kontroversi hizbut tahrir indonesia …digilib.unila.ac.id/27946/3/tesis tanpa bab...
Post on 06-Feb-2018
238 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONTROVERSI HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TERHADAP PANCASILA
(Studi Kasus di DPP Hizbut Tahrir Indonesia)
(Tesis)
Oleh
MUHAMMAD HEROWANDI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
CONTROVERSY OVER THE DEMEANOR OF HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TOWARDS PANCASILA
(Case Study at The Headquarter of Hizbut Tahrir Indonesia)
By
MUHAMMAD HEROWANDI
The goal of this research is to describe controversy over the demeanor of Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) towards Pancasila, the method of movement chosen by HTI and how other
instances view HTI as a mass organization. Methodology used in this research is the
descriptive-qualitative method, while the data are collected by conducting an interview as
well as conducting a library research. This research was conducted at the headquarter of
Hizbut Tahrir Indonesia. The result of this research shows us that HTI is a religious mass
organization that brings radical thoughts but never comitted any of violence or anarcho-
vandalistic acts and also comply to the law of the Unitary State of the Republic of Indonesia.
HTI strictly rejects the concepts of democracy, nationalism and secularism. The controversy
happened while some people accused HTI as an anti-pancasila mass organization for their
constant campaign of the caliphate establishment agenda which is considered by those people
as an act against Pancasila. However HTI never admitted that accusation because their
movement is based on the teachings of Islam, and Islam will never be considered as an
antipode of Pancasila, which means HTI accepts the concept of Pancasila. The method of
movement used by HTI in Indonesia is to enlighten the people of Indonesia by explaining the
righteous of Islam to them without commiting any of violence or anarcho-vandalistic acts. In
the article of association of Hizbut Tahrir Indonesia, specifically in chapter II verse 4 about
the identity and the ground norm, it is stated that HTI is a da’wa movement in the Unitary
State of the Republic of Indonesia that Pancasila and the constitution 1945 are its ground
norm. HTI is a mass organization that relatively comply to all of the rules implemented by
the government, as one can see in the ordinance issued by the Minister of Law and Human
Rights of the Republic of Indonesia No. AHU-00282.60.10.2014 about the Legalization for
the Establishment of Legal Instance of Organization Hizbut Tahrir Indonesia. However,
started from July 19th 2017 the legal instance status has been taken by the government of the
Republic of Indonesia based on the Government’s Ordinance No. 2 in the year of 2017, and
now HTI is taking a legal stance to the constitutional court against that ordinance.
_____
Keywords: Hizbut Tahrir Indonesia, Caliphate, Pancasila, Radicalism
ABSTRAK
KONTROVERSI HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TERHADAP PANCASILA
(Studi Kasus di DPP Hizbut Tahrir Indonesia)
Oleh
MUHAMMAD HEROWANDI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
terhadap Pancasila, metode pergerakan HTI, dan bagaimana kelompok lain memandang
organisasi kemasyarakatan (ormas) HTI. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dengan sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi pustaka. Penelitian ini
dilaksanakan di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hizbut Tahrir Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa HTI adalah ormas di bidang keagamaan yang bersifat radikal secara
pemikiran tanpa melakukan tindakan kekerasan atau anarkis, taat, dan patuh terhadap aturan-
aturan yang ada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). HTI dengan tegas
menolak konsep demokrasi, nasionalisme, dan sekulerisme. Kontroversi HTI terjadi
manakala sebagian kalangan menganggap HTI sebagai ormas yang anti terhadap Pancasila,
hal ini dikarenakan HTI selalu menyuarakan Khilafah yang dianggap bertentangan dengan
Pancasila. Akan tetapi HTI menolak ormasnya dikatakan anti terhadap Pancasila karena HTI
berjuang atas nama Islam sedangkan nilai-nilai di dalam Pancasila tidak ada yang
bertentangan dengan Islam, sehingga HTI menerima konsep Pancasila. Metode pergerakan
HTI adalah dengan cara memberikan pemahaman dan pencerahan kepada masyarakat tanpa
melakukan tindakan kekerasan atau anarkis. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) HTI pada Bab II pasal 4 tentang identitas dan azas, memberikan penegasan bahwa
HTI adalah gerakan dakwah Islam berazas Islam di dalam NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. HTI termasuk ormas yang mengikuti segala
peraturan yang ada di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan keputusan menteri hukum dan hak
asasi manusia (menkumham) nomor AHU-00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian
Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia. Akan tetapi pada tanggal 19 Juli 2017
status badan hukum ini dicabut oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 yang kemudian digugat
oleh HTI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
_____
Kata kunci: Hizbut Tahrir Indonesia, Khilafah, Pancasila, Radikal
KONTROVERSI HIZBUT TAHRIR INDONESIA
TERHADAP PANCASILA
(Studi Kasus di DPP Hizbut Tahrir Indonesia)
Oleh
Muhammad Herowandi
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
pada
Magister Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirrabbil „alamin, terucap syukur atas segala nikmat yang telah Allah
SWT berikan, untuk yang kesekian kalinya aku persembahkan tulisan ini untuk
Agama, Negeri tercinta Indonesia, dan seluruh orang-orang yang kucintai.
Terkhusus untuk yang Paling Aku Cintai........
Abah dan Mamah ialah yang Atas izin Allah telah mengajarkan aku dengan genggaman pensil pertamaku, coretan pertamaku, hingga kini aku telah menyelesaikan karya ilmiah ini...
Sebagaimana yang Terujar
“Bacalah, dan Tuhan-mu lah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (baca-tulis). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (TQS. Al-Alaq [96]: 3-5)
“Tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai liang lahat” (hadits Nabi Muhammad SAW)
“Ikatlah ilmu dengan menuliskannya” (Ali bin Abi Thalib)
Sains dan Teknologi adalah simbol kemodernan suatu umat. Akan tetapi, tidak hanya karena modern, kemudian kita mengabaikan
agama. Namun kehidupan beragama tidak pula terlepas dari ilmu pengetahuan, sebagaimana; Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-Rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang
yang tidak beriman” (T.QS. Yunus: 101)
~ Al-Ghazali, The Revival of Religious Science~
KONSISTEN: Keberpihakannya terhadap kebenaran, tidak pernah menggoyahkan pendiriannya terhadap musuh-musuh revolusi baik dalam maupun luar negeri. Sejarah hidupnya membuktikan fakta tersebut. Ingat
“GO TO HELL WITH YOUR AID” Ketika ia akan dibelenggu dengan cara-cara peluru emas.
~Ir. Soekarno~
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 11 Januari 1993.
Merupakan anak pertama dari dua bersaudara, putra dari Bapak Endang
Kusniharto dan Ibu Helen Wenas. Pendidikan Taman Kanak-kanak
(TK) Penulis bertempat di TK Al-Amin Rawa Laut Bandar Lampung,
Sekolah Dasar (SD) bertempat di SD Negeri 1 Rawa Laut Bandar
Lampung dan diselesaikan di SD Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2004. Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun
2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung
pada tahun 2010. Penulis menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi yaitu S1 Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Lampung (Unila)
dan melanjutkan S2 pada jurusan yang sama yaitu Magister Ilmu Pemerintahan (MIP)
Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi Daerah.
SANWACANA
Segala puji hanyalah bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-Nya,
sehingga Penulis dapat menyusun tesis yang berjudul “Kontroversi Hizbut Tahrir
Indonesia terhadap Pancasila (Studi Kasus di DPP Hizbut Tahrir Indonesia)” sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu Pemerintahan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal ini disebabkan oleh
keterbatasan yang ada pada penulis. Oleh karena itu, Penulis sampaikan rasa terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu antara lain sebagai berikut.
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung.
2. Bapak Drs. Hertanto, M.Si., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang telah banyak
membantu membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, saran, dan motivasi
sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Sekaligus juga sebagai Ketua Program
Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung.
3. Bapak Himawan Indrajat, S.I.P., M.Si. selaku Pembimbing Kedua yang juga telah banyak
membantu, membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, saran, dan motivasi
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Deddy Hermawan, S.Sos., M.Si. selaku Penguji Tesis yang telah banyak
memberikan kritik, masukan, dan saran kepada penulis hingga menyelesaikan Tesis ini.
5. Bapak Ir. Ismail Yusanto yang telah banyak memberikan informasi selaku Informan
Utama dan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia.
6. Teristimewa kepada orang tuaku, Ayahnda Drs. Endang Kusniharto terimakasih telah
menjadi Bapak yang Kuat, yang selalu memberikan motivasi, yang selalu bekerja keras
mendidik untuk menjadikan Penulis menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi
orang lain, semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan nikmat-Nya untuk
Ayah. Ibunda Dra. Helen Wenas terimakasih karena jasamu Penulis mampu memotivasi
diri. Ku persembahkan karya kecilku ini untuk kalian.
7. Terima Kasih buat Bapak Tony Ferdinansyah, S.T., M.T. selaku Ketua Pembina Yayasan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Indonesia Lampung (Yapipila) tempat Penulis bekerja dan
juga Terima Kasih atas bantuannya berupa materi, motivasi, dan izin selama Penulis
mengikuti proses perkualiahan di MIP Unila.
8. Terima Kasih buat Paman Saya Hi. Akhmad Rusli Parunjung, S.E. dan juga Bibi Saya Hj.
Kusnaini yang telah banyak memberikan dorongan motivasi kepada Penulis.
9. Special untuk Adik Saya Muhammad Hafidz Buchori. Semoga kita semua selalu diberi
kesehatan dan kemudahan dalam menjalani hidup.
10. Terima Kasih buat sahabat dan rekan Penulis yang telah menemani selama proses
penelitian di Jakarta yaitu Genta Suchinda Evanuar, S.I.P.
11. Terima Kasih buat saudara-saudara sepupu saya Atin Uti (Rieska Puteri) dan Kak Edi
Gunawan, Abung Muhammad Faisal dan Mbak Rini Febriani, Atin Tika (Kartika
Mariama), Rahma Amelia Balqis, Adek Fira (Fakhira Khairunnisa Hamidah), dan juga
Habibah (Semoga jadi anak yang sholehah).
12. Terima Kasih buat seluruh rekan kerja Penulis di Universitas Tulang Bawang Lampung
yang juga telah memberikan motivasi dan masukan kepada Penulis.
13. Terima Kasih buat semua sahabat-sahabat Magister Ilmu Pemerintahan 2015 yang
Penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Tetap semangat, semoga Allah SWT
memberikan nikmat sehat, rejeki yang berlimpah, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua, Amin.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi
sedikit harapan semoga tesis menambah pengetahuan, informasi, bermanfaat, dan
memberikan dampak yang positif bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 24 Juli 2017
Penulis
Muhammad Herowandi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
I. PENDAHULUAN ..............................................................................................1
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................10
C. Tujuan Penelitian....................................................................................10
D. Manfaat Penelitian .................................................................................11
1. Manfaat Secara Teoritis ....................................................................11
2. Manfaat Secara Praktis .....................................................................11
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................13
A. Konsep Utama ........................................................................................13
1. Ideologi Politik..................................................................................13
2. Pancasila ...........................................................................................19
3. Khilafah.............................................................................................24
4. Dakwah .............................................................................................27
5. Radikalisme.......................................................................................28
B. Teori Pendekatan ....................................................................................31
1. Kontroversi .......................................................................................31
2. Kelompok Kepentingan (Interest Group) .........................................31
3. Kritik Ideologi ...................................................................................34
4. Islam dan Negara ..............................................................................36
C. Kerangka Pikir........................................................................................38
III. METODE PENELITIAN ............................................................................40
A. Tipe Penelitian .......................................................................................40
B. Fokus Penelitian .....................................................................................40
C. Instrumen Penelitian ...............................................................................41
D. Sumber Data ...........................................................................................42
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................42
1. Observasi...........................................................................................42
2. Wawancara ........................................................................................43
3. Dokumentasi .....................................................................................44
F. Penentuan Informan ................................................................................45
G. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................46
H. Teknik Analisis Data ..............................................................................47
1. Data Reduction (Reduksi Data) ........................................................47
2. Data Display (Penyajian Data) .........................................................47
3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan) .............48
I. Uji Keabsahan Data .................................................................................49
IV. GAMBARAN UMUM ..................................................................................51 A. Gambaran Umum Hizbut Tahrir Indonesia ...........................................51
B. Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir ..............................................53
C. Tujuan Hizbut Tahrir ..............................................................................53
D. Kegiatan Hizbut Tahrir ..........................................................................54
E. Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir ........................................................57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................59 A. Kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila ..................... 59
1. Kontradiksi Hizbut Tahrir Indonesia dengan Pancasila ....................59
2. Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila ...................62
3. Kaitan Antara Pancasila dengan Khilafah ........................................67
4. Ideologi Politik menurut Hizbut Tahrir ............................................72
5. Posisi Hizbut Tahrir Sebagai Organisasi Kemasyarakatan
di Indonesia .......................................................................................82
B. Metode Pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia .........................................83
1. Sistem Pemerintahan Menurut Hizbut Tahrir ...................................83
2. Metode Pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia ....................................93
C. Pandangan Kelompok Lain terhadap Organisasi Kemasyarakatan
Hizbut Tahrir Indonesia .........................................................................98
1. Pandangan Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme
terhadap Hizbut Tahrir Indonesia .....................................................98
2. Pandangan Tentara Nasional Indonesia
terhadap Hizbut Tahrir Indonesia ...................................................100
3. Pandangan Masyarakat terhadap Hizbut Tahrir Indonesia .............102
D. Pencabutan Dasar Hukum Izin Hizbut Tahrir Indonesia Oleh
Pemerintah Republik Indonesia ...........................................................103
1. Alasan Pencabutan Izin Hizbut Tahrir Indonesia ...........................103
2. Negara-Negara yang Telah Melarang Hizbut Tahrir ......................105
VI. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................108
A. Simpulan ..............................................................................................108
1. Kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila ...............108
2. Metode Pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia ..................................111
3. Pandangan Kelompok Lain terhadap Organisasi Kemasyarakatan
Hizbut Tahrir Indonesia ..................................................................111
4. Pencabutan Dasar Hukum Izin Hizbut Tahrir Indonesia Oleh
Pemerintah Republik Indonesia ......................................................112
B. Saran .....................................................................................................113
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................116
LAMPIRAN........................................................................................................119
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Daftar Informan ................................................................................................46
2. Tipologi Pokok Radikal menurut Irfan Idris .....................................................99
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir ..................................................................................................39
2. Siklus teknis analisis data menurut Miles dan Huberman ................................48
3. Frekuensi dan sifat asli diskursus tentang sistem politik
menurut Ahnaf (2011: 69) ................................................................................60
4. Diskursus sistem negara secara keterkaitan menurut Ahnaf (2011: 70) ...........60
5. Posisi Hizbut Tahrir Indonesia sebagai ormas ..................................................82
6. Aksi Penolakan Khilafah dan Hizbut Tahrir oleh Aliansi Nasionalis ............130
7. Spanduk Penolakan Khilafah ..........................................................................130
8. Kegiatan HTI (Konfrensi Khilafah Internasional 2007,
Gelora Bung Karno) ........................................................................................131
9. Kegiatan HTI (Muktamar Khilafah 2013, Gelora Bung Karno).....................131
10. Kegiatan Sosial HTI (Bencana Alam Gunung Kelud 2014) .........................132
11. Dakwah HTI (Ketua DPP HTI, Rohmat S.Labib dan Juru Bicara HTI,
Ismail Yusanto bersama Jend. Pol. Tito Karnavian) .......................................132
12. Dakwah HTI (Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto bersama Joko Widodo) .....133
13. Wiranto bersama Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto ......................................133
14. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (kiri) Ismail Yusanto Bersama
dengan Penulis (Kanan) ................................................................................134
15. Penulis Didepan Kantor Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir Indonesia ...134
DAFTAR AKRONIM DAN SINGKATAN
AD/ART : Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Banser : Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama
BIN : Badan Intelijen Negara
BNPT : Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPUPKI : Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
CSRS : Center for Religious and Cross-cultural Studies
DI/TII : Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
DPD : Dewan Pimpinan Daerah
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
FKPT : Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme
FPI : Front Pembela Islam
FUI : Forum Umat Islam
GAM : Gerakan Aceh Merdeka
Gestapu : Gerakan September Tiga Puluh
GMI : Gerakan Mubaligh Islam
GP Ansor : Gerakan Pemuda Ansor
HMI-MPO : Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi
HT : Hizbut Tahrir
HTI : Hizbut Tahrir Indonesia
ISIS : Islamic State of Iraq and Syiria
Masyumi : Majelis Syuro Muslimin Indonesia
Menkumham : Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
MK : Mahkamah Konstitusi
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
NII : Negara Islam Indonesia
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
OPM : Organisasi Papua Merdeka
Ormas : Organisasi Kemasyarakatan
PBNU : Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Perppu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Persis : Persatuan Islam
PKI : Partai Komunis Indonesia
PRD : Partai Rakyat Demokratik
PRRI : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
RI : Republik Indonesia
RUU : Rancangan Undang-Undang
SK : Surat Keputusan
Tap MPR : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
TNI : Tentara Nasional Indonesia
TPT : Tim Penanggulangan Terorisme
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berbentuk kesatuan, dan bentuk pemerintahanya yaitu
republik. Indonesia merupakan negara plural yang di dalamnya terdapat beberapa macam
suku, agama, budaya, dan bahasa. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk
mayoritas menganut agama Islam. Berdasarkan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (dalam
Na’im dan Syaputra, 2011: 10), sampai dengan tahun 2010 jumlah pemeluk agama Islam di
Indonesia yaitu berjumlah 207.176.162 jiwa atau 87,18%.
Agama Islam dan Indonesia memiliki keterkaitan yang sangat signifikan terutama dalam
masalah politik. Hal ini sudah menjadi saling berkaitan antara negara Indonesia dengan
agama Islam. Peranan agama Islam di Indonesia sangatlah besar, sebelum Indonesia merdeka
pada tahun 1945 beberapa putra bangsa yang menjadi Pahlawan Nasional dari kalangan
agama Islam seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Tjut Nyak Dien, H.O.S.
Tjokroaminoto, K.H. Hasyim Azhari, dan lain-lain. Mereka berperan penting dalam
melawan penjajah yang berjuang atas nama Islam.
Di awal-awal lahirnya bangsa Indonesia, kelompok bermunculan yang menuntut untuk
mencantumkan aturan atau syariat Islam agar tertulis di dalam konstitusi negara yaitu
Pancasila. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Haq (2011: 35) bahwa lahirnya Piagam
Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang membawa sejumlah konsekuensi perubahan adalah
2
atas desakan tokoh pemikir negara Islam yang duduk dalam Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan membawa sejumlah argumen penting.
Hal ini tidak tercapai karena adanya pihak-pihak lain yang bersifat pluralis dengan alasan
Pancasila tidak diperuntukan untuk satu golongan saja, tetapi seluruh warga negara
Indonesia. Akan tetapi apa yang diinginkan oleh tokoh-tokoh Islam telah tertulis dalam
sebuah Piagam Jakarta yang isinya sama persis dengan Pancasila yang ditetapkan saat ini,
namun hanya dalam sila pertama yang berbeda yaitu Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Sejak awal kemerdekaan di Indonesia, tuntutan para kelompok-kelompok Islam dalam
memperjuangkan agar aturan Islam diterapkan sebagai aturan formal, ada dua golongan.
Golongan pertama yaitu yang bersifat radikal seperti pergerakan yang dilakukan oleh Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Kemudian yang
kedua yaitu dengan cara ikut bergabung di dalam parlemen atau melalui partai politik yang
berasaskan Islam dan mengikuti pemilu seperti Partai Masyumi yang dipimpin oleh
Mohammad Natsir. Pergerakan yang dilakukan oleh DI/TII merupakan gerakan yang
berakibat karena penolakan perjanjian Renvile pada tanggal 17 Januari 1948 dan ingin
mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), kemudian mengalami kegagalan dan berujung
pada tertangkapnya pimpinannya yaitu Kartosuwiryo (Kaelola: 200). Sedangkan perjuangan
yang dilakukan oleh Partai Masyumi adalah merupakan partai yang memperoleh jumlah kursi
terbanyak pada pemilu tahun 1955 yaitu 57 kursi, akan tetapi partai ini menjadi kontroversi
manakala tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dalam
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan akhirnya dibubarkan oleh
Presiden Soekarno pada tahun 1960 (Kaelola: 180-181).
3
Indonesia sebagai negara plural yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras sehingga
tidak hanya agama Islam saja, tetapi juga terdapat beberapa agama lain seperti Kristen,
Katolik, Hindu, dan Budha. Sehingga secara jelas Indonesia menyatakan bukan negara yang
berasaskan suatu agama tertentu. Sebagai agama mayoritas di Indonesia, walaupun dasar
negara Indonesia bukan dari agama tertentu, akan tetapi di Indonesia memiliki lembaga yang
mengurusi urusan-urusan di bidang agama yaitu Kementerian Agama sebagai upaya untuk
mengakomodasi agama-agama yang diakui oleh pemerintah termasuk Islam, dan juga Majelis
Ulama Indonesia (MUI) sebagai perwakilan dari umat Islam. MUI merupakan wakil seluruh
organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia dan memiliki peran penting dalam
berbagai perundangan yang terkait dengan kepentingan umat Islam seperti dalam Undang-
Undang (UU) Perbankan Syariah dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk
Halal. Sehingga setiap keputusan MUI selalu menjadi dasar suatu kebijakan pemerintah.
Dengan demikian dapat digambarkan bahwa negara Indonesia tidak bisa disebut sebagai
negara yang menggunakan konstitusi suatu agama dan tidak pula disebut sebagai negara
sekuler.
Meskipun Indonesia telah sepakat untuk mengambil jalan tengah tersebut, akan tetapi masih
ada beberapa kalangan ormas Islam yang menginginkan aturan dan hukum-hukum Islam
diterapkan secara penuh. Hal ini tentu bisa membuat kontradiksi dengan dasar dan ideologi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu ormas Islam yang menginginkan aturan dan hukum-hukum Islam diterapkan
secara penuh di Indonesia yaitu seperti yang dilakukan oleh ormas Hizbut Tahrir (HT), di
Indonesia disebut dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI adalah organisasi Islam
internasional karena lingkup pergerakannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hampir di
4
setiap negara di dunia. Bahkan tidak hanya di negara-negara mayoritas Islam tetapi juga di
negara-negara minoritas Islam, organisasi ini selalu eksis dalam pergerakannya seperti di
negara-negara eropa dan Amerika Serikat. Ciri khas dari ormas ini adalah selalu
menyuarakan untuk menuntut kembali adanya Khilafah. Khilafah adalah sebuah sistem
pemerintahan yang berideologi Islam.
Kita dapat melihat secara detail tentang Hizbut Tahrir di dalam bukunya yang berjudul Hizb
at-Tahrir dan Manhaj Hizbut Tahrir fi Taghyir atau Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi
Dakwah Hizbut Tahrir yang ditulis atas nama Hizbut Tahrir, disitu dikatakan (2013: 3)
Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berideologikan Islam. Politik merupakan
aktivitasnya, dan Islam adalah Mabda-nya. Kemudian kembali ditegaskan (2013: 8) tidak
dibolehkan kelompok-kelompok kaum muslim berdiri di atas selain Islam, baik itu
menyangkut fikrah maupun thariqah-nya. Alasannya, karena hal itu merupakan perintah
Allah Swt, disamping juga Islam adalah satu-satunya mabda (ideologi) yang benar dan tepat
di muka bumi ini. Melihat pernyataan dari Hizbut Tahrir seperti ini, maka timbul suatu
pertanyaan bagaimana hubungannya dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
karena telah menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara?.
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-
kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir
merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran,
perusahaan, dan perumahan (Sumber https://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/ diakses pada
tanggal 25 Oktober 2016 pukul 06.51 WIB).
5
Menurut seorang orientalis dari Amerika Serikat bernama Julie Chernov Hwang dalam
tulisannyan Umat Bergerak (2011), beliau melakukan riset mengenai pergerakan partai islam
dan organisasi-organisai islam di tiga negara yaitu Indonesia Malaysia, dan Turki. Dalam
tulisannya dapat disimpulkan bahwa pergerakan Hizbut Tahrir yang ada di Indonesia;
Pertama, Hizbut Tahrir dikatakan sebagai organisasi Islamis ultrakonservatif dan garis keras.
Kedua, HTI termasuk dalam organisasi kelompok bersama dengan Persatuan Islam (Persis),
Muhammadiyah, dan HMI-MPO yang menuntut agar pemerintah daerah memberlakukan
undang-undang syariat. Ketiga, Mohammed Kaththath (Mantan Ketua DPP Hizbut Tahrir
Indonesia) menjelaskan bagaimana organisasinya, dalam koalisi dengan pihak-pihak lain,
bekerja dengan entah unsur-unsur birokrasi pemerintahan atau partai-partai untuk mendorong
pemberlakuan inisiatif-inisiatif berbasis syariat di tingkat lokal. Dan yang keempat, HTI
bersama dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia bergabung dengan Tim
Penanggulangan Terorisme (TPT), inisiatif negara-masyarakat sipil untuk menghadang
pengaruh kelompok-kelompok teroris dan untuk mendidik muslim Indonesia tentang makna
sejati jihad, sebagai hal yang pada dasarnya defensif, alih-alih tindakan ofensif.
Hwang (2011: 84) menegaskan setelah wawancara dengan Ismail Yusanto pada Maret 2006,
beliau mengatakan selama era Soeharto, Hizbut Tahrir tidak bisa beroperasi secara terang-
terangan karena Hizbut Tahrir menyatakan cita-citanya adalah Khilafah Pan-Islam dan
penerapan Syariat. Ia bisa diam-diam mengumpulkan pengikut tapi tidak bisa dengan terbuka
menyatakan tujuan-tujuannya.
BPUPKI menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945. Hingga munculnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Nomor 18 Tahun 1998 tentang pencabutan dari ketetapan MPR Nomor 2 tahun 1978
6
mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut
menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia
menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang tidak dapat berubah karena merupakan
keputusan yang sudah final. Posisi HTI sebagai organisasi masyarakat yang memiliki
tujuannya untuk menerapkan Khilafah sebagai sistem pemerintahan menjadi sebuah
pertanyaan apakah Khilafah antitesis terhadap ideologi Pancasila?.
Hal ini juga ditegaskan oleh Syafiie (2012: 125) yang mengatakan bahwa Hizbut Tahrir (HT)
mulai populer di Indonesia pada era reformasi, jadi ketika partai ini mengusulkan syariat
Islam sebagai pengganti Pancasila yang dianggap sistem kufur, tidak terlalu banyak kesulitan.
Artinya tidak mengalami pengejaran sebagaimana di masa era orde lama dan orde baru dulu.
Tetapi yang dimaksud HT dengan negara Islam tidak dalam batas wilayah negara yang
berlaku saat ini di dunia, melainkan dalam taraf internasional yang mendunia disebut dengan
ke-khilafah-an.
Setiap ormas di Indonesia, harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan persetujuan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) agar ormas tersebut bersifat
legal dan mendapat pengakuan dari pemerintah. Ormas HTI telah terdaftar sebagai
organisasi masyarakat yang legal di Indonesia yang dibuktikan dengan Keputusan
Menkumham No. AHU-00282.60.10.2014. Dengan demikian, HTI sebagai organisasi yang
legal dan diakui oleh pemerintah.
7
Kedudukan Pancasila sebagai sebuah dasar dan ideologi di Indonesia sangatlah besar
pengaruhnya dan kedudukannya tidak dapat lagi digantikan atau sudah final. Dalam hal ini
apa yang telah menjadi tujuan dalam pergerakan HTI adalah bersifat universal, karena
Khilafah adalah konsep pemerintahan seluruh dunia. Sedangkan Pancasila adalah sebuah
gagasan yang lahir di awal kemerdekaan Indonesia, sehingga menimbulkan pertanyaan
bagaimanakah persepsi HTI terhadap Pancasila?.
Apabila ada suatu gerakan yang kontradiksi terhadap sebuah ideologi negara Indonesia yaitu
Pancasila, tentu hal ini disebut sebagai Radikalisme, sama halnya seperti yang sudah terjadi
pada Negara Islam Indonesia (NII) yang dimotori oleh Kartosuwiryo atau Gerakan
September Tiga Puluh (Gestapu) yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
sehingga menjadikan ideologi Komunis sebagai ideologi yang terlarang di Indonesia hingga
saat ini (2017).
Di dalam majalah HTI Al-Wa’ie No. 172 Tahun XV, 1-31 Desember 2014 halaman 14
mengemukakan tentang pertentangan antara konsep Khilafah dengan konsep Nation-State
(nasionalisme) yang ditulis oleh Shiddiq Al-Jawi sebagai Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI, beliau
menyatakan bahwa Nation-State dapat dikritik dengan dua cara; Pertama, dengan
menjelaskan kelemahan konsep nation-state itu sendiri, baik secara teori ataupun praktik.
Kedua, menjelaskan pertentangannya dengan Islam. Dengan demikian dapat dilihat bahwa
HTI menolak konsep Nasionalisme. Kemudian yang menjadi pertanyaannya adalah apakah
dengan menolak konsep nasionalisme, HTI tidak bertentangan dengan ideologi nasional di
Indonesia yaitu Pancasila?.
8
HTI sebagai salah satu organisasi masyarakat yang secara terang-terangan bertujuan untuk
menerapkan sistem pemerintahan Khilafah yang secara otomatis berideologikan Islam, bisa
menimbulkan kontradiksi terhadap dasar dan ideologi yang telah disepakati di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila. Hal ini dibuktikan dengan adanya konflik
antara ormas HTI dengan ormas Banser dan Ansor yang merupakan organisasi bawahan dari
ormas Nahdlatul Ulama. Ormas tersebut menilai bahwa ajaran HTI yang membawa paham
sistem Khilafah tidak sesuai dengan Pancasila (Sumber http://www.salafynews.com/banser-
dan-ansor-tulungagung-bubarkan-pengajian-kelompok-khilafah-anti-pancasila.html diakses
pada tanggal 25 April 2016 pukul 22.38 WIB). Dalam hal ini, Ormas NU lebih bersifat
moderat dan berpendapat bahwa Pancasila sudah final. Hal ini juga pernah dibuktikannya
pada sekitar tahun 1960an yaitu konflik terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
memiliki tujuan merubah ideologi negara menjadi ideologi Komunis.
Secara nyata, memang ormas HTI tidak melakukan pelanggaran, penghinaan, ataupun secara
terang-terangan ingin merubah ideologi Pancasila. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan
besar adalah apakah dengan tujuan yang jelas dari ormas HTI yang ingin menerapkan sistem
pemerintahan Khilafah dengan berideologikan Islam itu semua tidak akan menghilangkan
status Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideologinya yaitu Pancasila?
Gerakan Pemuda Anshor menyebut jika Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah mengusung
paham Khilafah Islamiyah, yang bertujuan mengganti ideologi Pancasila. Jaksa Agung, H.M.
Prasetyo membenakan jika, Hizbut Tahrir Indonesia termasuk salah satu organisasi
kemasyarakatan (ormas) yang bertentangan dengan Pancasila. Saat HTI dituduh sebagai
ormas yang anti terhadap Pancasila, mereka memberikan klarifikasi bahwa ormas HTI tidak
9
menentang Pancasila, sebagaimana yang dikemukakan oleh juru bicara HTI Ismail Yusanto
kepada Media Tempo pada tanggal 12 Februari 2016 yang diambil melalui sumbernya :
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/12/078744542/hizbut-tahrir-kami-tidak-anti-pancasila-
dan-nkri diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 12.33 WIB.
Di dalam penelitian ini yang dapat diambil pelajarannya adalah tidak hanya permasalahan
mengenai ormas HTI, akan tetapi penelitian ini pada intinya adalah terletak pada bagaimana
mendeskripsikan secara detail mengenai ormas, ideologi, dan radikalisme yang sampai
dengan saat ini (2017) menimbulkan permasalahan di Indonesia. Sebagai contoh munculnya
isu pada tanggal 24 November 2016 mengenai “Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
minta pemerintah bubarkan ormas anti Pancasila” (Sumber:
http://news.liputan6.com/read/2660712/pbnu-minta-pemerintah-bubarkan-ormas-anti-
pancasila diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 17.01 WIB). Kemudian muncul
juga isu mengenai pemerintah akan minta maaf kepada Partai Komunis Indonesia.
(Sumber http://www.tribunnews.com/nasional/2016/05/10/pemerintah-tak-boleh-meminta-
maaf-kepada-pki diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 17.11 WIB).
Irfan Idris selaku Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) menyampaikan bahwa Hizbut Tahrir termasuk dalam ormas yang radikal.
(Disampaikan dalam acara “Kegiatan Pemberdayaan Peran Serta Media Massa dalam Rangka
Pencegahan Paham Radikal Terorisme Tahun 2015 FKPT Provinsi Lampung Bekerjasama
dengan Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT” pada tanggal
14 November 2015 di Hotel Sheraton, Bandar Lampung).
10
Dengan demikian perlu adanya kajian lebih dalam mengenai kaitannya Hizbut Tahrir
Indonesia dengan Pancasila dan bagaimana kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap
Pancasila.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana Kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila?
2. Bagaimana metode pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia?
3. Bagaimana pandangan kelompok lain terhadap ormas HTI, dalam hal ini yaitu Forum
Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan
Masyarakat?
4. Mengapa izin Hizbut Tahrir Indonesia sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas)
dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bagaimana kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila.
2. Mendeskripsikan bagaimana metode pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia.
3. Mendeskripsikan bagaimana pandangan kelompok lain memandang ormas HTI dalam
hal ini yaitu Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Tentara Nasional
Indonesia (TNI), dan Masyarakat.
11
4. Memberikan penjelasan alasan mengapa izin Hizbut Tahrir Indonesia sebagai
organisasi kemasyarakatan (ormas) dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul penelitian di atas, peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan
manfaat yang baik secara teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan
peneliti adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Secara Teoritis
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu sebagai berikut.
a. Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan sehingga
memberikan bahan kontribusi pemikiran khususnya bagi pengembangan ilmu politik
di bidang politik Islam.
b. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan dan perbandingan ilmu politik
yang terkait dalam masalah tersebut. Artinya, setiap hasil yang didapatkan dari
penelitian ini bisa dikembangkan menjadi suatu ilmu yang terkonsep yang nantinya
dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan atau penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Secara Praktis
Adapun manfaat penelitian ini secara praktis yaitu sebagai berikut.
a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah,
terutama di era Pemerintahan saat ini (2017) yang beberapa kalangan menilai jika
rezim ini terlalu mudah untuk membubarkan suatu kelompok yang dianggap anti
terhadap Pancasila padahal belum melakukan kajian mendalam terhadap kelompok
tersebut, hal ini tentu akan mengurangi integritas pemerintahan saat ini.
12
b. Diharapkan setelah penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang besar, untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam hal posisi dan peranan organisasi
kemasyarakatan terutama dalam hal mengemukakan aspirasinya sesuai peraturan
Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antar
organisasi kemasyarakatan dengan masyarakat lain atau organisasi kemasyarakatan
dengan pemerintah.
c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan secara gamblang kepada
pemerintah akan pentingnya peranan masyarakat dalam rangka kebebasan
mengemukakan pendapat.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Utama
1. Ideologi Politik
Ideologi berasal dari kata idea yang berarti mengetahui pikiran, melihat dengan budi, dan
logos yang berarti gagasan, pengertian, kata, dan ilmu. Pertama kali ideologi dicetuskan oleh
Antoine Destutt Tracy pada tahun 1796, beliau mendefinisikan sebagai ilmu tentang pikiran
manusia, yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa depan. Sedangkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Rizieq, 2012: 100) mengartikan Ideologi dalam tiga
pengertian yaitu:
1. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
2. Cara berpikir seseorang atau suatu golongan.
3. Pemahaman, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.
Sedangkan ideologi politik menurut Hertanto (2006: 196) merupakan suatu keyakinan dan
kepercayaan yang mampu memberikan penjelasan dan sekaligus justifikasi terhadap tertib
politik yang ada ataupun yang didambakan oleh suatu masyarakat, termasuk didalamnya
strategi untuk mewujudkannya.
14
Ciri-ciri ideologi menurut Hertanto (2006: 196-197) antara lain:
1. Ideologi muncul pada kondisi-kondisi krisis. Pengaturan manusia terhadap susunan
ideologi dan kepercayaan muncul bila orang merasa bahwa mereka tengah disia-siakan
dan dihisap oleh tatanan yang ada, atau statusnya terancam oleh perubahan-perubahan
mendasar yang sedang terjadi dalam masyarakat.
2. Ideologi memiliki suatu jangkauan yang luas, tetapi bermacam-macam ruang lingkup.
Dalam dimensi horisontalnya, ideologi menjelaskan pandangan-pandangan dunia yang
lebih luas. Dalam dimensi vertikal ideologi punya beberapa strata pemikiran dan
kepercayaan.
3. Ideologi adalah bentuk sistematis pemikiran politik. Ideologi bersifat abstrak, bukan
gambaran realita namun satu model yang muncul dari persepsi terhadap realitas. Ia
memisah-misahkan gambaran tertentu dari kehidupan politik, dan mempergunakan
beberapa pemikiran untuk menjelaskan perilaku politik dengan segala detailnya.
4. Ideologi mencakup baik elemen empiris maupun normatif.
5. Ideologi cenderung ekslusif, absolut, dan universal. Setiap ideologi, dalam kaitan dengan
logika dan buktinya itu sendiri, selalu mengklaim (secara ekslusif) prinsip kebenaran,
kemajuan, dan keadilan.
6. Ideologi merupakan argumen persuasif yang lazim memberikan motivasi keterlibatan yang
aktif. Daya akhir suatu ideologi tidak terletak dalam bukti empiris atau logis, namun
dalam kemampuan yang memberikan inspirasi dan mendukung keyakinan serta aksi
gerakan.
7. Ideologi sering dipersonalisasikan dan disakralkan.
8. Ideologi mengalami perkembangan tetapi menolak perubahan yang mendasar.
9. Ideologi dijalin dalam gerakan politik. Sebagai satu bentuk ide dalam aksi tindakan,
ideologi membutuhkan bentuk kelembagaan, bentuk organisasi.
15
Kemudian fungsi Ideologi menurut Rodec (dalam Hertanto, 2006: 197) meliputi:
1. Memberikan dasar legitimasi pada pemerintah.
2. Menjadi dasar untuk menentang kekuasaan status quo.
3. Mempersatukan rakyat.
4. Pedoman untuk memilih kebijakan dan prilaku politik.
5. Prinsip perjuangan yang menjadi alat komunikasi simbolis antara pemimpin dan massa.
Kemudian Rodee mengklasifikasikan ideologi-ideologi politik, diantaranya:
1. Anarkisme
Anarkisme merupakan pandangan ekstrim tentang kebebasan individu dan tentang
organisasi sosial yang tanpa peringkat atau wewenang.
2. Liberalisme Klasik
Ciri-ciri ideologi Liberalisme:
Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik
Anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragama dan kebebasan pers.
Pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang
dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan
diri sendiri.
Kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk.
Semua masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian
terbesar individu berbahagia.
Hak-hak tertantu yang tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat dilanggar oleh
kekuasaan manapun.
16
Fungsi pemerintahan dalam negara diminimalisasi hingga muncul istilah negara
sebagai watchdog.
Nilai-nilai doktrin yang diutamakan adalah kebebasan individu.
3. Sosialisme
Sosialisme adalah sebuah teori politik dengan ajaran utama seperti kepemilikan
kolektif atas alat-alat produksi dan pertukaran pasar harus digantikan oleh bentuk
distribusi lain yang didasarkan pada kebutuhan sosial.
Sosialisme merupakan merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-
akibatnya awal sosialisme yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal
sebagai sosialis utopia. Sosialisme ini lebih didasarkan pada pandangan kemanusiaan
(humanitarian). Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya
dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis. Paham sosialis juga lebih luwes
dalam hal perjuangan perbaikan nasib buruh secara bertahap.
4. Komunisme
Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi
lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang
mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip
agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi
rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
17
Paham komunis berkeyakinan perubahan atas sistem kapitalisme harus dicapai
dengan cara-cara revolusi dan pemerintahan oleh diktator proletariat sangat
diperlukan pada masa transisi. Dalam masa transisi dengan bantuan negara dibawah
diktator proletariat, seluruh hak milih pribadi dihapuskan dan diambillah untuk
selanjutnya berada dalam kontrol negara.
5. Neo Liberalisme
Anthony Giddens membuat karakteristik penganut ideologi neo liberalisme yang
berkembang di Eropa Barat dengan paham welfare state-nya adalah:
Peranan negara minimal.
Masyarakat madani yang otonom.
Fundamentalisme pasar.
Otoritarianisme moral plus individualisme ekonomi yang kuat.
Kemudahan pasar tenaga kerja.
Penerimaan ketidaksamaan.
Nasionalisme tradisional.
Negara kesejahteraan sebagai jaring pengaman.
Modernisasi linear.
Kesadaran ekologis yang rendah.
Teori relasi tentang tatanan internasional.
Termasuk dalam dunia dwikutub.
6. Konservatisme
Ciri-ciri dari ideologi Konservatisme yaitu:
Ketakutan terhadap perubahan yang tiba-tiba dan dahsyat.
18
Penghormatan terhadap pranata dan peraturan yang telah mapan.
Dukungan terhadap elit dan hierarki.
Ketidakpercayaan umum terhadap teori yang berlawanan dengan deduksi empiris.
7. Fasisme
Kemunculan fasisme merupakan dampak negatif dari industrialisasi, modernisasi, dan
demokratisasi. Fasisme merupakan reaksi terhadap berbagai kesenjangan,
penderitaan berkepanjangan, rasa ketakutan, akan ketiadaan harapan masa depan yang
lebih baik. Fasisme merupakan percampuran berbagai gagasan ras, agama, ekonomi,
sosial, dan moralitas akar-akar filosofis. Fasisme muncul dalam masyarakat yang
telah maju (developed country) dan makmur serta telah mengalami proses
industrialisasi dan modernisasi yang pesat serta relatif berhasil mengembangkan
teknologi tinggi namun mengalami kegagalan demokratisasi.
Doktrin-doktrin fasisme diantaranya:
Gagasan mengenai superioritas ras. Gagasan Gobineau mengenai hierarki ras, yang
tertinggi adalah kulit putih, kemudian kulit kuning, dan terakhir kulit hitam.
Anti-semitisme. Mitos ras itu melahirkan sikap-sikap kebencian terhadap ras lain,
khususnya Yahudi.
Totalitarianisme. Fasisme tidak hanya meliputi suatu sistem organisasi politik atau
pemerintahan, melainkan juga keseluruhan kehendak (will), pemikiran (thought), dan
perasaan (feelings) suatu bangsa.
19
Ideologi-ideologi tersebut dapat dikatakan sebagai induknya ideologi sedangkan Pancasila
dapat dikatakan pecahan dari salah satu induk ideologi-ideologi tersebut. Tujuan utama
dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif.
Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang
diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara
implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan
sebagai sistem berpikir yang eksplisit.
2. Pancasila
Pancasila berasal dari bahasa sanskerta yaitu panca yang berarti lima, dan sila yang berarti
batu sendi, alas, dasar. Pancasila sebagai ideologi negara adalah nilai-nilai yang terkandung
di dalam pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara.
Secara luas pengertian Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia adalah visi atau arah dari
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia agar terwujudnya
kehidupan yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan, kesadaran
akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan.
Saat Indonesia akan merdeka pada 17 Agustus 1945, sebelumnya telah di bentuk Badan
Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh dr. Radjiman
Wedyodiningrat. Ketika membuka sidang badan itu mengemukakan pertanyaan pada rapat
“Negara Indonesia Merdeka yang akan kita bangun itu, apa dasarnya?”. Pada umumnya
anggota enggan menjawab pertanyaan tersebut, dan lebih memilih langsung membicarakan
soal Undang-Undang Dasar. Namun, seorang dari anggota badan tersebut menjawab
pertanyaan itu, yakni Ir. Soekarno yang menyampaikan dalam bentuk pidato pada tanggal 1
20
Juni 1945 dengan judul Pancasila atau lima sila. Lima prinsip tersebut oleh Soekarno
disebutnya sebagai Weltanschauung (pen. pandangan hidup atau dalam Bahasa Inggris yaitu
Way of Life) yang di gali dari jati diri dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Weltanschauung
negara Indonesia yakni Pancasila yang digali dari budaya bangsa sendiri.
Perlu diketahui bahwa Pancasila yang disampaikan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945 tersebut
memiliki perbedaan pada sila-silanya dengan yang saat ini, urutan Pancasila menurut
Soekarno saat itu adalah:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial, dan
5. Ketuhanan
Pancasila barulah resmi disahkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Hingga saat ini sila dipakai adalah yang diresmikan
pada tanggal tersebut. Dalam hal ini banyak pendapat yang mengatakan tentang orang yang
pertama kali membuat Pancasila. Bahkan Soekarnopun tidak pernah mau mengakui sebagai
pencipta Pancasila, karena Soekarno sendiri mengatakan bahwa Pancasila itu lahir dari
budaya dan jati diri bangsa Indonesia.
Pada saat sidang BPUPKI banyak kalangan-kalangan yang mendesak agar Pancasila pada sila
Ketuhanan berubah menjadi “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi
Pemeluk-Pemeluknya”. Rumusan ini merupakan hasil desakan aktivis Islam yang
dituangkan sebagai kompromi dalam Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
21
Tidak dapat dipungkiri, Piagam Jakarta merupakan dokumen historis sebagai kompromi
antara ideologi Islam dan ideologi kebangsaan yang mencuat dalam sidang-sidang BPUPKI.
Maka sebagai langkah menjembatani perbedaan itu, dalam sidang BPUPKI, panita kecil yang
terdiri atas sembilan orang yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr.A.A. Maramis,
Abikusno Tjokrosuyoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Soebardjo, Wahid
Hasyim, dan Mr. Muhammad Yamin, menerima usul golongan Islam. Pada rapat 22 Juni
1945, mereka mencapai persetujuan untuk menambahkan tujuh kata pada sila pertama
menjadi “Ketuhanan dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya”, yang
kemudian dikenal sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
Lahirnya Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang membawa sejumlah konsekuensi
perubahan diatas adalah atas desakan tokoh pemikir negara Islam yang duduk dalam BPUPKI
dengan membawa sejumlah argumen penting. Di antara pembicara dalam sidang BPUPKI
yang mewakili penggagas negara Islam ialah Ki Bagoes Hadikoesoemo, yang
mengemukakan argumen panjang lebar yang menjadi dasar anjurannya untuk menjadikan
Islam sebagai dasar negara Indonesia. Jika dicermati secara seksama segenap pandangan
penggagas negara Islam, maka argumen mereka dapat disimpulkan, bahwa umat Islam
Indonesia yang berjumlah 90%, merekalah yang membentuk nation Indonesia sehingga tak
akan ada nation Indonesia tanpa umat Islam. Lebih dari itu karena kalangan nasionalis
Indonesia yang berjuang dalam lingkup nasional yang mula pertama memang berwatak Islam
(Haq, 2011: 35).
Akan tetapi hingga saat diresmikannya Pancasila oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945,
sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-
22
Pemeluknya” berubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” sedangkan keempat sila lainnya
masih tetap sama. Pancasila versi inilah yang sampai saat ini masih digunakan.
Apabila kita melihat perkembangan Pancasila di awal orde lama menurut Haq (2011: 49),
beliau menerangkan bahwa dalam sidang konstituante di Bandung tahun 1956-1959, adanya
konflik ideologi secara frontal. Golongan pertama menghendaki Pancasila sebagai dasar
negara dan menolak komunisme. Golongan kedua, menginginkan Pancasila seperti Piagam
Jakarta. Golongan ketiga, dipelopori oleh PKI yang menginginkan ideologi Komunisme
sebagai dasar negara, dan menolak Pancasila.
Pada awal mulanya, konsep Pancasila dapat dipahami sebagai common platform atau
platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia.
Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani perbedaan ideologis di kalangan
anggota BPUPKI. Pancasila yang dimaksudkan oleh Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai
asas bersama agar dengan asas itu seluruh kelompok yang terdapat di negara Indonesia dapat
bersatu dan menerima asas tersebut.
Akan tetapi yang perlu dilihat bahwa Pancasila jika kita melihat perkembangannya dari masa
ke masa, Pancasila memiliki sifat seperti kamuflase yang arah ideologinya masih belum
terlihat secara tegas, sebagai contoh misalnya pernyataan mantan Presiden Indonesia yaitu
Soekarno yang juga merupakan salah seorang tokoh awal lahirnya Pancasila, beliau
memberikan pernyataan bahwa Pancasila tidak anti Komunis yang dapat dilihat dari videonya
yang berjudul “Pancasila itu tidak anti Komunis”.
23
Di masa orde baru, paham komunis menjadi paham yang terlarang. Akan tetapi Pancasila
masih eksis dan bahkan menjadi asas tunggal dalam setiap ideologi politik, sehingga semua
partai politik dan organisasi masyarakat yang berasaskan Islam atau Sosialis, haruslah
memiliki asas yang sama yaitu Pancasila.
Melihat dua contoh kasus diatas bahwa Pancasila memiliki sifat yang moderat di antara
golongan kanan (agamis) dan juga golongan kiri (sosialis). Perkembangan dua masa tersebut
dapat memberikan penilaian terhadap Pancasila, bahwa pandangan terhadap Pancasila
bergantung terhadap kebijakan rezim yang sedang berkuasa. Mohammad Natsir (dalam
Kusuma dan Khairul: 2008: 74) memberikan penjelasan bahwa raison d’etre-nya Pancasila,
alasan untuk adanya Pancasila itu sendiri, adalah mau netral. Pancasila mau berdiri netral,
diatas semua ideologi yang ada. Berdiri netral, demikian tinggi di atas segala-galanya.
Diatas segala yang bergelora dalam sanubari manusia Indonesia, sehingga ia tidak mendapat
akar sama sekali dalam kalbu rakyat. Pancasila ingin terus netral tanpa warna. Kalau ia
memilih salah satu warna, salah satu ideologi ia akan bercorak, ia tidak akan netral lagi
raison d’etre-nya sebagai gemenedeler sebab hidupnya tak ada lagi, ia bukan Pancasila lagi.
Ketetapan bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam
Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998 tentang pencabutan dari Ketetapan MPR Nomor 2
tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut
menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari ketetapan
24
MPR tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan Pancasila sebagai ideologi
nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang
mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan operasional aplikatif,
sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam ketetapan MPR Nomor 18 menyatakan
bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Fungsi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia adalah sebagai sarana pemersatu
masyarakat, sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari
gagasan para pendiri negara Indonesia tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang
dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.
3. Khilafah
Khilafah menurut kamus istilah politik kontemporer yang ditulis oleh Kaelola (2009: 156)
memiliki arti pemerintahan Islam seluruh dunia. Dalam pandangan agama Islam istilah
Khilafah merujuk pada sumber hukumnya yang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad
yaitu sebagai berikut: Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Kami sedang duduk di dalam
Masjid bersama Nabi saw, Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan
hadits Nabi saw. Lalu, datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyaniy seraya berkata, “Wahai Basyir
bin Sa’ad, apakah kamu hafal hadits Nabi saw yang berbicara tentang para pemimpin?
Hudzaifah menjawab, “Saya hafal khuthbah Nabi saw.” Hudzaifah berkata, “Nabi saw
bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan
datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah
25
itu, akan datang masa Ke-khilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah
masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya.
Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas
kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak
menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak
Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya.
Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di
atas kenabian). Setelah itu, beliau diam”.
Menurut pandangan Hizbut Tahrir, (ditulis dalam situs resmi HTI yaitu http://hizbut-
tahrir.or.id/2014/09/06/khilafah-dalam-hadits-rasulullah-saw/ diakses pada tanggal 10 April
2016 pukul 22.20 WIB) mengatakan bahwa hadits ini menjelaskan penyebutan sistem
pemerintahan Islam sebagai sistem Khilafah adalah penyebutan dengan Hadits. Bukan Istilah
yang dibuat oleh para ulama. Meski demikian, sebuah istilah tentu tidak harus secara
langsung menggunakan lafadz dalam nash. Hadits ini juga merupakan kabar gembira akan
berdirinya khilafah di masa yang akan datang.
Akan tetapi ada juga hadits yang juga dinyatakan oleh Ahmad memberikan penjelasan
dengan redaksinya yaitu “Ke-khilafahan dalam umatku 30 tahun”. Hadist ini juga didukung
oleh para perawi hadits (pengumpul hadits) lain yang intinya memiliki substansi yang sama
dengan lafadz yang sedikit berbeda. Akan tetapi hal ini juga sudah di tanggapi oleh Hizbut
Tahrir (dalam dalam situs resmi HTI yaitu http://hizbut-tahrir.or.id/2014/09/06/khilafah-
dalam-hadits-rasulullah-saw/ diakses pada tanggal 10 April 2016 pukul 22.37 WIB) dengan
redaksinya sebagai berikut. “Meski lafadz hadis ini menyebutkan bahwa ke-khilafahan
setelah Rasulullah Saw 30 tahun, namun tidak berarti bahwa setelah itu tidak ada Khilafah.
26
Dengan kata lain, Hadits ini tidak berarti bahwa sistem pemerintahan kaum muslimin setelah
itu bukanlah sistem Khilafah. Sebab, lafadz Hadist ini berbentuk lafadz yang mutlak yang
ke-mutlakannya di taqyid oleh Hadis Hudzaifah di atas. Artinya, ke-khilafahan yang 30
tahun itu adalah khilafah ‘ala minhajin nubuwwah, sementara setelahnya bukanlah khilafah
‘ala minhajin nubuwwah, meski tetap berbentuk sistem khilafah hingga datang masa mulkan
jabriyyah (para penguasa diktator yang tidak menerapkan syariah). Kesimpulan ini juga
didukung oleh hadis yang sama, dengan lafadz khilafah yang di taqyid oleh kata nubuwwah
sebagaimana riwayat Abu Dawud, al-Hakim, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir)”.
Permasalahan ini tidak mempengaruhi pengertian Khilafah dalam artian luas, yang pada
intinya Khilafah menurut Hizbut Tahrir adalah sistem pemerintahan Islam seluruh dunia.
Dengan demikian, hal inilah yang memberikan penjelasan ormas Hizbut Tahrir yakin
terhadap akan datangnya suatu pemerintahan islam yang disebut dengan Khilafah.
Di dunia barat istilah Khilafah dikenal dengan sebutan Caliphate. Ini dibuktikan dengan
perkataan George Walker Bush (Presiden Amerika Serikat ke 43) pada setiap kali pidato
politiknya selalu menggunakan istilah Caliphate untuk menggambarkan sistem pemerintahan
Islam secara global (Dilihat melalui video yang berjudul ”Khilafah, Prediksi Khilafah”.
Khilafah yang diperjuangkan oleh Hizbut Tahrir adalah Khilafah yang memiliki arti yang
sama dengan yang dimaksud oleh George Walker Bush, karena Hizbut Tahrir pun
mengartikan Khilafah atau Caliphate sebagai sistem pemerintah Islam secara global.
Sebagai perbandingan, salah satu ketua dari ormas Islam yaitu Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj memiliki pandangan yang berbeda mengenai pengertian
Khilafah. Hal ini dia kemukakan dengan istilahnya yaitu Khilafah Nasionalis. Ini beliau
27
kemukakan pada acara diskusi publik “Indonesia Menolak ISIS” bersama Sekertaris Jenderal
DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yaitu Abdul Kadir Karding di ruang Fraksi PKB pada
tanggal 4 November 2015. Meskipun ini temanya tentang penolakan ISIS (Islamic State in
Iraq and Syiria), akan tetapi yang menjadi masalah adalah pernyataannya terhadap Khilafah
yang mengartikan berbeda dengan Kaelola dalam buku kamusnya, Hizbut Tahrir, dan George
Walker Bush. Khilafah Nasionalis tentu memiliki dua arti yang saling berbeda jika kita
melihat Khilafah yang dimaksud dalam kamus politik, Hizbut Tahrir, dan George Walker
Bush.
4. Dakwah
Definisi dakwah yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Endang Anshari (1991)
mengartikan dakwah sebagai upaya menyampaikan ajaran Islam kepada manusia, baik
dengan lisan maupun dengan tulisan. Kemudian Amrullah Ahmad (1999) mengartikan
dakwah sebagai upaya mengajak manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah secara kaffah
(menyeluruh), baik dengan lisan, tulisan maupun perbuatan sebagai ikhtiar muslim
mewujudkan Islam menjadi kenyataan kehidupan pribadi, usrah (kelompok), jamaah dan
umat. Dan Muhammad Natsir mengemukakan dakwah sebagai usaha menyerukan dan
menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang pandangan dan tujuan
hidup manusia di dunia yang meliputi amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kebajikan dan
mencegah keburukan), dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan oleh
akhlak, dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan perseorangan, berumah-
tangga, bermasyarakat, dan bernegara.
(Mengutip dari http://www.risalahislam.com/2015/07/pengertian-dakwah-arti-kata-istilah-
dan.html diakses pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 21.23 WIB)
28
Menurut Shobron (2014: 57-59) dakwah yang dilakukan oleh ormas HTI ada tiga macam,
yakni pertama, dakwah fikriyah yaitu dakwah melalui penyebaran pemikiran untuk
menanamkan pemikiran Islam dan menghancurkan atau membantah pemikiran yang tidak
Islami. Kedua, dakwah siyasiyah yaitu dakwah yang digerakkan untuk tercapainya tujuan
politik yakni tegaknya syariat dan khilâfah. Ketiga, dakwah askariyyah yaitu dakwah
melalui kekuatan militer atau jihad fî sabîlillâh. HTI sekarang sedang melakukan dakwah
fikriyyah dan siyasiyyah sekaligus melalui berbagai uslub (cara) dan wasîah (sarana), baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dakwah secara langsung di antaranya seperti yang
dilakukan HTI melalui forum-forum publik seperti seminar, diskusi, talkshow, tabligh akbar,
khutbah jum’at, pengajian-pengajian dan lain sebagainya yang di lakukan di berbagai wilayah
di Indonesia. Dalam satu minggu dilakukan puluhan bahkan mungkin ratusan forum-forum
semacam itu. Dengan demikian dapat diketahui langkah-langkah HTI dalam melakukan
perubahan di Indonesia, artinya HTI pun akan melakukan dakwah-nya yang ketiga yaitu
dakwah askariyyah melalui kekuatan militer atau jihad fî sabîlillâh, namun kita belum tahu
kapan HTI akan melakukan dakwah yang ketiga ini.
5. Radikalisme
Radikal diartikan sebagai mendasar atau amat keras dalam menuntut suatu perubahan.
Sedangkan radikalisme adalah paham politik yang menginginkan perubahan dengan cara
kekerasan, cepat, mendasar, dan drastis (Kaelola, 2009: 281).
Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung
perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain adalah inti dari perubahan itu
cenderung menggunakan kekerasan. Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan
29
yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan
mereka.
Dawinsha mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris. Tapi dia
sendiri memakai istilah radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme
adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. Defenisi Dawinsha
lebih nyata bahwa radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa kepada tindakan
yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan menggantinya dengan
gagasan baru. Makna yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan
bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan (mengutip dari
http://politikinternasionaradikanlismel.co.id/ diakses pada tanggal 20 Juni 2017 pukul 21.23
WIB).
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat
Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di
permukaan wacana internasional. Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis
merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global
akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat
dunia. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat
untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan,
Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara barat pasca
hancurnya ideologi Komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah
gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti
melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam.
30
Tuduhan-tuduhan dan propaganda barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan
radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan
sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam
Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti Amerika Serikat yang dipertunjukkan Mu’ammar
Kadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanau Selatan, gerakan masyarakat
Muslim Sudan yang anti Amerika Serikat, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap
saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya adalah fenomena yang dijadikan media barat
dalam mengkampanyekan label radikalisme Islam. Tetapi memang tidak bisa dibantah
bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang
menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham
keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum
radikalisme Islam.
Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons
sebuah keadaan. Bagi mereka radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan
masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun
sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan
melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi radikalisme
justru malah akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat
kekerasan (mengutip dari http://politikinternasionaradikanlismel.co.id/ diakses pada tanggal
20 Juni 2017 pukul 21.23 WIB).
31
B. Teori Pendekatan
1. Kontroversi
Secara umum kontroversi dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan atau perbedaan.
Kontroversi bisa bersifat individual atau kelompok dalam memandang suatu permasalahan.
Hal ini muncul akibat dari adanya suatu pandangan yang berbeda seseorang atau kelompok,
sehingga menimbulkan sikap pro atau kontra bagi orang atau kelompok lain yang menilainya.
Menurut Kaelola (2009: 164) kontroversi politik adalah perdebatan atau pertentangan tentang
suatu masalah politik.
Dalam kaitannya terhadap HTI, kontroversi yang dimaksud adalah kontroversi politik, karena
kaitannya pemikiran suatu kelompok atau ormas terhadap suatu konsep gagasan pemikiran
politik. Kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila dapat berupa pro atau
kontra, menerima atau menolak, bertentangan atau tidak bertentangan. HTI sebagai suatu
kelompok politik yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-
nilai, dan cita-cita yang sama.
2. Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan (interest group) ialah sejumlah orang yang memiliki kesamaan sifat,
sikap, kepercayaan dan/atau tujuan, yang sepakat mengorganisasikan diri untuk melindungi
dan mencapai tujuan. Kelompok kepentingan berbeda dengan partai politik dan kelompok
penekan (presure group). Kelompok kepentingan, sesuai dengan namanya memusatkan
perhatian pada bagaimana mengartikulasikan kepentingan tertentu kepada pemerintah
sehingga pemerintah menyusun kebijakan yang menampung kepentingan kelompok. Jadi, ia
32
lebih berorientasi kepada proses perumusan kebijakan umum yang dibuat pemerintah.
Kelompok penekan secara sengaja mengelompokkan diri untuk suatu tujuan khusus setelah
itu bubar, dan secara khusus pula berusaha memengaruhi atau menekan para pejabat
pemerintah untuk menyetujui tuntutan mereka. Dengan demikian, perbedaannya lebih pada
cara dan sasaran (Subakti, 2010: 140). Melihat dua jenis kelompok masyarakat maka HTI
termasuk ke dalam kelompok kepentingan (interest group) karena HTI memiliki sifat, sikap,
kepercayaan, dan tujuan tertentu.
Pengertian dan aturan formal mengenai organisasi kemasyarakatan (ormas) telah diatur dalam
Undang-Undang (UU) nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan pada pasal 1
yaitu organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas adalah organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila. Dengan demikian setiap ormas yang ada di Indonesia haruslah
berdasarkan kepada Pancasila.
Di dalam UU Nomor 17 tahun 2013 pada pasal 10 ayat 1 huruf a, menjelaskan bahwa ormas
dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Kemudian pada pasal 11 ayat 2
menjelaskan ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat
1 huruf a didirikan dengan berbasis anggota. Dan pada pasal 12 ayat 2 menjelaskan bahwa
pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
33
Penelitian mengenai HTI sebagai organisasi kemasyarakatan yang legal, dirasa sangatlah
perlu untuk diteliti, agar semua mendapatkan kejelasan dan tidak lagi menjadi kontroversi.
Dan juga sangat bermanfaat bagi para akademisi di bidang politik, masyarakat, dan semua
elemen-elemen masyarakat, karena mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu:
1. Setiap Warga Negara Indonesia termasuk organisasi masyarakat, memiliki hak untuk
mengemukakan pendapatnya, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”. Akan tetapi hal ini tidak bisa sepenuhnya dijadikan landasan penuh untuk
mengemukakan pendapat, termasuk untuk mengubah konstitusi yang telah ada seperti
Pancasila, karena hal ini akan melemahkan integritas Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Untuk itulah diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi
masalah ini.
2. Posisi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai organisasi masyarakat di Indonesia,
haruslah taat dan tunduk terhadap konstitusi negara yang berlaku. Menurut Hertanto
(2006: 235-237) mengelompokan pandangan sikap dan Politik Islam yang terbagi
dalam empat golongan. Golongan pertama, yang aktif disertai sikap menolak
terhadap garis yang dianggap menyimpang. Golongan kedua, bersifat akomodatif.
Golongan ketiga, melihat Islam sebagai ajaran masyarakat yang dirasa kurang atau
tidak perlu disertai keterlibatan dalam politik. Golongan keempat, yang menolak
sama sekali kaitannya Islam dengan Politik.
Jika melihat HTI, maka bisa dikatakan sebagai golongan pertama. Akan tetapi yang
juga perlu diingat bahwa HTI sangat tidak kooperatif terhadap Pemerintah, seperti
34
contoh penolakannya terhadap proses demokrasi di Indonesia. Maka dari itu, hal ini
juga perlu dirasa untuk penelitian lebih lanjut.
3. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam setiap pergerakannya di Indonesia, selalu
memberikan kritik melalui media. Turun ke jalan (demonstrasi). Dan melakukan
kajian-kajian atau diskusi bersama dengan masyarakat dan para tokoh-tokoh penting
di dalam masyarakat. Perjuangan HTI sampai dengan saat ini termasuk yang sangat
taat terhadap konstitusi, karena belum pernah ada HTI membuat kerusakan dan
menggangu hak orang lain. Bahkan apabila dilihat secara objektif, beberapa aksinya,
HTI memberikan kritik kepada negara yang pro terhadap rakyat Indonesia, seperti
contoh kritikan HTI mengenai penolakan BPJS, dalam hal ini HTI menilai negara
lepas tanggung jawab dalam hal kesehatan. Mereka menyinggung peran negara salah
satunya melindungi seluruh Rakyat Indonesia terutama dalam hal kesehatan, dan
negara tidak boleh menjadi perusahaan asuransi.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar, apakah HTI dengan cara seperti ini mampu
merubah suatu ideologi negara Indonesia. Oleh karena itu, agar semua dapat memberikan
penjelasan secara gamblang, kembali diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap masalah ini.
3. Kritik Ideologi
Indonesia sebagai negara plural yang terdiri dari suku, agama dan ras menempatkan Pancasila
sebagai sebuah dasar dan ideologi negara. Akan tetapi melihat sejarah negara Indonesia dari
awal kemerdekaannya di Indonesia, beberapa kalangan menginginkan Islam ditetapkan
sebagai ideologi negara Indonesia. Tidak hanya Islam tetapi ada juga kalangan yang
menginginkan Komunisme ditetapkan sebagai ideologi negara Indonesia, akan tetapi di tahun
35
1965 menjadi sejarah kelam Komunisme karena menjadi ideologi yang terlarang hingga saat
ini (2016), akibat dari Partai Komunis Indonesia yang melakukan pemberontakan dengan
cara membunuh para Dewan Jenderal yang saat ini disebut sebagai Pahlawan Revolusi.
Presiden RI ke-2, Soeharto (dalam Rizieq, 2012: 101-102) mengistilahkan Pancasila sebagai
Ideologi Terbuka. Hal itu dikemukakan oleh Soeharto dalam acara pembukaan Penataran
Calon Manggala BP-7 Pusat 143 pada 10 November 1986, dan diulangi dalam pidato
kenegaraan pada 16 Agustus 1989. Soeharto menyatakan sebagai berikut : ”Itulah sebabnya,
beberapa tahun yang lalu saya kemukakan, bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka, maka
kita dalam mengembangkan pemikiran baru yang tegar dan kreatif untuk mengamalkan
Pancasila dalam menjawab perubahan dan tantangan zaman yang terus bergerak dinamis,
yakni :
a. Nilai-nilai dasar Pancasila tidak boleh berubah, sedang ;
b. Pelaksanaannya kita sesuaikan dengan keperluan dan tantangan nyata yang kita
hadapi dalam tiap kurun waktu.
Fenomena mengenai Hizbut Tahrir di seluruh dunia yang perjuangannya di tiap-tiap negara
menginginkan untuk diterapkannya Islam sebagai sebuah ideologi, tentu berdampak juga
dengan Hizbut Tahrir Indonesia yang juga secara terang-terangan menginginkan Islam
ditetapkan sebagai sebuah ideologi di negara Indonesia. Tentu hal ini menimbulkan
pertanyaan besar, apakah ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang memperjuangkan ideologi
Islam, tidak bertentangan dengan Pancasila yang merupakan Dasar dan Ideologi Negara
Indonesia? Bagaimana persepsi Hizbut Tahrir terhadap Ideologi Pancasila?.
36
4. Islam dan Negara
Hubungan antara Islam dan negara di Indonesia (transformasi, pemikiran, dan praktik politik
Islam di Indonesia) sebagaimana yang telah ditulis oleh Effendy (2009) mengunakan
beberapa pendekatan yaitu:
a. Dekonfessionalisasi. Pendekatan ini lebih dahulu di kembangkan oleh C.A.O. Van
Nieuwenhuijize. Dalam dua artikelnya yang ditulis pada akhir 1950-an dan
pertengahan 1960-an. Nieuwenhuijize mencoba mengjelasakan hubungan politik
antara Islam dan negara nasionalis modern, terutama peran Islam dalam revolusi
nasional dan proses pembangunan bangsa dalam kerangka dekonfessionalisasi.
Paling menarik dalam pendekatan ini adalah, Nieuwenhuijize memandang peran
Islam dalam pandangan pribumi adalah sebagai instumen dalam perlawanan melawan
kolonial Belanda.
b. Domestikasi Islam, Effendy mengunakan teori Harry J. Benda mengenai Islam
Indonesia. Dalam teori ini, Harry J. Benda menganalisa historis mengenai Islam di
Jawa pada abad 16 hingan abad ke 18, terutaman perebutan kekuasaan antara
kerajaan-kerajaan Islam yang taat di pesisir Jawa, yang diwakili kerajaan Demak
terkenal ortodok, yang melawan kerajaan mataram yang terkenal sinkretis diwilayah
pedalaman.
c. Skismatik dan Aliran. Pendekatan ini mencoba mengelompokan pemeluk Islam
Indonesia yang bercorak skismatik dalam hubungan Islam Jawa-isme dengan Islamis,
yang kemudian memasuki dibidang politik, kebudayaan dan sosial. Kemudian
mengidentifikasi seperti yang dilakukan oleh Clifford Geertz (religion of java)
mengembangkan skisme sosial keagamaan kedalam pengelompokan aliran sosio-
kultural dan politik.
37
d. Pendekatan Trikotomi. Pendekatan ini mengelompokan antara beberapa persoalan,
yaitu Islam ortodok (santri), Islam singkretis (abang), dan negara Islam (power
political). Tiga persoalan ini yang kemudian menglahirkan pendekatan trikotomi
dalam politik Islam Indonesia yaitu fundamentalis, reformis, dan akomodasionis.
Kelompok fundamentalis mendukung jenis penafsiran Islam yang kaku dan murni
(tidak fleksibelity), menentang pemikiran sekuler dan pengaruh Barat, dan
singkretisme kepercayaan tradisonal, menekankan keutamaan agama atas politik.
Sedangkan akomodasionis memberikan penghargaan yang tinggi kepada kerangka
persatuan yang diberikan Islam, tetapi mereka berpegang kepada kepentingan-
kepentingan sosial dan ekonomi harus mendapat prioritas utama oleh organisasi-
organisasi Islam.
e. Islam kultural. Teori ini dikembangkan oleh Donald K. Emmerson, teori ini mencoba
mengkaitkan kembali doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan
Negara. Emmerson melihat sepanjang 1980-an, diskursus Islam di Indonesia yang
tegah menegaskan dimensi Islam kultural, menurtut Emmerson demensinya sama
sekali non politis, akibatnya penegasan kemabali dimensi kultural di Indonesia benar-
benar hidup dan berkembang dengan baik. Sebagai contoh Islam masa Orde Baru
cendrung kesolehan religius dipandang kokoh untuk dalam mempertahankan
eksistensi Orba yang anti komunis. Dalam hal ini bobot Islam kultural lebih besar
dan juga dapat mempengaruhi pemerintahan untuk meneawarkan sejumlah konsesi
kepada umat Islam.
38
C. Kerangka Pikir
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah menetapkan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara. Disisi lain ada kelompok yang menilai jika ormas Hizbut Tahrir Indonesia
bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila dicetuskan sejak awal Indonesia merdeka pada tahun 1945, dan sampai dengan saat
ini Pancasila merupakan keputusan yang sudah tidak dapat lagi untuk dirubah (final). Setiap
ormas yang legal dan diakui oleh pemerintah wajib mengikuti Pancasila dan UUD 1945.
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia merupakan ormas yang legal dan diakui oleh pemerintah,
sehingga HTI harus sesuai dengan gagasan Pancasila. Akan tetapi sebagian kalangan menilai
jika ormas ini bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu penelitian ini berfokus pada
bagaimana kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila, deskripsi metode
pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia, dan bagaimana kelompok lain memandang ormas
Hizbut Tahrir Indonesia.
39
Gambar 1. Kerangka Pikir
Kontroversi
Hizbut Tahrir Indonesia
Metode Pergerakan HTI
Pandangan Kelompok lain
terhadap HTI
Pandangan HTI terhadap
Pancasila
Kontradiksi HTI dengan
Pancasila
40
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena berdasarkan tinjauan
awal peneliti, ternyata masalah yang sedang dihadapi lebih sesuai untuk diteliti dengan
metode kualitatif. Menurur Bogdan dan Taylor (Prastowo, 2011: 22) metode kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
desain penelitian eksploratif karena peneliti tidak hanya sekedar menggambarkan objek
penelitiannya saja. Melalui pendekatan eksploratif-kualitatif ini peneliti berusaha untuk
menggali, mengembangkan dan menganalisis informasi-informasi yang berhubungan dengan
ormas HTI dengan Pancasila.
B. Fokus Penelitian
Fokus dalam penelitian ini yaitu mengarah pada kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap
Pancasila sehingga dapat menjawab tujuan penelitian sebagaimana yang telah dituliskan pada
kerangka pikir, meliputi:
1. Kontroversi HTI terhadap Pancasila, memberikan informasi dan penjelasan tentang
kontradiksi HTI dengan Pancasila serta bagaimana pandangan HTI terhadap Pancasila.
41
2. Metode Pergerakan HTI, memberikan kejelasan bagaimana pergerakan-pergerakan yang
dilakukan HTI.
3. Bagaimana pandangan kelompok lain terhadap ormas HTI, Indikatornya adalah dengan
cara mendeskripsikan secara detail pro dan kontra kelompok lain memandang ormas HTI
sehingga menjawab permasalahan yang telah ditulis pada latar belakang mengenai konsep-
konsep HTI yang dianggap kontroversi.
4. Memberikan penjelasan alasan mengapa izin Hizbut Tahrir Indonesia sebagai organisasi
kemasyarakatan (ormas) dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia.
C. Instrumen Penelitian
Adapun pada metode penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen utama. Menurut
Nasution (Prastowo, 2011: 43) peneliti adalah key instrument atau alat penelitian utama.
Oleh karena itu instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sendiri
yang mengadakan pengamatan atau wawancara tak berstruktur dengan menggunakan buku
catatan, laptop, kamera, dan lainnya. Peneliti sebagai instrumen dapat memahami makna
interaksi antar manusia, membaca gerak muka, serta mengetahui makna yang terkandung
dalam ucapan atau perbuatan informan. Walaupun menggunakan alat rekam atau kamera,
peneliti tetap memegang peranan utama sebagai alat penelitian.
42
D. Sumber Data
Apabila dilihat dari sumbernya, objek penelitian kualitatif menurut Spardley disebut social
situation atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor),
dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Prastowo, 2011: 199). Situasi sosial
tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” di
dalamnya. Jika dikaitkan dengan sumbernya, data penelitian dibedakan menjadi 2 (dua)
macam yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer adalah data yang dapat memberi informasi langsung kepada pengumpul
data. Data-data yang diperoleh di lapangan bersumber dari instansi pemerintah,
masyarakat, ormas Hizbut Tahrir Indonesia.
2. Data sekunder adalah data yang tidak bisa memberi informasi langsung kepada
pengumpul data. Pada umumnya data sekunder berfungsi untuk menguatkan data primer
dan biasanya diperoleh melalui data-data penunjang seperti dokumen-dokumen yang
diperoleh dari instansi pemerintah, internet, maupun ormas Hizbut Tahrir Indonesia.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian karena
bertujuan untuk memperoleh data agar dapat dianalisis. Adapun teknik pengumpulan data
yang peneliti lakukan yaitu melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Observasi
Menurut Hadi (Prastowo, 2011: 22) pengamatan (observasi) diartikan sebagai pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap suatu gejala yang tampak pada objek penelitian.
Pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta (partisipan)
43
dan yang tidak berperanserta (non partisipan). Pada pengamatan tanpa peran serta pengamat
hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan saja, sedangkan pengamat
berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus
menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati (Moleong, 2006: 176).
Adapun pada penelitian ini peneliti melakukan observasi partisipan karena dalam penelitian
ini peneliti akan mencoba untuk menghadiri setiap kali berdiskusi dengan pihak yang
dilakukan oleh DPP Hizbut Tahrir Indonesia.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan 2 (dua) orang
atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan
sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo, 2011: 212). Teknik
wawancara yang dilakukan peneliti adalah teknik wawancara mendalam. Adapun wawancara
yang dilakukan ini secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan
atau orang yang diwawancarai, dengan/atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
wawancara. Dalam wawancara ini pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama (Prastowo, 2011: 212).
Adapun pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi tersruktur. Wawancara
semi terstruktur ini dilakukan secara bebas untuk menggali informasi lebih dalam dan bersifat
dinamis, namun tetap terikat dengan pokok-pokok wawancara yang telah peneliti buat
terlebih dahulu dan tidak menyimpang dari konteks yang akan dibahas dalam fokus
penelitian. Pada penelitian ini peneliti telah menyusun pedoman wawancara yang isinya
mengenai hal-hal yang nantinya akan dipertanyakan kepada para informan untuk
44
mendapatkan informasi yang akurat. Proses penyusunannya disesuaikan pada permasalahan
persepsi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila.
Pedoman wawancara ini disusun dengan fokus penelitian peneliti berdasarkan apa yang
nantinya akan peneliti kaji dan temukan saat di lapangan. Kemudian akan diolah dan
dikembangkan sesuai dengan data yang diperoleh menjadi suatu rangkaian informasi yang
dinarasikan dalam bentuk deskriptif, sehingga menjadi suatu hasil penelitian yang paten dan
dapat dipertanggungjawabkan.
3. Dokumentasi
Telaah dokumen adalah cara pengumpulan informasi yang didapatkan dari dokumen, yakni
peninggalan tertulis, arsip-arsip, akta ijazah, rapor, peraturan perundang-undangan, buku
harian, surat-surat pribadi, catatan biografi, video, dan lain-lain yang memiliki keterkaitan
dengan masalah yang diteliti (Prastowo, 2011: 226). Dokumen tidak hanya catatan peristiwa
saat ini dan yang akan datang, namun juga catatan di masa lalu. Sementara kegunaan teknik
dokumentasi ini menurut Sugiyono dan Prastowo (Prastowo, 2011: 227) sebagai berikut.
a. Sebagai pelengkap dari penggunaan metode pengamatan dan wawancara.
b. Menjadikan hasil penelitian dari pengamatan atau wawancara lebih kredibel (dapat
dipercaya) dengan dukungan sejarah kehidupan pribadi. Hasil penelitian juga akan
semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni
yang telah ada.
c. Dokumen dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Hal ini disebabkan dalam
banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,
bahkan untuk meramalkan.
45
Data-data yang diperoleh peneliti bisa berupa tulisan-tulisan, artikel, gambar, video, ataupun
data-data dari instansi-instansi pemerintah dan ormas Hizbut Tahrir Indonesia.
F. Penentuan Informan
Narasumber atau informan adalah orang yang bisa memberikan informasi-informasi utama
yang dibutuhkan dalam suatu penelitian. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar (lokasi atau tempat) penelitian
(Moleong, 2006: 132).
Adapun teknik yang digunakan untuk menentukan informan dalam penelitian kualitatif ini
dijelaskan oleh Sugiyono (Prastowo, 2011: 197) yaitu dengan jalan peneliti memasuki situasi
sosial tertentu, melakukan observasi, dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang
mengetahui tentang situasi sosial tersebut. Adapun kegunaan informan menurut Lincoln dan
Guba serta Bogdan dan Biklen (Moleong, 2006: 132) yaitu sebagai berikut.
1. Membantu agar secepatnya dan tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam
konteks setempat, terutama bagi peneliti yang belum mengalami latihan etnografi.
2. Agar dalam waktu yang relatif singkat banyak informasi yang terjaring, jadi sebagai
sampling internal, karena informan dimanfaatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau
membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek lainnya.
Pada penelitian ini, penentuan informan yang menjadi sumber data dilakukan dengan teknik
purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu yang memahami fokus
penelitian. Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu key informan
dan secondary informan. Key informan sebagai informan utama yang lebih mengetahui
46
situasi fokus penelitian, sedangkan secondary informan sebagai informan penunjang dalam
memberikan penambahan informasi. Adapun tabel instrumennya adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Daftar informan
No. Informan Keterangan
1 DPP Hizbut Tahrir Indonesia (Ismail Yusanto) Key informan
2 Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Key informan
3 Masyarakat (Gerakan Mubaligh Islam) Secondary informan
Daftar informan tersebut adalah orang-orang yang dekat dan mengetahui kondisi
permasalahan terhadap fokus yang akan dikaji oleh peneliti. Oleh karena itu, data dan
informasi yang peneliti peroleh dari proses observasi, wawancara maupun dokumentasi dapat
dipertanggungjawabkan.
G. Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Februari dan Maret 2017. Adapun penelitian
untuk Key Informan adalah dilaksanakan langsung di Dewan Pimpinan Pusat Hizbut Tahrir
Indonesia yang beralamat di Crown Palace Blok A 25-26, Jalan Prof.Soepomo Nomor 231,
Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870.
Sedangkan dari pihak Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme dilaksanakan di kantor
Kesatuan Bangsa dan Politik di alamat Jalan Basuki Rahmat Nomor 21 Bandar Lampung,
dan dari kalangan masyarakat yang juga aktif di Gerakan Mubaligh Islam dilaksanakan di
Universitas Tulang Bawang Lampung di Jalan Gajah Mada nomor 34 Kotabaru, Bandar
Lampung.
47
Adapun pada penelitian ini teknik analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. Selama di
lapangan peneliti dalam menganalisis menggunakan model Miles dan Huberman yang
mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif yang
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Proses tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan (Prastowo, 2011: 242). Reduksi data ini berlangsung secara terus-menerus selama
proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data dengan demikian merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, serta mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-
kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Prastowo, 2011: 243). Oleh karena itu,
jika peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang terlihat aneh,
asing, tidak dikenal dan belum memiliki pola, justru inilah yang harus dijadikan perhatian
peneliti dalam melakukan reduksi data.
2. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data di sini merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun penyajian
yang baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif. Beberapa jenis bentuk
penyajian data adalah matriks, grafik, jaringan, bagan, dan lain sebagainya yang semuanya
H. Teknik Analisis Data
48
dirancang untuk menggabungkan informasi tersusun dalam suatu bentuk yang padu
(Prastowo, 2011: 244). Akan tetapi, bentuk penyajian data yang paling sering digunakan
dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Melalui penyajian-penyajian ini,
peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan
berdasarkan atas pemahaman yang kita dapat dari penyajian-penyajian tersebut.
3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Sementara itu, dalam penjelasan Sugiyono (Prastowo, 2011: 250)
kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Akan tetapi, jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal telah didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat kita kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data,
kesimpulan yang kita kemukakan adalah kesimpulan yang kredibel dan terpercaya. Maka
kesimpulan dalam penelitian ini mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang telah
dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena masalah dan rumusan masalah pada
penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di
lapangan. Berikut ini adalah siklus teknis analisis data menurut Miles dan Huberman.
Gambar 2. Siklus teknis analisis data menurut Miles dan Huberman
Data
Colection Data Display
Conclution Drawing
and Verifying
Data
Reduction
49
Adapun pada penelitian kualitatif, terdapat 4 (empat) bentuk uji keabsahan data, yaitu uji
kredibilitas data (validitas internal), uji dependabilitas (reliabilitas) data, uji transferabilitas
(validitas eksternal), dan uji konfirmabilitas (objektivitas) (Prastowo, 2011: 265). Namun
dari keempat bentuk tersebut, uji kredibilitas datalah yang paling sering digunakan. Uji
kredibilitas data memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu melaksanakan pemeriksaan sedemikian rupa
sehingga tingkat kepercayaan penemuan kita dapat dicapai dan mempertunjukkan derajat
kepercayaan hasil-hasil penemuan kita dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda
yang sedang diteliti (Prastowo, 2011: 266). Untuk menguji kredibilitas data, dapat dilakukan
dengan 7 (tujuh) teknik, yaitu perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan,
triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, member check, analisis kasus negatif, dan
menggunakan bahan referensi (Prastowo, 2011: 265). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan uji kredibilitas dengan teknik triangulasi.
Moleong (2006: 330) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Denzin (Prastowo, 2011: 269) membedakan teknik ini menjadi lima macam, antara lain
sebagai berikut.
1. Triangulasi sumber, yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas data yang dilakukan
dengan memeriksa data yang didapatkan melalui beberapa sumber.
2. Triangulasi teknik, yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik berbeda.
3. Triangulasi waktu, yaitu suatu teknik pengecekan kredibilitas data dengan cara
I. Uji Keabsahan Data
50
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, dan teknik lain dalam waktu atau
situasi yang berbeda.
4. Triangulasi penyidik, yaitu cara pemeriksaan kredibilitas data yang dilakukan dengan
memanfaatkan pengamat lain untuk pengecekan derajat kepercayaan data.
5. Triangulasi teori, yaitu cara pemeriksaan kredibilitas data yang dilakukan dengan
menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa data temuan penelitian.
Adapun dari kelima macam triangulasi di atas, peneliti dalam melakukan analisis data
menggunakan triangulasi sumber data dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil wawancara dari para
informan yang akan dijadikan tujuan. Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yaitu
berupa data yang diperoleh dengan wawancara, kemudian di cek dengan observasi dan
dokumentasi.
51
IV. GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir berasal dari kata hizb yang mengartikan sebagai partai dan at-tahrir yang
berarti pembebasan. Berikut adalah penjelasan detail tentang Hizbut Tahrir mengutip dari
website resmi dari Hizbut Tahrir Indonesia. “Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang
berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut
Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk
menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk
mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam
realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian
(seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian),
bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di
bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia
kelangsungan kelompoknya” (Mengutip dari situs resmi HTI http://hizbut-
tahrir.or.id/tentang-kami/ diakses pada tanggal 2 April 2016 pukul 20.23 WIB). Dengan
demikian ormas Hizbut Tahrir merupakan ormas yang berjuang untuk menerapkan ideologi
Islam dalam hal politik dengan cara menerapkan sistem Khilafah.
Hizbut Tahrir berdiri di Yerusalem atau Al-Quds, Palestina pada tanggal 14 Maret 1953 oleh
Taqiyuddin An-Nabhani. Kemudian masuk ke Indonesia sekitar tahun 1980-an oleh
Abdurrahman Al Baghdadiy yang kemudian disebut dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
52
Hizbut Tahrir seluruh dunia bermarkas di London, Inggris dengan sebutan Maktab I’lamy.
Di Indonesia bermarkas di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dengan sebutan DPP Hizbut
Tahrir Indonesia. Kemudian setiap Provinsi di Indonesia memiliki markas dengan sebutan
DPD I Hizbut Tahrir Indonesia, dan di setiap kabupaten atau kota memiliki markas dengan
sebutan DPD II Hizbut Tahrir Indonesia. Hizbut Tahrir seluruh dunia saat ini (2017) diketuai
oleh Atha Abu Ar-Rasytah. Dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) diketuai oleh Rokhmat S
Labib.
Ormas Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI) baru mulai terlihat pergerakannya pada publik yaitu
pada konferensi internasional tentang Khilafah Islamiyah pada tahun 2000 di Jakarta. Hizbut
Tahrir yang merupakan sebuah partai politik, sesuai dengan namanya hizb, dapat dengan
nyata menamai dirinya sebagai partai politik apabila menggunakan istilah partai politik
secara luas. Contohnya menurut Budiarjo (2000: 160-161) yang mendefinisikan partai politik
sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Munculnya aturan formal, dalam bentuk Undang-Undang yaitu pada Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2002 pasal 1 yang mendefinisikan partai politik di Indonesia sebagai organisasi
politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas
dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota,
masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. Hal inilah yang memberikan
penegasan posisi HTI sebagai organisasi kemasyarakatan di Indonesia sampai dengan saat ini
(2017).
53
Dengan demikian dapat disimpulkan, meskipun HTI menamakan dirinya sebagai suatu partai
politik, tetapi di Indonesia tercatat sebagai organisasi kemasyarakatan, karena HTI tidak mau
mengikuti proses demokrasi melalui pemilihan umum.
B. Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat
parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum
kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh negara-negara
kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di
muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah Swt dapat diberlakukan kembali
(Mengutip dari https://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/ diakses pada tanggal 11 Maret 2017
pukul 13.20 WIB).
C. Tujuan Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke
seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara
Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya
diatur sesuai dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman
adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu Daulah Khilafah, yang
dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum muslimin untuk
didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
54
Rasul-Nya, serta mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan
jihad.
Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan
kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk
mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat
akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini. Dan negara
Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia sebagaimana yang terjadi pada
masa silam yakni memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir bertujuan pula untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari’at) bagi umat
manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran beserta segala ide dan peraturan
kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi (Mengutip dari https://hizbut-
tahrir.or.id/tentang-kami/ diakses pada tanggal 11 Maret 2017 pukul 13.24 WIB).
D. Kegiatan Hizbut Tahrir
Kegiatan Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah kondisi
masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-
ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah
masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong
mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.
Juga dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota masyarakat menjadi perasaan Islam
yakni ridla terhadap apa yang di-ridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai
55
dan dibenci oleh Allah serta mengubah hubungan/interaksi yang ada dalam masyarakat
menjadi hubungan/interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum dan
pemecahan-pemecahan Islam. Hizbut Tahrir telah muncul dan berkembang, kemudian
menyebarluaskan aktifitas dakwah-nya di negeri-negeri Arab, maupun sebagian besar negeri-
negeri Islam lainnya.
Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir bersifat politik. Maksudnya adalah bahwa
Hizbut Tahrir memperhatikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta
pemecahannya secara syar’i. Karena yang dimaksud politik adalah mengurus dan
memelihara urusan-urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-
pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas dalam aktifitasnya dalam mendidik
dan membina umat dengan tsaqafah Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari
aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta persepsi-persepsi yang
keliru, sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur.
Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pertarungan pemikiran (ash shiro’ul fikri) dan
dalam perjuangan politiknya (al kifahus siyasi). Pertarungan pemikiran terlihat dalam
penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur. Hal itu tampak pula dalam
penentangannya terhadap ide-ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-
persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan kerusakannya, menampakkan kekeliruannya,
dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dalam masalah tersebut.
56
Adapun perjuangan politiknya, terlihat dari penentangannya terhadap kaum kafir imperialis
untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari
cengkeraman pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya yang berupa pemikiran,
kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya menentang para penguasa,
mengungkap pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik,
kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya tatkala mereka
mengabaikan hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan
salah satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam. Seluruh kegiatan politik itu
dilakukan tanpa menggunakan cara-cara kekerasan fisik/senjata (laa madiyah) sesuai dengan
jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah Saw.
Jadi kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat politik, baik
sebelum maupun sesudah proses penerimaan pemerintahan (melalui umat). Kegiatan Hizbut
Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu pula
seruannya tidak hanya bersifat nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk. Kegiatan Hizbut
Tahrir bersifat politik, yaitu dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam
beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan
hidup dan pemerintahan.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan dan
agar Aqidah Islamiyah menjadi dasar negara, dasar konstitusi dan undang-undang. Karena
Aqidah Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqidah
siyasiyah (aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan
57
problematika manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, sosial,
dan lain-lain (Mengutip dari https://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/ diakses pada tanggal 11
Maret 2017 pukul 13.53 WIB).
E. Landasan Pemikiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir telah melakukan pengkajian, penelitian dan studi terhadap kondisi umat,
termasuk kemerosotan yang dideritanya. Kemudian membandingkannya dengan kondisi
yang ada pada masa Rasulullah saw, masa Khulafa ar-Rasyidin, dan masa generasi Tabi’in.
Selain itu juga merujuk kembali sirah Rasulullah saw, dan tata cara mengemban dakwah yang
beliau lakukan sejak permulaan dakwah-nya, hingga beliau berhasil mendirikan Daulah
Islamiyah di Madinah. Dipelajari juga perjalanan hidup beliau di Madinah. Tentu saja,
dengan tetap merujuk kepada Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan oleh
dua sumber tadi, yaitu Ijma Shahabat dan Qiyas. Selain juga tetap berpedoman pada
ungkapan-ungkapan maupun pendapat-pendapat para Shahabat, Tabi’in, Imam-imam dari
kalangan Mujtahidin.
Setelah melakukan kajian secara menyeluruh itu, maka Hizbut Tahrir telah memilih dan
menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum yang berkaitan dengan fikrah dan
thariqah. Semua ide, pendapat dan hukum yang dipilih dan ditetapkan Hizbut Tahrir hanya
berasal dari Islam. Tidak ada satupun yang bukan dari Islam. Bahkan tidak dipengaruhi oleh
sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat dan hukum-hukum
tersebut sesuai dengan perkara-perkara yang diperlukan dalam perjuangannya yaitu untuk
58
melangsungkan kembali kehidupan Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru
dunia dengan mendirikan Daulah Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Ide-ide,
pendapat-pendapat, dan hukum-hukum tersebut telah dihimpun dalam berbagai buku,
booklet, maupun selebaran yang diterbitkan dan disebarluaskan kepada umat.
108
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Kontroversi Hizbut Tahrir Indonesia terhadap Pancasila
Hizbut Tahrir Indonesia dianggap bersebrangan dengan Pancasila karena tujuan mereka yaitu
Khilafah, sehingga dapat mengubah Indonesia menjadi negara Islam yang bertentangan
dengan nilai pokok Pancasila yang merupakan fondasi bagi negara dan satu-satunya ideologi
yang telah ditetapkan di Indonesia. Sikap HTI yang terlihat jelas dalam publikasi-publikasi
dan beberapa statement resmi oleh pimpinan-pimpinan HTI. Dalam Al-Waie (87: 41)
misalnya, Ismail Yusanto mengkritisi Pancasila dengan mengatakan bahwa Pancasila tidaklah
cukup untuk mengatur suatu masyarakat. Ismail Yusanto berargumen bahwa Pancasila
hanyalah seperangkat “nilai filosofis” yang kurang praktis yang oleh karena itu dipraktikan
secara berbeda oleh Soeharto dan Soekarno. Pada 2004 dalam sidang parlemen untuk
mengamandemen UUD 1945, HTI menyeru untuk kembali kepada Pancasila sebagai fondasi
bagi bangsa (Al-Waie, 24: 8) mereka menentang ide asas tunggal Soeharto yang hendak
dimunculkan kembali.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada peraturan
konstitusi. Setiap ormas yang ada di Indonesia haruslah mendapatkan perizinan agar diakui
oleh pemerintah. HTI adalah organisasi kemasyarakatan yang mendapat persetujuan dengan
legalitasnya yaitu Keputusan Menkumham No. AHU-00282.60.10.2014 tentang pengesahan
109
pendirian badan hukum perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia. Kemudian HTI juga memiliki
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang didalamnya juga
menjelaskan mengenai identitas keanggotaan Hizbut Tahrir di Indonesia, pada Bab II pasal 4
tentang identitas dan azas yang bunyinya “Hizbut Tahrir Indonesia adalah Gerakan Dakwah
Islam berazas Islam di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”. Dengan demikian HTI dengan tegas
menyatakan sebagai ormas yang taat kepada konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945.
HTI dengan tegas menolak ormasnya dikatakan sebagai ormas yang anti Pancasila, walaupun
jika memang dilihat HTI tidak pernah menggunakan simbol-simbol nasionalisme, seperti
bendera merah putih, burung garuda, dan lain-lain. Di dalam AD/ART HTI (BAB II Pasal 4)
HTI menyatakan bahwa ormasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
HTI memandang Pancasila dari segi peraturan tertulis dan nilai-nilai yang terkandung di
dalam Pancasila itu sendiri, seperti pada sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, hal ini tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam agama Islam karena Tuhan dalam
agama Islam bersifat Esa. Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradap, maka memang
seharusnya setiap manusia bersifat adil dan beradap. Ketiga, persatuan Indonesia, memang
seharusnya seluruh rakyat Indonesia bersatu tanpa memandang suku, agama, dan ras bahkan
HTI memiliki tujuan yang sangat besar yaitu menyatukan seluruh umat manusia dibawah
sistem Khilafah, sebagaimana yang sudah pernah dilakukan sebelumnya sejak Daulah Islam
hingga berakhir pada 3 Maret 1923 di Turki, pada waktu itu tidak ada istilah nation state atau
negara-negara sehingga tidak terkotak-kotak seperti saat ini, bahkan ketika kasus Timor
Leste, Aceh, kemudian saat ini Papua ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik
110
Indonesia, HTI adalah ormas yang paling banyak menolak dan menyuarakan ini, hal ini
merupakan perbuatan ashobia yang dilarang di dalam Islam. Keempat, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, memang ini yang
seharusnya diterapkan yaitu dengan lebih mengutamakan musyawarah daripada voting, saat
ini kita justru lebih bangga dengan demokrasi yang mana menerapkan sistem one man one
vote daripada musyawarah mufakat. Dan yang kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, seluruh rakyat Indonesia memang sudah seharusnya bersifat adil karena itu
adalah nilai-nilai keislaman.
Di Indonesia ormas ini menjadi kontroversi manakala sebagian kalangan menganggap HTI
sebagai ormas yang anti terhadap Pancasila, sedangkan Pancasila itu sendiri jelas sudah
bersifat final dan tidak bisa lagi untuk dirubah. Jika kita melihat pergerakan ormas HTI,
seolah-olah terlihat bahwa ormas ini tidak menunjukkan identitas nasionalismenya, seperti
contoh ormas ini tidak terlihat sama sekali menggunakan simbol-simbol nasionalis yaitu
bendera merah putih, burung garuda, dan lain-lain. Kemudian ormas ini juga tidak banyak
memberikan masukan mengenai Pancasila akan tetapi ormas HTI selalu menyuarakan
Khilafah atau Caliphate, karena bagi mereka itu adalah solusi segala permasalahan yang ada
di Indonesia bahkan seluruh dunia, baik itu masalah politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Oleh karena itu beberapa kalangan menuduh bahwa ormas ini sebagai ormas yang anti
terhadap Pancasila karena memiliki cara pandang sendiri dalam mengatasi setiap
permasalahan yang ada di negeri ini.
Simpulannya HTI adalah organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan yang bersifat
radikal secara pemikiran tanpa melakukan tindakan kekerasan atau anarkis, taat dan patuh
terhadap aturan-aturan yang ada di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
111
2. Metode Pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia
Hizbut Tahrir adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) keagaamaan skala internasional.
Ormas ini memiliki landasan pemikiran yang mengacu kepada nilai-nilai politik Islam.
Ormas ini yakin bahwa masalah apapun yang terjadi baik itu politik, ekonomi, sosial, dan
lainnya hanya dapat diselesaikan dengan menerapkan sistem khilafah dan syariah.
Pergerakan ormas HTI dalam melakukan perubahan, tergolong dalam kategori radikal tetapi
hanya sebatas pemikiran. Hingga saat ini (2017) HTI sudah berdiri lebih dari sepuluh tahun
di Indonesia, dan tidak pernah sama sekali melakukan tindakan kekerasan. Hal ini juga
dipertegas dalam AD/ART HTI pada Bab 2 pasal 5 tentang sifat, disitu dengan jelas tertulis
“Perkumpulan bersifat pemikiran, peka terhadap urusan umat, tanpa kekerasan, mandiri, non
partisipan dan nirlaba”. Dengan demikian sudah jelas bahwa HTI menolak untuk melakukan
tindakan kekerasan atau anarkis.
3. Pandangan Kelompok Lain terhadap Organisasi Kemasyarakatan Hizbut Tahrir
Indonesia
FKPT memandang setiap kelompok radikal tergantung ke dalam tipologi kelompok radikal
yang seperti apa. Jika melihat ormas Hizbut Tahrir Indonesia, sebagaimana yang telah
dipaparkan beberapa macam tipologi radikal, ormas HTI lebih tepatnya termasuk ke dalam
kelompok radikal gagasan. Karena HTI hanyalah bersifat radikal secara pemikiran tanpa
pernah melakukan tindakan anarkis.
TNI menilai ormas HTI bukanlah ancaman langsung kepada pemerintah Indonesia karena
posisi politik non-kekerasan, tetapi visi menghidupkan kembali ke-khalifah-an Islam adalah
bertentangan langsung dengan ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila.
112
Sedangkan pandangan salah satu contoh masyarakat terhadap ormas HTI, menilai dalam
melakukan perubahannya HTI lebih banyak mengedepankan kegiatan dakwah
menyampaikan gagasan-gagasan dan ide tentang Khilafah. Masih banyak masyarakat yang
tidak tahu secara jelas apakah ormas HTI bertentangan dengan Pancasila atau tidak.
4. Pencabutan Dasar Hukum Izin Hizbut Tahrir Indonesia Oleh Pemerintah Republik
Indonesia
Indonesia menjadi negara ke 21 (dua puluh satu) yang melarang kelompok Hizbut Tahrir.
Ada 5 (lima) poin alasan mengapa pemerintah membubarkan ormas HTI:
1. Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil
bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
2. Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas,
dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas.
3. Aktifitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang
dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan
NKRI.
4. Mencermati berbagai pertimbangan diatas, serta menyerap aspirasi masyarakat, Pemerintah
perlu mengambil langkah–langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI.
5. Keputusan ini diambil bukan berarti Pemerintah anti terhadap ormas Islam, namun semata-
mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sikap HTI pada saat dicabutnya perizinannya adalah mentaati konstitusi Pemerintah Republik
Indonesia. Terbukti ketika dicabutnya perizanan mereka, seluruh markas-markas HTI di
Indonesia mulai dari pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota berinisiatif untuk menutup
113
markasnya sendiri. Akan tetapi pihak HTI pun tetap melakukan perlawanan hukum dengan
mengajukan gugatan ke pengadilan. Karena HTI dituduh sebagai ormas yang anti Pancasila.
B. Saran
Peran HTI sebagai organisasi kemasyarakatan yang legal dan diakui oleh pemerintah
seharusnya lebih bersifat terbuka terhadap seluruh elemen pemerintah dan masyarakat.
Sebagai contoh, ormas HTI terlalu bersih keras terhadap pemikirannya seperti memandang
setiap permasalahan hanya bisa diselesaikan dengan Khilafah, tanpa memperhatikan apa yang
sudah menjadi suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Ormas HTI terlalu enggan
menggunakan simbol-simbol yang sudah menjadi suatu kebiasaan di dalam masyarakat,
seperti bendera merah putih dan simbol-simbol nasional lainnya. Hal inilah yang menjadikan
seolah-olah ormas HTI bagi sebagian kalangan dicap sebagai ormas yang radikal dan ingin
menggantikan status Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila. Bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia, sudah menjadi suatu hal yang positif menggunakan simbol-
simbol nasional seperti itu, karena masyarakat menganggap dengan menggunakan simbol-
simbol tersebut berarti menandakan orang tersebut cinta terhadap tanah air. Padahal
kenyataanya HTI adalah ormas yang berdasarkan pada Pancasila dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sesuai dengan yang tertuang di dalam AD/ART HTI, ditambah lagi HTI
termasuk ormas yang paling keras dalam menyuarakan masalah separatisme dan paham-
paham luar yang bertentangan dengan Pancasila seperti Kapitalisme, Liberalisme,
Sekulerisme, dan lain-lain.
Ormas HTI seharusnya lebih bersifat terang-terangan menyatakan diri bahwa ormasnya
bersifat legal, mendapat persetujuan dari pemerintah, dan tidak bertentangan dengan
114
Pancasila. Jangan ketika sudah ada sebagian kalangan yang menuduh bahwa ormas HTI anti
terhadap Pancasila baru memberikan klarifikasi. HTI seharusnya mempublis secara umum
legalitas HTI sebagai organisasi kemasyarakatan di Indonesia, seperti mempublisnya di situs
web resmi HTI ataupun yang lain. Jangan seperti kasus Menteri Dalam Negeri, Tjahjo
Kumolo yang bicara bahwa ormas HTI tidak ada perizinannya barulah juru bicara HTI Ismail
Yusanto memberikan klarifikasi. Begitu juga dengan AD/ART HTI seharusnya di publis di
media masaa seperti situs resmi HTI atau lainnya. Saat penulis ingin mendapatkan AD/ART
HTI sangatlah sulit, di internet tidak ditemukan sama sekali, kemudian menanyakan di kantor
DPD I HTI Lampung tidak ada, dan barulah di DPP HTI diberikan, itupun hanya sebatas
diperbolehkan untuk membaca dan memfoto bagian-bagian yang berkaitan dengan identitas
HTI sebagai ormas di Indonesia. Hal seperti inilah yang membuat ormas HTI masih terlihat
banyak masyarakat yang kurang mengetahui lebih jelas tentang ormas HTI.
HTI sebagai ormas yang bergerak di bidang politik dan keagamaan haruslah memahami apa
yang sudah menjadi suatu kebiasaan di dalam masyarakat. Walaupun memang ormas HTI
sudah banyak mengkritik pemerintah yang mungkin bertujuan untuk kebaikan seluruh
masyarakat Indonesia, seperti contoh kritikan ormas HTI terhadap kebijakan BPJS yang
seolah-olah negara lepas tanggung jawab karena salah satu tugas negara adalah menjamin
kesehatan warganya, masalah kepemilikan tambang yang seharusnya dikelola oleh bangsa
sendiri, kemudian masalah separatisme, dan lain-lain yang semua itu mungkin dilakukan
untuk kebaikan masyarakat Indonesia, namun ada baiknya apabila HTI menunjukkan simbol-
simbol nasional seperti bendera merah putih untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa
HTI adalah ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
115
Kita sebagai warga negara Indonesia termasuk ormas HTI sudah seharusnya menjunjung
tinggi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Setiap warga negara diberikan kebebasan
dalam mengemukakan aspirasi dan pendapatnya selama masih dalam batas wajar dan tidak
menimbulkan kerusakan. HTI sebagai ormas di Indonesia telah menunjukkan sikap yang
terkesan baik, disamping ormas HTI tidak pernah terlibat tindakan kekerasan, HTI juga
terdaftar sebagai ormas yang legal dan diakui oleh pemerintah. Artinya HTI adalah ormas
yang taat dan patuh terhadap peraturan yang ada di Indonesia, dan kita sebagai warga negara
Indonesia berkewajiban saling bersatu dan menjaga.
Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan banyak hal yang
bisa diambil pelajarannya, tidak hanya dari kalangan ormas HTI sendiri, tetapi juga dapat
menambah masukan, referensi, dan data bagi pengamat politik, pemerintah khususnya BNPT
dan Badan Intelijen Negara (BIN), ormas-ormas di seluruh Indonesia, dan seluruh warga
negera Indonesia agar bisa lebih bijak dalam melihat setiap permasalahan mengenai ormas,
ideologi negara, dan Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
Ahnaf, Mohammad Iqbal. 2011. From Revolution to ‘Refolution’: A Study of
Hizb al-Tahrir, Its Changes and Trajectories in the Democratic Context of
Indonesia (2000-2009). Victoria University of Wellington, Wellington.
An-Nabhani. 2012. Peraturan Hidup dalam Islam. HTI Press, Jakarta.
Anonim. 2013. Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir.
Pustaka Thariqul Izzah, Bogor.
Budiarjo, Miriam. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Effendy, Bahtiar. 2009. Islam dan Negara; Transformasi Gagasan dan Praktik
Politik Islam di Indonesia. Paramadina, Jakarta.
Haq, Hamka. 2011. Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam. Rmbooks, Jakarta.
Hertanto. 2006. Teori-Teori Politik dan Pemikiran Politik di Indonesia. Penerbit
Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Hwang, Julie Chernov. 2011. Umat Bergerak; Mobilisasi Damai Kaum Islamis di
Indonesia, Malaysia, dan Turki. Freedom Institute. Jakarta.
Isjwara. 1980. Pengantar Ilmu Politik. Binacipta, Bandung.
Kaelola, Akbar. 2009. Kamus Istilah Politik Kontemporer. Cakrawala,
Yogyakarta.
Kansil. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta.
Kusuma, Erwien dan Khairul. 2008. Pancasila dan Islam. BAUR Publishing,
Jakarta.
Moleong, J. Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif: dalam Perspektif
Rancangan Penelitian. Ar-Ruzz Media, Yogyakarta.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta.
Sukarna. 1981. Sistim Politik. Alumni IKAPI, Bandung.
Syafiie, Inu Kencana. 2012. Teori dan Analisis Politik. Pustaka Reka Cipta,
Bandung.
Tibi, Bassam. 2000. Ancaman Fundamentalisme. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta.
Jurnal/Tesis/Disertasi
Na’im, Akhsan dan Syaputra, Hendry. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa,
Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia (Hasil Sensus
Penduduk 2010). Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Osman, Nawab Mohamed. 2010. Menghidupkan Kembali Kekhalifahan di
Nusantara: Hizbut Tahrir Indonesia, Strategi Mobilisasi dan Dampaknya
Bagi Indonesia. Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Pusat
Pengkajian Strategi, Jakarta.
Rizieq, Al-Habib Muhammad. 2012. Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan
Syariah Islam di Indonesia. Universiti Malaya, Kuala Lumpur.
Shobron, Sudarno. 2014. Model Dakwah Hizbut Tahrir Indonesia. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Majalah/Artikel
Al-Wa’ie. No.172 Tahun XV, 1-31 Desember 2014
Peraturan dan Undang-undang
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Hizbut Tahrir
Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Video
Khilafah, Prediksi Khilafah (George Walker Bush)
Pancasila itu Tidak Anti Komunis (Soekarno)
Website
http://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/
diakses pada tanggal 2 April 2016 pukul 20.23 WIB.
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/09/06/khilafah-dalam-hadits-rasulullah-saw/
diakses pada tanggal 10 April 2016 pukul 22.20 WIB.
http://www.muslimoderat.net/2017/05/indonesia-menjadi-negara-ke-21-yang-
melarang-hti.
diakses pada tanggal 31 Juli 2017 pukul 21.22 WIB.
http://politikinternasionaradikanlismel.co.id/
diakses pada tanggal 20 Juni 2017 pukul 21.23 WIB.
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/05/10/pemerintah-tak-boleh-meminta-
maaf-kepada-pki
diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 17.11 WIB
http://news.liputan6.com/read/2660712/pbnu-minta-pemerintah-bubarkan-ormas-
anti-pancasila
diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 17.01 WIB.
http://www.risalahislam.com/2015/07/pengertian-dakwah-arti-kata-istilah-
dan.html
diakses pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 21.23 WIB.
http://www.salafynews.com/banser-dan-ansor-tulungagung-bubarkan-pengajian-
kelompok-khilafah-anti-pancasila.html
diakses pada tanggal 25 April 2016 pukul 22.38 WIB.
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/12/078744542/hizbut-tahrir-kami-tidak-
anti-pancasila-dan-nkri
diakses pada tanggal 28 November 2016 pukul 12.33 WIB.
top related