laporan kasus

44
LAPORAN KASUS KETUBAN PECAH DINI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Bagian Obstetri dan Ginekologi Di susun oleh : REGINA FAA 110 037 Pembimbing : dr. Yahlenadiharty, Sp.OG KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN PEREMPUAN RSUD DR. DORIS SYLVANUS/FK-UNIVERSITAS PALANGKA RAYA PALANGKA RAYA 2015

Upload: marta-tata-salember

Post on 02-Feb-2016

63 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti

Program Pendidikan Profesi Bagian Obstetri dan Ginekologi

Di susun oleh :

REGINA

FAA 110 037

Pembimbing :

dr. Yahlenadiharty, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN PEREMPUAN

RSUD DR. DORIS SYLVANUS/FK-UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

PALANGKA RAYA

2015

Page 2: LAPORAN KASUS

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Nama : Regina

NIM : FAA 110 037

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Palangkaraya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan Klinik : 6 Juli – 26 September 2014

Judul Lapsus : Ketuban pecah dini

Diajukan :

Pembimbing : dr. Yahlenadiharty, Sp.OG

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

Disetujui :

Pembimbing Materi

dr. YAHLENADIHARTY, Sp.OG

Page 3: LAPORAN KASUS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan kasus dengan judul Ketuban Pecah Dini

ini akhirnya dapat diselesaikan.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Kebidanan dan kandungan Periode Juli – September 2015 di RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada dr. YahlenaDiharty

Sp.OG selaku pembimbing saya serta kepada dr. Don F.B Leiden Sp.OG,MMR, dr. H. Sigit

Nurfianto Sp.OG (K), dr. Rully P. Adhie, Sp.OG, M.Si.Med, dr. Mikko U. Ludjen,

Sp.OG,M.Kes, dan dr. Ida Bagus Wicaksana Sp.OG yang turut membimbing dan membantu

saya dalam penyusunan referat ini Dan juga untuk teman kelompok dan keluarga saya yang

selalu memberikan semangat dan dukungan baik moril maupun materil sehingga referat ini

dapat diselesaikan.

Referat ini disusun dengan kemampuan yang sangat terbatas dan masih banyak

kekurangan, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

perbaikan dan kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita

semua.

Palangka Raya, 31 Agustus2015

REGINA

FAA 110 037

Page 4: LAPORAN KASUS

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i

SURAT PERNYATAAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v

DAFTAR TABEL........................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 1

II.1 Definisi............................................................................. 3

II.2 Epidemiologi............................................................................. 3

II.3 Kimia Faal likuor Amnii .......................................................... .... 5

II.4 Etiologi ...................................................................................... .... 10

II.5 Patogenesis ................................................................................ .... 12

II.6 Gejala Klinis .............................................................................. ... 13

II.7 Penatalaksanaan ........................................................................ ... 28

II.8 Komplikasi ....... ........................................................................ ... 40

II.9 Prognosis...................................................................................... 45

BAB III KASUS.............................................................................................. 26

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 32

BAB V KESIMPULAN................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ .... 35

Page 5: LAPORAN KASUS

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Lokasi Ketuban Pecah..................................................................... 6

Gambar 2.2. Cairan Amnion................. .............................................................. 10

Gambar 2.3. Lapisan Selaput Ketuban................................................................ 11

Gambar 2.4 Patofisiologi PROM...................................................................... 25

Page 6: LAPORAN KASUS

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Jumlah Cairan Amnion................................................................. 23

Tabel 2.2 Frekuensi Gejala.......................................................................... 12

Tabel 2.3. Diferensial Diagnostik KPD........................................................ 21

Page 7: LAPORAN KASUS

BAB 1

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat

belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1

Apabila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka keadaan ini disebut sebagai

Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur atau preterm premature rupture of the

membrane (PPROM). Sedangkan apabila pecahnya ketuban terjadi pada pasien dengan usia

kehamilan diatas 37 minggu atau aterm yang tidak diikuti dengan tanda-tanda awal persalinan

setelah satu jam, maka keadaan ini disebut sebagai premature rupture of the membrane

(PROM). Sedangkan preterm premature rupture of membranes (PPROM) adalah pecahnya

ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.1,2

Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %

wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm

atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.2,3

KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban

dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Bila periode laten terlalu

panjang dan ketuban sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka

kematian ibu dan anak.5

KPD menimbulkan banyak komplikasi seperti misalnya ascending infeksi, prolaps tali

pusat, gawat janin intrapartum dan solusio plasenta. Beberapa penelitian menyebutkan

morbiditas neonatal berkurang setelah usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan usia

kehamilan kurang dari 34 minggu. Insiden distres pernafasan, lamanya perawatan bayi, dan

hiperbilirubinemia berkurang secara signifikan pada bayi yang lahir setelah usia kehamilan

34 minggu. Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi atau

komplikasi pada ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.3

Pemberian antibiotika pada ketuban pecah dini signifikan memperbaiki morbiditas

neonatal maupun morbiditas maternal, dimana kehamilan dapat dipertahankan lebih lama,

risiko infeksi dapat diturunkan dan penggunaan terapi oksigen dapat diturunkan. Sedangkan

menurut Crowley 2002, pemberian kortikosteroid juga menunjukkan penurunan distres

Page 8: LAPORAN KASUS

pernafasan pada bayi, perdarahan intraventrikular dan angka kematian neonatal pada

persalinan preterm. Penelitian lain oleh Harding 2001, menyatakan pemberian kortikosteroid

juga bermanfaat pada ketuban pecah dini preterm.3

KPD atau PROM merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan

komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai

sepsis yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada

ibu dan bayi. Infeksi neonatus setelah pecah ketuban dipengaruhi oleh kolonisasi kuman

Streptokokus Grup Beta, lama ketuban pecah, khorioamnionitis, jumlah pemeriksaan vagina,

pemberian antibiotika dan lain-lain. 3,4

Page 9: LAPORAN KASUS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

KPD atau spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) adalah

pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda

persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan

menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks), atau bila

satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan, atau secara klinis bila

ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada

multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm

maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau

ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban

pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih

dari 12 jam maka disebut prolonged PROM. 1,4,5

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan

pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.

Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan

belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan

terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah

yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya

gangguan keseimbangan foto pelvik.

3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu

terjadinya persalinan preterm.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)

seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang

kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin.

Page 10: LAPORAN KASUS

2.2 Epidemiologi

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban

berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler

amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator

seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas “matrix

degrading enzym”

Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-10 %

wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm

atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan.5

KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye 1982

memperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio

berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada

ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus

KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan

dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu

kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden

korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada

KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari

24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih

daripada 24 jam4,5

.

2.3 Kimia Faal Likuor Amnii

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan

korion terdapat likuor amnii (air ketuban). Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan

sebanyak 1000-1500 ml, berwarna putih agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, agak

manis dan amis. Kadang-kadang pada partus air ketuban berwarna kehijau-hijauan karena

tercampur mekonium.

Cairan ini dengan berat jenis 1,008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam

anorganik serta bahan organik, dan bila diteliti dengan benar terdapat lanugo (rambut halus

yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang menyelimuti kulit

bayi). Protein ditemukan rata-rata 2,6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin. Berat

jenis likuor menurun dengan tuanya kehamilan (1,025-1,010)

Page 11: LAPORAN KASUS

Darimana likuor ini berasal belum diketahui dengan pasti, masih dibutuhkan

penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori dikemukakan mengenai hal ini, antara lain

bahwa air ketuban berasal dari lapisan amnion, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain

mengatakan kemungkinan berasal dari plasenta. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa air

ketuban berasal dari gabungan fetal urin, transudasi darah ibu, dan sekresi dari epitel amnion.

Fungsi air ketuban adalah melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan

janin bergerak dengan bebas, melindungi suhu tubuh janin, meratakan tekanan di dalam

uterus pada partus, sehingga serviks membuka, dan membersihkan jalan lahir dan

mempengaruhi keadaan di dalam vagina sehingga bayi kurang mengalami infeksi.

terdapat liquor amnii (= air ketuban). Cairan amnion disekresikan ke dalam kantong

amnion oleh sel-sel amnion yang terletak pada plasenta. Cairan ini mengandung 99% air

dan kuantitas meningkat selama kehamilan. pada kantong amnion cairan ini ditelan oleh

janin. Kebanyakan cairan yang tertelan diabsorpsi oleh villi usus janin dan masuk kedalam

sirkulasi janin. Dalam sirkulasi pertukaran cairan ini kebanyakan dilakukan plasenta, tetapi

sejumlah kecil kembali ke dalam kantong amnion dengan cara transudasi melalui kulit

janin. Pada kehamilan trimester III urinasi janin menambah jumlah cairan amnion dalam

kehamilan 8.

Menurut Lehn, jumlah air ketuban yang normal pada primigravida adalah 1 liter;

pada multigravida sebanyak 1,5 liter; dan sebanyak-banyaknya yang masih dalam batas

normal adalah 2 liter berat jenis: 1,007 - 1,025. warna: putih kekeruhan karena adanya

lanugo dan verniks kaseosa. Asal air ketuban adalah dari fetal urin, transudasi dari darah

ibu, sekresi dari epitel amnion, dan a mixed origin.

Air ketuban mempunyai fungsi: (1) melindungi janin terhadap trauma dari luar; (2)

memungkinkan janin bergerak dengan bebas; (3) melindungi suhu tubuh janin; (4)

meratakan tekanan di dalam uterus pada partus, sehingga serviks membuka; dan (5)

membersihkan jalan lahir – jika ketuban pecah – dengan cairan yang steril, dan

mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi.

Pecah ketuban merupakan proses yang pasti akan dilalui setiap wanita yang

melahirkan. Ada dua macam pecah ketuban:

1. Pecah ketuban posisi atas

Page 12: LAPORAN KASUS

Pada pecah ketuban posisi atas, selaput yang robek adalah yang jauh dari mulut rahim,

dan hanya menyebabkan basahnya celana dalam, dan sulit membedakan apakah ini air

seni yang bocor atau air ketuban.

2. Pecah ketuban total

Pada pecah ketuban total, selaput yang robek adalah yang berada dekat mulut rahim, dan

banyak air ketuban yang keluar.

Gambar 2.1. Lokasi Ketuban Pecah

Cairan ketuban dapat didentifikasi dengan mengukur PH-nya (dengan kertas lakmus

atau test strip pengukur PH). PH vagina 4.5-5.5, PH air ketuban (7-7,5) gabungan keduanya

terukur dengan PH 6-6.2. Dengan kertas lakmus warna merahnya akan berubah jadi biru.

Pemeriksaan dibawah mikroskop memperlihatkan gambaran pakis.

2.4 Etiologi

Membran fetus yang normal adalah sangat kuat pada awal kehamilan. Kombinasi

akibat peregangan 12actor12e dengan pertumbuhan uterus, seringnya kontraksi uterus dan

gerakan janin memegang peranan dalam melemahnya 12actor12e amnion. KPD pada

kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada kehamilan preterm melemahnya

12actor12e merupakan proses yang patologis. KPD sebelum kehamilan preterm sering

diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang

Page 13: LAPORAN KASUS

terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya

membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan

enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi2,4,5

.

Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :

1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan

tekanan yang semakin tinggi.

2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan 13actor13)

3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan

meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya

kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan

infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa

menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.

4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi

proses 13actor13e13esis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan

yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda – tanda inpartu.

5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.

Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban

melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia

esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes 13actor13e gestasional. Ibu

dengan diabetes 13actor13e gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan

berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan

berlebih. Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga

kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.

6. Kelainan letak yaitu letak lintang.

7. Penduluran abdomen (perut gantung)

8. Usia ibu yang lebih tua

9. Riwayat KPD sebelumnya

10. Merokok selama kehamilan

1. Inkompetensia serviks

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot

leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit

membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin

Page 14: LAPORAN KASUS

yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang 14act

disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan

congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa

perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester

ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil

konsepsi.2

2. Peninggian tekanan inta uterin

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secararlebihan dapat

menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :

a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

b. Gemelli

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan

gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya

ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi

rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan

dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban

tipis dan mudah pecah.6

3. Makrosomia

Makrosomia adalah berat badan 14actor14e >4000 gram kehamilan dengan

makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan

menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban,

manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane

menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.6

4. Hidramnion

Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 Ml.

uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion

kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.

Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami

distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2

Page 15: LAPORAN KASUS

5. Kelainan letak

Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian menutupi pintu

atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap 15actor15e bagian

bawah.2

6. Penyakit infeksi

. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban 15act menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian

menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana

khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh

persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah

disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan 15actor yang cukup

berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B streptococcus

mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.3

Gambar 2.2 cairan amnion

2.5 Patogenesis

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

Page 16: LAPORAN KASUS

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput

ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion

primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion

disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang

akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya

berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini

mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari

1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih

membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion

sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan

perputaran cairan lebih kurang 500 ml

Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin

dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada

korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada

plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali

pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran

eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan

desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan

uterus.

Page 17: LAPORAN KASUS

Gambar 2.3. Lapisan selaput ketuban

Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar

1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% -

99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan

rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam

Minggu gestasi Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan

16 100 100 200 50

28 1000 200 1000 45

36 2500 400 900 24

40 3300 500 800 17

Tabel 1. Jumlah cairan amnion

Page 18: LAPORAN KASUS

Fungsi cairan amnion

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar

2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi

3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)

4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri

5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril

sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :

1. Terjadinya premature serviks.

2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi

a. Devaskularisasi

b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan

c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang

d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang

mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

Page 19: LAPORAN KASUS

Gambar 2.4. Patofisiologi PROM

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari

komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.

Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial

terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam

mempertahankan kekuatan membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker – marker apoptosis

dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan

normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan

kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam

remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan

Page 20: LAPORAN KASUS

dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini

diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah

dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease

dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran

fetal.

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput

ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi

oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput

ketuban3.

Ketuban pecah dalan persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior mudah pecah, bukan karena seluruh

selaput ketuban rapuh.

Terdapat keseimbangan antara sintesus dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan

struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolsgen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebaibkan selaput ketuban pecah.

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :

- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

- Kekurangan tembaga dan adam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat

oleh inhibitor jaringan spesifikdan inhibitor protease.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada

degradasi proteolitik dari matriks ekstraselulerdan membran janin. Aktivitas degradasi

proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat

peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput

ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan

pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhirterjadi

perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm

Page 21: LAPORAN KASUS

merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh

fakyor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini

prematur sering terjadi pada polihidroamnion, inkompetensi serviks, solusio plasenta.6

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah

jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas

kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase

(MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen

matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8

berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya

didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput

ketuban juga diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase

(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat

aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-13.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena

aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat mendekati

persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang

meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya

degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut

dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui

meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm

didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang

rendah3.

Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan pada

struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien lain yang

diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang

berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya

didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok

ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

Page 22: LAPORAN KASUS

Infeksi

Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.

Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, dan Trikomonas

vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan

akhirnya melemahkan selaput ketuban3.

Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin,

MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis

faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3

pada sel korion3.

Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh

selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena

menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri

tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari

membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi

prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit.

Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam

arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi

prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan

F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui

mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1

dan MMP-33.

Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik yaitu

temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan

denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau2.

Page 23: LAPORAN KASUS

Tabel 2.2 Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2

Hormon

Gejala Frekuensi (%)

Temperatur >37,8 °C 100

Denyut jantung ibu 100 / menit 20 – 80

Denyut jantung janin 169 / menit 40 – 70

Leukosit / ml > 15000 70 – 90

> 20000 3 – 10

Cairan vagina berbau 5 – 22

Tabel 2.2 Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik2

Hormon

Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan

reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3

serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.

Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada

babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga

protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi

secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan

dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3

dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada

selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis

pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan3.

Page 24: LAPORAN KASUS

Kematian Sel Terprogram

Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terpogram

(apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada

korioamnionitis telihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang

menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang

terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan

bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun

mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas3.

Peregangan Selaput Ketuban

Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput ketuban seperti

prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1

pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat

kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan

menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler

yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban3.

2.6 Gejala Klinis

Pasien dengan ketuban pecah dini umumnya datang dengan keluhan keluarnya cairan

dalam jumlah cukup banyak secara mendadak dari vagina. Mungkin juga merasakan

‘kebocoran’ cairan yang terus menerus atau kesan ‘basah’ di vagina atau perineum.

Pemeriksaan yang terbaik untuk diagnosis pasti adalah melalui observasi langsung keluarnya

cairan amnion dari lubang vagina.

Gejala klinis dan diagnosis dapat juga ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik antara lain1,7,8

:

1. Anamnesis:

a. Kapan keluarnya cairan, warna dan baunya.

b. Adakah partikel-partikel dalam cairan (lanugo dan verniks).

1. Inspeksi

Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,

dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.

2. Pemeriksaan Inspekulo

Page 25: LAPORAN KASUS

Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam

seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari

vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah

Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.

Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang

khas juga harus diperhatikan.

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.

Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk

memudahkan melihat pooling

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas

lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki

PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin

ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau

vaginisis trichomiasis.

3. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat

dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.

Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan

dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”

menandakan cairan amnion

4. Dilakukan juga kultur dari swab untuk

chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group B

Pemeriksaan Lab

1. Pemeriksaan alpha – fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion

tetapi tidak dicairan semen dan urin

2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa

3. Tes pakis

4. Tes lakmus

Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau

Page 26: LAPORAN KASUS

anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu

diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu

dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.

2.7 Diagnosis

Diagnosis KPD didasarkan pada riwayat hilangnya cairan vagina dan pemastian

adanya cairan amnion dalam vagina. Inkontinensi urine episodik, leukorea, atau hilangnya

sumbat lendir harus disingkirkan. Penanganan pada pasien yang memiliki riwayat ini

bergantung pada umur gestasi. Untuk pasien yang tidak dalam persalinan, apakah kurang

bulan atau cukup bulan, tangan pemeriksa tidak boleh dimasukkan ke dalam vagina karena

terdapat risiko masuknya infeksi dan periode masa laten yang biasanya lama dari waktu

pemeriksaan hingga kelahiran. Pemeriksaan spekulum vagina yang steril harus dilakukan

untuk memastikan diagnosis, menilai dilatasi dan panjang serviks, memperoleh biakan

servikal dan contoh cairan amnion untuk uji kematangan paru (pada pasien kurang bulan) 6.

Pemastian diagnosis dapat dilakukan dengan: (1) Menguji cairan dengan kertas

lakmus (litmus), yang akan berubah biru bila terdapat cairan amnion, dan (2) menempatkan

contoh bahan pada suatu kaca objek mikroskopik, dikeringkan di udara, dan memeriksa untuk

mencari ada tidaknya gambaran seperti pakis 6.

Gambar 2.5. Gambaran pakis pada pemeriksaan Mikroskopis air ketuban

Hasil-hasil positif palsu dari uji lakmus terjadi bila terdapat urine, darah, atau

lendir serviks. Bila terdapat darah, biasanya ditemukan pada pasien yang juga dalam

persalinan dini, polanya mungkin tampak berupa skeleonisasi. Seperti pada persalinan

kurang bulan dengan selaput ketuban yang utuh, pemeriksaan ultrasonik lengkap harus

Page 27: LAPORAN KASUS

dilakukan untuk menyingkirkan anomali janin dan untuk menilai umur gestasi dan

volume cairan amnion 6.

Diferensial diagnosis KPD dijelaskan dalam tabel 2.1 dibawah ini

Tabel 2.3. Diferensial diagnosis ketuban pecah dini (KPD)

Gejala dan Tanda yang

Selalu ada

Gejala dan Tanda yang

Kadang ada

Diagnosis

mungkin

Keluar cairan ketuban

Ketuban pecah tiba-tiba

Cairan tampak di introitus

Tidak ada his dlm 1 jam

KPD

Cairan vagina berbau

Demam/menggigil

Nyeri perut

Riwayat keluar air

Uterus menyempit

DJJ cepat

Perdarahan pervaginam sedikit-

sedikit

Amnionitis

Cairan vagina berbau

Tidak ada riwayat ketuban

pecah

Gatal, keputihan, Nyeri perut,

Disuria

Vaginitis/

Servisitis

Cairan vagina berdarah Nyeri perut, gerak janin berkurang,

perdarahan banyak

Perdarahan ante

partum

2.8. Penatalaksanaan

1. Konservatif

Page 28: LAPORAN KASUS

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila

tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur

kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika

usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif

berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.

Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu,

sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan

induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri

antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda –

tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk

kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan

spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2

hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.

2. Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila

tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila

skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil

lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.

Page 29: LAPORAN KASUS

A. KPD dengan kehamilan aterm.3

1. diberikan antibiotik (Injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu).

2. observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila meningkat > 37.6°C segera terminasi.

3. bila suhu rectal tidak meningkat ditunggu 12 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu

dilakukan terminasi.

B. KPD dengan kehamilan preterm.

I. Perkiraan Berat Badan Janin >1500 gram.

Page 30: LAPORAN KASUS

1. diberikan antibiotik, injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu selama 2 hari

dilanjutkan amoxicillin 3x500 mg/hari per os selama 3 hari.

2. diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru yaitu injeksi

Deksametason 10 mg IV, 2x selama 24 jam atau injeksi Betametason 12 mg IV, 2x

selama 24 jam.

3. observasi 2x24 jam, bila belum inpartu segera terminasi.

4. observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37.6°C

segera terminasi.

II. Perkiraan Berat Badan Janin <1500 gram.

1. diberikan antibiotik, injeksi Ampicilin 1 g/6 jam IV, tes dulu selama 2 hari

dilanjutkan amoxicillin 3x500 mg/hari per os selama 3 hari.

2. observasi 2x24 jam dan suhu rektal tiap 3 jam.

3. bila suhu rektal meningkat > 37.6°C segera terminasi.

4. bila 2x24 jam air ketuban tidak keluar dilakukan USG:

a. bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan (konservatif).

b. bila jumlah air ketuban sedikit, segera terminasi.

5. bila 2x24 jam air ketuban masih tetap keluar, segera terminasi.

6. bila konservatif, sebelum penderita pulang diberi nasehat.

a. segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar air ketuban

lagi.

b. tidak boleh koitus.

c. tidak boleh manipulasi vagina.

Yang dimaksud terminasi adalah

1. Induksi persalinan dengan Oksitosin drip 5 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% dimulai 8

tetes permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat, maksimal 40 tetes

per menit.

2. Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau oksitosin drip gagal.

3. induksi persalinan dinyatakan gagal bila dengan 2 botol ( masing-masing 5 IU dalam

500 cc Dekstrose 5%) belum ada tanda-tanda awal persalinan atau bila 12 jam belum

keluar dari fase laten dengan tetesan maksimal.

Page 31: LAPORAN KASUS

2.8 Komplikasi

KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban

dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur

kehamilan makin memanjang LP-nya.

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usai kehamilan. Dapat

terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali

pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan

normal.

a. Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusuloleh persalinan. Periode laten tergantung

umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah.

Pada kehamilan diantara 28-34 minggu 50% persalinan dlam 24 jam. Pada kehamilan

kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

b. Infeksi

risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi

korioamnionitis. Pada bayi dpat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya

terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketubah pecah dini prematur, infeksi

lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah

dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

c. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahanya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat sehingga

terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

d. Sindrom deformitas janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhabat,

kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmoner.

KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia

kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap

kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya.

6:

1. Terhadap janin

Page 32: LAPORAN KASUS

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah

terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)

sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas

perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:

- Infeksi intrauterin

- Tali pusat menumbung

- Kelahiran prematur

- Amniotic Band Syndrome

2. Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila

terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas),

peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat

tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-

gejala infeksi. hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada

ibu.

2.9 Prognosis

Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin

timbul serta umur kehamilan.

Page 33: LAPORAN KASUS

BAB 3

KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : Ny S

Umur : 25 tahun

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

Alamat : Jl lele IV no 51

MRS : 09 Juli 2015 pk 11.20 WIB

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama

Keluar air dari jalan lahir

Perjalanan Penyakit

Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau

13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening

lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan

adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit

dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar

lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada

riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini

sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak

sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak

ada demam.

Hari pertama haid terakhir ( HPHT) : 28-09-2015

Page 34: LAPORAN KASUS

Taksiran partus : 05 Juli 2015

Menarche : 15 tahun

Siklus : tidak teratur

Lamanya haid : 3-4 hari

ANC : Bidan (teratur), Kontrol ke SpOG

USG (+) : + 1x, USG terakhir tanggal 6-07-2015 hasil baik

dengan presentasi kepala

Riwayat Kehamilan/Persalinan : (-)

Riwayat Kontrasepsi

Sejak menikah pasien tidak memakai alat kontrasepsi.

Riwayat Pernikahan

1 kali selama 1 tahun

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit seperti hipertensi, DM, penyakit jantung, dan asma disangkal.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : TSS

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : Tekanan darah 120/80 mmHg

Nadi 84x / menit

Napas 20x / menit

Suhu 36,7oC

Page 35: LAPORAN KASUS

Berat badan : 60,5 kg

Tinggi badan : 158 cm

Status General

Mata : Anemis ( -/- ), Ikterus ( -/- )

Jantung : SIS2 tunggal, regular, murmur (-)

Paru : Vesikular, rhonki (-/-) Wheezing (-/-)

Abdomen : Perut membesar sesuai dengan usia kehamilan

Bising usus (+) N, distensi (-)

Ekstremitas : Odem (-)

Status Obstetrikus

Abdomen : TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala,

sudah masuk PAP.

DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)

Vagina : VT (11.45

wib):

Ø 1 cm, portio tebal lunak, ket (-),preskep, Hodge I, ST air.

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : GDS 70 mg/dl

Cr 0,65mg/dl

Leukosit 13.560 mg/dl

Hb 11,6 g/dl

Trombosit 212.000/ul

Page 36: LAPORAN KASUS

3.5 DIAGNOSIS

KPD 13 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU

3.6. PERENCANAAN

Rencana Terapi

- MRS

- IVFD RL 20 tts/mnt

- Ceftriaxone 2x1 gr (IV)

- Rencana Induksi Persalinan

Rencana edukasi

KIE keluarga tentang rencana perawatan

3.7. RESUME

Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau

13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening

lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan

adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit

dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar

lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada

riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini

sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak

sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak

ada demam.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan 120/80 mmHg, nadi 84x/menit 20x/menit,

temperatur axila 36,7 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri

didapatkan TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala, sudah

masuk PAP. DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)

Page 37: LAPORAN KASUS

3.8. FOLLOW UP PASIEN

09 juli 2015

Pk. 15.30 Os mengaku tidak ada keluhan

Evaluasi, NST (+) rentang 158-170x/m GJ (+) 1x

VT Ø 1 cm, ket (-) jernih

Ass: KPD 15 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU

Plan : oksigenasi 6-8 lpm, miring kiri, guyur RL 1 fls, NST ulang 2 jam lagi.

Pk 17.30 Sakit Os mengaku tidak ada keluhan

Evaluasi

Evaluasi, NST (+) rentang 155-172x/m GJ (+) 1x

Plan : oksigenasi 6-8 lpm, miring kiri, pro sc cito pukul 19.30 wib

Ass: KPD 17 jam pada G1P0AO uk 40-41 minggu inpartu kala 1 fase laten, JITHU + Fetal

distress

3.9. FOLLOW UP RUANGAN

10 Juli 2011

S : Nyeri di daerah luka op, Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit

Mobilitas (+) Perdarahan (-)

O : St Present T 110/80 mmHg, N 82x/mnt, R 18x/mnt

Mata anemi -/-, ikterus -/-

Thorax cor/po : dbn

Page 38: LAPORAN KASUS

Abdomen : TFU 1 jr bpst, Luka op tampak tenang

Kontraksi (+) baik

Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)

Ass : P1AO post Sc H1 a/i KPD + Fetal distress

Tx : Observasi perdarahan

Cek DL

Infus RL 20 Tpm

Ceftriaxone1gr 2x1

As mefenamat 3x500 mg

Ketorolac 30mg 3x1

11 Juli 2011

S : Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit Mobolitas (+) Perdarahan (-

)

O : St Present T 120/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt

Mata anemi -/-, ikterus -/-

Thorax cor/po dbN

Abdomen : TFU 2 jr bpst, Luka op tampak tenang

Kontraksi (+) baik

Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)

Lab : Hb 11,1

Leu 14.000

Erit 3.43 juta

Page 39: LAPORAN KASUS

Trombosit 220.000

Ass : P1AO post Sc H2 a/i KPD + Fetal distress

Tx : Infus dan dc di aff

Cefadroxil 2x1

Asam mefenamat 3x1

SF 1x1 tab

12 Juli 2011

S : Makan/minum (+) BAB (+), BAK (-), ASI (+) Sedikit Mobolitas (+) Perdarahan (-

)

O : St Present T 120/80 mmHg, N 82x/mnt, R 20x/mnt

Mata anemi -/-, ikterus -/-

Thorax cor/po dbN

Abdomen : TFU 1 jr bpst, Luka op tampak tenang

Kontraksi (+) baik

Vagina : Lochia (+) Perdarahan Aktif (-)

Ass : P1AO post Sc H3 a/i KPD + Fetal distress

Tx : Ganti perban

Cefadroxil 2x1

Asam mefenamat 3x1

SF 1x1 tab

BLPL

Page 40: LAPORAN KASUS

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.00 WIB (08 Juli 2011) atau

13 jam sebelum MRS. pasien mengaku air keluar seperti air kencing berwarna bening

lumayan banyak, cairan tidak berbau, tidak ada darah yang keluar, pasien tidak merasakan

adanya rasa mules dan tidak ada sakit perut., Awalnya keluar banyak dan merembes sedikit

dikit dari celana pasien. Pasien mengaku tidak merasakan mules-mules dan tidak ada keluar

lendir lendir bercampur darah. Pasien tidak ada riwayat trauma atau terjatuh. tidak ada

riwayat koitus (-). BAB dan BAK normal, pasien tidak pernah mengalami kejadian seperti ini

sebelumnya, pasien tidak ada keluhan pusing, tidak ada mual, tidak ada riwayat kaki bengkak

sebelumnya, pasien tidak ada riwayat keputihan, tidak ada riwayat kencing panas dan tidak

ada demam

Dari pemeriksaan fisik didapatkan 120/80 mmHg, nadi 84x/menit 20x/menit,

temperatur axila 36,7 °C. Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri

didapatkan TFU 3 jr bpx (30cm), letak kepala, punggung kiri, Presentasi kepala, sudah

masuk PAP. DJJ (+) 150x/mnt, his (-) GJ (+)

Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan Anamnese, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada Anamnesa didapatkan keluar cairan pervaginam, jernih, tidak

berbau sejak 13 jam SMRS. Umur kehamilan didapatkan 40-41 minggu dari HPHT.

Pemeriksaan fisik didapatkan dari inspeksi tampak keluar cairan pervaginam. Pada

pemeriksaan dalam ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah pecah

Pada pasien ini faktor predisposisi terjadinya KPD dilakukan dengan metode eksklusi

dimana faktor infeksi, umur dan paritas dapat disingkirkan. Pada pasien tidak ditemukan

tanda-tanda infeksi, usia pasien juga masih muda (25 tahun) dengan kehamilan yang ketiga.

Faktor-faktor lain seperti faktor selaput ketuban, gizi, status sosio ekonomi rendah, hormonal,

stres psikologis tidak dapat disingkirkan sebagai faktor resiko sebab tidak dilakukan

penelusuran lebih lanjut.

Page 41: LAPORAN KASUS

Penatalaksanaan

Pasien datang dengan keluhan keluar air pervaginam sejak 1 jam SMRS dengan umur

kehamilan 39-40 minggu.

Saat masuk pada pasien tidak ditemukan infeksi, tanda-tanda inpartu dan

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan penatalaksaaan KPD aterm yaitu

pasien diberikan injeksi antibiotic sebagai profilaksis dan karena ketuban pecah dini telah

berlangsung lebih dari 12 jam, maka seegera dilakukan terminasi disertai dengan tanda tanda

gawat janin sehingga sehingga pasien batal untuk diinduksi dan langsung di lakukan SC.

Sedangkan di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi ACOG (American

College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American Academy of Pediatrics)

antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus persalinan dengan faktor risiko infeksi

seperti kasus KPD dengan lama ketuban pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni kuman

Streptokokus Grup Beta dan persalinan kurang 37 minggu. Pembatasan penggunaan

antibiotika profilaksis ini dimaksudkan untuk mengurangi efek samping antibiotika,

mencegah resistensi kuman dan mengurangi biaya. 1

Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu. Hal ini dinilai dari kondisi ibu yang

tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dengan didukung oleh hasil laboratorium yang masih

dalam batas normal. Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik

setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina berbau atau

terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke poli secepatnya.

Page 42: LAPORAN KASUS

BAB 5

KESIMPULAN

Kesimpulan pada kasus ini adalah:

1. Diagnosis pada pasien ini sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yaitu KPD > 12 jam pada G1P0A0 uk 40-41 minggu,JTHUI presentasi kepala +

fetal distress

2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi aktif pada KPD.

karena ketuban pecah dini telah berlangsung lebih dari 12 jam, maka seegera dilakukan

terminasi disertai dengan tanda tanda gawat janin sehingga sehingga pasien batal untuk

diinduksi dan langsung di lakukan SC.

Page 43: LAPORAN KASUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Ketuban Pecah Dini. In: Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi

FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS

Sanglah. Denpasar. 2004. p:8-10

2. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini

terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia

Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17

3. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine Principle and

Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company

Ltd. USA. 2004. p: 723-37.

4. Goepfert AR, Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle for Practice.

Editors: Ling FW, Duff P; McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. 2001. p:

357-67.

5. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R; Prematur Rupture of the Membrans. In: High

Risk Pregnancy Management Options. Editors: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B;

W.B. Saunders Company Ltd. London. 1994. p: 163-70.

6. Kovavisarach E, Sermsak P; Risk factors related to prematur rupture of the membrans in

term pregnant women: a case-control study. The Australian and New Zealand Journal of

Obstetrics and Gynecology. Vol 40, no 1, February 2000. Editor: Brennecke S. The Royal

Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologist. 2000. p: 30-32.

7. Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of membrans.

BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 5 Juli 2006.

8. Parry S, F.Strauss III J. Review Article Mechanism of Disease: Prematur rupture of the

fetal membrans. Editor: Epstein FH. The England Journal of Medicine. Massachusetts

Medical Society. March 5 1998. p:1-20. http://www.nejm.org. Akses 20 Juli 2011.

9. Yale Medical Group The Physicians of Yale University. Prematur Rupture of Membrans

(PROM) / Preterm Prematur Rupture of Membrans (PPROM). Revised: October 28,

2005. http://www.info.med.yale.edu/ysm/index.html. Akses 20 Juli 2011.

10. Karkata, IM Kornia et al. Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien.

Lab/SMF Obgyn FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2003.

Page 44: LAPORAN KASUS

11. The Royal Women’s Hospital. Rupture of the Membrans: Preterm Prematur (PPROM).

Last Updated 06 June 2005. Authorised by: Jeremy Oats.

http://www.rwh.org.au/rwhcpg/maternity.cfm. Akses 20 Juli 2011.

12. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Prematur rupture of

membrans. Washington (DC): American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG); 1998 Jun. 10 p. (ACOG practice bulletin; no. 1). http://www.guideline.gov.

Akses 20 Juli 2011.