laporan kasus
Post on 02-Feb-2016
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KETUBAN PECAH DINI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti
Program Pendidikan Profesi Bagian Obstetri dan Ginekologi
Di susun oleh :
REGINA
FAA 110 037
Pembimbing :
dr. Yahlenadiharty, Sp.OG
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN PEREMPUAN
RSUD DR. DORIS SYLVANUS/FK-UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PALANGKA RAYA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
KETUBAN PECAH DINI
Nama : Regina
NIM : FAA 110 037
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Palangkaraya
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan Klinik : 6 Juli – 26 September 2014
Judul Lapsus : Ketuban pecah dini
Diajukan :
Pembimbing : dr. Yahlenadiharty, Sp.OG
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :
Disetujui :
Pembimbing Materi
dr. YAHLENADIHARTY, Sp.OG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan kasus dengan judul Ketuban Pecah Dini
ini akhirnya dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
bagian Ilmu Kebidanan dan kandungan Periode Juli – September 2015 di RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada dr. YahlenaDiharty
Sp.OG selaku pembimbing saya serta kepada dr. Don F.B Leiden Sp.OG,MMR, dr. H. Sigit
Nurfianto Sp.OG (K), dr. Rully P. Adhie, Sp.OG, M.Si.Med, dr. Mikko U. Ludjen,
Sp.OG,M.Kes, dan dr. Ida Bagus Wicaksana Sp.OG yang turut membimbing dan membantu
saya dalam penyusunan referat ini Dan juga untuk teman kelompok dan keluarga saya yang
selalu memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun materil sehingga referat ini
dapat diselesaikan.
Referat ini disusun dengan kemampuan yang sangat terbatas dan masih banyak
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita
semua.
Palangka Raya, 31 Agustus2015
REGINA
FAA 110 037
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
SURAT PERNYATAAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 1
II.1 Definisi............................................................................. 3
II.2 Epidemiologi............................................................................. 3
II.3 Kimia Faal likuor Amnii .......................................................... .... 5
II.4 Etiologi ...................................................................................... .... 10
II.5 Patogenesis ................................................................................ .... 12
II.6 Gejala Klinis .............................................................................. ... 13
II.7 Penatalaksanaan ........................................................................ ... 28
II.8 Komplikasi ....... ........................................................................ ... 40
II.9 Prognosis...................................................................................... 45
BAB III KASUS.............................................................................................. 26
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 32
BAB V KESIMPULAN................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ .... 35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Lokasi Ketuban Pecah..................................................................... 6
Gambar 2.2. Cairan Amnion................. .............................................................. 10
Gambar 2.3. Lapisan Selaput Ketuban................................................................ 11
Gambar 2.4 Patofisiologi PROM...................................................................... 25
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jumlah Cairan Amnion................................................................. 23
Tabel 2.2 Frekuensi Gejala.......................................................................... 12
Tabel 2.3. Diferensial Diagnostik KPD........................................................ 21
BAB 1
PENDAHULUAN
Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1
Apabila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka keadaan ini disebut sebagai
Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur atau preterm premature rupture of the
membrane (PPROM). Sedangkan apabila pecahnya ketuban terjadi pada pasien dengan usia
kehamilan diatas 37 minggu atau aterm yang tidak diikuti dengan tanda-tanda awal persalinan
setelah satu jam, maka keadaan ini disebut sebagai premature rupture of the membrane
(PROM). Sedangkan preterm premature rupture of membranes (PPROM) adalah pecahnya
ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.1,2
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm
atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban
dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu
panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan anak.5
KPD menimbulkan banyak komplikasi seperti misalnya ascending infeksi, prolaps tali
pusat, gawat janin intrapartum dan solusio plasenta. Beberapa penelitian menyebutkan
morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia
kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distres pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan
hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan
34 minggu. Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau
komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.3
Pemberian antibiotika pada ketuban pecah dini signifikan memperbaiki morbiditas
neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan dapat dipertahankan lebih lama,
risiko infeksi dapat diturunkan dan penggunaan terapi oksigen dapat diturunkan. Sedangkan
menurut Crowley 2002, pemberian kortikosteroid juga menunjukkan penurunan distres
pernafasan pada bayi, perdarahan intraventrikular dan angka kematian neonatal pada
persalinan preterm. Penelitian lain oleh Harding 2001, menyatakan pemberian kortikosteroid
juga bermanfaat pada ketuban pecah dini preterm.3
KPD atau PROM merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai
sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada
ibu dan bayi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman
Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina,
pemberian antibiotika dan lain-lain. 3,4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
KPD atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan
menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila
satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada
multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau
ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih
dari 12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan
pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator
seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix
degrading enzym”
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %
wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm
atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.5
KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye 1982
memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan
dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu
kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada
KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari
24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih
daripada 24 jam4,5
.
2.3 Kimia Faal Likuor Amnii
Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan
sebanyak 1000-1500 ml, berwarna putih agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak
manis dan amis. Kadang-kadang pada partus air ketuban berwarna kehijau-hijauan karena
tercampur mekonium.
Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam
anorganik serta bahan organik, dan bila diteliti dengan benar terdapat lanugo (rambut halus
yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang menyelimuti kulit
bayi). Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin. Berat
jenis likuor menurun dengan tuanya kehamilan (1,025-1,010)
Darimana likuor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih dibutuhkan
penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan mengenai hal ini, antara lain
bahwa air ketuban berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain
mengatakan kemungkinan berasal dari plasenta. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa air
ketuban berasal dari gabungan fetal urin, transudasi darah ibu, dan sekresi dari epitel amnion.
Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan
janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam
uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan membersihkan jalan lahir dan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi.
terdapat liquor amnii (= air ketuban). Cairan amnion disekresikan ke dalam kantong
amnion oleh sel-sel amnion yang terletak pada plasenta. Cairan ini mengandung 99% air
dan kuantitas meningkat selama kehamilan. pada kantong amnion cairan ini ditelan oleh
janin. Kebanyakan cairan yang tertelan diabsorpsi oleh villi usus janin dan masuk kedalam
sirkulasi janin. Dalam sirkulasi pertukaran cairan ini kebanyakan dilakukan plasenta, tetapi
sejumlah kecil kembali ke dalam kantong amnion dengan cara transudasi melalui kulit
janin. Pada kehamilan trimester III urinasi janin menambah jumlah cairan amnion dalam
kehamilan 8.
Menurut Lehn, jumlah air ketuban yang normal pada primigravida adalah 1 liter;
pada multigravida sebanyak 1,5 liter; dan sebanyak-banyaknya yang masih dalam batas
normal adalah 2 liter berat jenis: 1,007 - 1,025. warna: putih kekeruhan karena adanya
lanugo dan verniks kaseosa. Asal air ketuban adalah dari fetal urin, transudasi dari darah
ibu, sekresi dari epitel amnion, dan a mixed origin.
Air ketuban mempunyai fungsi: (1) melindungi janin terhadap trauma dari luar; (2)
memungkinkan janin bergerak dengan bebas; (3) melindungi suhu tubuh janin; (4)
meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka; dan (5)
membersihkan jalan lahir – jika ketuban pecah – dengan cairan yang steril, dan
mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi.
Pecah ketuban merupakan proses yang pasti akan dilalui setiap wanita yang
melahirkan. Ada dua macam pecah ketuban:
1. Pecah ketuban posisi atas
Pada pecah ketuban posisi atas, selaput yang robek adalah yang jauh dari mulut rahim,
dan hanya menyebabkan basahnya celana dalam, dan sulit membedakan apakah ini air
seni yang bocor atau air ketuban.
2. Pecah ketuban total
Pada pecah ketuban total, selaput yang robek adalah yang berada dekat mulut rahim, dan
banyak air ketuban yang keluar.
Gambar 2.1. Lokasi Ketuban Pecah
Cairan ketuban dapat didentifikasi dengan mengukur PH-nya (dengan kertas lakmus
atau test strip pengukur PH). PH vagina 4.5-5.5, PH air ketuban (7-7,5) gabungan keduanya
terukur dengan PH 6-6.2. Dengan kertas lakmus warna merahnya akan berubah jadi biru.
Pemeriksaan dibawah mikroskop memperlihatkan gambaran pakis.
2.4 Etiologi
Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi
akibat peregangan 12actor12e dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi uterus dan
gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya 12actor12e amnion. KPD pada
kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya
12actor12e merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang
terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5
.
Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :
1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan
tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan 13actor13)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses 13actor13e13esis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda – tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes 13actor13e gestasional. Ibu
dengan diabetes 13actor13e gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan
berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan
berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang 14act
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi.2
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secararlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.6
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan 14actor14e >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban,
manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane
menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 Ml.
uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion
kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian menutupi pintu
atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap 15actor15e bagian
bawah.2
6. Penyakit infeksi
. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban 15act menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan 15actor yang cukup
berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.3
Gambar 2.2 cairan amnion
2.5 Patogenesis
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari
1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion
sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali
pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran
eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan
uterus.
Gambar 2.3. Lapisan selaput ketuban
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% -
99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
Minggu gestasi Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan
16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17
Tabel 1. Jumlah cairan amnion
Fungsi cairan amnion
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril
sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
Gambar 2.4. Patofisiologi PROM
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari
komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial
terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam
mempertahankan kekuatan membran fetal.
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker – marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan
normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini
diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal.
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi
oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput
ketuban3.
Ketuban pecah dalan persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior mudah pecah, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesus dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolsgen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebaibkan selaput ketuban pecah.
Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :
- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
- Kekurangan tembaga dan adam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifikdan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselulerdan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan
pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhirterjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh
fakyor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini
prematur sering terjadi pada polihidroamnion, inkompetensi serviks, solusio plasenta.6
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah
jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase
(MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8
berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya
didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput
ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati
persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang
meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui
meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm
didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang
rendah3.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada
struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang
diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya
didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas
vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan
akhirnya melemahkan selaput ketuban3.
Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin,
MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3
pada sel korion3.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh
selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena
menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri
tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari
membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.
Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi
prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan
F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui
mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1
dan MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2.
Tabel 2.2 Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2
Hormon
Gejala Frekuensi (%)
Temperatur >37,8 °C 100
Denyut jantung ibu 100 / menit 20 – 80
Denyut jantung janin 169 / menit 40 – 70
Leukosit / ml > 15000 70 – 90
> 20000 3 – 10
Cairan vagina berbau 5 – 22
Tabel 2.2 Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3
serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada
babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi
secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan
dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3
dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram
(apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada
korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang
terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan
bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.
Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti
prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1
pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan
menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler
yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.
2.6 Gejala Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan
dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan
‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau perineum.
Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya
cairan amnion dari lubang vagina.
Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik antara lain1,7,8
:
1. Anamnesis:
a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.
b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).
1. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
2. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
3. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”
menandakan cairan amnion
4. Dilakukan juga kultur dari swab untuk
chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group B
Pemeriksaan Lab
1. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion
tetapi tidak dicairan semen dan urin
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
2.7 Diagnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada riwayat hilangnya cairan vagina dan pemastian
adanya cairan amnion dalam vagina. Inkontinensi urine episodik, leukorea, atau hilangnya
sumbat lendir harus disingkirkan. Penanganan pada pasien yang memiliki riwayat ini
bergantung pada umur gestasi. Untuk pasien yang tidak dalam persalinan, apakah kurang
bulan atau cukup bulan, tangan pemeriksa tidak boleh dimasukkan ke dalam vagina karena
terdapat risiko masuknya infeksi dan periode masa laten yang biasanya lama dari waktu
pemeriksaan hingga kelahiran. Pemeriksaan spekulum vagina yang steril harus dilakukan
untuk memastikan diagnosis, menilai dilatasi dan panjang serviks, memperoleh biakan
servikal dan contoh cairan amnion untuk uji kematangan paru (pada pasien kurang bulan) 6.
Pemastian diagnosis dapat dilakukan dengan: (1) Menguji cairan dengan kertas
lakmus (litmus), yang akan berubah biru bila terdapat cairan amnion, dan (2) menempatkan
contoh bahan pada suatu kaca objek mikroskopik, dikeringkan di udara, dan memeriksa untuk
mencari ada tidaknya gambaran seperti pakis 6.
Gambar 2.5. Gambaran pakis pada pemeriksaan Mikroskopis air ketuban
Hasil-hasil positif palsu dari uji lakmus terjadi bila terdapat urine, darah, atau
lendir serviks. Bila terdapat darah, biasanya ditemukan pada pasien yang juga dalam
persalinan dini, polanya mungkin tampak berupa skeleonisasi. Seperti pada persalinan
kurang bulan dengan selaput ketuban yang utuh, pemeriksaan ultrasonik lengkap harus
dilakukan untuk menyingkirkan anomali janin dan untuk menilai umur gestasi dan
volume cairan amnion 6.
Diferensial diagnosis KPD dijelaskan dalam tabel 2.1 dibawah ini
Tabel 2.3. Diferensial diagnosis ketuban pecah dini (KPD)
Gejala dan Tanda yang
Selalu ada
Gejala dan Tanda yang
Kadang ada
Diagnosis
mungkin
Keluar cairan ketuban
Ketuban pecah tiba-tiba
Cairan tampak di introitus
Tidak ada his dlm 1 jam
KPD
Cairan vagina berbau
Demam/menggigil
Nyeri perut
Riwayat keluar air
Uterus menyempit
DJJ cepat
Perdarahan pervaginam sedikit-
sedikit
Amnionitis
Cairan vagina berbau
Tidak ada riwayat ketuban
pecah
Gatal, keputihan, Nyeri perut,
Disuria
Vaginitis/
Servisitis
Cairan vagina berdarah Nyeri perut, gerak janin berkurang,
perdarahan banyak
Perdarahan ante
partum
2.8. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda –
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
A. KPD dengan kehamilan aterm.3
1. diberikan antibiotik (Injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu).
2. observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila meningkat > 37.6°C segera terminasi.
3. bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu
dilakukan terminasi.
B. KPD dengan kehamilan preterm.
I. Perkiraan Berat Badan Janin >1500 gram.
1. diberikan antibiotik, injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu selama 2 hari
dilanjutkan amoxicillin 3x500 mg/hari per os selama 3 hari.
2. diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru yaitu injeksi
Deksametason 10 mg IV, 2x selama 24 jam atau injeksi Betametason 12 mg IV, 2x
selama 24 jam.
3. observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.
4. observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37.6°C
segera terminasi.
II. Perkiraan Berat Badan Janin <1500 gram.
1. diberikan antibiotik, injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu selama 2 hari
dilanjutkan amoxicillin 3x500 mg/hari per os selama 3 hari.
2. observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam.
3. bila suhu rektal meningkat > 37.6°C segera terminasi.
4. bila 2x24 jam air ketuban tidak keluar dilakukan USG:
a. bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan (konservatif).
b. bila jumlah air ketuban sedikit, segera terminasi.
5. bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar, segera terminasi.
6. bila konservatif, sebelum penderita pulang diberi nasehat.
a. segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar air ketuban
lagi.
b. tidak boleh koitus.
c. tidak boleh manipulasi vagina.
Yang dimaksud terminasi adalah
1. Induksi persalinan dengan Oksitosin drip 5 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% dimulai 8
tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat, maksimal 40 tetes
per menit.
2. Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau oksitosin drip gagal.
3. induksi persalinan dinyatakan gagal bila dengan 2 botol ( masing-masing 5 IU dalam
500 cc Dekstrose 5%) belum ada tanda-tanda awal persalinan atau bila 12 jam belum
keluar dari fase laten dengan tetesan maksimal.
2.8 Komplikasi
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban
dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur
kehamilan makin memanjang LP-nya.
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usai kehamilan. Dapat
terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan
normal.
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusuloleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.
Pada kehamilan diantara 28-34 minggu 50% persalinan dlam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dpat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya
terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketubah pecah dini prematur, infeksi
lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah
dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahanya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat sehingga
terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
d. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhabat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmoner.
KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia
kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap
kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya.
6:
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas
perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amniotic Band Syndrome
2. Terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),
peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat
tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-
gejala infeksi. hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada
ibu.
2.9 Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin
timbul serta umur kehamilan.
BAB 3
KASUS
3.1 IDENTITAS
Nama : Ny S
Umur : 25 tahun
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Jl lele IV no 51
MRS : 09 Juli 2015 pk 11.20 WIB
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluar air dari jalan lahir
Perjalanan Penyakit
Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau
13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening
lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan
adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit
dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar
lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada
riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini
sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak
sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak
ada demam.
Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 28-09-2015
Taksiran partus : 05 Juli 2015
Menarche : 15 tahun
Siklus : tidak teratur
Lamanya haid : 3-4 hari
ANC : Bidan (teratur), Kontrol ke SpOG
USG (+) : + 1x, USG terakhir tanggal 6-07-2015 hasil baik
dengan presentasi kepala
Riwayat Kehamilan/Persalinan : (-)
Riwayat Kontrasepsi
Sejak menikah pasien tidak memakai alat kontrasepsi.
Riwayat Pernikahan
1 kali selama 1 tahun
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, dan asma disangkal.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : TSS
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 84x / menit
Napas 20x / menit
Suhu 36,7oC
Berat badan : 60,5 kg
Tinggi badan : 158 cm
Status General
Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )
Jantung : SIS2 tunggal, regular, murmur (-)
Paru : Vesikular, rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
Abdomen : Perut membesar sesuai dengan usia kehamilan
Bising usus (+) N, distensi (-)
Ekstremitas : Odem (-)
Status Obstetrikus
Abdomen : TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala,
sudah masuk PAP.
DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)
Vagina : VT (11.45
wib):
Ø 1 cm, portio tebal lunak, ket (-),preskep, Hodge I, ST air.
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : GDS 70 mg/dl
Cr 0,65mg/dl
Leukosit 13.560 mg/dl
Hb 11,6 g/dl
Trombosit 212.000/ul
3.5 DIAGNOSIS
KPD 13 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU
3.6. PERENCANAAN
Rencana Terapi
- MRS
- IVFD RL 20 tts/mnt
- Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
- Rencana Induksi Persalinan
Rencana edukasi
KIE keluarga tentang rencana perawatan
3.7. RESUME
Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau
13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening
lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan
adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit
dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar
lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada
riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini
sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak
sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak
ada demam.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan 120/80 mmHg, nadi 84x/menit 20x/menit,
temperatur axila 36,7 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri
didapatkan TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala, sudah
masuk PAP. DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)
3.8. FOLLOW UP PASIEN
09 juli 2015
Pk. 15.30 Os mengaku tidak ada keluhan
Evaluasi, NST (+) rentang 158-170x/m GJ (+) 1x
VT Ø 1 cm, ket (-) jernih
Ass: KPD 15 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU
Plan : oksigenasi 6-8 lpm, miring kiri, guyur RL 1 fls, NST ulang 2 jam lagi.
Pk 17.30 Sakit Os mengaku tidak ada keluhan
Evaluasi
Evaluasi, NST (+) rentang 155-172x/m GJ (+) 1x
Plan : oksigenasi 6-8 lpm, miring kiri, pro sc cito pukul 19.30 wib
Ass: KPD 17 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU + Fetal
distress
3.9. FOLLOW UP RUANGAN
10 Juli 2011
S : Nyeri di daerah luka op, Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit
Mobilitas (+) Perdarahan (-)
O : St Present T 110/80 mmHg, N 82x/mnt, R 18x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po : dbn
Abdomen : TFU 1 jr bpst, Luka op tampak tenang
Kontraksi (+) baik
Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)
Ass : P1AO post Sc H1 a/i KPD + Fetal distress
Tx : Observasi perdarahan
Cek DL
Infus RL 20 Tpm
Ceftriaxone1gr 2x1
As mefenamat 3x500 mg
Ketorolac 30mg 3x1
11 Juli 2011
S : Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit Mobolitas (+) Perdarahan (-
)
O : St Present T 120/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : TFU 2 jr bpst, Luka op tampak tenang
Kontraksi (+) baik
Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)
Lab : Hb 11,1
Leu 14.000
Erit 3.43 juta
Trombosit 220.000
Ass : P1AO post Sc H2 a/i KPD + Fetal distress
Tx : Infus dan dc di aff
Cefadroxil 2x1
Asam mefenamat 3x1
SF 1x1 tab
12 Juli 2011
S : Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit Mobolitas (+) Perdarahan (-
)
O : St Present T 120/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt
Mata anemi -/-, ikterus -/-
Thorax cor/po dbN
Abdomen : TFU 1 jr bpst, Luka op tampak tenang
Kontraksi (+) baik
Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)
Ass : P1AO post Sc H3 a/i KPD + Fetal distress
Tx : Ganti perban
Cefadroxil 2x1
Asam mefenamat 3x1
SF 1x1 tab
BLPL
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau
13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening
lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan
adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit
dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar
lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada
riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini
sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak
sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak
ada demam
Dari pemeriksaan fisik didapatkan 120/80 mmHg, nadi 84x/menit 20x/menit,
temperatur axila 36,7 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri
didapatkan TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala, sudah
masuk PAP. DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)
Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan Anamnese, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada Anamnesa didapatkan keluar cairan pervaginam, jernih, tidak
berbau sejak 13 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 40-41 minggu dari HPHT.
Pemeriksaan fisik didapatkan dari inspeksi tampak keluar cairan pervaginam. Pada
pemeriksaan dalam ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah pecah
Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode eksklusi
dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (25 tahun) dengan kehamilan yang ketiga.
Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah, hormonal,
stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor resiko sebab tidak dilakukan
penelusuran lebih lanjut.
Penatalaksanaan
Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 1 jam SMRS dengan umur
kehamilan 39-40 minggu.
Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan penatalaksaaan KPD aterm yaitu
pasien diberikan injeksi antibiotic sebagai profilaksis dan karena ketuban pecah dini telah
berlangsung lebih dari 12 jam, maka seegera dilakukan terminasi disertai dengan tanda tanda
gawat janin sehingga sehingga pasien batal untuk diinduksi dan langsung di lakukan SC.
Sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi ACOG (American
College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American Academy of Pediatrics)
antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan dengan faktor risiko infeksi
seperti kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni kuman
Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 37 minggu. Pembatasan penggunaan
antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping antibiotika,
mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya. 1
Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu. Hal ini dinilai dari kondisi ibu yang
tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh hasil laboratorium yang masih
dalam batas normal. Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik
setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau
terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke poli secepatnya.
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan pada kasus ini adalah:
1. Diagnosis pada pasien ini sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu KPD > 12 jam pada G1P0A0 uk 40-41 minggu,JTHUI presentasi kepala +
fetal distress
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi aktif pada KPD.
karena ketuban pecah dini telah berlangsung lebih dari 12 jam, maka seegera dilakukan
terminasi disertai dengan tanda tanda gawat janin sehingga sehingga pasien batal untuk
diinduksi dan langsung di lakukan SC.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS
Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10
2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini
terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia
Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
3. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine Principle and
Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company
Ltd. USA. 2004. p: 723-37.
4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for Practice.
Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p:
357-67.
5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In: High
Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B;
W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.
6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the membrans in
term pregnant women: a case-control study. The Australian and New Zealand Journal of
Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal
Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.
7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of membrans.
BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 5 Juli 2006.
8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture of the
fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine. Massachusetts
Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses 20 Juli 2011.
9. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of Membrans
(PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM). Revised: October 28,
2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses 20 Juli 2011.
10. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.
Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003.
11. The Royal Women’s Hospital. Rupture of the Membrans: Preterm Prematur (PPROM).
Last Updated 06 June 2005. Authorised by: Jeremy Oats.
http://www.rwh.org.au/rwhcpg/maternity.cfm. Akses 20 Juli 2011.
12. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Prematur rupture of
membrans. Washington (DC): American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG); 1998 Jun. 10 p. (ACOG practice bulletin; no. 1). http://www.guideline.gov.
Akses 20 Juli 2011.
top related