit
Denyut nadi : 84 x / menit
Suhu tubuh : 36 ˚ C
3) Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
4) ROS (review Of System)
a) B1 (Breath)
- Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan
sesak
- Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi,
bau)
- Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
- Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada,
retraksi intercostal
- Fremitus fokal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
- Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi
paru, tumor, biopsi paru
b) B2 (Blood)
17
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi
- CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 2
detik
- Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
c) B3 (Brain)
- Tentukan GCS pasien
- Tentukan adanya keluhan pusing,
- Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari
adalah sekitar 6-7 jam.
- Ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan,
penciuman.
- Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri
misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan
datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri
menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien
d) B4 (Bladder)
- Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria,
retensi, inkontinensia
- Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal
adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
- Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri
tekan
- Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau
parenteral.
- Intake cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
- Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
e) B5 (Bowel)
- Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau
18
- Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
- Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri
tekan
- Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
- Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
- Peristaltic usus tiap menitnya
- Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair
atauberdarah)
- Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari
f) B6 (Bone)
- Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)
- Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan
fraktur
- Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
- Keadaan turgor kulit
J.1 Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien efusi pleura yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, defisiensi oksigen
4. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi
5. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf interkostal.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
7. Ketidakseimbangan perfusi jaringan berhubungan dengan kurangnya
suplay O2 ke jaringan perifer
8. Risiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan tindakan WSD
9. Defisit Perawatan diri berhubungan dengan kelemahan aktivitas
19
J.2 Perencanaan/Nursing Care Plan
21
No. DiagnosaPerencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional1. Bersihan jalan nafas tak
efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, bersihan jalan nafas pada klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil, klien akan :
1. Mempertahankan jalan nafas pasien
2. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
3. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki atau mempertahankan bersihan jalan nafas
1. Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalam dan penggunaan otot aksesori pernafasan.
2. Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif, catat karakter jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk produktif dan latihan nafas dalam.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, pengisapan sesuai keperluan.
5. Kolaborasi:6. Pemberian oksigen untuk
melembabkan udara/ mukosa hidung
7. Beri obat-obat sesuai indikasi (Agen mukolitik dan bronkodilator)
1. Penurunan bunyi nafas dapat mengindikasikan atelektasis. Ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret dan ketidakmampuan membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan.
2. pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis., efek infeksi dan atau hidrasi tidak adekuat) sputum berdarah kental atau hidrasi tidak adekuat) sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkial dan dapat memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
3. ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4. Mencegah obstruksi/aspirasi. Pengisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.
5. mencegah pengeringan membran mukosa, membantu pengenceran sekret.
6. agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
7. Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial, sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
22
23
K. Daftar Referensi
Baughman C Diane.2000. Keperawatan medical bedah, Jakarta:EGC.
Doenges E Mailyn.1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta: EGC.
Hudak,Carolyn M. 1997.Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Purnawan J. dkk.1982. Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.
Syamsuhidayat, Wim de Jong.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta: EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p: 2329-31.
Susan Martin Tucker.1998. Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Ed5. Jakarta:EGC.
top related