kualitas air dan parameter kualitas air.doc
Post on 05-Jan-2016
150 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KUALITAS AIR DAN PARAMETER KUALITAS AIR
Kualitas Air
1. Pengertian Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003).
Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini
meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis(Masduqi,2009).
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan
melakukan pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang
dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan
warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemaliharaan air sehingga
tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin
agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
2. Hubungan Antar Kualitas Air
Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan
reaksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin
naik, maka reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas
akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat
reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada
salinitas, sehingga ikan akan melakukan prosess osmoregulasi. Oleh ikan
dari daerah air payau akan malakukan yoleransi yang tinggi dibandingkan
ikan laut dan ikan tawar.
Manurut Anonymaus(2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh
nilai pH awal. Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu
ditambahkan utuk meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak
apabila awalnya 6,3 dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5.
kenaikan pH yang akan terjadi diimbangi oleh kadar Co2 terlarut dalan air.
Sehingga, Co2 akan menurunkan pH.
3. Parameter Kualitas Air
3.1 Parameter Fisika
a) Kecerahan
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan
proses fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi
menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan..
Begitu pula sebaliknya(Erikarianto,2008).
Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya
yang diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya
matahari untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan
(turbidity) air. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat
mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi
dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan
yang paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau
jernih, baik untuk kehidupan ikan dan udang budidaya.
b) Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak
mendapat perhatian dalam pengkajian- pengkajian kaelautan. Data suhu air
dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika
didalam laut, tetapi juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau
tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi.
Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor- faktor
metereolohi yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi matahari.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh
suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan kehidupan biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan
dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan
menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis)(Kordi
dan Andi,2009).
3.2 Parameter Kimia
a) pH
Menurut Andayani(2005), pH adalah cerminan derajat keasaman
yang diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+).
Air murni terdiri dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air
murni biasa 7. Makin banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion
H+ dan makin tinggi pH. Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya,
makin banyak H+makin rendah PH dan cairan tersebut bersifat masam. Ph
antara 7 – 9 sangat memadai kehidupan bagi air tambak. Namun, pada
keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki potensi keasaman, pH
air dapat turun hingga mencapai 4.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif,
malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman
tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya
konsumsi oksigen menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang.
Hal ini sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha
budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan
kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7(Kordi dan Andi,2009).
b) Oksigan Terlarut / DO
Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat
dipengaruhi oleh suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan
oksigen. Dilaut, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua
sumber, yakni dari atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis fitoplankton
dan berjenis tanaman laut. Keberadaan oksigen terlarut ini sangat
memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi kebanyakan organisme
untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana oksigen
diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga
terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan Co2 dan H20.
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut
dalam air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila
ketersediaannya didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya,
maka segal aktivitas biota akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan
mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi
spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang terandung pada
metabolisme ikan(Kordi dan Andi,2009).
C) CO2
Karbondioksida (Co2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-
tumbuhan air renik maupun tinhkat tinggi untuk melakukan proses
fotosintesis. Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan
organisme air, namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu,
bahkan menjadi racu secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam
dan ditambak(Kordi dan Andi,2009).
Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan
tetapi keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak,kerana
karbondioksida memiliki kelarutan yang relatif banyak.
d) Amonia
Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin
meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan
amonia dalam molekul (NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion
(NH4+). Amonia dalam bentuk molekul dapat bagian membran sel lebih
cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan Andi,2009).
Menurut Andayani(2005), sumber amonia dalam air kolam adalah
eksresi amonia oleh ikan dan crustacea. Jumlah amonia yang dieksresikan
oleh ikan bisa diestimasikan dari penggunaan protei netto( Pertambahan
protein pakan- protein ikan) dan protein prosentase dalam pakan dengan
rumus :
Amonia – Nitrogen (g/kg pakan) = (1-0- NPU)(protein+6,25)(1000)
Keterangan : NPU : Net protein Utilization /penggunaan protein netto
Protein : protein dalam pakan
6,25 : Rati rata-rata dari jumlah nitrogen.
e) Nitrat nitrogen
Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea) ,algae
memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber
nitrogen yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk
senyawa nitrogen (organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan
konsentrasinya lambat laun akan berubah bila didalamnya ada faktor yang
mempengaruhinya sehingga antara lain akn menyebabkan suatu
permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.
Menurut Andayani(2005), konsentasi nitrogen organik di perairan
yang tidak terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia
nitrogen tinggi pada kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya biberi
pakan. Nitrogen juga mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi
organik nitrogan umumnya dibawah 1mg/liter pada perairan yang tidak
polutan. Dan pada perairan yang planktonya blooming dapat meningkat
menjadi 2-3 mg/liter.
f) Orthophospat
Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah
tesedia bagi tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum
ditentukan dengan pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah :
konsentasi ortophospate yang biasanya tidak lebih dari 5-20mg/liter dan
jarang melebihi 1000mg/liter. Fosfat ditambahkan sebagai pupuk dalam
kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang terlarut dalam air dan
konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah perlakuan.
Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu
parameter biolagi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi
rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung
pada kandungan zat hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara
lainnya, kandungan fosfat dan nitrat disuatu perairan, secara alami
terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup diperairan
tersebut.
4. Kualitas Air yang Baik
Menurut O-fish (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik
untuk kehidupan ikan :
Rendah kadar amonia dan nitrit
Bersih secara kimiawi
Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai
Rendah kadar cemaran organik
Stabil
Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik,
maka ikan yang dipelihara mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari
berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik.
Menurut Agromedia(2007), air yang baik untuk pertumbuhan lele
dumbo adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur.
Pemanfaatan sumber air harus harus dikelola dengan baik terutama kualitas
dan kuantitas. Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan lele dumbo.
Oleh karena itu, aor yang digunakan harus banyak mengandung zat hara,
serta tidak tercemar olah racun dan zat rumah tangga lainnya.
5. Efek Kualitas Air
Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda
kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang
menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi.
Jumlah ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan
jumlah air. Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan
tidak dapat mengurai seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara
alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air
tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik dan cenderung menghasilkan
substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan(Lesmana,2001).
Menurut O-fish(2010), kualitas air secara umum menunjukkan mutu
atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kagiatan atau keperluan
tertentu. Dalam lingkup akuarium, kulitas air secara umum mengacu pada
kandungan polutan atau cemaran yang terkandung dalam air dalam
kaitannya untuk menunjang kehidupan ikan dan kondisi ekosstem yang
memadai.
Menurut Susanto(2002), suatu limbah yang mengandung beban
pencemar masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubhan
kualitas air. Salah satu efeknya adalah menurunya kadar oksigen terlarut
yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis organisme akuatik. Air limbah
memungkinkan mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia
beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar
ke lingkungan2. Kebijakan Penentuan Kualitas Air Serta Sanksi Bagi Pelaku Pencemaran Dan Tanggung Jawab Negara Mengantisipasi Pencemaran Air Air bukanlah produk dari suatu hasil komersialisasi seperti halnya barang yang lain, namun lebih condong disebut sebagai warisan yang harus dilindungi, dipertahankan, dan diperlakukan dengan benar
Air merupakan hajat hidup kita. Kita meminumnya untuk mempertahankan
hidup. Kita mencuci dengan air. Air pula adalah hal yang utama bagi
pertanian dalam hal pengairan persa-wahan, dan juga bagi peternakan. Air
dalam perindustrian digunakan selain sebagai bagian dari proses produksi
juga dipakai sebagai pendingin. Selain itu, air menyediakan habitat hidup
bagi ikan dan binatang air lainnya. Disamping itu memiliki peran psikologis
yang penting dalam hal menyediakan area rekreasi juga bagi keindahan
alam. Sebagai tambahan, air memiliki peran yang sangat penting pula dalam
proses dan membuang limbah yang berasal dari domestik atau
perindustrian. Pembua-ngan limbah padat atau cair ke perairan dapat
menimbulkan pencemaran air. Pencemaran air dapat muncul dalam
berbagai macam cara. Bahan-bahan seperti limbah kotoran domestik, bahan
kimia, deterjen adalah pencemaran yang umum dibuang ke perairan apakah
itu disengaja atau tidak disengaja.. Perta-nian juga salah satu penyebab
utama dalam pencemaran air dalam hal penggunaan pestisida atau pupuk
yang berbahan kimia, disamping limbah industri, yaitu sisa produksi yang
ber-bentuk zat cair yang dibuang melalui pipa-pipa perusahaan ke saluran
air umum. Akibat pencemaran air pada saluran air ini dapat menyebabkan
kerusakan atau timbul penyakit bagi binatang serta tetumbuhan air,
termasuk manusia.
Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya meliputi dua per tiga
wilayah nasionalnya, dan memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia,
dan juga dikenal sebagai negara bahari, memiliki tanggung jawab yang
sangat besar untuk melindungi perairannya dari pencemaran air. Untuk itu
pengaturan hukum lingkungan yang ada harus bersifat terpadu dan
komprehensif. Selain itu, juga diperlukan penerapan prinsip-prinsip hukum
pencemaran lintas batas nasional dalam peraturan perundang-undangan
yang diatur secara integratif.
Namun demikian aturan hanya tinggal aturan apabila tidak disertai dengan
penegakan hukum. Penegakan Hukum dalam mengatasi pelaku pence-
maran air memiliki peran yang sangat penting, untuk menimbulkan efek jera
(ultimum remedium). Hal ini perlu dilakukan untuk memunculkan wibawa
hukum, yang diharapkan dapat mem-bawa perubahan mendasar sikap
masyarakat untuk berperan serta dalam setiap gerak pembangunan
nasional. Makna inilah yang disodorkan Mochtar Kusumaatmadja yang
mengadopsi pemi-kiran Roscoe Pound tentang “law as a tool of social
engineering” yaitu hukum sebagai sarana perekayasa masyarakat, yang
mendorong penciptaan aturan perundang-undangan dan yurisprudensi. (Otje
Salman, dan Eddy Damian, 2002).
Pemberantasan pencemaran air ternyata tidak mudah, hal ini karena
kenyataannya banyak tipe perairan seperti sungai, kolam, danau, dan laut
yang memiliki kapasitas yang berbeda dalam menyerap dan penyebaran
polusi (air). Sebagai contoh, sungai yang memiliki kemampuan lebih dalam
memurnikan air yang tercemar karena mikro organisme yang terdapat
dalam sungai disamping efek matahari dan aerasi udara, apabila
dibandingkan dengan kolam kecil (rawa). Oleh kare-nanya, pembuangan
limbah ke sungai dalam batas-batas tertentu masih bisa ditolerir. Hal ini
menyebabkan adanya kecenderungan pembuangan limbah ke sungai
merupakan hal yang disukai dan dianggap efektif. Sebab biaya yang
dikeluarkan sangat murah, bahkan tanpa biaya sama sekali. Ini menjadi
persoalan dalam pembuatan aturan, sejauh mana larangan pembuangan
limbah ke sungai itu bisa menjamin kemampuan sungai dalam mengabsorsi
dan menyebarkan limbah. Atau dengan kata lain, apa ukuran bahwa suatu
sungai itu tercemar oleh limbah. Padahal disisi lain, sungai pada umumnya di
Indonesia, khususnya di kota besar adalah penyedia bahan baku air minum
yang diselenggarakan oleh Perusahaan Air Minum Daerah. Sehingga bila
sungai dicemari, akan berdampak langsung pada kehidupan manusia.
Sehingga adalah hal sangat penting dalam mengendalikan pence-maran air,
khususnya di sungai. Tinda-kan yang diharapkan, tentunya adalah
menghentikan sumber pencemaran. Namun itu sulit, sebab secara alami
manusia akan menerbitkan limbah, oleh karenanya mengendalikan sumber
polu-tan dengan melihat kemampuan sungai atau perairan dalam
mengabsorsi dan mendispersikan polutan itu menjadi isu utama, yang perlu
diatur oleh seorang regulator peraturan.
Oleh karena itu upaya pence-gahan pencemaran air secara langsung, atau
upaya pembatasan pembuangan limbah, serta bagaimana cara member-
sihkan perairan dari limbah, serta sanksi yang diberikan bagi poluter, dan
memas-tikan tindakan itu tidak diulangi dan membayar biaya pembersihan,
dan juga memberikan kompensansi bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat
pence-maran.
Untuk itu pengaturan pembua-ngan kotoran ke saluran air merupakan hal
yang menjadi perhatian dalam pengendalian pencemaran air.
Masyarakat Eropa (EC), memi-liki semboyan dalam pengaturan air sebagai
berikut :
“Air bukanlah produk dari suatu hasil komersialisasi seperti halnya barang
yang lain, namun lebih condong disebut sebagai warisan yang harus
dilindungi, dipertahankan, dan diperlakukan dengan benar”.
Harapan yang terkandung dalam semboyan tersebut adalah pengaturan
penggunaan air dan kualitas air yang digunakan masyarakat, dalam suatu
atu-ran sederhana dan terintegrasi, yang melindungi air baik yang berada
diper-mukaan maupun bawah tanah, dari segala bentuk pencemaran yang
akan, dan pasti timbul akibat pemanfaatan air. Untuk itu perlu dibuat aturan
yang ber-kenaan dengan:
Pencegahan kerusakan lebih lanjut dari lingkungan air dan melindungi, dan
meningkatkan kualitas air.
Peningkatan penggunaan air secara terus menerus, berdasarkan perlin-
dungan jangka panjang dari sumber daya air yang ada.
Pengurangan bahkan menghentikan (sedapat mungkin) penyebab limbah
berbahaya bagi perairan
Pengurangan polusi air tanah
Pengurangan akibat banjir dan keke-ringan. (Justine Thornton & Silas
Beckwith, 2004).
Pengaturan air pertama kali harus dimulai dari saluran air yang mengarah ke
sungai, yang kemudian harus diklasifikasikan berdasarkan ting-kat
pencemaran, apakah itu baik sekali, baik, cukup, buruk dan buruk sekali.
Dalam pengelolaan manajemen sungai, hal itu harus ditetapkan untuk
mencapai tingkatan status baik untuk setiap per-airan sungai. Ini untuk
menjaga status dan kualitas sungai, sebab ini akan berdampak pada
manusia, binatang dan tumbuhan yang menggantungkan hidup-nya pada
perairan seperti sungai terse-but. Pengaturan itu lebih lanjut harus
memastikan status baik itu tetap terjaga.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah:
Status ekologi dari sungai, ini berkaitan dengan kualitas dari komunitas
biologi, karakteristis kimia dan hidrologi.
Status kimia, ini berkenaan dengan standar minimum kandungan kimia yang
terdapat dalam sungai. Tentu saja penentuan standar bagus atau tidak
didapat dari suatu hasil penelitian sebelumnya tentang kan-dungan kimia
suatu perairan.
Sasaran lainya.
Pengaturan ini diharapkan me-nyediakan tingkat perlindungan yang tinggi
dari perairan semacam sungai ini. Perlindungan lain yang termasuk dalam
pengaturan air, adalah perlindungan bagi air tanah, pengurangan terhadap
bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan.
Pengaturan tentang pengairan selanjutnya diatur dalam UU No. 11 Tahun
1974, yang menganut asas lestari. Namun sayang konsep pencemaran air
dalam undang-undang ini belum dida-sarkan pada konsep baku mutu yang
diperlukan bagi penetapan peruntukan lingkungan sehingga pengaruhnya
pada lingkungan belum dapat diukur. (Daud Silalahi, 1996).
Ironisnya pada tahun 1970-an telah lahir prinsip-prinsip ekologi yang telah
dideklarasikan dalam Stockholm Declaration, yang mengatur ukuran
mengenai pencemaran atau kerusakan lingkungan, termasuk sumber daya
alam hayati. Sehingga seharusnya dalam UU No. 11 Tahun 1974 tentang
Pengairan ini seyogyanya prinsip-prinsip dalam Stockholm Declaration dapat
diadopsi.
Penegakan hukum terhadap pencemaran air
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya berkenaan dengan perlunya
aturan hukum mengenai perlindungan terhadap pencemaran air, maka
pene-gakan hukumnya pun tak kalah pentingnya. Khususnya untuk mence-
gah, dan mengkriminalisasi suatu per-buatan yang dikategorikan sebagai
per-buatan pencemaran air, dan pemberian sanksi bagi pencemar bagi
wilayah air yang dikendalikan dari pencemaran. Adapun wilayah air yang
harus dikenda-likan dari pencemaran terdiri atas:
wilayah air yang relevan, yaitu batas perairan wilayah sejauh 12 mil dari
surutnya pantai (teritorial water)
perairan pantai
zona perikanan, ini termasuk danau, waduk, dan saluran air lainnya
air tanah. (Justine Thornton & Silas Beckwith, 2004).
Wilayah-wilayah tersebut, harus terhindar dari berbagai macam zat pen-
cemar apakah yang bersifat padat atau cair.
Apabila mengacu pada keten-tuan Pasal 17 UU No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan hidup, secara umum diatur tentang kewajiban
pengelolaan bahan-bahan berbahaya, sedangkan pada Pasal 16 ditekankan
mengenai tanggung jawab pengelolaan limbah bagi siapapun yang menjadi
penanggung jawab suatu kegiatan usaha.
Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab
mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU
No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, dan itu
mewajibkan bagi pelaku pencemaran (dalam hal ini pencemaran air),
dikenakan kewajiban untuk membayar ganti rugi secara lang-sung dan
seketika pada saat terjadinya pencemaran, apakah itu secara sengaja atau
karena kealpaan dengan denda dari Rp. 100.000.000,- sampai dengan Rp.
750.000.000,- disamping pidana penjara. Adapun pengaturan lebih lanjut
tentang sanksi ini diatur dalam Pasal 41 – 48 UU No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan hidup.
Alternatif penerapan sanksi lainnya adalah sanksi perdata, yaitu berupa
ganti rugi kepada penderita dan biaya pemulihan kepada negara (Pollu-ter
pays principle). Prinsip ini meru-pakan bentuk kebijaksanaan lingkungan dan
jalan keluar bagi kasus pencemaran pada umumnya di negara maju. Artinya
meskipun telah dilakukan pembayaran ganti rugi terhadap penderita, pelaku
pencemaran air tetap tidak terbebas dari kewajiban untuk membayar biaya
pemulihan lingkungan yang telah rusak atau tercemar kepada negara.
Karena negara memiliki fasilitas untuk melaku-kan pemulihan.
Tindakan Pencegahan
Membersihkan suatu perairan yang terkena pencemaran adalah sangat
mahal, memakan waktu dan kemung-kinan memakan korban. Hal yang lebih
baik yang dapat dilakukan adalah melakukan pencegahan, dengan mem-
bangun sistem peringatan dini pence-maran.
Sistem yang dimaksud adalah pembuatan zona perlindungan perairan, yang
dibuat berdasarkan undang-undang (peraturan), serta membuat
perencanaan tentang pengendalian atau kontrol per-airan dalam bentuk
prosedur baku.
Upaya perlindungan perairan seperti yang dikemukakan diatas telah
diterapkan oleh Kanada dengan mene-tapkan Artic Waters Act, 1970 yang
memberikan perlindungan lingkungan laut hingga 100 mil dari garis dasar.
Hal itu mereka buat berdasarkan anggapan tentang adanya state
responsibility as a costal state to the international commu-nity in general; a
resposibility to pro-hibit ships from using the seas in a way violate of
reasonable standards. Disam-ping itu munculnya hak negara pantai terhadap
pencemaran atas perairannya muncul berdasarkan hukum interna-sional
umum.
Namun demikian, pencemaran terhadap perairan pasti akan selalu terjadi,
dan seperti yang telah diuraikan dalam tulisan terdahulu, alam memiliki
kemampuan untuk menyerap, mengu-raikan zat-zat pencemar tersebut
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki alam. Untuk itu negara bertanggung
jawab untuk mengatur pula ambang batas (treshold) pencemaran sebagai
ukuran tanggung jawab negara. Amerika dalam beberapa kasus seperti New
York v New Jersey (USA, 1921) dan Kasus Georgia v Tennesse Copper (USA,
1906) menya-takan adanya tanggung jawab negara pada perlindungan
lingkungan sebagai perwujudan dari konsep kedaulatan, dan pemerintah
didorong untuk memperha-tikan moral issues that trascend ques-tion of
jurisdiction and procedure. (Daud Silalahi, 1996).
3. Pentingnya Kualitas Air dan Pelestariannya
Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan.
Makhluk hidup di muka bumi ini tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air.
Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga
tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air
dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang
benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat
didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk
keperluan industri, untuk kebersihansanitasi kota, maupun untuk keperluan
pertanian dan lain sebagainya.
Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius.
Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini
menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga
secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula
secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus
meningkat.
Dari hari ke hari bila diperhatikan, makin banyak berita-berita mengenai
pencemaran air. Pencemaran air ini terjadi dimana-mana. Di Teluk Jakarta
terjadi pencemaran yang sangat merugikan bagi petambak. Tidak saja
udang dan bandeng yang mati, tapi kerang hijaupun turut mati pula,
beberapa jenis spesies ikan telah hilang. Secara kimiawi, pencemaran yang
terjadi di Teluk Jakarta tersebut telah sangat parah. Indikasinya populasi
kerang hijau berkembang lebih cepat dan semakin banyak, padahal hewan
ini merupakan indikator pecemar. Kadar logam antara lain seng, tembaga
dan timbal telah mencapai ambang batas normal. Kondisi ini sangat
berbahaya, karena logam berat dapat diserap oleh manusia atau hewan
yang memakannya dan akan terjadi akumulasi (Republika, 17/02/03). Di
Waduk Saguling juga terjadi pencemaran logam berat(merkuri) dan kadar
H2SO4 yang tinggi, sehingga pencemaran ini sangat mempengaruhi ekonomi
masyarakat sekitar, ribuan petani ikan mas jaring terapung di kawasan ini
terancam gulung tikar karena produksi ikan turun terus (Pikiran Rakyat,
08/06/03). Selain itu, penggunaan pestisida yang berlebihan dan
berlangsung lama, juga akan mengakibatkan pencemaran air.
Sebagai contoh, hal ini terjadi di NTB yang terjadi pencemaran karena
dampak pestisida dan limbah bakteri e-coli. Petani menggunakan pestisida di
sekitar mata air Lingsar dan Ranget (Bali Post, 14/8/03).
Krisis air juga terjadi di hampir semua wilayah Pulau Jawa dan sebagian
Sumatera, terutama kota-kota besar baik akibat pencemaran limbah cair
industri, rumah tangga ataupun pertanian. Selain merosotnya kualitas air
akibat pencemaran, krisis air juga terjadi dari berkurangnya ketersediaan air
dan terjadinya erosi akibat pembabatan hutan di hulu serta perubahan
pemanfaatan lahan di hulu dan hilir. Menyusutnya pasokan air pada 3
beberapa sungai besar di Kalimantan menjadi fenomena yang mengerikan,
sungai-sungai tersebut mengalami pendangkalan akibat minimnya air pada
saat kemarau serta ditambah erosi dan sedimentasi. Pendangkalan di sungai
Mahakam misalnya meningkat 300% selama kurun waktu 10 tahun terakhir
(Air Kita Diracuni, 2004).
Pencemaran air di banyak wilayah di Indonesia, seperti beberapa contoh di
atas, telah mengakibatkan terjadinya krisis air bersih. Lemahnya
pengawasan pemerintah serta keengganannya untuk melakukan penegakan
hukum secara benar menjadikan problem pencemaran air menjadi hal yang
kronis yang makin lama makin parah
Indikator Pencemaran Air
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya
perubahan warna, bau dan rasa.
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air
berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air
berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya
bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah
pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oxygen Demand, BOD) serta
kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya
pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan
air yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan
bahan buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan
mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai
pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah.
Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat pada table di
bawah ini
Tabel : Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Sumber : modifikasi Baker et al., 1990 dalam Efendi, 2003
Pada pH < 4, sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat
bertoleransi terhadap pH rendah. Namun ada sejenis algae yaitu
Chlamydomonas acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena
pada pH 1,6.
Oksigen terlarut (DO)
Tanpa adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak
dapat hidup karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi
senyawa organic dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari
reaksi fotosintesa algae. Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa
algae tidak efisien, karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali
oleh algae untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan
oksigen dalam air tergantung pada temperature dan tekanan atmosfir.
Berdasarkan data-data temperature dan tekanan, maka kalarutan oksigen
jenuh dalam air pada 25o C dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L
(Warlina, 1985).
Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis
bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen
terlarut dengan jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar
organisme. Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan
mempengaruhi system respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat
kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi
tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam
Effendi, 2003).
Pada siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh
proses fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar
daripada oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen
terlarut dapat melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan
mengalami supersaturasi. Sedangkan pada malam hari, tidak ada
fotosintesa, tetapi respirasi terus berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen
ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik
perairan. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum pada
pagi hari.
Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Dekomposisi bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan
organic menjadi anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah
menjadi bahan anorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami
oksidasi menjadi nitrit atau nitrat (nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD,
hanya dekomposisi tahap pertama ynag berperan, sedangkan oksidasi
bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat pengganggu.
Dengan demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi)
bahan buangan organic yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air.
Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organic berlangsung cukup lama.
Menurut Sawyer dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan
buangan organic melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh
bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2)
H2O + c NH3
Bahan organic oksigen bakteri aerob 9
Untuk kepentingan praktis, proses oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari,
tetapi penentuan BOD selama 20 hari dianggap masih cukup lama.
Penentuan BOD ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut
BOD5. Selain memperpendek waktu yang diperlukan, hal ini juga
dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia yang
menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70%
– 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi, 2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air lingkungan tergantung pada tingkat
kebersihan air. Air yang bersih relative mengandung mikroorganisme lebih
sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang telah tercemar oleh bahan
buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun, seperti fenol, kreolin,
detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya, jumlah
mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD
nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar,
sebagai contoh adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk
kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah
3,0 – 6,0 mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan
berdasarkan Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah
cair bagi kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah
150 mg/L.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi
secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic
tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai
sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta
sejumlah ion chrom.
Jika pada perairan terdapat bahan organic yang resisten terhadap degradasi
biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dansebagainya, maka lebih
cocok dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir
semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium
permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% – 100% bahan organic
dapat dioksidasi.
Seperti pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar
dapat lebih dari 200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000
mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
SUMBER PENCEMARAN AIR
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak
langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA
sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah
kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir
berupa hujan (Pencemaran Ling. Online, 2003). Pada dasarnya sumber
pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan
pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian
misalnya pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfir juga berasal dari
aktifitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam.
Komponen Pencemaran Air
Saat ini hampir 10 juta zat kimia telah dikenal manusia, dan hampir 100.000
zat kimia telah digunakan secara komersial. Kebanyakan sisa zat kimia
tersebut dibuang ke badan air atau air tanah. Sebagai contoh adalah
pestisida yang biasa digunakan di pertanian, industri atau rumah tangga,
detergen yang biasa digunakan di rumah tangga atau PCB yang biasa
digunakan pada alat-alat elektronik.
Erat kaitannya dengan masalah indikator pencemaran air, ternyata
komponen pencemaran air turut menentukan bagaimana indikator tersebut
terjadi. Menurut Wardhana (1995), komponen pencemaran air yang berasal
dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian dapat
dikelompokkan sebagai bahan buangan:
1. padat
2. cairan berminyak
3. organic dan olahan bahan makanan
4. berupa panas
5. anorganik
6. zat kimia
Bahan buangan padat
Yang dimaksud bahan buangan padat adalah adalah bahan buangan yang
berbentuk padat, baik yang kasar atau yang halus, misalnya sampah.
Buangan tersebut bila dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan
menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal.
Apabila bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan, maka
kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini
disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan
pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke
dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan terganggu.
Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan organisme
dalam air juga terganggu.
Terjadinya endapan di dasar perairan akan sangat mengganggu kehidupan
organisme dalam air, karena endapan akan menutup permukaan dasar air
yang mungkin mengandung telur ikan sehingga tidak dapat menetas. Selain
itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan ikan dalam air serta
menghalangi datangnya sinar matahari.
Pembentukan koloidal terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus,
sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-
layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan ini juga menghalangi
penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa dan
berkurangnya kadar oksigen dalam air.
Bahan buangan organic dan olahan bahan makanan
Bahan buangan organic umumnya berupa limbah yang dapat membusuk
atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan
akan menaikkan populasi mikroorganisme. Kadar BOD dalam hal ini akan
naik. Tidak tertutup kemungkinan dengan berambahnya mikroorganisme
dapat berkembang pula bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia.
Demikian pula untuk buangan olahan bahan makanan yang sebenarnya
adalah juga bahan buangan organic yang baunya lebih menyengat.
Umumnya buangan olahan makanan mengandung protein dan gugus amin,
maka bila didegradasi akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap
dan berbau busuk (misal. NH3).
Bahan buangan anorganik
Bahan buangan anorganik sukar didegradasi oleh mikroorganisme,
umumnya adalah logam. Apabila masuk ke perairan, maka akan terjadi
peningkatan jumlah ion logam dalam air. Bahan buangan anorganik ini
biasanya berasal dari limbah industri yang melibatkan penggunaan unsure-
unsur logam seperti timbal (Pb), Arsen (As), Cadmium (Cd), air raksa atau
merkuri (Hg), Nikel (Ni), Calsium (Ca), Magnesium (Mg) dll.
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah.
Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan
yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi). Juga dapat
menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan.
Apabila ion-ion logam berasal dari logam berat maupun yang bersifat racun
seperti Pb, Cd ataupun Hg, maka air yang mengandung ion-ion logam
tersebut sangat berbahaya bagi tubuh manusia, air tersebut tidak layak
minum.
Bahan buangan cairan berminyak
Bahan buangan berminyak yang dibuang ke air lingkungan akan mengapung
menutupi permukaan air. Jika bahan buangan minyak mengandung senyawa
yang volatile, maka akan terjadi penguapan dan luas permukaan minyak
yang menutupi permukaan air akan menyusut. Penyusutan minyak ini
tergantung pada jenis minyak dan waktu. Lapisan minyak pada permukaan
air dapat terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, tetapi membutuhkan
waktu yang lama.
Lapisan minyak di permukaan akan mengganggu mikroorganisme dalam air.
Ini disebabkan lapisan tersebut akan menghalangi diffusi oksigen dari udara
ke dalam air, sehingga oksigen terlarut akan berkurang. Juga lapisan
tersebut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga
fotosintesapun terganggu. Selain itu, burungpun ikut terganggu, karena
bulunya jadi lengket, tidak dapat mengembang lagi akibat terkena minyak.
Bahan buangan berupa panas (polusi thermal)
Perubahan kecil pada temperatur air lingkungan bukan saja dapat
menghalau ikan atau spesies lainnya, namun juga akan mempercepat proses
biologis pada tumbuhan dan hewan bahkan akan menurunkan tingkat
oksigen dalam air. Akibatnya akan terjadi kematian pada ikan atau akan
terjadi kerusakan ekosistem. Untuk itu, polusi thermal inipun harus dihindari.
Sebaiknya industri-industri jika akan membuang air buangan ke perairan
harus memperhatikan hal ini.
Bahan buangan zat kimia
top related