kegiatan belajar 3. objek ppn
Post on 14-Nov-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Halaman 16
Kegiatan
Belajar
3 3. OBJEK PPN
A. Indikator
a. Peserta pelatihan dapat menjelaskan barang kena pajak dan jasa kena pajak
b. Peserta pelatihan dapat menjelaskan penyerahan yang terutang PPN
c. Peserta pelatihan dapat menjelaskan objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN
d. Peserta pelatihan dapat menjelaskan objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN
e. Peserta pelatihan dapat menjelaskan objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN
B. Uraian dan Contoh
a. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
1. Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang Undang
PPN8. Ruang lingkup Barang menurut Undang Undang PPN meliputi barang berwujud, yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud9. Undang Undang PPN pada prinsipnya menganut prinsip negatif list,
artinya semua barang pada prinsipnya merupakan Barang Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali
yang ditentukan lain oleh Undang Undang. Sehingga yang diatur secara rinci oleh Undang
Undang PPN adalah barang-barang yang tidak dikenakan PPN10. Dengan demikian, secara
otomatis barang-barang lainnya merupakan Barang Kena Pajak.
Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam
kelompok barang sebagai berikut11 :
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung
dari sumbernya yang tidak terutang PPN meliputi:
a) minyak mentah (crude oil);
b) gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat;
c) panas bumi;
d) asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips,
kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil,
8 Pasal 1 angka 3 UU No.42 Tahun 2009 9 Pasal 1 angka 2 UU No.42 Tahun 2009 10 Diatur di pasal 4A ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 11 Pasal 4A ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 dan penjelasannya
Halaman 17
pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome,
tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e) batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f) bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak yang tidak terutang PPN
meliputi:
a) beras;
b) gabah;
c) jagung;
d) sagu;
e) kedelai;
f) garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g) daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h) telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau
dikemas;
i) susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
j) buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas; dan
k) sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017, jenis barang
kebutuhan pokok mengalami penambahan 3 jenis barang, yaitu:
a) ubi-ubian;
b) bumbu-bumbuan; dan
c) gula konsumsi
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak berganda
karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah.
d. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
2. Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang Undang PPN12.
Ruang lingkup Jasa menurut Undang Undang PPN adalah setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,
12 Pasal 1 angka 6 UU No.42 Tahun 2009
Halaman 18
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan13.
Undang Undang PPN pada prinsipnya menganut prinsip negatif list, artinya semua jasa
pada prinsipnya merupakan Jasa Kena Pajak (dikenakan PPN) kecuali yang ditentukan lain
oleh Undang Undang. Sehingga yang diatur secara rinci oleh Undang Undang PPN adalah
jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN14. Dengan demikian, secara otomatis jasa-jasa lainnya
merupakan Jasa Kena Pajak
Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:
a. Jasa pelayanan kesehatan medis.Jasa pelayanan kesehatan medis yang tidak terutang
PPN meliputi:
1. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
2. jasa dokter hewan;
3. jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
4. jasa kebidanan dan dukun bayi;
5. jasa paramedis dan perawat;
6. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium;
7. jasa psikolog dan psikiater; dan
8. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
b. Jasa pelayanan sosial. Jasa pelayanan sosial yang tidak terutang PPN meliputi:
1. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
2. jasa pemadam kebakaran;
3. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
4. jasa lembaga rehabilitasi;
5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium;
dan
6. jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko. Jasa pengiriman surat dengan perangko yang
tidak terutang PPN meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko
tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
d. Jasa keuangan. Jasa keuangan yang tidak terutang PPN meliputi :
1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu;
2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
13 Pasal 1 angka 5 UU No.42 Tahun 2009 14 Diatur di pasal 4A ayat (3) Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
Halaman 19
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;
4. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah
dan fidusia; dan
5. jasa penjaminan.
e. Jasa asuransi. Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang
meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang
asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi
f. Jasa keagamaan. Jasa keagamaan yang tidak terutang PPN meliputi:
1. jasa pelayanan rumah ibadah;
2. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
4. jasa lainnya di bidang keagamaan.
g. Jasa pendidikan. Jasa pendidikan yang tidak terutang PPN meliputi:
1. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan
profesional; dan
2. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
h. Jasa kesenian dan hiburan. Jasa kesenian dan hiburan yang tidak terutang PPN
meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan yang
tidak terutang PPN meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh
instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor
yang bertujuan komersial
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
k. jasa tenaga kerja. Jasa tenaga kerja yang tidak terutang PPN meliputi:
1. jasa tenaga kerja;
2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja
tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
l. jasa perhotelan. Jasa perhotelan yang tidak terutang PPN meliputi:
1. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,
motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan
untuk tamu yang menginap; dan
2. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum yang tidak terutang PPN meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian lzin
Halaman 20
Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu
Tanda Penduduk
n. Jasa penyediaan tempat parkir. Yang dimaksud dengan “jasa penyediaan tempat parkir”
adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran
o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam. Yang dimaksud dengan “jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam” adalah jasa telepon umum dengan
menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta.
p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
q. Jasa boga atau katering.
b. Penyerahan yang Terutang PPN
PPN terutang atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Ruang lingkup
pengertian penyerahan barang kena pajak menurut Undang Undang PPN meliputi15 :
a. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Yang dimaksud
dengan “perjanjian” meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau
perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
b. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing).
Penyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli dan/atau
perjanjian leasing (sewa guna usaha). Adapun yang dimaksud dengan pengalihan
karenaPenyerahan Barang Kena Pajak dapat terjadi karena perjanjian sewa beli
dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Yang dimaksud dengan “pengalihan
Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa guna usaha (leasing)” adalah
penyerahan Barang Kena Pajak yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha
(leasing) dengan hak opsi.
Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, Barang Kena Pajak dianggap
diserahkan langsung dari Pengusaha Kena Pajak pemasok (supplier) kepada pihak
yang membutuhkan barang (lessee).
c. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang merupakan penyerahan Barang
Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang
dilakukan dengan penerbitan Faktur Pajak oleh pemilik barang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal pemilik barang tidak menerbitkan Faktur Pajak, pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang dilakukan sendiri oleh
pemenang lelang melalui Surat Setoran Pajak.
15 Pasal 1A ayat (1) Undang Undang No.42 Tahun 2009
Halaman 21
d. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak.
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah. Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak" adalah
pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau
karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan
yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak" adalah pemakaian Jasa
Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut meliputi
pemakaian sendiri untuk16:
a. tujuan produktif; atau
b. tujuan konsumtif.
Yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak untuk tujuan produktif" adalah pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau
untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran,
dan manajemen.
Sedangkan yang dimaksud dengan "Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan konsumtif" adalah pemakaian Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak ada kaitan dengan kegiatan produksi
selanjutnya atau untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan manajemen.
Contoh pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
Konsumtif:
1) Pabrikan minuman ringan menggunakan hasil produksinya untuk konsumsi
karyawan atau para tamu.
2) Pabrikan sepatu dalam rangka promosi membeli topi dengan logo merek sepatu
pabrik tersebut dan sebagian dibagikan kepada karyawannya.
3) Perusahaan telekomunikasi selular memberikan fasilitas bebas biaya telepon
selular kepada para direksinya.
Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang bersangkutan:
1) Pabrikan truk mempergunakan sendiri truk yang diproduksinya untuk
kegiatan usaha mengangkut suku cadang.
2) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai pengeras jalan di lingkungan pabrik.
16 Pasal 5 PP No.1 Tahun 2012
Halaman 22
3) Perusahaan telekomunikasi menggunakan saluran teleponnya untuk
kegiatan operasional perusahaan dalam berkomunikasi dengan mitra
bisnisnya.
Pemakaian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan
produktif yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya:
1) Pabrikan minyak kelapa sawit menggunakan limbahnya berupa kulit dari inti
sawit sebagai bahan pembakaran boiler dalam proses pabrikasi.
2) Pabrikan kayu lapis (plywood) menggunakan hasil produksinya berupa kayu lapis
(plywood) untuk membungkus kayu lapis (plywood) yang akan dipasarkan agar
tidak rusak.
3) Perusahaan telekomunikasi menggunakan sambungan saluran teleponnya untuk
melakukan penyerahan jasa provider internet kepada konsumennya.
Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif
tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kecuali pemakaian sendiri yang digunakan untuk
melakukan penyerahan yang:
b. tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
c. mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Transaksi pemakaian sendiri untuk tujuan produktif terutang Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam rangka
memberikan kemudahan administrasi kepada Pengusaha Kena Pajak, pemakaian
sendiri untuk tujuan produktif tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Kemudahan
administrasi tersebut diberikan karena Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif merupakan Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan.
Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal pemakaian sendiri digunakan untuk kegiatan yang
atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Perlakuan ini diberikan karena
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemakaian
sendiri merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Contoh pemakaian sendiri untuk tujuan produktif:
Pabrikan ban menggunakan produksi ban sendiri untuk:
a. truk yang digunakan untuk pengangkutan ban produksinya; dan
b. kendaraan angkutan umumnya.
Atas pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada contoh
huruf a tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, atas
pemakaian sendiri untuk tujuan produktif sebagaimana dimaksud pada contoh huruf b
tetap dipungut Pajak Pertambahan Nilai, karena digunakan untuk penyerahan jasa
angkutan umum yang merupakan penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan
Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dalam rangka pemakaian sendiri Barang Kena Pajak
Halaman 23
dan/atau Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dipakai sendiri
tidak termasuk dalam kategori Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dibebaskan, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Dengan demikian apabila yang dipakai sendiri adalah Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/
atau Jasa Kena Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Demikian juga apabila barang dan/atau jasa yang dipakai sendiri termasuk dalam jenis
bukan Barang Kena Pajak dan/atau bukan Jasa Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai
yang dibayar atas perolehan barang dan/atau jasa tersebut merupakan Pajak Masukan
yang tidak dapat dikreditkan.
e. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,
disamakan dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang
Kena Pajak.
f. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang. Dalam hal suatu perusahaan mempunyai
lebih dari satu tempat pajak terutang baik sebagai pusat maupun sebagai cabang
perusahaan, pemindahan Barang Kena Pajak antar tempat tersebut merupakan
penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal
atau tempat kedudukan. Yang dimaksud dengan “cabang” antara lain lokasi usaha,
perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha sejenisnya
g. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi. Dalam hal penyerahan secara
konsinyasi, Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena
Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan
tersebut. Sebaliknya, jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan
diputuskan untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak, pengusaha yang
menerima titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian
Barang Kena Pajak (retur).
h. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena
Pajak. Contoh: dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia
dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas
pesanan nasabah bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank
syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya
Halaman 24
kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor
tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B
Sedangkan yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah17 :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang. Yang dimaksud dengan ”makelar” adalah makelar
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, yaitu pedagang
perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan
berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka dengan
melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan
atas nama orangorang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
b. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
c. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar
cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha,
baik sebagai pusat maupun cabang perusahaan, dan Pengusaha Kena Pajak tersebut
telah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak,
pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat kegiatan usaha ke tempat kegiatan
usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak
termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan
Barang Kena Pajak antartempat pajak terutang.
d. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak. Yang
dimaksud dengan “pemecahan usaha” adalah pemisahan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas.
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan karena tidak terkait dengan
usaha atau perolehan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon18
c. Objek PPN pasal 4 Undang Undang PPN
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang Undang No.42 Tahun 2009 PPN dikenakan atas
delapan objek yaitu :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
17 Pasal 1A ayat (2) Undang Undang No.42 Tahun 2009 18 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Undang Undang No.42 Tahun 2009
Halaman 25
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
Contoh : PT A sebuah perusahaan bergerak dalam bidang penjualan komputer yang
berkedudukan di Bandung menjual sejumlah komputer kepada PT B sebuah perusahaan yang
berkedudukan di Surabaya.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;
b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak
Contoh : PT A sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif berkedudukan
di Jakarta melakukan impor kendaraan bermotor dari Jepang
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak pada huruf a, siapapun yang
memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean
Contoh : PT A sebuah perusahaan bertempat kedudukan di Jakarta bergerak dalam
bidang persewaan kendaraan, menyewakan sejumlah mobil kepada PT B yang berkedudukan
di Bandung.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha yang
seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak;
b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan/atau yang diberikan secara cuma-cuma.
Terkait dengan transaksi jasa lintas negara Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang
dimanfaatkan di dalam atau di luar Daerah Pabean.19
Contoh 1: A Corp. yang berdomisili di Jepang mengirimkan lagu kepada PT B di Indonesia
untuk dibuatkan penulisan not balok atas lagu tersebut. Penulisan not balok yang telah selesai
19 Pasal 6 PP No.1 Tahun 2012
Halaman 26
dikirim kembali ke Jepang. Atas jasa penulisan not balok yang dilakukan oleh PT B tersebut
terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh 2: Z Corp. yang berdomisili di Korea Selatan berencana memasarkan produknya di
Indonesia. Oleh karena itu, Z Corp. menyewa PT DEF di Indonesia untuk melakukan survei
pasar di Indonesia. Jasa survei yang dilakukan oleh PT DEF tersebut terutang Pajak
Pertambahan Nilai.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang
Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean juga dikenai Pajak Pertambahan
Nilai.
Contoh : Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan
merek yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek
tersebut oleh Pengusaha A di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam
Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak C di
Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha B yang berkedudukan di Singapura.
Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
Contoh
PT A berkedudukan di bandung telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Pada
suatu waktu PT A melakukan ekspor sejumlah garmen ke Hongkong
Berbeda dengan Pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan/atau huruf c, Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
Contoh : PT Indocinema sebuah perusahaan berkedudukan di Jakarta bergerak dalam
bidang produksi film dan sinetron. Pada suatu waktu PT Indoncinema menjual hak pemutaran
salah satu film produksinya untuk ditayangkan di bioskop di Kuala Lumpur Malaysia.
Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, pengusaha yang
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
Yang dimaksud dengan "Barang Kena Pajak Tidak Berwujud" adalah :
1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya
2) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah
3) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
Halaman 27
4) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau
informasi tersebut pada angka 3, berupa :
a. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi
yang serupa;
b. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit,
kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
c. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
5) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut
di atas.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak
Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena
Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau
permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.
Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya
dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.20
sebagai berikut:
a. kegiatan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar
Daerah Pabean, meliputi:
1) jasa maklon;
2) jasa perbaikan dan perawatan; dan
3) jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor
b. kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah
Pabeanyaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan
perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di
luar Daerah Pabean
c. kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang hasilnya
diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean dengan cara:
1. penyampaian langsung atau tidak langsung antara lain melalui pos dan saluran
elektronik; atau
2. berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean,
3. berdasarkan permintaan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak.
Meliputi:
1) jasa teknologi dan informasi;
2) jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
20 PMK No 32/PMK.010/2019
Halaman 28
3) jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut
untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
4) jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi
desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa
konsultansi keinsinyuran (engineering Services), jasa konsultansi pemasaran
(marketing Services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan,
dan jasa perpajakan;
5) jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean
untuk tujuan ekspor; dan
6) jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.
Ekspor Jasa Kena Pajak dikenai Pajak Pertambahan Nilai tarif 0% sepanjang memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. didasarkan atas perikatan atau perjanjian tertulis antara Pengusaha Kena Pajak dengan
Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak yang mencantumkan dengan jelas:
1) jenis;
2) rincian kegiatan yang dihasilkan di dalam Daerah Pabean untuk
dimanfaatkan di luar Daerah Pabean oleh Penerima Ekspor Jasa Kena
Pajak; dan
3) nilai penyerahan
b. terdapat pembayaran disertai dengan bukti pembayaran yang sah dari Penerima Ekspor
Jasa Kena Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak sehubungan dengan Ekspor Jasa
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Kegiatan pelayanan yang tidak memenuhi ketentuan diatas dianggap sebagai penyerahan Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Sedangkan Jasa
Kena Pajak yang dihasilkan dan dimanfaatkan di luar Daerah Pabean tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
Atas kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak dilaporkan sebagai Ekspor Jasa Kena Pajak
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Atas kegiatan ekspor jasa maklon,
selain melaporkan Ekspor Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak melaporkan ekspor
Barang Kena Pajak yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan jasa maklon dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Pertambahan Nilai atas:
a. perolehan Barang Kena Pajak;
b. perolehan Jasa Kena Pajak;
c. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean;
d. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; dan/atau
e. impor Barang Kena Pajak,
yang berhubungan langsung dengan kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak dan ekspor Barang
Kena Pajak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Halaman 29
d. Objek PPN pasal 16C Undang Undang PPN
Objek PPN pasal 16C sering disebut dengan istilah PPN Kegiatan Membangun Sendiri
(PPN KMS). Berdasarkan Undang Undang PPN21, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas
kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang
batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan22, PPN Kegiatan Membangun Sendiri
terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Yang
dimaksud kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Kriteria bangunan yang terutang PPN Kegiatan
Membangun Sendiri yaitu bangunan yang berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan
kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2
Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh
persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Kegiatan
Membangun Sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Dengan kata lain tarif
efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 2% dari jumlah biaya yang dikeluarkan
dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai
pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Kegiatan membangun
sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang
tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari dua tahun. Tempat Pajak
Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.
Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai terutang dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus
diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam hal
tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP
yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan
tersebut. Jika tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan
sebagai berikut :
21 pasal 16C Undang Undang No.18 Tahun 2000 22 Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012
Halaman 30
a. kolom NPWP diisi dengan :
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat
bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri.
Jika orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat
Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. kolom NPWP diisi dengan :
angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat
bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar
ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar,
orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan
kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak
Jika orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah
kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat
orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan
membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang
wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
Apabila hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor
Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar,
atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta
Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai terutang wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga
Surat Setoran Pajak.
e. Objek PPN pasal 16D Undang Undang PPN
Berdasarkan pasal 16D Undang Undang No.42 Tahun 2009 Pajak Pertambahan Nilai
dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula
Halaman 31
tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang
Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena :
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha23
b. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon24
Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin, bangunan, peralatan,
perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak. Namun, Pajak Pertambahan Nilai
tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut
ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut
tidak dapat dikreditkan.
Tarif PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan adalah 10%. Dasar Pengenaan Pajak PPN atas
penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan adalah harga jual. Dengan demikian PPN terutang dihitung 10% x harga jual.
Contoh : Pengusaha Kena Pajak A bergerak dalam bidang industri tekstil. Pada suat saat
Pengusaha Kena Pajak A menjual aktiva berupa mesin yang selama ini digunakan untuk
memproduksi tekstil dengan harga jual Rp100.000.000,00. Atas penjualan mesin ini terutang
PPN pasal 16D yaitu atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan sebesar 10% x 100.000.000 atau Rp10.000.000,00
C. Rangkuman
Objek PPN diatur dalam tiga pasal yaitu :
1. Pasal 4 Undang Undang PPN, yaitu
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Pasal 16C Undang Undang PPN yaitu PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. Pajak
Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen)
dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Kegiatan
Membangun Sendiri adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b Undang Undang No.42 Tahun 2009 24 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf c Undang Undang No.42 Tahun 2009
Halaman 32
Dengan demikian tarif efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah 2% dari jumlah
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
3. Pasal 16D Undang Undang PPN yaitu penyerahan aktiva tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan. PPN terutang atas terutang penyerahan aktiva tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan sebesar 10% x harga jual.
Barang Kena Pajak
Apa yang dimaksud dengan barang ?
Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini
Negative list
Lihat di bahan ajar
barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
a. minyak mentah (crude oil);b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat;c. panas bumi;d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu
apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; danf. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih
perak, serta bijih bauksit.
barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyaka. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
a. Beras dan Gabahberkulit, dikuliti, setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh atau dikilapkan
maupun tidak, pecah, menir, selain yang cocok untuk disemai
b. Jagung telah dikupas maupun belum, termasuk pipilan, pecah, menir, tidak termasuk bibit
c. Sagu empulur sagu (sari sagu), tepung, tepung kasar dan bubuk
d.Kedelai berkulit, utuh dan pecah, selain benih
e. Garam konsumsi beryodium maupun tidak (termasuk garam meja dan garam didenaturasi) untuk
konsumsi/kebutuhan pokok masyarakat)
f Daging daging segar dari hewan ternak dan unggas dengan atau tanpa tulang yang tanpa diolah, baik yang
didinginkan, dibekukan, digarami, dikapur, diasamkan, atau diawetkan dengan cara lain.
g. Telur tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan atau diawetkan dengan cara
lain, tidak termasuk bibit;
h.Susu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan
(pasteurisasi), tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.
i Buah-buahan buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi,
dikupas, dipotong, diiris, digrading, selain yang dikeringkan
j Sayur-sayuran sayuran segar, yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah atau
dibekukan, termasuk sayuran segar yang dicacah.
k Ubi-ubian ubi segar, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, digrading.
l Bumbu-bumbuan segar, dikeringkan tetapi tidak dihancurkan atau ditumbuk
mGula konsumsi gula kristal putih asal tebu untuk konsumsi tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna
• makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
Jasa Kena Pajak
• Apa yang dimaksud dengan jasa?
• Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini
• Negative list
Lihat di bahan ajar
Jasa pelayanan kesehatan medis
• jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;• jasa dokter hewan;• jasa ahli kesehatan seperti ahli akupuntur, ahli gigi,
ahli gizi, dan ahli fisioterapi;• jasa kebidanan dan dukun bayi;• jasa paramedis dan perawat;• jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan,
laboratorium kesehatan, dan sanatorium;• jasa psikolog dan psikiater; dan• jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan
oleh paranormal.
Jasa pelayanan sosial
• jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
• jasa pemadam kebakaran;
• jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
• jasa lembaga rehabilitasi;
• jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
• jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
jasa pengiriman surat dengan perangko
• Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel
jasa asuransi
• Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi,
• tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
jasa keagamaan
• jasa pelayanan rumah ibadah;
• jasa pemberian khotbah atau dakwah;
• jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
• jasa lainnya di bidang keagamaan.
jasa pendidikan
• jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
• jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
jasa kesenian dan hiburan
• Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan
jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
• Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
jasa tenaga kerja
• jasa tenaga kerja;
• jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
• jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
jasa perhotelan
• jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
• jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian Izin Mendirikan Bangunan, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
jasa penyediaan tempat parkir
• Yang dimaksud dengan "jasa penyediaan tempat parkir" adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran
jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
• Yang dimaksud dengan "jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam" adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
Objek PPNPasal 4 (1) UU No. 42 Tahun 2009
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha;d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak; danh. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN Tarif 0%
a. kegiatan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean;
b. kegiatan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean; atau
c. kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean dengan cara:
1. penyampaian langsung atau tidak langsung antara lain melalui pos dan saluran elektronik; atau
2. berupa penyediaan hak untuk dipakai (akses) di luar Daerah Pabean, berdasarkan permintaan Penerima Ekspor Jasa Kena Pajak.
Kegiatan pelayanan yang melekat pada barang bergerak yang dikeluarkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean
• jasa maklon;
• jasa perbaikan dan perawatan; dan
• jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor.
• Jenis Jasa Kena Pajak berupa kegiatan pelayanan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi
– pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar Daerah Pabean
Kegiatan pelayanan yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean
• jasa teknologi dan informasi;• jasa penelitian dan pengembangan (research and development);• jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara
dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
• jasa konsultansi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering Services), jasa konsultansi pemasaran (marketing Services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
• jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
• jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit dan/atau komunikasi/konektivitas data.
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
Pasal 4 ayat (1) hurf a
• Yang dimaksud pengusaha ?
• Apa syarat terutang PPN ?
Lihat di bahan ajar
PENYERAHAN & BUKAN PENYERAHANPenyerahan (8)a. penyerahan hak atas Barang Kena Pajak
karena suatu perjanjian;b. pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu
perjanjian sewa beli dan/atau perjanjiansewa guna usaha (leasing);
c. penyerahan Barang Kena Pajak kepadapedagang perantara atau melalui jurulelang;
d. pemakaian sendiri dan/atau pemberiancuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
e. Barang Kena Pajak berupa persediaandan/atau aktiva yang menurut tujuansemula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaranperusahaan;
f. penyerahan Barang Kena Pajak dari pusatke cabang atau sebaliknya dan/ataupenyerahan Barang Kena Pajak antarcabang;
g. penyerahan Barang Kena Pajak secarakonsinyasi; dan
h. penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangkaperjanjian pembiayaan yang dilakukanberdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dariPengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Bukan Penyerahan (5)a. penyerahan Barang Kena Pajak kepada
makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
b. penyerahan Barang Kena Pajak untukjaminan utang-piutang;
c. Penyerahan Barang Kena Pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruff dalam hal Pengusaha Kena Pajakmelakukan pemusatan tempat pajakterutang;
d. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihakyang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PengusahaKena Pajak; dan
e. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untukdiperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidakdapat dikreditkan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.
Impor Barang Kena PajakPasal 4 ayat (1) huruf b UU PPN
• Siapa yang melakukan pemungutan ?
• Siapa saja yang terutang PPN ?Lihat di bahan ajar
PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DAN JKP DARI LUAR DAERAH PABEAN
• Siapa yang terutang?
• Bagaimana pengenaan PPN-nya?Lihat di bahan ajar
Kegiatan Membangun SendiriPasal 16 C UU PPN
• Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)
• Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak Pertambahan Nilai terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
• Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Kriteria Bangunan KMS
• Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton,
pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2
Tarif & DPP KMS
• Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak.
• Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Saat dan Tempat Terutang KMS
• Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
• Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Penyerahan Aktiva Tujuan Semula Tidak DiperjualbelikanPasal 16 D UU PPN
• Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009
Penyerahan Barang Kena Pajak, antara lain, berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan, atau Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak dikenai pajak.
Tidak Dikenakan PPN Pasal 16D
• Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut tidak dapat dikreditkan
top related