kasus.ulkus kornea
Post on 21-Jan-2016
35 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LEMBARAN PENGESAHAN
Batam, ____/_____/2013
Disahkan oleh,
…………………………………….
dr. Muhammad Edrial, Sp. M
BAB I
1
PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan keadaan patologik kornea, yaitu hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea. Akibat kerusakan epitel menyebabkan mikroorganisme
masuk ke dalam kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk sel epitel baru dan sel radang. Kerusakan dapat terjadi di
kornea bagian tepi, tetapi ulkus selalu meluas ke tengah. Biasanya disertai dengan hipopion.
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia.
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrate
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2011 menyebutkan saat ini terdapat 285 juta orang
menderita gangguan penglihatan, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan. Sembilan puluh
persen penderitanya berada di negara berkembang. Ekstrapolasi perkiraan India lanjut ke seluruh
Afrika dan Asia, jumlah ulkus kornea yang terjadi setiap tahunnya di negara berkembang dengan
cepat mendekati 1,5-2 juta, dan jumlah sebenarnya mungkin lebih besar.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri,
jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas yang akhirnya
mengarah pada kebutaan fungsional. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama lengkap : Tn. B Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 40 tahun Suku bangsa : -
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Kebun Kelapa Sawit Pendidikan : SMA
Alamat : Batam No.RM : 331827
Tanggal masuk RS : 12 Juni 2013
Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 12 Juni 2013 pukul 14.00 WIB di
Ruang Perawatan Teratai RS Otorita Batam.
Keluhan utama : Penglihatan mata sebelah kiri kabur sejak kurang lebih 2 hari SMRS yaitu pada
hari Senin tanggal 10 Juni 2013.
Keluhan tambahan: mata sebelah kiri terasa perih, berair dan kadang terasa gatal.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang berobat ke Poli Mata RSOB dengan keluhan penglihatan mata kiri kabur sejak
kurang lebih 2 hari SMRS. Sebelumnya, pasien sempat mengaku mata kirinya terkena pupuk
tanaman dan tanah saat sedang bekerja yaitu pada hari Kamis tanggal 6 Juni 2013. Saat terkena
pupuk, pasien merasakan panas di mata kirinya. Pasien kemudiannya langsung mencuci matanya
dengan air. Setelah itu, pasien mengaku membeli obat tetes mata di warung namun tidak
diketahui nama obatnya. Pada keesokan harinya yaitu pada hari Jum’at tanggal 7 Juni 2013,
pasien telah berobat ke klinik dan telah diberikan obat tetes mata namun mata pasien tidak ada
3
perbaikan. Pada hari Senin tanggal 9 Juni 2013, pasien mengaku penglihatan matanya makin
kabur sehingga sulit untuk melihat. Pasien sekali lagi telah ke klinik dan seterusnya telah dirujuk
ke RSOB untuk tindakan lanjut.
Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit hipertensi, diabetes, jantung, asma dan alergi
disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit mata dan operasi mata juga disangkal oleh pasien.
Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti pasien.
Penyakit hipertensi, diabetes, alergi dan penyakit mata yang lain disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,8oC
Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 20 x/menit Thorako-Abdominal
Kepala
Ukuran : Normosefali Simetri muka : Asimetris
Ekspresi wajah : Baik Rambut : hitam, tipis, uban (-)
Mata
Konjungtiva : Tidak anemis Sklera : Tidak ikterik
4
Telinga
Ukuran : Normotia Serumen : (+)
Sekret : (-)
Mulut
Bibir : Tidak sianosis Tonsil : T1/T1 tenang
Langit-langit : Tidak hiperemis Lidah : Bersih
Faring : Tidak hiperemis. Arcus faring simetris.
Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran
Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran
JVP : 5 ± 2 cm H2O
Thorax
Paru-paru
Depan Belakang
InspeksiKiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi
KiriBenjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris
Benjolan (-), nyeri tekan (-).
Fremitus taktil simetris
KananBenjolan (-), nyeri tekan (-)
Fremitus taktil simetris
Benjolan (-) , nyeri tekan (-).
Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
5
Auskultasi
KiriVesikuler, Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing
(-)
KananVesikuler, Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing
(-)
Jantung
Inspeksi Tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi Pulsasi iktus kordis teraba pada linea midclavikula kiri, sela iga V 2 jari
lateral linea midsternal kiri, sebesar 2,5 cm
Perkusi Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Perut
InspeksiWarna kuning langsat, tidak ada jaringan parut dan
striae, tidak ada pelebaran vena
Palpasi
Dinding perut Supel, Buncit, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
Hati Tidak teraba pembesaran
Limpa Tidak teraba pembesaran
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
Refleks dinding perut Dalam batas normal
6
Status Oftalmologi
VOD : 6/6.6
VOS : 1/300
Pemeriksaan Kamar Terang
Kedudukan Bola Mata Mata Kanan Mata Kiri
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus - -
Endoftalmus - -
Supersilia
Alopesia - -
Sikatriks - -
Palpebra Superior
Edema - -
Spasme - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
Ptosis - -
Palpebra Inferior
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
7
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
Margo Palpebra Superior et Silia
Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -
Margo Palpebra Inferior et Silia
Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Ulkus - -
Fistel - -
Area Kelenjar Lakrimalis
8
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Fistel - -
Punctum Lakrimalis
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - + (bening)
Epikantus - -
Konjungtiva Tarsal Superior
Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Litiasis - -
Simblefaron - -
Konjungtiva Tarsal Inferior
Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Litiasis - -
Simblefaron - -
Konjungtiva Forniks Superior et Inferior
9
Kemosis - -
Hiperemis - -
Simblefaron - -
Konjungtiva Bulbi
Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Simblefaron - -
Injeksi konjungtiva - +
Injeksi silier - -
Injeksi episklera - -
Perdarahan
subkonjungtiva
- -
Kornea
Kejernihan Jernih Keruh
Edema - -
Ulkus - +
Flikten - -
Macula - -
Leukoma - -
Leukoma adheren - -
Stafiloma - -
Neovaskularisasi - -
Pigmen iris - -
Bekas jahitan - -
Tes fluoresein Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes sensibilitas Sensibilitas normal Sensibilitas tidak ada
10
Tes placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Limbus Kornea
Arkus senilis - -
Bekas jahitan - -
Sklera
Sklera biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -
Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Baik
Bawah Baik Baik
Temporal
• Atas
• Bawah
Baik
Baik
Baik
Baik
Nasal
• Atas
• Bawah
Baik
Baik
Baik
Baik
Nistagmus - -
Tekanan Intra Okuler
Palpasi Normal Normal
Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Kamar Gelap
11
Kornea
Kejernihan Jernih Keruh
Keratik presipitat - -
Imbibisio - -
Infiltrat - +
Ruptur terepitelisasi - -
Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Flare - -
Sel - -
Hipopion - -
Hifema - -
Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat - -
Atrofi - -
Sinekia anterior - -
Sinekia posterior - -
Sinekia anterior perifer - -
Iris bombe - -
Iris tremulans - -
Pupil
12
Bentuk Bulat Bulat
Besar 2 mm 2 mm
Regularitas Regular Regular
Isokoria Isokor Isokor
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tak
langsung
+ +
Seklusi - -
Oklusi - -
Leukokoria - -
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow tes - -
Refleks kaca - -
Pigmen iris - -
Luksasi - -
Lensa intraokuler - -
Corpus Vitreus
Kejernihan - -
Flare - -
Funduskopi
Refleks fundus + +
Papil
• Warna
• Bentuk
• Batas
Merah
jambu,bulat,batas tegas
Merah jambu,bulat,batas
tegas
C/D rasio 0.3 0.3
13
A/V rasio 1:3 1:3
Retina Baik Baik
Macula lutea Baik Baik
Refleks fovea + +
Lain-lain
Uji proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uji persepsi warna
(merah hijau)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Shadow Test
OD OS
(-) (-)
Refleks Fundus
14
OD OS
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Resume
15
Pasien laki-laki,usia 41 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kiri kabur disertai
dengan mata merah,gatal, berair dan silau sehingga sulit untuk membuka mata sejak sebulan
yang lalu. Ada riwayat trauma sebelum timbulnya keluhan, yaitu mata kirinya terkena biji
sawit saat lagi bekerja di kebun. Pasien sudah pernah berobat ke dokter dan diberi obat tetes
mata dan antibiotika, namun tetap tidak ada perbaikan. Pada pemeriksaan status oftalmolgi,
didapatkan:
- Visus OD : 6/6.6
- Visus OS : 1/300
- Konjunctiva OS: hiperemis
- Kornea OS : keruh di sisi medial.arah jam 7. Terdapat lesi satelit di sekitarnya
Diagnosis Kerja
Ulkus kornea sentral OS
Differential diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan lab lengkap
Tes laboratorium (darah rutin seperti Hb, LED, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit)
Tes flurosensi
Kultur dengan KOH Pemeriksaan gram, giemsa dan KOH (untuk jamur).
Pemeriksaan kultur dengan agar darah, agar coklat dan agar sabouraud.
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Hindari dari memegang mata dengan tangan kotor
Medikamentosa
Tarivid 1 tetes/jam
16
C. Lyteers 1 tetes/jam
C. Tropin 1 tetes/8jam
Formyco 2x1
C. Vital 2x1
Masardal 2x1
1.7. Prognosis
OD Ad Vitam : ad bonam
Ad Visam : ad bonam
OS Ad Vitam : ad bonam
Ad Visam : dubia ad bonam
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin, cornum = seperti tanduk) membentuk bagian anterior bola mata merupakan
jaringan transparan dan avaskular mempunyai peranan dalam refraksi cahaya. Indeks refraksi
kornea adalah 1,377 dan kekuatan refraksi sebesar 43 D, merupakan 70% dari kekuatan refraksi
mata.
Gambar 1. Kornea Normal
18
Gambar 2. Potongan melintang bola mata
Secara mikroskopik kornea dibagi menjadi 5 lapisan:
Epitel kornea
Merupakan lanjutan dari konjungtiva, disusun oleh epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk.
Lapisan ini merupakan lapisan kornea terluar yang langsung kontak dengan dunia luar dan terdiri
dari 7 lapis sel. Epitel kornea ini mengandung banyak ujung-ujung serat saraf bebas. Sel-sel yang
terletak di permukaan cepat menjadi aus dan digantikan oleh sel-sel yang dibawahnya yang
bermigrasi dengan cepat.
Membran Bowman
Merupakan lapisan fibrosa yang terletak di bawah epitel tersusun dari serat sel kolagen tipe 1.
Stroma kornea
19
Merupakan lapisan kornea yang paling tebal tersusun dari serat-serat kolagen tipe 1 yang
berjalan secara parallel membentuk lamel kolagen. Sel-sel fibroblas ini terletak di antara serat-
serat kolagen.
Membran Descemet
Merupakan membran dasar yang tebal tersusun dari serat-serat kolagen.
Endotel
Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam tersusun dari epitel selapis gepeng atau
kuboid rendah. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara
membrane Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya mempunyai
pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam kamera okuli
anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif. Kelebihan cairan di stroma akan
diserap oleh endotel sehingga stroma dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu
faktor yang diperlulan untuk mempertahankan kualitas refraksi kornea.
Gambar 3. Histopatologi Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari percabangan pertama
(oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Seluruh permukaan epitel kornea dan
20
konjungtiva diliputi oleh lapisan tipis air mata, dengan ketebalan 7 – 10 mikrometer. Lapisan air
mata ini berkaitan erat dengan keutuhan permukaan epitel kornea dan konjungtiva.
FISIOLOGIS KORNEA
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan media refraksi yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan
deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dihidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
’pompa’ bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik; pada cedera
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari tear film prakornea berakibat tear film menjadi
hipertonik: proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma
kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh,
dan substansi larut-air dapat melalui stoma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea,
obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.
DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea,
yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
21
EPIDEMIOLOGI ULKUS KORNEA
Ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan di negara-negara berkembang yang
disebabkan karena ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea.
Berdasarkan survei yang dilakukan di Afrika dan Asia, telah ditemukan bahwa ulkus kornea
merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak sebagai penyebab utama kebutaan di
banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Ulkus kornea juga merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.
Pola epidemiologi dari ulkus kornea bervariasi dari pada tiap negara bahkan di tiap daerah.
Insidensi tahunan di Indonesia adalah 5,3 per 100.000 penduduk. Di Mandurai District, India
Selatan diperkirakan terdapat 11,3 kasus per 100.000 penduduk atau paling sedikit sepuluh kali
lebih banyak dibandingkan di USA. Antara September 1985 hingga Agustus 1987, ditemukan
penderita ulkus kornea sebanyak 405 kasus di Kathmandu, Nepal. Kemudian dari sepuluh besar
kasus yang ditemukan di poliklinik Mata RSU Dr. Saiful Anwar, ulkus kornea menempati urutan
ke-9 dengan 401 kasus dari 22.394 pasien yang berkunjung.
Dari distribusinya berdasarkan jenis kelamin, kasus ulkus kornea juga bervariasi. Pada penelitian
yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta didapatkan 66,7% kasus pada laki-laki dan 33,3%
kasus pada wanita. Di USA, dari 71% penderita mikrobial keratitis adalah laki-laki. Kemudian di
India Utara 61% adalah laki-laki. Predisposisi faktor populasi laki-laki lebih banyak daripada
wanita, tidak diketahui. Mungkin berhubungan dengan banyaknya kegiatan pada kaum laki-laki
sehari-hari meningkatkan risiko terjadinya trauma, termasuk trauma pada kornea.
Trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea di Rumah Sakit
Sardjito Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi di Nepal. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di Glasgow, kasus ulkus kornea terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak,
sedangkan karena trauma hanya 8,8%. Dalam hal ini mungkin disebabkan pemakaian lensa
kontak di Indonesia masih jarang.
22
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESA
Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea.
Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskkuler dan membran bowman’s mudah terkena
infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur.
Perjalanan ulkus kornea dibagi 4 stadium:
Stadium infiltrasi progresif
Stadium ulserasi aktif
Stadium regresif
Stadium penyembuhan/sikatrisasi
1. Stadium Infiltrasi Progresif
Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai
permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme, dan ditambah
dengan adanya reflaks mengedip dari kelopak mata. Tetapi dengan adanya penurunan alamiah
ini maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel
yang rusak dan melakukan replikasi. Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi
radang yang diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel
polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata dan pembuluh
darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam
dan epitel pulih dengan cepat.
Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel
dan stroma. Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruha yang berwarna putih atau kekuning-
kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis. Keadaan tersebut tergantung pada virulensi
kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika. Mikroorganisme akan
difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim – enzim yang mencerna bakteri, dan
juga merusak jaringan sekitarnya.
23
2. Stadium Ulserasi Aktif
Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan, dan timbul suatu cekungan (defek).
Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang, dan edema. Pada pemeriksaan klinis terdapat
kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul
reaksi radang ringan atau sampai terjai hipopion, dan blefarospasme pada kelopak mata.
Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus
meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel, atau
bahkan sampai perforasi.
3. Stadium Regresi
Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme
pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya keluhan rasa
nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan – keluhan lainnya. Secara klinis tampak infiltrat
mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal, tanda – tanda radang berkurang.
4. Stadium Penyembuhan / Sikatrisasi
Ada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru
dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal,
sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan
kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan. Pada stadium ini
keluhan semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik. Jaringan nekrotik mulai diganti
dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa
fibrosa. Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik
yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada
dewasa muda dan anak – anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam – macam mulai dari
nebula, makula, dan leukoma.
24
KLASIFIKASI ULKUS KORNEA
Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal(perifer).
Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan epitel. Lesi terletak
di sentral, jauh dari limbus vaskular. Hipopion biasanya menyertai ulkus. Etiologi ulkus
kornea sentral biasanya bakteri, virus, dan jamur. Biasanya dimulai dari trauma kecil dari
epitel kornea, seperti tergores oleh pensil atau terkena debu yang disusul infeksi sekunder.
1. Ulkus Kornea Bakterialis
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Pneumococcus
α – Hemolytic streptococcus
β – Hemolytic streptococcus
Proteus sp
Enterobacter aerogenes
2. Ulkus Kornea Oleh Jamur
Bentuk filamen
Aspergillus dan Fusorium lebih sering di iklim tropis dan subtropis
Bentuk ragi
Candida lebih sering di iklim dingin
25
3. Ulkus Kornea Oleh virus
Ulkus kornea yang disebabkan oleh virus, yaitu Herpes simpleks. Sesudah infeksi primer, virus
menetap secara laten di ganglion trigeminum. Serangan umumnya dipicu oleh demam, pajanan
sinar ultraviolet, trauma, stres psikis, awal menstruasi atau imunosupresi lokal atau sistemik
lainnya. Umumnya unilateral.
Ulkus Kornea Marginal (perifer)
Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya
terdapat pada daerah jernih antara limbus dan kornea dengan tempat kelainannya. Diduga dasar
kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitifitas terhadap eksotoksin bakteri, reaksi alergi,
infeksi, dan penyakit kolagen vaskular.
Ulkus marginal merupakan ulkus kornea yang terdapat pada orangtua yang sering dihubungkan
dengan reumati dan debilitas. Hampir 50% kelainan ini dihubungkan dengan infeksi stafilokok.
Pada beberapa kejadian berhubungan dengan alergi terhadap makanan. Perjalanan penyakit dapat
berubah – ubah, dapat sembuh cepat dapat pula kambuh dalam waktu singkat. Kebanyakan ulkus
kornea perifer bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus – ulkus ini bukan proses infeksi, ulkus
timbul akibat sensitisasi terhadap prosuk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan
antigen yang berdifusi melalui epitel kornea.
Ulkus kornea perifer antara lain berupa:
ulkus dan infiltrat marginal
ulkus mooren
keratokonjungtivitis phlyctenular
keratitis marginal pada penyakit autoimun
ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A
keratitis neurotropik
keratitis pajanan.
26
ULKUS KORNEA E.C JAMUR
Ulkus kornea fungi yang sebelumnya banyak dijumpai pada masyarakat pertanian kini banyak
juga ditemukan pada masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan pemakaian kortikosteroid dalam
jangka waktu lama. Sebelum pemakaian kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul jika
stroma kornea kemasukan organisme dalam jumlah sangat banyak. Mata yang belum
terpengaruh kortikosteroid dapat mengatasi invasi organisme dalam jumlah sedikit.
Sebagian besar ulkus ini disebabkan organisme opotunistik seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium, dan Cephalosporium. Tidak ada ciri khas yang membedakan masing-
masing ulkus fungi tersebut. Kerokan ulkus fungi kecuali yang disebabkan Candida mengandung
hyphae, sedangkan kerokan dari ulkus Candida mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi,
yang menampakkan kuncup-kuncup khas.
Cara infeksi :
Melalui luka akibat ranting pohon, daun dan bagian – bagian tumbuhan
Luka akibat ekor binatang
Melalui ulkus kornea sekunder
Melalui lensa kontak
GEJALA KLINIS
Gejala Klinis Umum
Gejala subjektif ulkus pada semua penderita adalah sama, yaitu: penurunan tajam penglihatan,
fotofobia, nyeri, mata merah, mata berair, bengkak dan terdapat sekret.
Gejala objektif ulkus kornea: pada kelopak dan konjungtiva tampak hiperemis, edema,
blepharospasme, dan tampak sekret. Pada epitel tampak ulkus, pada stroma terdapat infiltrat
warna putih keabuan, pada jaringan sekitarnya terdapat infiltrat dan edema. Pada bilik mata
depan tampak reaksi radang mulai dari tingkat ringan sampai terbentuk hipopion.
27
Ringan serta beratnya gejala tergantung pada virulensi kuman penyebabnya, kondisi penderita,
serta lamanya gejala sebelum penderita datang untuk berobat.
Gambaran Klinis Spesifik Ulkus Kornea Oleh Jamur
Ulkus fungi bersifat indolen dengan infiltrat kelabu, filamentous disertai hipopion, peradangan
nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit (umumnya infiltrat, di tempat yang jauh
dari daerah ulserasi utama). Lesi utama maupun satelit berbentuk plak dengan tepi tidak teratur
di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera okuli anterior yang hebat dan abses kornea.
Dapat terjadi hipopion minimal dengan permukaan tidak rata atau sering kambuh, pengobatan
dengan antibiotika tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
1. Slit lamp
Merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normal. Loupe
mempunyai kekuatan 4 – 6 D. Pemeriksaan akan lebih sempurna bila dilakukan bila dilakukan di
kamar yang digelapkan.
Gambar 4. Pemeriksaan slitlamp
28
Gambar 5. Ulkus dengan hipopion
Pada gambaran slit lamp menunjukan luas, ulcus sentral kornea yang disebabkan fungi
fusarium. Ulkus karena jamur memberikan gambaran abu2, batas tidak jelas, dengan lesi satelit.
2. Uji flueresense
Kertas flueresense yang telah terlebih dahulu dibasahi oleh garam fisiologi diletakkan di dalam
sakus konjungtiva anterior. Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa
saat kemudian kertas ini diangkat dilakukan irigasi konjungtiva dengan garam fisiologis. Dilihat
permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea.
Defek kornea akan terlihat hijau karena pada bagian itu akan bersifat basa dan memberi warna
hijau. Pada keadaan ini disebut uji flueresense positif.
3. Uji festel
Disebut juga Seidel (untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea). Pada konjungtiva
inferior ditaruh kertas fluresense atau diteteskan flueresense. Kemudian dilihat adanya cairan
mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat kebocoran kornea adanya fistel kornea akan
terlihat pengaliran cairan mata yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel.
4. Papan placido
Untuk melihat lengkungan kornea. Dipakai papan placido dengan gambaran lingkaran konsentris
putih hitam yang menghadap sumber cahaya, sedang pasien sendiri membelakangi jendela.
Melalui lubang di tengah plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea.
29
5. Pemeriksaan gram, giemsa dan KOH(untuk jamur)
Pemeriksaan kultur dengan agar darah, agar coklat dan agar sabouraud
6. Uji sensitivitas kornea
Pengobatan
Pengobatan umumnya untuk ulkus adalah dengan siklopegik, antibiotik yang sesuai topical dan
subkonjungtiva, dan pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat, dan perlunya obat sistemik. Secara umum tukak diobati:
Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebagai
incubator
Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari
Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaucoma sekunder
Debridement sangat membantu penyembuhan
Diberi antibiotik yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi local kecuali dalam keadaan
berat.
Prinsip terapi ulkus kornea adalah sebagai berikut:
Benda asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Pemberian sikloplegika Sikloplegika yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena
bekerjannya lama 1-2 minggu. Efek kerja atropin adalah sebagai berikut:
Sedatif, menghilangkan rasa sakit
Dekongestif, menurunkan tanda radang
30
Menyebabkan paralise m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya m.siliaris
mata tidak mempunyai daya akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya m.konstriktor pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah
terjadi dapat dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas dapat diberikan
sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva.
Bedah
Tindakan bedah meliputi
Keratektomi superficial tanpa membuat perlukaan pada membran Bowman
Keratektomi superficial hingga membrane Bowman atau stroma anterior
Tissue adhesive atau graft amnion multilayer
Flap konjungtiva
Patch graft dengan flap konjungtiva
Keratoplasti tembus
Fascia lata graft
Cara Pengobatan Ulkus Kornea Jamur
Untuk stadium awal dapat diberikan natamisin dam ampoterisin B. Apabila tidak efektif, terapi
dihentikan selama 24 jam, kemudian spesimen dilakukan kultur. Jika tidak ada respon terhadap
obat – obatan, infiltrasi kornea dan ulkus meluas serta timbul descemetocel atau terjadi perforasi,
maka keratoplasti diindikasikan.
Obat topikal yang digunakan untuk ulkus fungi adalah natamycin 5%, amphotericin B (0,15-
0,3%), nystatin, itraconazol oral 200 mg/hari atau miconazole. Untuk pengobatan subkonjungtiva
31
digunakan natamycin atau miconazole. Untuk sistemik digunakan flycytosine per oral atau
ketokonazole.
Komplikasi Ulkus Kornea
Komplikasi pada ulkus kornea bervariasi, stroma kornea yang hilang dan hanya tinggal membran
descemet’s bisa menyebabkan penonjolan membran descemet’s, perforasi, endoftalmitis, bahkan
menimbulkan kebutaan apabila penanganan tidak tepat.
Komplikasi ulkus kornea dapat bersifat menghancurkan. Perforasi kornea dapat terjadi,
walaupun jarang. Dapat terjadi jaringan sikatrik pada kornea yang mengakibatkan hilangnya
visus parsial atau menyeluruh. Dapat juga timbul synechiae anterior dan posterior, glaukoma,
endopthalmitis dan katarak
32
BAB 1V
KESIMPULAN
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebabkelainan
ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Penyakit ini makin banyak
dijumpai pada pekerja pertanian dan kini makin banyak dijumpai pada penduduk perkotaan
sejak mulai dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata Kebanyakan ulkus kornea
karena jamur disebabkan oleh organisme oportunis seperticandida fusarium, aspergillus,
penicilium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan ulkus jamur
ini. Dengan penanganan sedini mungkin, infeksi pada kornea dapat sembuh, tanpa harus terjadi
ulkus. Bila ulkus kornea tidak diterapi, dapat merusak kornea secara permanen. Dan juga dapat
mengakibatkan perforasi dari interior mata, sehingga menimbulkan penyebaran infeksi dan
meningkatkan resiko kehilangan penglihatan yang permanen. Semakin telat pengobatan ulkus
kornea, akan menimbulkan kerusakan yang banyak dan timbul jaringan parut yang luas.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, Vaughan Daniel G, Eva Paul Riordan.
Oftalmologi Umum. Edisi XIV. Jakarta : Widya Medika; 2000.p.380-87
2. Grigsby, W. S. 2004. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis.
(http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm). Diakses tanggal 15 April 2013.
3. N. Wijaya S. D, Dr. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, 1983.
4. Perhimpunan Dokter Ahli Mata. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga University Press
5. Sidartha Ilyas, Prof. Dr, SpM. Ulkus Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata. BP FKUI, Edisi
kedua, Jakarta, 2002; hal. 164-172
34
top related