kesetimbangan fasa reny & khairil
Post on 15-Dec-2015
286 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesetimbangan adalah kondisi yang tidak ada perubahan dalam waktu yang lama.
Kesetimbangan ditinjau dari sifatnya, dibedakan menjadi dua, yaitu kesetimbangan
statik (kesetimbangan stabil, labil, indifferent) dan kesetimbangan dinamik
(kesetimbangan proses kimia dan kesetimbangan proses fisika).
Dalam teknik kimia, dua jenis kesetimbangan yang penting yaitu kesetimbangan fase
dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan
homogen dan kesetimbangan heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang
ada dalam sistem kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas
maupun larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam
sistem kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun
padat-larutan.
Bila ditinjau suatu sistem dimana terjadi kontak antara dua fase, sebagai contoh fase cair
dan fase uap maka kedua fase tersebut dikatakan setimbang jika kecepatan menguap
dari fase cair akan sama dengan kecepatan mengembun fase uap. Pada kondisi ini tidak
terjadi perubahan suhu, tekanan maupun kondisi dari kedua fase. Suhu dan tekanan fase
uap akan sama dengan suhu dan tekanan fase cair, sedangkan potensial kimia tiap
senyawa di fase cair dan fase uap akan sama pula.
Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui suhu kesetimbangan etanol-
akuades, mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades dan
mengetahui koefisien αab pada suhu kesetimbangan.
1.2 Tujuan Percobaan
&̵ Mengetahui suhu kesetimbangan etanol-akuades
&̵ Mengetahui fraksi destilat dan residu dari campuran etanol dan akuades
&̵ Mengetahui koefisien αab dari fraksi mol distilat dan residu pada suhu
kesetimbangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan kesetimbangan kimia adalah suatu keadaaan dimana konsentrasi seluruh zat
tidak lagi mengalami perubahan, sebab zat-zat diruas kanan terbentuk dan terurai
kembali dengan kecepatan yang sama. Keadaan kesetimbangan ini bersifat dinamis,
artinya reaksi terus berlangsung dalam dua arah dengan kecepatan yang sama. Pada
keadaan kesetimbangan tidak mengalami perubahan secara mikroskopis (perubahan
yang dapat diamati atau diukur) (Stephen, 2002).
Kesetimbangan kimia dibedakan atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan
heterogen. Pada kesetimbangan homogen semua zat yang ada dalam sistem
kesetimbangan memiliki fase yang sama ada dalam bentuk gas maupun larutan.
Sedangkan kesetimbangan heterogen semua zat-zat yang ada dalam sistem
kesetimbangan memiliki fase yang berbeda dalam bentuk padat-gas maupun padat-
larutan (Stephen, 2002).
Josiah Willard Gibbs menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem
tertutup, jumlah variabel bebas disebut derajat kebebasan (F) yang sama dengan jumlah
komponen (C) ditambah 2 dikurangi jumlah fasa (P), yakni:
F = C + 2 - P
F= derajat kebebasan
C= Jumlah komponen
P= Jumlah fasa
Aturan fase Gibbs berlaku untuk semua materi (padat, cair, dan gas). Terdapat dua
macam hubungan antara konsentrasi komponen-komponen yaitu kesetimbangan kimia
dan keadaan awal. Bagi tiap kesetimbangan kimia jumlah konsentrasi yang bebas
berkurang sebuah. Sebagai contoh, bila kalsium oksida padat, kalsium karbonat padat,
dan gas karbon dioksida berada dalam kesetimbangan, jumlah komponen berkurang
dengan satu oleh adanya kesetimbangan kimia. Jumlah derajat kebebasan atau varian v
suatu sistem ialah bilangan terkecil yang menunjukkan jumlah variable bebas (tekanan,
suhu, konsentrasi berbagai fasa) yang harus diberi harga untuk melukiskan keadaan
sistem (Stephen, 2002).
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali
ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dahulu (Syukri,2007).
Proses destilasi diawali dengan pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih
rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak menuju kondenser yaitu pendingin proses
pendinginan terjadi karena kita mengalirkan air kedalam dinding (bagian luar
kondenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini berjalan terus
menerus dan akhirnya kita dapat memisahkan seluruh senyawa-senyawa yang ada
dalam campuran homogen tersebut (Syukri, 2007).
Menurut stephen (2002), ada 6 jenis destilasi yaitu destilasi sederhana, destilasi
fraksionasi, destilasi uap, destilasi vakum, destilasi kering dan destilasi azeotropik.
1. Destilasi Sederhana
Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih yang
jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika campuran dipanaskan
maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain
perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah
substansi untuk menjadi gas. Destilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer.
Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan
alkohol.
2. Destilasi Fraksionasi
Fungsi destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair, dua
atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Destilasi ini
juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari
20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah.
3. Destilasi Azeotrop
Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki titik didih
yang konstan. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari hukum Raoult.
4. Destilasi Vakum
Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didestilasi tidak
stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik
didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C.
5. Destilasi Uap
Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik didih
mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa ini
dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap
atau air mendidih
6. Destilasi kering
Destilasi kering merupakan destilasi yang dilakukan dengan cara memanaskan
material padat untuk mendapatkan fase uap dan cairnya, biasanya digunakan untuk
mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara.
Prinsip dari destilasi adalah penguapan dan pengembunan kembali uapnya dari tekanan
dan suhu tertentu. Tujuan dari destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya
dan memisahkan cairan dari zat padat. Uap yang dikeluarkan dari campuran disebut
sebagai uap bebas. Kondensat yang jatuh sebagai destilat dan bagian cair yang tidak
menguap sebagai residu. Apabila yang diinginkan adalah bagian bagian campurannya
yang tidak teruapkan dan bukan destilatnya maka proses tersebut dinamakan
pengentalan dengan evaporasi. Jika salah satu zat menguap dan yang lain tidak,
pemisahan dapat terjadi sempurna. Tetapi jika kedua zat menguap tetapi tidak sama,
maka pemisahnya hanya akan terjadi sebagian, akan tetapi destilat atau produk akan
menjadi kaya pada suatu komponen dari pada larutan aslinya (Christy, 2011).
Azeotrop merupakan campuran 2 atau lebih komponen pada komposisi tertentu dimana
komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika campuran
azeotrop dididihkan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan
fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant boiling mixture karena
komposisinya yang senantiasa tetap jika campuran tersebut dididihkan (Christy, 2011).
Hukum perbandingan berganda adalah salah satu dari hukum-hukum dasar kimia yang
digunakan untuk menetapkan teori atom, disamping hukum kekekalan massa dan
hukum perbandingan tetap. Hukum perbandingan berganda terkadang disebut hukum
Dalton karena penemunya adalah kimiawan Inggris, John Dalton. Dia menjelaskan
hukum tersebut dalam buku “New System of Chemical Philosophy” yang diterbutkan
pada tahun 1808. Pernyataan hukum tersebut adalah: Jika dua unsur membentuk lebih
dari satu senyawa, maka perbandingan dari massa salah satu unsur tersebut sama, maka
perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat
dan sederhana (Chang, 2010).
Hukum Henry menyatakan bahwa pada sebuah bejana yang berisi air dan udara, bila
tekanan udara ditingkatkan maka akan terjadi pelarutan udara kedalam zat cair tersebut
proporsi seiring dengan peningkatan tekanan udara. Saat tekanan dalam bejana tersebut
sudah cukup tinggi, apabila tekanan udara dikurangi secara perlahan-lahan, maka gas
yang terlarut akan dibebaskan secara perlahan kembali ke udara tanpa membentuk
gelembung udara (suhu konstan). Berarti semakin dalam penyelam menyelam, maka
tekanan hidrostatisnya akan lebih besar dan akan menyebabkan volumenya gas nitrogen
yang terakumulasi semakin besar juga (Christy, 2011).
Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M Raoult (1830-1901)
untuk mempelajari sifat-sifat tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang
bersifat nonvolatil, serta membahas mengenai aktivitas air. Bunyi dari hukum Raoult
adalah: “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut danfraksi
mol zat terlarut yang terkandung dalam larutan tersebut”. Secara matematis ditulis
sebagai:
Plarutan= Xterlarut . Ppelarut
Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan
seperti menghitung jumlah molekul dan memprediksi masa molar suatu zat (Mr). Untuk
larutan yang mengikuti hukum Raoult, interaksi antara molekul individual kedua
komponen sama dengan interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan
semacam ini disebut larutan ideal Tekanan total campuran gas adalah jumlah tekanan
parsial masing-masing komponen sesuai dengan hukum Raoult (Rahmawati, 2012).
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua
atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100
kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang
sangat penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya,
seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul
organik. Titik lebur 0 °C (273.15 K) (32 ºF) Titik didih 100 °C (373.15 K) (212 ºF). Air
juga biasanya sering disebut sebagai zat pelarut universal karena air (H2O) mampu
melarutkan banyak zat-zat kimia (Utami, 2012).
Sifat fisika Alkohol diantaranya Alkohol monohidroksi suku rendah (jumlah atom
karbon 1-4 ) berupa cairan tidak berwarna dan dapat larut dalam air dengan segala
perbandingan. Kelarutan alkohol dalam air makin rendah bila rantai hidrokarbonnya
makin panjang. Makin tinggi berat molekul alkohol, makin tinggi pula titik didih dan
viskositasnya. Alkohol yang mengandung atom karbon lebih dari 12 berupa zat padat
yang tidak berwarna. Alkohol suku rendah tidak mempunyai rasa, akan tetapi
memberikan kesan panas dalam mulut. Sedangkan sifat kimia dari Alkohol adalah
Oksidasi alkohol primer dengan menggunakan natrium bikromat dan asam sulfat akan
menghasilkan suatu aldehida dan air. Oksidasi alkohol sekunder dengan menggunakan
natrium bikromat dan asam sulfat akan menghasilkan suatu keton dan air. Oksidasi
alkohol tersier oleh oksigen akan menghasilkan campuran asam karboksilat, keton,
karbondiokaida dan air. Alkohol bereaksi dengan logam natrium menghasilkan suatu
alkoksida. Hasil samping berupa gas hydrogen. Alkohol bereaksi dengan asam halida
menghasilkan alkil halida dan air. Dehidrasi alkohol dengan suatu asam sulfat akan
menghasilkan alkena dan air (Maulana, 2013).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat-alat
&̵ Labu leher empat
&̵ Kondensor
&̵ Statif dan klem
&̵ Pompa
�̵ Heat mantel
�̵ Bulb
&̵ Alat pengambil sampel
&̵ Gelas kimia 250 mL
&̵ Termometer
&̵ Piknometer
&̵ Neraca analitik
&̵ Pipet tetes
&̵ Gelas ukur 250 mL
&̵ Gelas ukur 250 mL
3.1.2 Bahan-bahan
&̵ Akuades
&̵ Etanol
3.2 Cara Kerja
&̵ Dirangkai alat destilasi lengkap.
&̵ Ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik.
&̵ Dimasukkan akuades ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca
analitik.
&̵ Dikosongkan piknometer.
&̵ Dimasukkan etanol ke dalam piknometer lalu ditimbang dengan neraca analitik.
&̵ Dimasukan etanol sebanyak 200 mL ke dalam labu leher empat dan dipanaskan
hingga suhu setimbang (saat suhu tetap).
&̵ Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer
lalu ditimbang berat piknometer.
&̵ Dikosongkan piknometer.
&̵ Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer
lalu ditimbang berat piknometer.
&̵ Dimasukkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat dan dipanaskan hingga
suhu setimbang (saat suhu tetap).
&̵ Ditampung distilat kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer
lalu ditimbang berat piknometer.
&̵ Dikosongkan piknometer.
&̵ Ditampung residu kedalam gelas kimia dan dimasukkan ke dalam piknometer
lalu ditimbang berat piknometer.
&̵ Diulangi langkah 10-13 hingga 5 kali.
&̵
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
Data Percobaan:
Massa piknometer kosong : 17,78 gram
Massa piknometer + akuades : 26,96 gram
Massa piknometer + etanol : 25,17 gram
Massa akuades : 9,18 gram
Suhu akuades : 30 °C
Suhu penimbangan : 30 °C
Tabel 4.1 Data Kesetimbangan pada Berbagai Variasi Campuran Etanol-Akuades
Volume Akuades
(mL)
Volume Etanol
(mL)
Suhu Kesetimbangan
(oC)
Massa
(gram)
Distilat Residu
0 200 78,5 25,17 25,17
30 200 81 25,3612 25,6836
60 200 82 25,4411 26,0953
90 200 83 25,512 26,3274
120 200 84 25,517 26,3813
150 200 85 25,5447 26,4405
180 200 86 25,5452 26,5931
4.2 Perhitungan
4.2.1 Menghitung densitas (ρ) etanol
maquadest = mpicnometer+aquadest – mpicnometer kosong
= ( 26,96 – 17,78 ) gram
= 9,18 gram
ρ aquadest (30 oC) = 0,995647 g/cm3 (Tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008)
Vaquadest =
maquadest
ρaquadest
=
9,18 gram
0,995647 gram/cm3
= 9,22 cm3
Vpicnometer = Vaquadest = 9,22 cm3
4.2.2 Menghitung persentase larutan etanol
a. Distilat
Massa distilat = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
= ( 25,17 – 17,78 ) gram
= 7,39 gram
Vpicnometer = 9,22 cm3
ρdistilat =
mdistilat
V picnometer
=
7,39 gram
9,22 cm3
= 0,80152 gram/cm3
Tabel 4.2 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)
%wt Etanol 30 oC
92 0,80384
K 0,80152
93 0,80111
Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah
0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =
k - 92 93 - 92
k = 92,85 %
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.3 Data Perhitungan Persentase Distilat
Volume (ml) Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)Aquadest Etanol
0 200 78,5 0,80152 0,9285
30 200 81 0,82226 0,8498
60 200 82 0,83092 0,8153
90 200 83 0,83861 0,7843
120 200 84 0,83915 0,7821
150 200 85 0,84216 0,7698
180 200 86 0,84221 0,7696
b. Residu
Massa residu = mpicnometer+etanol - mpicnometer kosong
= ( 25,17 – 17,78 ) gram
= 7,39 gram
Vpicnometer = 9,22 cm3
ρresidu =
mresidu
V picnometer
=
7,39 gram
9,22 cm3
= 0,80152 gram/cm3
Tabel 4.4 Densitas etanol dalam air (Perry, 2008 tabel 2-111 hal 2-117)
%wt Etanol 30 oC
92 0,80384
K 0,80152
93 0,80111
Pada suhu 30 oC dan ρ = 0,80152 gram/cm3, komposisi etanol adalah
0,80152 - 0,80384 0,80111 - 0,80384 =
k - 92 93 - 92
k = 92,85 %
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.5 Data Perhitungan Persentase Residu
Volume (ml) Suhu
(oC)
Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)Aquadest Etanol
0 200 78,5 0,80152 0,9285
30 200 81 0,85722 0,7077
60 200 82 0,90188 0,5172
90 200 83 0,92705 0,4031
120 200 84 0,93290 0,3749
150 200 85 0,93932 0,3427
180 200 86 0,95641 0,2479
4.2.3 Menghitung fraksi mol larutan etanol
BM aquadest = 18 gram/mol
BM etanol = 46 gram/mol
a. Distilat
ya =
mol etanolmol etanol + mol aquadest
ya =
(% distilatBM etanol )
(% distilatBM etanol )+(1 - % distilat
BM aquadest )
ya =
(0,9285
46 gram/cm3 )(0,9285
46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285
18 gram/cm3 )
ya =
0 , 020
0,020 + 3,972 x 10-3
= 0,836
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.6 Data Fraksi Mol Distilat
Volume (ml) Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(ya)Aquadest Etanol
0 200 0,80152 0,9285 0,836
30 200 0,82226 0,8498 0,689
60 200 0,83092 0,8153 0,633
90 200 0,83861 0,7843 0,587
120 200 0,83915 0,7821 0,584
150 200 0,84216 0,7698 0,567
180 200 0,84221 0,7696 0,566
b. Residu
xa =
mol etanolmol etanol + mol aquadest
xa =
(% residuBM etanol )
(% residuBM etanol )+(1 - % residu
BM aquadest )
xa =
(0,9285
46 gram/cm3 )(0,9285
46 gram/cm3 )+(1 - 0,9285
18 gram/cm3 )
xa =
0 , 020
0,020 + 3,972 x 10-3
= 0,836
Analog dengan perhitungan di atas diperoleh,
Tabel 4.7 Data Fraksi Mol Residu
Volume (ml) Densitas
(gram/cm3)
Persentase
(%)
Fraksi Mol
(xa)Aquadest Etanol
0 200 0,80152 0,9285 0,836
30 200 0,85722 0,7077 0,486
60 200 0,90188 0,5172 0,295
90 200 0,92705 0,4031 0,209
120 200 0,93290 0,3749 0,190
150 200 0,93932 0,3427 0,169
180 200 0,95641 0,2479 0,114
4.2.4 Menghitung koefisien αab
α ab =
ya (1−xa)xa (1− ya)
Pada suhu kesetimbangan 78,5 °C
α ab = 0,836 (1-0,836)0,836 (1-0,836)
= 1
Analog dengan perhitungan di atas maka untuk suhu kesetimbangan yang lain didapat :
Tabel 4.8 Data αab dari Fraksi Mol Distilat (ya) dan Fraksi Mol Residu (xa)
T ( oC ) ya xa α ab
78,5 0,836 0,836 1
81 0,689 0,486 2,343
82 0,633 0,295 4,122
83 0,587 0,209 5,739
84 0,584 0,190 5,985
85 0,567 0,169 6,439
86 0,566 0,114 10,136
4.3 Grafik
4.3.1 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)
Frak
si M
ol E
tano
l Fas
e Ua
p (y
a)
Gambar 4.1 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya)
4.3.2 Grafik fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 175
80
85
90
95
100
xa, ya
Suhu
(oC)
Gambar 4.2 Grafik fraksi mol etanol fase cair dan uap (xa, ya) dan suhu kesetimbangan
4.3.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan
0 2 4 6 8 10 1276
78
80
82
84
86
88
αab
Suhu
(oC)
Gambar 4.3 Grafik koefisien αab dan suhu kesetimbangan
4.4 Pembahasan
Kesetimbangan fasa (uap-cair) dipengaruhi oleh suhu dan komposisi dari larutan yang
digunakan. Dalam percobaan ini larutan yang digunakan adalah akuades dan etanol
95%, dimana titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan akuades. Prinsip
percobaan yang dilakukan yaitu perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis
suatu pelarut atau zat dimana saat titik didih terjadi, akan dapat kembali menjadi cair
setelah menguap, serta kecetapan saat larutan menguap sama dengan kecepatan pada
saat zat atau larutan itu kembali ke fase cairan.
Pada percobaan kesetimbangan fasa, terlebih dahulu ditentukan densitas akuades.
Pertama, diukur suhu akuades dengan termometer dan didapatkan hasil 30 °C, maka
densitas akuades didapat dari tabel 2-30 hal 2-96, Perry 2008 pada suhu 30 °C yaitu
0,995647 g/cm3. Langkah selanjutnya yaitu menghitung volume akuades. Pertama,
ditimbang piknometer kosong dengan neraca analitik dan didapatkan hasil 17,78 gram.
Kemudian piknometer diisi dengan akuades lalu ditimbang dan didapatkan hasil 26,96
gram sehingga massa akuades didapat dengan mengurangi nilai massa piknometer berisi
akuades dengan nilai massa piknometer kosong (26,96 – 17,78)gram yaitu 9,18 gram.
Volume akuades dihitung dengan menggunakan rumus V = m/ρ (9,18gram/0,995647
g/cm3) = 9,22 cm3.
Selanjutnya, dimasukkan 200 mL etanol ke dalam labu leher empat, lalu dipanaskan
hingga suhu setimbang yaitu pada suhu 78,5 °C. Kemudian ditampung destilat dan
residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer.
Massa destilat yang didapat yaitu 25,17 gram dan massa residu yang didapat yaitu 25,17
gram. Lalu ditambahkan akuades sebanyak 30 mL kedalam labu leher empat dan
dipanaskan hingga suhu setimbang yaitu 81 °C. Kemudian ditampung destilat dan
residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya dengan piknometer.
Massa destilat yang didapat yaitu 25,3612 gram dan massa residu yang didapat yaitu
25,6836 gram. Ditambahkan 30 mL akuades ke dalam labu leher empat, kemudian
ditampung destilat dan residu pada gelas kimia yang berbeda dan dihitung massanya
dengan piknometer dan dilakukan hingga 5 kali sehingga didapatkan hasil suhu
setimbang 82 °C, 83 °C, 84 °C 85 °C, 86 °C, massa destilat yang didapat yaitu 25,4411
gram, 25,512 gram, 25,517 gram, 25, 5447 gram, 25,5452 gram dan massa residu yang
didapat yaitu 26,0963 gram, 26,3274 gram, 26,3813 gram, 26,4405 gram dan 26,5981
gram.
Berdasarkan data hasil percobaan, maka dapat dihitung densitas destilat yaitu 0,80152
gram/cm3, 0,82226 gram/cm3, 0,83092 gram/cm3, 0,83861 gram/cm3, 0,83915
gram/cm3, 0,84216 gram/cm3 dan 0,84221 gram/cm3. Persentase destilat yaitu 0,9285,
0,8498, 0,8153, 0,7843, 0,7821, 0,7698 dan 0,7696. Densitas residu yaitu 0,80152
gram/cm3, 0,85722 gram/cm3, 0,90188 gram/cm3, 0,92705 gram/cm3, 0,93290
gram/cm3, 0,93932 gram/cm3 dan 0,95641 gram/cm3. Persentase residu yaitu 0,9285,
0,7077, 0,5172, 0,4031, 0,3749, 0,3427 dan 0,2479. Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836,
0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566. Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486,
0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114. Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985,
6,439 dan 10,136.
Dari hasil yang didapatkan dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya volume etanol
pada campuran, maka suhu kesetimbangan pun akan semakin naik. Hal itu karena
penambahan volume etanol tidak melebihi volume akuades yang titik didihnya lebih
tinggi daripada etanol, jika penambahan etanol hingga melebihi volume akuades maka
suhu kesetimbangan akan menurun. Karena suhu kesetimbangan semakin naik, maka
massa destilat dan residu juga semakin naik sesuai rumus gas ideal, suhu berbanding
lurus dengan massa (PV = nRT), karena nilai massa destilat dan residu semakin naik
maka nilai densitasnya juga semakin naik (ρ = m/V). Penambahan volume etanol pada
campuran menyebabkan fraksi mol destilat semakin naik, sedangkan fraksi mol
residunya semakin berkurang karena kemampuan menguap larutan semakin cepat, maka
nilai koefisien αab juga semakin besar.
Faktor kesalahan dari percobaan yang dilakukan yaitu, ketika menampung destilat dan
residu pada gelas kimia kurang ditutup rapat sehingga kemungkinan adanya etanol yang
menguap sehingga hasil yang didapatkan kurang akurat.
Titik azeotrop merupakan titik dimana ketika campuran dididihkan, maka fasa uap yang
dihasilkan memiliki komposisi yang sama dengan fasa cairnya. Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan titik azeotrop berada pada suhu 78,5 °C, dengan komposisi
destilat dan residu sama yaitu 0,836.
Berdasarkan perhitungan J.W. Gibbs tentang aturan fase yang menunjukkan hubungan
umum antara derajat kebebasan (F), jumlah komponen (C), dan jumlah fase pada
kesetimbangan (P) untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang, yaitu:
F = C + 2 – P
Berdasarkan hasil percobaan dengan C = 2 (etanol dan air), P = 2 (uap dan air) maka
nilai derajat kebebasan (F) = 2. Karena nilai F = 2 maka untuk menyatakan
kesetimbangan uap-cair dari campuran etanol-air dibutuhkan 2 variabel yang diketahui
misalkan suhu dan tekanan, atau suhu dan komposisi.
Pada percobaan yang dilakukan, grafik yang dihasilkan berbeda dengan grafik pada
teori. Berikut perbandingan grafik 4.3.1 dengan grafik teori.
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)
Frak
si M
ol E
tano
l Fas
e Ua
p (y
a)
4.4 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan
percobaan
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 0.900 1.000
Fraksi Mol Etanol Fase Cair (xa)
Frak
si M
ol E
tano
l Fas
e Ua
p (y
a)
Sumber data: tabel A.3-23, Geankoplis hal 990
4.5 Grafik fraksi mol etanol fase cair (xa) dan fraksi mol etanol fase uap (ya) berdasarkan teori
Dari grafik 4.4 dan 4.5 dapat dilihat perbedaan yang cukup besar. Pada grafik 4.1
menghasilkan kurva yang tidak teratur sedangkan pada grafik 4.2 menghasilkan kurva
yang teratur. Hal tersebut disebabkan kemungkinan karena jenis etanol yang digunakan
berbeda, pada percobaan menggunakan etanol 95% sedangkan pada teori mungkin saja
menggunakan etanol murni.
Karena grafik fraksi mol destilat dan residu pada hasil percobaan dan teori berbeda,
maka secara otomatis grafik suhu kesetimbangan dan koefisien αab juga berbeda karena
fraksi mol, suhu kesetimbangan dan koefisien αab saling berkaitan sehingga apabila 1
variabel saja berbeda, pasti akan menghasilkan grafik yang berbeda dengan teori yang
ada.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Suhu kesetimbangan etanol-akuades yaitu 78,5 °C, 81 °C, 82 °C, 83 °C, 84 °C, 85
°C dan 86 °C.
Fraksi mol destilat (ya) yaitu 0,836, 0,689, 0,633, 0, 587, 0,584, 0,567 dan 0,566.
Fraksi mol residu (xa) yaitu 0,836, 0,486, 0,295, 0,209, 0,190, 0,169 dan 0,114.
Koefisien αab yaitu 1, 2,343, 4,122, 5,739, 5,985, 6,439 dan 10,136.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum selanjutnya digunakan bahan yang lebih bervariasi,
misalnya campuran air dengan metanol agar lebih memahami kesetimbangan fase dari
berbagai jenis campuran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bresnick, Stephen. 2002. Intisari Kimia Umum. Jakarta : Erlangga.
2. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
3. Syukri.1999. Kimia Dasar Jilid 2.Bandung: UI Press
4. Cristy. Dina. 2011. Hukum Henry. http//dinachristy.wordpress.com/t2011/hukum-
henry.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.00 WITA.
5. Maulana. Puri. Sifat Fisika dan Kimia Alkohol. 2013.
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/09/sifat-fisika-dan-sifat-kimia-
alkohol.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 19.05 WITA.
6. Rahmawati. Yuli. 2012. Hukum Raoult.
http://kpyulirahmawati.blogspot.com/hukum-raoult.html. Diakses tanggal 28 April
2015 pukul 17.05 WITA.
7. Reza. Gusti. 2013. Destilasi. http://gustireza.blogspot.com/2013/destilasi.html.
Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.05 WITA.
8. Utami. Wahyu. 2012. Sifat Fisika dan Kimia Air. 2012.
https://atiniwahyuutami09303241038.wordpress.com/2012/12/25/sifat-fisika-dan-
kimia-air.html. Diakses tanggal 28 April 2015 pukul 17.30 WITA.
top related