kebijakan pembiayaan utang pemerintah dan fungsi ... sbn... · engadaan utang dalam beberapa tahun...
Post on 31-May-2020
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN UTANG PEMERINTAH DAN FUNGSI PEMBIAYAAN DALAM APBN
Jakarta, 27 Oktober 2017
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
2
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Tantangan Perekonomian Dalam Negeri
Produktivitas Rendah
Daya Saing Rendah
Kemiskinan &Kesenjangan Sosial
• Tingkat inovasi rendah
• Pasar keuangan dangkal
• Kapasitas produksi terbatas
• Infrastruktur terbatas dan tidak berkembang
• Pemanfaatan teknologi tidak optimal
• Ketrampilan dan keahlian tenaga kerja belum memadai
3
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Brazil
Rusia
India
China
IndonesiaFilipina
Malaysia
Thailand
Vietnam
2
2.5
3
3.5
4
- 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000
Infr
astr
uctu
re In
dex
GDP per capita
Gap penyediaan infrastruktur
Diperlukan upaya Pemerintah yang lebih besar untuk menutup gap penyediaan infrastruktur.
Untuk penyediaan layanan infrastruktur baru selama 5 tahun (2015-2019) dibutuhkan dana sebesar Rp4.796,2 triliun.
Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 41,25% yang bisa dicukupi dari APBN dan APBD.
Indeks Infrastruktur 2016
4
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
Pajak dan Bea Cukai
PENDAPATAN
PNBP
HibahBelanja K/L
BELANJA
Belanja Pusat
Transfer Daerah & Dana Desa
Pembiayaan
Defisit
Utang
Non Utang
APBN
Pengadaan utang dalam beberapa tahun terakhir lebih besar darijumlah defisit APBN defisit APBN dan Kebutuhan Pembiayaan Non-utang dibiayai dari pengadaan Utang
Belanja pemerintah lebih besar dari pendapatan = memberikan stimulus kepada perekonomian agar tidak kehilangan momentum pertumbuhan.
Defisit = implementasikebijakan fiskal ekspansifuntuk menjaga momentum & menghindari opportunity loss
Wujud fiskal ekspansif = percepatan proyek infrastrukturmelalui peningkatan belanja K/L serta peningkatan dana transfer daerah dan dana desa
Struktur APBN
Kendala:• Keterbatasan ruang fiskal• Belanja yang sifatnya wajib
cukup besar• Penyerapan dan alokasi
belanja belum optimal
5
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
Postur Realisasi APBN-P 2016 & APBN-P 2017
6
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Tantangan Pengelolaan APBN
PenerimaanProyeksi & Estimasi
PembiayaanPembenahan
BelanjaKomitmen
Membuat estimasipenerimaan yangakurat dan kredibel
Membuat keputusanbelanja yang strategis Reformasi di Sektor
Keuangan, antaralain melalui pendalaman pasar keuangan
Efektif danmemperbaiki fondasiIndonesia
Peningkatan kapasitasmengumpulkanpenerimaan negara
Mengurangikemiskinan,kesenjangan, dan pemerataan kesejahteraan
Rasio penerimaanperpajakan masih rendah
Memerangi inefisensidan korupsi
Reformasi perpajakan danReformasi Belanja yang efisiensangat dibutuhkan
7
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
PENGELOLAAN UTANG PEMERINTAH
8
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Mengapa Berutang?
Individu
Negara
Memenuhi Kebutuhan Pokok
Menjalankan Usaha
Kebutuhan yang Mendesak
Membiayai defisit APBN
Mengembangkan pasar keuangan, termasuk menyediakan benchmark bagiinstrumen keuangan
Membantu Bank Indonesia bagi kegiatan Operasi Moneter
Memberikan alternatif investasi bagi masyarakat
Mengelola portofolio utang Pemerintah9
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Kebijakan Umum Pengelolaan Utang
Prioritas Utang Dalam Negeri
Diversifikasi Instrumen
Fleksibilitas Pembiayaan
Pinjaman untuk belanja modal, terutama infrastruktur
Pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM
Penjaminan Pemerintah untuk mendorong percepatan infrastruktur
Transparansi & Akuntabilitas10
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Strategi JangkaMenengah
APBN (Pembiayaan)Strategi Tahunan
Monitoring Kinerja Risiko & Portofolio
Utang
• Memuat kebijakan umum pengelolaan utang• Target portofolio jangka menengah• Jangka waktu 5 tahun, dapat ditinjau kembali
setiap tahun
• Target pembiayaan tahunan (defisit, refinancing, dll)
• Pedoman untuk eksekusi pengelolaanutang untuk tahun ybs.
• Jangka waktu 1 tahun, dapat direvisiselama siklus APBN.
• Target portofolio tahunan (komponen, strukturinstrumen, dll)
• Pedoman mengukur Indikator Kinerja Utama• Jangka waktu 1 tahun, dapat ditinjau kembali di
tengah tahun dengan melihat perkembangan kondisipasar
• Dilakukan secara triwulanan berdasarkan Strategi Tahunan
• Sebagai input untuk Strategi berikutnya (dalam jangka menengah dan tahunan)
Siklus Pengelolaan Utang
11
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Risiko Adanya ketidakpastian
yang berpotensimenyebabkan terjadinya
suatu peristiwa
Risiko perubahan tingkat bunga
Rasio Variable rate
Refixing Rate
Risiko perubahan nilai tukar Rasio utang valas
Risikopembiayaan
kembali
Rata-rata waktu jatuh tempo
Duration
Jatuh tempo dalam 3 tahun
Indikator
• Perubahan Asumsi EkonomiMakro
• Perubahan Kondisi PasarKeuangan
• Kebutuhan Pembiayaan danKebijakan Utang
• Penyerapan Pinjaman olehKementerian / Lembaga
IndikatorFaktor Yang Mempengaruhi
Biaya Utang Tingkat imbal hasil yang diberikan
kepada investor atau kreditur-Management Fee/Up front fee Pinjaman- Kupon/Bunga/Margin- Fee Agen Penjual- Diskon Obligasi- Comitment Fee Pinjaman
Rasio pembayaran bunga terhadap
outstanding.
Rasio pembayaran bunga terhadap
PDB
Rasio pembayaran bunga terhadap
belanja
Apakah Risiko dan Biaya Utang?
12
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Risiko Utang
Pinjaman
37%
SBN, 1,064 ,
63%
24%
SBN, 2,329 ,
76%
63%
37%617 T
1064 T
Ket: Menggunakan asumsi PDB pada APBN 2017
Perkembangan Outstanding dan Risiko Utang
16.2 16.014.8
13.712.1
10.9
22.5 23.221.0 20.7
17.519.0
2012 2013 2014 2015 2016 Ags-2017
Risiko Suku Bunga Semakin Menurun
Variable rate ratio [%] Refixing [%]
10.2 11.7 10.7 12.2 12.1 11.6
44.446.7
43.4 44.5 42.6 41.2
2012 2013 2014 2015 2016 Ags-2017
Risiko Nilai Tukar Relatif Rendah
FX Debt to GDP ratio (%) *) FX Debt to total debt ratio (%)
9.79.6
9.7
9.4
8.98.8
2012 2013 2014 2015 2016 Ags-2017
Rata-rata Waktu Jatuh Tempo Berkurang
ATM (in years)
7.2 8.6 7.7 8.4 6.59.4
21.5 21.8 20.1 21.4 22.7 23.9
32.4 33.4 33.9 34.7 36.039.2
2012 2013 2014 2015 2016 Ags-2017
Periode Jatuh Tempo Utang Semakin Pendek
in 1 year (%) in 3 year (%) in 5 year (%)
81%3088 T
19%738 T
SBN Pinjaman
Outstanding Utang
13
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
31%
52%
2006 2016
Afrika Selatan
36%28%
2006 2016
Indonesia
40%
57%
2006 2016
Malaysia
52%
33%
2006 2016
Philipina
38%62%
2006 2016
Vietnam
47%
32%
2006 2016
Turkey
66%
78%
2006 2016
Brazil
Credit Rating IndonesiaRasio Utang per PDB Beberapa Negara Peers dan BRICS
• Imbal hasil SUN seri benchmark domestik rata-rata menurun 0,48% sejak kenaikan peringkat S&P’s (19 Mei) hingga akhir Agustus 2017.
• Biaya utang penerbitan SBN domestik bruto tahun2017 diperkirakan menurun Rp2,74 triliun per tahun.
• Imbal hasil SUN Valas menurun hingga 0,26%.• Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan meningkat
0,1%, utamanya dari peningkatan investasi (5,4% ke 6%) dan impor (3,9% ke 4,1%).
Pencapaian Hasil Pengelolaan Utang”Pengelolaan utang yang baik dan prudent berkontribusi
pada peningkatan credit rating Indonesia”
Perkembangan Rating Indonesia
Fitch Investment grade sejak 15 Desember 2011
Moody’s Investment grade sejak18 Januari 2012
S&P’s Investment grade sejak19 Mei 2017
14
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Defisit dan Rasio Utang yang Rendah, dengan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Rata-rata Defisit & Pertumbuhan Satu Dekade Terakhir Defisit APBN (Rp triliun)2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
-4.1
-46.8
-84.4 -88.6
-153.3
-211.7 -226.7
-298.5 -308.3
-362.9
9.6 surplus/defisit fiskal (%)
pertumbuhan PDB (%) 7.5
3.9 3.9 2.7 3.3 2.8 2.6 2.4 2.4
1.6 1.5 1.2 1.4 1.1 0.9 0.5
-0.5 -0.7 -0.8 -0.9 -1.6 -1.9 -2.2
-2.9 -3.0 -3.1 -3.2 -3.3 -4.4 -4.5
-6.2 -6.7 -7.0 -7.7
5.7Sa
udi
Arab
ia
Kore
a
Russ
ia
Germ
any
Chin
a
Indo
nesia
Cana
da
Turk
ey
Aust
ralia
Arge
ntin
a
Italy
Sout
h Af
rica
Mex
ico
Fran
ce
Braz
il
Uni
ted
King
dom
Uni
ted
Stat
es
Japa
n
Indi
a
15
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
CONTOH PROYEK YANG DIBIAYAI PINJAMAN/ SBSN
16
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
• Pembangunan MRT Jakarta dibiayai melalui pinjaman luar negeri JICA• Jumlah pinjaman untuk Phase I sebesar JPY125.2miliar
Kapasitas angkut 412 ribu penumpang/hari, 148 juta/tahun48 ribu lapangan kerja baru padamasa konstruksiWaktu tempuh Lebak Bulus -Bundaran HI turun menjadi 30 menit0.7% dari total emisi CO2 berkurang
atau sekitar 93.663 ton per tahunSumber: jakartamrt
Mass Rapid Transit Jakarta
17
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
• Pembangunan Waduk Jatigede dibiayai melalui pinjaman luar negeri dari China • Jumlah pinjaman sebesar USD332,6juta
Kapasitas air 1,7 miliar m3 volume per tahun
90.000 hektar jaringan irigasi
Air baku 3.000 liter per detik
Listrik 110 MW
Pengamanan banjir 14.000 hektar
Panen dua kali musim tanam
Sumber: KemenPUPR
Waduk Jatigede
18
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
• Pembangunan Jalur KA (Double Track) Cirebon – Kroya dibiayai melalui SBSN pembiayaanproyek sebesar Rp.800miliar.
Meningkatkan kapasitas lintas kereta apiper hari
Upaya mewujudkan roadmap to zero accident
Memperlancar persilangan kereta apidari dan ke Jakarta
Meningkatkan perekonomian dankesejahteraan rakyat melalui penyediaaninfrastruktur transportasi
!
Sumber: Kemenhub
Jalur KA (Double Track) Cirebon – Kroya
19
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Kesimpulan
Untuk mencapai masyarakat maju dan makmur, Indonesia membutuhkan pembangunan di berbagai bidang terutama kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan perlindungan sosial.1Sumber pembiayaan pembangunan sebagian dibiayai melalui penambahan utang Pemerintah. Tambahan pembiayaan utang memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial.
2Utang Pemerintah dikelola secara profesional, hati-hati, transparan, dan terukur sehingga mendapat peringkat layak investasi karena memiliki risiko yang terkendali. 3Utang Pemerintah masih pada level yang aman, dimana dengan jumlah UtangPemerintah relatif rendah, perekonomian Indonesia mampu tumbuh dengancukup tinggi. 4
Kesimpulan
20
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Terima KasihDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO
K E M E N T E R I A N K E U A N G A NREPUBLIK INDONESIA
@DJPPRkemenkeuDJPPRKemenkeuDJPPRKemenkeu
@djpprkemenkeu
Data dan informasi terkait utang dapat diakses melalui
http://www.djppr.kemenkeu.go.idEmail : iru.djppr@kemenkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Akhir Presentasi
Direktorat Strategi dan Portofolio PembiayaanDirektorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Kementerian Keuangan Republik IndonesiaGedung Frans Seda, Jl. Wahidin Raya No.1, Jakarta Pusat 10710 T. (021) 3459616
Data dan informasi terkait utang dapat diakses melaluihttp://www.djppr.kemenkeu.go.idEmail : iru.djppr@kemenkeu.go.id
@DJPPRkemenkeuDJPPRKemenkeuDJPPRKemenkeu
@djpprkemenkeu
22
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
APBN Berperan Mendorong Pertumbuhan
Belanja NegaraPendapatan Negara2000 25% 2500 25%
Nominal (Rp Tn) % thd PDB (RHS) Nominal (Rp Tn) % thd PDB (RHS) 1800 19.8% 19.9%
1600 20% 2000 20% 18.1% 18.2%
17.4% 16.2%
16.9% 1400 16.3%16.2%15.8% 15.7% 15.4% 15.4% 14.7% 14.9% 16.7% 1200 15% 1500 15% 13.1% 15.1% 12.4%12.8% 1000
800 10% 1000 10%
600
400 5% 500 5%
200
0 0% 0 0% 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
981.
6
848.
8
995.
3
1210
.6
1338
.1
1438
.9
1550
.5
1508
1555
.9
1736
.1
985.
7
937.
4
1042
.1
1295
1491
.4
1650
.6
1777
.2
1806
.5
1864
.3
2098
.9
23
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Risiko perubahanasumsi dasar makro
ekonomi
Risiko BelanjaNegara
RisikoPendapatan
Negara Risiko
Pembiayaan(terutama Utang)
Kemungkinan berdampak pada:1. Defisit >3% PDB (melanggar UU 17 / 2013)2. Target makroekonomi tidak tercapai3. Pengeluaran negara tidak terbiayai4. Sovereign Credit Rating menurun5. Biaya utang meningkat
Risiko Fiskal dalam Pelaksanaan APBN
Mitigasi Risiko1. Optimalisasi dan penyesuaian
belanja/ pengeluaran Pemerintah2. Perluasan basis pajak3. Pelaksanaan extra effort
4. Menyediakan cash buffer:• Dana cadangan risiko fiskal• Menggunakan dana SAL
5. Menambah/ mempercepat penarikan utang baru
24
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
1. Pengembangan pasar perdana SBN• Memaksimalkan jumlah penerbitan seri benchmark. • Meningkatkan transparansi dan prediktabilitas jadwal dan target
lelang penerbitan.• Mengoptimalkan metode penerbitan.• Meningkatkan koordinasi dengan BI terkait jumlah likuiditas pasar
domestik.
2. Pengembangan instrumen SBN:• Saving Bonds• Index linked bonds.
3. Pengembangan pasar sekunder SBN• Mengoptimalkan peran dan kapasitas primary dealers,• Melakukan pengembangan pasar REPO dan derivatif termasuk
government bond futures, • Memperkuat bond stabilization framework (BSF)• Menyempurnakan electronic trading platform, • Mewujudkan pro-active investor relation
4. Mempercepat pengembangan pasar SBSN
1. Menerbitkan SBN valas secara terukur dan sebagaipelengkap• Menjamin pemenuhan pembiayaan APBN tanpa menimbulkan crowding
out di pasar domestik.• Menurunkan tingkat biaya portofolio utang pada tingkat risiko yang
terkendali.• Memberikan benchmark yield bagi sektor korporasi/swasta.
2. Mempertimbangkan pengelolaan risiko utang dalamkerangka ALM negara.
3. Mengembangkan metode penerbitan yang lebihfleksibel untuk mengakomodasi perubahan target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi pasarkeuangan serta efisiensi waktu penerbitan dan biayautang.
SBN Domestik SBN Valas
Kebijakan Pengelolaan SBN
25
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
1. Komitmen pinjaman kegiatan (project loan) untukmembiayai pembangunan infrastruktur danenergi serta dalam rangka alih teknologi.
2. Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan danpengadaan pinjaman luar negeri
3. Pinjaman luar negeri tunai/program dilakukansecara selektif, antara lain dalam rangkamendukung fleksibilitas pembiayaan utang.
4. Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman luarnegeri
Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Dalam Negeri
1. Mengoptimalkan pemanfaatan pinjamandalam negeri sesuai kebutuhan
2. Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan danpengadaan pinjaman dalam negeri
3. Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjamandalam negeri
Kebijakan Pengelolaan Pinjaman
26
KEMENTERIAN KEUANGANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAANPEMBIAYAAN DAN RISIKO
Sumber: CEIC , World Bank, internal Kemenkeu
Keterangan : Data negara lain hanya tersedia sampai tahun 2015
Perkembangan rasio beban utang Indonesia...relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan beberapa negara peers Rasio pembayaran bunga utang terhadap total Pendapatan dan Hibah Indonesia
pada tahun 2015 berada pada tingkat 9.9%, relatif lebih baik dibandingkan negarapeers seperti Maroko (10.4%), Meksiko (11.4%), Filipina (13.8%), Mesir (23.9%), dan Brazil(34.0%). Adapun pada tahun 2016 meningkat menjadi 10.7% Dari sisi rasio terhadap belanja, pada periode yang sama, rasio beban utang Indonesia
(8.3%) relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara peers seperti Maroko (9.0%),Meksiko (9.7%), Malaysia (11.3%), Filipina (16.7%), Mesir (24.3%), dan Brazil (33.2%).Adapun pada tahun 2016 meningkat menjadi 8.9% Dari sisi rasio beban bunga terhadap total utang outstanding, pada tahun 2015,
capaian Indonesia (5.2%) tercatat lebih baik daripada Filipina (5.5%), Turki (6.6%),Meksiko (6.7%), Mesir (8.8%), dan Brazil (18.0%), namun sedikit lebih tinggi dibandingMaroko, Thailand, dan Malaysia. Adapun pada tahun 2016 menurun menjadi 5.0%
5.8 5.8 5.4 5.2 4.9 5.1 5.3 5.25.0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-Rata Outstanding Utang (%)
Brazil Turki Malaysia Thailand Filipina
Mesir Meksiko Maroko Indonesia
9.0 11.0
8.5 7.5 6.9 7.7 8.4
9.9 10.7
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rasio Beban Bunga Terhadap Pendapatan dan Hibah (%)
9.0 10.0
8.1 7.0 6.2 6.7 7.4
8.3 8.9
0
5
10
15
20
25
30
35
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rasio Beban Bunga Terhadap Belanja (%)
27
top related