laporan akhir pkm-p situs cinta (diversitas dan distribusi cacing tanah) pada jalur hijau di kota...
Post on 03-Jan-2016
181 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
SITUS CINTA (DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI CACING TANAH) PADA JALUR
HIJAU DI KOTA SURABAYA
BIDANG KEGIATAN :
PROGRAM KEGIATAN MAHASISWA PENELITIAN (PKM-P)
Oleh:
Ketua : Anis Ariyanti NIM : 081011037 Angkatan 2010
Anggota : Monica Astrid Respa P. NIM : 081011005 Angkatan 2010
Farah Rizki Octavia NIM : 081011029 Angkatan 2010
Titi Tiara Anasstasia NIM : 081011053 Angkatan 2010
Ony Virnanda Pratama NIM : 081111002 Angkatan 2011
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013
2
HALAMAN PENGESAHAN USULAN PROGRAM KREATIF MAHASISWA-
PENELITIAN
1. Judul Kegiatan : SITUS CINTA (Diversitas dan Distribusi Cacing Tanah) pada Jalur
Hijau di Kota Surabaya
2. Bidang kegiatan : (√ ) PKM-P ( ) PKM-M ( ) PKM-KC
( ) PKM-K ( ) PKM-T
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Anis Ariyanti
b. NIM : 081011037
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Lingkungan
d. Universitas : Airlangga
e. Alamat Rumah : Mulyorejo Tengah Gg. 3A No.5B Surabaya
f. No. Telp/Hp : 085706877692
g. Alamat email : ren_nizz@yahoo.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 4 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Drs. Trisnadi Widyaleksono C. P., M.Si.
b. NIDN : 0015126305
c. Alamat Rumah : Perum. Griyo Mapan Sentosa A5 No. 1 Waru, Sidoarjo
d. No HP : 08113429166
6. Biaya Total Kegiatan
a. Dikti : Rp. 6.500.000,00
7. Jangka Waktu Pelaksanaan :
Surabaya, Juli 2013
Menyetujui
Wakil Dekan I
FSAINTEK UNAIR
Dr. Nanik Siti Aminah, M.Si
NIP. 1961061611987011001
Ketua Pelaksana Kegiatan
Anis Ariyanti
NIM. 081011037
Direktur Kemahasiswaan
Universitas Airlangga
Drs. Koko Srimulyo, M.Si
NIP 196602281990021001
Dosen Pendamping
Drs. Trisnadi Widyaleksono C. P., M.Si.
NIDN. 0015126305
3
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji tentang jenis, persebaran serta dominansi komunitas cacing tanah di
jalur hijau Kota Surabaya, yaitu pada stasiun penelitian di JL. Diponegoro, JL. Darmo, JL.
A. Yani, JL. Kertajaya, dan JL. HR. Muhammad. Sampling dilakukan dengan mengambil
cacing tanah pada plot berukuran 20x20 cm2 dengan kedalaman 10 cm. Setelah itu
dilakukan sortasi dan diawetkan dengan formalin 4% untuk selanjutnya dilakukan
identifikasi. Berdasarkan hasil identifikasi bahwa terdapat 12 jenis cacing tanah yang
ditemukan di jalur hijau tersebut. Jalan Darmo memiliki nilai indeks diversitas yang paling
tinggi sebesar 1,67 sedangkan Jalan Kertajaya memiliki jumlah individu yang ditemukan
hanya 3 ekor dengan spesies yang sama dan diperkirakan terdapat 1250 ekor/100m2. Indeks
diversitas cacing tanah paling rendah sebesar 0 yang terdapat pada Jalan Kertajaya. Jenis
cacing yang paling mendominasi Bimastos parvus.
Kata kunci : Surabaya, jalur hijau, diversitas dan distribusi, cacing tanah
4
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, hidayah serta
Inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) bidang penelitian yang berjudul “SITUS CINTA (Diversitas dan Distribusi
Cacing Tanah) Pada Jalur Hijau di Kota Surabaya”. Laporan akhir ini tersusun atas
beberapa bab, yaitu bab pendahuluan, tinjauan pustaka, metode pendekatan, pelaksanaan
program, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan saran. Setiap isi dari bab tersebut
terangkai secara komperehensif untuk melaksanakan penelitian mengenai diversitas dan
distribusi cacing tanah pada jalur hijau di kota Surabaya.
Laporan akhir ini merupakan salah satu syarat wajib yang disusun untuk
melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian. Penyusunan
laporan akhir ini sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Universitas
Airlangga. Semoga laporan akhir ini dapat diterima serta dapat memberikan manfaat pada
mahasiswa, serta perguruan tinggi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Surabaya, Juli 2013
Penyusun
5
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pencemaran udara menyebabkan penurunan kesehatan dan lingkungan.
Permasalahan dapat berupa gangguan pernapasan, saraf, kanker, penyakit jantung, hingga
penurunan IQ. Hal ini menjadi alasan akan pentingnya keberadaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH). Jalur hijau merupakan suatu tempat dimana biasanya dimanfaatkan para pejalan
kaki serta tempat dimana bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman penghijauan.
Mengingat sangat pentingnya jalur hijau tersebut, maka diperlukan pengelolaan untuk
menjaga kesuburan tanah agar kondisi tanamannya juga tetap terjaga.
Tanah yang subur sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Organisme dalam
tanah sangat berperan dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi dan siklus
unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994). Cacing tanah
merupakan organisme yang berperan penting dalam menyuburkan tanah. Aktivitas cacing
tanah mempengaruhi laju dekomposisi bahan organtik tanah sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah (Subler et al., 1998). Karena fungsinya
tersebut maka bila pada jalur hijau tersebut mempunyai populasi cacing tanah yang
berlimpah, maka proses penyuburan dan kesuburan tanah jalur hijau dapat terjaga.
Disamping itu dengan terjaganya kesuburan tanah jalur hijau secara alami dengan
keberadaan cacing tanah, memungkinkan menurunkan biaya perawatan jalur hijau. Oleh
karena itu, perlu dilakukannya penelitian awal untuk mengetahui diversitas dan distribusi
cacing tanah pada jalur hijau (jalur hijau) di kota Surabaya.
Perumusan Masalah
Pada jalur hijau di Kota Surabaya, (1) Jenis cacing tanah apa sajakah yang
ditemukan pada beberapa jalur hijau di Surabaya? (2) Bagaimana persebaran berbagai jenis
cacing tanah yang ditemukan pada jalur hijau di Surabaya? (3) Jenis cacing tanah apakah
yang mendominasi di jalur hijau Kota Surabaya?
Tujuan Program
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis cacing tanah yang dapat ditemukan
di beberapa jalur hijau di kota Surabaya, mengetahui persebaran komunitas cacing tanah
tersebut di jalur hijau dan mengetahui jenis cacing tanah yang mendominasi di beberapa
jalur hijau di kota Surabaya.
Luaran yang Diharapkan
Dapat mengetahui jenis cacing tanah yang tersebar pada jalur hijau di kota
Surabaya. Sehingga melalui upaya ini diharapkan dapat mengoptimalkan produktivitas
(kesuburan) dan fungsi jalur hijau dengan cara memanfaatkan keberadaan cacing tanah
tersebut.
Kegunaan Program
Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menciptakan jalur hijau di kota Surabaya yang terawat dan produktif.
2. Memanfaatkan keberadaan cacing tanah yang memiliki kemampuan dekomposisi
sehingga diharapkan mampu menyuburkan jalur hijau.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi tanah adalah permukaan bumi
atau lapisan bumi atas sekali, keadaan bumi di suatu tempat; permukaan bumi yang diberi
batas, bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan
sebagainya). Keadaan tanah berkaitan dengan tekstur tanah, kadar air tanah, pengolahan
tanah (Wesley, 1973). Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah (Hardjowigeno,
1995). Dalam segi kesuburan, tekstur memegang peranan penting dalam pertukaran ion,
sifat penyangga, kejenuhan basa dan sebagainya.
Kadar air tanah adalah jumlah air tanah yang tekandung dalam pori-pori tanah dalam
suatu massa tanah tertentu. Kadar air tanah dapat berubah-ubah pada tiap kedalaman karena
merupakan bagian tanah yang tidak stabil. Perubahan kadar air tanah tersebut dapat
menyebabkan perubahan nilai tahanan penetrasi dan densitas (bulk density) tanah. Kadar air
juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap volume
tanah.
Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah yang
buruk yang terjadi selama pertumbuhan sebelumnya, seperti pemadatan tanah atau
kehilangan strukrur tanah terutama akibat hujan dan lintasan mesin-mesin. Oleh sebab itu,
pengolahan tanah ditujukan untuk mengatasi kekurangan-kekurangan, seperti penembusan
akar yang kurang dalam, aerasi dan porositas tanah yang buruk, dan adanya lapisan tapak
bajak.
Tinjauan Umum Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk binatang invertebrata (tidak bertulang belakang). Ia hidup di
dalam tanah yang gembur dan lembab. Cacing tanah mempunyai potensi memberi
keuntungan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia (Budiarti dan Asiani, 1993).
Menurut Barnes (1987), ciri-ciri dari cacing tanah adalah hidupnya di dalam tanah di daerah
tropis, morfologi tubuhnya berbentuk bilateral simetris, silindrik, reproduksi hermaprodit.
Bentuk cacing tanah yang dewasa, ditandai dengan adanya gelang (clitellum) pada
tubuhnya. Cacing dewasa akan menghasilkan kokon dan setiap kokon akan menghasilkan
rata-rata 4 ekor cacing muda (Budiarti dan Asiani, 1993).
Cacing tanah memiliki syarat hidup optimum yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Berikut adalah syarat hidup optimum cacing tanah (a) Suhu. Suhu yang ekstrim tinggi atau
rendah dapat mematikan cacing tanah. (b) Kelembapan tanah. Menurut Rukmana (1999),
kelembaban ideal untuk cacing tanah adalah antara 15%-50%, namun kelembaban
optimumnya adalah antara 42%-60%. (c) pH tanah. Cacing tanah sangat sensitif terhadap
keasaman tanah, karena itu pH merupakan faktor pembatas dalam menentukan jumlah
spesies yang dapat hidup pada tanah tertentu. Dari penelitian yang telah dilakukan, secara
umum didapatkan cacing tanah menyukai pH tanah sekitar 5,8-7,2 karena dengan kondisi
ini bakteri dalam tubuh cacing tanah dapat bekerja optimal untuk mengadakan pembusukan.
Penyebaran vertical maupun horizontal cacing tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah
(Edwards & Lofty, 1977). (d) Vegetasi. Menurut Suin (1982), pada tanah dengan vegetasi
dasarnya rapat, cacing tanah akan banyak ditemukan, karena fisik tanah lebih baik dan
sumber makanan yang banyak ditemukan berupa seresah. (e) Tekstur tanah. Tekstur tanah
sangat mempengaruhi kehidupan cacing di dalam tanah. Bila tekstur tanah pasir maka tidak
ada cacing tanah, karena kelembapan pada tanah pasir tidak memadai untuk kehidupan
cacing. (f) Bahan organik. Menurut Russel (1988), bahan organik mempengaruhi sifat
7
fisik-kimia tanah dan bahan organik tersebut merupakan sumber pakan untuk menghasilkan
energi dan senyawa pembentukan tubuh cacing tanah.
Peranan Cacing Tanah
Secara umum peranan cacing tanah sebagai bioamelioran (jasad hayati penyubur dan
penyehat) tanah terutama melalui kemampuannya dalam memperbaiki sifat-sifat tanah,
seperti ketersediaan hara, dekomposisi bahan organik, pelapukan mineral, sehingga mampu
meningkatkan produktivitas tanah (Hanafiah, 2005).
Hegner & Engeman (1978) menyatakan bahwa pembentukan pori-pori tanah
dilakukan oleh cacing tanah sehingga campuran bahan organik dan anorganik membentuk
bahan-bahan lain yang tersedia bagi tanah. Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya
serap tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Oleh sebab itu, persediaan air dalam
tanah akan lebih stabil, sehingga menjamin pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman
yang baik akan menyebabkan daun-daun tumbuhan lebih baik.
Tomati et. al. (1988) dalam Morario (2009) juga menyatakan bahwa tanah dengan
kepadatan populasi cacing tanahnya tinggi akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah
(kasting) yang bercampur dengan tanah merupakan pupuk yang kaya akan nitrat organik,
fosfat, dan kalium yang membuat tanaman mudah menerima pupuk yang diberikan ke
tanah, disamping formasi bahan organik tanah dan mendistribusikan kembali bahan organik
di dalam tanah.
Kegiatan cacing tanah menerowongi tanah dapat membentuk pori mikro yang
mantap dan sambung menyambung melancarkan daya hantar air, memudahkan proses
pertukaran gas, menyediakan medium yang baik bagi pertumbuhan akar (Notohadiprawiro,
1998).
Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota,
kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga,
kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan,
bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli et al., 2004). Berdasarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di
Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang
lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur
dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.
Dalam ruang terbuka hijau, pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman
atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah. Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk
penanaman pohon di bagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di
median atau tengah jalan untuk jalan raya atau jalan dua arah maupun di kanan dan kiri
jalan. Sering pula dijumpai jalan yang di kanan kirinya sudah dibuatkan jalur khusus untuk
pejalan kaki (pedestrian) masih dapat pula ditanami pohon (Nazaruddin, 1996).
Hasni (2008) menyatakan yang dimaksud dengan jalur hijau atau green belts adalah
daerah penyangga yang diproyeksikan di sekeliling batas (administratif) kota. Sabuk hijau
penyangga umumnya berbentuk memanjang, bahkan bisa mencapai puluhan kilometer,
namun jarak lebar jalur hijau ini relatif pendek, di mana ukuran pendek tidaknya tergantung
pada kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi alam serta jenis kegiatan penduduk yang
akan dilakukan di dalamnya.
8
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode sistematis yang bersifat Purpostive Sampling
yaitu pengambilan bahan yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat
oleh peneliti (Sopiyudin, 2009). Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplorasi
sehingga tidak diperlukan kajian mengenai variabel bebas, variabel terikat dan variabel
kontrol. Penelitian ini dilakukan pada selama 17 (tujuh belas) minggu dalam 6 tahap.
Tahap-tahap penelitian tersebut meliputi tahap persiapan, tahap sampling pendahuluan,
tahap survei, tahap sampling, tahap identifikasi, dan tahap evaluasi dan pelaporan akhir
(Gambar 1).
Gambar 1. Metode Penelitian
Tahap Persiapan
Pada tahap ini, sebelum melakukan pengambilan sampel cacing tanah, dilakukan
perizinan formal pada pemerintah Kota Surabaya melalui BAKESBANGPOL & LIMAS
Kota Surabaya dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya.
Tahap Sampling Pendahuluan
Pada tahap ini, kami melakukan sampling pendahuluan di taman FST UNAIR untuk
mendapatkan sampel pembanding. Pada tahap ini juga kami mempelajari teknik-teknik
sampling yang benar dengan dosen pembimbing.
Tahap Survei
Pada tahap ini, kami mulai melakukan survei lokasi-lokasi sampling. Kami akan
melakukan sampling di lima jalur hijau yang terdapat pada jalan-jalan utama Kota
Surabaya. Kelima jalan tersebut yaitu Jl. Diponegoro dan Jl. Darmo (Surabaya Pusat), Jl. A.
Yani (Surabaya Selatan), Jl. Kertajaya (Surabaya Timur) dan Jl. HR. Muhammad (Surabaya
Barat).
Tahap Sampling
Penentuan titik sampling dilakukan dengan melihat ada tidaknya kasting cacing
tanah pada permukaan tanah di jalur hijau. Pada masing-masing titik sampling dibuat plot
berukuran 20 x 20 cm dengan kedalaman 10 cm. Setiap jalan diambil 2 plot dengan
pengulangan 2 kali. Penggalian tanah dilakukan dengan menggunakan sekop lalu
ditempatkan pada wadah plastik. Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 08.00-10.00
WIB. Selanjutnya cacing tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. Cacing tanah yang
didapatkan, dikumpulkan dan dibersihkan dengan air serta dihitung jumlahnya, kemudian
dimasukkan ke dalam botol sampel lalu diberi formalin 4%. Cacing tanah yang telah
diawetkan ini dibawa ke Laboratorium Basah FST UNAIR untuk diidentifikasi.
9
Tahap Identifikasi
Sampel cacing tanah yang telah diawetkan, terlebih dahulu dikelompokkan sesuai
dengan ukuran tubuhnya. Selanjutnya dideterminasi warna tubuh bagian bawah perutnya
(dorsal side) dan bagian antara kepala dan clitellum dan diidentifikasi berdasarkan acauan
Worm Watch (2000).
Tahap Evaluasi dan Pelaporan Akhir
Setelah diidentifikasi dan diketahui jenis-jenis cacing yang ditemukan, dilakukan
analisis data mengenai Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif masing-masing jenis,
Frekuensi Kehadiran dan Indeks Diversitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kepadatan populasi (K) menurut Odum (1971)
Keterangan :
K = kelimpahan organisme untuk cacing tanah dinyatakan dalam individu/400cm2
tanah
a = jumlah organisme
b = luas bor tanah (cm)
s = ulangan pengambilan contoh tanah
Kepadatan Relatif (KR) menurut Suin dan Iswandi (1994)
Frekuensi Kehadiran (FK) menurut Suin dan Iswandi (1994)
Indeks Diversitas (H’) menurut Krebs (1985)
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman jenis (spesies)
pi = perbandingan antara jumlah spesies atau genus total = ni/Ni
S = jumlah spesies/genus
Menurut Wilhm (1975), nilai indeks ini diklasifikasikan atas tiga kategori, yaitu :
H’ < 1 = Keanekaragaman rendah, penyebaran individu tiap spesies/genus rendah dan
kestabilan komunitas rendah
1 < H’ < 3 = keanekargaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies atau genus
sedang dan kestabilan komunitas sedang
H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis spesies/genus
tinggi dan kestabilan komunitas tinggi
10
IV. PELAKSANAAN PROGRAM
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013 di 5 (lima) lokasi jalur hijau
yaitu jalur hijau pada Jl. Diponegoro, Jl. Darmo, Jl. Kertajaya, Jl. A. Yani dan Jl. HR.
Muhammad Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
Tahapan Pelaksanaan/Jadwal Faktual Pelaksanaan
Jadwal kegiatan program dilaksanakan berdasarkan sebagaimana tertuang pada tabel
berikut.
Tabel 1. Jadwal Faktual Pelaksanaan Kegiatan
No Tahapan
Tahun 2013
Februari Maret April Mei Juni
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
2 Sampling Pendahuluan
3 Survei
4 Sampling
5 Identifikasi
6 Evaluasi & Pelaporan Akhir
Instrumen Pelaksanaan
Instrumen yang digunakan berupa tanah sampling dan formalin 4 % serta peralatan
berupa botol-botol penyimpanan, sekop mini, peralatan laboratorium dan alat tulis.
Rekapitulasi Rancangan dan Realisasi Biaya
Total biaya yang disetujui untuk program kreatif mahasiswa ini oleh DIKTI adalah
Rp 6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu rupiah). Perincian pengeluaran berdasarkan
jenis pengeluaran sampai dengan laporan akhir penelitian diberikan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Rincian Penggunaan Biaya
No Jenis Pengeluaran Jumlah Biaya
Rancangan Realisasi
1 Alat pengambilan sampel Rp. 500.000,00 Rp. 740.000,00
2 Wadah pemilahan Rp. 300.000,00 Rp.85.500,00
3 Alat Kantor dan Administrasi Rp. 400.000,00 Rp. 272.300,00
4 Transportasi Rp. 600.000,00 Rp. 500.000,00
5 Pinset Rp. 100.000,00 Rp. 52.000,00
6 Sarung tangan Rp. 50.000,00 Rp. 133.000,00
7 Masker Rp. 100.000,00 Rp. 77.200,00
8 Formalin Rp. 200.000,00 Rp. 15.000,00
9 Wadah penyimpanan Rp. 300.000,00 Rp. 874.500,00
10 Tissu Rp. 25.000,00 Rp. 30.400,00
11 Pulsa HP dan modem internet Rp. 750.000,00 Rp. 831.000,00
12 Dokumentasi Rp. 200.000,00 Rp. 77.500,00
13 Fotocopy dan Print Rp. 100.000,00 Rp. 18.600,00
14 Konsumsi Rp. 300.000,00 Rp. 525.400,00
11
Tabel 2. Rincian Penggunaan Biaya (lanjutan)
15 Lup Rp. 750.000,00 Rp 20.000,00
16 Laporan akhir Rp. 200.000,00 Rp. 59.500,00
Total Rp. 4.875.000,00 Rp. 4.311.900,00
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan hal yang penting dalam penataan ruang
perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, salah satu contohnya adalah jalur hijau
(jalur hijau). Jalur hijau merupakan suatu tempat dimana biasanya digunakan oleh para
pejalan kaki serta bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman penghijauan. Oleh sebab itu,
penting dilakukan pengelolaan untuk menjaga kesuburan tanah. Salah satu organisme yang
mempunyai peran penting dalam penyuburan tanah adalah cacing tanah. Aktivitas cacing
tanah mempengaruhi laju dekomposisi bahan organtik tanah sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah.
Penelitian ini dilakukan di jalur hijau Kota Surabaya. Lokasi sampling cacing tanah
pada Jl. Diponegoro, Jl. Darmo, Jl. A. Yani, Jl. HR. Muhammad, dan Jl. Kertajaya. Dasar
pertimbangannya adalah Jl. A. Yani merupakan pintu gerbang Kota Surabaya bagian
selatan, Jl. HR. Muhammad mewakili Kota Surabaya bagian barat, Jl. Kertajaya mewakili
Kota Surabaya bagian timur, Jl. Darmo dan Jl. Diponegoro mewakili Kota Surabaya bagian
pusat. Dalam pengambilan sampel dilakukan selama 3 bulan, mulai dari bulan Maret sampai
bulan Mei 2013. Teknik pengambilan cacing tanah yang dilakukan bersifat Purpostive
Sampling yaitu pengambilan bahan yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti (Sopiyudin, 2009). Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksplorasi
sehingga tidak diperlukan kajian mengenai variabel bebas, variabel terikat dan variabel
kontrol.
Jenis Cacing Tanah dan Nilai Kepadatan Cacing Tanah yang Ditemukan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang diversitas dan distribusi cacing
tanah pada jalur hijau di Kota Surabaya didapatkan seperti yang terlihat pada Tabel 3
berikut ini.
Tabel 3. Cacing Tanah yang Ditemukan pada Lokasi-Lokasi Penelitian
No Spesies/Jenis Lokasi
I II III IV V
1 Aporrectodea longa - + - - -
2 Aporrectodea rosea + + + + +
3 Aporrectodea trapezoides - + - - -
4 Aporrectodea tuberculata + - - + -
5 Aporrectodea turgidaa + + - + +
6 Bimastos parvus + + - + +
7 Dendrodrilus rubidus + + - - -
8 Eisenia foetida + - - - -
9 Lumbricus castaneus + + - - -
10 Lumbricus festivus + + - + +
11 Lumbricus rubellus - + - - -
12 Sparganophilus eiseni + - - - -
Jumlah Spesies yang ditemukan 9 9 1 5 4
12
Keterangan : + = ditemukan; - = tidak ditemukan; Lokasi I = Jl. Diponegoro; Lokasi II = Jl.
Darmo; Lokasi III = Jl. Kertajaya; Lokasi IV = Jl. A. Yani; Lokasi V = Jl. HR.
Muhammad;
Didapatkan sebanyak 9 jenis cacing tanah yang ditemukan di 2 lokasi berbeda yaitu
pada lokasi I Jl. Diponegoro dan lokasi II di Jl. Darmo. Kemudian 5 jenis cacing ditemukan
di lokasi IV Jl. A. Yani, 4 jenis cacing di lokasi V Jl. HR. Muhammad. Sedangkan jumlah
paling sedikit yaitu 1 jenis cacing ditemukan di lokasi III Jl. Kertajaya. Keberadaan jenis
cacing tanah yang didapatkan pada kelima lokasi menunjukkan bahwa masing-masing
lokasi memiliki kondisi faktor fisik-kimia lingkungan yang mendukung kehidupan cacing
yang berbeda-beda. Faktor fisik-kimia lingkungan yang mendukung kehidupan cacing tanah
diantaranya adalah pH tanah dan kandungan bahan organik.
Menurut Hanafiah (2005), pH tanah sangat mempengaruhi populasi dan aktivitas
cacing tanah sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Selain itu
menurut Edward dan Lofty (1977), cacing tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah,
karena itu pH merupakan faktor pembatas dalam menentukan jumlah spesies yang dapat
hidup pada tanah tertentu. Cacing tanah menyukai pH tanah sekitar 5,8-7,2. Sehingga dapat
dikatakan penyebaran cacing tanah secara vertikal maupun horizontal dipengaruhi oleh pH
tanah. Selain itu keberadaan cacing spesies cacing tanah pada suatu areal ditentukan oleh
kandungan bahan organik areal tersebut (Wallwork, 1970). Pada penelitian ini tidak
dilakukan pengukuran terhadap faktor-faktor fisik-kimia tanah di masing-masing lokasi.
Tanda-tanda khusus jenis cacing tanah yang ditemukan pada masing-masing lokasi
dan gambar dari tiap spesies pada Gambar 2 sebagai berikut.
Aporrectodea longa
Aporrectodea rosea
Aporrectodea trapezoids
Warna kepala : gelap/gelap
keunguan
Warna ekor : lebih pucat
Bentuk tubuh : panjang &
ramping
Warna tubuh : pucat atau
kemerahan
Panjang tubuh : 20-110 mm
Segmen tubuh : 100-150
Warna tubuh : abu-abu hingga
merah muda
Panjang tubuh : 80-140 mm
Segmen tubuh : 100-200
Aporrectodea tuberculata
Aporrectodea turgida
Bimastos parvus
Warna tubuh : abu-abu
pucat
Panjang tubuh : 90-150 mm
Segmen tubuh : 152-194
Warna kepala : pink pucat
Warna ekor : abu-abu pucat
Panjang tubuh : 60-85 mm
Segmen tubuh : 120-150
Warna tubuh : merah kecoklatan
Warna perut : pucat
Panjang tubuh : 17-85 mm
Segmen tubuh : 85-124
13
Dendrodrilus rubidus
Eisenia foetida
Lumbricus castaneus
Warna tubuh : hitam
kemerahan
Warna perut : pucat
Panjang tubuh : 20-100 mm
Segmen tubuh : 50-120
Warna tubuh : pink cerah
hingga merah
keunguan/coklat keunguan
Panjang tubuh : 35-130 mm
Segmen tubuh : 65-120
Warna tubuh : coklat
kacang/coklat keunguan
Warna perut : coklat/kuning
Warna klitellum : oranye
Panjang tubuh : 30-70 mm
Segmen tubuh : 82-100
Lumbricus festivus
Lumbricus rubellus
Sparganophilus eiseni
Warna tubuh : merah
kecoklatan
Panjang tubuh : 48-108 mm
Segmen tubuh : 100-143
Warna tubuh : merah
kecoklatan/merah keunguan
Warna perut : kuning pucat
Panjang tubuh : 25-105 mm
Segmen tubuh : 95-120
Warna tubuh : gelap
Bentuk tubuh : ramping
Panjang tubuh : 150-200 mm
Gambar 2. Tiap-tiap spesies cacing yang ditemukan (Sumber: Hasil identifikasi)
Kepadatan Cacing Tanah
Nilai kepadatan cacing tanah menunjukkan banyak sedikitnya jenis-jenis cacing
tanah yang mendiami suatu lokasi. Berikut ini adalah hasil pengukuran kepadatan cacing
tanah dari 5 lokasi sampling yang dilakukan, dimana nilai kepadatan dinyatakan dalam
bentuk persentase (%) atau dapat disebut dengan kepadatan relatif. Berikut ini adalah nilai
kepadatan masing-masing jenis cacing tanah yang ditunjukkan dalam bentuk grafik
kepadatan relatif dalam gambar 3.
Gambar 3. Grafik Kepadatan Relatif Cacing Tanah
14
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa lokasi yang memiliki nilai kepadatan
tertinggi yaitu 100% adalah lokasi III yaitu Jl. Kertajaya. Pada lokasi tersebut, jenis cacing
yang memiliki kepadatan tertinggi hanya jenis Aporrectodea rosea saja yang ditemukan.
Sehingga dapat dikatakan jenis cacing tanah tersebut mendominasi di lokasi tersebut. Pada
lokasi V yaitu Jl. HR. Muhammad juga memiliki nilai kepadatan yang tinggi yaitu
Aporrectodea rosea, tetapi spesies tersebut tidak mendominasi melainkan ada spesies lain
yang memiliki kepadatan tertentu walaupun nilainya kecil yaitu Aporrectodea turgid,
Bimastos parvus, dan Lumbricus festivus dengan nilai kepadatan relatif masing-masing 8%.
Pada lokasi lain yaitu I, II, dan IV masing-masing tidak memiliki cacing tanah yang
kepadatannya didominasi oleh satu jenis saja, melainkan ada beberapa jenis cacing tanah
lain yang ada di masing-masing lokasi tersebut. Jenis cacing dengan nilai kepadatan
tertinggi di antara ketiga lokasi tersebut ada di lokasi I yaitu Bimastos parvus sebesar
50,7%.
Berdasarkan hasil tersebut terdapat berbagai tingkatan nilai kepadatan dari masing-
masing jenis cacing. Ada spesies yang memiliki nilai kepadatan yang mendominasi di suatu
lokasi yaitu Aporrectodea rosea di Jl. Kertajaya, ada jenis cacing yang nilai kepadatannya
cukup mendominasi tetapi ada beberapa spesies lain yang ditemukan yaitu di lokasi V Jl.
HR. Muhammad, dan ada juga jenis-jenis cacing yang nilai kepadatannya tidak
mendominasi karena ada lebih dari satu jenis cacing tanah yang ditemukan di lokasi
tersebut, yaitu lokasi I Jl. Diponegoro, II Jl. Darmo, dan IV Jl. A. Yani. Hal tersebut
disebabkan karena masing-masing jenis cacing memiliki kisaran toleransi yang berbeda
terhadap kondisi lingkungan, seperti sifat fisik-kimia tanah yaitu pH, kelembapan, kadar
organik tanah, dan kadar air. Sebagaimana menurut Wallwork (1970) bahwa kepadatan
cacing tanah pada suatu areal umumnya dipengaruhi oleh faktor fisik sperti kelembapan,
vegetasi, dan mikrohabitat.
Pada gambar 3 tersebut khususnya pada lokasi III Jl. Kertajaya nilai kepadatan
tertinggi dan terendahnya adalah 12,5 individu/m3 dengan nilai kepadatan relatif sebesar
100% (halaman lampiran). Hal tersebut disebabkan karena hanya satu jenis cacing saja yang
ditemukan yaitu Aporrectodea rosea. Kondisi lingkungan ketika dilakukan sampling
cenderung memiliki tanah yang kering dan cenderung berpasir. Tumbuhan yang ada hanya
berupa pohon-pohon besar dan sangat sedikit sekali jenis lain. Kondisi tanah yang seperti
itu mengindikasikan kandungan bahan organik yang kurang. Hal tersebut dapat menjadi
faktor kurangnya keberadaan cacing tanah di lokasi tersebut. Karena menurut Hanafiah
(2005), distribusi bahan organik dalam tanah berpengaruh terhadap cacing tanah, karena
terkait dengan sumber nutrisinya sehingga pada tanah miskin bahan organik hanya sedikit
jumlah cacing tanah yang dijumpai. Sehingga berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan
nilai kepadatan jenis cacing tanah di lokasi III Jl. Kertajaya agar tidak didominasi satu jenis
cacing tanah saja diperlukan suatu upaya pengolahan tanah di lokasi tersebut, agar
habitatnya yang semula hanya sesuai untuk satu jenis cacing tanah menjadi sesuai untuk
berbagai jenis cacing tanah. Semakin banyak jenis cacing tanah maka diharapkan kesuburan
tanah semakin baik.
Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Cacing Tanah pada Masing-Masing Lokasi
Frekuensi kehadiran cacing merupakan nilai untuk mengetahui sebagaimana sering
suatu spesies tersebut muncul pada lokasi pengambilan. Frekuensi kehadiran
menggambarkan distribusi cacing tanah yang bergantung pada kondisi lingkungan
habitatnya.
Berdasarkan nilai kepadatan relatif yang sebelumnya ditentukan, selanjutnya dapat
diketahui nilai frekuensi kehadiran (FK) dan konstansi cacing tanah dari yang ditemukan.
15
Berdasarkan gambar 4 berikut menyajikan grafik nilai Frekuensi kehadiran (%) dari kelima
lokasi pengambilan.
Gambar 4. Grafik Nilai FK (%) Masing-Masing Lokasi Pengamatan
Gambar 4 menunjukkan bahwa dari seluruh lokasi penelitian terdapat nilai FK
tertinggi bersifat absolut dengan nilai FK 83,33% yaitu jenis cacing Lumbricus festivus di
lokasi I Jl. Diponegoro, 83,33% yaitu jenis cacing Lumbricus festivus dan Bimastos parvus
di lokasi II Jl. Darmo. Pada lokasi IV Jl. A. Yani dan HR. Muhammad nilai FK tertinggi
bersifat konstan yaitu 66,67% jenis cacing Bimastos parvus dan Aporrectodea rosea pada
lokasi IV, serta Aporrectodea rosea untuk lokasi V. Sedangkan pada lokasi III Jl. Kertajaya
nilai FK tertinggi bersifat aksidental yaitu 16,67% jenis Aporrectodea rosea. Nilai FK di
lokasi III Jl. Kertajaya cenderung paling rendah jika dibandingkan dengan lokasi yang lain.
Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan secara fisik-kimia, ketersediaan air dan unsur hara
kurang mendukung untuk kehidupan cacing. Pada saat dilakukan pengambilan sampel
kondisi tanah cenderung kering dan berpasir.
Kelimpahan Cacing Tanah
Tabel 6. Kelimpahan Cacing Tanah Pada Masing-Masing Lokasi Penelitian
No Lokasi Jumlah
(ekor)
Luasan
(cm2)
konversi Kelimpahan
(ekor/100m2)
1 Jl. Diponegoro 75 2400 1000000 31250
2 Jl. Darmo 45 2400 1000000 18750
3 Jl. Kertajaya 3 2400 1000000 1250
4 Jl. A. Yani 25 2400 1000000 10416,7
5 Jl. HR. Muhammad 25 2400 1000000 10416,7
Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa dari setiap lokasi penelitian terdapat nilai
kelimpahan (ekor/100m2). Nilai kelimpahan tertinggi dengan nilai 31.250 ekor/100m
2
berlokasi di JL. Diponegoro, nilai kelimpahan 18.750 ekor/100m2
berlokasi di Jl. Darmo,
nilai kelimpahan 10.416,7 ekor/100m2
berlokasi pada Jl. A. Yani dan Jl. HR. Muhammad,
dan nilai kelimpahan 1.250 ekor/100m2
berlokasi di Jl. Kertajaya. Nilai kelimpahan pada Jl.
Kertajaya rendah dibandingkan dengan lokasi yang lain dikarenakan jumlah cacing yang
ditemukan pada Jl. Kertajaya sedikit (berjumlah 3 ekor) karena pada pengambilan sampel di
16
Jl. Kertajaya kondisi tanah cenderung kering dan berpasir, sehingga berpengaruh pada nilai
kelimpahan yang rendah di lokasi tersebut.
Diversitas Cacing Tanah
Berikut ini adalah nilai diversitas masing-masing jenis cacing yang ditemukan pada
lima lokasi penelitian.
Tabel 7. Diversitas Cacing Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian
No Lokasi H’ Keterangan
1 Jl. Diponegoro 1,50 Keanekaragaman sedang
2 Jl. Darmo 1,67 Keanekaragaman sedang
3 Jl. Kertajaya 0 Keanekaragaman rendah
4 Jl. A. Yani 1,39 Keanekaragaman sedang
5 Jl. HR. Muhammad 0,81 Keanekaragaman rendah
Berdasarkan hasil pada Tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa dari kelima lokasi
penelitian memiliki diversitas yang rendah sampai sedang. Tinggi dan rendahnya
keanekaragaman jenis cacing tanah disebabkan karena memiliki individu yang relatif
sedikit, dan penyebaran jenis cacing tanah tidak meluas. Menurut Naughton (1998) dalam
Kaisang (2004), umumnya keanekaragaman mengarah pada keanekaragaman spesies yang
pengukurannya melalui jumlah spesies dalam komunitas dan kelimpahan relatifnya.
Rendahnya keanekaragaman dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
faktor lingkungan.
Pengaruh cacing tanah pada penyediaan hara bagi pertumbuhan seharusnya
diperhitungkan untuk menekan penggunaan pupuk. Cacing tanah mempengaruhi siklus dan
perubahan dari hara di dalam tanah melalui peranannya pada sifat biologi, kimia dan fisik
tanah. Menurut Suin (1982), besar pengaruh dari cacing dipengaruhi oleh kelompok secara
ekologi dan ukuran cacing, tumbuhan, bahan induk tanah, iklim, waktu, dan sejarah
penggunaan. Agregat yang dibentuk oleh cacing memiliki stabilitas terhadap air yang lebih
tinggi.
Jalur hijau di kota yang padat seperti Surabaya menjadi sangat penting sebagai
upaya meminimalkan polusi udara akibat transportasi dan industri. Jalur hijau di Kota
Surabaya hendaknya berkondisi baik dengan adanya pepohonan dan tanaman yang mampu
menyerap polutan. Untuk menjaga kondisi jalur hijau agar sesuai dengan fungsinya maka
pemerintah Kota Surabaya harus menjaga dan merawat jalur hijau tersebut. Penggunaan
cacing tanah sebagai upaya untuk menjaga kondisi jalur hijau agar tetap optimal dapat
dijadikan pilihan. Terlebih lagi pemanfaatan cacing tanah tidak memerlukan biaya yang
mahal seperti halnya penggunaan pupuk, melainkan pemenuhan kondisi jalur hijau yang
sesuai dengan cacing tanah tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan cacing tanah di jalur hijau Kota Surabaya
khususnya di Jalan Diponegoro, Darmo, Kertajaya, A. Yani dan HR. Muhammad
didapatkan 12 jenis spesies cacing tanah. Dari kelima lokasi tersebut lokasi III Jl. Kertajaya
cenderung memiliki jumlah spesies yang paling sedikit. Sehingga untuk bisa memperbaiki
kesuburan tanah di lokasi tersebut perlu dilakukan peningkatan kualitas tanah agar dapat
meningkatkan produktivitas cacing tanah dan tingkat kesuburannya dapat ditingkatkan
tanpa perlu penggunaan pupuk. Cacing tanah dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah,
memperlancar proses mineralisasi bahan organik, dan menstabilkan siklus hara (Parkin dan
Berry, 1994). Cacing tanah dan sekresinya kaya akan hara dan dalam bentuk yang tersedia
17
bagi tanaman. Sebagai contoh cairan ekstrak cacing tanah mengandung Mn 1,19 mg/kg, Zn
3,00 mg/kg, Ca 1,11 mg/kg, Cu 0,36 mg/kg, Mg 35,40 mg/kg, Fe 7,62 mg/kg, Na 70,80
mg/kg, K 328,40 mg/kg, dan Se 0,20 mg/kg. Namun jenis dan kandungan hara bervariasi
tergantung kondisi lingkungan tempat hidupnya (Parkin dan Berry, 1994). Sehingga
penerapan untuk menyuburkan tanah di jalur hijau, penggunaan cacing tanah dapat menjadi
pilihan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut, selanjutnya dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Jenis cacing tanah yang ditemukan di jalur Jl. Diponegoro, Darmo, Kertajaya, A.Yani
dan HR. Muhammad terdiri atas 12 spesies yaitu: Aporrectodea longa, Aporrectodea
rosea, Aporrectodea trapezoids, Aporrectodea tuberculata, Aporrectodea turgid,
Bimastos parvus, Dendrodrilus rubidus, Eisenia foetida, Lumbricus castaneus,
Lumbricus festivus, Lumbricus rubellus, dan Sparganophilus eiseni.
2. Jenis cacing tanah yang mendominasi berdasarkan nilai frekuensi kehadiran (FK) adalah
jenis Lumbricus festivus dan Bimastos dengan nilai FK 83,33%.
3. Keanekaragaman cacing tanah di lokasi jalur hijau Jl. Diponegoro, Darmo, dan A. Yani
tergolong sedang. Sedangkan keanekaragaman cacing tanah di Jl. Kertajaya dan HR.
Muhammad tergolong rendah.
Saran
Kesuburan tanah pada jalur hijau sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Organisme tanah, salah satunya cacing tanah sangat berperan dalam proses penyuburan
tanah. Oleh sebab itu, pemanfaatan organisme tanah seperti cacing tanah dapat menjadi
pilihan untuk mengganti penggunaan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah
khususnya pada jalur hijau. Sehingga biaya yang akan dikeluarkan untuk perawatan jalur
hijau dapat diminimalkan dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai penyubur tanah alami
pengganti pupuk. Pemanfaatan cacing tanah yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan
kesuburan tanah adalah cacing tanah yang sudah memiliki cincin atau sudah dewasa seperti
jenis Sparganophilus eiseni. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang distribusi dan
komposisi cacing tanah yang lain agar dapat dibandingkan dengan yang didapatkan pada
kelima lokasi survei, sehingga selanjutnya dapat diketahui jenis cacing tanah yang paling
sesuai digunakan untuk menyuburkan jalur hijau di Kota Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, 1994. Fungsional Attributes of Biodiversity in landuse System: In D.J.
Greenland and I. Szabolcs (eds). Soil Resiliense and Sustainable land Use. CAB
International. Oxon.
Barnes, R., 1987. Invertebrate Zoology. Philadelphia: Saunders Co. Publishing.
Budiarti dan Asiani, 1993. Cacing Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Edward, C. H. dan Lofty, J. R., 1977. Biology of Earthworm. London: Chapman and Hall.
Fandeli, C., Kaharuddin dan Mukhlison, 2004. Perhutanan Kota. Yogyakarta: Fakultas
Kehutanan UGM.
Hanafiah, K. A., 2005. Biologi Tanah Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
18
Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu tanah. Jakarta: Akademika Presindo.
Hasni, 2008. Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Dalam Konteks UUPA-
UUPR-UUPLH. Edisi I. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hegner, R. W. dan Engeman, J. G., 1978. Invertebrate Zoology. New York: Mac Milan.
Kaisang, S., 2004. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Pada Kebun Hutan di Desa Bolapapu
Kecamatan Kulawi Kabupaten Donggala TNLL. Skripsi. Fakultas Pertanian Palu:
Universitas Tadulako.
Krebs, C. J., 1985. Experimental Analysis of distribution Of Abudance. Third Edition. New
York: Haper & Row Publisher.
Morario, 2009. Komposisi dan Distribusi Cacing Tanah Di Kawasan Perkebunan Kelapa
Sawit PT. Moeis dan Di Perkebunan Rakyat Desa Simodong Kecamatan Sei Suka
Kabupaten Batu Bara. Skripsi. Departemen Biologi. Medan: USU.
Nazaruddin, 1996. Penghijauan Kota. Cetakan Kedua. Jakarta: Penebar Swadaya.
Notohadiprawiro, T., 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hlm. 29.
Odum, E.P., 1971. Fundamental of Ecology. Edisi III. Philadelphia: Sounders College
Publishing.
Parkin, T. B. dan Berry, C. E., 1994. Nitrogen Transformations Associated with Earthworm
Casts. Soil. Biol. Biochem. Vol 26 (9) : 1233-1238.
Rukmana, H. R., 1999. Budi Daya Cacing Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Russel, E. W., 1988. Soil Condition and Plant Growth. Eleventh Edition. Longman
Scientific & Technical. New York: The United States with John Wiley & Sons.
Sopiyudin, 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Subler, S., Edwards C. dan Metzger J., 1998. Comparing Vermicompost and Compost.
BioCycle 39. Hlm. 63-66.
Suin, N. M., 1982. Cacing Tanah dari Biotop Hutan, Belukar dan Kebun di Kawasan
Gambung-Jawa Barat. Tesis. Bandung: ITB. Hlm. 72-74.
Suin, N. M. dan Iswandi., 1994. Pemanfaatan Cacing Tanah pada Onggokan Sampah dan
Tanah Sekitarnya. Laporan Penelitian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Pusat Studi Lingkungan Hidup. Padang: Universitas Andalas. Hlm. 1-9.
Wallwork, J. A., 1970. Ecology of Soil Animal. London: McGraw-Hill Book Company.
Hlm. 58-74.
Wilhm, J. L., 1975. Biological Indicator of Pollution in River Ecological. London:
Blackwell Scientific Publication.
Wesley, L. D., 1973. Mekanika Tanah. Jakarta: Badan Penerbit Pustaka Umum.
Worm Watch, 2000. Taxonomic Key.
http://www.naturewatch.ca/english/wormwatch/about/key/images/taxonomic_key.gi
f
19
LAMPIRAN
Lampiran 1. DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
1. Biodata Anggota I
a. Nama Lengkap : Monica Astrid Respa Putri
b. NIM : 081011005
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Lingkungan
d. Universitas : Airlangga
e. Alamat Rumah : Jl. Ikan Cucut No. 21 Perum. Tambakrejo Indah Waru Sidoarjo
f. No Tel./HP : 081934659548
g. Alamat email : monica.astrid.rp@gmail.com
j. Tanda Tangan :
2. Biodata Anggota II
a. Nama Lengkap : Farah Rizki Octavia
b. NIM : 081011029
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Lingkungan
d. Universitas : Airlangga
e. Alamat Rumah : Jl. Arif Rahman Hakim No.14 A
f. No Tel./HP : 085648321007
g. Alamat email : farah3rd.enviro@gmail.com
j. Tanda Tangan :
3. Biodata Anggota III
a. Nama Lengkap : Titi Tiara Anasstasia
b. NIM : 081011053
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Lingkungan
d. Universitas : Airlangga
e. Alamat Rumah : Mulyorejo pertanian No.7 Surabaya
f. No Tel./HP : 085730117293
g. Alamat email : respect_enviro@yahoo.com
j. Tanda Tangan :
4. Biodata Anggota IV
a. Nama Lengkap : Ony Virnanda Pratama
b. NIM : 081111002
c. Jurusan : Ilmu dan Teknologi Lingkungan
d. Universitas : Airlangga
e. Alamat Rumah : Kedung Pengkol V/7D Surabaya
f. No Tel./HP : 08973152169
g. Alamat email : onyvirnandapratama@gmail.com
j. Tanda Tangan :
20
Lampiran II. TABEL-TABEL
Tabel 4. Kepadatan (individu/m2) dan Kepadatan Relatif Populasi Cacing Tanah pada
Masing-Masing Lokasi Penelitian
No Jenis
Lokasi I Lokasi II Lokasi III Lokasi IV Lokasi V
K KR
(%) K
KR
(%) K
KR
(%) K
KR
(%) K
KR
(%)
1 Aporrectodea
longa 0 0 4,2 2,2 0 0 0 0 0 0
2 Aporrectodea
rosea 8,3 2,7 12,5 6,7 12,5 100 37,5 36 79,2 76
3 Aporrectodea
trapezoids 0 0 8,3 4,4 0 0 0 0 0 0
4 Aporrectodea
tuberculata 12,5 4 0 0 0 0 4,2 4 0 0
5 Aporrectodea
turgid 8,3 2,7 4,2 2,2 0 0 8,3 8 8,3 8
6 Bimastos
parvus 158,3 50,7 75 40 0 0 33,3 32 8,3 8
7 Dendrodrilus
rubidus 20,8 6,7 12,5 6,7 0 0 0 0 0 0
8 Eisenia foetida 4,2 1,3 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Lumbricus
castaneus 20,8 6,7 8,3 4,4 0 0 0 0 0 0
10 Lumbricus
festivus 75 24 54,2 28,9 0 0 20,8 20 8,3 8
11 Lumbricus
rubellus 0 0 8,3 4,4 0 0 0 0 0 0
12 Sparganophilus
eiseni 4,2 1,3 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 312,5 100 187,5 100 12,5 100 104,2 100 104,2 100
Keterangan : K = Kepadatan; KR = Kepadatan Relatif.
21
Tabel 5. Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Cacing Tanah pada Masing-Masing Lokasi Penelitian
Jenis Lokasi I Lokasi II Lokasi III Lokasi IV Lokasi V
FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi FK (%) Konstansi
Lumbricus festivus 83.33 Absolut 83.33 Absolut 0.00 Aksidental 50.00 Konstan 33.33 Asesoris
Dendrodrilus rubidus 33.33 Asesoris 33.33 Asesoris 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Lumbricus castaneus 33.33 Asesoris 33.33 Asesoris 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Aporrectodea turgid 33.33 Asesoris 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 33.33 Asesoris 33.33 Asesoris
Lumbricus rubellus 0.00 Aksidental 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Bimastos parvus 66.67 Konstan 83.33 Absolut 0.00 Aksidental 66.67 Konstan 16.67 Aksidental
Aporrectodea rosea 33.33 Asesoris 50.00 Konstan 16.67 Aksidental 66.67 Konstan 66.67 Konstan
Aporrectodea tuberculata 33.33 Asesoris 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental
Eisenia foetida 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Aporrectodea trapezoids 0.00 Aksidental 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Aporrectodea longa 0.00 Aksidental 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Sparganophilus eiseni 16.67 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental 0.00 Aksidental
Keterangan: Nilai FK : 0-25% = Sangat jarang (aksidental)
Nilai FK : 25-50% = Jarang (asesoris)
Nilai FK : 50-75% = Sering (konstan)
Nilai FK : 75-100% = Sangat sering (absolut)
top related