kebisingan-1 punya orang
Post on 21-Dec-2015
236 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan mendengar adalah karunia Tuhan yang tiada tara
nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit menjalani kehidupan
(Soeripto, 2008). Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki ampir
seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, akan tetapi setiap
perkembangan teknologi tentu akan memberikan dampak, baik yang
bersifat positif maupun negatif (Wahyu, 2003).
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita
tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya
bunyi telfon, bunyi mesin cetak, dan sebagainya. Namun, sering bunyi
tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita
inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi
ambang batas pendengaran. Bunyi yang tidak kita inginkan atau
kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan
(Notoatmodjo, 2011).
Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yang
sering dijumpai ditempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang
berlebihan dapat merusak kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli)
dan juga dapat mempengaruhi anggota tubuh yang lain termasuk
jantung (Soeripto, 2008).
1
Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang
dikategorikan bising dan yang dapat mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan
yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB,
maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga,
guna mencegah gangguan-gangguan pendengaran (Notoadmodjo,
2011).
Dari akibat pemajanan terhadap bising, kebanyakan atau
umumnya tidak dapat disembuhkan (tidak dapat diobati). Oleh karena
itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-satunya cara
yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran (ketulian)
(Soeripto, 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur
kebisingan (Sound Level Meter).
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
b) Untuk mengetahui pengoperasian alat pengukur kebisingan.
C. Prinsip kerja
Pada umumnya sound level meter (SLM) diarahkan ke sumber
suara, setinggi telinga pekerja (150 cm dari tanah), agar dapat
menangkap kebisingan yang tercipta. Prinsip kerja dari SLM yaitu
2
apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan perubahan
tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini dan selanjutnya akan
menggerakkan meter petunjuk.
D. Manfaat Percobaan
1. Mahasiswa mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.
2. Mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Kerja
1. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk salah
satu hal yang penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan
kerja tidak melaksanankan proses produksi dalam suatu
perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses
produksi tersebut.
Menurut Lewa dan Subowo (2005) lingkungan kerja didesain
sedemikian rupa agar dapat tercipta hubungan kerja yang mengikat
pekerja dengan lingkungannya. Lingkungan kerja yang baik yaitu
apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal,
sehat, aman, dan nyaman. Lingkungan kerja yang kurang baik
dapat menuntut tenaga kerja serta waktu yang lebih banyak dan
tidak mendukung diperolehnya rancangan system kerja yang
efisien.
Menurut Sedarmayanti (2009) definisi lingkungan kerja yaitu
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan
sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta
pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai
kelompok.
4
2. Jenis-jenis Lingkungan Kerja
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa secara garis
besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: lingkungan
kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
a. Lingkungan kerja fisik
Menurut Sedarmayanti (2009) yang dimaksud dengan
lingkungan kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat disekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori,
yakni:
1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan
(seperti: pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya)
2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga
disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi
manusia, misalnya: temperature, kelembaban, sirkulasi
udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak
sedap, warna, dan lain-lain.
b. Lingkungan kerja non fisik
Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa lingkungan
kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun
dengan sesame rekan kerja, ataupun dengan bawahan.
5
Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan
kerja yang tidak bisa diabaikan.
perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi
yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan,
maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan.
Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.
B. Tinjauan Umum Tentang Kebisingan
1. Pengertian Kebisingan
Terdapat berbagai macam persepsi terkait dengan
kebisingan itu sendiri. Diantara definisi tersebut yaitu bising dalam
kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan
pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum
pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi,
dan pola waktu (Buchari, 2007).
Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No:
Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa
kebisingan terjadi bila ada bunyi di lingkungan. Terdapat 2 hal yang
6
mempengaruhi kualiyas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam
hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga
setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus
energy yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi
dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan
yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005).
2. Jenis-jenis Kebisingan
Berdasarkan atas sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising
dapat dibagi atas 5 (Buchari, 2007):
a) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas.
Bising ini relative tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk
periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin,
dan dapur pijar.
b) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit.
Bising ini juga relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai
frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000
Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.
c) Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi
secara terus menerus, melainkan ada periode relative tenang.
Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.
d) Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan
suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya
7
mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan
mercon, dan meriam.
e) Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya
saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
Sedangkan berdasarkan atas pengaruhnya terhadap
manusia, bising dapat dibagi atas 3 (Soeripto, 2008):
a) Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak
keras. Misalnya orang yang mendengkur.
b) Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi
ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja,
karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam
kebisingan dari sumber lain.
c) Bising yang merusak (damaging/injurious noise), ialah bunyi
yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), bunyi
jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
3. Sumber Kebisingan
Dilihat dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan
lainnya.
b. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang,
kapal laut, dan lainnya.
8
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber
suara yang dikeluarkannya ada dua:
a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu
titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dari mesin-mesin
industri/mesin yang tak bergerak.
b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya
kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang
bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi
menjadi:
a. Bising interior. Merupakan bising yang berasal dari manusia,
alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara
lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga
bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung
tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin,
pencuci piring, dan lain-lain.
b. Bising eksterior. Bising yang dihasilkan oleh kendaraan
transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi.
4. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja
Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga
kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian. Lebih rinci lagi, maka dapatlah
9
digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai
berikut (Buchari, 2007):
a. Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,
peningkatan nadi, basal metabolism, konstruksi pembuluh darah
kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris.
b. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,
kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain.
Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit,
psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan
lain-lain.
c. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya
pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi
pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan
komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan
bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan
tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan
produktifitas kerja.
10
d. Gangguan Keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan
fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.
e. Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh
bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang
paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya
pendengaran atau ketulian, ketulian ini dapat bersifat progresif
atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus
ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang
secara menetap atau tuli.
5. Pengendalian kebisingan
Mengingat dampak negatif dari pemaparan kebisingan bagi
masyarakat, sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan
yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat
kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian
kebisingan pada sumbernya, penempatan penghalang (barrier)
pada jalan transmisi, ataupun proteksi pada masyarakat yang
terpapar (Mulia, 2005).
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui
pemberlakukan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya
mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang
tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi
11
diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar (Mulia,
2005).
Selain itu, terdapat pula cara-cara pengendalian kebisingan
sebagai berikut (Soeripto, 2008):
a. Pengendalian secara tehnis, yaitu menggunakan atau
memasang pembatas atau tameng yang dikombinasikan
dengan akustik (peredam suara) yang dipasang di langit-langit.
b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan mengurangi
waktu pemajanan tenaga kerja dengan cara mengatur jam
kerja, sehingga masih dalam batas aman.
c. Pengendalian yang bersifat medis, yaitu pemeriksaan
kesehatan secara teratur, khususnya pemeriksaan audiometric.
d. Penggunaan alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakan ear
plug dan ear muff.
e. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan merupakan upaya dalam
pembentukan sikap selamat dan sikap yang konstruktif dan
menghilangkan prasangka yang merugikan.
6. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas
tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima
oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar
yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari
12
dan 40 jam seminggunya. Dengan pengertian seperti itu jelas
bahwa NAB merupakan pengendalian (Soeripto, 2008).
Sebagaimana pedoman pada umumnya, maka tidak
mungkin hanya dengan berpegang pada nilai-nilai pedoman
tersebut terdapat jaminan tidak adanya risiko sepenuhnya. Hal ini
berarti bahwa pada tingkat intensitas suara sebesar (NAB= 85 dB)
sebagian besar tenaga kerja masih berada dalam ambang batas
aman unutk bekerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. NAB
sebesar 85 dB yang diberlakukan saat ini paling tidak akan
melindungi lebih dari 90% tenaga kerja. Sedang selebihnya (10%)
perlu mendapat perlindungan dengan cara lain, yaitu dengan
pemeriksaan audiometric sebelum bekerja dan secara periodik
(Soeripto, 2008).
13
Table 1. Nilai amban batas untuk kebisingan
Lamanya waktu terpajan setiap hari yang diperkenankan
Tingkat intensitas bising dalam dB (A)
Jam
24168421
808285889194
Menit
3015
7,503,751,880,94
97100103106109112
Detik
28,1214,067,033,521,760,880,440,220,11
115118121124127130133136139
Sumber: permenakertrans
14
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat
1. Sound Level Meter (SLM)
2. Stopwatch
B. Peserta Praktikum
1. Husnul Khatimah (14120110125)
2. Muammar Iksan (14120110129)
3. Fitriani Tasmin (14120110131)
4. Adliah Ali (14120110132)
5. Tri Wahyuni Rahman (14120110136)
6. Ma’rifat Istiqa Mukty (14120110138)
7. Sri Rahayu Pratiwi (14120110139)
8. Putri Intan Permatasari (14120110144)
9. Andi Irma Syahrani (14120110147)
C. Prosedur Kerja
1. diaktifkan alat dengan menekan tombol power, lalu menunggu
hingga angka pada monitor menjadi stabil.
2. ditekan tombol slow untuk jenis kebisingan terputus-putus.
3. Pada tombol A/C, pilih tombol A sebagai tanda bahwa yang akan
diukur merupakan intensitas kebisingan yang sampai ke individu.
4. Posisikan alat sejajar dengan telinga.
15
5. Pembacaan dilakukan setiap 3 detik selama ± 15 menit dengan
menggunakan stopwatch.
6. Catat setiap hasil pembacaan pada tabel yang tersedia.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
sebagai berikut:
63,3 64,4 66,5 67,6 73,7 74,7 69,1 64,3 70,0 66,470,0 68,4 63,1 70,0 62,4 70,6 68,9 69,6 71,4 65,468,9 69,1 68,1 73,9 74,2 75,4 71,6 70,3 69,3 68,868,9 70,6 68,9 69,2 71,4 72,0 70,5 69,4 70,2 77,071,4 69,1 69,7 70,7 69,6 71,5 70,5 71,9 71,9 68,572,5 70,8 74,7 69,9 68,0 66,4 70,5 73,5 72,9 75,372,9 72,6 71,5 72,0 72,3 63,5 70,2 71,5 66,3 68,466,1 67,4 73,1 65,7 68,3 65,3 67,8 68,3 68,7 68,566,8 64,4 61,8 67,1 71,7 68,1 70,6 72,1 71,0 73,570,1 69,9 69,0 71,1 75,3 76,5 65,4 72,2 67,4 73,171,6 71,7 69,3 72,9 70,8 70,3 70,6 70,9 71,2 73,872,3 70,4 71,8 68,3 68,5 72,5 69,7 72,8 67,8 70,872,9 70,2 71,7 69,1 71,6 64,6 72,2 68,0 69,4 71,772,8 70,5 66,8 65,3 77,0 74,4 76,1 72,1 71,0 70,876,7 72,8 69,6 65,2 61,1 71,1 72,4 75,6 71,8 75,973,2 80,2 72,4 71,8 73,1 71,6 63,8 69,1 74,9 69,768,8 71,3 70,2 71,0 71,8 75,3 75,6 75,5 75,6 68,371,4 64,4 64,5 68,0 75,6 75,3 66,3 66,0 66,4 69,976,8 73,3 62,1 73,1 68,3 68,6 62,8 68,5 67,1 62,669,3 70,7 63,9 63,3 66,2 63,8 68,3 70,5 72,7 62,167,5 71,3 68,7 69,1 70,7 64,7 68,1 72,3 70,3 69,671,6 66,4 70,1 62,0 70,5 66,1 70,4 69,0 64,5 68,174,5 63,9 68,7 64,9 63,3Sumber: data primer praktikum AKL 2013
B. Analisis Data
Rentangan = nilai max – nilai min
= 80,2 – 61,1
17
= 19,1
Jumlah Kelas = 1 + 3,3 x log n
= 1 + 3,3 x log 225
= 5
Panjang Kelas = 5
L1 = 60 + 64,9
2
= 62,45
L2 = 65 + 69,9
2
= 67,45
L3 = 70 + 74,9
2
= 72,45
L4 = 75 + 79,9
2
= 77,45
L5 = 80 + 84,9
2
= 82,45
18
Panjang Kelas
Nilai Tengah
Sampel PersenPersen
Kumulatif60 – 64,9 62,45 26 11,56% 0,44%65 – 69,9 67,45 80 35,56% 12%70 – 74,9 72,45 102 45,33% 47,56%75 – 79,9 77,45 16 7,11% 92,89%80 – 84,9 82,45 1 0,44% 100%TOTAL 225 100%
Leq = 10 log 1/N (∑n1 x 10 L1/10) + (∑n1 x 10 L2/10) + (∑n1 x 10
L3/10) + (∑n1 x 10 L4/10) + (∑n1 x 10 L5/10)
= 10 log 1/225 (26 x 10 x 62,45/10) + (80 x 10 x 67,45/10) + (102 x
10 x 72,45/10) + (16 x 10 x 77,45/10) + (1 x 10 x 82,45/10)
= 10 log 1/225 ((1622,4) + (5396) + (7389,9) + (1239,2) + (82,45))
= 10 log 1/225 (15729.95)
= 62,92 dB
C. Pembahasan
Setelah melakukan praktikum terhadap tingkat kebisingan di
laboratorium FKM UMI dan data yang telah didapatkan kemudian
dianalisis maka didapatkan hasil yaitu 62,92 dB. Dimana hal tersebut
sudah sesuai dengan nilai ambang batas kebisingan di dalam ruangan
yaitu berkisar antara 50-100 dB.
Adapun dari hasil penelitian Adelina Octavia, dkk menemukan
bahwa rata-rata intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan PT. PLN
(Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin adalah sebesar 104
19
dB (melebihi NAB). Dimana tingkat kebisingan yang tinggi di tempat
kerja dapat menyebabkan stress sehingga mempercepat timbulnya
kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan kekuatan otot yang
disebabkan karena kehabisan tenaga dan peningkatan sisa-sisa
metabolisme, seperti asam laktat dan karbondioksida. Kelelahan juga
dapat menurunkan motivasi, menaikkan ambang rangsang, serta
menurunkan kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan.
Penelitian Hendro (2004) dengan judul “Tingkat Kebisingan di
DKI Jakarta dan Sekitarnya” menghasilkan temuan tingkat kebisingan
di perumahan (dalam penelitian ini kebisingan perumahan diukur 80 m
dari jalan) sudah sangat melampaui keputusan Menlh No. 48 Tahun
1996, bahwa kebisingan di perumahan sebesar 55 dB, yaitu tingkat
kebisingan tertinggi di Jakarta Barat (69,64 dB) dan terendah terjadi di
Tangerang (63,59 dB). Dari beberapa penelitian ini dapat dilihat bahwa
tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas banyak terjadi
diberbagai sektor yang tentunya harus mendapatkan perhatian.
20
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1. Kebisingan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan
pendengaran.
2. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan
yaitu sound level meter (SLM)
3. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa tingkat
kebisingan di dalam ruang laboratorium FKM UMI sudah sesuai
standar yaitu 62,92 dB. Dimana standar kebisingan dalam ruang
yaitu berkisar antara 50-100 dB.
B. Saran
1. Alat pengukur kebisingan yang ada di laboratorium dapat ditambah
agar memperlancar proses praktikum.
2. Untuk kegiatan praktikum selanjutnya, sebaiknya juga dilakukan
pengukuran kebisingan di luar ruangan seperti di pinggir jalan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.
Hendro, dkk. 2004. Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta dan Sekitarnya. Media Litbang Kesehatan. Volume XIV, Nomor 3, Tahun 2004. Jakarta: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Depkes.
Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Notoatmodjo, 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta
Octavia A, dkk. 2013. Pengaruh Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap Waktu Reaksi Karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Volume 9 No. 2, Tahun 2013. FK Universitas Lampung
Sedarmayanti, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar Maju
Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wahyu, 2003. Higiene perusahaan. FKM UNHAS
22
top related