kontribusi bahan organik dan anorganik pada … · tin-mining land of pt. timah bangka located on...
Post on 11-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONTRIBUSI BAHAN ORGANIK DAN ANORGANIK
PADA PEMANTAPAN PERTUMBUHAN JARAK PAGAR
(Jatropha curcas) DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
FAULIA LISFIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kontribusi Bahan Organik dan Anorganik pada Pemantapan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas) di Lahan Bekas Tambang Timah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Faulia Lisfiani
NIM G351050151
ABSTRACT
FAULIA LlSFIANI. Contribution of Organic and Inorganic Material for Establishing The Growing of Physic nut (Jatropha curcas L.) on Tin-Mined Land. Under supervisory of HAMIM and UTUT WIDYASTUTI.
Uncontrolled tin mining activity can result in damages of environment including reduced land fertility. Under this situation, revegetation is needed in order to support the land rehabilitation. Physic nut is a good candidate for revegetation because it has adaptation capability for growing on critical land. To support this program, the research in soil ameliorant and cultivation technique which able to manipulate environment is required, so that can support the plant establishment especially during the beginning of plantation. The aim of this research was to investigated organic and inorganic contribution to support life cycle physic nut development on tin mined land. The research was carried out on tin-mining land of PT. Timah Bangka located on TS 1.33, Sungai Liat, Bangka Island. The experiment used was a Randomized Block Design with 2 factors and 3 replication. The first factor was fertilizer application comprised A0(0%), A1(50%), A2(75%) and A3(100%) of recommended fertilizer Urea:SP36:KCl (40g:100g:20g). The second factor was soil ameliorant including B0= without ameliorant, B1= chicken manure, B2= compost, B3= top soil B4= dolomite and B5= top soil+ dolomite. The result showed that fertilizer factor significantly improved plant growth indicated in all parameters by plant height, shoots dry weight, roots dry weight and total dry weight of plant. At the soil ameliorant factor, only chicken manure that was able to improve plant growth and production under tin mining conditions. The combination 50% inorganic fertilizer and chicken manure showed a good result better than other combination for the production characters .This combination also gave a good result on the vigorous plant expressed. Revegetation with physic nut and contribution of amelioran can improved the biology condition of tin mined-land. Keywords: Jatropha curcas L., revegetation, tin-mining, organic and inorganic
contribution
RINGKASAN
FAULIA LISFIANI. Kontribusi Bahan Organik dan Anorganik pada Pemantapan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas) di Lahan Bekas Tambang Timah. Dibimbing oleh HAMIM dan UTUT WIDYASTUTI.
Kegiatan penambangan timah dilakukan dengan melakukan pembukaan lahan yang menyingkirkan seluruh vegetasi di atas lahan tambang, dalam proses pemisahan konsentrat timah dari pasir melalui pencucian akan menghasilkan tumpukan tailing yang menyebabkan kerusakan lahan karena persentase pasir yang mencapai lebih dari 90%, pH masam peningkatan Al-dd, penurunan nilai KTK dan kadar C-organik tanah, serta rendahnya kandungan P-tersedia dan basa-basa tanah yang lain.
Di sisi lain, pengembangan biofuel dalam rangka memperoleh bahan baker alternatif terus dilakukan di berbagai negara. Melalui Peraturan Presiden No.1 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, menetapkan jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai salah satu sumber bahan bakar nabati (BBN). Pengusahaan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan bakar tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia dan ekspor crude palm oil (CPO), serta meningkatkan keamanan lingkungan melalui pengurangan produksi polutan dari penggunaan bahan bakar fosil.
Tanaman jarak pagar menjadi pilihan yang layak sebagai tanaman revegetasi lahan bekas tambang timah karena kemampuannya yang dapat hidup di lahan yang beriklim panas, mampu beradaptasi pada tanah yang kurang subur serta tahan kekeringan. Perbaikan kondisi tanah, tingkat adaptibilitas tanaman, pertumbuhan tanaman dan keberadaan mikroorganisme tanah yang mampu bersimbiosis secara mutualisme dengan tanaman menentukan keberhasilan rehabilitasi lahan, sehingga dibutuhkan pemberian bahan organik dan anorganik untuk mendukung kemantapan pertumbuhan awal tanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah.
Keberhasilan jarak pagar untuk mampu tumbuh di lahan bekas tambang timah yang kritis diharapkan tidak akan mengganggu penggunaan lahan-lahan produktif yang ditujukan untuk tanaman pangan. Revegetasi lahan bekas tambang timah dengan jarak pagar juga diharapkan akan mewujudkan pemulihan lahan yang terganggu ekologinya sehingga dapat pulih atau mendekati kondisi semula.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi bahan organik dan anorganik pada kemantapan pertumbuhan jarak pagar (Jatropha curcas) di lahan bekas tambang timah. Kombinasi bahan organik dan anorganik dimaksudkan untuk mencari dosis yang sesuai bagi pertumbuhan optimal tanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah. Respon tanaman terhadap kontribusi bahan organik dan anorganik dipergunakan untuk mengetahui potensi pengembangan jarak pagar sebagai tanaman revegetasi di lahan bekas tambang timah.
Penelitian di lapangan dilakukan di lahan tambang timah TS 1.33 Pulau Bangka. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah pupuk anorganik yaitu A0(0%), A1(50%), A2(75%) dan A3(100%) dari dosis rekomendasi Urea:SP36:KCl
(40g:100g:20g) per tanaman. Faktor yang kedua adalah amelioran, B0=tanpa amelioran, B1=kotoran ayam 4 kg/tanaman, B2=kompos 4 kg/tanaman, B3=top soil 4 kg/tanaman, B4= dolomit 0,5 kg/tanaman and B5= top soil+ dolomit, 2+0,25 kg/tanaman.
Parameter yang diukur meliputi karakteristik lahan dengan menganalisis sifat fisik dan kimia tailing juga vegetasi yang terdapat di lokasi penanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah, respon morfologi yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, jumlah cabang, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering total. Pada respon produksi yang diukur adalah persentase tanaman berbunga, umur berbunga, persentase tanaman berproduksi, umur panen, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman. Juga dilakukan analisis serapan hara N, P dan K pada tanaman. Analisis mikroorganisme berupa cendawan dan bakteri Bacillus serta Pseudomonas, dilakukan untuk mengetahui kelimpahan mikroorganisme pada daerah perakaran tanaman akibat pengaruh adanya tanaman jarak pagar dan bahan amelioran di lahan bekas tambang timah.
Hasil dari penelitian ini adalah pemberian pupuk anorganik akan mendukung pemantapan pertumbuhan awal dari tanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah pada seluruh respon morfologi yang diamati. Amelioran kotoran ayam nyata meningkatkan serapan hara dan respon produksi tanamann Pemberian pupuk Urea:SP36:KCl (20g:50:10g) dan amelioran kotoran ayam lebih efektif mendukung pertumbuhan awal tanaman jarak pagar dan memberikan respon produksi tertinggi pada saat tanaman berumur 8 bulan dibanding perlakuan lain. Keberadaan mikroorganisme pada daerah perakaran tanaman jarak pagar menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar dan kontribusi dari amelioran di lahan bekas tambang timah mampu memperbaiki kondisi biologis lahan bekas tambang timah.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulis kritik, atau tinjauan suatu masalah.
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KONTRIBUSI BAHAN ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PEMANTAPAN PERTUMBUHAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas) DI LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH
FAULIA LISFIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
Judul Penelitian : Kontribusi Bahan Organik dan Anorganik pada Pemantapan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas) di Lahan Bekas Tambang Timah.
Nama : Faulia Lisfiani NRP : G351050151
Disetujui, Komisi Pembimbing,
Dr. Ir. Hamim, M.Si. Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian : 20 Februari 2009 Tanggal lulus : 26 Februari 2009
Penguji pada ujian tesis : Dr. Ir. Memen Surahman, MSc.
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1981 dari ayah Drs. H. Fatri dan ibu Hj. Ismiati, S.Pd.I. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMUN 89 Jakarta dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Universitas Andalas, Padang, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2004 penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor, Program studi Biologi.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Febuari 2007 sampai Februari 2008 ini berjudul Kontribusi Bahan
Organik dan Anorganik pada Pemantapan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha
curcas) di Lahan Bekas Tambang Timah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Ibu
Dr.Ir.Utut Widyastuti,M.Si. atas bimbingan dan saran yang telah diberikan sejak
persiapan, pelaksanaan penelitian hingga selesainya tesis ini.
Kepada Proyek HI-LINK DIKTI, PT. TIMAH, Universitas Bangka Belitung
dan Pemda Kabupaten Bangka Induk terima kasih atas dana dan bantuan yang
telah diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan yang
sama disampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, Kepala Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut
Pertanian Bogor atas kemudahan dalam penggunaan fasilitas laboratorium.
Kepada kedua orangtua dan adikku tercinta, serta segenap keluarga yang
senantiasa mendukung dalam doa dan semangat, dengan hati yang tulus penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
Faulia Lisfiani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 Hipotesis ................................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Timah ............................................... 4 Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) ..................................................... 5 Pemupukan .............................................................................................. 7
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 9 Bahan dan Alat ......................................................................................... 9 Rancangan Percobaan .............................................................................. 9 Tahapan Penelitian ................................................................................... 11 Parameter Pengamatan ............................................................................. 12 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ........................................................................................................ 15 Pembahasan .............................................................................................. 34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .............................................................................................. 47 Saran ......................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 48
LAMPIRAN ............................................................................................... 54
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan amelioran ............................. 10 2 Persentase tanaman berbunga dan umur berbunga tanaman .................... 25
3 Persentase tanaman berbuah dan umur panen tanaman ........................... 25 4 Keragaman cendawan rhizosfer sebelum di revegetasi ............................ 32
5 Keragaman cendawan rhizosfer setelah di revegetasi .............................. 32 6 Kehadiran bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. ............................. 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kondisi lahan bekas tambang timah TS 1.33 Pulau Bangka ..................... 15 2 (a) Tinggi tanaman jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Tinggi tanaman jarak pagar terhadap faktor amelioran ....................... 17 3 Tinggi tanaman jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 17 4 (a) Diameter batang jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Diameter batang jarak pagar terhadap faktor amelioran ...................... 18 5 Diameter batang jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 19 6 (a) Jumlah cabang jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah cabang jarak pagar terhadap faktor amelioran ........................ 19 7 Jumlah cabang jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 20 8 (a) Jumlah daun jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah daun jarak pagar terhadap faktor amelioran ............................ 20 9 Jumlah daun jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik
dan amelioran .......................................................................................... 21 10 (a) Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap faktor amelioran .................. 21 11 Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 22 12 (a) Bobot kering akar jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering akar jarak pagar terhadap faktor amelioran ................... 22 13 Bobot kering akar jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 23 14 (a) Bobot kering total jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering total jarak pagar terhadap faktor amelioran ................... 23 15 Bobot kering total jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 24 16 (a) Jumlah buah per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah buah per tanaman terhadap faktor amelioran .......................... 26 17 Jumlah buah per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik
dan amelioran .......................................................................................... 26 18 (a) Jumlah biji per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah biji per tanaman terhadap faktor amelioran ............................ 27
19 Jumlah biji per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan amelioran .......................................................................................... 27
20 (a) Bobot total biji per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot total biji per tanaman terhadap faktor amelioran ...................... 28 21 Bobot total biji per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran ......................................................................... 28 22 (a) Serapan hara N terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Serapan hara N terhadap faktor amelioran .......................................... 29 23 Serapan hara N terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran ................................................................................................ 29 24 (a) Serapan hara P terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Serapan hara P terhadap faktor amelioran .......................................... 30 25 Serapan hara P terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran ................................................................................................ 30 26 (a) Serapan hara K terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Serapan hara K terhadap faktor amelioran .......................................... 31 27 Serapan hara K terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran ................................................................................................ 31 28 Morfologi tanaman kontrol (A0B0) dan perlakuan amelioran kotoran
ayam (A0B1) .......................................................................................... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Matriks korelasi antara serapan hara, respon morfologi dan produksi ...... 55
2 Hasil analisis tailing timah TS 1.33 ......................................................... 56
3 Hasil Analisis Bahan Organik ................................................................ 57
4 Cendawan rhizosfer di lahan bekas tambang timah yang sudah di revegetasi dengan jarak pagar .................................................................. 58
5 Cendawan rhizosfer di lahan bekas tambang timah sebelum di revegetasi dengan jarak pagar .................................................................................. 59
6 Perbandingan morfologi tanaman kontrol dan amelioran kotoran ayam ... 60 7 Buah dan biji jarak pagar terhadap kombinasi pupuk anorganik dengan
amelioran kotoran ayam... ............................................................ ............ 61 8 Komposisi media Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Broth (NB) dan
King’s B... .................................................................................... ............ 62
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penambangan timah dilakukan dengan melakukan pembukaan
lahan yang menyingkirkan seluruh vegetasi di atas lahan tambang. Proses
pemisahan konsentrat timah akan menghasilkan tumpukan tailing yang juga
menyebabkan kerusakan lahan. Lahan bekas tambang memiliki persentase pasir
yang mencapai lebih dari 90%, pH masam, rendahnya kandungan hara, daya
pegang air, serta jumlah bakteri dan fungi (Nurtjahya 2001; Saptaningrum 2001)
yang menyebabkan kondisi lahan bekas tambang timah menjadi tidak produktif.
Kondisi lahan bekas tambang timah yang rendah kemampuannya dalam
menunjang pertumbuhan tanaman membutuhkan rehabilitasi karena secara
alamiah dibutuhkan waktu hingga 40 tahun agar lahan bekas tambang dapat
menyamai sifat tanah asli (PT Tambang Timah 1991). Rehabilitasi dilakukan
melalui upaya pemberian tanah liat, kapur serta bahan organik yang dimaksudkan
untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan agregasi dan kemantapan tanah,
memperbaiki aerasi, meningkatkan kemampuan menyimpan air, serta
meningkatkan daya ikat tanah sehingga unsur hara yang ditambahkan pada lahan
bekas tambang timah yang berupa tailing pasir tidak mudah hilang tercuci.
Upaya revegetasi dengan penanaman jarak pagar (Jatropha curcas L)
memberi keuntungan bagi kegiatan rehabilitasi di lahan bekas tambang, karena
pertumbuhan tanaman ini dapat membantu terjadinya suksesi secara cepat.
Kemampuan jarak pagar untuk dapat hidup di lahan yang beriklim panas, tandus
dan berbatu, tanah yang kurang subur dan tanah bergaram serta tahan kekeringan
menyebabkan tanaman ini memiliki kemampuan beradaptasi yang luas. Selain itu
pembukaan lahan untuk penanaman jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar
nabati diharapkan mampu menyediakan sumber bahan bakar alternatif dan
tambahan penghasilan bagi masyarakat di sekitar lahan bekas penambangan.
Potensi produksi minyak yang diperoleh dari biji jarak pagar sebesar 1.590
kg/ha/tahun (Kandpal & Madan 1995) produksi tersebut lebih rendah dibanding
produksi minyak kelapa sawit yang dapat mencapai 4-6 ton/ha/tahun
(Hadipermata et al. 2006), namun karena jarak pagar merupakan tanaman lahan
kering, maka dapat dikembangkan pada daerah yang tidak cocok bagi
pengembangan kelapa sawit serta pangan. Keberhasilan jarak pagar untuk mampu
tumbuh di lahan bekas tambang timah yang kritis diharapkan tidak akan
mengganggu penggunaan lahan-lahan produktif.
Diketahui bahwa penggunaan lahan bekas tambang timah untuk lahan
pertanian sifatnya sangat terbatas karena adanya kontaminasi logam berat di
tanah. Beberapa buah-buahan dan sayuran yang ditanam di lahan bekas tambang
timah dilaporkan memiliki konsentrasi logam berat seperti merkuri, cadmium,
arsenik di atas ambang batas yang diijinkan oleh Food Acts 1986 (Ang 2005).
Kondisi tercemar logam berat pada biji jarak pagar yang ditanam di lahan bekas
tambang timah tentu tidak akan bersifat racun bagi manusia karena jarak pagar
bukan merupakan tanaman yang dimakan.
Jarak pagar juga mudah dalam perawatan dan pada usia 6-8 bulan telah
berproduksi. Hal ini sesuai dengan syarat dari tanaman revegetasi yang
dikemukakan oleh Setiawan (1993) antara lain bernilai ekonomis dan hasilnya
dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Pengusahaan tanaman jarak
pagar sebagai sumber bahan bakar nabati pun tidak akan mengganggu penyediaan
kebutuhan minyak makan nasional tidak seperti halnya dengan biofuel yang
berasal dari kelapa sawit, serta akan meningkatkan keamanan lingkungan melalui
pengurangan produksi polutan akibat penggunaan bahan bakar fosil (Manurung
2006).
Sehubungan dengan pentingnya jarak pagar sebagai salah satu alternatif
pemecahan masalah krisis bahan bakar fosil dan kebutuhan untuk merehabilitasi
lahan bekas tambang timah maka diperlukan penelitian mengenai peranan bahan
organik dan anorganik yang dapat menunjang keberhasilan reklamasi lahan bekas
tambang timah. Keberhasilan tersebut tergantung dari kondisi tanah, tingkat
adaptibilitas tanaman, pertumbuhan tanaman dan keberadaan mikroorganisme
tanah yang mampu bersimbiosis secara mutualisme dengan tanaman.
Pertumbuhan tanaman jarak pagar yang optimal diharapkan mampu merevegetasi
lahan bekas tambang timah sehingga tujuan dari reklamasi untuk memperbaiki
lahan bekas tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi dapat
tercapai.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi bahan
organik dan anorganik pada pemantapan pertumbuhan tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.) di lahan bekas tambang timah dan responnya terhadap
keragaman mikroba tanah. Kombinasi bahan organik dan anorganik dimaksudkan
untuk mencari dosis yang sesuai bagi pertumbuhan optimal tanaman jarak pagar
di lahan bekas tambang timah.
Hipotesis
Tanggap karakter morfologi dan produksi jarak pagar (Jatropha curcas)
akan berbeda pada tiap perlakuan kombinasi bahan organik dan anorganik.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan input teknis budidaya yang
paling mendukung pertumbuhan awal jarak pagar di lahan bekas tambang timah.
Informasi tersebut akan memperkaya pengembangan strategi yang efektif dalam
upaya revegetasi di lahan bekas tambang timah bagi rehabilitasi lingkungan
dengan waktu yang singkat.
TINJAUAN PUSTAKA
Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Timah
Penelitian Amriwansyah (1990) pada tiga lokasi tambang timah di Pulau
Bangka memberikan hasil bahwa proses aktifitas penambangan berpengaruh nyata
meningkatkan persentase pasir dan menurunkan persentase debu, liat, bahan
organik tanah, bobot fisik tanah, air tersedia, pH tanah, alumunium dapat ditukar,
nitrogen total, fosfor tersedia, kalium tersedia serta kapasitas tukar kation.
Saptaningrum (2001) dalam penelitiannya juga mendapatkan bahwa lahan bekas
tambang memiliki sifat fisik dan kimia tanah yang rendah dalam menunjang
pertumbuhan tanaman revegetasi yang dilakukan oleh PT Timah. Lahan yang
terdegradasi akibat penambangan tersebut selain miskin bahan organik dan hara
yang tersedia juga menyebabkan penurunan propagul mikroba dan penyusutan
populasi mikrobiota yang akan mempengaruhi siklus hara (Herrera 1993).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan kondisi lahan dalam
keadaan normal antara lain dengan melakukan reklamasi yang mengarah pada
kegiatan revegetasi dan rehabilitasi ekosistem. Keberhasilan reklamasi tersebut
tergantung dari kondisi tanah, tingkat adaptibilitas tanaman, pertumbuhan
tanaman dan keberadaan mikroorganisme tanah yang mampu bersimbiosis secara
mutualisme dengan tanaman. Upaya rehabilitasi tailing timah yang pernah
dilakukan antara lain dengan penggunaan amelioran bahan organik dan tanah
mineral pada tanaman jati, aplikasi bio-organik, tanaman penutup Centrosema
mucoides dan C. pubescens serta inokulasi mikoriza, aplikasi berbagai jenis
kotoran (ayam, sapi dan babi) pada bibit rumput, pemanfaaan mulsa pada bibit
Acacia mangium dan Paraserianthes falcataria serta pemupukan NPK (Nurtjahya
2008; Kusumastuti 2005).
Menurut Bradshaw (1983), masalah-masalah yang dijumpai dalam
merehabilitasi lahan bekas tambang adalah masalah fisik, kimia (nutrients dan
toxicity) dan biologi. Masalah fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah.
Akibat dari kegiatan pertambangan mempengaruhi solum tanah dan terjadinya
pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan. Masalah kimia
tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara dan
keracunan mineral. Sedangkan kendala biologi seperti tidak adanya penutupan
vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial dapat diatasi dengan
perbaikan kondisi tanah, pemilihan jenis pohon, dan pemanfaatan
mikroorganisme.
Komponen yang paling besar berperan dalam reklamasi biologis adalah
tumbuhan. Ini karena berbagai kelebihan yang dimiliki antara lain sistem
perakaran yang mampu mencegah erosi sekaligus menyimpan air. Tajuk pohon
akan menahan terpaan air hujan, sebagai pengatur mikroklimat di lingkungan
tumbuh, termasuk mempertahankan kelembaban, suhu dan cahaya matahari pada
lingkungan tumbuh. Di samping itu juga deposit serasah akan berperan sebagai
bahan baku organik untuk tanah.
Diperlukan suatu studi awal untuk melihat apakah spesies tanaman cocok
dengan kondisi lahan bekas tambang, terutama untuk jenis-jenis yang cepat
tumbuh, tajuknya terbentuk dengan cepat dan daunnya mudah didekomposisi.
Penggunaan tanaman jarak pagar untuk merevegetasi lahan bekas tambang timah
diharapkan akan mampu merehabilitasi lahan kritis tersebut. Menurut Lugo
(1997), penanaman pohon-pohon akan memberi keuntungan bagi kegiatan
rehabilitasi lahan, karena akan memungkinkan terjadinya suksesi “Jump-start”
(permulaan yang sangat cepat), memberikan naungan, memodifikasi kondisi
ekstrim dari kerusakan lahan.
Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) termasuk famili Euphorbiaceae,
merupakan tanaman tahunan berhabitus semak dengan tinggi hingga lebih
5 meter, batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah dengan sistem
percabangan tidak teratur. Tanaman jarak pagar memiliki daun tunggal, berwarna
hijau muda sampai hijau tua. Bentuk daun agak menjari yang tersusun berselang-
seling (Prihandana & Hendroko 2006; Hariyadi 2005; Heller 1996).
Bunga jarak pagar merupakan bunga majemuk berbentuk malai
(inflorescence) yang berwarna kuning kehijauan. Bunga berkelamin tungal
(unisexual) dan berumah satu (monoecious), namun sering juga ditemukan bunga
hermaprodit. Dalam tiap inflorescence, bunga betina berkisar 0 hingga 30 bunga
(Wiesenhutter 2003; Henning 2000).
Buah atau kapsul jarak pagar berbentuk bulat telur yang terbagi tiga ruang
berisi masing-masing satu biji. Proses pemasakan buah pada malai tidak serentak
dan memerlukan 90 hari dari pembungaan hingga masak. Biji berbentuk bulat
lonjong berwarna coklat kehitaman hingga hitam dengan berat berkisar 0,4 – 0,6
gram/biji (Prihandana & Hendroko 2006; Wiesenhutter 2003).
Makkar et al. (1997) melaporkan bahwa dari 18 provenan yang
dikumpulkan dari Afrika Barat, Amerika Utara dan Tengah serta Asia terdapat
variasi dalam berat biji (0,49-0,86 g), persentase bobot kernel (4-64%), protein
kasar (19-31%) dan minyak (43-59%). Produksi biji tanaman jarak pagar yang
diperoleh (Heller 1996) pada tahun pertama dapat mencapai 794 kg/ha atau 318
g/pohon sedangkan Jones & Miller (1992) memperoleh 0,4 ton/ha/tahun. Di India,
jarak pagar mulai berproduksi pada tahun kedua dan mampu menghasilkan biji
berkisar 0,4-12 ton/ha/tahun (Lele 2005).
Produktifitas yang sangat beragam dari tanaman jarak pagar tersebut
dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, kondisi iklim dan tanah setempat serta
input produksi yang diberikan. Teknis budidaya yang mempengaruhi produktifitas
tanaman jarak pagar antara lain adalah pemupukan, pengairan serta jarak tanam
(Heller 1996; Jones & Miller 1992). Penanaman tanpa irigasi di Cape Verde,
Amerika Latin hasilnya antara 780-2.250 kg/ha, di India dengan penerapan irigasi
hasilnya dapat mencapai 12 ton/ha dan di Mali, Afrika hasil tanaman jarak pagar
berkisar 2-2,4 ton/ha (Wiesenhutter 2003) sedangkan Heller (1996) hanya
memperoleh 700-900 kg/ha pada tanaman populasi pagar yang juga ditanam di
Cape Verde.
Program revegetasi lahan bekas tambang dengan jarak pagar telah
dilakukan di lahan tambang bauksit (Allolerung 2008) dan areal bekas
penambangan batu kapur PT Indocement (Permana 2008). Kandungan hara P
pada lahan penambangan bauksit tergolong sangat tinggi. Jumlah buah yang
dihasilkan tanaman jarak pagar yang ditanam di lahan bekas penambangan ini
sebanyak 110-160 buah/tanaman. Hasil produksi tersebut didukung dengan
pemberian pupuk anorganik Urea:TSP:KCl masing-masing sebanyak 50 gram per
tanaman ditambah dengan bahan organik berupa kotoran babi padat sebanyak 5 kg
ditambah kotoran cairnya 10 liter per tanaman. Pada lahan bekas penambangan
batu kapur pertumbuhan jarak pagar usia 6 bulan yang didukung dengan
pemberian pupuk kandang sebanyak 2 kg per tanaman akan menghasilkan
tanaman dengan tinggi 57,6 cm dan produksi bobot kering biji 55,9 gram per
pohon.
Pemupukan
Kemampuan jarak pagar untuk dapat tumbuh di berbagai kondisi lahan
mulai dari daerah beriklim sangat kering hingga sangat basah serta lahan marginal
(Foidhl et al, 1996; Heller 1996; Gubitz et al. 1999; Openshaw 2000) ternyata
memberi anggapan yang salah kalau tanaman ini akan tetap mampu berproduksi
tanpa perlu adanya pemeliharaan. Penanganan budidaya yang tepat akan sangat
menentukan pengembangan jarak pagar untuk menghasilkan produksi yang tinggi
pada berbagai kondisi lahan terutama lahan bekas tambang yang tergolong kritis.
Pemupukan di lahan bekas tambang timah dilakukan untuk mengatasi
kendala fisik dan kimia serta biologi melalui pemberian hara anorganik maupun
organik, sehingga unsur hara dapat tersedia bagi tanaman untuk meningkatkan
produksi yang diperoleh. Hasnam (2007) merekomendasikan penggunaan bahan
organik berupa pupuk kandang sebanyak 4–5 kg/lubang tanam/tahun sedangkan
untuk pupuk anorganik bagi jarak pagar pada tahun pertama diberikan sebanyak
40 gram (Urea), 100 gram (SP-36) dan 20 gram (KCl) tiap lubang tanam.
Menurut Novizan (2002), (a) pupuk organik mampu menyediakan unsur
hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah yang jauh lebih kecil, (b) dapat
memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat
meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah dan meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air, (c) mengandung asam humat (humus)
yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, (d) penambahan pupuk
organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah, (e) dan pada tanah
masam, penambahan pupuk organik dapat membantu meningkatkan pH tanah.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Miyagawa (2005), mengenai efek
positif dari aplikasi kompos pada lahan pertanian, dari sisi: (a) kandungan nutrisi:
kandungan nutrisi dalam kompos sangat beragam, penambahan pupuk anorganik
yang dikombinasikan dengan kompos akan memperkaya efek pemupukan,
(b) meningkatkan kemampuan kimiawi: aplikasi dari kompos dapat meningkatkan
KTK (kapasitas tukar kation) tanah, kuantitas dari kation penting artinya untuk
menjaga keberadaan nutrisi dalam tanah, (c) meningkatkan kemampuan fisik:
aplikasi kompos secara kontinu dapat membentuk struktur agregat tanah.
Fenomena ini akan meningkatkan permeabilitas tanah, (d) meningkatkan aktifitas
mikroba tanah. Aplikasi kompos akan meningkatkan jumlah hewan tanah
berukuran kecil seperti cacing dan serangga tanah, penghancuran kompos yang
lebih cepat oleh binatang tersebut akan memudahkan penguraian kompos oleh
mikroba.
Urea (CO(NH2)2) mengandung 46% nitrogen (N), Fungsi utama dari unsur
N adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Defisiensi
hara N akan membatasi pertumbuhan karena tidak ada pembentukan protoplasma.
Kelebihan hara N akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih dominan,
batang menjadi lunak dan berair, menunda pembentukan bunga, kerontokan bunga
dan pematangan buah terhambat (Tisdale et al. 1985). Pupuk SP36 mengandung
36% fosfor dalam bentuk P2O5. Fosfor berperan dalam membantu percepatan
asimilasi dan respirasi sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah
atau biji. Pada lahan masam, fosfor akan bereaksi dengan ion Fe (besi) dan Al
(alumunium) membentuk besi fosfat atau alumunium fosfat yang bersifat sukar
larut dalam air sehingga tidak dapat diserap tanaman (Soepardi et al. 1983).
Pupuk KCl mengandung 60% K2O dan khlor. Kalium dimanfaatkan dalam
mengatur metabolisme karbohidrat, nitrogen dan sintesa protein, mempercepat
jaringan meristematik, mengaktifkan beberapa enzim dan menambah resistensi
tanaman (Setyamidjaya 1986).
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Percobaan lapangan dilakukan di lokasi bekas tambang timah TS 1.33
Desa Kimhin, Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka Induk, Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga
September 2007, penelitian laboratorium dilakukan pada bulan November 2007
hingga Februari 2008 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi IPB.
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan adalah bibit tanaman jarak pagar berumur 3 bulan
hasil perbanyakan dari biji aksesi Lampung. Amelioran berupa kotoran ayam,
kompos dari bahan serbuk gergaji yang diperkaya dengan mikroba, dolomit, dan
top soil. Pupuk anorganik Urea, SP36, KCl. Bahan kimia untuk analisis hara N,
P, dan K tanaman dengan metode Kjehdal (N), Bray I (P) dan Morgan-Wolf (K),
bahan kimia untuk analisis hara tanah serta bahan pembuatan media PDA (Potato
Dextrose Agar) untuk media fungi dan media NB juga King’s B untuk media
bakteri.
Peralatan yang diperlukan adalah meteran, jangka sorong, gunting, oven,
timbangan analitik, votex, cawan petri, erlenmeyer, dan laminar air flow.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 2
faktor. Faktor pertama, pupuk anorganik (A) Urea:SP36:KCl yaitu A0 = 0 (0%),
A1 = 20g:50g:10g (50%), A2 = 30g:75g:15g (75%) dan A3 = 40g:100g:20g
(100%). Faktor kedua, amelioran (B) yaitu tanpa amelioran (B0) = 0, kotoran
ayam (B1) = 4 kg, kompos (B2) = 4 kg, top soil (B3) = 4 kg, dolomit (B4) = 0,5 kg,
kombinasi topsoil dan dolomit (B5) = 2 kg topsoil dan 0,25 kg dolomit.
Kombinasi perlakuan sebanyak 24 kombinasi dengan 3 ulangan.
Tabel 1 Kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan amelioran
PERLAKUAN
Anorganik (%) Amelioran A0B0 0 0 A0B1 0 kotoran ayam A0B2 0 kompos A0B3 0 top soil A0B4 0 dolomit A0B5 0 top soil + dolomit A1B0 50 0 A1B1 50 kotoran ayam A1B2 50 kompos A1B3 50 top soil A1B4 50 dolomit A1B5 50 top soil + dolomit A2B0 75 0 A2B1 75 kotoran ayam A2B2 75 kompos A2B3 75 top soil A2B4 75 dolomit A2B5 75 top soil + dolomit A3B0 100 0 A3B1 100 kotoran ayam A3B2 100 kompos A3B3 100 top soil A3B4 100 dolomit A3B5 100 top soil + dolomit
Model statistik yang digunakan adalah:
Υijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan :
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 Υijk = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan
pemupukan anorganik pada taraf ke-I dan perlakuan amelioran pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k.
µ = rataan umum αi = pengaruh perlakuan pemupukan anorganik ke-i. βj = pengaruh perlakuan amelioran ke-j. (αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan pemupukan anorganik ke-I dan amelioran
ke-j dengan ulangan ke-k εijk = pengaruh galat dari perlakuan pemupukan anorganik ke-I dan amelioran
ke-j dengan ulangan ke-k
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan
yang diberikan terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar. Hipotesis yang
dipakai adalah:
Ho = perlakuan tidak memberikan pengaruh pada parameter yang di amati.
H1 = perlakuan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati.
Analisis sidik ragam akan dilakukan dengan uji F, keputusan yang diambil
terhadap hasil uji F sebagai berikut, jika :
F hitung ≤ F tabel, Ho diterima
F hitung ≥ F tabel, H1 diterima.
Dari hasil uji F, jika memberikan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji
lanjutan dengan Uji Duncan.
Tahapan Penelitian
Persiapan lahan dimulai dengan membersihkan lahan dari sampah dan
tumbuhan pengganggu. Lahan di bagi menjadi 3 blok (ulangan), tiap blok dibagi
menjadi 24 petak perlakuan, Jarak tanam yang dipergunakan dalam satu petak
perlakuan adalah 2 x 2 m. Jarak antar petak pengamatan 3 m dan jarak antar blok
3 meter. 1 petak perlakuan terdapat 9 tanaman, tiap blok terdiri dari 216 tanaman
sehingga jumlah keseluruhan tanaman pada lahan percobaan sebanyak 648
tanaman. Kemudian disiapkan lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40
cm.
Pemberian amelioran (pupuk kandang, kompos, top soil, dolomit serta
kombinasi top soil dan dolomit) dilakukan 1 minggu sebelum tanam. Perlakuan
pemberian pupuk Urea, SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Pemberian
pupuk dilakukan dengan mencampurkan seluruh bahan organik dan anorganik
dengan tailing pada lubang tanam.
Bibit tanaman jarak pagar aksesi Lampung dimasukkan ke lubang tanam
yang telah tercampur antara tailing dengan bahan amelioran selanjutnya pada
perlakuan yang diberikan pupuk anorganik dilakukan penambahan Urea, SP36
dan KCl sesuai dosis perlakuan yang kemudian juga dicampurkan ke dalam
lubang tanam.
Tidak dilakukan pemeliharaan intensif terhadap tanaman jarak pagar,
berupa penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit maupun penyiraman.
Pengamatan dilakukan terhadap karakter morfologi dan produksi tanaman
jarak pagar untuk mengetahui kemantapan pertumbuhan tanaman pada kondisi
lapangan. Selain pengamatan kedua karakter tersebut juga dilakukan pengambilan
sampel terhadap tanaman untuk menganalisa serapan hara. Identifikasi terhadap
mikroorganisme di daerah perakaran tanaman jarak pagar dilakukan di
laboratorium.
Parameter Pengamatan
Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah dan Bahan Organik
Menganalisis sifat fisika dan kimia lahan TS 1.33, serta vegetasi yang ada
di lahan tersebut.
Respon morfologi jarak pagar (Jatropha curcas)
Tinggi tanaman (cm), tinggi tanaman diukur dari batas munculnya daun
pertama hingga titik timbuh. Diameter batang (mm), pengukuran dilakukan
dengan menggunakan jangka sorong pada tanda munculnya daun pertama. Jumlah
daun (helai), pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah daun sempurna
yang muncul sejak 2 MST (minggu setelah tanam) hingga minggu ke 15. Jumlah
cabang, pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang muncul
dihitung sejak 2 MST hingga minggu ke 15. Bobot kering tajuk (g), tajuk dipanen
kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 75 - 80 oC dikeringkan selama
2 x 24 jam, kemudian tajuk ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot kering
akar (g), akar dipisahkan dari tajuknya kemudian dicuci sampai bersih dan
dimasukkan ke oven bersuhu 75 - 80 oC dikeringkan selama 2 x 24 jam, kemudian
tajuk ditimbang dengan timbangan analitik. Bobot kering total, pengukuran
dilakukan dengan menjumlahkan bobot kering tajuk dan bobot kering akar.
Respon produksi jarak pagar (Jatropha curcas)
Persentase umur berbunga dihitung dari jumlah tanaman yang berbunga
hingga umur tanaman 8 bulan dari populasi perlakuan tiap ulangan. Umur
berbunga dilakukan dengan mencatat waktu pembungaan yang ditandai dengan
mekarnya bunga pada kluster. Persentase tanaman panen dihitung dari jumlah
tanaman yang berhasil dipanen buahnya pada saat tanaman berumur 8 bulan.
Umur panen pertama dilakukan pada saat sudah ada buah di kluster yang bisa
dipanen. Buah yang dipanen adalah buah yang berwarna kuning. Jumlah buah per
tanaman, penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang berhasil
dipanen hingga tanaman berusia 8 bulan. Jumlah biji per tanaman, parameter
jumlah biji per tanaman diukur dari biji yang berhasil dipanen hingga tanaman
berusia 8 bulan. Bobot kering biji per tanaman, diukur dari total biji yang berhasil
dipanen hingga tanaman berusia 8 bulan.
Analisis serapan hara tanaman
Analisis hara tanaman. Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel
dari daun yang telah berkembang sempurna yang merupakan daun ke-5 dan ke-6
dari titik tumbuh. Unsur yang dianalisis adalah kandungan N, P dan K pada
tanaman berdasarkan metode Kjehdal (N), Bray I (P) dan Morgan-Wolf (K).
Analisis mikroba tanah
- Isolasi cendawan asal tanah
Isolasi dilakukan untuk melihat perubahan keragaman cendawan yang ada
di rhizosfer tanaman akibat pengaruh revegetasi dengan jarak pagar dan
pemberian amelioran. Metode yang dipergunakan adalah metode pengenceran,
dengan mengeringkan sampel tanah pada suhu ruang selama 3 – 5 hari. Tumbuk
sampel tanah dengan mortar porselen hingga homogen. Saring sampel tanah
dengan saringan (mesh) berukuran 1 – 2 mm untuk menghomogenkan sampel
tanah dan memisahkan pengotor yang berukuran besar. Timbang dan masukkan
1 gram sampel tanah ke dalam erlenmeyer yang berisi 99 ml akuades steril (10-2)
kemudian voteks hingga homogen (sediaan I). Masukkan 1 ml sediaan I ke dalam
9 ml akuades steril (10-3), voteks hingga homogen (sediaan II). Lanjutkan proses
pengenceran hingga diperoleh pengenceran 10-4 (sediaan III). Tuang dan sebar 0,1
ml sediaan III pada media agar PDA (Lampiran 8). Inkubasi biakan pada suhu
ruang selama 3 hingga 7 hari.
- Isolasi bakteri asal tanah
Pengamatan hanya ditujukan pada kehadiran bakteri pelarut fosfat
Bacillus dan Pseudomonas di rhizosfer tanaman jarak pagar melalui penggunaan
media selektif. Bakteri tanah diisolasi dengan cara mengambil sebanyak 1 g
sampel tanah tiap perlakuan dimasukkan dalam 9 ml garam fisiologis (0,85%
NaCl) steril, dilakukan pengenceran 10-4. Bacillus sp. diisolasi dengan cara
memanaskan suspensi tanah hasil pengenceran pada suhu 80oC selama 15 –20
menit. Kemudian sebanyak 100 µl suspensi tanah dari masing-masing
pengenceran disebar dalam medium NB (Lampiran 8) sebagai media umum untuk
pertumbuhan bakteri dan medium King’s B (Lampiran 8) sebagai medium selektif
Pseudomonas. Medium diinkubasi selama 24 jam dalam suhu ruang. Isolat-isolat
bakteri yang tumbuh, dimurnikan pada medium yang sama dan diidentifikasi
dengan pewarnaan gram.
Pewarnaan gram terhadap biakan Pseudomonas. Sp dan Bacillus sp.
berumur 18-20 jam dibuat olesan pada kaca objek dan difiksasi dengan panas di
atas api bunsen. Selanjutnya diwarnai dengan kristal violet selama 1 menit
kemudian dibilas dengan akuades dan diwarnai dengan iodium gram selama 2
menit. Selanjutnya olesan dicuci dengan akuades dan pemucatan dilakukan
dengan etanol 95% tetes demi tetes selama 30 detik dan selanjutnya dicuci dengan
aquades selama 30 detik. Setelah itu olesan diwarnai dengan safranin selama 30
detik dan dibilas dengan aquades dan dikering udarakan serta diamati dibawah
mikroskop. Jika bakteri bersifat gram negatif maka akan berwarna merah, dan jika
bersifat gram positif maka akan berwarna ungu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah dan Amelioran
Hasil analisis laboratorium terhadap kondisi lahan TS 1.33 di desa Kim
Hin, Sungailiat Kabupaten Bangka Induk dan bahan organik dalam hal ini pupuk
kandang, kompos serta topsoil disajikan pada Lampiran 3. Analisis dilakukan di
Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Berdasarkan kelas tekstur tanah (Hanafiah 2005), tekstur tanah dari bekas
tambang timah TS 1.33 tergolong pasir hingga pasir berlempung dengan
komposisi pasir sebesar 83%, liat 13% dan debu 4% (Gambar 1). Tekstur pasir
dan liat slime yang berupa liat halus apabila mengendap akan menghasilkan
endapan tanah sangat keras seperti keramik. Kondisi tersebut menyulitkan
perakaran tanaman untuk menembus pori-pori tanah. Perakaran tanaman menjadi
terkonsentrasi hanya di lubang tanam dan tidak mampu menyebar seperti halnya
perakaran tanaman di lahan yang miskin hara (Lampiran 6).
Gambar 1 Kondisi lahan bekas tambang timah TS 1.33 Pulau Bangka.
Berdasarkan kriteria Puslittanak (1993) hara N, P dan K yang terkandung
dalam tailing timah di TS 1.33 tergolong sangat rendah berturut-turut sebesar
0,02%, 15 ppm dan 48 ppm. Tingkat kemasaman dari lahan bekas tambang TS
1.33 termasuk kategori masam dengan pH 5,1.
Perlakuan bahan organik berupa kotoran ayam yang ditambahkan pada
lubang tanam sebagai penunjang pertumbuhan jarak pagar di lahan bekas tambang
timah dapat meningkatkan kandungan unsur hara makro dan mikro serta
kandungan bahan organiknya. Kandungan N organik tergolong sedang (0,36%),
sedangkan P dan K tergolong sangat tinggi (1620 mg/100g dan 414 mg/100g)
dengan tingkat kemasaman yang bersifat agak alkalis dengan pH 7,6.
Kompos yang digunakan dalam perlakuan kali ini adalah kompos yang
dibuat dari limbah serbuk gergaji yang diberi aktivator mikroba berupa
Trichoderma harzianum, T. pseudokoningii dan Aspergillus sp. Analisis
kandungan hara kompos ini juga memiliki kandungan bahan organik yang sangat
tinggi dengan kandungan N, P dan K masing-masing sebesar 0,76%, 66 mg/100g
dan 157 mg/100g. Tingkat kemasaman dari kompos bersifat netral dengan pH 6,8.
Seperti halnya kondisi lahan tailing TS 1.33 yang kandungan haranya
rendah, maka topsoil yang dipergunakan sebagai perlakuan yang ditujukan untuk
mendukung pertumbuhan jarak pagar di lokasi bekas pertambangan timah ternyata
juga memiliki tingkat kandungan hara N tergolong rendah sebesar 0,17%
sedangkan P dan K tergolong sangat rendah sebesar 6 mg/100g dan 8 mg/100g.
Tingkat kemasaman dari topsoil tergolong masam dengan pH 4,8 lebih rendah
dari pH tailing, namun kandungan bahan organik topsoil tergolong sedang dengan
kandungan C organik sebesar 2,17%.
Dolomit mengandung 30% CaCO3 dan 19% MgCO3 yang setara dengan
110% kapur kalsit. Struktur kristal dolomit lebih kasar sehingga akan terurai dan
berekasi lebih lama sehingga cocok dipergunakan di lahan berpasir.
Vegetasi yang bisa ditemui di lahan bekas tambang timah TS 1.33 adalah
akasia (Acacia mangium) dan rumput jarum merah (Eleocharis retroflexa). Akasia
merupakan tanaman revegetasi yang dilakukan oleh PT Timah untuk mereklamasi
lahan bekas tambang timah. Pertumbuhan tanaman akasia di lahan bekas tambang
timah cukup baik namun penambangan inkonvensional yang dilakukan
masyarakat secara liar membuat penanaman akasia menjadi tidak efektif. Lahan
yang telah ditumbuhi akasia dibongkar untuk kembali dilakukan penambangan
timah.
Respon Morfologi Jarak Pagar (Jatropha curcas)
Tinggi Tanaman Jarak Pagar
Pada faktor tunggal, perlakuan pupuk anorganik berpengaruh nyata
meningkatkan tinggi tanaman dari jarak pagar (Gambar 2a). Perlakuan amelioran
berupa kotoran ayam (B1) juga nyata berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman
sedangkan kompos (B2), topsoil (B3), dolomit (B4), dan kombinasi topsoil dan
dolomit (B5) tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa amelioran (B0)
(Gambar 2b).
0
20
40
60
A0 A1 A2 A3
faktor anorganik
tingg
i tan
(cm
) --
-
0
20
40
60
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
tingg
i tan
(cm
) --
-
(a) (b)
Gambar 2 (a) Tinggi tanaman jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Tinggi tanaman jarak pagar terhadap faktor amelioran.
0
20
40
60
80
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
tingg
i tan
(cm
) ----
Gambar 3 Tinggi tanaman jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Pemberian pupuk anorganik pada ketiga taraf dosis 50%, 75% dan 100%
yang diberikan secara tunggal tanpa amelioran maupun yang dikombinasikan
dengan amelioran memberikan pengaruh beda nyata terhadap tanaman dengan
perlakuan-perlakuan tanpa pupuk anorganik (A0), kecuali pada perlakuan tunggal
kotoran ayam (A0B1) yang mampu memberikan pengaruh beda nyata terhadap
perlakuan kontrol (A0B0) serta perlakuan amelioran tunggal lainnya (Gambar 3).
Kombinasi perlakuan anorganik dan organik yang menghasilkan rataan
tertinggi adalah perlakuan A1B1 sebesar 58,76 cm dan perlakuan dengan rataan
tinggi tanaman terendah dari kedua puluh empat kombinasi perlakuan tersebut
adalah perlakuan A0B3 sebesar 26,87 cm.
Diameter Batang Tanaman Jarak Pagar
Pada peubah diameter batang, faktor amelioran berupa kotoran ayam,
kompos, topsoil, dolomit, dan kombinasi topsoil-dolomit, memberikan hasil beda
tidak nyata dengan perlakuan tanpa amelioran (Gambar 4b). Diameter batang,
seperti halnya peubah tinggi tanaman juga dipengaruhi oleh pemberian pupuk
anorganik, dimana pada perlakuan yang diberikan pupuk anorganik diameter
batang nyata lebih baik dibanding perlakuan tanpa pemupukan anorganik
(Gambar 4a).
0
1
2
3
4
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
diam
eter
bat
ang
(cm
) --
--
0
1
2
3
4
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
diam
eter
bat
ang
(cm
) --
--
(a) (b)
Gambar 4 (a) Diameter batang jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Diameter batang jarak pagar terhadap faktor amelioran.
Namun pada perlakuan A0B1, pemberian kotoran ayam tanpa
penambahan pupuk anorganik telah mampu meningkatkan diameter batang yang
berbeda tidak nyata dengan tanaman yang diberi pupuk anorganik (Gambar 5).
0
1
2
3
4
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
diam
eter
bat
ang
(cm
) ----
Gambar 5 Diameter batang jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Jumlah Cabang Tanaman Jarak Pagar
Pemberian pupuk anorganik nyata meningkatkan jumlah cabang
tanaman, penggunaan pupuk anorganik dosis 50% menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata dengan dua taraf dosis lainnya yang lebih tinggi yaitu 75% dan
100% (Gambar 6a).
0
2
4
6
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
jum
lah
cab
ang
--
0
4
8
12
B0 B1 B2 B3 B4 B5
faktor amelioran
jum
lah
caba
ng
--
(a) (b)
Gambar 6 (a) Jumlah cabang jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah cabang jarak pagar terhadap faktor amelioran.
Pada faktor amelioran, kotoran ayam jauh lebih baik meningkatkan
pertambahan jumlah cabang tanaman jarak pagar dibandingkan amelioran lain
(Gambar 6b). Perlakuan kompos (B2) dan dolomit (B4) lebih baik dibanding
perlakuan yang mempergunakan top soil (B3 dan B5), namun tanaman kontrol
tetap menunjukkan pengaruh jumlah cabang yang lebih sedikit dibanding
perlakuan yang diberikan amelioran (Gambar 6b).
0
5
10
15
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
jum
lah
caba
ng
--
Gambar 7 Jumlah cabang jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Penggunaan bahan organik kotoran ayam baik yang dikombinasikan
dengan pupuk anorganik, nyata meningkatkan pertambahan jumlah cabang
tanaman dibanding perlakuan lain. Rataan jumlah cabang tanaman tertinggi di
peroleh dengan perlakuan pemupukan anorganik 50% yang dikombinasikan
dengan kotoran ayam (A1B1).
Jumlah Daun Tanaman Jarak Pagar
Pemberian pupuk anorganik nyata meningkatkan jumlah daun tanaman
jarak pagar (Gambar 8a), sedangkan tanaman yang tidak diberi pupuk anorganik,
memiliki kemampuan yang rendah dalam menghasilkan daun. Perbedaan
amelioran yang diberikan pada tanaman tidak berbeda nyata dalam meningkatkan
pertambahan jumlah daun tanaman, walaupun rataaan tertinggi pada faktor
amelioran tetap diperoleh dari perlakuan amelioran kotoran ayam (Gambar 8b).
0
20
40
60
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
jum
lah
hela
i
--
0
10
20
30
40
50
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
jum
lah
helai
--
(a) (b) Gambar 8 (a) Jumlah daun jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik,
(b) Jumlah daun jarak pagar terhadap faktor amelioran.
0
20
40
60
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
jum
lah
hela
i --
-
Gambar 9 Jumlah daun jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Penggunaan pupuk anorganik yang nyata meningkatkan pertambahan
jumlah daun baik secara tunggal maupun yang dikombinasikan dengan amelioran
ternyata berbeda tidak nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan amelioran
kotoran ayam tanpa pupuk anorganik (A0B1). Sedangkan perlakuan amelioran
tunggal lainnya yang juga tanpa pemupukan anorganik berbeda tidak nyata
dengan tanaman kontrol dalam menghasilkan jumlah daun.
Bobot Kering Tajuk Tanaman Jarak Pagar
Pada faktor amelioran (Gambar 10b), pemberian kotoran ayam nyata
meningkatkan bobot kering tajuk tanaman dibanding perlakuan amelioran lain.
Pupuk anorganik juga nyata meningkatkan bobot kering tajuk dibanding tanpa
perlakuan pupuk. Pemberian dosis pupuk anorganik 100% menurunkan rataan
bobot kering tajuk dibanding dosis 75% maupun 50% (Gambar 10a).
0
30
60
90
A0 A1 A2 A3
faktor anorganik
BK ta
juk
(gra
m)
----
0
40
80
120
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
BK ta
juk
(gra
m)
----
(a) (b)
Gambar 10 (a) Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap faktor amelioran.
0
50
100
150
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
BK ta
juk (g
ram
) ---
-
Gambar 11 Bobot kering tajuk jarak pagar terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Kombinasi pupuk anorganik dan amelioran kotoran ayam mampu
meningkatkan bobot kering tajuk tanaman lebih baik dibanding kombinasi
perlakuan lain. Rataan bobot kering tajuk tertinggi diperoleh dari perlakuan pupuk
anorganik 75% yang dikombinasikan dengan amelioran kotoran ayam (A2B1) dan
yang terendah adalah perlakuan amelioran top soil tanpa pupuk anorganik (A0B3)
(Gambar 11).
Bobot Kering Akar Tanaman Jarak Pagar
Pemberian pupuk anorganik juga memberikan pengaruh nyata terhadap
bobot kering akar jarak pagar, peningkatan dosis pupuk anorganik 100%
menurunkan rataan bobot akar dibanding dosis pupuk anorganik 50% dan 75%
(Gambar 12a). Pada faktor tunggal amelioran, bahan organik kotoran ayam
mengahasilkan rataan bobot kering akar tertinggi dibanding amelioran lainnya
(Gambar 12b)
0
5
10
15
20
25
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
BK aka
r (gr
am)
----
0
5
10
15
20
25
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
BK a
kar (
gram
) ----
(a) (b)
Gambar 12 (a) Bobot kering akar jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering akar jarak pagar terhadap faktor amelioran.
Perlakuan pupuk anorganik 75% yang dikombinasikan dengan bahan
organik kotoran ayam (A2B1) memberikan rataan tertinggi terhadap bobot kering
akar tanaman jarak pagar dibanding kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 13).
0
10
20
30
40
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
BK
akar
(gra
m)
----
Gambar 13 Bobot kering akar tanaman jarak pagar terhadap kombinasi
perlakuan pupuk anorganik dan amelioran.
Bobot Kering Total Tanaman Jarak Pagar
Pemberian pupuk anorganik juga memberikan pengaruh nyata terhadap
bobot kering total dibanding tanpa pupuk anorganik, peningkatan dosis pupuk
anorganik 100% juga menurunkan rataan bobot kering total tanaman dibanding
dosis pupuk anorganik 50% dan 75% (Gambar 14a). Faktor amelioran berupa
kotoran ayam memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering total tanaman
dibanding amelioran lain yang beda tidak nyata dengan perlakuan tanpa amelioran
(Gambar 14b).
0
40
80
120
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
BK to
tal (
gram
) --
--
0
50
100
150
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
BK to
tal (
gram
) --
--
(a) (b)
Gambar 14 (a) Bobot kering total jarak pagar terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot kering total jarak pagar terhadap faktor amelioran.
Rataan bobot kering total tertinggi diperoleh pada tanaman yang
memggunakan pupuk anorganik 75% yang dikombinasikan dengan kotoran ayam
(A2B1), sedangkan rataan terendah adalah pada perlakuan amelioran top soil
secara tunggal (A0B3) (Gambar 15).
0
50
100
150
200
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
BK
tota
l (gr
am)
----
Gambar 15 Bobot kering total tanaman jarak pagar terhadap kombinasi
perlakuan pupuk anorganik dan amelioran.
Respon Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas) Umur Berbunga dan Panen Tanaman Jarak Pagar
Pengamatan dilakukan hingga tanaman berumur 8 bulan, diperoleh hasil
bahwa ada beberapa perlakuan yang belum berbunga pada saat pengamatan
berlangsung. Perlakuan yang belum berbunga tersebut adalah perlakuan yang
tanpa menggunakan pupuk anorganik kecuali amelioran kotoran ayam, perlakuan
pupuk anorganik yang tidak dikombinasikan dengan amelioran, serta pada
perlakuan amelioran dolomit yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik 50%
dan 75% (Tabel 2).
Persentase tanaman yang mampu berbunga hingga tanaman berumur 8
bulan terbesar adalah pada perlakuan A1B1 yaitu sebanyak 55,55% dari populasi
perlakuan tersebut. Kisaran umur muncul bunga pertama dari 69 hingga 104 hari
setelah tanam. Dari empat belas perlakuan yang berbunga terdapat perlakuan yang
tidak mampu menghasilkan buah karena kluster bunga membusuk yaitu pada
perlakuan pupuk anorganik 75% dengan amelioran top soil.
Tabel 2 Persentase tanaman berbunga dan umur berbunga tanaman
Perlakuan
Tanaman berbunga
(%)
Umur berbunga
(hst) Perlakuan
Tanaman berbunga
(%)
Umur berbunga
(hst) A0B0 - - A2B0 - - A0B1 48,15 79 -110 A2B1 37,04 91 - 122 A0B2 - - A2B2 18,52 80 - 101 A0B3 - - A2B3 18,52 89 - 110 A0B4 - - A2B4 - - A0B5 - - A2B5 44,44 69 - 101 A1B0 - - A3B0 - - A1B1 55,55 69 - 104 A3B1 40,74 81 - 131 A1B2 51,85 80 - 100 A3B2 48,15 62 - 107 A1B3 29,63 85 - 93 A3B3 25,92 82 - 100 A1B4 51,85 80 - 110 A3B4 - - A1B5 25,92 80 - 106 A3B5 44,45 63 - 101
Tabel 3 Persentase tanaman panen dan umur panen tanaman
Perlakuan Tanaman
panen (%) Umur
Panen (hst) Perlakuan Tanaman panen (%)
Umur Panen (hst)
A0B0 - - A2B0 - - A0B1 46,33 122 - 147 A2B1 75 128 - 153 A0B2 - - A2B2 33,33 126 - 128 A0B3 - - A2B3 - - A0B4 - - A2B4 - - A0B5 - - A2B5 12,5 128 - 139 A1B0 - - A3B0 - - A1B1 79,17 118 - 151 A3B1 61,11 123 - 144 A1B2 4,7 122 A3B2 9,52 135 A1B3 33,33 129 A3B3 40 122 - 137 A1B4 13,33 133 - 144 A3B4 - - A1B5 33,33 143 A3B5 6,67 122
Data persentase tanaman yang menghasilkan buah diperoleh dari populasi
tanaman yang berbunga (Tabel 3). Perlakuan yang menghasilkan persentase
berbuah terbesar pada umur tanaman 8 bulan adalah perlakuan A1B1 sebesar
79,17% dengan kisaran umur panen 118 hingga 151 hari setelah tanam.
Jumlah Buah Per Tanaman Jarak Pagar
Jumlah buah yang diperoleh dari tanaman yang berhasil di panen hingga
umur tanaman 8 bulan memperoleh hasil bahwa faktor pemupukan anorganik
meningkatkan jumlah buah (Gambar 16a). Pada faktor amelioran, penggunaan
amelioran kotoran ayam nyata meningkatkan jumlah buah dibanding perlakuan
amelioran lain (Gambar 16b)
Terhadap kombinasi perlakuan faktor pupuk anorganik dan amelioran
diperoleh bahwa perlakuan 50% pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan
kotoran ayam (A1B1) menghasilkan jumlah buah terbanyak. Pemberian amelioran
kotoran ayam pada tanaman yang dikombinasikan dengan berbagai dosis pupuk
anorganik menghasilkan jumlah buah yang lebih banyak dibanding kombinasi
perlakuan amelioran lainnya yang hanya menghasilkan buah sedikit.
0
2
4
6
8
10
A0 A1 A2 A3
faktor anorganik
jum
lah
buah
---
0
10
20
30
B0 B1 B2 B3 B4 B5
faktor amelioran
jum
lah
buah
--
-
(a) (b)
Gambar 16 (a) Jumlah buah per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah buah per tanaman terhadap faktor amelioran.
0
10
20
30
40
50
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
jum
lah
buah
--
Gambar 17 Jumlah buah per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Jumlah Biji per Tanaman Jarak Pagar
Faktor pupuk anorganik yang diberikan pada tanaman jarak pagar mampu
meningkatkan jumlah biji yang berhasil di panen pada saat tanaman berumur 8
bulan (Gambar 18a). Pada faktor amelioran, amelioran kotoran ayam nyata
meningkatkan jumlah biji seperti halnya yang terjadi pada jumlah buah yang
berhasil di panen dibandingkan perlakuan amelioran lain (Gambar 18b).
0
5
10
15
20
25
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
jum
lah bijiiiii
0
20
40
60
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
jum
lah
bijiiii
(a) (b)
Gambar 18 (a) Jumlah biji per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Jumlah biji per tanaman terhadap faktor amelioran.
0
20
40
60
80
100
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
jum
lah
biji -
-
Gambar 19 Jumlah biji per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk
anorganik dan amelioran.
Kombinasi antara 50% pupuk anorganik dan amelioran kotoran ayam
(A1B1) menghasilkan jumlah biji terbanyak yang berhasil dipanen pada saat
tanaman berumur 8 bulan dibanding perlakuan lain. Peningkatan dosis pupuk
anorganik sebesar 75% dan 100% yang dikombinasikan dengan amelioran kotoran
ayam, memberikan hasil jumlah biji yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan
A1B1 dengan dosis pupuk anorganik 50%. Bahkan jumlah biji pada perlakuan
A3B1 dosis pupuk anorganik 100% berbeda tidak nyata dengan perlakuan
amelioran kotoran ayam tunggal yang tidak diberi pupuk anorganik (A0B1)
(Gambar 19).
Bobot Total Biji per Tanaman
Peningkatan dosis pupuk anorganik hingga 75% dan 100% menurunkan
bobot total biji yang dihasilkan tanaman hingga panen di usia tanaman 8 bulan
dibanding perlakuan pupuk anorganik 50% (Gambar 20a). Faktor amelioran
kotoran ayam nyata berpengaruh terhadap bobot total biji yang dipanen dibanding
pemberian amelioran lain (Gambar 20b).
0
5
10
15
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
bobo
t biji
(gra
m)
---
0
10
20
30
40
B0 B1 B2 B3 B4 B5
faktor amelioranbo
bot b
iji (g
ram
) --
(a) (b)
Gambar 20 (a) Bobot total biji per tanaman terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Bobot total biji per tanaman terhadap faktor amelioran.
0
20
40
60
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
bobo
t biji
(gra
m)
--
Gambar 21 Bobot total biji per tanaman terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan amelioran.
Bahan organik kotoran ayam yang dikombinasikan dengan pupuk
anorganik pada semua taraf dosisnya memiliki bobot total biji yang lebih tinggi
daripada perlakuan lainnya. Bobot kering total biji terbesar diperoleh dari
perlakuan pupuk anorganik 50% yang dikombinasikan dengan amelioran kotoran
ayam (A1B1) (Gambar 21).
Analisis Serapan Hara N, P dan K
Serapan Hara N
Respon serapan hara N tanaman terhadap faktor pupuk anorganik
menunjukkan beda nyata dibanding tanpa pemupukan (Gambar 22a). Pada faktor
amelioran, serapan hara N tertinggi diperoleh dari amelioran kotoran ayam (B1)
(Gambar 22b).
0
1
2
3
4
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
hara
N (g
ram
) --
0
1
2
3
4
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
hara
N (g
ram
) --
(a) (b) Gambar 22 (a) Serapan hara N terhadap faktor pupuk anorganik,
(b) Serapan hara N terhadap faktor amelioran.
0
1
2
3
4
5
6
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
hara
N (g
ram
) --
Gambar 23 Serapan hara N terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran.
Unsur N yang diserap tanaman jarak pagar pada perlakuan pemupukan
anorganik dosis 75% tanpa kombinasi dengan amelioran (A2B0) memberikan
rataan terbesar sedangkan rataan serapan hara N terendah diperoleh pada
perlakuan amelioran top soil secara tunggal tanpa pupuk anorganik (A0B3)
(Gambar 23).
Serapan Hara P
Pada respon serapan hara P, faktor pupuk anorganik secara nyata
meningkatkan serapan hara P. Dosis pupuk anorganik 75% memberikan hasil
tertinggi dalam penyerapan hara P (Gambar 24a). Faktor amelioran yang nyata
meningkatkan penyerapan P adalah kotoran ayam, sedangkan pemberian
amelioran lain berbeda tidak nyata dengan perlakuan yang tanpa diberikan
amelioran (Gambar 24b).
0
0,1
0,2
0,3
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
hara
P (g
ram
) --
0
0,1
0,2
0,3
0,4
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
hara
P (g
ram
) --
(a) (b) Gambar 24 (a) Serapan hara P terhadap faktor pupuk anorganik,
(b) Serapan hara P terhadap faktor amelioran.
0
0,2
0,4
0,6
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
hara
P (g
ram
) --
Gambar 25 Serapan hara P terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran.
Kombinasi pupuk anorganik 75 %dan amelioran kotoran ayam (A2B1)
memberikaan rataan serapan hara P tertinggi, sedangkan serapan hara terendah
pada perlakuan A0B3 yang merupakan perlakuan amelioran top soil yang tanpa
mempergunakan pupuk anorganik (Gambar 25).
Serapan Hara K
Pupuk anorganik nyata meningkatkan serapan hara K pada tanaman jarak
pagar (Gambar 26a). Pada faktor amelioran, kotoran ayam (B1) memberikan
pengaruh nyata terhadap kemampuan tanaman menyerap hara K lebih besar
dibanding amelioran lain (Gambar 26b).
0
0,4
0,8
1,2
A0 A1 A2 A3faktor anorganik
hara
K (g
ram
) --
0
0,5
1
1,5
2
B0 B1 B2 B3 B4 B5faktor amelioran
hara
K (g
ram
) --
(a) (b)
Gambar 26 (a) Serapan hara K terhadap faktor pupuk anorganik, (b) Serapan hara K terhadap faktor amelioran.
0
1
2
3
4
B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5 B0 B1 B2 B3 B4 B5
A0 A1 A2 A3perlakuan
hara
K (g
ram
) --
Gambar 27 Serapan hara K terhadap kombinasi perlakuan pupuk anorganik dan
amelioran.
Kombinasi antara pupuk anorganik dan amelioran yang memberikan
serapan hara K terbesar diperoleh pada perlakuan A2B1 yang merupakan
kombinasi 75% pupuk anorganik dan kotoran ayam (Gambar 27). Amelioran
kotoran ayam mampu menunjang peningkatan penyerapan hara K oleh tanaman,
pada perlakuan A0B1 yang tanpa pupuk anorganik, rataaan hara K yang diserap
tanaman lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pemupukan anorganik yang
dikombinasikan dengan amelioran selain kotoran ayam.
Analisis Mikroba Tanah di Daerah Perakaran Tanaman Jarak Pagar Cendawan
Cendawan tanah di lahan TS 1.33 sebelum direvegetasi terdiri dari genus
Aspergillus, Penicillium dan miselia sterilia (Tabel 4). Revegetasi TS 1.33 dengan
jarak pagar menghasilkan bertambahnya keragaman cendawan tanah, terdiri dari
genus Aspergillus, Penicillium, Acremonium, Mucor, Trichoderma,
Paecilomyces, Alternaria serta miselia sterilia (Tabel 5).
Tabel 4 Keragaman cendawan rizosfer sebelum direvegetasi
Lokasi Jenis
TS1.33 Aspergillus niger, Aspergillus sp., Penicillium sp. dan miselia sterilia Tabel 5 Keragaman cendawan rizosfer setelah direvegetasi
Perlakuan Jumlah Jenis A0B0 2 Aspergillus niger, Aspergillus sp.2 A0B1 4 Aspergillus sp.2, Penicillium sp.1, Acremonium sp. Mucor sp. A0B2 1 Trichoderma sp.1 A0B3 3 Aspergillus niger, Acremonium sp., Trichoderma sp.2 A0B4 3 Aspergillus sp.2, Trichoderma sp.1, Trichoderma sp.2 A0B5 4 Aspergillus niger, Aspergillus sp.2, Alternaria sp., Paecilomyces sp. A1B0 3 Aspergillus sp.2, Acremonium sp., Penicillium sp.2 A1B1 3 Acremonium sp., Trichoderma sp.1, Mucor sp. A1B2 3 Aspergillus niger, Paecilomyces sp., Trichoderma sp.2 A1B3 3 Penicillium sp.2, Mucor sp., miselia sterilia A1B4 1 Mucor sp. A1B5 0 - A2B0 3 Aspergillus niger, Penicillium sp.1, Acremonium sp. A2B1 1 Trichoderma sp.1 A2B2 2 Penicillium sp.1, Trichoderma sp.1 A2B3 2 Aspergillus niger, Penicillium sp.2, A2B4 2 Penicillium sp.1, Aspergillus sp.2 A2B5 2 Aspergillus niger, Mucor sp. A3B0 2 Aspergillus sp.1, Trichoderma sp.2 A3B1 2 Aspergillus sp.1, miselia sterilia A3B2 3 Aspergillus sp.1, Trichoderma sp.1, Trichoderma sp.2 A3B3 3 Aspergillus niger, Penicillium sp.2, Aspergillus sp.2 A3B4 1 Trichoderma sp.1 A3B5 4 Aspergillus niger, Mucor sp., Trichoderma sp.2, Penicillium sp.2
Jumlah cendawan yang paling banyak diperoleh keragaman jenisnya di
rizosfer adalah pada perlakuan A0B1, A0B5, A3B5 sebanyak 4 jenis, pada
perlakuan A0B3, A0B4, A1B0, A1B1, A1B2, A1B3, A2B0, A3B2 dan A3B3
berhasil diisolasi 3 jenis cendawan didaerah perakarannya. Dua jenis cendawan
yang berhasil disolasi pada daerah perakaran tanaman jarak diperoleh pada
perlakuan A0B0, A2B2, A2B3, A2B4, A3B0, dan A3B1. Perlakuan A0B2, A1B4,
A2B1 dan A3B4 hanya diperoleh satu jenis cendawan sedangkan pada rizosfer
perlakuan A1B5 tidak ditemukan adanya cendawan.
Bakteri
Analisis terhadap sampel tanah setelah perlakuan yang diambil di daerah
perakaran tanaman berhasil mengidentifikasi keberadaan bakteri Bacillus sp dan
Pseudomonas sp (Tabel 6). Pada kombinasi perlakuan A1B3 dan A1B4 berhasil
diidentifikasi keberadaan Pseudomonas fluorescence di rhizosfer tanaman. Pada
perlakuan A2B0, dan A3B0 serta A2B2 tidak ditemukan keberadaan genus
Pseudomonas, sedangkan perlakuan A3B0, A3B1 dan A3B2 tidak dapat
ditemukan genus Bacillus.
Tabel 6 Kehadiran bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. Perlakuan Bacillus Pseudomonas Perlakuan Bacillus Pseudomonas
A0B0 + + A2B0 + -- A0B1 + + A2B1 + + A0B2 + + A2B2 + -- A0B3 + + A2B3 + + A0B4 + + A2B4 + + A0B5 + + A2B5 + + A1B0 + + A3B0 -- -- A1B1 + + A3B1 -- + A1B2 + + A3B2 -- + A1B3 + + (fluorescence) A3B3 + + A1B4 + + (fluorescence) A3B4 + + A1B5 + + A3B5 + +
Pembahasan
Karakteristik Lahan Bekas Tambang Timah dan Upaya Revegetasi
Kegiatan penambangan untuk mendapatkan lapisan bijih yang
mengandung timah tidak dapat menghindari kegiatan pembukaan, pengupasan dan
penimbunan tanah. Proses ini tidak hanya menyebabkan kerusakan struktur tanah
dan peningkatan persentase pasir tetapi juga menyebabkan semakin rendahnya
kandungan hara dan menurunnya populasi mikroorganisme di lahan bekas
tambang timah yang diakibatkan oleh perubahan kondisi lahan.
Unsur hara N, K, dan Ca di lahan TS 1.33 tergolong sangat rendah, sedangkan
P dan Mg tergolong rendah (Lampiran 2), hal ini tidak hanya disebabkan karena
adanya proses penambangan yang akan memiskinkan tanah tapi juga disebabkan
kondisi lahan TS 1.33 yang berasal dari pelapukan batuan granit yang miskin unsur
hara. Tanah-tanah di Bangka umumnya terbentuk dari hasil pelapukan granit yang
menghasilkan tanah bertekstur kasar dengan kadar pasir silikat sangat tinggi.
Tanah ini relatif tidak mengandung mineral mudah lapuk, yang umumnya terdiri
dari mineral resisten seperti kuarsa, sehingga cadangan unsur hara yang dapat
cepat dipakai tanaman sangatlah kecil (PT Tambang Timah 1991).
Warna tanah tailing di lahan TS 1.33 adalah putih (Gambar 1), warna
tersebut mengindikasikan bahwa tanah tersebut miskin kandungan hara, seperti
dikemukakan Hanafiah (2005) bahwa warna terang dari tanah mencerminkan
dominannya kuarsa yaitu mineral yang tanpa nilai nutrisional sama sekali.
Intensitas perlindian unsur-unsur hara pada tanah juga akan semakin intensif
dengan semakin terangnya warna tanah.
Pada tanah yang miskin hara, akar tanaman tumbuh menyebar jauh untuk
memperoleh hara di tanah. Lahan bekas tambang timah yang miskin hara dan
teksturnya berpasir dengan porositas yang tinggi tidak menyebabkan tanaman
memiliki perakaran yang menyebar. Perakaran tanaman jarak pagar di awal
pertumbuhan terkonsentrasi hanya di sekitar lubang tanam (Lampiran 6b). Kondisi
ini disebabkan karena tekstur lahan bekas tambang timah tidak hanya berupa tailing
pasir tapi juga tailing slime yang fraksinya lebih halus yang sulit ditembus perakaran
karena sifatnya lebih kompak.
Tanaman akasia (Acacia mangium) yang ditemukan di lahan TS 1.33
merupakan tanaman revegetasi yang dilakukan oleh PT. Timah sejak tahun 1993
(Nurtjahya 2001). Keberadaan tambang inkonvensional yang dikelola masyarakat
secara liar untuk memperoleh bijih timah di lahan yang sudah direvegetasi
menyebabkan tanaman akasia kembali dibongkar sehingga upaya reklamasi lahan
tidak berhasil. Eleocharis retroflexa merupakan tumbuhan pioner di lahan bekas
tambang TS 1.33.
Mikroba tanah berupa cendawan yang diisolasi pada lahan TS 1.33
sebelum di revegetasi dengan jarak pagar terdiri dari empat jenis (Tabel 4) yaitu
Aspergillus niger, Aspergillus sp., Penicillium sp. dan miselia sterilia. Keragaman
mikroorganisme yang rendah di lahan bekas tambang mengindikasikan rendahnya
produktifitas tanah. Salah satu parameter yang menentukan produktivitas tanah
adalah mikroorganisme tanah dimana tanah yang berada dalam kondisi normal
mengandung berbagai jenis mikroorganisme (Schlegel & Schmidt 1994;
Kartasapoetra et al. 1991).
Keragaman cendawan tanah yang sedikit jumlahnya juga dipengaruhi
oleh rendahnya keragaman vegetasi di lahan TS 1.33. Semakin sedikit vegetasi
yang tumbuh di lahan mengakibatkan kesempatan cendawan tanah untuk
berinteraksi dengan perakaran tanaman semakin sedikit dan secara tidak langsung
dapat menurunkan kelimpahan cendawan tanah (Siswanto & Suharjono 2006).
Selain faktor vegetasi, kemasaman dan suhu tanah juga mempengaruhi
kelimpahan jenis cendawan. Lahan TS 1.33 tergolong masam (Lampiran 2), yang
dapat menyebabkan kelarutan unsur hara lebih sulit dibanding sifat tanah yang
netral atau basa. Kelarutan unsur hara yang rendah dalam tanah akan menyulitkan
mikroorganisme tanah dalam menggunakan unsur hara tersebut sehingga
kelimpahannya menurun (Rao 1994). Temperatur pasir tailing pada kedalaman
3 cm pada jam 12.00-14.00 dapat mencapai lebih dari 45 oC (Nurtjahya et al.
2007). Suhu yang terlalu tinggi tersebut akan membatasi aktifitas cendawan tanah
dalam mempengaruhi pelapukan mineral dalam tanah (Makalew 2001).
Morfologi Jarak Pagar (Jatropha curcas) Terhadap Perlakuan Anorganik dan Organik
Pemberian pupuk anorganik nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman
jarak pagar di seluruh parameter morfologi yang diamati yaitu tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah cabang, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering
akar dan bobot kering total (Gambar 2a, 4a, 6a, 8a, 10a, 12a dan 14a).
Ketersediaan hara makro yang rendah di lahan bekas tambang timah memang
membutuhkan penambahan hara dari pupuk anorganik untuk menunjang
pertumbuhan tanaman. Menurut Leiwakabessy & Sutandi (2004) pupuk
digunakan untuk mengoreksi kekurangan hara tanaman agar diperoleh nutrisi
tanaman pada tingkat yang cukup, membantu tanaman bertahan pada kondisi
stres, untuk mengelola tingkat kesuburan tanah menjadi optimum dan
meningkatkan kualitas tanaman.
Perlakuan yang tidak memperoleh pupuk anorganik memberikan respon
pertumbuhan yang rendah dibanding perlakuan pupuk anorganik, kecuali pada
perlakuan amelioran kotoran ayam tunggal yang memberikan respon pertumbuhan
tidak beda nyata dengan tanaman yang diberi perlakuan pupuk anorganik.
Perlakuan amelioran kotoran ayam tanpa pupuk anorganik (A0B1) menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik dibanding tanaman kontrol (A0B0) (Lampiran 6.a).
Pupuk anorganik yang sifatnya cepat tersedia bagi tanaman, perannya
dapat digantikan dengan pengaplikasian kotoran ayam. Khalil et al. (2005)
menyatakan bahwa nitrifikasi dapat segera terjadi dengan penambahan kotoran
ayam segar ke tanah dan aplikasi kotoran ayam juga dapat meningkatkan KTK ,
meningkatkan P tersedia dan pH tanah (Abdelhamid et al. 2004; Mubarak et al.
2003; Khalil et al. 2002; Kogram et al. 2002). Adanya peningkatan kandungan
hara dalam tanah yang bisa diserap akar tanaman dengan pemberian kotoran ayam
tentunya akan mampu menunjang pertumbuhan tanaman seperti halnya dengan
pemberian pupuk anorganik.
Pada penelitian ini amelioran kotoran ayam nyata meningkatkan
pertumbuhan tanaman jarak pagar pada parameter tinggi tanaman, jumlah cabang,
bobot kering tajuk dan juga bobot kering total tanaman (Gambar 2b, 6b, 10b dan
14b). Hal yang sama juga diperoleh Sutardi (2004) bahwa dengan pemberian
kotoran ayam pada tanah meningkatkan laju absorbsi ion yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman padi dan berat kering total tanaman.
Pemanfaatan kotoran ayam di lahan tailing TS 1.33 yang teksturnya tergolong
pasir berlempung mampu menunjang pertumbuhan tanaman jarak pagar. Hal ini
tidak hanya karena kelengkapan hara yang dimiliki oleh kotoran ayam namun juga
karena pemberian kotoran ayam akan memberikan respon pertumbuhan yang
lebih baik pada tanah pasir berlempung, seperti pada penelitian yang dilakukan
oleh Abdelhamid et al. (2004) pemberian kotoran ayam di lahan pasir berlempung
menghasilkan respon pertumbuhan tanaman Vicia faba yang lebih baik
dibandingkan tanaman yang di tanaman di lahan liat berlempung.
Kombinasi antara pupuk anorganik dan kotoran ayam memberikan respon
pertumbuhan terbaik dibanding kombinasi perlakuan lain. Pada parameter tinggi
tanaman (Gambar 3) dan jumlah cabang (Gambar 7), perlakuan yang memberikan
respon tertinggi adalah kombinasi perlakuan 50% pupuk anorganik dan amelioran
kotoran ayam. Sedangkan perlakuan 75% pupuk anorganik dan kotoran ayam
memberikan respon terbesar terhadap parameter bobot kering tajuk(Gambar 11),
bobot kering akar (Gambar 13) dan bobot kering total (Gambar 15). Hal ini
mengindikasikan bahwa pemberian kotoran ayam mampu mengurangi dosis
penggunaan pupuk anorganik untuk dapat memperoleh pertumbuhan optimal
tanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah.
Kandungan hara N, P dan K kompos tergolong sangat tinggi (Lampiran 3),
namun perlakuan amelioran ini menunjukkan respon pertumbuhan yang lebih
rendah dibandingkan dengan penggunaan kotoran ayam. Tingginya rasio C/N
kompos menyebabkan terjadinya immobilisasi dari nitrogen tanah dari bentuk N
anorganik menjadi N organik sehingga tanaman bisa kekurangan N, selain itu
serbuk gergaji sangat lambat terurai karena kandungan ligno selulose dan lignin
yang tinggi serta mengandung beberapa senyawa toksis (Davidson et al. 2000).
Respon bobot kering akar (Gambar 12b) antara amelioran kotoran ayam dan
kompos tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kompos
berperan dalam pembentukan agregat dan struktur tanah yang baik, sehingga
secara tak langsung akan memperbaiki kondisi fisik tanah dan pada gilirannnya
akan mempermudah penetrasi air, penyerapan air serta perkembangan akar.
Kurang efisiennya amelioran top soil untuk menunjang pertumbuhan
tanaman jarak pagar di tailing timah disebabkan karena topsoil yang dipergunakan
sebagai amelioran memiliki kandungan hara yang rendah seperti halnya hara
tailing TS 1.33. Kemasaman top soil lebih rendah dari tailing (Lampiran 2;
Lampiran 3), hal ini menyebabkan serapan hara N, P dan K pada perlakuan top
soil lebih rendah dibanding tanaman tanpa perlakuan amelioran (Gambar 22b, 24b
dan 26b).
Lahan yang masam akan menurunkan ketersediaan hara yang bisa diserap
oleh tanaman. Upaya untuk mengatasi kemasaman lahan adalah dengan
pengapuran yang ditujukan untuk memperbaiki kimia dan biologi tanah. Jalid &
Kari (1994) mengemukakan bahwa pemberian kapur diperlukan untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman di lahan masam karena dapat memperbaiki
sifat kimia dan biologi tanah. Penggunaan kapur dolomit yang ditujukan untuk
menetralisir kemasaman lahan ternyata tidak membantu peningkatan pertumbuhan
bagi tanaman karena serapan hara N, P dan K pada perlakuan ini rendah
(Gambar 22b, 24b dan 26b).
Perlakuan Amelioran Kotoran Ayam Memacu Produksi Jarak Pagar
Pada lahan kering tanaman jarak pagar berbunga sepanjang tahun, namun
pembungaan untuk panen raya (ekonomis) hanya berlangsung dua kali dalam
setahun yaitu pada awal musim penghujan dan pada akhir musim penghujan.
Pembungaan periode pertama menghasilkan kapsul yang dapat dipanen sekitar
Maret – April, sedangkan kapsul yang tumbuh dan berkembang pada periode
pembungaan kedua dipanen sekitar Juli – Agustus. Pembungaan yang terjadi di
luar periode yang disebutkan diatas atau di musim kemarau tidak menghasilkan
buah dengan biji yang berkualitas baik (Santoso 2009). Pola yang sama juga
diperoleh pada penelitian ini, bibit tanaman jarak pagar yang dipindah ke
lapangan pada bulan April, di bulan Juli tanaman sudah berproduksi.
Waktu pembungaan tanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah
berlangsung dari 63 – 91 hari setelah tanam dari seluruh perlakuan yang berbunga
hingga tanaman berumur 8 bulan (Tabel 2). Pada penelitian Santoso (2009) di
lahan kering pembungaan tanaman jarak pagar berumur 105 - 163 hari setelah
tanam pada tanaman asal biji. Waktu pembungaan yang lebih cepat pada tanaman
ini dikarenakan bibit tanaman yang dipergunakan oleh Santoso (2009) berusia 2
bulan sedangkan bibit jarak pagar pada penelitian ini dipindah ke lapangan pada
saat usia 3 bulan.
Perlakuan tanpa pemupukan anorganik hingga tanaman berumur 8 bulan
belum menunjukkan kemampuan berbunga (Tabel 2) kecuali pada perlakuan
amelioran kotoran ayam (A0B1). Begitu pula halnya dengan perlakuan 50%, 75%
dan 100 % pupuk anorganik tanpa amelioran (A1B0, A2B0 dan A3B0) serta
dengan penambahan amelioran dolomit pada dosis anorganik 75% dan 100%
(A2B4 dan A3B4). Penambahan amelioran organik berupa kotoran ayam, kompos
dan top soil yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik mampu menunjang
pembungaan tanaman jarak pagar. Penambahan bahan organik ke tanah akan
menyebabkan perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Im (1982) menyatakan bahwa peningkatan
perubahan kondisi fisik tanah yang berasal dari penambahan bahan organik akan
meningkatkan hasil tanaman gandum dibandingkan penggunaan pupuk anorganik
secara tunggal dengan dosis yang sama.
Hingga tanaman jarak pagar berusia 8 bulan persentase tanaman berbunga
berkisar 19% - 56% dari populasi perlakuan (Tabel 2). Persentase tanaman
berbunga yang rendah selain dipengaruhi kondisi lingkungan TS 1.33 miskin hara
juga disebabkan karena benih yang dipergunakan sebagai bahan perbanyakan
belum merupakan benih terseleksi yang potensi produktifitasnya seragam. Hal ini
juga ditemui pada penelitian Ginwal et al. (2004) dan Heller (1996) yang
memperoleh hasil bahwa terdapat 20% - 30% tanaman dari populasi tanaman
jarak pagar yang asal bahan tanamnya berasal dari alam bersifat tidak produktif.
Pada penelitian Santoso (2008), yang tanamannya berasal dari benih IP-1A
terseleksi yang ditanam pada kondisi lahan yang baik, juga terdapat sekitar 10% -
12% tanaman yang tidak produktif pada tahun pertama penanaman.
Penggunaan amelioran kotoran ayam baik secara tunggal maupun yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik nyata meningkatkan jumlah buah dan
biji yang dihasilkan (Gambar 17 dan Gambar 19). Hal ini disebabkan kemampuan
amelioran kotoran ayam untuk meningkatkan penyerapan hara P dan K tanaman.
Kotoran ayam juga memiliki kandungan N yang tinggi sehingga akan
memperkuat pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil yang sama juga diperoleh
(Ghoname & Shafeek 2005) dengan mempergunakan tanaman cabai.
Berdasarkan jumlah buah, jumlah biji dan bobot kering biji (Gambar 17,
19 dan 21) hingga tanaman berumur 8 bulan diperoleh bahwa kombinasi
perlakuan 50% pupuk anorganik dan amelioran kotoran (A1B1) memberikan
respon tertinggi dibanding perlakuan lain. Perlakuan A1B1 berbeda tidak nyata
dengan kombinasi perlakuan 75% pupuk anorganik dan amelioran kotoran ayam
(A2B1). Perlakuan A1B1 tidak hanya memberikan respon tertinggi pada
parameter morfologi namun juga produksi. Kemampuan kotoran ayam selain
untuk membantu memperbaiki kualitas tanah juga diikuti dengan kemampuan
untuk mengurangi pemakaian dosis pemupukan anorganik. Pada penelitian Khalil
et al. (2005) diperoleh bahwa aplikasi dari pupuk anorganik N dengan dosis 50%
yang dikombinasikan dengan kotoran ayam ke lahan pada tanaman ubi kayu
menunjukkan keunggulan dibanding perlakuan dengan dosis N 100%.
Penggunaan kotoran ayam segar juga terbukti meningkatkan hasil pada ubi kayu
berkisar berkisar 44% dan 273% lebih baik dari pupuk kimia dan kontrol
(Kogram et al. 2002).
Pemberian kotoran ayam pada lahan tailing pasir dengan dosis 10 ton/ha
pada penelitian ini telah dapat menunjang pertumbuhan awal jarak pagar di lahan
bekas tambang timah. Pada penelitian Vimala et al. (1990) dibutuhkan kotoran
ayam hingga 20 hingga 40 ton per hektar untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman sawi (Brassica juncea) yang ditanam di lahan pasir tailing dan pasir
lempung.
Penanaman jarak pagar di lahan bekas tambang timah yang teksturnya
pasir dengan kemampuannya yang rendah untuk menahan air diharapkan akan
meningkatkan kandungan minyak biji, karena berdasarkan penelitian Balai
Penelitian Tanaman Industri tahun 1982/1983 tanaman jarak yang ditanam di
tanah berpasir (regosol) akan menghasilkan biji jarak dengan kadar minyak lebih
tinggi dari pada yang ditanam pada tanah grumosol (Sujatmaka 1991). Santoso
(2009) juga memperoleh hasil bahwa jarak pagar yang tumbuh dan berkembang
pada daerah kering akan menghasilkan biji dengan kandungan minyak lebih tinggi
dibanding biji dari tanaman yang tumbuh di daerah basah.
Bobot biji per tanaman tertinggi pada penelitian ini adalah pada perlakuan
A1B1 sebesar 45 gram/tanaman. Jumlah ini hanya berkisar 15% dari produksi biji
kering tahun pertama yang dihasilkan Heller (1996) dan Santoso (2009) yang
mencapai 299,9 gram/tanaman dan 318 gram/tanaman. Waktu pengamatan yang
hanya berlangsung 5 bulan menyebabkan jumlah buah yang berhasil di panen
pada penelitian ini jauh lebih sedikit, sedangkan setelah pengamatan dihentikan
masih banyak buah yang belum di panen dan masih berada pada periode immature
(buah kecil) serta masih terus terbentuknya malai pada tanaman. Tanaman jarak
pagar dapat menghasilkan buah sepanjang tahun dengan proses pemasakan buah
yang tidak serentak (Santoso 2009; Prihandana & Hendroko 2006; Wiesenhutter
2003).
Revegetasi Jarak Pagar Meningkatkan Keragaman Mikroba Tanah
Pertumbuhan tanaman pada lahan yang memiliki sifat fisik , kimia dan
biologi tanah yang buruk seperti lahan tambang dapat didukung dengan
menciptakan kondisi tanah yang supresif yaitu tanah yang kaya akan mikroba
tanah. Tanah yang supresif kondusif untuk pertumbuhan tanaman karena dapat
membantu penyediaan hara dan dapat menekan perkembangan mikroba patogen
(Doran 2000). Bahan organik tanah yang berasal dari pemberian amelioran dan
serasah tanaman jarak pagar merupakan substrat alami bagi mikroorganisme,
perlakuan ini merupakan alternatif dalam menciptakan kondisi tanah yang supresif
di lahan bekas tambang timah.
Diharapkan dengan keberadaan cendawan dan bakteri di tanah bekas lahan
tambang timah yang didominasi fraksi pasir akan meningkatkan kemampuan daya
pegang tanah terhadap air. Keberadaan dari cendawan berupa hifa dan miselianya
akan dapat menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi
seperti semen yang menyatukan agregat. Dengan cara ini perbaikan struktur tanpa
adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah, sehingga kemampuan lahan tailing
untuk menjerap air dan unsur hara akan meningkat yang akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Seperti yang dikemukakan (Etherington 1975) bahwa
keberadaan cendawan di lahan tailing pasir dapat membantu pembentukan agregat
tanah menjadi lebih stabil melalui pembentukan miselium oleh cendawan tanah
tersebut.
Pada penelitian Lestari (2008) cendawan tanah yang berhasil diperoleh
pada lahan tambang Jongkong 1 yang telah direvegetasi selama 16 tahun dengan
akasia hanyalah Penicillium. Penambahan keragaman mikroorganisme di lahan
bekas tambang timah TS 1.33 terjadi dengan penanaman jarak pagar dan
pemberian amelioran. Sebelum direvegetasi jarak pagar, cendawan tanah terdiri
dari Aspergillus, Penicillium dan miselia sterilia (Tabel 4). Setelah revegetasi
berrtambah keragamannya menjadi Aspergillus, Penicillium, Acremonium, Mucor,
Trichoderma, Paecilomyces, Alternaria serta miselia sterilia (Tabel 5). Revegetasi
lahan bekas tambang timah dan penggunaan amelioran berupa kotoran ayam,
kompos, top soil serta dolomit akan meningkatkan biological buffer (penyangga
biologis) di tanah melalui peningkatan jumlah mikroba (Miyagawa 2005; Yin et
al. 2000; Jalid & Kari 1994). Diduga beberapa jenis dari mikroorganisme yang
berhasil diisolasi dari lahan TS 1.33 mampu bersimbiosis dengan tanaman jarak
pagar sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Simbiosis
mutualisme yang terjadi antara tumbuhan dan cendawan diduga merupakan salah
satu cara dan strategi hidup yang dilakukan tumbuhan untuk beradaptasi pada
kondisi lahan marjinal.
Rao (1994) menyatakan bahwa fungi tanah Penicillium dan Mucor
berpotensi dalam mendegradasi phospat. Cendawan Aspergillus juga merupakan
jenis cendawan yang diketahui dapat melarutkan P yang terfiksasi di dalam tanah.
Cendawan tersebut mempunyai kemampuan untuk membebaskan asam-asam
organik seperti asam sitrat, asam oksalat (Gharieb 2000; Cunningham & Kuiack
1992) yang akan membentuk khelat dengan ion Ca2+, Mg 2+, Fe 3+, dan Al 3+
sehingga mampu meningkatkan konsentrasi fosfor tersedia di tanah.
Inokulasi cendawan pelarut P dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
dan peningkatan hasil tanaman Brassica napus dan gandum (Kucey & Leggett
1989; Wahid & Mehana 2000). Cendawan lebih toleran terhadap asam,
menjadikan cendawan berpotensi sebagai agen pelarut P anorganik yang tidak
tersedia atau dalam bentuk terfiksasi oleh unsur lain menjadi bentuk (H2PO4-)
yang dapat digunakan tanaman yang tumbuh pada tanah masam (Puente et al.
2004). Diharapkan kebutuhan P tanaman di lahan bekas tambang timah yang
miskin hara dan sifat tanahnya masam dapat ditunjang oleh kehadiran cendawan
pelarut P.
Pengaruh inokulasi Aspergillus niger pada tanaman jarak dapat
meningkatkan jumlah klorofil tanaman secara signifikan dibandingkan dengan
perlakuan kontrol dan perlakuan inokulasi mikoriza (Zulfitri 2007). Kandungan
klorofil yang tinggi pada tanaman memungkinkan tanaman dapat berfotosintesis
secara maksimal sehingga asimilat yang dihasilkan dapat menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan penelitian Chuang et al.
(2006) yang menginokulasikan A. niger asal tanah pada Brassica chinensis terjadi
peningkatan signifikan pada berat kering tanaman dan kandungan N tanaman,
selain itu A. niger juga mampu melarutkan fosfat tanah.
Anke (1997) menyatakan bahwa fungi tanah seperti Aspergillus,
Trichoderma serta Penicillium berperan penting dalam menguraikan selulosa dan
hemiselulosa. Serasah yang dihasilkan dari tanaman jarak pagar akan dapat
terbantu dekomposisinya oleh fungi-fungi tersebut sehingga dapat menambah
kandungan bahan organik di lahan bekas tambang timah. Pada cendawan
Acremonium dan Paecilomyces diketahui dapat menghasilkan siklosporin A, yang
berpotensi sebagai antifungal dan bahan imunosupresif (Petrini et al. 1992)
sehingga dapat menciptakan kondisi lahan yang kaya mikroba dan juga akan
menekan perkembangan dari fungi yang bersifat patogen.
Pada rhizosfer perlakuan A1B5 (pupuk anorganik 50% dan amelioran
topsoil+dolomit) tidak berhasil diisolasi cendawan tanah (Tabel 5). Keberadaan
bakteri diduga bersifat antagonis terhadap kehadiran cendawan. Kemampuan
bakteri untuk menghasilkan senyawa bioaktif seperti siderofor atau enzim kitinase
dapat menekan pertumbuhan fungi di tanah (Selitrennikoff 2001).
Pengaruh keberadaan cendawan di perakaran tanaman terhadap
pengambilan nutrisi dipengaruhi oleh ketiga proses berikut ini: pertama,
pengambilan nutrisi oleh miselium dalam tanah; kedua, translokasi dalam struktur
hifa cendawan inter radikal dalam akar; ketiga, memindahkan ke sel tanaman
melewati permukaan yang komplek diantara simbion (Smith & Read 1997). Tidak
efektifnya cendawan untuk mendukung pertumbuhan tanaman dapat disebabkan
oleh tidak terpenuhinya ketiga proses tersebut.
Bakteri Bacillus dan Pseudomonas dipilih untuk dilihat keberadaannya
pada penelitian ini karena kedua bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri
perakaran atau rhizobakteria pemacu pertumbuhan (PGPR). Bakteri ini mampu
menghasilkan senyawa hormon pertumbuhan (Glick 1995). PGPR juga mampu
menghambat mikrob patogen akar tanaman, baik bakteri atau fungi patogenik.
Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. juga dikenal sebagai bakteri pelarut fosfat
(BPF), penghasil fitohormon, juga menghasilkan siderofor dan senyawa
antimikrob sehingga mampu mengendalikan mikrob patogen (Parmar & Dadarwal
2000, Dey et al. 2004).
Kehadiran Pseudomonas fluorescens pada perlakuan A1B3 dan A1B4
diduga membantu peningkatan jumlah daun (Gambar 9) tertinggi dibanding
kombinasi perlakuan lain. Menurut Dey et al. (2004), bahwa beberapa galur
Pseudomonas fluorescens diketahui mempunyai kemampuan dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman, meningkatkan siderofor, IAA, memacu produksi bintil
akar (nodul) dan melarutkan fosfat. Laporan lain menyatakan bahwa bakteri
P. fluorescens dapat meningkatkan perpanjangan akar dan pucuk (shoot) canola,
lettuce dan tomat (Glick 1995).
Pada perlakuan A3B0 tidak ditemukan bakteri Bacillus dan juga
Pseudomonas. Hal ini diduga karena adanya penurunan pH tanah akibat pengaruh
pupuk anorganik sehingga kedua bakteri tersebut tidak dapat hidup di daerah
perakaran tanaman. Bakteri dan actinomycetes hidup dan berkembang pada pH
normal, sedangkan fungi lebih toleran pada pH rendah (Killham 1994).
Tidak ditemukannya Bacillus pada perlakuan A3B0, A3B1 dan A3B2
diduga berkaitan dengan kompetisi antara bakteri dengan cendawan Aspergillus
sp.1 pada perlakuan tersebut. Tidak seperti halnya mikoriza yang dapat hidup
mapan di dalam akar tanaman, bakteri pelarut fosfat untuk dapat hidup di rhizosfir
terlebih dahulu akan berkompetisi dengan mikroorganisme lain di sekitar
rhizosfer. Jika bakteri menang maka keberlangsungan hidupnya akan terus
berlanjut dan jumlah populasinya bertambah, kandungan P terlarut pun banyak.
Sedangkan jika bakteri tersebut kalah berkompetisi, jumlah populasinya akan
turun ke level sub optimal (Barea et al. 1975). Hal ini juga mungkin terjadi pada
perlakuan A2B0 dan A2B2, pada kedua perlakuan ini bakteri Pseudomonas tidak
ditemukan pada rhizosfer tanaman.
Korelasi Respon Morfologi, Produksi dan Serapan Hara
Perakaran tanaman yang diberi pupuk anorganik dan amelioran kotoran
ayam (A1B1) memiliki akar lateral yang lebih panjang dibanding perlakuan
kontrol (A0B0). Perkembangan akar lateral yang baik akan menunjang
kemampuan penyerapan hara oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan
perkembangan tajuk tanaman. Pertumbuhan vegetatif yang meningkat akan turut
mempengaruhi faktor produksi tanaman (Lampiran 6.b).
Kondisi tersebut dibuktikan dengan adanya korelasi positif antara hara
yang diserap tanaman terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yang juga akan
berpengaruh terhadap produksi tanaman. Peningkatan terhadap pertumbuhan
vegetatif berupa tinggi tanaman, bobot kering tajuk, bobot kering akar serta bobot
kering total berkorelasi positif dengan peningkatan terhadap produksi dari jarak
pagar berupa jumlah buah, jumlah biji dan bobot kering biji per tanaman
(Lampiran 1). Pertumbuhan vegetatif tersebut dipengaruhi oleh serapan hara N
dan K oleh tanaman.
Suplai nitrogen yang cukup ditunjukkan dengan aktifitas fotosintesis yang
tinggi dan pertumbuhan vegetatif yang vigor sehingga mampu menunjang
pertumbuhan generatif tanaman (Tisdale et al. 1985). Unsur K berperan dalam
memperbaiki sistem perakaran tanaman sehingga tanaman lebih mudah menyerap
hara, meningkatkan turgor sel pada titik tumbuh dan membantu perpanjangan
jaringan sel yang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman juga meningkat.
Hardjowigeno (1995) menyatakan bahwa kalium berpengaruh dalam pertumbuhan
dan reproduksi tanaman, mempertinggi daya tahan akan kekeringan dan
membantu perkembangan akar tanaman.
Pada penelitian Santoso (2009) dan Mahmud (2008), jumlah cabang
berkorelasi positif dengan faktor produksi berupa berat biji dan berat total biji per
tanaman. Pada penelitian ini parameter produksi berupa jumlah buah, jumlah biji
dan bobot kering total biji per tanaman berkorelasi dengan parameter tinggi
tanaman, bobot kering akar, bobot kering total tanaman dan bobot kering tajuk
kecuali pada bobot total biji. Tidak berkorelasinya jumlah cabang dengan faktor
produksi pada penelitian ini disebabkan karena cabang-cabang yang terbentuk
bukanlah cabang produktif yang menghasilkan malai.
Proses pemangkasan untuk memperoleh cabang produktif pada penelitian
ini belum dilakukan. Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu yang
pembungaannya terbentuk secara terminal, percabangan jarak pagar termasuk
unik karena setelah tandan bunga mekar akan tumbuh sepasang tunas yang akan
tumbuh menjadi cabang berikutnya. Pada kondisi normal kejadian tersebut
berjalan terus-menerus, sehingga secara alamiah percabangan yang terbentuk
menjadi tidak teratur dan tidak produktif (Mahmud 2008). Selain itu produksi
yang dianalisis baru berasal dari pembungaan awal yang waktu pengamatannya
pun terbatas hingga tanaman berusia 8 bulan, sehingga beberapa cabang
berkemungkinan hingga pengamatan berakhir masih belum produktif.
Pada perlakuan yang diberi amelioran kotoran ayam (A0B1, A1B1, A2B1
dan A3B1) menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemupukan anorganik akan
meningkatkan bobot buah dan biji yang dihasilkan (Lampiran 7). Peningkatan
bobot buah dan biji juga turut dipengaruhi oleh jumlah buah dan biji yang
dihasilkan tanaman. Pada tanaman A1B1 yang menghasilkan jumlah buah dan biji
terbanyak ukuran buahnya lebih kecil dibandingkan tanaman A2B1 dan A3B1
yang jumlah buah dan bijinya lebih sedikit (Gambar 17 dan 19). Hasil percobaan
ini sejalan dengan Santoso (2009) bahwa peningkatan jumlah buah per malai akan
menyebabkan berkurangnya bobot buah dan bobot kering biji per buah.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aplikasi pupuk anorganik dan bahan organik mampu mendukung
pertumbuhan jarak pagar di lahan bekas tambang timah. Perbedaan dosis pupuk
anorganik yang dikombinasikan dengan amelioran kotoran ayam tidak
menunjukkan beda nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Namun kombinasi
perlakuan tersebut menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik hingga
fase produksi biji dibandingkan tanaman dengan perlakuan amelioran kompos,
topsoil maupun dolomit yang pertumbuhannya lebih lambat dengan produktifitas
yang rendah. Keberadaan mikroorganisme pada daerah perakaran tanaman jarak
pagar menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar dan kontribusi dari amelioran di
lahan bekas tambang timah mampu memperbaiki kondisi biologis lahan bekas
tambang timah.
Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh simbiosis
mikroorganisme potensial yang berhasil diisolasi pada penelitian ini terhadap
tanaman jarak pagar. Perluasan lubang tanam dan penambahan bahan organik
diharapkan mampu mengatasi masalah perakaran tanaman di lahan bekas tambang
timah. Pemanfaatan terhadap serasah, sisa buah, ampas bungkil jarak sebagai
bahan organik penunjang pertumbuhan tanaman jarak pagar di lahan bekas
tambang timah perlu dicobakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelhamid MT, Horiuchi T, Oba S. 2004. Composting of rice straw with oilseed
rape cake and poultry manure and its effect on faba bean (Vicia faba L.) growth and soil properties. Bioresource Technology. 93:183-189.
Amriwansyah. 1990. Evaluasi dan deskripsi beberapa sifat fisik dan kimia tanah
sebelum (kondisi tanah alami) dan setelah (kondisi tanah kolong) proses aktifitas penambangan timah di tiga lokasi unit penambangan timah Bangka (Tambang 23, 25 dan 45) wilayah produksi pulau Bangka-Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ang, LH. 2005. Establishment techniques of some dipterocarps on ex-mining land
in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical Forest Science 7(1): 113–128. Anke T. 1997. Fungal Biotechnology. New York: Chapman & Hall Company. Barea JA, Azcon R, Hayman DS. 1975. Possible synergistic interactions between
endogene and phosphate solubilizing bacteria in low phosphate soils. Proceedings of a symposium endomycorrhizas. p 409-417.
Bradshaw AD. 1983. The Restoration of Mined Land: Conservation in
Perspective. Warren A, Goldsmith FB, editor. London: John Willey and Sons Ltd.
Chuang CC, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic
phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil: 140-147.
Cunningham JE, Kuiack C. 1992. Production of citric and oxalic acids and
solubilization of calcium phosphate by Penicillium bilaii. Appl Envirn Microb (58):1451–1458.
Davidson H, Mecklenburg R, Peterson C. 2000. Nursery Management:
Administration and Culture. Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc. 530p. Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield
enhancement of peanut (Arachis hypogaea L) by application of plant growth-promoting rhizobacteria. Microbiol Res (159):371-394.
Doran JW. 2000. Soil health and sustainability: Managing the biotic component
of soil quality. Appl Soil Eco (14):223-229. Etherington JR. 1975. Environment and Plant Ecology. London: John Wiley and
Sons. Ltd. . 405 halaman.
Foidl N, Foidl G, Sanchez M, Mittelbach M, Hackel S. 1996. Jatopha curcas as a
source for production of Biofuel in Nicragua. Biores Technol. 58:77-82. Gharieb MM. 2000. Nutritional effects on oxalic acid production and
solubilization of gypsum by Aspergillus niger. Mycol Res 104:550–556. Ghoname A, Shafeek MR. 2005. Growth and productivity of sweet pepper
(Capsicum annum L.) grown in plastic house as affected by organic, mineral and bio-N-fertilisers. Journal of Agronomy 4(4): 369-372.
Ginwal HS, Rawat PS, Srivastava RL. 2004. Seed source variation in growth
performance and oil yield of Jatropha curcas L. in Central India. Silvae Genetica 53(4): 186-192.
Glick BR. 1995. The enhancement of plant growth promotion by free living
bacteria. Can J Microbiol 41:109-117. Gubitz GM, Mittelbach M, Trabi M. 1999. Exploitation of tropical oil seed plant
Jatropha curcas L. Biores Technol. 67:73-82. Hadipermata M, Sumangat D, Broto W. 2006. Pemanfaatan minyak jarak pagar
(Jatropha curcas) sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Di dalam: Lokakarya Jarak pagar (Jatropha curcas). Bogor. 29 November 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hariyadi. 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.). Di
dalam: Seminar Nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar; Bogor, 22 Des 2005. Bogor: Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor.
Hasnam. 2007. Pengelolaan Kebun Induk untuk Produksi Benih Jarak Pagar
(Jatropha curcas). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Heller J. 1996. Physic nut, Jatropha curcas L. – Promoting the conservation and
use of underutilized and neglected crop. International Plant Genetic Resources Institute. Rome. 66p.
Henning R. 2000. The Jatropha Booklet, A guide to the jatropha system and its
dissemination in Zambia, produced for GTZ-Support-Project Southern Province Zambia. http://www.jatropha.de/documents/jcl-booklet.pdf [12 Des 2008].
Herrera MA, Salamanca CP and Barea JM. 1993. Innoculation of woody legumes with selected arbuscular mycorrhizas fungi and rhizobia to recover desertified mediterranian ecosystems. Appl Envirn Microb (59):129-133.
Im JN. 1982. Organic materials and improvement of soil physical properties, FAO Soils Bull. 48 pp. 106-117.
Jalid N, Kari Z. 1994. Pengaruh pemberian fosfor, kalium, kapur dan pupuk
kandang terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai pada ultisol Sitiung. Risalah Seminar Balittan Sukarami: Padang. 3:91-97.
Jones N, Miller JH. 1992. Jatropha curcas: a multipurpose spesies for
problematic sites. The World Banks Report. Asia Technical Departement. Agriculture Division. 11 p.
Kandpal JB, Madan M. 1995. Jatropha curcas: a renewable source of energy for
meeting fture energy need. Renewable Energy 6(2):159-160. Kartasapoetra AG, Sutedjo MM, Sastroatmodjo RDS. 1991. Mikrobiologi Tanah.
Rineka Cipta. Jakarta. 447 hal. Khalil MI, Schmidhalter U, Gutser R. 2005. Turnover of chicken manure in some
upland soils of Asia: agricultural and environmental perspective. Di dalam: CHIMATRA-Chicken Manure Treatment and Application, Proceedings of the International Workshop; Hamburg, 19 – 20 Jan 2005. January 2005 in Hamburg. Stuttgart: Verlag Abfall. hlm 275 – 292.
Khalil MI, Rosenani AB, Van Cleemput O, Shamshuddin J, Fauziah CI. 2002.
Nitrous oxide production from an ultisol treated with different nitrogen sources and moiture regimes. Biology and Fertility of Soils, 36:59-65.
Killham K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Kogram C, Mannekao S, Poosri B. 2002. Influence of chicken manure on cassava
yield and soil properties. Di dalam: Proceedings of the 17th World Congress of Soil Science, August 14-21, 2002, Thailand, 723:1-7.
Kucey RMN, Leggett ME. 1989. Increased yields and phosphorus uptake by
westar canola (Brassica napus L.) inoculated with a phosphate-solubilizing isolate of Penicillium bilaji. Can J Soil Sci 69:425–432.
Kusumastuti E. 2005. Rehabilitasi Lahan Pasca Penambangan Timah di Pulau
Bangka dengan Amelioran Bahan Organik dan Bahan Tanah Mineral dengan Tanaman Indikator jati (Tectona grandis) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Diktat Pupuk dan Pemupukan. Departemen
Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 206 hal.
Lele S. 2005. The cultivation of Jatropha curcas. Strategies and institutional
mechanisms for large scale cultivation of Jatropha curcas under agroforestry in the context or the proposed biofuel plicy of India. www.svlele.com. [7 Januari 2007].
Lestari ID. 2008. Potensi tumbuhan indigenous dan keragaman cendawannya
untuk revegetasi lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Lugo AE. 1997. The apparent paradox of restablishing species richness on
degradedlands with tree monocultures. Forest Ecology and Management. (99) p: 9-19.
Makalew ADN. 2001. Keanekaragaman Biota Tanah pada Agroekosistem Tanpa
Olah Tanah (TOT). http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/indiv2001/ afra_dnm.htm [ 2 Apr 2008].
Makkar HPS, Becker K, Sporer F, Wink M. 1997. Studies on nutritive potential
and toxic constituent of different provenances of Jatropha curcas. J. Agric. Food Chem. 45:3152-3157.
Manurung R. 2006. Minyak jarak pagar murni (Pure Jatropha Oil) bahan baku
pengganti bahan bakar minyak. Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar sebagai Bio-energi di Indonesia. Hotel Shangri-La. Jakarta 25 Februari 2006.
Miyagawa K. 2005. Current Chicken Manure Treatment Facility in Japan. Di
dalam: CHIMATRA-Chicken Manure Treatment and Application, Proceedings of the International Workshop; Hamburg, 19 – 20 Jan 2005. January 2005 in Hamburg. Stuttgart: Verlag Abfall. hlm 249 – 261.
Mubarak AR, Rosenani AB, Zuyah SD, Anuar AR. 2003. Effect of incorporation
of crop residues on a maize - groundnut sequence in the humid tropics. I: Yield and nutrient uptake. Journal of Plant Nutrition, 26, 1841-1858.
Nurtjahya E. 2008. Revegetasi lahan pasca tambang timah dengan beragam jenis
pohon lokal di pulau Bangka. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono, Setiadi Y. 2007. Sabut kelapa
sebagai mulsa pada revegetasi tailing timah di pulau Bangka. Eugenia 13:366-382.
Nurtjahya E. 2001. Revegetation on Tin Post Mining Area in Bangka Island
(Bibliographical Review). Indonesian Mining Journal 7(3):32-37.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 114 hal.
Openshaw K. 2000. A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled
promise. Biomass and Bioenergy 19:1-15. Parmar N, Dadarwal KR. 2000. Stimulation of plant growth of chickpea by
inoculation of fluorescent Pseudomonas. J Appl Microbiol 86:336-344. Prihandana R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 84 hal. Petrini O, Sieber TN, Toti L, Viret O. 1992. Ecology metabolite production and
substrate utilization in endophytic fungi. Natural Toxins 1:185-196. PT Tambang Timah (Persero). 1991. Studi evaluasi lingkungan unit
penambangan dan unit peleburan timah pulau Bangka. Ringkasan Eksekutif Volume 1-4. PT. Tambang Timah. Pangkal Pinang.
Puente ME, Bashan Y, Li CY, Lebsky VK. 2004. Microbial populations and
activities in the rhizoplane of rock- plants. I. Root colonization and weathering of igneous rocks. Plant Biol 6:629–642.
Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi
kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 353 halaman. Santoso BB. 2009. Karakterisasi morfo-ekotipe dan kajian beberapa aspek
agronomi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Nusa Tenggara Barat. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Santoso BB. 2008. Teknik pembibitan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).
Jurnal Ilmiah Budidaya Pertanian – UNRAM, Crop Agro. Vol.1. No 2. p:77-84.
Saptaningrum H. 2001. Karakterisasi dan Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Bekas Galian Tambang (Tailing) dan Dampaknya terhadap Pertumbuhan Vegetasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Terjemahan R. M. T.
Baskoro. Editor: J.R. Wattimena. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 590.
Setiadi Y. 1989. Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Setiawan AI. 1993. Penghijauan dengan Tanaman Potensial. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Setyamidjaja D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. CV. Simplex. Bogor. 122 hal. Siswanto, Suharjono. 2006. Komunitas Kapang Tanah di Lahan Kritis Berkapur
DAS Brantas Pada Musim Kemarau. Bioscientiae. Volume 3, Nomor 1, Januari 2006, Hlm 1-14. http://bioscientiae.tripod.com.[5 Mar 2008]
Smith SE, Read JD. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. 2nd. London: Academic Press. Soepardi G, Djokosudardjo, Sabiham S. 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan
Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 140 hal.
Sujatmaka. 1991. Prospek Pasar dan Budidaya Jarak. Penebar Swadaya. Jakarta.
69 hal. Sutardi. 2004. Kombinasi takaran pupuk organik-anorganik terhadap sistem
perakaran, pertumbuhan dan hasil tanaman padi organik. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim. Bogor. 14-15 Sept 2004. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil fertility and fertilizers. 3rd Ed. The
Mac.Millan Pub. Co. New York. 754 hal. Vimala P, Zaharah A, Lee CS, Othman B. 1990. Amelioration of sandy soils for
vegetable production. Di dalam: Seminar on Ex-mining Land and Bris Soil – Prospects and Profits. Kuala Lumpur, Malaysia.
Wahid OAA, Mehana TA (2000) Impact of phosphate-solubilizing fungi on the
yield and phosphorus-uptake by wheat and faba bean plants. Microbiol Res 155:221–227.
Wiesenhutter J. 2003. Use of Physic Nut (Jatropha Curcas L.) to Combat
Desertification and reduce poverty. Deutsche Gesselschaft fur Technsche Zusammenarbeit (GTZ). Convention Project to combat Desrtification (CCD Project). http://www.gtz.de/desert [7 September 2008].
Yin B, Crowley D, Sparovek G, De Melo WJ, Borneman J. 2000. Bacterial
functional redundancy along a soil reclamation gradient. Appl Environ Microbiol. 66(10): 4361–4365.
Zulfitri A. 2007. Pengaruh Cendawan Endofit Akar Dan Mikoriza Arbuskula
(CMA) Terhadap Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha Curcas Linn.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks korelasi antara serapan hara, respon morfologi dan produksi
N P K JBh JB BKB TT DB BKA BKT BKtot JD JC N 1,0000 P -0,1693 1,0000 K 0,6411* 0,0063 1,0000
JBh 0,6203* -0,0226 0,6498* 1,0000 JB 0,6118* -0,0168 0,6414* 0,9979* 1,0000
BKB 0,6085* -0,0234 0,6457* 0,9948* 0,9928* 1,0000
TT 0,8864* -0,2951 0,6093* 0,5816* 0,5660* 0,5742* 1,0000 DB -0,2279 0,9950* -0,0847 -0,0825 -0,0769 -0,0826 -0,3386 1,0000
BKA 0,7865* -0,1338 0,6934* 0,4889* 0,4825* 0,4623* 0,8070* -0,1924 1,0000 BKT 0,9735* -0,1143 0,7483* 0,7065* 0,6999* 0,6961* 0,8967* -0,1820 0,8228* 1,0000
BKtot 0,8910* 0,2218 0,7375* 0,6619* 0,6572* 0,6479* 0,7900* 0,1547 0,8213* 0,9367* 1,0000 JD -0,1854 -0,0745 -0,1480 -0,0735 -0,0659 -0,0668 0,0328 -0,0416 -0,1673 -0,1453 -0,1749 1,0000 JC 0,1083 0,5030* 0,3577 0,3729 0,3764 0,3501 0,1597 0,4793* 0,3132 0,2156 0,4080* 0,4456 1,0000
Keterangan :
* = berbeda nyata pada taraf 95% N = serapan hara N P = serapan hara P K = serapan hara K JBh = jumlah buah per tanaman JB = jumlah biji pertanaman BKB = bobot kering biji pertanaman TT = tinggi tanaman DB = diameter batang BKA = bobot kering akar BKT = bobot kering akar BKtot = bobot kering akar JD = jumlah daun JC = jumlah cabang
Lampiran 2. Hasil Analisis Tailing Timah TS 1.33
Parameter Hasil Kriteria N total (%) 0,02 Sangat Rendah P2O5 Bray 1 (ppm) 15 Rendah K-total (ppm) 48 Sangat Rendah Ca (me/100 g) 0,2 Sangat Rendah Mg (me/100 g) 0,6 Rendah Na (me/100 g) 1,5 Sangat Tinggi Al (%) 0,2 Sangat Rendah pH H2O 5,1 Masam
Persentase Tekstur Tailing Timah TS 1.33
Tekstur (%)
Pasir Debu Liat 83 4 13
Lampiran 3. Hasil Analisis Bahan Organik
Kotoran ayam Parameter Hasil Kriteria
Bahan Organik : C/N 24 Tinggi N, Kjeldhal (%) 0,36 Sedang C, Walkley & Black (%) 8,6 Sangat tinggi P2O5 ,HCl 25 % (mg/100g) 1620 Sangat tinggi K2O ,HCl 25% (mg/100g) 414 Sangat tinggi Ca ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 7,71 Sedang Mg ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 10,56 Sangat tinggi K ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 3,95 Sangat tinggi Na ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 1,62 Sangat tinggi KTK ,NH4-Asetat 1N(cmol/kg) 10,39 Rendah Al ,HNO3 + HClO4 (%) 2,253 Sangat rendah pH H2O 7,6 agak alkalis
Kompos
Parameter Hasil Kriteria Bahan Organik : C/N 58 Sangat tinggi N, Kjeldhal (%) 0,76 Sangat tinggi C, Walkley & Black (%) 44,2 Sangat tinggi P2O5 ,HCl 25 % (mg/100g) 66 Sangat tinggi K2O ,HCl 25% (mg/100g) 157 Sangat tinggi Ca ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 10,06 Sedang Mg ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 5,13 Tinggi K ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 1,66 Sangat tinggi Na ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 5,18 Sangat tinggi KTK ,NH4-Asetat 1N(cmol/kg) 16,81 Sedang Al ,HNO3 + HClO4 (%) 0,286 Sangat rendah pH H2O 6,8 Netral
Topsoil
Parameter Hasil Kriteria Bahan Organik : C/N 13 Sedang N, Kjeldhal (%) 0,17 Rendah C, Walkley & Black (%) 2,17 Sedang P2O5 ,HCl 25 % (mg/100g) 6 Sangat rendah K2O ,HCl 25% (mg/100g) 8 Sangat rendah Ca ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 0,62 Sangat rendah Mg ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 0,24 Sangat rendah K ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 0,15 Rendah Na ,NH4-Asetat 1N (cmol/kg) 0,05 Sangat rendah KTK ,NH4-Asetat 1N(cmol/kg) 4,79 Sangat rendah Al ,HNO3 + HClO4 (%) 0,096 Sangat rendah pH H2O 4,8 Masam
Lampiran 4. Cendawan rhizosfer di lahan bekas tambang timah yang sudah di revegetasi dengan jarak pagar.
100 µm 100 µm 100 µm Aspergillus niger Aspergillus sp.1 Aspergillus sp.2 100 µm 100 µm 100 µm Alternaria sp. Trichoderma sp.1 Trichoderma sp.2
100 µm 100 µm 100 µm Paecilomyces sp. Acremonium sp. Penicillium sp.1 100 µm 100 µm 100 µm Penicillium sp.2 Mucor sp. miselia sterilia
Lampiran 5. Cendawan rhizosfer di lahan bekas tambang timah sebelum di revegetasi dengan jarak pagar.
100 µm 100 µm Aspergillus niger Aspergillus sp. 100 µm 100 µm Penicillium sp. miselia sterilia
Lampiran 6. Perbandingan morfologi tanaman kontrol dan amelioran kotoran ayam.
30 cm a. Perbandingan morfologi tanaman kontrol (A0B0) dengan amelioran kotoran
ayam (A0B1).
b. Perbandingan pertumbuhan dan perakaran tanaman A1B1 dan A0B0.
Lampiran 7. Buah dan biji jarak pagar terhadap kombinasi pupuk anorganik dengan amelioran kotoran ayam.
0,5 cm
Lampiran 8. Komposisi media Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Broth (NB) dan King’s B.
Nama Medium Bahan Berat (gram/liter) PDA Kentang
Dekstrosa Agar Akuades
200 gram 10 gram 15 gram 1 liter
NB Beef extract Pepton NaCl Akuades
3 gram 5 gram 5 gram 1 liter
King’s B Pepton Gliserol K2HPO4 MgSO4.7H2O Akuades
20 gram 15 ml 1.5 gram 1.5 gram
1 liter
top related