kejang demam
Post on 02-Feb-2016
14 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Kejang
demam pada anak merupakan kelainan neurologik yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Kejang demam adalah tipe kejang yang paling
sering terjadi pada anak. Walaupun telah dijelaskan oleh bangsa Yunani ,
baru pada abad ini kejang demam dibedakan dengan epilepsy.
Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.2
Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat
dilihat sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan
perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi autonom.
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi.
Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial
(ekstrakranial : ekstra = di luar, kranium : rongga tengkorak. Ekstrakranial :
di luar rongga tengkorak). Serangan kejang demam pada anak yang satu
dengan yang lain tidak sama, tergantung dari nilai ambang kejang masing-
masing.
Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan yang cepat
dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama dan berulang.
Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan mengakibatkan gejala
sisa pada anak atau bahkan menyebabkan kematian.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita
mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti.
Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak
menyerang anak laki-laki. Penderita pada umumnya mempunyai riwayat
keluarga (orang tua atau saudara kandung) penderita kejang demam.2
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini:
1. Bagaimanakah pengertian kejang demam?
2. Bagaimanakah etiologi kejang demam?
3. Bagaimanakah patofisiologi kejang demam?
4. Bagaimanakah woc kejang demam?
5. Bagaimanakah manifestasi klinis?
6. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang kejang demam?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan kejang demam?
8. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan kejang demam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini:
1. Mendiskripsikan pengertian kejang demam
2. Mendiskripsikan etiologi kejang demam
3. Mendiskripsikan patofisiologi kejang demam
4. Mendiskripsikan woc kejang demam
5. Mendiskripsikan manifestasi klinis
6. Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang kejang demam
7. Mendiskripsikan penatalaksanaan kejang demam
8. Mendiskripsikan Asuhan Keperawatan kejang demam
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kejang Demam
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih
dari 37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus
penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral
yang berlebihan (Betz, 2002).
B. Etiologi
Menurut Lumbantobing,(2001) Faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejang demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap
otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang
disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media
akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.
3
C. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan O2 akan meningkat 20%. Kenakan
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion k+ maupun Na+, melalui
membran tersebut sehingga terjadi lepas muatan listrik, hal ini bisa meluas ke
seluruh sel maupun ke bembran sel sekitarnya dengan bantuan neuron
transmiter dan terjadilah kejang. Kejang yang berlangsung lama disertai
dengan apnea, meningkatkan kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea dll,selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat hingga terjadi kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat
20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65%
dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang
kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan
pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
derajat celcius. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya
kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama
4
(>15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatkan kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan
suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian
diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran
darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permebealitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian
hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelaian anatomis di otak hingga terjadi
epilepsy
5
Peningkatan suhu tubuh
Perubahan keseimbangan membran sel neuron
Difusi ion kalium dan nutrium melalui membran sel neuron
Terjadinya pelepasan aliran listrik otak
Meluas keseluruh tubuh dengan bantuan neurotrasmiter
Kejang
D. WOC
E. Manifestasi Klinis
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis
Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang
pertama.
6
Gangguan tumbu kembang, resiko
trauma fisik
Peningkatan TKI Infeksi
Sistem persyarafan terganggu Gangguan kesadaran
Resiko cedera hipertermi, kebersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit gangguan tumbang (tumbuh kembang anak).
Gangguan perfusi jaringan
Edema otak Kerusakan neuro otak
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih
dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan
frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali
sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4
kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit. Gejalanya berupa:
1. Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
tejradi secara tiba-tiba)
2. Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
3. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
4. Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit)
5. Lidah atau pipinya tergigit
6. Gigi atau rahangnya terkatup rapat
7. Inkontinensia (mengompol)
8. Gangguan pernafasan
9. Apneu (henti nafas)
10. Kulitnya kebiruan
11. Setelah mengalami kejang, biasanya:Akan kembali sadar dalam
waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih
12. Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
13. Mengantuk
14. Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Pada bayi-bayi kecil sering kali gejala meningitis tidak jelas
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang 6 bulan,
dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan. Elektro selografi
7
(EEG) yang tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya
epilepsi atau kejang demam berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk sumber infeksi.
(Arief Mansjoer, 2000). Adapun beberapa pemeriksaan:
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya:darah perifer, elektrolit dan gula darah. Lumbal
Fungsi :Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya
meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Meningitis dapat menyertai
kejang, walupun kejang biasanya bukan satu-satunya tanda
meningitis.Factor resiko meningitis pada pasien yang datang dengan
kejang dan demam meliputi berikut ini:
a. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
b. Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit
c. Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah-
merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi Pemeriksaan saraf yang
abnormal
d. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada :
e. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
f. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
g. Bayi > 18 bulan tidak rutin
h. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
8
2. Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT-Scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Paresis Nervus VI
c. Papiledema
d. CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang
demam kompleks.
3. Tes lain (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya
pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. EEG tidak diperlukan
pascakejang demam sederhana karena rekamannya akan membuktikan
bentuk Non-epileptik atau normal dan temuan tersebut tidak akan
mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk kejang demam atipik atau
pada anak yang berisiko untuk berkembang epilepsi. Kejang demam atipik
meliputi kejang yang menetap selama lebih dari 15 menit, berulang selama
beberapa jam atau hari, dan kejang setempat. Sekitar 50% anak menderita
kejang demam berulang dan sebagian kecil menderita kejang berulang
berkali-kali. Faktor resiko untuk perkembangan epilepsi sebagai
komplikasi kejang demam adalah riwayat epilepsi keluarga positif, kejang
demam awal sebelum umur 9 bulan, kejang demam lama atau atipik, tanda
perkembangan yang terlambat, dan pemeriksaan neurologis abnormal.
Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila beberapa faktor risiko ada
dibanding dengan insiden 1% pada anak yang menderita kejang demam
dan tidak ada faktor resiko.
9
G.Penatalaksanaan
1. Pengobatan fase akut. Obat yang paling cepat menghentikan kejang
demam adalah diazepam yang diberikan melalui intravena atau intra rectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan). Bila kejang belum
berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20 menit.
2. Turunkan panas. Menggunakan obat Anti piretika : paracetamol / salisilat
10 mg/kg/dosis.
3. Kompres air hangat
4. Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebro spinal
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada
pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama.
5. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dua cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari
6. Penanganan sportif.
a. Bebaskan jalan napas
b. Beri zat asam
c. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d. Pertahankan tekanan darah. (Arief Mansjoer, 2000).
H. Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan merupakan proses pemecahan masalah yang dinamis
dalam usaha memperbaiki kesehatan pasien sampai tarif yang optimal melalui
suatu pendekatan sistematik untuk mengenal serta membantu memenuhi
10
kebutuhan-kebutuhan individu. Proses keperawatan mempunyai empat tahap yaitu
Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluas. (Lismidar, 1990).
I. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari landasan prosesn keperawatan
tahap pengkajian terdiri dari 3 kegiatan yaitu : Pengumpulan Data,
Pengelompokan Data, Perumusan Diagnosa Keperawatan. (Lismidar, 1990).
a. Pengumpulan Data
1. Identitas
Identitas pasien meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tanggal dan jam MRS, no. register ruangan, serta identitas yang
bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien panas yang meninggi disertai kejang
(Hipertermi).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari
panas, kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum,
selama dan setalah kejang.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas.
Pernah di rawat dinama, tindakan apa yang dilakukan, penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada keluarga kx tentang di dalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang diderita oleh klien seperti kejang atau
epilepsi.
4. Riwayat Psiko Sosial
Peran terhadap keluarga akan menurun yang diakibatkan oleh
adanya perubahan kesehatan sehingga dapat menimbulkan psikologis
11
klien dengan timbul gejala-gejala yang di alami dalam proses
penerimaan terhadap penyakitnya.
Meliputi :
a. Bagaimana keadaan lingkungan yang mengakibatkan atau
menyebabkan ketidak bersihan lingkungan sehingga akan
mempengaruhi kesehatan.
b. Keluarga yang belum mengerti tentang kesehatan
5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Pada umumnya klien / keluarga apakah keluarga mengerti tentang
penyakit / kebiasaan hidup sehat dan dibawa kemana bila sakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya klien kesukaran menelan.
c. Pola eliminasi
Pada klien febris convulsi tidak mengalami gangguan.
d. Pola istirahat dan tidur
Pada umumnya klien mengalami gangguan waktu tidur karena
panas yang meninggi.
e. Pola aktifitas dan latihan
Pada umumnya klien mengalami gangguan dalam melakukan
aktifitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya disebabkan karena klien mengalami gangguan dalam
cara menerima gambaran dirinya.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
a.a Biasanya pada klien febris convulsi mata cowong, px terlihat
lemas.
a.b Nafas tersengol-sengol, telapak tangan dan kaki kebiruan,
kejang, panas (suhu tubuh 37,50C), keluar keringat dingin,
adanya sekret.
12
b. Palpasi
b.a Akral dingin.
b.b Biasanya turgor kulit jelek atau menurun.
c. Auskultasi
c.a Dengarkan adanya ronchi (adanya sekret) dalam saluran
pernafasan.
c.b Mengukur tekanan nadi nadi biasanya masih normal
(120x/mnt).
d. Perkusi
Pada klien febris convulsi apabila dilakukan perkusi perut tidak
ada pantulan gelombang cairan.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Darah lengkap
Glukosa darah : mengalami penurunan konsentrasi glukosa
darah (hipoglikemi)
2. Urine lengkap.
3. Serum elektrolit.
b. EEG (Elektro Enchepalografi)
1.CT-Scan : pada pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya lesi
pada daerah kepala.
b. Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan, diidentifikasi sehingga
memunculkan masalah diagnosa keperawatan berdasarkan urutan prioritas
masalah.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret di saluran pernafasan
2. Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan dengan
dampak patologi dari penyakitnya.
13
3. Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran.
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi.
III. PERENCANAAN
1. Dx : Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret di saluran pernafasan
Tujuan
KH
:
:
Bersihan jalan nafas efektif dalam waktu 30 menit
a. Pernafasan normal 16-20x/mnt
b. Ujung jari dan bibir tidak biru
c. Respirasi normal 20 – 26 x / menit
Rencana tindakan
1. Berikan posisi hiperektensi pada klien.
R / agar jalan nafas tetap terbuka.
2. Lakukan nebulezer kalau perlu.
R / untuk mengencerkan dahak dan sekret.
3. Lakukan suction (bila perlu)
R / membersihkan jalan nafas
4. Observasi tanda-tanda vital klien.
R / mengetahui tingkat perkembangan klien.
5. Kolaborasi dengan tim medis / dokter dalam pemberian terapi
R / melaksanakan fungsi independent.
2. Dx : Gangguan rasa nyaman (peningkatan suhu tubuh) berhubungan
dengan dampak patologi dari penyakitnya.
Tujuan
KH
:
:
Suhu tubuh normal dalam waktu 1 jam
a.Suhu tubuh 36-37,50C
b.Tidak keluar keringat dingin
c. Penderita tampak tenang
Rencana tindakan
1. Berikan penjelasan pada keluarga pasien tentang penyebab
peningkatan suhu tubuh.
14
R / keluarga klien dapat mengerti tentang penyebab demam pada anak.
2. Ganti pakaian px dengan pakaian yang tipis dan mudah menyerap
keringat.
R / untuk mengurangi penguapan.
3. Berikan kompres dingin pada pasien.
R / dapat menurunkan suhu panas pasien.
4. Anjurkan minum sedikit tapi sering
R / memenuhi cairan yang keluar akibat panas meningkat dan
mengatasi rasa haus klien
5. Observasi tanda-tanda vital pada klien (terutama suhu)
R / mengetahui tingkat perkembangan pasien.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antipiretik
R / menurunkan demam dan melaksanakan fungsi independent.
3. Dx : Resiko cedera berhubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran.
Tujuan
KH
:
:
Cedera pada saat terjadi kejang dapat dicegah.
a.Tidak terjadi cedera.
b.Penderita tidak jatuh.
c.Lidah klien tidak tergigit.
Rencana tindakan
1. Jaga kepala terhadap benda-benda yang dapat menimbulkan cedera.
R / menghindari cedera saat kejang.
2. Rawat pasien pada ruangan yang tenang dengan posisi tidur kepala
hiperekstansi.
R / sekret dapat keluar.
3. Buka pakaian yang menekan.
R / membuka saluran nafas atau nafas klien tidak tertekan.
4. Observasi tanda-tanda vital klien tiap 15 menit selama fase akut.
R / mengetahui tingkat perkembangan klien.
5. Berikan pengamanan pada tempat tidur
R / menghindari cedera atau jatuh
6. Minimalkan terjadinya cedera pada klien.
15
R / meminimalkan terjadinya cedera pada klien
4. Dx : Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan
KH
:
:
Keluarga mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan
perawatan selama kejang.
Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
a.Keluarga cara mengerti penanganan kejang.
b.Keluarga mengerti penyebab dan tanda yang dapat
menimbulkan kejang.
c.Keluarga tanggap dan dapat melaksanakan perawatan
kejang.
Rencana tindakan
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
R / mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
kebenaran informasi yang di dapat.
2. Informasi keluarga tentang kejadian kejang dan dampak masalah, serta
beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang benar.
R / diharapkan keluarga mengetahui cara perawatan dan pengobatan
yang benar.
3. Kaji kemampuan keluarga terhadap penanganan kejang.
R / dengan mengkaji pada keluarga diharapkan mampu menangani
gejala-gejala yang menyebabkan kejang.
4. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam.
R / penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga.
IV. PELAKSANAAN
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent,
dependent, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan,
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan,
16
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Susan Martin,
1998).
V. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana (Nasrul Efendi,
1995).
17
BAB III
APLIKASI TEORI
A. Kasus
Anak T berjenis kelamin perempuan berumur 13 bulan mengalami panas naik
turun dan mengalami kejang 2 kali dan lama kejang sekitar 1 menit. RR anak T
adalah 24x/menit, BB 8,3 Kg, TB 72,2 cm, Nadi pasien 100x/menit, Suhu pasien
380C. Pasien dibawa ke Rumah Sakit Islam dan dilakukan pengkajian
B. Asuhan Keperawatan
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Kediri, 21 – 1 – 2009
Umur : 13 bulan
Anak ke : 1
Nama Ayah : Tn. J
Nama Ibu : Ny.Y
Pekerjaan Ayah : Guru
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Pendidikan Ayah : Perguruan Tinggi
Pendidikan Ibu : SMU
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Rahasia
Tanggal MRS : 28 – 2 – 2015 Jam 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Febris konvulsi
18
2.2 RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY )
2.2.1 Riwayat Keperawatan Sekarang
1. Keluhan Utama : Ibu pasien mengatakan badan anak panas naik
turun.
2. Lama Keluhan : Sejak kemarin sore ( tanggal 26 – 2 – 2015 )
3. Akibat timbulnya keluhan : Anak kejang 2 kali dan lama kejaang ± 1
menit.
4. Faktor yang memperberat : Ibu mengatakan anak sedang pilek.
5. Upaya untuk mengatasi : Memberi kompres hangat di seluruh tubuh.
2.2.2 Riwayat Keperawatan Sebelumnya
1. Prenatal : Kehamilan pertama, pemeriksaan kehamilan rutin ke bidan dan
melakukan kunjungan (ANC) sebanyak 6x. ibu juga imunisasi TT 1x, ibu
rutin olah raga dengan jalan – jalan pagi, selama hamil ibu tidak pernah
mengkonsumsi jamu – jamuan tradisional
2. Natal : Pasien lahir secara spontan vertex dengan ditolong bidan. BB lahir
3300 gram, panjang badan = 55 cm, bayi langsung menangis saat lahir.
3. Post – Natal : Pasien lahir tanpa kelainan kongenital, ASI ibu lancar.
4. Luka / Operasi. Pasien tidak pernah menjalani operasi.
5. Alergi: Ibu pasien mengatakan An.T tidak memiliki riwayat alergi terhadap
makanan atau debu.
6. Pola Kebiasaan. Ibu pasien mengatakan Saat dirumah anak terbiasa makan
sendiri, makan teratur dengan menu makan biasa ( nasi, lauk, pauk, sayur ),
di RS anak sulit makan dan makan pagi habis 5 sendok makan. Di rumah
anak terbiasa minum ASI cukup dan kadang – kadang minum susu formula
Indomilk. Saat badan panas anak sulit minum. An.T terbiasa tidur siang 1 –
2 jam / hari dan tidur malam 7-8 jam / hari.
7. Tumbuh Kembang : An.T mampu berjalan maju – mundur, berlari – lari,
dan membuka pakaian dengan sedikit bantuan, berbicara 1 – 2 kata
8. Status Gizi : BB : 8,3 kg ( BB normal : 9,2 – 10,6 kg, TB : 72,2
cm ( TB normal : 73 – 77 cm ), Lingkar kepala : 45 cm.
9. Turgor kulit baik, pertumbuhan rambut lebat, warna rambut hitam
19
2.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Komposi Keluarga. Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan 1 orang anak.
2. Lingkungan rumah dan komunitas. Rumah berada di pedesaan dengan
kehidupan masyarakatnya lebih bersosialisasi satu dengan lainnya
dibuktikan dengan banyaknya kunjungan dari tetangga sekitar ketika anak
dirawat di Ruang Anak
3. Kultur dan kepercayaan
4. Ibu pasien mengatakan percaya bahwa Tuhan senantiasa menjaga
kesehatan keluarga dan kesehatan adalah anugerah dari Tuhan.
5. Ayah pasien mengatakan mempunyai budaya memberi kompres hangat
saat anak panas karena yakin kalau kompres dingin akan membuat demam
anak semakin bertambah tinggi.
6. Fungsi dan hubungan keluarga. Komunikasi orang tua dengan anak baik
dan lancar. Peran ibu sebagai pengasuh anak masih bisa dikendalikan.
7. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan Ibu pasien mengatakan anak
sangat aktif bermain tetapi sulit makan. Ibu pasien bertanya apa yang
harus diperhatikan saat di rumah.
8. Persepsi keluarga tentang penyakit klien. Orang tua pasien mengatakan
memiliki pandangan bahwa penyakit pasien akan bisa cepat sembuh bila
rutin minum obat.
2.2.4 Observasi Dan Pemeriksaan Fisik ( Body System )
1. Pernafasan ( B1 : Breathing ).
Respirasi : 24 x / menit, Pada inspeksi hidung dan pergerakan dada
simetris. Pada auskultasi suara nafas baik pada trachea, bronchovesikuler
dan vesikuler tidak terdapat suara nafas tambahan. Tidak terdapat
pernafasan cuping hidung. Pasien pilek. Tidak terdapat sianosis baik pada
ekstremitas maupun bibir. Pasien aktif beraktivitas. BB : 8,3 kg ( BB
normal : 9,2 – 10,6 kg ). TB : 72,2 cm ( TB normal : 73 – 77 cm )
2. Cardiovascular ( B2 : Bleeding )
Nadi : 100 x/menit, irama teratur. Suhu : 380 C. Bunyi jantung S1
dan S2 tunggal, tidak terdapat mur – mur.
20
3. Persyarafan ( B3 : Brain )
Tingkat kesadaran composmentis. Anak rewel. Tidak terdapat kelumpuhan
ekstremita.
4. Perkemihan – Eliminasi Urine ( B4 : Bladder )
Tidak ada riwayat gangguan saat BAK. Bladder lunak. BAK spontan.
BAK 5 – 6 x / hari, kadang mengompol
5. Pencernaan – Eliminasi Alvi ( B5 : Bowel )
Pada inspeksi tidak terdapat jaringan parut pada abdomen. Tidak terdapat
asites. Pada perkusi suara tympani. Bising usus 8 x/menit. Turgor kulit
baik. Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, perut lunak.
6. Tulang – Otot – Integumen ( B6 : Bone ).
Tidak tedapat nyeri tekan otot. Turgor kulit baik. Tidak terdapat edema
ekstremitas. Tidak terdapat kelainan tulang belakang.
2.3 ANALISA DATA
No Data Etiologi Problem
1 D S :
Ibu pasien mengatakan
badan anak panas naik
turun Sejak kemarin sore (
tanggal 26 – 2 – 2015 )
Ibu pasien mengatakan
Anak kejang 2 kali dan
lama kejaang ± 1 menit.
DO :
Suhu 380C
Pasien MRS karena kejang
2 X
Tidak terdapat kelumpuhan
ekstremitas
demam sekunder
terhadap
metabolisme
tubuh meningkat
Hipertermia
2 DS : Kesalahan dalam Defisiensi
21
Ayah pasien mengatakan
mempunyai budaya
memberi kompres hangat
saat anak panas karena
yakin kalau kompres
dingin akan membuat
demam anak semakin
bertambah tinggi.
Ibu pasien mengatakan
saat badan panas anak sulit
minum.
DO :
Ibu pasien bertanya
tentang apakah pemberian
minum saat anak panas itu
penting ?
Ayah pasien bertanya
tentang cara pemberian
compres saat anak panas?
memahami
informasi yang
ada
Pengetahuan
2.4 Prioritas Diagnosa
1. Hipertermia berhubungan dengan demam sekunder terhadap metabolisme
tubuh meningkat
2. Défisiensi pengetahuan tentang berhubungan dengan Kesalahan dalam
memahami informasi yang ada
22
2.5 PERENCANAAN
No.
Dx
NOC NIC Rasional
1 Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2x24 jam
pasien akan
menunjukkan
termoregulasi, dengan
criteria hasil :
Hipertermia turun
Pantau aktivitas
kejang
Aktivitas kejang pasien
dapat mengetahui adanya
keparahan pada diri pasien
Pantau hidrasi
(misalnya turgor
kulit,
kelembapan
membrane
mukosa)
Pasien hidrasi
berpengaruh terhadap
suhu tubuh pasien
Berikan obat
antipiretfik bila
perlu
Obat bisa menurunkan
hipertermi pasien
2 Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2x24 jam
pasien akan
menunjukkan
pengetahuan, dengan
criteria hasil :
Deskripsi hipertermi
luas
Bina hubungan
saling percaya
antara pasien dan
keluarga
Dengan rasa percaya,
perawat dapat dengan
mudah memberikan
pengetahuan terkait
kondisi pasien
Tentukan
kemampuan
pasien atau
keluarga terkait
penyakit saat ini
Agar mampu menilai
tingkat pemahaman
mengenai penyakit
hipertermi
Tentukan
motivasi pasien
dan keluarga
untuk
mempelajari
informasi
Adanya motivasi dapat
membuat pasien dan
keluarga menjadi
bersemangat untuk
menerima informasi
23
tersebut
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam (febris convulsi) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38 oC) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran
kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. kejang demam
berlangsung singkat, berupa serangan kejang kronik. Bentuk kejang lain dapat
juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan, sebagian
besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit, sering kali kejang berhenti sebentar.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa
keperawatan pada khusunya.
25
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 2, Media
Aescolapius, FKUI Jakarta.
Lynda Juall Carpenito, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, UI, Jakarta.
Efendi, Nasrul, 1995. Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :Media Aesculapius
FKUI. Edisi III.
Price dan Wilson. (1995). Patofisiologi. Jilid 2. Terjemahan : Peter Anugrah.
Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz. A. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : CV. Sagung
Seto
26
top related