lapkas osteoarthritis
Post on 14-Dec-2015
235 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara pasti
penyebabnya, ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara bertingkat.1
Terdapat 2 kelompok OA, yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer
disebabkan oleh faktor genetik, yaitu adanya abnormalitas kolagen, sedangkan
osteoartritis sekunder adalah OA yang berdasarkan adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang
terlalu lama, dan lain-lain.2 Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan
sendi, dapat diikuti dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit,
kerusakan ligamen, dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi
bersangkutan membentuk efusi.3
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak ditemukan di
dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri dan disabilitas
pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.4 Berdasarkan data
Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di
Indonesia tercatat 8,1% dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya
melakukan pemeriksaan ke dokter, dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat
bebas pereda nyeri.5 Data di RSU Prof. dr. RD Kandou menunjukkan bahwa
selama kurun waktu Januari-Desember 2003 terdapat 726 (12,89%) penderita OA
dari 5632 penderita yang ditangani di bagian rehabilitasi medik, sedangkan
selama kurun waktu Januari-Desember 2004 terdapat 820 (13,68%) penderita OA
dari 5995 penderita yang ditangani di bagian rehabilitasi medik.6
Penanganan rehabilitasi medik OA lutut disesuaikan dengan problem serta
dampak yang ditimbulkannya baik impairment, disabilitas, maupun handicap yang
terjadi. Tujuan umum penanganan rehabilitasi OA lutut adalah meningkatkan
fungsi, mempertahankan fungsi, mencegah disfungsi sehingga tercapai derajat
fungsional yang seoptimal mungkin dan akhirnya meningkatkan kualitas hidup
penderita.7
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Osteoartritis adalah kelainan sendi sebagai akibat proses mekanik dan biologik
yang menyebabkan ketidakseimbangan antara proses memburuknya rawan sendi
dengan pembentukan kondrosit. Matriks rawan sendi mengalami perlunakan,
fibrilasi, ulserasi, rawan sendi hilang, terbentuk kista subkondral dan osteofit.8
B. Epidemiologi
Osteoartritis lutut adalah salah satu kelainan muskuloskeletal yang paling
sering dijumpai di seluruh dunia. Penyakit ini merupakan penyebab utama
impairment dan disabilitas pada usia lanjut dan menimbulkan beban ekonomi
yang bermakna dalam masyarakat.9
Osteoartritis dapat menyerang semua sendi, tetapi yang paling sering adalah
sendi penyokong berat badan.8 Sendi-sendi yang umumnya terserang adalah sendi
lutut, panggul, lumbal, dan servikal.9
Menurut Sharma, pada usia kurang dari 45 tahun, OA terdapat lebih banyak
pada laki-laki dibandingkan wanita, tetapi pada usia di atas 45 tahun, wanita lebih
banyak dibandingkan laki-laki.10 Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia
cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria, dan 12,7% pada wanita.11
C. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi pasti dari osteoartritis sampai saat ini tidak diketahui, akan tetapi
beberapa faktor predisposisi terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh:
1. Usia : dengan bertambahnya usia, berarti terdapat peningkatan
penggunaan sendi sehingga terjadi ketidakseimbangan faktor biokimia dengan
faktor biomekanik dimana pada usia tua terdapat perubahan fungsi kondrosit
dan matriks rawan sendi.8
2. Jenis kelamin : wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA generalisata,
laki-laki lebih sering terkena OA panggul, pergelangan tangan, dan leher.12
3. Ras: Lebih sering pada orang Asia khususnya China, Eropa, dan
Amerika.12
2
4. Obesitas : berat badan yang berlebih akan menambah beban sendi
penumpu berat badan sehingga stress mekanik bertambah dan hal ini
mempercepat degenerasi rawan sendi.8
5. Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga : Pemakaian sendi yang berlebihan
(peningkatan stress mekanik) untuk jangka waktu yang lama dapat merusak
rawan sendi melalui mekanisme pengikisan dan proses degenerasi. OA juga
berhubungan dengan berbagai jenis olahraga tertentu yang sering
menimbulkan cedera sendi seperti lari maraton (OA panggul), sepakbola (OA
lutut dan panggul), dan American football (OA lutut).8
6. Penyakit radang sendi : OA dapat timbul sebagai akibat berbagai penyakit
sendi lainnya, seperti artritis reumatoid, artritis karena infeksi kronis seperti
tuberkulosis sendi. Reaksi peradangan pada membran sinovial akan
mengeluarkan enzim perusak matriks rawan sendi.8
7. Penyakit endokrin : penderita diabetes melitus dimana kadar gula darah
tinggi akan menyebabkan produksi proteoglikan menurun yang akan
mencetuskan OA.8
8. Faktor keturunan.8
9. Trauma.8
D. Patogenesis
Perubahan yang pertama terjadi pada osteoartritis adalah ketidakrataan rawan
sendi disusul ulserasi dan hilangnya rawan sendi sehingga terjadi kontak tulang
dengan tulang dalam sendi disusul dengan terbentuknya kista subkondral, osteofit
pada tepi tulang dan reaksi radang pada membran sinovial. Pembengkakan sendi,
penebalan membran sinovial dan kapsul sendi serta teregangnya ligamen
menyebabkan ketidakstabilan dan deformitas.8
Otot sekitar sendi menjadi lemah karena efusi sinovial dan disuse atrophy
pada satu sisi dan spasme otot pada sisi lain. Perubahan biomekanik ini disertai
dengan perubahan biokimia dimana terjadi gangguan metabolisme kondrosit,
gangguan biokimia matriks akibat terbentuknya enzim metaloproteinase (MPP)
yang memecahkan preoteoglikan dan kolagen.8
3
Rawan sendi pada keadaan normal melapisi ujung tulang. Matriks rawan sendi
mempunyai 2 tipe makromolekul yaitu proteoglikan dan kolagen disamping
mineral, air, dan enzim. Proteoglikan terdiri dari protein dengan rantai
glikosaminoglikan, kondroitin sulfat, dan keratan sulfat. Proteoglikan bergabung
dengan glikosaminoglikan lain dan protein lain yang berfungsi untuk
menstabilkan dan memperkuat rawan sendi. Kolagen penting untuk integritas
struktur dan kemampuan fungsi rawan sendi. Kolagen rawan sendi adalah kolagen
tipe II.8
Stress mekanik yang terjadi akan mempengaruhi metabolisme kondrosit,
pelepasan enzim MPP, dan gangguan biokimia sifat matriks sehingga terdapat
penurunan kadar proteoglikan sedangkan kolagen masih normal, sementara
sintesis kondrosit meningkat sebagai tanda usaha memperbaiki diri. Enzim MPP
akan menyebabkan pemecahan proteoglikan dan kolagen.8,9
Enzim MPP dalam keadaan normal dihambat oleh Tissue Inhibitor of
Metaloprotein (TIMP). Secara teoritis, ketidakseimbangan antara produksi MPP
dan TIMP akan menyebabkan peningkatan proteolisis matriks sehingga terjadi
degenerasi rawan sendi.8,9
Rawan sendi menjadi lunak, timbul celah yang akan mencapai subkondral
sehingga terbentuk kista. Serpihan rawan sendi yang mengandung protein kolagen
dan kristal fosfat kalsium terapung dalam cairan sendi akan difagosit sel membran
sinovia sehingga terjadi reaksi radang (sinovitis). Osteofit terjadi karena serpihan
rawan sendi yang tumbuh menjadi tulang yang keras.8
Gambar 1. Gambaran sendi
normal dan sendi yang terkena OA
E. Gejala Klinis
4
Pada umumnya, gejala klinis osteoartritis berupa nyeri sendi, terutama bila
sendi bergerak atau menanggung beban, yang akan berkurang bila penderita
beristirahat. 13
Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi tidak digerakkan
beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah sendi
digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada pagi hari, biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit (tidak lebih dari 30 menit).14
Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,
permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau
spasme dan kontraktur otot periartikular. Gangguan ini biasanya semakin
bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.13
Gejala lainnya yaitu terdapat krepitasi atau rasa gemeretak pada sendi yang
sakit, pembesaran sendi atau deformitas, dan perubahan gaya berjalan.11,13
F. Diagnosis
5
Untuk diagnosis OA lutut, digunakan kriteria klasifikasi dari American
College of Rheumatology seperti pada Tabel 1.2
Tabel 1. Kriteria Diagnosis OA
Klinis dan Laboratorium Klinis dan radiologi Klinis
Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 berikut :
Nyeri lutut + minimal 1 dari 3 berikut
Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 berikut :
- umur > 50 tahun - umur > 50 tahun - umur > 50 tahun
- stiffness < 30 menit - stiffness < 30 menit - stiffnes < 30 menit
- krepitasi - krepitasi + osteofit - krepitasi
- nyeri pada tulang - nyeri pada tulang
- pelebaran tulang - pelebaran tulang
-tidak hangat pada perabaan -tidak hangat pada perabaan
- LED < 40mm/jam
- Rheumatoid factor < 1:40
- Cairan sinovial : jernih, viscous,leukosit<2000/mm3
Terdapat beberapa pemeriksaan fisik yang terkait untuk mendiagnosa
osteoartritis, yaitu dengan tes provokasi, antara lain ialah:
a. Anterior Drawer Test
6
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi ruptur atau instabilitas ligamentum
krusiatum anterior.
Penderita berbaring
terlentang dengan salah satu lutut
difleksikan.Pemeriksa duduk di tepi meja periksa, bersandar pada kaki
penderita untuk menstabilkannya. Pemeriksa meletakkan kedua tangannya di
bagian proksimal tungkai bawah dengan ibu jari pada kedua sisi tulang tibia
anterior distal dan jari-jari lainnya melingkar di belakang tungkai bawah.
Pemeriksa mencoba untuk menarik tibia ke depan. Bila ditemukan tulang tibia
yang menggeser ke depan lebih dari 5 mm, maka dianggap anterior drawer
test positif.15
b. Posterior Drawer Test
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi ruptur atau instabilitas ligamentum
krusiatum posterior. Posterior Drawer Test sama halnya dengan Anterior
Drawer Test. Pada tes ini pemeriksa meletakkan tangan pada bagian
proksimal tungkai bawah dan ibu jari berada di bagian distal tulang patela
kemudian didorong ke arah belakang. Tes ini positif jika ditemukan tulang
tibia bergeser ke belakang.15
7
Gambar 2. Anterior Drawer Test
c. Test for Medial Stability
Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral medial. Penderita tidur
telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai bawah dengan satu
tangan diletakkan pada lutut bagian posterior lateral dan memaksakan bagian
distal tungkai bawah ke lateral. Buatlah daya valgus pada lutut dan tekanan
pada ligamentum kolateral medial. Manuver dilakukan pada 0 dan fleksi lutut
30. Tes bernilai positif jika nyeri dan atau peningkatan pemisahan pada garis
sendi medial.15
d. Test for lateral stability
Tes ini untuk menilai instabilitas ligamen kolateral lateral. Penderita dalam
posisi berbaring telentang dengan lutut ekstensi penuh. Pegang tungkai bawah
8
Gambar 3. Posterior Drawer Test
Gambar 4. Test for Medial Stability
dengan satu tangan diletakkan pada lutut bagian posterior medial saat
memaksakan bagian distal tungkai bawah ke medial. Buatlah daya varus pada
lutut dan tekanan pada ligamentum kolateral lateral. Manuver dilakukan pada
0 dan fleksi lutut 30. Tes positif jika nyeri dan atau peningkatan celah pada
garis sendi lateral.15
e. McMurray Test
Tes ini merupakan tindakan pemeriksaan untuk mengungkapkan lesi
meniskus medial dan lateral. Pada tes ini penderita berbaring terlentang
dengan satu tangan pemeriksa memegang tumit penderita dan tangan lainnya
memegang lutut. Tungkai kemudian ditekuk pada sendi lutut. Tungkai bawah
eksorotasi dan endorotasi kemudian secara perlahan-lahan diekstensikan.
Kalau terdengar bunyi “klek” atau teraba sewaktu lutut diluruskan, maka
meniskus medial atau bagian lateral yang mungkin terobek.15
9
Gambar 6. Pemeriksaan McMurray
Gambar 5. Test for lateral stability
f. Apley Compresion Test
Tes ini dilakukan untuk menentukan cedera ligamental atau meniskus.
Penderita dalam posisi berbaring tengkurap dengan tungkai bawah difleksikan
90. Kemudian dilakukan penekanan pada tumit pasien. Penekanan dilanjutkan
sambil memutar tungkai ke arah dalam (endorotasi) dan luar (eksorotasi). Tes
ini positif apabila pasien merasakan nyeri pada bagian lutut.15
g. Apley Distraction Test
Tes ini dilakukan untuk menentukan cedera meniskus atau ligamental pada
persendian lutut. Tindakan pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari Apley
Compression Test. Lakukan distraksi pada sendi lutut sambil memutar tungkai
bawah keluar (eksorotasi) dan ke dalam (endorotasi). Apabila pada distraksi
eksorotasi dan endorotasi itu terdapat nyeri maka hal tes ini positif.16
Derajat kerusakan sendi berdasarkan gambaran radiologis kriteria Kellgren &
Lawrence:17
Derajat 0 : Radiologi normal.
Derajat 1 : Penyempitan celah sendi meragukan.
Derajat 2 : Osteofit dan penyempitan celah sendi yang jelas.
Derajat 3 : Osteofit sedang dan multipel, penyempitan celah sendi, sklerosis
sedang dan kemungkinan deformitas kontur tulang.
Derajat 4 : Osteofit yang besar, penyempitan celah sendi yang nyata, sklerosis
yang berat dan deformitas kontur tulang yang nyata.
10
Gambar 7. (a) AppleyComppresion Test; (b) Appley Distraction Test
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoartritis terdiri dari terapi non farmakologik, terapi
farmakologik sistemik, terapi lokal, dan tindakan bedah.9,10
1. Terapi non farmakologik
Terapi ini sangat penting dan meliputi edukasi, penurunan berat badan,
dan rehabilitasi medik.
2. Terapi farmakologik sistemik
Meliputi pemberian analgesik sederhana non narkotik, analgesik narkotik,
obat anti inflamasi non steroid (OAINS), dan inhibitor COX-2 selektif.
3. Terapi lokal
Terapi ini meliputi pemberian injeksi intraartikuler steroid atau hialuronan
dan pemberian terapi topikal seperti krim OAINS, krim salisilat.
4. Tindakan bedah
Bila terapi medikal tidak memberikan hasil yang memuaskan, maka
dipertimbangkan untuk melakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dapat
berupa arthroscopic debridement, osteotomi tibial tinggi, artroplasti atau
artrodesis.
Pada stadium akut, intervensi rehabilitasi medik meliputi medikamentosa,
istirahat, terapi dingin, dan terapi latihan. Terapi dingin bermanfaat untuk
mengurangi edema, nyeri serta kerusakan rawan sendi oleh kolagenase. Terapi
latihan yang diberikan berupa latihan lingkup gerak sendi (LGS) pasif dengan
cukup sekali gerak tanpa peregangan karena latihan LGS yang progresif akan
memperberat proses radang.7
Setelah stadium akut terlewati, intervensi rehabilitasi medik bertujuan untuk
mengatasi dan mengurangi keluhan nyeri, mengoreksi dan mempertahankan LGS
serta fungsi sendi agar tetap lentur dan stabil, mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot agar fungsi sendi bisa optimal serta proteksi dan
konservasi bentuk serta fungsi sendi dari kerusakan lebih lanjut. Intervensi
rehabilitasi medik meliputi medikamentosa, terapi dengan modalitas fisik, terapi
latihan, terapi okupasi, ortosis dan edukasi.7,18
a. Terapi dengan modalitas fisik
11
Terapi panas, bertujuan untuk mengurangi nyeri, spasme otot, dan
meningkatkan kelenturan tendon sebelum latihan peregangan. Beberapa modalitas
fisik yang digunakan ialah hot pack, infra merah, paraffin bath, short wave
diathermy, micro wave diathermy, ultrasound diathermy.
Terapi listrik atau TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
untuk mengurangi nyeri melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih
mudah digerakkan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi nyeri,
relaksasi otot, dan memberi rasa nyaman.7,18
b. Terapi latihan
Pada keadaan inaktivitas otot akan kehilangan massa otot sebesar 30% dalam
seminggu dan penurunan kekuatan mencapai 5% per hari apabila dibiarkan
istirahat baring. Osteoartritis lutut sangat erat hubungannya dengan penurunan
kekuatan otot quadrisep dan bahkan dikatakan kelemahan otot quadrisep mulai
muncul pada tahap awal kerusakan rawan sendi, di lain pihak quadrisep sendiri
merupakan stabilisator atau penyeimbang lutut yang utama. Terapi latihan yang
diberikan meliputi latihan LGS, latihan penguatan, maupun latihan ketahanan
(endurance).7
c. Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas sehari-hari (AKS) untuk
memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga penderita bisa melakukan
kembali kegiatan atau pekerjaan normalnya.7,8
d. Alat bantu atau ortosis
Untuk OA lutut dengan sendi yang tidak stabil, dapat diberikan knee brace.
Pemberian knee brace meningkatkan fungsi proprioseptif pada OA kompartemen
medial lutut dengan varus alignment.7,8
e. Edukasi
Tujuan dari edukasi adalah mengubah perilaku penderita OA dalam
mempertahankan fungsi, karena pasien mengerti mengenai penyakitnya sendiri,
melakukan aktivitas perlindungan sendi, mencegah progresivitas penyakit dan
meningkatkan kualitas hidup penderita.7,8
12
Umur : 64 tahun
Alamat : Ranotana, Manado, Sulawesi Utara
Status : Menikah
Agama : Kristen Protestan
Suku : Minahasa
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal periksa : 12 Agustus 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada lutut kiri dan kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pada kedua lutut sejak lama, memberat ± 2 minggu terakhir. Nyeri
dirasakan selama setengah jam, nyeri hilang timbul. Nyeri meningkat saat
beraktivitas, berjalan jauh, dan berdiri dari duduk. Nyeri menurun saat
istirahat. Kekakuan pada pagi hari dirasakan oleh penderita selama ± 5 menit.
Penderita merasa kesulitan saat naik dan turun tangga. Terdapat riwayat lutut
bengkak dan merah. Riwayat demam, mengangkat benda berat sebelumnya,
dan terjatuh disangkal penderita. BAB dan BAK normal.
Riwayat penyakit dahulu :
- Asam Urat (+) sejak 36 tahun yang lalu diobati dengan allopurinol rutin.
- Hipertensi (+) sejak 7 tahun yang lalu terkontrol dengan amlodipine rutin.
- Stroke (+) 7 tahun yang lalu hemiparesis kiri.
Riwayat kebiasaan : mengonsumsi minuman beralkohol tidak ada, merokok
ada, jalan jauh dan naik turun tangga saat kerja dulu.
Riwayat sosial :
- Tinggal dengan istri, memiliki 2 orang anak, keduanya telah berkeluarga.
- Rumah beton satu lantai, lantai tehel, tidak ada tangga, WC duduk.
14
- Penggunaan air PDAM, sumber penerangan PLN, biaya sehari-hari cukup,
biaya pengobatanditanggung oleh PT Asuransi Kesehatan.
- Kerja pensiunan PNS saat kerja sering naik turun tangga dan berjalan
jauh.
Riwayat psikologi : penderita tampak cemas dengan penyakit yang
dideritanya.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg.
Nadi : 88 x/menit.
Respirasi : 18 x/menit.
Suhu badan : 36oC.
Berat badan : 66 kg
Tinggi badan : 170 cm
Indeks massa tubuh : 22,83 kg/m2(normal)
Kepala : normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya
kiri dan kanan ada, refleks cahaya tidak
langsungkiri dan kanan ada.
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah
bening tidak ada.
Thoraks : Simetris kiri = kanan
Cor dan Pulmo: dalam batas normal.
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
15
teraba, bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat
Visual Analog Scale Genu Dekstra
Visual Analog Scale Genu Sinistra
Status lokalis:
1. Regio genu dekstra:
Inspeksi : edema (+), deformitas (-)
Palpasi : hangat (-), nyeri tekan (-)
Gerak : nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (-) krepitasi (+)
2. Regio genu sinistra:
Inspeksi : edema (-), deformitas (-)
Palpasi : hangat (-), nyeri tekan (-)
Gerak : nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (-), krepitasi (+)
Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi (LGS) regio genu dekstra dan sinistra:
Dekstra Sinistra Normal
Fleksi 0-1200 0-1100 1350
Ekstensi 0-00 0-00 00
16
0 101 4
DinamisStatis
0 101 5DinamisStatis
Pemeriksaan Neuromuskular:
Ekstremitas inferior
Dekstra Sinistra
Gerakan +N +N
Kekuatan otot5/5/5/5
(nyeri)
5/5/5/5
(nyeri)
Tonus otot N N
Atrofi otot 39/30 39/30
Refleks Fisiologis N N
Refleks Patologis - -
Sensibilitas Normal Normal
Tes Provokasi:
Jenis tes Dekstra Sinistra
Anterior drawer test - -
Posterior drawer test - -
Medial stability test - -
Lateral stability test - -
Lachmann test - -
McMurray test - -
Apley compression test - -
Apley distraction test - -
Pemeriksaan Penunjang :
Foto Rontgen regio genu dekstra dan sinistra
17
Foto AP
Genu Dekstra
Foto AP
Genu Sinistra
Kesan : OA genu dekstra dan sinistra
IV. RESUME
Laki-laki, 64 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kedua lutut yang
dialami penderita sejak lama, memberat ± 2 minggu terakhir. Nyeri terasa
selama 30 menit, bersifat hilang timbul, meningkat saat penderita beraktivitas,
berjalan jauh, dan berdiri dari duduk, nyeri berkurang saat istirahat. Kekakuan
pada pagi hari dirasakan oleh penderita selama ± 5 menit. Riwayat lutut
bengkak dan merah (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/80 mmHg, nadi
88x/menit, RR 18x/menit, suhu badan 36oC, Indeks Massa Tubuh 22.83 kg/m2
(normal). Pada status lokalis region genu dekstra dan sinistra didapatkan nyeri
gerak aktif dan krepitasi. VAS 4 pada lutut kanan dan VAS 5 pada lutut kiri.
Terdapat keterbatasan Lingkup Gerak Sendi pada kedua lutut. Hasil foto
didapatkan kesan osteoartritis genu bilateral.
18
Foto Lateral
Genu Dekstra
Foto Lateral
Genu Sinistra
V. DIAGNOSA
Diagnosa klinis : OA genu bilateral
Diagnosa etiologi : degeneratif
Diagnosa topis : kartilago genu dekstra dan sinistra
Diagnosa fungsional : - Impairment : nyeri dan keterbatasan Lingkup
Gerak Sendi dekstra dan sinistra
- Disability : gangguan aktivitas kehidupan
sehari-hari dan ambulasi
- Handicap : -
VI. PROBLEM
1. Nyeri lutut kiri (VAS 5), kanan (VAS 4)
2. Gangguan ambulasi
3. Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Gangguan kecemasan
VII. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa:
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid jika nyeri.
- Non medikamentosa:
Rehabilitasi medik
Fisioterapi
- Evaluasi:
Nyeri lutut kiri (VAS 5), kanan (VAS 4)
Keterbatasan LGS genu bilateral
Gangguan ambulasi
- Program:
Short Wave Diathermy (SWD)pada regio genu dekstra dan
sinistra.
Kompres es di regio genu dekstra
Latihan isometrik untuk menguatkan m. quadriceps.
19
Setelah lewat fase akut, berikan latihan peningkatan Lingkup
Gerak Sendi dengan sepeda statis.
Okupasi terapi
- Evaluasi:
Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari
- Program: Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari-hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi lutut
(joint protection).
Ortotik Prostetik
- Evaluasi:
Nyeri kedua lutut
Keterbatasan LGS genu bilateral
Gangguan Ambulasi
Gangguan AKS
- Program: Rencana menggunakan knee brace.
Psikolog
- Evaluasi: Penderita merasa cemas dengan sakitnya.
- Program: Memberi dukungan kepada penderita agar rajin berlatih
di rumah dan kontrol secara teratur, serta memberi dukungan
mental kepada penderita agar tidak cemas dengan penyakit yang
dideritanya.
Sosial medik
- Evaluasi: Biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan
ditanggung oleh asuransi kesehatan.
- Program: Membantu penderita dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi sehubungan dengan penyakit yang dialami dan
memberikan dukungan agar penderita rajin melakukan terapi dan
home program.
Home program atau edukasi
- Mengurangi aktivitas yang berdampak besar pada lutut seperti naik
turun tangga dan berdiri dalam waktu yang lama.
20
- Kontrol ke poli rehabilitasi medik secara rutin.
6. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Qua ad sanationam : Dubia ad Bonam
21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Murray CJL, Lopez AD. The global burden of disease. Geneva: World
Health Organization. 1996; 1-3.
2. Altman RD. Criteria for the classification of osteoarthritis. Journal of
Rheumatology. 1991; 27: 10-12.
3. Setiyohadi B. Osteoartritis selayang pandang. Dalam Temu Ilmiah
Reumatologi. Jakarta. 2003; 27-31.
4. Reginster JY. The prevalence and burden of osteoarthritis. Rheumatology.
2002; 41:3-6.
5. Kongres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. Yogyakarta, 2005;
10:21-40.
6. Yaputri C. Hubungan waktu tempuh GUG test dengan indeks Lequesne
pada penderita osteoartritis lutut. Manado: FK Unsrat; 2005.
7. Tulaar ABM. Penatalaksanaan rehabilitasi medik pada nyeri osteoporosis
dan osteoartritis. Buku panduan dan makalah lengkap KONAS IV
PERDOSRI Jakarta. 1998; 26-44.
8. Ilyas E. Pendekatan terapi fisik pada osteoartritis. Dalam: Nuhoni SA,
Tulaar ABM, Kusumaastuti P, eds. Naskah lengkap PIT I PERDOSRI.
Jakarta. 2002: 53-68.
9. Klippel JH. Osteoarthritis. In: Klippel JH, Crofford LJ, Stone JH, Weyand
CM, eds. Primer on the rheumatic disease, 12nd ed. Georgia: Arthritis
foundation, 2001 : 285-98.
10. Hicks JE, Gerber LH. Rehabilitation of the patient with arthritis and
connective tissue. In: DeLisa J, Crans B, eds. Rehabilitation medicine
principles and practice, 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Raven, 1998: 1477-
516.
11. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
22
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta. Interna publishing. 2009.
h.2538-49.
12. Kurniawan CD. Management of the knee osteoarthritis in the elderly people.
In: Soebadi RD, Wulan SMM, Santoso B, eds. Proceedings updating
physical medicine and rehabilitation towards 2010. Bali. 2004; 81-6.
13. Price S, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. 1995: 1218-22.
14. Haq I, Murphy E, Dacre J. Osteoarthritis: Review. Postgrad Med J. 2003;
79:377-83.
15. Miler A, Heckert KD, Davis BA. The 3-minute musculoskeletal &
peripheral nerve exam. New York: Demos medical; 2009.h.65-76.
16. Fransen M, Bridgett L,March L,Hoy D, Penserga E, Brooks P. The
epidemiology of osteoarthritis in Asia. International journal of rheumatic
diseases 2011;14:113–121.
17. Santiago DT, Kathleen T, Elizabeth F. Rheumatic Disease. In: Randall L
Braddom, editor. Physical medicine and rehabilitation. 4th ed. 2007. p.770-1.
18. Fuath A. Rehabilitasi medik pada osteoartritis. Dalam: Kertia N, ed. Naskah
lengkap KONAS dan pertemuan ilmiah ikatan reumatologi Indonesia VI.
Yogyakarta. 2005: 13-27.
23
top related