dinkes.sumutprov.go.iddinkes.sumutprov.go.id/common/upload/profil kes prov...k a t a p e n g a n t a...
Post on 24-Oct-2020
0 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
K A T A P E N G A N T A R
Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayah-Nya, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 ini dapat diselesaikan dan diterbitkan. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara ini menggambarkan hasil pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama tahun 2016 oleh pelaksana program kesehatan yaitu Dinas Kesehatan & RSUD Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan UPT serta Departemen Kesehatan RI.
Sumber data dalam penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara adalah dari Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, RSUD Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi & UPT, dari Badan Pusat Statistik (BPS) serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)Provinsi Sumatera Utara. Data yang diperoleh lebih dahulu didiskusikan dan dibahas dengan pelaksana program terkait, baik melalui koordinasi maupun pertemuan khusus pemutakhiran data.
Sesuai dengan tujuannya Profil Kesehatan ini diharapkan menjadi salah satu bahan/sumber data dan informasi dalam penyusunan kebijakan atau pengambilan keputusan serta perencanaan di dalam pembangunan kesehatan terutama untuk meningkatkan keterpaduan, efektifitas dan efisiensi, dengan demikian pembangunan kesehatan yang dilaksanakan lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk mendorong pertumbuhan kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 ini tentu masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan, agar Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun-tahun selanjutnya lebih sempurna lagi.
Medan, Oktober 2017 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara,
Drs. Agustama, Apt, M.Kes Pembina Utama Muda NIP. 195908111989021001
-
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GRAFIK v
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. GAMBARAN UMUM 2.1. LOKASI DAN KEADAAN GEOGRAFIS 3 2.2. KEPENDUDUKAN 6
2.3. SOSIAL DAN BUDAYA 2.3.1. Pendidikan 8 2.3.2. Agama 9
2.3.3. Ketenagakerjaan 9 2.4. KEADAAN LINGKUNGAN
2.4.1. Rumah Sehat 10
2.4.2. Persentase Rumah Tangga Memiliki Akses terhadap Air 11
Minum
2.4.3. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Sarana 13
Pembuangan Kotoran/Tinja/BAB
2.4.4. Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat 15
2.5. KEADAAN PERILAKU SEHAT 17
BAB III. SITUASI DERAJAT KESEHATAN
3.1. MORTALITAS (ANGKA KEMATIAN) 18
3.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB) 18
3.1.2. Angka Kematian Balita (AKABA) 19
3.1.3. Angka Kematian Ibu (AKI) 19
3.1.4. Umur Harapan Hidup (UHH) 21
3.2. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN) 23
3.2.1. Penyakit Menular 28
3.3. STATUS GIZI MASYARAKAT 34
3.3.1. Balita dengan KEP 34
3.3.2. Anemia Gizi Besi (AGB) 34
3.3.3. Kurang Vitamin A (KVA) 35
3.3.4. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) 37
BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN 4.1. Visi Pembangunan Kesehatan Daerah 38
4.2. Misi Pembangunan Kesehatan Daerah 38
4.3 Tujuan Jangka Pelayanan Dinkes Provsu 40
4.4. Program Pembangunan Kesehatan Daerah 41
4.4.1. Pelayanan Kesehatan Dasar 41
-
ii
1. Pelayanan Kesehatan Ibu & Anak 41
2. Pelayanan Keluarga Berencana 46
3. Pelayanan Imunisasi 48
4.4.2. Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Penunjang 49
1. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit 49
2. RS Dengan Kemampuan Gawat Darurat 51
3. RS yg menyelenggarakan 4 Yankes Spesialistik Dasar 51
4. Ketersediaan Obat dan Vaksin 52
5. Pelayanan Kesehatan JPK Bagi Masyarakat Miskin 52
4.4.3 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 53
1. Pengendalian Penyakit Polio 53
2. Pengendalian TB Paru 53
3. Pengendalian Penyakit ISPA 53
4. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS & PMS 55
5. Pengendalian Penyakit DBD 57
6. Pengendalian Penyakit Malaria 58
7. Pengendalian Penyakit Kusta 58
8. Pengendalian Penyakit Diare & Kecacingan 59
9. Pengendalian Penyakit Filaria 60
10.Pengendalian Penyakit Rabies 61
11. Pengendalian Penyakit Flu Burung 61
4.4.4. Perbaikan Gizi Masyarakat 62
1. Pemberian Kapsul Vit A 62
2. Cakupan ASI Eksklusif 62
3. Pemberian Tablet Besi (Fe) 63
BAB V. SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
5.1. SARANA KESEHATAN 65
5.1.1. Pelayanan Kesehatan di Puskesmas 65
5.1.2. Rumah Sakit 66
5.1.3. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat 67
5.2. TENAGA KESEHATAN 69
5.2.1. Persebaran SDM Kesehatan 69
5.2.2. SDM Kesehatan di RS 71
5.2.3. SDM Kesehatan di Puskesmas 71
5.3. PEMBIAYAAN KESEHATAN
72 5.3.1. Pembiayaan Kesehatan Oleh Pemerintah 72
5.3.2. Pembiayaan Kesehatan Oleh Masyarakat 74
5.4. MANAJEMEN KESEHATAN 74
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 76
6.1. Kesimpulan 76
6.2. Saran-saran 78
-
iii
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Ketinggian Kabupaten/Kota dari Permukaan Laut di Sumatera Utara
Tabel 2.2 : Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
Tabel 2.3 : Persentase rumah tangga berdasarkan jenis sumber air untuk keperluan
rumah tangga menurut kabupaten/kota, Sumatera Utara 2016
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 3.1
:
:
:
Jumlah dan Jenis Sarana Air Minum di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2016
Persentase Rumah Tangga meurut Tempat Pembuangan Tinja
berdasarkan Kab/Kota Tahun 2016
Prakiraan Angka Harapan Hidup (AHH) menurut Kab/Kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2011 – 2016
Tabel 4.1 : Pencapaian BOR, LOS, TOI di RSUD Provinsi Sumatera Utara Tahun
2016
Tabel 5.1 : Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2016
Tabel 5.2 : Jumlah Posyandu menurut Strata di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2012 – 2016
Tabel 5.3 : Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio Tenaga Kesehatan per 100.000
penduduk di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
-
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 : Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 1961 – 2016
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
:
:
:
:
:
Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Persentase Angkatan Kerja 15 Tahun keatas berdasarkan Pendidikan
Tertinggi Yang ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 s/d 2013
Penduduk dengan Akses Jenis Tempat Pembuagan Tinja (Jamban) di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Jumlah Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan
(TPM) Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014-2016
Persentase Rumah Tangga ber PHBS di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2010-2016
Grafik 3.1 : Angka Kematian Bayi (AKB)/Infant Mortality Rate (IMR) di Provinsi
Sumatera Utara Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Tahun 1971-2010.
Grafik 3.2 : Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup di Sumatera Utara
Tahun 2009 – 2016
Grafik 3.3 : Estimasi Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH) di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2013 – 2016
Grafik 3.4 : Cakupan Penemuan Kasus ISPA pada Balita Tahun 2012 – 2016
Grafik 3.5 : Angka Penemuan Kasus (CNR) TB Paru BTA (+) Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2016
Grafik 3.6 : Angka Success Rate TB Paru BTA (+) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2016
Grafik 3.7 : AFP Rate (Non Polio) Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016.
Grafik 3.8 : Jumlah Kasus HIV/AIDS di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2016.
Grafik 3.9 : Kasus Campak Berdasarkan Kab/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2014-2016.
-
v
Grafik 3.10 : Angka Kasus (IR) dan Angka Kematian (CFR) DBD di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2010-2016
Grafik 3.11 : Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2011 – 2016.
Grafik 3.12
: Persentase Pemberian Vitamin A pada Anak Balita di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016
Grafik 4.1 : Persentase Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2016
Grafik 4.2 : Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
Grafik 4.3 : Persentase KN1 dan KN3 Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2016
Grafik 4.4 : Proporsi Jenis Alat Konstrasepsi yang Digunakan Peserta KB Aktif Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2016.
Grafik 4.5 : Persentase Cakupan Program Imunisasi Rutin BCG, DPT1, HB1, DPT3-HB3
dan Campak di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2016.
Grafik 4.6 : Jumlah Penduduk Miskin Terlindungi Pemeliharaan Kesehatannya di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-2016
Grafik 4.7 : Persentase Pemberian ASI Ekslusif di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011-
2016.
Grafik 5.1 : Proporsi SDM Kesehatan pada Instansi Pelayanan Kesehatan di Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2016
Grafik 5.2 : Proporsi Anggaran Kesehatan berdasarkan Sumbernya di Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016
Grafik 5.3 : Pembiayaan Kesehatan berdasarkan Sumber di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2006-2016.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu referensi yang dapat
digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan terhadap pencapaian hasil pembangunan
kesehatan, termasuk kinerja pencapaian pelayanan bidang kesehatan yang dilaksanakan
Pemerintah Kabupaten dan Kota serta Provinsi.
Profil Kesehatan Provinsi disusun berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota dan
hasil pembangunan kesehatan yang diselenggarakan provinsi termasuk lintas sektor terkait,
yang diterbitkan secara berkala setiap setahun sekali. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Utara Tahun 2016 berisikan data dan informasi kesehatan periode Januari s/d Desember
2016 yang proses penyusunannya dilakukan dalam 2 (dua) tahapan, yakni tahap
pengumupulan lampiran tabel-tabel (draft profil) dan tahap penyusunan narasi dan lampiran-
lampiran (finalisasi).
Proses penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016, senantiasa
dilakukan penyempurnaan dari segi materi, analisis maupun bentuk tampilan (tamplate)
sesuai masukan, saran dan kritik yang membangun dari Bidang-bidang dan UPT pada Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan para pembaca/pengguna
data/informasi lainnya, hingga Profil Kesehatan yang akan diterbitkan diharapkan dapat
bermanfaat untuk memantau dan mengevaluasi hasil pembangunan kesehatan di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota, serta bagi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
bagi para penentu kebijakan (evidence based decision making).
Selain itu, Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara juga dapat digunakan sebagai
sarana penyedia data dan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan pelaksanaan program kesehatan di kabupaten/kota berdasarkan PP No 20 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai
amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dimana kesehatan menjadi
Urusan Wajib Pemerintah Daerah sesuai Bab IV, Bagian Ke-tiga, Pasal (11).
-
2
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 disusun dalam 6 (enam)
bab yakni :
BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan
diterbitkannya Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara serta sistematika penyajiannya.
BAB II : GAMBARAN UMUM. Berisi tentang gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
yang meliputi letak geografis, demografis, tingkat pendidikan, ekonomi dan informasi umum
lainnya. Disamping itu pada bab ini juga dibahas faktor lingkungan dan perilaku penduduk
yang terkait kesehatan.
BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN. Bab ini berisi uraian tentang pencapaian
indikator angka kematian (mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan angka status gizi
masyarakat.
BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN. Bab ini berisi uraian tentang upaya
pelaksanaan program pembangunan bidang kesehatan yang meliputi pencapaian program
pelayanan kesehatan dasar, pencapaian pelayanan kesehatan rujukan, pencapaian upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit dan upaya perbaikan gizi masyarakat.
BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN. Bab ini menguraikan tentang sumber
daya pembangunan bidang kesehatan yang meliputi ketenagaan, sarana-prasarana dan
fasilitas kesehatan serta pembiayaan kesehatan.
BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN. Bab ini menyajikan hal-hal penting yang
perlu mendapatkan perhatian dan penelaahan lebih lanjut pencapaian pembangunan
kesehatan serta saran-saran untuk perbaikan kedepan.
LAMPIRAN : Terdiri dari rekapitulasi hasil pencapaian Pembangunan Kesehatan Kabupaten
dan Kota yang dikelompokkan dalam 81 tabel dan secara keseluruhan diharapakn dapat
menggambarkan Indikator Kabupaten Sehat dan Pencapaian Indicator Kinerja Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di Provinsi Sumatera Utara.
-
3
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1. Lokasi dan Keadaan Geografis
Provinsi Sumatera Utara berada pada bagian barat wilayah Indonesia, terletak pada garis
10 – 40 Lintang Utara, dan 980 – 1000 Bujur Timur. Berbatasan dengan daerah perairan dan laut,
serta dua provinsi di Indonesia serta negara tetangga, yaitu sebelah Utara perbatasan dengan
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), sebelah Timur dengan Negara Malaysia melalui
selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di
sebelah Barat berbatasan dengan laut lepas bebas Samudera Hindia.
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km2 yang terdiri dari daratan
Pulau Sumatera dan Kepulauan Nias, Pulau-Pulau Batu, serta pulau-pulau kecil yang berada di
bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas wilayah
kabupaten/kota di Sumatera Utara diketahui terbesar adalah wilayah Kabupaten Langkat yaitu
6.262,00 km2 atau sekitar 8,58% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Selanjutnya Kabupaten
Mandailing Natal dengan luas 6.134,00 km2 (8,40%), Kabupaten Tapanuli Selatan 6.030,47 km2a
atau (8,26%). Sedangkan luas daerah paling kecil adalah wilayah Kota Tebing Tinggi yang
hanya seluas 31,00 km2 atau sekitar 0,04% dari total luas wilayah Sumatera Utara. Sedangkan,
berdasarkan letak dan kondisi alam, wilayah Sumatera Utara dapat disatukan dalam 3 (tiga)
kelompok wilayah yaitu wilayah Pantai Barat, Dataran Tinggi dan Pantai Timur.
Administratif Pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016, terdiri dari 33
Pemerintahan Kab/Kota yang terbagi menjadi 8 kota dan 25 Kabupaten dengan jumlah
kecamatan sebanyak 440 kecamatan serta 6.112 desa/kelurahan. Provinsi Sumatera Utara
beriklim tropis dengan kisaran suhu antara 150C – 330C, mempunyai 2 musim yakni kemarau
Bulan Januari s/d Juli dan musim hujan pada Agustus s/d Desember, serta diantara kedua musim
tersebut diselingi oleh musim pancaroba. Adapun letak ketinggian daerah dari permukaan laut
untuk masing – masing kabupaten/kota adalah sebagai berikut :
-
4
Tabel 2.1
Ketinggian Kabupaten/Kota dari Permukaan Laut di Sumatera Utara
NO NAMA KABUPATEN/KOTA KETINGGIAN DARI
PERMUKAAN LAUT
1 Gunung Sitoli 0 - 600 m
2 Padang Sidempuan 260 - 1.100 m
3 Binjai 0 - 28 m
4 Medan 2,5 - 37,5 m
5 Tebing Tinggi 26 - 34 m
6 Pematang Siantar 400 - 500 m
7 Tanjung Balai 0 - 3 m
8 Sibolga 0 - 50 m
9 Nias Barat 0 - 800 m
10 Nias Utara 0 - 478 m
11 Labuhan Batu Utara 0 - 700 m
12 Labuhan Batu Selatan 0 - 500 m
13 Padang Lawas 0 - 1.915 m
14 Padang Lawas Utara 0 - 1.915 m
15 Batubara 0 - 50 m
16 Serdang Bedagai 0 - 500 m
17 Samosir 904 - 2.157 m
18 Pakpak Bharat 700 - 1.500 m
19 Humbang Hasundutan 330 - 2.075 m
20 Nias Selatan 0 - 800 m
21 Langkat 0 - 1.200 m
22 Deli Serdang 0 - 500 m
23 Karo 120 - 1.420 m
24 Dairi 400 - 1.600 m
25 Simalungun 0 - 369 m
26 Asahan 0 - 1.000 m
27 Labuhan Batu 0 - 700 m
28 Toba Samosir 900 - 2.200 m
29 Tapanuli Utara 150 - 1.700 m
30 Kabupaten Tapanuli Tengah 0 - 1.266 m
31 Tapanuli Selatan 0 - 1.915 m
32 Mandailing Natal 0 - 1.000 m
33 Nias 0 - 800 m
Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017
-
5
Tabel 2.2
Luas Daerah menurut Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
NO NAMA KAB/KOTA LUAS / AREA
(Km2) RASIO
(%)
1 Nias 1.842,51 2,52
2 Mandailing Natal 6.134,00 8,40
3 Tapanuli Selatan 6.030,47 8,26
4 Tapanuli Tengah 2.188,00 3,00
5 Tapanuli Utara 3.791,64 5,20
6 Toba Samosir 2.328,89 3,19
7 Labuhan Batu 2.156,02 2,95
8 Asahan 3.702,21 5,07
9 Simalungun 4.369,00 5,99
10 Dairi 1.927,80 2,64
11 Karo 2.127,00 2,91
12 Deli Serdang 2.241,68 3,07
13 Langkat 6.262,00 8,58
14 Nias Selatan 1.825,20 2,50
15 Humbang Hasundutan 2.335,33 3,20
16 Pakpak Bharat 1.218,30 1,67
17 Samosir 2.069,05 2,84
18 Serdang Bedagai 1.900,22 2,60
19 Batu Bara 922,20 1,26
20 Padang Lawas Utara 3.918,05 5,37
21 Padang Lawas 3.892,74 5,33
22 Labuhan Batu Selatan 3.596,00 4,93
23 Labuhan Batu Utara 3.570,98 4,89
24 Nias Utara 1.202,78 1,65
25 Nias Barat 473,73 0,65
71 Sibolga 41,31 0,06
72 Tanjung Balai 107,83 0,15
73 Pematang Siantar 55,66 0,08
74 Tebing Tinggi 31,00 0,04
75 Medan 265,00 0,36
76 Binjai 59,19 0,08
77 Padang Sidempuan 114,66 0,16
78 Gunung Sitoli 280,78 0,38
Sumatera Utara 72.981,23 100,00 Sumber : SUDA-BPS Sumatera Utara 2017
2.2. Kependudukan
-
6
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat terbesar dalam jumlah penduduknya di
Indonesia setelah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Berdasarkan Data BPS
Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 tercatat memiliki jumlah penduduk 14.102.911 jiwa terdiri
dari 7.037326 jiwa laki-laki dan 7.065.585 jiwa perempuan, dengan sex ratio sebesar 99,60 dan
rata-rata kepadatan penduduk 193 per km2 .
Tingkat kepadatan penduduk yang umumnya tinggi terdapat di wilayah perkotaan.
Adapun Kota dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Medan yakni sebesar 8.412,96
jiwa per km2, disusul Tebing Tinggi dengan kepadatan penduduk 5.125,87 jiwa per km2 dan
Kota Binjai dengan kepadatan penduduk sebesar 4.540,69 jiwa per km2. Sedangkan wilayah
dengan kepadatan penduduk tergolong rendah adalah Kabupaten Pakpak Bharat sebesar 38,09
jiwa per km2, disusul dengan Kabupaten Tapanuli Selatan 45,92 jiwa per km2 dan Kabupaten
Samosir 60,17 jiwa per km2. Perincian jumlah penduduk dan angka kepadatan penduduk per
kabupaten/kota selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tabel 1 Profil Kesehatan ini.
Rata-rata jumlah anggota keluarga di Sumatera Utara pada tahun 2016 adalah sebesar
4,28 per KK yang berarti rata-rata setiap keluarga memiliki 4-5 anggota keluarga. Adapun
Sebaran kabupaten/kota dengan rata-rata jumlah anggota keluarganya paling banyak adalah
terjadi di Kabupaten Nias Barat yaitu 5,07 dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Karo yaitu
3,71 orang. Adapun distribusi jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara per tahun berdasarkan
data tahun 1961 s/d 2016 adalah seperti digambarkan pada grafik (2.1) di bawah ini.
Grafik 2.1.
Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara Tahun 1961 – 2016
-
7
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk di Sumatera Utara mengalami
perkembangan jumlah setiap tahunya antara 100 – 200 ribu jiwa per tahunnya. Sedangkan
distribusi jumlah penduduk tahun 2016 (14.102.911 jiwa) dapat dilihat distribusinya menurut
kelompok umur seperti digambarkan dengan komposisi pada grafik (2.2) berikut ini.
Grafik 2.2.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Komposisi penduduk Sumatera Utara menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa
penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 31,81%, yang berusia produktif (15-64 tahun)
sebesar 64,06% dan yang berusia tua (>65 tahun) sebesar 4,14%. Dengan demikian maka Angka
Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Sumatera Utara tahun 2016 sebesar 56,11%.
Angka ini mengalami penurunan 0,26% bila dibandingkan dengan DR tahun 2015 yakni sebesar
56,37%.
Permasalahan kesehatan umumnya sangat dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi
masyarakat. Sejak terjadinya krisis moneter tahun 1998 jumlah penduduk miskin meningkat
secara drastis hingga mencapai 30,77%. Walaupun demikian jumlah penduduk miskin kemudian
dapat diturunkan secara signifikan tahun 1999. Data terakhir menunjukkan bahwa jumlah
penduduk miskin tahun 2012 terus menurunan dari 1.490.900 jiwa atau 11,31% menjadi
1.378.400 jiwa (10,41%) pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin
sebesar 1.416.400 (10,39%), Serta pada September 2015 diketahui bahwa jumlah masyarakat
-
8
miskin tercatat sebesar 1.508.100 jiwa (10,79%). Sedang pada September 2016 menurun menjadi
1.452.500 jiwa (10,27%).
2.3. Sosial Budaya
2.3.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang kerap ditelaah untuk mengukur tingkat
pembangunan manusia pada suatu negara. Pendidikan juga diketahui berkontribusi terhadap
perubahan perilaku masyarakat. Pendidikan menjadi pelopor utama dalam rangka penyiapan
sumber daya manusia dan merupakan salah satu aspek pembangunan yang merupakan syarat
mutlak dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk meningkatkan peran
pendidikan dalam pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan, salah satunya
dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam
mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.
Peningkatan kualitas dan partisipasi sekolah bagi penduduk tentunya harus diimbangi
dengan penyediaan fasilitas dan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang memadai. Di
tingkat pendidikan dasar, jumlah Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidiyah (MI) pada tahun 2016
terdapat sebanyak 9.528 unit dengan jumlah guru 109.204 orang, murid sebanyak 1.745.715 orang
sehingga ratio murid SD terhadap sekolah sebesar 183 murid/sekolah.
Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)/Madrasah Tsnawiyah (MTs) terdapat
sebanyak 2.419 sekolah dengan jumlah guru 41.638 orang dan jumlah murid yang tercatat
sebanyak 662.538 orang, dengan demikian ratio murid SLTP terhadap sekolah adalah sebesar 274
per sekolah. Pada tahun yang sama (2016) jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA)/Madrasah Aliyah (MA) sebanyak 1.016 sekolah dengan jumlah guru 21.520 orang dan
jumlah murid 359.363, dengan demikain ratio murid terhadap sekolah adalah sebesar 354 murid
per sekolah. Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga diketahui terdapat 911 unit dengan
jumlah guru 18.141 orang dan jumlah murid 285.026 orang (ratio murid terhadap sekolah : 313
murid/sekolah). Sedangkan jumlah perguruan tinggi swasta pada tahun 2016 adalah sebanyak 264
PTS, yang terdiri dari 33 universitas, 95 Sekolah Tinggi, 5 Institut, 115 Akademi dan 16 Politeknik
(SUDA 2017) dengan jumlah dosen seluruhnya 5.492 orang (dosen tetap & tdk tetap) dengan
jumlah mahasiswa sebanyak 271.782 orang. Ratio mahasiswa terhadap dosen masih relative tinggi
yaitu sebesar 28 mahasiswa per dosen.
-
9
2.3.2. Agama
Sesuai dengan falsafah negara pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan
masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin menghambat kemajuan
pembangunan bangsa. Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, sarana ibadah umat beragama juga
mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dan pada tahun 2016, jumlah Mesjid di Sumatera Utara
terdapat sebanyak 10.818 unit, Langgar/Musollah 6.235 unit, Gereja Protestan 12.401 unit,
Gereja Katolik 2.138 unit, Kuil 82 unit, Wihara 353 unit dan Klenteng 83 unit. (SUDA 2017).
2.3.3. Ketenagakerjaan
Pada tahun 2016 di Sumatera Utara angkatan kerja berumur 15 tahun keatas sebagian
besar adalah tamatan SMA (36,28%). Selanjutnya angkatan kerja yang berpendidikan setingkat
SMP 21,23% dan SD kebawah 31,12%, sisanya sebesar 11,38% berpendidikan Diploma I,II,III
& IV serta Universitas (SUDA 2017) seperti dapat dilihat pada grafik berikut ini..
Grafik 2.3
Persentase Angkatan Kerja 15 Tahun keatas berdasarkan pendidikan tertinggi
yang ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Sumber : BPS Sumatera Utara; SUDA 2017
Adapun jika dilihat dari status pekerjaan utama maka lebih sepertiga (36,27%) penduduk
berusia 15 tahun ke atas bekerja menjadi buruh atau karyawan, 20,24% adalah pekerja keluarga,
-
10
buruh tidak tetap sebesar 16,60%, penduduk yang bekerja mandiri tanpa bantuan orang lain
sebesar 15,80%. Hanya 3,75% penduduk Sumatera Utara yang dilaporkan menjadi pengusaha
dengan mempekerjakan buruh tetap/karyawan.
Jumlah penduduk keadaan sampai dengan Agustus 2016 yang merupakan angkatan kerja
sebanyak 6.362.909 jiwa, terdiri dari 5.991.229 jiwa terkategori bekerja dan sebesar 371.680
ribu jiwa terkategorikan pengangguran. Berdasarkan lapangan usaha, penduduk Sumatera Utara
yang terbanyak adalah bekerja di sektor pertanian (perkebunan, perikanan dan peternakan) yaitu
44,50%, kemudian diikuti di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,23%, jasa yanb
meliputi perorangan, perusahaan dan pemerintahan sebesar 15,46%, Sedang di sektor industri
hanya sekitar 7,26%, selebihnya bekerja disektor penggalian dan pertambangan, sektor
kelistrikan, gas dan air minum, bangunan, angkutan dan komunikasi serta sektor keuangan
(SUDA, 2017).
2.4 Keadaan Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang mendapatkan perhatian khusus dalam
menilai kondisi kesehatan masyarakat, variabel lainnya adalah faktor perilaku, pelayanan
kesehatan dan genetik. Keempat variable di atas dapat menentukan baik buruknya status derajat
kesehatan masyarakat. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, berikut ini disajikan
beberapa indikator seperti Persentase Rumah Sehat, persentase rumah tangga memiliki akses
terhadap air minum, persentase rumah tangga menurut sumber air minum yang digunakan,
persentase rumah tangga yang memiliki sarana penampungan akhir kotoran/tinja/BAB.
2.5.1. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah merupakan bangunan rumah tinggal yang memenuhi persyaratan
kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai
rumah tidak terbuat dari tanah.
Ukuran rumah yang relatif kecil dan dihuni berdesak-desakan dapat mempengaruhi
tumbuh kembang mental atau jiwa anak-anak. Anak-anak sebenarnya memerlukan lingkungan
bebas, tempat bermain luas yang akan mampu mendukung daya kreativitasnya. Dengan kata lain,
rumah bila terlampau padat maka dapat menjadi media yang cocok untuk terjadinya penularan
penyakit seperti penyakit saluran nafas juga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
-
11
Kepadatan hunian diperoleh dengan cara membagi jumlah anggota rumah tangga dengan
luas lantai rumah dalam meter persegi (m2). Hasil perhitungan dikategorikan sesuai kriteria
Permenkes tentang rumah sehat, yaitu memenuhi syarat bila memiliki ukuran ≥8 m2/kapita
(tidak padat) dan tidak memenuhi syarat bila
-
12
Tabel 2.3
Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum berdasarkan Kabupaten/Kota
Tahun 2016
No NAMA KAB/KOTA
Air
Kema
san
Ledeng
Pompa
Sumur Mata
Air
Lainnya
(Sungai,
hujan)
1 Nias 3,51 0,56 0,24 61,94 29,72 4,03
2 Mandailing Natal 10,34 1,45 5,98 44,31 30,28 7,63
3 Tapanuli Selatan 3,89 4,44 3,67 28,22 53,99 5,79
4 Tapanuli Tengah 9,84 15,02 0,77 22,40 46,82 5,15
5 Tapanuli Utara 0,86 15,89 29,21 13,04 32,61 8,38
6 Toba Samosir 9,31 10,02 27,23 17,16 32,97 3,30
7 Labuhan Batu 31,41 3,84 11,99 27,65 0,39 24,72
8 Asahan 35,84 6,43 39,30 13,92 1,85 2,65
9 Simalungun 4,65 22,17 45,50 5,08 21,52 1,08
10 Dairi 4,50 19,27 6,05 4,97 50,11 15,10
11 Karo 6,02 32,74 20,03 2,99 38,08 0,13
12 Deli Serdang 54,06 8,41 18,02 18,22 1,12 0,17
13 Langkat 26,87 7,86 26,92 34,91 1,41 2,04
14 Nias Selatan 2,05 3,12 0,49 21,94 56,91 15,48
15 Humbang Hasundutan 0,29 8,29 37,55 17,25 32,81 3,81
16 Pakpak Bharat 0,08 10,46 1,95 6,19 49,67 31,65
17 Samosir 7,35 5,30 7,76 6,08 34,20 39,30
18 Serdang Bedagai 26,60 1,22 56,73 14,99 0,00 0,46
19 Batu Bara 36,36 4,16 48,85 10,62 0,00 0,00
20 Padang Lawas Utara 21,69 0,00 4,44 49,90 18,08 5,89
21 Padang Lawas 10,26 0,00 7,53 65,85 12,04 4,32
22 Labuhan Batu Selatan 35,47 0,56 18,89 38,21 2,15 4,71
23 Labuhan Batu Utara 22,95 1,11 33,24 29,66 3,33 9,72
24 Nias Utara 7,32 2,64 1,67 50,93 24,19 13,26
25 Nias Barat 1,73 0,00 1,06 46,23 17,83 33,15
71 Sibolga 30,66 59,57 0,19 2,05 7,53 0,00
72 Tanjung Balai 56,44 35,71 2,56 0,42 0,00 4,88
73 Pematang Siantar 9,27 73,32 11,96 0,62 4,59 0,22
74 Tebing Tinggi 45,31 14,03 38,27 2,39 0,00 0,00
75 Medan 67,19 27,16 2,63 2,83 0,00 0,19
76 Binjai 53,12 3,74 2,30 40,61 0,00 0,23
77 Padang Sidempuan 26,48 25,23 0,68 36,78 10,82 0,00
78 Gunung Sitoli 36,16 6,67 8,47 18,79 28,18 1,71
Sumatera Utara 36,16 15,38 19,22 18,92 12,04 3,98 Sumber : BPS Sumatera Utara 2017 – Susenas 2016
Dari hasil survey di atas bila dibandingkan dengan data hasil rekapitulasi profil kesehatan
kabupaten/kota tahun 2016 di Provinsi Sumatera Utara maka juga dapat diketahui bahwa sumur
-
13
gali terlindung adalah merupakan jenis sumber air minum yang paling banyak dimiliki oleh
penduduk Sumatera Utara yaitu sebanyak 771.632 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan
sebanyak 536.354 buah (69,50%). Sedangkan jenis sumber air minum yang paling sedikit
digunakan yaitu terminal air sebanyak 8.741 buah dan yang memenuhi syarat kesehatan ada
sebanyak 4.428 buah (50,66%). Untuk lebih lengkapnya tentang data jenis sumber air minum
rumah tangga di Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 sesuai rekap profil kesehatan Kab/Kota di
Sumatera Utara adalah seperti tertera pada table di bawah ini.
Tabel 2.4
Jumlah dan Jenis Sarana Air Minum
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
NO
JENIS SARANA
JUMLAH
SARANA
JLH SARANA YG
MEMENUHI
SYARAT
%
1 Sumur Gali Terlindung 771.632 536.354 69,51
2 Sumur Gali dgn Pompa 162.930 145.168 89,10
3 Sumur Bor dengan Pompa 448.081 357.078 79,69
4 Terminal Air 8.741 4.428 50,66
5 Mata Air Terlindung 38.407 30.827 80,26
6 Penampungan Air Hujan 74.468 56.504 75,87
7 Perpipaan 693.156 597.615 86,21
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten/Kota 2016
2.5.3. Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Pembuangan Kotoran/Tinja
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, diketahui bahwa
rumah tangga di Sumatera Utara telah menggunakan tempat pembuangan tinja berupa tangki
septik/SPAL sebesar 74,08%, lobang tanah/pantai/tanah lapang/kebun sebesar 12,88%,
kolam/sawah/sungai/danau/laut sebesar 11,63% dan lainnya sebesar 1,41%, untuk lebih jelasnya
berikut ini akan disajikan persentase RT menurut tempat pembuangan tinja menurut
kabupaten/kota sebagai berikut;
-
14
Tabel 2.5
Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Pembuangan Tinja
berdasarkan Kabupaten/Kota Tahun 2016
No NAMA KAB/KOTA
Tangki/
septik/
SPAL
Kolam/
Sawah/
sungai/
danau/
laut
Lobang
tanah/ pantai/
tanah lapang/
kebun
Lain
nya
Jumlah
1 Nias 8,90 19,09 63,08 8,93 100
2 Mandailing Natal 25,01 61,14 13,14 0,71 100
3 Tapanuli Selatan 28,19 67,97 3,84 0,00 100
4 Tapanuli Tengah 37,07 43,62 14,17 5,14 100
5 Tapanuli Utara 66,78 8,53 23,96 0,74 100
6 Toba Samosir 79,57 7,93 11,58 0,93 100
7 Labuhan Batu 57,79 6,81 34,83 0,58 100
8 Asahan 82,73 2,55 14,34 0,38 100
9 Simalungun 74,47 10,00 14,76 0,76 100
10 Dairi 81,15 1,86 16,19 0,00 100
11 Karo 82,14 10,05 5,91 1,89 100
12 Deli Serdang 93,30 3,10 2,24 1,36 100
13 Langkat 80,13 3,05 15,89 0,93 100
14 Nias Selatan 19,53 22,43 54,88 3,16 100
15 Humbang Hasundutan 72,71 4,82 21,82 0,65 100
16 Pakpak Bharat 73,52 2,92 23,56 0,00 100
17 Samosir 78,14 0,89 19,63 1,34 100
18 Serdang Bedagai 82,41 3,67 13,85 0,07 100
19 Batu Bara 74,83 6,98 17,46 0,74 100
20 Padang Lawas Utara 55,64 27,34 16,34 0,68 100
21 Padang Lawas 29,61 42,66 26,74 1,00 100
22 Labuhan Batu Selatan 69,42 8,64 20,81 1,13 100
23 Labuhan Batu Utara 66,87 6,98 23,89 2,27 100
24 Nias Utara 26,02 17,65 53,77 2,55 100
25 Nias Barat 12,50 11,10 69,67 6,73 100
71 Sibolga 42,87 45,38 0,51 11,25 100
72 Tanjung Balai 84,19 9,80 5,16 0,85 100
73 Pematang Siantar 86,74 12,05 1,07 0,14 100
74 Tebing Tinggi 83,11 3,91 4,97 8,00 100
75 Medan 94,92 3,13 0,64 1,31 100
76 Binjai 94,14 1,13 3,00 1,73 100
77 Padang Sidempuan 47,47 49,02 3,51 0,00 100
78 Gunung Sitoli 30,38 30,07 31,85 7,70 100
Sumatera Utara 74,08 11,63 12,88 1,41 100 Sumber : BPS Sumatera Utara 2017 – Susenas 2016
-
15
Sedangkan bila dilihat pada lampiran tabel no. 62 profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2016,
jumlah penduduk dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak menurut jenis jamban yang
digunakan dapat disajikan dalam grafik berikut ini.
Grafik 2.4
Penduduk dengan Jenis Tempat Pembuangan Tinja (Jamban)
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Sumber: Profil Kesehatan Kab/Kota 2016
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Sumatera Utara telah
memiliki jamban leher angsa yaitu sebanyak 1.927.716 buah dan 1.655.710 buah (85,89%) telah
memenuhi syarat kesehatan.
2.5.4. Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
Yang termasuk TTU adalah sarana pendidikan, sarana kesehatan dan hotel. Sedangkan
TPM atau tempat pengelolaan makanan harus memenuhi syarat higiene - sanitasi yaitu penjamah
makananan yang sehat, memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai yang sesuai dengan banyaknya
pengunjung dan memiliki pencahayaan ruang yang memadai. Yang termasuk TPM dalam hal ini
adalah jasa boga, rumah makan/restoran, depot air minum dan makanan jajanan.
Pada tahun 2016 dari 15.912 unit TTU yang ada di Sumatera Utara, yang memenuhi
syarat kesehatan terdapat sebanyak 11.481 (72,15%), sedangkan tahun 2015 dari 15.644 unit
TTU yang memenuhi syarat kesehatan tercatat sebanyak 11.232 buah (71,79%). Dengan
-
16
demikian persentasi TTU yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2016 mengalami peningkatan
sebesar 0,36% dibanding tahun 2015.
Grafik 2.5
Jumlah Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014 – 2016
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota 2016
Begitu juga halnya dengan TPM. Pada tahun 2016 diketahui terdapat 29.326 unit dan
meningkat sebanyak 1.999 unit dibandingkan tahun 2015. Di tahun 2016 TPM yang memenuhi
syarat kesehatan adalah sebanyak 18.908 buah (64,47%). Dibandingkan dengan tahun 2015, dari
27.327 unit TPM, yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 17.789 buah (65,10%).
Dengan demikian terlihat adanya penurunan 0,6% TPM yang memenuhi syarat kesehatan
dibanding tahun 2015. (lampiran tabel 65 ).
Dengan melihat pencapaian persentase TTU dan TPM yang memenuhi syarat kesehatan
dan institusi yang dibina kesehatan lingkungannya di Sumatera Utara, maka terlihat belum
maksimal, oleh karena itu perlu upaya yang lebih maksimal dengan lebih mengkoordinasikan
dengan lintas program dan sector terkait guna meningkatan cakupan yang berdampak pada
peningkatan upaya kesehatan lingkungan.
-
17
2.5. Keadaan Perilaku Sehat
Untuk mengambarkan keadaan perilaku sehat masyarakat yang berpengaruh terhadap
derajat kesehatan, dapat kita lihat dari persentase masyarakat di Sumatera Utara yang telah
mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dalam hal ini terdapat 10 indikator
PHBS khususnya ditatanan rumah tangga (RT) yaitu 1)Persalinan di RT harus ditolong oleh
tenaga kesehatan, 2) Menimbang Balita, 3) RT yang memiliki bayi harus memberikan ASI
Eksklusif, 4) Cukup makan buah dan sayur setiap hari, 5) menggunakan air yang memenuhi
syarat kesehatan, 6) menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, 7) memberantas
jentik nyamuk di dalam rumah, 8) mencuci tangan dengan sabun, 9) beraktivitas fisik setiap hari
minimal 30 menit, 10) tidak merokok di dalam ruangan. Penilaian RT ber-PHBS baik adalah
rumah tangga yang melaksanakan 6 indikator dari 10 indikator PHBS RT yang mempunyai
balita dan 5 indikator yang tidak punya balita. Adapun pencapaian jumlah rumah tangga ber-
PHBS di Sumatera Utara kurun 2010-2016 dikemukakan seperti pada grafik di bawah ini.
Grafik 2.6
Persentase Rumah Tangga ber PHBS
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2016
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Kota, 2010-2016
Dari grafik 2.6 diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil pemantauan Provinsi jumlah rumah
tangga yang ber-PHBS cenderung fluktuatif, bila dilihat dari pencapaian tahun 2015 mengalami
penurunan 2,51% dari tahun 2014. Namun pada tahun 2016 kemudian mengalami peningkatan
kembali sebesar 2,71%.
-
18
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Untuk menilai derajat kesehatan masyarakat, digunakan beberapa indikator yang
mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi dan morbiditas (kesakitan) sekaligus
untuk mengukur kualitas hidup penduduk dengan indikator adalah Angka Harapan Hidup Waktu
Lahir. Untuk angka mortalitas telah disepakati tiga indikator yaitu Angka Kematian Bayi (AKB)
per 1.000 Kelahiran Hidup, Angka Kematian Balita (AKABA) per–1.000 Kelahiran Hidup, dan
Angka Kematian Ibu (AKI) per–100.000 Kelahiran Hidup. Untuk morbiditas disepakati 14
(empat belas) indikator antara lain Rate Acute Flaccid Paralysis” (AFP Rate) per–100.000 Anak
< 15 tahun, Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA +, Persentase Balita dengan pneumonia
yang ditangani, Persentase HIV/AIDS ditangani, Prevalensi HIV (Persentase Kasus terhadap
Penduduk Beresiko), Persentase Infeksi Menular Seksual (IMS) diobati, Angka Kesakitan
Demam Berdarah Dengue (DBD) per–100.000 Penduduk, persentase DBD ditangani, Angka
Kesakitan Malaria per–1.000 Penduduk, persentase penderita malaria diobati, persentase
penderita kusta selesai berobat, kasus penyakit filaria ditangani, jumlah kasus dan angka
kesakitan penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sementara itu untuk
status gizi telah disepakati 5 (lima) indikator yaitu Persentase Kunjungan Neonatus, Persentase
Kunjungan Bayi, Persentase BBLR ditangani, Persentase Balita dengan Gizi Buruk dan
Persentase Kecamatan Bebas Rawan Gizi.
3.1. Mortalitas (Angka Kematian)
Mortalitas adalah angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu
yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, baik penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian
pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan survei dan penelitian. Berikut ini diruraikan
angka kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian di Sumatera Utara dalam
beberapa kurun waktu hingga akhir tahun 2016.
3.1.1. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai
usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
-
19
Berdasarkan laporan profil kesehatan kab/kota tahun 2016 (lampiran tabel 4), dari
281.449 bayi lahir hidup, jumlah bayi yang meninggal sebanyak 1.132 bayi sebelum usia 1
tahun. Berdasarkan angka ini maka secara kasar dapat diperhitungkan perkiraan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Sumatera Utara tahun 2016 yakni 4 / 1.000 Kelahiran Hidup (KH). Rendahnya
angka ini dimungkinkan karena kasus-kasus kematian yang terlaporkan hanyalah kasus kematian
yang terjadi di sarana pelayanan kesehatan, sedangkan kasus-kasus kematian yang terjadi di
masyarakat belum seluruhnya terlaporkan. Untuk itulah untuk menentukan AKB secara akurat
dibutuhkan pengumpulan datanya melalui kegiatan survey.
Berikut ini dipaparkan Angka Kematian Bayi di Provinsi Sumatera Utara berdasarkan
hasil Sensus Penduduk (SP). Berdasarkan SP Angka Kematian Bayi di Sumatera Utara terlihat
mengalami penurunan yang cukup siknifikan berdasarkan data dua kali sensus terakhir yaitu SP
tahun 2000 dan 2010. AKB di Sumatera Utara hasil SP 2000 adalah 44/1.000 KH kemudian
turun menjadi 25,7 atau dibulatkan menjadi 26/1.000 KH pada hasil SP 2010. Bila dilihat trend
AKB kurun waktu 2001-2010 maka diperhitungkan telah terjadi penurunan setiap tahunnya
dengan rata-rata perkiraan 1,8 per 1.000 KH per tahun. Oleh karenanya bila tren penurunan AKB
dapat dipertahankan, maka diperkirakan AKB Sumatera Utara tahun 2016 akan sebesar
15,2/1.000 KH. Berikut ini digambarkan grafik Trend AKB per 1.000 KH di Sumatera Utara
berdasarkan Sensus Penduduk periode 1971-2010.
Grafik 3.1
Angka Kematian Bayi (AKB)/Infant Mortality Rate (IMR)
Di Provinsi Sumatera Utara (Hasil SP 1971 – 2010)
Angka Kematian Bayi (AKB)
121
89
61
44
26
145
109
71
47
26
-
25
50
75
100
125
150
SP71 SP80 SP90 SP2000 SP2010
Per
1.00
0 ke
lahi
ran
hidu
p
Sumut Indonesia
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara 2013
-
20
Angka kematian bayi di Sumatera Utara berdasarkan hasil SP cenderung menurun secara
signifikan. Berbagai faktor yang mendorong penurunan AKB tersebut diantaranya adalah
meningkatnya pemerataan pelayanan kesehatan dan penanganan penyakit yang semakin baik
serta meningkatnya pengetahuan, kesadaran hidup sehat masyarakat serta memperoleh akses
kesehatan ibu dan anak. AKB merupakan indicator penting dalam menilai pembangunan
kesehatan yang sekaligus memberikan gambaran adanya perbaikan program pelayanan
kesehatan. Selain itu, juga didorong oleh perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan
pendapatan masyarakat yang meningkat juga memiliki kontribusi dalam upaya perbaikan gizi
berdampak positif pada daya tahan bayi terhadap serangan penyakit infeksi
3.1.2. Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka kematian balita adalah jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5
(lima) tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
diperoleh bahwa angka kematian balita (AKABA) di Sumatera Utara sebesar 54/1.000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka rata-rata nasional pada tahun 2012 sebesar 43 per 1.000 kelahiran
hidup. Menurut data profil kesehatan kab/kota tahun 2016, jumlah kematian balita sebanyak
1.219 bila dikonversi ke Angka Kematian Balita maka menjadi 4/1.000 KH. Rendahnya angka
ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus kematian yang terlapor adalah kasus kematian yang
terjadi di sarana pelayanan kesehatan, sedangkan kasus-kasus kematian yang terjadi diluar
pelayanan atau di masyarakat belum seluruhnya dapat terlaporkan.
3.1.3. Angka Kematian Ibu (AKI)
AKI menggambarkan angka wanita yang meninggal per 100.000 kelahiran hidup dari
suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak
termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas
(42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan. AKI juga dapat digunakan
sebagai media pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status
kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan melahirkan.
Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikan AKI sebagai indikator
keberhasilan pembangunan sektor kesehatan.
Ditinjatu berdasarkan laporan profil kesehatan kab/kota (tabel 6), jumlah kematian ibu
pada tahun 2016 dilaporkan tercatat sebanyak 239 kematian. Namun bila dikonversi, maka
-
21
berdasarkan profil Kabupten/Kota maka AKI Sumatera Utara adalah sebesr 85/100.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut jauh berbeda dan diperkirakan belum menggambarkan AKI yang
sebenarnya pada populasi, terutama bila dibandingkan dari hasil Sensus Penduduk 2010. AKI di
Sumatera Utara sebesar 328/100.000 KH, namun, masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan
angka nasional hasil SP 2010 yaitu sebesar 259/100.000 KH. Sedangkan berdasarkan hasil
Survey AKI & AKB yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dengan
FKM-USU tahun 2010 menyebutkan bahwa AKI di Sumatera Utara adalah sebesar 268 per
100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan estimasi tersebut, maka angka kematian ibu ini belum
mengalami penurunan berarti hingga tahun 2016. Berikut ini ditampilkan Angka Kematian Ibu di
Sumatera Utara periode 2009-2016 berdasarkan hasil survey FKM USU.
Grafik 3.2
Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup
di Sumatera Utara Tahun 2009 – 2016
268 268 268 268 268268268290
0
100
200
300
400
500
AK
I p
er
100.0
00 K
H
290 268 268 268 268 268 268 268
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber: Survey FKM-USU 2010 (2011-2016 angka estimasi)
Dan jumlah kematian ibu maternal per Kab/Kota di Sumatera Utara selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran di tabel 6.
3.1.4. Umur Harapan Hidup (UHH)
Umur Harapan Hidup (UHH) digunakan juga untuk menilai derajat kesehatan, dan UHH
secara tidak langsung juga memberikan gambaran adanya peningkatan kualitas hidup masyarakat
dan perbaikan pelayanan kesehatan melalui melalui upaya pembangunan kesehatan. Angka
harapan hidup penduduk Sumatera Utara diperkirakan mengalami peningkatan dalam 4 (empat)
tahun terakhir (2013 -2016), Hal ini seperti disajikan pada grafik berikut ini.
-
22
Grafik 3.3
Estimasi Angka Harapan Hidup Waktu Lahir (UHH)
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 – 2016
Sumber ; BPS-Sumatera Utara 2017
Adapun data prakiraan Umur Harapan Hidup Rakyat Sumatera Utara diperinci
berdasarkan Kabupaten/Kota dapat kita lihat pada tabel (3.1) dibawah ini.
Tabel.3.1
Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH) Menurut Kabupaten/Kota
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 – 2016
No NAMA KAB/KOTA ANGKA HARAPAN HIDUP
2013 2014 2015 2016
1 Nias 68,77 68,87 68,97 69,07
2 Mandailing Natal 61,08 61,18 61,58 61,77
3 Tapanuli Selatan 63,04 63,14 63,74 64,03
4 Tapanuli Tengah 66,47 66,49 66,59 66,62
5 Tapanuli Utara 67,15 67,25 67,55 67,71
6 Toba Samosir 68,94 69,04 69,14 69,25
7 Labuhan Batu 69,24 69,26 69,36 69,40
8 Asahan 67,17 67,27 67,37 67,47
9 Simalungun 70,14 70,24 70,34 70,43
10 Dairi 67,38 67,48 67,78 67,95
11 Karo 70,38 70,42 70,62 70,69
12 Deli Serdang 70,78 70,80 71,00 71,06
13 Langkat 67,23 67,33 67,63 67,79
14 Nias Selatan 67,06 67,16 67,66 67,83
15 Humbang Hasundutan 67,70 67,80 68,10 68,26
16 Pakpak Bharat 64,42 64,45 64,85 64,95
17 Samosir 69,56 69,66 70,26 70,47
18 Serdang Bedagai 67,17 67,27 67,47 67,63
19 Batu Bara 65,40 65,50 65,80 65,95
-
23
20 Padang Lawas Utara 66,38 66,40 66,50 66,54
21 Padang Lawas 65,97 66,01 66,31 66,40
22 Labuhan Batu Selatan 68,03 68,06 68,09 68,11
23 Labuhan Batu Utara 68,40 68,50 68,70 68,80
24 Nias Utara 68,39 68,49 68,59 68,68
25 Nias Barat 67,54 67,64 67,94 68,10
71 Sibolga 67,30 67,40 67,70 67,87
72 Tanjung Balai 61,30 61,40 61,90 62,09
73 Pematang Siantar 71,59 71,69 72,29 72,46
74 Tebing Tinggi 69,94 70,04 70,14 70,21
75 Medan 72,13 72,18 72,28 72,34
76 Binjai 71,34 71,39 71,59 71,67
77 Padang Sidempuan 68,22 68,27 68,32 68,37
78 Gunung Sitoli 70,13 70,19 70,29 70,36
Sumatera Utara 67,94 68,04 68,29 68,33 Sumber : BPS Sumatera Utara 2017
Dari tabel diatas diketahui bahwa perkiraan angka harapan hidup 3 (tiga) tertinggi secara
berturut-turut pada tahun 2016 adalah, Kota Pematang Siantar ( 72,46 tahun), Medan (72,34
tahun) dan Binjai (71,67 tahun). Sedangkan 3 (tiga) kabupaten/kota yang perkiraan angka
harapan hidup terendah adalah; Mandailing Natal (61,77 tahun), Tanjung Balai (62,09 tahun) dan
Tapanuli Selatan (64,03 tahun).
3.2. MORBIDITAS (ANGKA KESAKITAN)
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka prevalens
dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam suatu populasi pada
kurun waktu tertentu. Tingkat kesakitan suatu negara juga mencerminkan situasi derajat
kesehatan masyarakat yang ada didalamnya. Bahkan tingkat angka kesakitan penyakit menular
tertentu yang terkait dengan komitmen internasional senantiasa menjadi sorotan dalam
membandingkan kondisi kesehatan antar negara.
Berikut ini akan disajikan gambaran morbiditas penyakit-penyakit menular dan tidak
menular yang dapat menggambarkan keadaan derajat kesehatan masyarakat di Sumatera Utara
sepanjang tahun 2016.
3.2.1 Penyakit-penyakit Menular
1. Diare
Pada tahun 2016, jumlah perkiraan kasus ada sebanyak 761.557 kasus (20% x 270/1.000 x
Jlh Penduduk), yang ditemukan dan ditangani sebanyak 235.495 (30,92%), sehingga angka
-
24
kesakitan (IR) diare per 1.000 penduduk baru mencapai 17. Pencapaian IR ini jauh di bawah
target program yaitu 270 per 1.000 penduduk. Rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan
menurunnya kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus
yang tidak terdata (under- reporting cases).
Dari 33 kabupaten/kota yang ada, Penemuan dan penanganan kasus diare tertinggi di 3
(tiga) Kabupaten yaitu Sibolga (99,28 %), Pakpak Barat (77,32%), dan Samosir (70,80%).
Sedangkan Penemuan dan penanganan kasus diare terendah di Kab.Nias Utara (3,09%), Kab.
Karo (3,51%) dan Nias Barat (4,60% (variasi cakupan per kabupaten/kota dapat dilihat pada
lampiran tabel 13).
2. Pneumonia
Pada tahun 2016 cakupan penemuan kasus Pneumonia pada balita relatif masih rendah dan
mengalami penurunan dari tahun 2015 dimana perkiraan kasus sebesar 156.604 yang ditemukan,
yang ditangani sebesar 22.703 (14,50%). Sedangkan pada tahun 2016, jumlah perkiraan kasus
sebesar 280.620 kasus, yang ditemukan dan ditangani hanya sebesar 16.000 kasus (5,70%). Dari
33 kabupaten/kota, terdapat 8 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu Kabupaten
Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan, Mandailing Natal, Labuhan Batu Selatan, Karo, Humbang
Hasundutan dan Pakpak Bharat. Hal tersebut dimungkinkan masih terdapat keragu-raguan
petugas kesehatan dalam diagnose penetapan Kasus Pneumonia sesuai pedoman Tata Laksana
Kasus Pneumonia Kementerian Kesehatan RI. Adapun Kabupaten dengan jumlah penderita
kasus pneumonia yang ditemukan dan ditangani terbanyak adalah di laporkan oleh Kota Tebing
Tinggi sebesar 55,32%, Deli Serdang sebesar 16,15%, disusul dengan Padang Lawas Utara
sebesar 12,02%. (Distribusi cakupan per kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran tabel 10).
Cakupan penemuan dan penanganan kasus pnemonia pada balita pada kurun waktu 2012 – 2016
dapat kita lihat pada grafik berikut ini.
-
25
Grafik 3.4
Cakupan Penemuan & Penanganan Kasus ISPA pada Balita
Tahun 2012 – 2016
Rendahnya cakupan penemuan kasus disebabkan oleh belum diketahuinya dengan baik
penetapan diagnose pnemunia oleh petugas kesehatan, disamping kelengkapan laporan dari
kabupaten/kota yang masih rendah, serta pelaporan kasus yang masih hanya bersumber dari
puskesmas, sementara itu kerjasama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan RSUD dan RS
Swasta dan yang lainnya termasuk klinik, Balai Pengobataan, dll. belum terjalin dengan baik
sehingga diduga masih banyak kasus pneumonia yang yang dirawat dan tidak terlaporkan.
Disamping hal tersebut, juga masih rendahnya alokasi dana untuk pelaksanaan kegiatan
pencegahan dan penanggulangan ISPA Baik bersumber APBD maupun APBN dan Bantuan
lainnya yang tidak mengikat.
3. TB Paru
Pada tahun 2016, Cross Notification Rate/CNR (kasus baru) TB Paru BTA (+) di Sumatera
Utara baru mencapai 105,02/100.000 penduduk. Pencapaian per Kab/Kota, 3 (tiga) tertinggi
adalah Kota Medan sebesar 3.006/100.000, Kab.Deliserdang sebesar 2.184/100.000 dan
Simalungun sebesar 962/100.000). Sedangkan 3 (tiga) Kab/Kota terendah adalah Kabupaten
Nias Barat sebesar 50/100.000, Pakpak Bharat sebesar 67/100.000 dan Gunung Sitoli sebesar
68/100.000 (lampiran tabel 7}. Untukmengetahui CNR TB Paru BTA (+) per Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara Tahun 2016 selanjutnya dapat dilihat pada grafik (3.5) berikut ini.
-
26
Grafik 3.5
Angka Penemuan Kasus (CNR) TB PARU BTA (+)
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2016
160
240
730
323
543
151
213
509
544
962
387
214
2184
699
142
67
484
421
163
138
50
154
180
3006
118
375
68
105
204
388
174
304
258
115
303
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
Target Nas
Nias
Madina
Tapsel
Tapteng
Taput
Tobasa
L.batu
Asahan
Smlgn
Dairi
Karo
D.Srdg
Lgkat
Nisel
Humbahas
Pakpak
Samosir
Sergei
B.bara
Palas
Paluta
Labusel
Labura
Nisut
Nisbar
Sibolga
T.Balai
P.Siantar
T.Tinggi
Medan
Binjai
P.Sdpuan
G.Sitoli
Prov.SU
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2016 Ket: Warna Hijau CNR ≥160/100.000 pddk dan Warna Merah CNR < 160/100.000 pddk Warna kuning batas target nasional
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2016, angka keberhasilan pengobatan
(Success Rate) rata-rata ditingkat provinsi mencapai 92,19%, dengan perincian persentase
kesembuhan 85,52%, namun hal ini mengalami kenaikan sebesar 2,58% dibandingkan tahun
-
27
2015 (89,61%). Angka succes rate pada tahun 2016 ini telah mampu melampaui target nasional
yaitu 85%. Dari 33 Kab/Kota, terdapat 2 Kab/Kota yang belum mampu mencapai angka success
rate 85% antara lain Medan & Padang Sidempuan seperti digambarkan pada grafik (3.6) sebagai
berikut.
Grafik 3.6
Angka Success Rate TB Paru BTA (+)
Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
85
100
98,99
94,35
99,37
95,48
97,01
97,63
89,47
98,01
100
95,88
92,26
98,57
89,4
95,38
91,98
88,52
94,74
92,86
86,89
98,69
87,5
83,62
93,65
69,11
96,19
88,04
96,71
91,78
97,33
92,84
92
92,75
0 20 40 60 80 100 120
Target Nas
MADINA
TAPTENG
TOBASA
ASAHAN
DAIRI
D.SERDNG
NISEL
P.BHARAT
SERGEI
PALAS
LABUSEL
NIAS UTARA
SIBOLGA
P. SIANTAR
MEDAN
P. SIDPN
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2016
-
28
4. Acute Flaccid Paralyses (AFP)
Pada tahun 2016, jumlah kasus AFP (Non Polio) yang ditemukan sebanyak 86 kasus dari
4.422.372 jiwa anak berumur < 15 tahun. AFP rate (Non Polio) sebesar 1,94 per 100.000
penduduk berumur < 15 tahun, mengalami penemuan dibandingkan tahun 2015 yaitu 2,20 per
100.000 dan AFP Rate telah mencapai target nasional yaitu 2 per 100.000 anak berumur
-
29
masing mencapai rate minimal 2 per 100.000 sebagai strategi deteksi dan pembuktian tidak
adanya penyebaran Virus Polio Liar (VPL) di Sumatera Utara pada tahun 2016.
5. HIV/AIDS
Berdasarkan data dari profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2016 terdapat penambahan
kasus baru HIV tahun 2016 sebesar 1.352 kasus dan terjadi kematian AIDS sebanyak 392 kasus.
Dengan peningkatan ini maka sampai dengan tahun 2016 jumlah kasus HIV secara keseluruhan
menjadi 6.210 kasus dan AIDS sebanyak 5.625 kasus sejak HIV ditemukan pertama kali di
Sumatera Utara tahun 1992 sebanyak 1 kasus. Perkembangan kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara
berdasarkan data tahun 2003- 2016 dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Grafik 3.8
JUMLAH KASUS HIV-AIDS DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2003 - 2016
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016
Berdasarkan grafik di atas diketahui adanya peningkatan penemuan kasus HIV/AIDS yang
terjadi pada tahun 2016 sebanyak 1.352 kasus, dengan demikan maka setiap bulannya diperkirakan
terdapat penambahan kasus sekitar 112-113 kasus. Penemuan penderita ini salah satunya
disebabkan adanya layanan VCT (Voluntary Counselling and Testing) di berbagai tempat di
Sumatera Utara. VCT merupakan pintu masuk bagi penemuan kasus disamping pelaksanaan
pengobatan dan perawatan pasien serta penyampaian informasi ke masyarakat khususnya terhadap
mereka yang termasuk dalam kelompok populasi berisiko tinggi terjangkit HIV/AIDS. Sampai
-
30
dengan tahun 2016 tercatat telah terdapat 45 layanan VCT yang tersebar di 18 Kab/Kota di
Sumatera Utara.
Berdasarkan data tahun 2016, tiga Kab/Kota dengan penderita baru HIV/AIDS secara berturut
adalah Kota Medan yaitu 617 kasus atau sekitar 35,38%, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 189
kasus (10,84%) dan Kab. Karo sebanyak 178 kasus (10,20%) dari total penderita baru di Sumatera
Utara. Sampai dengan akhir tahun 2016 tercatat telah ada 27 Kabupaten/Kota yanbg melaporkan
ditemukannya kasus baru HIV/AIDS (Lampiran tabel 11)
6. Kusta
Pada akhir tahun 2016 prevalensi rate kusta di Provinsi Sumatera Utara masih melatif
rendah yakni 1,36 per 100,000 penduduk dan Prevalensi Rate penderita Kusta mengalami
penurunan dibandingkan tahun 2015 dimana prevalensi ratenya 1,47 per 100.000 penduduk.
Adapun proporsi kasus baru kusta pada anak < 15 tahun dan kasus baru cacat tingkat 2
merupakan indikator penting dalam rangka memantau kinerja program Penanggulangan Penyakit
Kusta. Dengan indicator dan mengetahui capaian angka tersebut dapat diketahaui : pertama, kita
mengetahui kemungkinan adanya sumber penularan di lingkungan tempat tinggal penderita yang
harus ditemukan; kedua, dengan kasus baru cacat tingkat 2 kita mengetahui besaran aangka
kasus yang terlambat terdeteksi dan ditangani petugas kesehatan yang kemungkinan juga akan
menyebabkan cacat permanen dan menjadi sumber penularan bagi penduduk rentan.
Berdasarkan data diketahui tahun 2016 tercatat sebanyak 181 penderita baru kusta dan 19
kasus baru kusta adalah terjadi pada anak berumur < 15. Sedangkan 31 kasus merupakan
penderita baru cacat tingkat 2. Dalam hal ini jumlah kasus kusta terbanyak tercatat di Kota
Medan yaitu 18 kasus, diikuti dengan Langkat 17 kasus dan Labuhan Batu Utara sebanyak 13
kasus. Distribusi per kabupaten/kota selanjutnya dapat dilihat pada lampiran tabel 14.
7. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)
PD3I merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. PD3I yang dibahas di
bawah ini mencakup penyakit Difteri, Pertusis (Batuk Rejan), Tetanus, Tetanus Neonatorum,
Campak, Polio dan Hepatitis B. Adapun jumlah kasus-kasus yang dapat dicegah dengan
imunisasi per kab/kota tahun 2016 dapat dilihat pada lampiran tabel 19 dan 20.
a) Difteri
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah dan insidensi kasusnya relatif rendah.
Pengendalian kasus difteri ini dapat dipengaruhi dengan adanya program imunisasi. Dan
-
31
pada tahun 2016 di Sumatera Utara ditemukan 4 kasus difteri yaitu 2 kasus di Kota Padang
Sidempuan dan masing-masing 1 kasus di Mandailing Natal dan Samosir.
b) Pertusis (Batuk Rejan)
Pada tahun 2016, tidak terdapat laporan adanya kasus pertusis, Namun pada tahun 2015 di
Sumatera Utara di temukan adanya 7 kasus pertusis yang terdiri dari 3 orang penderita laki-
laki dan 4 orang penderita perempuan.
c) Tetanus Non Neonatorum
Pada tahun 2015, hanya 1 (satu) kabupaten yang melaporkan ditemukan kasus tetanus non
neonatorum yakni sebanyak 11 kasus, yaitu di Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan pada
tahun 2014 yang lalu dan tahun 2016 kasus tetanus non neonatorum tersebut tidak ditemukan
atau dilaporkan kabupaten/kota di Sumatera Utara.
d) Tetanus Neonatorum (TN)
Pada tahun 2016, tidak ada ditemukan kasus ini, menurun pada tahun 2015 Kota Gunung
Sitoli melaporkan 1 kasus tetanus neonatorun. Diketahui bahwa dalama beberapa kurun
waktu terakhir jumlah kasu TN terus mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
dengan gambaran : Tahun 2014 sebanyak 2 kasus, tahun 2012 sebanyak 3 kasus dan tahun
2011 sebanyak 11 kasus, 2010 yaitu 5 kasus dan tahun 2009 yaitu 6 kasus. Pencegahan
Tetanus Neonatorum antara lain dilakukan melalui pertolongan persalinan yang harus secara
higienis serta ditunjang dengan kelengkapan status imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibunya
sewaktu ibu hamil.
e) Campak
Pada tahun 2016, jumlah kasus Campak merupakan kasus terbanyak dari kategori PD3I
yaitu sebanyak 661 yang tersebar di 21 Kabupaten/Kota yang dapat dilihat pada grafik (3.9)
berikut ini.
-
32
Grafik 3.9
Kasus Campak Berdasarkan Kab/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016
Dari grafik (3.9), dapat dilihat bahwa jumlah kasus Campak terbanyak terjadi di Kabupaten
Toba Samosir yakni sebanyak 174 kasus. Dan berturut-turut adalah di Kabupaten Padang
Lawas sebanyak 84 kasus dan Tapanuli Utara sebanyak 71 kasus, dst. Bila dibandingkan
dengan jumlah kasus campak dengan tahun 2015 sebanyak 819 kasus, maka tahun 2016
Campak telah mengalami penurunan yang signifikan sebanyak 158 kasus.
f) Polio
Hingga tahun 2016, penyakit polio yang merupakan penyakit kelumpuhan pada anak-anak
tidak ditemukan di Provinsi Sumatera Utara kendati pada pada tahun 2015 yang lalu
dilaporkan adanya 7 (tujuh) kasus Polio di Kabupaten Mandailing Natal, namun hasil
pemeriksaan laboratorium adalah adalah merupakan kasus AFP Non Polio.
g) Hepatitis B
Pada tahun 2016, berdasarkan data profil kesehatan kabupaten/kota, dilaporkan sebanyak 16
kasus di 2 Kabupaten/Kota yakni 15 kasus di Kota Pematang Siantar dan 1 kasus di
Kabupaten Labuhan Batu Utara. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan data tahun 2015,
dimana tidak ada dilaporkan atau nol kasus Hepatitis B di Provinsi Sumatera Utara.
-
33
8. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada tahun 2016, dilaporkan bahwa jumlah seluruh kasus DBD di Sumatera Utara sebanyak
8.715 kasus dengan angka kesakitan atau Insidance Rate (IR) sebesar 63,3/100.000 penduduk,
sedangkan angka kematian atau case fatality rate (CFR) sebesar 0,69%. Bila dibandingkan
dengan tahun 2015, maka terdapat peningkatan angka kasus DBD yang signifkan sebesar
21,9/100.000 penduduk. Namun terdapat penurunan angka kematian (CFR) DBD sebesar 0,1%.
Berikut ini akan disajikan angka kasus dan angka kematian DBD dalam 7 (tujuh) tahun terakhir
dari tahun 2010-2016.
Grafik 3.10
Angka Kasus (IR) & Angka Kematian (CFR) DBD di Prov. Sumatera Utara 2010-2016
72
45
33
35,5
51,9
41,4
63,3
1,25
1,45
1,21
0,95
0,85
0,79
0,69
0 20 40 60 80
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
IR CFR
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016
Jumlah kasus tertinggi DBD terjadi di Kota Medan yakni sebanyak 1.784 kasus dengan CFR
0,62%. Berturut-turut antara lain Kabupaten Deliserdang sebanyak 1.144 kasus dengan CFR
0,17% dan Simalungun sebanyak 1.071 kasus dengan CFR 0%. Dan secara historis dalam kurun
waktu beberapa tahun wilayah Sumatera Utara seluruhya pernah melaporkan adanya DBD di
wilayahnya, namun pada tahun 2016 terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang melaporkan tidak ada (nol
kasus) kasus DBD, yaitu Kabupaten Nias Selatan, Humbang Hasundutan dan Mandailing Natal.
Bila dibandingkan dengan angka indikator keberhasilan program dalam menekan laju
penyebaran DBD, yaitu Insidens Rate DBD adalah sebesar 51/100.000 penduduk maka angka
persebaran kasus DBD Sumatera Utara masih diatas indikator tersebut.
Disisi lain, Case Fatality Rate (CFR) tahun 2016 sebesar 0,69% telah relative rendah dan
sudah mampu mencapai target nasional yaitu
-
34
DBD per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, selanjutnya dapat dilihat pada
lampiran tabel 21.
9) Filariasis
Pada tahun 2016 jumlah kasus baru filariasis dilaporkan sebanyak 30 kasus baru dan jumlah
ini mengalami penurunan dari tahun 2015 (44 kasus). Sehingga total jumlah kasus filariasis yang
tercata sampai dengan tahun 2016 adalah sebanyak 148 kasus dan angka kesakitan penduduk
akibat filariasis dikonfersikan sebear 1,08/100.000 penduduk. Kabupaten/kota se Provinsi
Sumatera Utara dengan kasus Filariasis hingga tahun 2016 selanjutnya dapat dilihat pada
lampiran pada tabel 23.
3.3 Status Gizi Masyarakat
Provinsi Sumatera Utara memiliki 4 (empat) permasalahan gizi utama, yaitu masalah gizi
makro khususnya Balita dengan Kurang Energi Protein (KEP) yang ditandai dengan balita gizi
kurang dan balita gizi buruk, masalah gizi mikro terutama Kurang Vitamin A (KVA), Anemia
Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) dengan gambaran sebagai
berikut.
3.3.1. Balita dengan KEP (Balita Gizi Kurang & Buruk)
Berdasarkan data pada Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2016, dari 1.099.868
balita yang timbang diketahui tercatat 15.245 balita (1,39%) yang berat badannya masih dibawah
garis merah (BGM), sedangkan yang menderita gizi buruk ada diidentifikasi sebanyak 1.424
balita (0,13%) dari total penderita gizi kurang. Maka bila dibandingkan dengan data gizi buruk
tahun 2015 yakni sebanyak 1.279 kasus (0,10%) maka dalam hal ini terdapat peningkatan kasus
Gizi Buruk sebesar 0,03 %.
3.3.2 Anemia Gizi Besi (AGB)
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi anemia adalah dengan
cara pemberian tablet besi (Fe) sebanyak 90 tablet selama masa kehamilan. Persentasi cakupan
ibu hamil yang mendapat 90 tablet besi di Sumatera Utara tahun 2016 adalah sebesar 73,31%,
hal ini menurun dibandingkan tahun 2015 yakni sebesar 80,13% atau terdapat penurunan sebesar
6,82%. Dengan persentasi cakupan tersebut, maka cakupan pemberian tablet besi dalam masa
-
35
kehamilan belum mampu mencapai target nasional yang ditetapkan sebesar 80%. Pencapaian
pemberian tablet besi ibu hamil per kabupaten/kota dapat dilihat pada lampiran tabel 32.
3.3.3 Kurang Vitamin A (KVA)
Cakupan pemberian vitamin A pada balita di Provinsi Sumatera Utara dalam enam tahun
terakhir atau sejak tahun 2011 cenderung mengalami peningkatan dan hingga tahun 2016
presentasi KVA adalah sebesar 85,91% yang berarti telah di atas target nasional yang ditetapkan
yakni sebesar 80%. Berikut digambarakan cakupan pemberian Vitamin A pada anak balita tahun
2011-2016 seperti pada grarik (3.11).
Grafik 3.11
Cakupan Pemberian Vitamin A
Pada Balita di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 – 2016
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2016
Berdasarkan pencapaian Cakupan KVA tahun 2016 kemudian dapat dilihat sebaran
persentase cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita per kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara seperti pada grafik (3.12).
-
36
Grafik 3.12
Persentase Pemberian Kapsul Vitamin A Pada Balita
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
80
87
91,5
21,36
106,75
87,45
111
102,8
94,93
68,21
77,88
75,81
94,82
83,35
93,57
99,72
94,59
84,6
55,82
87,76
33,21
93,34
95,14
86,99
0
91,95
92,53
95,73
99,96
94,33
94,2
67,52
71,24
0
0 20 40 60 80 100 120
Target Nas
NIAS
MADINA
TAPSEL
TAPTENG
TAPUT
TOBASA
LAB.BATU
ASAHAN
SIMLNGN
DAIRI
KARO
D.SERDNG
LANGKAT
NISEL
HUMBAHAS
P. BHARAT
SAMOSIR
SERGEI
BATUBARA
PALAS
PALUTA
LABUSEL
LABURA
NISUT
NISBAR
SIBOLGA
TJ. BALAI
P.SIANTAR
T.TINGGI
MEDAN
BINJAI
P.SIDPN
GUSIT
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2016.
Dari grafik diatas terlihat bahwa dari 33 kabupaten/kota yang menyediakan pelayanan pemberian
kapsul vitamin A pada anak balita telah terdapat 23 kabupaten/kota yang mampu mencapai target
≥ 80% sementara itu masih terdapat 8 kabupaten/kota di Sumatera Utara yang memperoleh
-
37
cakupan kurang dari 80% serta 2 Kab/Kota yaitu Binjai & NiasSelatan tidak menyampaikan
laporan (Lihat lampiran tabel 44).
3.3.4 Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 diketahui bahwa hampir 90% rumah tangga (RT) di
Sumatera Utara telah mengkonsumsi garam yang mengandung cukup iodium. Konsumsi garam
mengandung cukup iodium merupakan upaya prevalensi penderita GAKY yang antara lain dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit gondok, sekaligus berpotensi menurunkan imunitas
terhadap berbagai serangan penyakit infeksi pada orang-orang yang kekurangan zat yodium yang
sering diperoleh dengan mengkonsumsi garam.
-
38
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN
Pelaksanaan upaya kesehatan di berbagai wilayah pada dasarnya diarahkan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya melalui peningkatan keterjangkauan (accesibility), kemampuan
(affordability) dan kualitas (quality) pelayanan kesehatan, sehingga mampu mengantisipasi
terhadap terjadinya perubahan, perkembangan, masalah dan tantangan terhadap
pembangunan kesehatan itu sendiri.
4.1 Visi Pembangunan Kesehatan Daerah
Dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah serta berbagai kecenderungan
pembangunan kesehatan ke depannya serta dalam rangka mencapai sasaran pembangunan
kesehatan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018, maka untuk itu telah ditetapkan Visi Dinas
Kesehatan Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yaitu “Mewujudkan Provinsi Sumatera
Utara Sehat, Mandiri dan Berdaya Saing” dengan pengertian :
1. Sehat adalah suatu kondisi dimana Penduduk Sumatera Utara mempunyai kesehatan baik
fisik, mental dan spritual sehingga mampu untuk hidup secara produktif, sosial dan
ekonomis 2. Mandiri mengandung keinginan terwujudnya suatu kondisi dimana masyarakat
mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk mempertahankan kualitas kesehatan
dalam kehidupanya. 3. Berdaya saing (Competitivness), yaitu suatu kondisi dimana penduduk Provinsi Sumatera Utara memiliki kemampuan, serta keunggulan sehingga mampu melangsungkan
kehidupan dalam persaingan masyarakat secara regional, nasional maupun global.
4.2 Misi Pembangunan Kesehatan Daerah
Dalam rangka Mewujudkan Provinsi Sumatera Utara sehat, mandiri dan
berdaya saing” maka ditetapkan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara sebagai
berikut :
-
39
1. Menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan bermutu, merata dan terjangkau
2. Meningkatkan pengendalian dan penanggulangan masalah kesehatan
3. Meningkatkan mutu sumberdaya kesehata
4. Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
4.3 Tujuan Jangka menengah pelayanan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
1. Tujuan misi Menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau adalah :
a. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar b. Meningkatkan pelayanan kesehatan dasar yang komprehensif bagi ibu, bayi, balita,
anak sekolah dan remaja, usia produktif dan usia lanjut c. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan yang bermutu d. Mengembangkan mutu manajemen pelayanan kesehatan dan kebijakan pembangunan
kesehatan e. Meningkatkan penelitian untuk intervensi program kesehatan masyarakat.
2. Tujuan misi meningkatkan pengendalian dan penanggulangan masalah kesehatan adalah :
a. Menurunkan angka kesakitan dan kematian penduduk oleh karena penyakit menular,
wabah dan bencana b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian oleh karena penyakit tidak menular pada
kelompok berresiko c. Mewujudkan lingkungan yang sehat
3. Tujuan misi Meningkatkan mutu sumber daya kesehatan adalah :
a. Meningkatkan kompetensi dan persebaran tenaga kesehatan b. Meningkatkan ketersediaan produk sediaan farmasi, perbekalan dan peralatan
kesehatan sesuai standar c. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pengobatan tradisional, alternatif dan
komplementer dan kesehatan komunitas.
4. Tujuan misi Meningkatkan kemandirian masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
adalah;
a. Memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mampu berperilaku hidup
bersih dan sehat b. Meningkatkan kualitas gizi keluarga dan masyarakat
-
40
c. Meningkatkan jumlah penduduk yang terlindungi dengan sistem pembiayaan
kesehatan managed care.
4.4 Program Pembangunan Kesehatan Daerah
4.4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan
kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan
masyarakat akan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan di Sumatera Utara meliputi :
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Hal ini disadari bahwa peran seorang ibu adalah sangat besar dalam menjaga
pertumbuhan bayi dan perkembangan anak sejak dalam kandungan. Ibu hamil yang
mengalami gangguan kesehatan bisa berpengaruh terhadap kesehatan janin dalam
kandungan hingga saat kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
a. Pelayanan Antenatal Care ( K4)
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional
(dokter spesialis obgyn, dokter umum, bidan dan perawat, dsb.) seperti pengukuran berat
badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid (TT)
serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman
pelayanan antenatal yang ada dengan mentitik beratkan pada kegiatan preventif dan
promotif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4 pada
tabel (29) pada profil kesehatan ini.
Cakupan K1 merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan
pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal.
Sedangkan cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan stándar yang mensyaratan paling sedikit
dilakukan empat kali kunjungan dengan distribusi : sekali pada triwulan pertama, sekali
pada triwulan dua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Hasil kunjungan Ibu
hamil ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan terhadap ibu
hamil di Provinsi Sumatera Utara.
-
41
Cakupan K4 di Sumatera Utara dalam 7 (tujuh) tahun terakhir dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 4.1
Persentase Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 – 2016
83,31
85,85 85,92
88,7
85,85
84,6784,13
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
K4
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota Thn 2010- 2016
Dari grafik diatas terlihat bahwa cakupan kunjungan K4 ibu hamil di Sumatera Utara
meningkat dari tahun 2010 dan kemudian menurun hingga tahun 2016 dengan distribusi
seperti terlihat pada grafik di atas. Merujuk pada target SPM bidang kesehatan yaitu 95 %
di tahun 2016, maka jika cakupan tersebut di breakdown dengan melihat tabel 29
ternyata hanya satu kabupaten yang telah mencapai K4 sesuai SPM yaitu 95% yaitu
Kabupaten Deli Serdang (96,84%),. Tiga Kabupaten/Kota dengan cakupan K4 yang
rendah adalah Kabupaten Nias Selatan yaitu (23,99%), Kota Gunung Sitoli (60,18%) dan
Kabupaten Pakpak Bharat (63,19%). Melihat persentasi pencapaian ini maka kedepannya
sangat diperlukan upaya-upaya strategis yang lebih nyata dan komprehensif yang berdaya
dan berhasil guna dalam rangka mengakselerasi pencapaian cakupan K1-K4 sesuasi
standar kesehatan ibu dan anak yang ditetapkan.
-
42
b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan
Berbeda dengan persentasi cakupan K4, ternyata cakupan persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan menunjukkan adanya kecendrungan yang meningkat, yaitu dari
86,73% tahun 2010 menjadi 90,05% pada tahun 2016, bahkan pencapaian pada tahun
2016 merupakan pencapaian tertinggi dalam hal pertolongan persalian oleh tenaga
kesehatan dalam 7 tahun seperti digambarkan pada grafik (4.2) berikut ini.
Grafik 4.2
Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 - 2016
86,73
88,01
88,78
89,8
87,28
90,03 90,05
85
86
87
88
89
90
91
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
PertolonganPersalinanNakes
Sumber : Profil Kesehatan Kab/Kota Thn 2010- 2016
Dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang mampu mencapai target SPM bidang
kesehatan yaitu 95% pada tahun 2016 adalah Kabupaten Humbang Hasundutan
(96,55%), Kota Pematang Siantar (96,24%) dan Kota Sibolga (96,05%). Sedang tiga
Kabupaten yang masih realtif terendah adalah Kabupaten Padang Lawas (52,39%), Nias
Selatan (62,91%), dan Kota Gunung Sitoli (65,45%). Pencapaian cakupan persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan masing-masing Kabupaten/Kota tahun 2016 dapat dilihat
lampiran profil tabel 29.
c. Pelayanan kesehatan ibu nifas
Pada tahun 2016 rata-rata cakupan pelayanan ibu nifas di Provinsi Sumatera Utara
adalah 86,76%, angka ini menurun dibandingkan tahun 2015 (87,36%).
-
43
Sementara itu tahun 2014 (84,62%) tahun 2013 (86,7%), tahun 2012 (87,39%) dan
tahun 2011 sebesar 87,10%. Berdasarkan distribusi pencapaian cakupan pelayanan ibu
nifas menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 masih terlihat
sangat bervariasi dan diantaranya terdapat kesenjangan yg cukup tinggi. Tiga
Kabupaten/Kota dengan cakupan tertinggi adalah di Kota Sibolga (96,05%), Pematang
Siantar (93,43%), Kabupaten Langkat (92,02%) dan tiga Kabupaten/Kota dengan
cakupan yang terendah yaitu Kabupaten Padang Lawas (43,22%), Nias Selatan
(45,17%) dan Kota Gunung Sitoli (65,43%) seperti dikemukakan pada lampiran 29
profil kesehatan ini.
d. Rujukan Kasus Resiko Tinggi (risti) dan Penanganan Komplikasi
Ibu hamil risti yang ditangani tahun 2016 diketahui sebesar 43,32% atau secara absolut
sebanyak 29.419 dari 67.905 kasus. Hal ini mengalami peningkatan secara tipis
dibanding tahun 2015 atau 42,55% yaitu 28.688 kasus dari 67.369 perkiraan kasus.
Sedangkan pada 2014 sebayak 26,512 kasus dari 64.394 (41,17%) dan tahun 2013 yaitu
26.625 kasus dari 61.902 (43,01%). Walaupun mengalami peningkatan, namun
pencapaian angka penanganan rujukan kasus resiko tinggi dan penanganan komplikasi
presentasinya masih jauh dibawah target SPM 2016 bidang kesehatan yaitu 80%.
Neonatal risti/komplikasi adalah meliputi kejadian asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis,
trauma lahir, BBLR (berat badan lahir
-
44
e. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN3)
Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki resiko
gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan dilakukan untuk mengurangi resiko
tersebut, antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
dan pelayanan kesehatan neonatus (0-28 hari) minimal tiga kali, satu kali pada usia 0-7
hari (KN1) dan dua kali lagi pada usia 8 hingga 28 hari (KN3). Cakupan Persentasi KN1
& KN3 di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013-2016 seperti digambarkan pada grafik
(4.3) berikut ini.
Grafik 4.3 Persentase KN 1 dan KN
top related