karakteristik protein plasma sapi bali yang · pdf filediajukan untuk melengkapi tugas-tugas...
Post on 13-Feb-2018
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
KARAKTERISTIK PROTEIN PLASMA SAPI BALI YANG DIDETEKSI
DENGAN METODE SDS-PAGE
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Wahyu Tri Utomo
NIM. 1209005078
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
KARAKTERISTIK PROTEIN PLASMA SAPI BALI YANG DIDETEKSI
DENGAN METODE SDS-PAGE
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh
Wahyu Tri Utomo
NIM. 1209005078
Menyetujui/ Mengesahkan:
Pembimbing I,
Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si.
NIP. 19650731 199303 1 003
Pembimbing II,
Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M.Si.
NIP. 19691217 199903 2 001
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, M.P.
NIP. 19600305 198703 1 001
Tanggal Lulus:
iii
Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh kami
berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat
diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.
Ditetapkan di Denpasar, tanggal
Panitia Penguji:
Ketua,
Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si.
NIP. 19650731 199303 1 003
Sekretaris,
Dr. drh. I. G. Ayu Agung Suartini, M.Si.
NIP. 19691217 199903 2 001
Anggota,
Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, M.S.
NIP. 19610406 198903 1 002
Anggota,
Dr. drh. I. B. Kade Suardana, M.Si.
NIP. 19631007 199003 1 002
Anggota,
drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si.
NIP. 19620809 199003 2 002
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama penulis adalah Wahyu Tri Utomo yang dilahirkan pada tanggal 29
Maret 1992 di Desa Guwo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali, Propinsi
Jawa Tengah. Penulis merupakan buah hati pertama dari empat bersaudara, putra
dari pasangan suami istri Ayahanda Suwarno dan Ibunda Ngadiyem.
Penulis memulai pendidikan di Raudhatul Athfal Al Ma’arif Guwo pada
tahun 1997 hingga 1999, selanjutnya menempuh pendidikan di SDN 2 Guwo dan
menamatkan pendidikan pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di MTsN Wonosegoro pada tahun 2005 hingga 2008. Pendidikan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Karanggede pada tahun 2008 dan
diselesaikan pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan di
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana pada tahun 2012 dan
menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) pada tahun 2016.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada tahun 2012.
Selanjutnya, pada bulan Januari 2016 penulis menyelesaikan skripsi untuk
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Hewan yang berjudul “Karakteristik Protein Plasma Sapi Bali
yang Dideteksi dengan Metode SDS-PAGE”.
v
ABSTRAK
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan peningkatan
kesadaran tentang nilai gizi, menyebabkan kebutuhan akan protein hewani
semakin meningkat. Salah satunya adalah pertumbuhan kosumsi daging sapi yang
lebih tinggi daripada pertumbuhan populasi sapi. Kondisi tersebut dikhawatirkan
akan mengancam populasi sapi lokal, sehingga Indonesia mengimpor sapi namun
harga daging sapi tidak turun secara nyata. Sapi bali (Bos sondaicus) merupakan
plasma nutfah Indonesia yang unggul, tersebar luas di seluruh Indonesia, serta
menghasilkan daging dengan kualitas terbaik di Indonesia. Oleh sebab itu, sapi
bali perlu dikembangkan dan dilestarikan dengan cara pemuliabiakan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui data fisiologis karakteristik protein plasma sapi
bali.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Pola
Faktorial AxB. Faktor A: jenis kelamin sapi bali (jantan dan betina); faktor B:
umur sapi bali (pedet, pubertas, dan dewasa). Protein plasma sapi bali dianalisis
menggunakan metode SDS-PAGE. Perbedaan bobot molekul protein plasma akan
mempengaruhi jumlah pita yang dihasilkan. Selanjutnya, kecepatan pergerakan
molekul protein plasma yang bermuatan negatif menuju kutup positif akan
berbanding terbalik dengan bobot molekulnya.
Berdasarkan perhitungan bobot molekul, 14 pita protein plasma sapi bali
dapat dikelompokkan menjadi lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β, dan γ.
Fraksi albumin ditunjukkan oleh pita ke-6 sampai pita ke-14 dengan bobot
molekul 68,67-10,46 kDa. Fraksi globulin α1 dan α2 ditunjukkan oleh pita ke-5
dan ke-4 dengan bobot molekul masing-masing 89,85 kDa dan 124,84 kDa. Fraksi
globulin β ditunjukkan oleh pita ke-3 dengan bobot molekul 346,82 kDa. Fraksi
globulin γ ditunjukkan oleh pita ke-1 dan ke-2 dengan bobot molekul 963,50 kDa
dan 530 kDa. Persentase luas pita protein plasma sapi bali memiliki nilai yang
berbeda-beda. Fraksi albumin memiliki persentase luas pita sebesar 92%, fraksi
globulin α2 sebesar 3%, globulin γ sebesar 2%, dan globulin α1 dan β sebesar 1%.
Perbedaan persentase tersebut menunjukkan perbedaan konsentrasi masing-
masing pita protein plasma sapi bali.
Kata kunci: plasma, protein, sapi bali, SDS-PAGE.
vi
ABSTRACT
Indonesia's population growth is accompanied by an increase in awareness
of the nutritional value, causing the need for animal protein is increasing. One is
the growth of beef consumtion higher than the growth of the cattle population.
The condition is feared to threaten the local cattle population, so that Indonesia
imported beef cattle, but the price does not drop significantly. Bali cattle (Bos
sondaicus) is a superior germplasm Indonesia, is widespread throughout
Indonesia, and produce meat with the best quality in Indonesia. Therefore, bali
cattle need to be developed and preserved by seriously. This study aims to
determine the physiological data characteristics of plasma proteins bali cattle.
This study uses a completely randomized design (CRD) factorial pattern
AxB. Factor A: bali cattle gender (male and female); factor B: age bali cattle
(calves, puberty, and adult). Bali cattle plasma proteins were analyzed using SDS-
PAGE. Differences in plasma protein molecular weight will affect the amount of
tape that is produced. Furthermore, the speed of movement of the plasma protein
molecules are negatively charged toward the positive pole will be inversely
proportional to molecular weight.
Based on molecular weight calculations, the 14 plasma protein band of bali
cattle can be grouped into five factions, namely albumin, globulin α1, α2, β, and γ.
Albumin fraction shown by the ribbon tape 6th to 14th with a molecular weight of
68,67 to 10,46 kDa. Globulin fraction α1 and α2 shown by the tape the 5th and 4th
with a molecular weight of 89,85 kDa and 124,84 kDa respectively. β-globulin
fraction shown by the ribbon 3 with a molecular weight of 346,82 kDa. γ -
globulin fraction was shown by the tape the 1st and 2nd with a molecular weight of
963,50 kDa and 530 kDa. In addition, the calculation of the percentage of plasma
protein band area of Bali cattle have differences. Albumin fraction has a large
percentage of the ribbon by 92%, α2 globulin fraction of 3%, 2% γ-globulin, and
α1 globulin and β by 1%. The percentage difference in providing an assessment of
the concentration of each plasma protein band of bali cattle.
Keywords: bali cattle, plasma, protein, SDS-PAGE.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan judul “Karakteristik Protein Plasma Sapi Bali yang
Dideteksi dengan Metode SDS-PAGE”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi teladan umat Islam dan
penyelamat di akhirat kelak, amiin.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penulis
menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala
bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu,
penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. PD. (KEMD) selaku Rektor
Universitas Udayana atas kesempatan, fasilitas, dan beasiswa Bidikmisi
yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Program Studi
Pendidikan Dokter Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Udayana.
2. Bapak Dr. drh. I Nyoman Adi Suratma, M.P., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang pernah menasehati penulis
untuk senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
3. Bapak Dr. drh. I Gusti Ngurah Sudisma, M.Si., selaku Pembimbing
Akademik atas bimbingannya untuk senantiasa berprestasi.
4. Bapak Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si., selaku Pembimbing I yang
dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, bimbingan, dan saran
dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M.Si., selaku Pembimbing II yang
penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan saran
kepada penulis.
6. Bapak Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, M.S., Bapak Dr. drh. Ida Bagus
Kade Suardana, M.Si., dan Ibu drh. Sri Kayati Widyastuti, M.Si., selaku tim
penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan,
kritik, saran, serta nasehat yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
viii
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana atas segala ilmu, bimbingan, dan semangat yang
sangat bermanfaat.
8. Bapak Kepala Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
Sapi Bali Denpasar dan drh. Yudi, Bapak Wayan, serta seluruh pegawai
yang sudah berkenan memberikan ijin dan bantuan dalam pengambilan
sampel darah sapi bali.
9. Bapak Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar Bapak drh. I Wayan Masa
Tenaya, M.Phil., Ph. D., dan Ibu drh. Ni Luh Putu Agustini, M.P., selaku
Kepala Laboratorium Bioteknologi dan Bapak Mundra selaku pegawai Lab.,
yang sudah memberikan ijin dan memfasilitasi dalam pelaksanaan
pemeriksaan karakteristik pita protein plasma darah sapi bali yang dideteksi
dengan metode SDS-PAGE.
10. Kedua orang tuaku Ibu Ngadiyem dan Bapak Suwarno tercinta atas kasih
sayang, do’a, dukungan moral dan materi serta pengorbanan yang penuh
keikhlasan sepanjang masa.
11. Adik-adikku tercinta (Muhamad Rifai, Dewi Safitri, dan Julian Arya Mukti)
atas kasih sayang, dukungan, dan semangat yang telah diberikan.
12. Sahabatku terbaik Arif Syaifuddin, Muhammad Faqih Amrulloh, Jihan
Bima Prakoso, Vinny Aldonalita, Bintang Tamtaz Aprisko, dan Rezita
Oktiana Rahmawati serta seluruh sahabat Hipoglossus Kelas B angkatan
tahun 2012 atas segala kebaikan, perjuangan, dan persahabatan yang terus
terjaga hingga akhir hayat.
Semoga kebaikan, doa, bimbingan, semangat, dan keikhlasan yang telah
diberikan kepada penulis mendapat balasan terbaik dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan
mengandung banyak kekurangan, sehingga dengan kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif. Akhir kata, semoga
skripsi ini bermanfaat dan bisa memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu
pengetahuan.
Denpasar, 11 Januari 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT ......................................................................................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3
1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
2.1 Sapi Bali ...................................................................................................... 5
2.2 Darah ................................................................................................... 7
2.3 Plasma ................................................................................................. 8
2.4 Protein Plasma .......................................................................................... 10
2.4.1 Albumin .......................................................................................... 12
2.4.2 Globulin .......................................................................................... 12
2.5 Protein ....................................................................................................... 14
2.5.1 Struktur Protein .............................................................................. 14
2.5.2 Fungsi Protein ................................................................................ 15
2.6 Elektroforesis .................................................................................... 16
2.6.1 Gel Poliakrilamid .......................................................................... 19
2.6.2 Metode SDS-PAGE ...................................................................... 21
2.7 BPTU-HPT Sapi Bali Denpasar ........................................................ 23
BAB III MATERI DAN METODE ..................................................................... 25
3.1 Objek Penelitian ................................................................................ 25
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 25
3.2.1 Alat Penelitian ................................................................................ 25
3.2.2 Bahan Penelitian ............................................................................ 25
3.3 Rancangan Penelitian ........................................................................ 26
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................ 26
3.5 Cara Pengumpulan Data .................................................................... 26
3.6 Prosedur Penelitian .................................................................................. 27
3.6.1 Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali .................................... 27
3.6.2 Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali .......................................... 28
3.6.3 Karakterisasi Protein dengan Metode SDS-PAGE ................... 28
x
3.7 Analisis Data ............................................................................................ 31
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 32
4.1 Hasil SDS-PAGE Protein Plasma Sapi Bali ........................................ 32
4.2 Pembahasan Hasil SDS-PAGE ......................................................... 37
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 41
5.1 Simpulan ............................................................................................ 41
5.2 Saran .................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42
LAMPIRAN ......................................................................................................... 46
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Unsur-unsur di dalam plasma ...................................................................... 9
2. Komposisi protein plasma normal (mg/ 100 ml) ...................................... 11
3. Data bobot molekul imunoglobulin dalam serum .................................... 13
4. Karakteristik protein plasma sapi bali ........................................................ 34
5. Klasifikasi protein plasma sapi bali ............................................................ 35
6. Karakteristik luas pita protein plasma sapi bali ........................................ 35
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Alur kerangka pemikiran ............................................................................... 4
2. Penampilan fenotip sapi bali jantan .............................................................. 6
3. Penampilan fenotip sapi bali betina .............................................................. 6
4. Sirkulasi/ aliran darah pada sapi ................................................................... 8
5. Pemisahan protein plasma dengan elektroforesis ..................................... 10
6. Struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener dari protein ................ 15
7. Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis/ SDS
PAGE .............................................................................................................. 20
8. Prinsip kerja SDS-PAGE ............................................................................. 23
9. Skema alur penelitian ................................................................................... 27
10. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan .................................... 32
11. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina .................................... 33
12. Kurva persentase luas pita protein plasma sapi bali ................................. 36
13. Kurva persamaan regresi logaritma bobot molekul marker .................... 47
14. Persiapan alat dan bahan elektroforesis ..................................................... 54
15. Pemanasan sampel pada suhu 950C ............................................................ 54
16. Penuangan buffer elektroforesis ................................................................. 55
17. Penuangan sampel ke sumuran gel ............................................................. 55
18. Hasil uji SDS-PAGE .................................................................................... 55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE standar marker protein ............. 47
2. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan
pedet (umur 0-1,5 tahun) ............................................................................. 48
3. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan
pubertas (umur 2-2,5 tahun) ........................................................................ 49
4. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan
dewasa (umur 3-5 tahun) ............................................................................ 50
5. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina
pedet (umur 0-1,5 tahun) ............................................................................. 51
6. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina
pubertas (umur 2-2,5 tahun) ........................................................................ 52
7. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina
dewasa (umur 3-5 tahun) ............................................................................. 53
8. Konsentrasi akrilamid yang digunakan untuk SDS-PAGE ..................... 54
9. Dokumentasi laboratorium .......................................................................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia serta peningkatan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya nilai gizi, menyebabkan keperluan akan
protein hewani semakin meningkat (Syarifuddin et al., 2012). Peningkatan
kebutuhan daging nampak pada pertumbuhan konsumsi daging sapi yang
mencapai 600 ribu ton pada tahun 2015, sedangkan pada tahun sebelumnya
hanya 590 ribu ton (Detik Finance, 2016).
Kontribusi daging sapi dalam memenuhi kebutuhan daging nasional
sebesar 21,27% menduduki urutan kedua setelah daging unggas sebesar
58,02%. Pada periode yang sama konsumsi daging sapi tumbuh sebesar
4,43%, sedangkan populasinya hanya tumbuh 2,33%. Data tersebut
menunjukkan bahwa konsumsi daging sapi lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhannya, sehingga dikhawatirkan terjadi pengurasan terhadap
populasi sapi lokal (Ilham, 2001). Sebagai konsekuensinya, Indonesia
mengimpor sapi mencapai 122 ribu ton pada tahun 2012, sedangkan pada
tahun 2013 adalah 236 ribu ton, tetapi harga daging sapi tidak turun secara
signifikan (Ditjennak Keswan, 2013).
Sapi bali (Bos sondaicus) adalah salah satu plasma nutfah Indonesia
yang memiliki banyak keunggulan (Sobari et al., 2012). Keunggulan sapi
bali dibandingkan sapi lain yaitu: memiliki bentuk badan yang kompak dan
padat perdagingannya, daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang
kurang baik, fertilitas yang sangat baik, serta persentase karkas yang tinggi
52-57,7% (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Selain itu, daging sapi
bali mengandung komposisi asam amino yang lebih lengkap daripada sapi
wagyu. Komposisi asam amino daging sapi bali tersebut digambarkan
melalui pola pita protein yang terbentuk sebanyak 15 pita dengan bobot
molekul dan ketebalan yang beragam (Sinlae, 2014).
2
Protein plasma memegang peranan penting dalam kehidupan hewan.
Protein plasma terdiri dari albumin, globulin (alpha, beta, dan gamma), serta
fibrinogen (Girindra, 1987). Protein plasma berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tekanan osmosis, sumber cadangan protein, pengikat, dan
pembawa asam amino, lipid, hormon, ion tembaga, besi, hemoglobin, proses
pembekuan darah, serta pertahanan tubuh (Dja’far, 1988).
Karakteristik protein plasma sapi bali dapat dianalisis dengan berbagai
metode antara lain: kromatografi, elektroforesis, immunobloting, dan
isoelectric focusing (Sinlae, 2014). SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrylamide Gel Electrophoresis) adalah metode dengan daya pisah
tinggi yang memisahkan protein berdasarkan bobot molekulnya. Protein
yang berukuran homogen akan menghasilkan satu pita, sedangkan sub-unit
berukuran beda akan menghasilkan banyak pita (Djuwita, 2004).
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini penting untuk
dilakukan, karena hingga saat ini belum dilaporkan informasi ilmiah dan
data acuan dasar tentang karakteristik protein plasma sapi bali yang
dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Berapa jumlah pita protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan
metode SDS-PAGE?
2) Bagaimana karakteristik bobot molekul protein plasma sapi bali yang
dideteksi dengan metode SDS-PAGE?
3) Bagaimana klasifikasi protein plasma sapi bali yang dianalisis
berdasarkan bobot molekulnya?
4) Bagaimana persentase luas pita protein plasma sapi bali hasil SDS-
PAGE yang dianalisis dengan software Image-J?
3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui jumlah pita protein plasma sapi bali yang dideteksi
dengan metode SDS-PAGE.
2) Untuk mengetahui karakteristik bobot molekul protein plasma sapi bali
yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
3) Untuk mengetahui klasifikasi protein plasma sapi bali yang dianalisis
berdasarkan bobot molekulnya.
4) Untuk mengetahui persentase luas pita protein plasma sapi bali hasil
SDS-PAGE yang dianalisis dengan software Image-J.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yaitu:
1) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang jumlah pita protein
plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
2) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang bobot molekul
protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode SDS-PAGE.
3) Informasi ilmiah dan data acuan fisiologis tentang klasifikasi protein
plasma sapi bali yang dianalisis berdasarkan bobot molekulnya.
4) Informasi ilmiah tentang persentase luas pita protein plasma sapi bali
hasil SDS-PAGE yang dianalisis dengan software Image-J.
1.5 Kerangka Pemikiran
Sapi bali merupakan sapi keturunan Bos sondaicus (Bos banteng)
yang berhasil dijinakkan dan mengalami penyebaran luas di Indonesia.
Populasi sapi bali di Indonesia + 3-5 juta ekor dan + 0,6 juta ekor ada di
Bali (Muazin et al., 2012). Sapi bali termasuk sapi dwiguna (kerja dan
potong). Sapi bali merupakan jenis sapi lokal Indonesia yang memegang
peranan penting sebagai penghasil daging dalam memenuhi kebutuhan
protein hewani dengan kualitas daging terbaik daripada sapi lokal lain
seperti sapi Peranakan Ongole (PO) atau sapi madura (Oka et al., 2012).
4
Berdasarkan keunggulan yang dimiliki tersebut, penyebaran yang
luas, dan mengingat Indonesia masih defisit dalam pengadaan sapi potong,
serta mengimpor sekitar 30% dari kebutuhan konsumsi daging sapi dalam
negeri setiap tahun, maka sapi bali perlu dikembangkan dan dilestarikan
dengan cara pemuliabiakan (Muhammad et al., 2012). Sebagai langkah
awal, maka pengenalan dan pemetaan genetik untuk mengetahui lebih jauh
tentang karakteristik protein plasma sapi bali perlu dilakukan.
Berbagai hewan memiliki protein penyusun plasma yang berbeda
secara kimia. Komposisi kimia dan karakteristik protein plasma sangat
bervariasi tergantung spesies, pakan, manajemen pemeliharaan, genetik,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, dan bahan aditif (hormon,
antibiotik, dan mineral). Variasi komposisi asam amino menyebabkan
perbedaan sifat fisik protein seperti bobot molekul, berat jenis, kelarutan dan
muatan listrik serta identitas imunologi (Ngili, 2010). Protein plasma
berperan penting dalam metabolisme organ hati dan interaksinya dengan
jaringan di seluruh tubuh, sehingga informasi tentang metabolisme protein
dapat diperoleh dari pemeriksaan protein plasma (Dja’far, 1988).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan karakterisasi protein
plasma sapi bali menggunakan metode SDS-PAGE. Metode SDS-PAGE
digunakan untuk menentukan bobot molekul protein, kemurnian protein,
serta mengetahui pola pita protein plasma (Sinlae, 2014).
Gambar 1. Alur kerangka pemikiran
Pita-pita Protein
SDS-PAGE
Protein Plasma
Plasma Nutfah Asli Bali
Sapi Bali Sapi Bali Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan
Pakan Ternak Denpasar
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali
Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Bali yang tersebar
secara luas di Indonesia. Sapi bali juga telah dikembangkan di Malaysia,
Filipina dan Australia bagian utara. Petani di Bali sangat dekat dengan sapi
bali sejak ratusan tahun silam. Mereka memelihara sapi tersebut untuk
beberapa tujuan seperti: membantu saat mengerjakan tanah/ sawah, sebagai
tabungan yang sewaktu-waktu bisa dijual apabila memerlukan uang, dan
digunakan dalam beberapa upacara adat/ agama Hindu di Bali (Oka et al.,
2012).
Sapi bali yang berasal dari famili Bovidae didomestikasi dari
leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javanicus/ Bibos banteng atau Bos
sondaicus. Domestikasi banteng kemungkinan besar terjadi di Bali atau di
Jawa. Dugaan ini melaporkan bahwa sapi bali adalah hasil domestikasi
banteng liar yang ada di Bali. Sapi bali sangat mudah dikenali dari fenotif
warna yang dimiliki, adanya tanduk pada kedua jenis kelamin (jantan dan
betina), dan ketahanan terhadap cuaca panas. Sapi bali betina mudah
diketahui gejala birahinya. Kondisi tanduk sapi bali betina menggambarkan
apakah sapi tersebut masih dara atau sudah pernah melahirkan, serta jumlah
pedet/ anak yang pernah dilahirkan (Oka et al., 2012).
Sapi bali yang baru lahir berwarna merah bata hampir pada seluruh
tubuhnya baik jantan maupun betina, kecuali bagian kaki di bawah lutut,
pinggiran bibir atas dan bagian pantatnya berwarna putih, rambut ekor dan
sepanjang garis punggung/ garis belut (dari pundak sampai pangkal ekor),
cermin hidung, tanduk dan kukunya berwarna hitam, sedangkan rambut
telinga bagian dalam berwarna putih. Setelah mencapai dewasa kelamin
sekitar umur 10 bulan, pedet jantan mulai mengalami perubahan warna
menjadi hitam secara bertahap mulai dari bagian kepala menuju ke
6
belakang, sedangkan pedet betina warnanya tetap merah bata sampai akhir
masa hidupnya (Oka et al., 2012).
Gambar 2. Penampilan fenotip sapi bali jantan (Ditjennak Keswan, 2012)
Gambar 3. Penampilan fenotip sapi bali betina (Ditjennak Keswan, 2012)
Perubahan warna pedet jantan menjadi hitam seluruh tubuhnya
(kecuali bagian kaki dan pantatnya yang berwarna putih) memerlukan waktu
sekitar 10 bulan. Warna hitam pada sapi bali jantan dewasa yang dikastrasi
akan berubah kembali menjadi merah bata secara bertahap mulai dari bagian
belakang menuju ke depan. Perubahan warna ini terkait dengan produksi
hormon testosteron yang dihasilkan oleh sapi bali jantan (Subagyo, 2014).
7
Bentuk tanduk ideal pada sapi bali jantan disebut silak congklok yaitu
arah pertumbuhan tanduk mula-mula dari dasar sedikit keluar lalu
membengkok ke atas, kemudian pada ujungnya membengkok sedikit keluar.
Sedangkan, bentuk tanduk ideal pada sapi bali betina disebut silak manggul
gangsa yaitu arah pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi ke arah
belakang sedikit melengkung ke bawah dan pada ujungnya sedikit mengarah
ke bawah dan ke dalam, tanduk ini berwarna hitam (Subagyo, 2014).
Pulau Bali merupakan sumber sapi bali yang sudah tersebar luas ke
seluruh daerah di Indonesia. Sapi bali sebagai plasma nutfah sapi lokal
Indonesia memiliki kualitas produksi dan kualitas produk terbaik yang harus
dipertahankan kemurniannya. Hal tersebut sesuai dengan keputusan
pemerintah Republik Indonesia bahwa lokasi konservasi sapi bali murni
adalah pulau Bali dan Nusa Penida (Fansidar et al., 2014).
Potensi sapi bali sebagai ternak daging lokal yang memberikan hasil
dan mutu daging yang baik memberi harapan untuk dikembangkan menjadi
sapi tipe daging bermutu prima untuk pasar internasional (Haryati, 2011).
Hal ini dapat dicapai dengan melakukan perbaikan mutu genetik,
manajemen, dan ransum. Selama ini penelitian yang menyangkut
peningkatan asupan dan mutu pakan pada sapi bali telah banyak dilakukan
dan memberi respon peningkatan produksi dan mutu daging yang baik.
Sementara, perbaikan mutu genetik untuk jumlah dan mutu daging melalui
upaya seleksi yang terprogram, tepat, benar, cermat, serius dan
berkelanjutan belum dilakukan (Rasdiyanah, 2014).
2.2 Darah
Darah merupakan cairan yang khas dari komposisi variabel sirkulasi
yang melewati hati, arteri, kapiler, dan vena (Stockham dan Scott, 2002).
Darah merupakan jaringan yang beredar dalam sistem pembuluh darah
tertutup dan terdiri dari serum atau plasma dan padatan berupa butir darah
merah (eritrosit), butir darah putih (leukosit), kepingan darah (trombosit
atau platelet). Secara umum, volume total darah mamalia berkisar antara 7-
8
8% dari berat badan. Bahan antarsel atau plasma darah berkisar antara 45-
65% dari seluruh isi darah, sedangkan sisanya 35-55% disusun oleh sel
darah atau benda darah (Dharmawan, 2002).
Gambar 4. Sirkulasi/ aliran darah pada sapi
Menurut Colville dan Basert (2002), darah memiliki tiga fungsi yaitu:
sistem transportasi, regulasi, dan pertahanan. Darah sebagai sistem
transportasi berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru, cairan dari
dan ke jaringan untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh dengan
pH 7,4, serta membawa nutrisi atau suplai makanan dari sistem pencernaan
ke sel atau jaringan tubuh dan mengangkut produk yang terbuang melalui
ginjal dan usus besar untuk diekskresi.
Darah sebagai sistem regulasi berperan dalam menjaga suhu tubuh
dengan cara membawa hormon glandula endokrin ke organ target untuk
membawa kelebihan panas dari bagian dalam tubuh ke permukaan lapisan
kulit serta berperan untuk menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Sedangkan, darah sebagai sistem pertahanan berperan dalam fagositosis dan
memberikan respon imunitas.
9
2.3 Plasma
Plasma adalah sejenis fluida yang homogen berwarna kuning pucat
dan bereaksi secara alkalis. Kadar normal plasma berkisar 55-65% dari total
volume. Plasma mengandung ion, molekul anorganik dan organik dalam
jumlah yang sangat banyak. Komposisi plasma hewan normal dipertahankan
secara tetap. Komposisi kimia plasma mamalia mempunyai persamaan,
meskipun terdapat perbedaan kuantitatif telah diketahui. Plasma terdiri dari
90% air dan 9% berbentuk padatan, dimana 7% adalah protein. Komposisi
plasma sangat kompleks dan berkaitan dengan fungsi darah (Dja’far, 1988).
Unsur yang terdapat di dalam plasma dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Unsur-unsur di dalam plasma
Air
Gas Oksigen
Karbondioksida
Nitrogen
Protein
Albumin
Globulin
Fibrinogen
Glukosa, Laktat, Pyruvat
Lipid Lemak
Lesitin
Kolesterol
NPN Asam amino
Asam urat
Urea
Kreatinin
Kreatin
Garam-garam amonia
Unsur anorganik Natrium
Kalium
Kalsium
Magnesium
Klorida
Sulfat
Phospat
Besi
Mangan
Kobalt
Tembaga
Seng
Iodium
Unsur jarang
Enzim, Hormon, Vitamin, Pigmen
Sumber : Dja’far, 1988.
10
2.4 Protein Plasma
Plasma mengandung banyak protein dengan susunan kimia yang
berbeda misalnya urutan dan komposisi asam amino. Selain itu, protein
plasma berbeda dalam sifat-sifat fisik seperti bobot molekul, berat jenis,
kelarutan dan muatan listrik, serta identitas imunologik. Protein plasma
berperan penting dalam metabolisme organ hati dan interaksinya dengan
jaringan tubuh, sehingga informasi tentang metabolisme protein dalam
tubuh dapat diketahui melalui pemeriksaan protein plasma (Dja’far, 1988).
Gambar 5. Pemisahan protein plasma dengan elektroforesis (Rahmawati,
2009)
Protein plasma merupakan kelompok senyawa kimia yang heterogen.
Macam protein plasma dan bobot molekul antara lain: a) albumin: sekitar
69.000; b) globulin (alpha globulin: 200.000-300.000, beta globulin:
150.000-350.000, dan gamma globulin: 150.000-300.000); serta c)
fibrinogen: 400.000. Protein plasma terdiri dari albumin, globulin serta
beberapa protein lain berupa hormon, enzim, faktor pembeku darah dan C-
reaktif protein (Girindra, 1987). Komposisi plasma protein sangat kompleks,
karena berkaitan dengan fungsi dan peranan darah yang beragam.
Komposisi plasma protein dapat dilihat pada Tabel 2.
11
Tabel 2. Komposisi protein plasma normal (mg/ 100 mL)
Komposisi protein plasma Nilai normal (mg/100 mL)
Total 6,3 – 7,8
Albumin
- Globulin alfa 1
- Globulin alfa 2
- Globulin beta
3,2 – 5,1
0,06 – 0,39
0,28 – 0,74
0,69 – 1,25
Imunoglobulin (Globulin gamma)
- Ig A
- Ig G
- Ig M
- Ig D
0,8 – 2,0
0,15 – 0,35
0,8 – 1,8
0,08 – 0,18
0,03
Fibrinogen 0,2 – 0,4
Mukoprotein 0,135
Haptoglobulin 0,03 – 0,19
Sumber : Dja’far (1988).
Tekanan osmosis plasma ditentukan oleh berbagai ion antara lain: ion
sodium, potasium, bikarbonat, kalsium dan protein. Protein plasma
merupakan campuran kompleks yang terdiri dari protein sederhana dan
protein campuran seperti glikoprotein dan lipoprotein (Martin, 1983).
Protein plasma terdiri dari protein globular dan protein fibrosa. Protein
globular larut dalam air dan larutan garam serta dipertahankan dalam bentuk
lonjong dengan melipatkan rantai peptida. Jenis protein globular dalam
tubuh antara lain: albumin, globulin, histamin, dan protamin. Proses
pemecahan protein plasma disebabkan oleh perubahan sifat kimia, fisik,
biologi, panas, ultraviolet, deterjen, dan zat kimia yang berpengaruh
terhadap struktur protein (Guyton, 1983).
Protein plasma berfungsi sebagai sumber pengganti protein pada
jaringan yang mengalami kekurangan protein melalui proses intoto oleh sel
retikulo endotel. Protein plasma yang berada di jaringan akan dipecah
menjadi asam amino (Guyton, 1983). Kecepatan sintesis protein plasma
oleh hati tergantung pada konsentrasi asam amino dalam darah, artinya
konsentrasi protein plasma menjadi berkurang apabila suplai asam amino
yang sesuai tidak ada. Sebaliknya, bila terdapat protein berlebihan dalam
12
plasma digunakan untuk membentuk protein jaringan. Jadi terdapat
keseimbangan yang konstan antara protein plasma, asam amino, dan protein
jaringan (Dja’far, 1988).
2.4.1 Albumin
Albumin merupakan molekul protein plasma yang terkecil dan
terdapat dalam jumlah yang paling banyak. Albumin adalah salah satu
protein plasma darah yang berjumlah antara 3-5% dari total volume darah
atau sekitar 35-50% dari total protein plasma (Johari et al., 2007). Albumin
disintesis dalam hati dan terdiri dari 610 asam amino dan dikatabolisme oleh
semua jaringan secara aktif. Metabolisme albumin pada sapi memerlukan
waktu paruh 16,5 hari. Albumin berperan dalam menjaga keseimbangan
tekanan osmosis, sebagai sumber cadangan protein, pengangkut asam
amino, pengikat, dan pembawa asam amino (Dja’far, 1988).
2.4.2 Globulin
Globulin merupakan protein plasma yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam asam encer, basa dan garam encer. Globulin merupakan
campuran kompleks yang terdiri dari mukoprotein, glikoprotein, lipoprotein
serta gamma globulin. Martin et al., (1983) menyatakan bahwa globulin
dapat dipisahkan secara elektroforesis menjadi α, β, dan γ globulin. Kadar
globulin alpha dan beta adalah tergantung pada jenis spesies hewan. Fungsi
utama globulin alpha dan beta adalah sebagai pembawa (carrier) lipida,
hormon yang larut dalam lipida, vitamin, dan substansi lain yang mirip
dengan lipida. Lipida tersebut tidak secara bebas dalam plasma selama
transportasi, tetapi terikat oleh globulin yang disebut lipoprotein.
Berdasarkan metode elektroforesis, globulin dapat dibagi menjadi
fraksi α1, α2, β, dan γ. Globulin alpha lain yang termasuk komponen
glikoprotein yaitu ceruloplasmin yang berfungsi sebagai pembawa ion
tembaga (Cu). Selain itu, ada haptoglobulin yang berfungsi sebagai
pembawa Hb (Dja’far, 1988). Globulin beta adalah fibrinogen yang
13
disintesis di dalam hati dan berperan penting dalam mekanisme pembekuan
darah. Sedangkan, pengangkutan besi (Fe) berhubungan erat dengan beta
globulin yang disebut transferin atau sideropilin. Pengangkutan pertama
terjadi di tempat absorpsi Fe pada traktus intestinal menuju ke organ hati
dan limpa, selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh, termasuk sumsum tulang
belakang sebagai bahan penyusun hemoglobin (Johari et al., 2007).
Globulin gamma memegang peranan khusus di dalam tubuh, dan
termasuk kelompok yang tidak bulat dan heterogen. Bobot molekul dari
globulin gamma adalah 150.000-300.0000 (Dja’far, 1988). Fraksi globulin
gamma merupakan tempat utama antibodi beredar yang disebut
imunoglobulin yang berkaitan dengan aktivitas serum darah. Kenaikan
kadar globulin gamma selalu diikuti oleh kenaikan titer antibodi, akan tetapi
hal ini tidak selalu berlaku (Johari et al., 2007).
Imunglobulin (Ig) adalah protein yang disintesis oleh hewan sebagai
respon terhadap substansi asing. Antibodi ini disekresi oleh sel plasma yaitu
sel yang diturunkan oleh sel limfosit B (sel B) (Rahmawati, 2009). Lima
kelas antibodi terdiri dari: imunoglobulin G (IgG) adalah antibodi utama
dalam serum, tetapi IgM adalah kelas imunoglobulin yang pertama muncul
setelah pemaparan terhadap suatu antigen. IgA adalah kelas yang paling
banyak dalam sekret eksternal dan IgE melindungi terhadap parasit,
sedangkan peran IgD belum diketahui. Antibodi terdiri dari rantai pendek
dan rantai panjang (Stryer, 2002).
Tabel 3. Data bobot molekul imunoglobulin dalam serum
Kelas imunoglobulin Massa (kDa)
IgG 150
IgA 180 – 500
IgM 950
IgD 175
IgE 200
Sumber : Rahmawati, 2009.
14
2.5 Protein
Istilah protein pertama kali dikemukakan oleh pakar kimia Belanda,
G. J. Mulder pada tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani proteios yang
berarti pertama atau paling utama (Dewi, 2013). Protein adalah suatu
makro-molekul yang mempunyai ukuran bobot molekul berkisar antara
6000 Da sampai satu juta Da. Semua protein terdiri atas satu atau lebih
polimer yang linier dan tak bercabang. Monomer yang membuat polimer ini
disebut asam amino. Asam amino terikat menjadi satu rantai dalam jumlah
100 sampai 300. Molekul protein memiliki tingkat kompleksitas atau
kerumitan yang tinggi. Protein memiliki perbedaan muatan listrik, bobot
molekul, dan jumlah asam amino penyusun (Rahmawati, 2009).
2.5.1 Struktur Protein
Struktur protein diklasifikan menjadi empat antara lain:
1) Struktur primer, dibentuk oleh ikatan peptide antar asam amino yang
mengacu pada jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang membentuk
rantai polipeptida.
2) Struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang
terjadi diantara oksigen karbonil dan nitrogen amida.
3) Struktur tersier, merupakan rangkaian molekular yang menggambarkan
bentuk keseluruhan dari protein.
4) Struktur kuartener, dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan
satu sama lain secara kovalen (Dewi, 2013).
15
Gambar 6. Struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener dari protein
2.5.2 Fungsi Protein
Protein memegang peran penting dalam semua proses biologi. Peran
dan aktivitas protein terlihat dalam contoh berikut ini:
1) Katalisis Enzimatik
Reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalisis oleh makromolekul
spesifik yang disebut enzim. Sebagian reaksi seperti hidrasi karbondioksida
bersifat sederhana, sedangkan reaksi lainnya seperti replikasi kromosom
sangat rumit. Enzim mempunyai daya katalitik besar. Fakta menunjukkan
bahwa hampir semua enzim yang dikenal adalah protein. Jadi, protein
merupakan pusat dalam menetapkan pola transformasi kimia dalam sistem
biologis.
2) Transport dan Penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion ditransport oleh protein spesifik.
Misalnya transport oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin, dan mioglobin
suatu protein sejenis mentransport oksigen dalam otot.
16
3) Koordinasi Gerak
Protein merupakan komponen utama dalam otot. Kontraksi otot
berlangsung akibat pergeseran dua jenis filamen protein. Contoh lain adalah
pergerakan kromosom pada proses mitosis dan gerak spermatozoa oleh
flagela.
4) Penunjang Mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh adanya kolagen yang
merupakan protein fibrosa.
5) Proteksi Imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat mengenal
serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus, bakteri dan sel yang
berasal dari organisme lain. Protein berperan penting untuk membedakan
dirinya dan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
6) Membangkitkan dan Menghantar Impuls Saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh protein
reseptor. Misalnya rodopin suatu protein yang sensitif terhadap cahaya
ditemukan pada sel batang retina.
7) Pengaturan Pertumbuhan dan Diferensiasi
Pengaturan urutan ekspresi informasi genetik sangat penting bagi
pertumbuhan yang beraturan serta diferensiasi sel. Hanya bagian kecil
genom dalam sel yang akan diekspresikan pada satu saat (Rahmawati,
2009).
2.6 Elektroforesis
Istilah elektroforesis pertama kali dikemukakan oleh Michaelis pada
tahun 1909 yang digunakan untuk mendeskripsikan perpindahan tempat
(migrasi) zat-zat koloidal pada suatu medan listrik. Ada juga yang
menyebutnya dengan istilah ionoforesis yang artinya perpindahan tempat
17
ion-ion yang relatif kecil karena pengaruh suatu medan listrik. Meskipun
istilah ionoforesis sebenarnya lebih tepat digunakan sebagai dasar
pemisahan senyawa, tetapi istilah tersebut kurang populer sehingga istilah
elektroforesis lebih banyak digunakan.
Elektrofeoresis merupakan teknik pemisahan suatu molekul dalam
suatu campuran dibawah pengaruh medan listrik. Molekul terlarut dalam
medan listrik bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh
rasio muatan dan massa. Sebagai contoh, jika dua molekul mempunyai
massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih besar akan
bergerak lebih cepat ke elektrode (Yuwono, 2005). Kegunaan elektroforesis
antara lain: 1) menentukan bobot molekul, 2) dapat mendeteksi terjadinya
pemalsuan bahan, 3) dapat mendeteksi kerusakan bahan saat pengolahan
dan penyimpanan (Dewi, 2013).
Elektroforesis melalui gel agarosa merupakan metode standar untuk
pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA. Selain itu
elektroforesis gel poliakrilamid dapat juga digunakan untuk pemisahan,
identifikasi, dan pemurnian protein. Teknik ini merupakan teknik sederhana,
cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya
yang tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya, seperti sentrifugasi
gradient (Sudjadi, 2008).
Suatu molekul yang bermuatan akan bergerak dalam medan listrik.
Fenomena ini dikenal sebagai elektroforesis, dapat digunakan untuk
memisahkan protein atau makromolekul lain seperti DNA dan RNA.
Kecepatan migrasi (v) protein atau makromolekul lain dalam medan listrik
tergantung pada kekuatan medan listrik (E), muatan protein (z) dan
koefisien pergesekan (f).
v= Ez
F
Kekuatan listrik (Ez) yang menggerakkan molekul ke arah elektroda
yang bermuatan berlawanan dihambat oleh fv yang timbul akibat gesekan
molekul pada medium. Koefisien pergesekan (f) tergantung pada massa dan
18
bentuk molekul yang bergerak dan viskositas (ת) medium (Lehninger,
1994).
Pemisahan secara elektroforesis hampir selalu dilakukan dalam gel,
tidak dalam larutan karena: gel mengurangi arus listrik yang timbul akibat
perbedaan suhu yang kecil yang diperlukan agar pemisahan menjadi efektif.
Kedua, gel bertindak sebagai saringan molekul yang meningkatkan
pemisahan. Molekul yang lebih kecil dibanding dengan pori-pori gel dapat
bergerak dengan mudah di dalam sedangkan molekul yang lebih besar
hampir tidak bergerak. Molekul dengan ukuran sedang dapat bergerak di
dalam gel sesuai ukurannya.
Media pilihan pada elektroforesis adalah gel poliakrilamid, sebab
secara kimiawi bersifat inert dan dapat dengan mudah dibentuk dari
polimerisasi akrilamida. Selain itu, ukuran pori dapat diatur dengan memilih
berbagai konsentrasi akrilamid dan metilenbisakarida (reagen pengikat)
pada saat polimerisasi (Sudjadi, 2008). Campuran protein mula-mula
dilarutkan dalam larutan natrium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen
anionik yang akan memutus hampir semua interaksi kovalen dalam protein
alami. Juga ditambahkan merkaproteanol atau ditiotreitol untuk mereduksi
ikatan disulfida.
Anion SDS akan berikatan pada rantai utama dengan perbandingan
satu SDS untuk tiap residu asam amino, sehingga terbentuk kompleks SDS
dengan protein terdenaturasi yang bermuatan negatif tinggi yang secara
kasar sebanding dengan massa protein. Muatan negatif akibat pengikatan
SDS ini umumnya lebih besar daripada muatan protein alami ini menjadi
tidak penting lagi. Pada kompleks SDS-protein terdenaturasi kemudian
dilakukan elektroforesis pada gel poliakrilamida, dalam bentuk lempeng
tegak lurus. Arah elektroforesis dari atas ke bawah. Setelah terjadi
pemisahan, protein dalam gel dapat diperlihatkan setelah diwarnai dengan
Coomassie blue, yang akan terlihat sebagai pita-pita (Rahmawati, 2009).
Protein kecil bergerak cepat dalam gel, sedangkan protein besar
tinggal di atas, berdekatan dengan titik aplikasi campuran. Pergerakan
19
sebagian rantai polipeptida pada kondisi seperti ini berbanding lurus dengan
logaritma massanya. Elektroforesis SDS-gel poliakrilamid bersifat cepat,
peka dengan kemampuan resolusi yang tinggi. Proses elektroforesis dan
pewarnaan berlangsung beberapa jam. Sejumlah 0,1 mikrogram (2 p mol)
protein menghasilkan pita yang jelas dengan pewarnaan Coomassie blue
dan dalam jumlah lebih sedikit (kira-kira 0,02 mikrogram) dapat dideteksi
dengan pewarnaan perak (Stryer, 2002).
2.6.1 Gel Poliakrilamid
Pada SDS-PAGE diperlukan matriks yang bening untuk memisahkan
molekul. Matriks yang bening ini terbuat dari polimer akrilamid dalam
bentuk gel. Gel poliakrilamid merupakan larutan dari akrilamid dan
bisakrilamid yang digunakan untuk separasi sampel protein (Arif, 2012).
Elektroforesis hampir selalu dilakukan dalam gel dan tidak dalam larutan.
Hal ini dikarenakan gel dapat mengurangi arus listrik yang timbul akibat
perbedaan suhu yang kecil agar pemisahan menjadi efektif, gel bertindak
sebagai saringan molekul yang meningkatkan pemisahan (Stryer, 2002). Gel
juga dapat menjaga molekul yang telah terpisah supaya tidak berdifusi
terlalu cepat kedalam fase cair (Lehninger, 1982).
Penggunaan poliakrilamid mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan gel lainnya, karena tidak bereaksi dengan sampel dan tidak
membentuk matrik dengan sampel, sehingga tidak menghambat pergerakan
sampel yang memungkinkan pemisahan protein secara sempurna. Selain itu,
gel poliakrilamid ini mempunyai daya pemisahan yang cukup tinggi.
Sementara penggunaan SDS berfungsi untuk mendenaturasi protein, karena
SDS bersifat sebagai detergen yang mengakibatkan ikatan dalam protein
terputus membentuk protein yang dapat terelusi dalam gel begitu juga
mercaptoetanol (Arif, 2012).
Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamid adalah
akrilamid, bisakrilamid, ammonium persulphate dan TEMED
(Tetrametilendiamin). Akrilamid sebagai senyawa utama yang menyusun
20
gel yang bersifat karsinogenik. Ammonium persulphate berfungsi sebagai
inisiator yang mengaktifkan akrilamid agar bereaksi dengan molekul
akrilamid lainnya membentuk rantai polimer yang panjang. TEMED
berfungsi sebagai katalisator reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel
poliakrilamid sehingga dapat digunakan dalam pemisahan protein.
Bisakrilamid berfungsi sebagai cross-linking agen yang membentuk
kisi-kisi bersama polimer akrilamid. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai
saringan molekul protein. Perbandingan antara akrilamid dengan
bisakrilamid dapat diatur sesuai dengan bobot molekul protein yang akan
dipisahkan. Semakin rendah bobot molekul protein yang dipisahkan, maka
semakin tinggi konsentrasi akrilamid yang digunakan agar kisi-kisi yang
terbentuk semakin rapat (Arif, 2012).
Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan antara dua lempeng
kaca yang dipisahkan dengan pembatas pada ketebalan tertentu. Gel
poliakrilamid dapat berukuran dari 5–50 cm tergantung pada keperluan dan
dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal (Rahmawati, 2009).
Gambar 7. Sodium dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis/
SDS PAGE
21
2.6.2 Metode SDS-PAGE
Metode Sodium Dodecyl Sulphate- Polyacrylamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan salah satu metode untuk
menganalisis protein dengan memisahkan pita-pita protein yang ada di
dalam sampel berdasarkan bobot molekulnya (Arif, 2012). Polyacrilamide
Gel Electrophoresis (PAGE) diartikan sebagai proses pemisahan protein
dalam sebuah gel akrilamid melalui aplikasi arus listrik. Prinsip dasar SDS-
PAGE ini adalah denaturasi protein oleh sodium dodesil sulfat yang
dilanjutkan dengan pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya
dengan metode elektroforesis yang menggunakan gel, dalam hal ini yang
digunakan adalah poliakrilamid (Rahmawati, 2009).
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran molekulnya dengan
elektroforesis gel poliakrilamid dengan sistem tegak. Sebelumnya campuran
protein dipanasi dengan natrium dodesil sulfat (SDS), suatu detergen
anionik untuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan ini
menyebabkan interaksi non-kovalen terganggu, sehingga molekul protein
dalam struktur primer. Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan
rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam amino. SDS akan
menghilangkan konformasi di antara protein-protein tersebut dengan cara
memberi muatan negatif. Agar seluruh rantai terpapar pada detergen
dilakukan pemanasan pada suhu 950 C selama 2 sampai 5 menit, dengan
cara ini sebagian besar polipeptida akan diselubungi oleh SDS dengan rasio
tertentu (1,4 gram per gram protein). Kompleks SDS-polipeptida berbentuk
seperti batang dan bermuatan negatif, dan muatan ini tidak dipengaruhi oleh
pH pada kisaran pH 7-10 (Sudjadi, 2008).
Gel yang digunakan pada sistem ini terdiri dari gel pemupuk (stacking
gel) yang berpori besar dan gel pemisah (separating/ resolving gel) yang
berpori kecil. Sedangkan sampel diletakkan di atas gel pemupuk. Molekul
sampel yang melewati gel pemupuk dengan cepat akan tertumpuk dalam
suatu zona yang sangat sempit (stacks). Sampel yang tertumpuk itu akan
bergerak sepanjang gel pemupuk yang berpori besar dan kemudian masuk
22
ke gel pemisah berpori kecil sebagai suatu pita yang tipis setelah memasuki
gel pemisah, molekul sampel terpisah berdasarkan muatan dan ukuran
(Rahmawati, 2009).
Gel poliakrilamid dibentuk oleh polimerisasi akrilamid dan
bisakrilamid. Reaksi pembentukan polimer ini diawali suatu sistem yang
menghasilkan radikal bebas dengan menambahkan amonium persulfat
(APS), sebagai inisiator dan tetrametilendiamin (TEMED), sebagai
akselerator. Pada sistem ini TEMED mempercepat pemecahan molekul APS
menjadi sulfat radikal bebas, kemudian akan mengawali reaksi polimerisasi
akrilamid yang panjang menghasilkan larutan kental namun bukan berupa
gel. Penambahan bisakrilamid pada rantai akrilamid tersebut akan terbentuk
ikatan lintas silang (cross-link) pada interval tertentu sehingga terbentuk
suatu jaringan dengan besar pori tertentu.
Konsentrasi akrilamid menentukan ukuran pori-pori gel yang
terbentuk sehingga ukuran pori dapat diatur dengan mengatur konsentrasi
akrilamid. Makin rendah konsentrasi akrilamid yang digunakan, makin
besar ukuran pori-pori gel, namun gel menjadi lunak dan mudah patah
(Rahmawati, 2009). Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan
untuk mereduksi ikatan disulfida. Kompleks SDS dengan protein
terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif sebanding dengan ukuran
protein. Muatan negatif yang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar
daripada muatan pada protein asli.
Kompleks protein-SDS kemudian dielektroforesis sehingga semua
molekul bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai,
protein dalam gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat
warna seperti Coomassie blue, yang akan menampakkan beberapa pita.
Coomassie blue berikatan dengan protein berdasarkan interaksi ionik antara
gugus sulfit pada Coomassie blue dengan asam-asam amino basa, dan
interaksi hidrofobik cincin Coomassie blue (Stryer, 2002).
Pewarna mampu menghasilkan pita pada jumlah protein 10-100 ng.
Protein kecil akan bergerak cepat melewati gel, sedangkan protein besar
23
bergerak lebih lambat. Mobilitas kebanyakan polipeptida dibawah kondisi
seperti ini berbanding lurus terhadap log ukurannya. Beberapa protein yang
banyak mengandung karbohidrat dan protein membran tidak mengikuti
aturan ini. Akan tetapi metode SDS-PAGE ini sangat cepat, peka, dan dapat
menghasilkan pemisahan yang baik. Sebanyak sekitar 0,1 mg (2 pmol)
protein menghasilkan pita yang jelas dengan pewarna Coomassie blue
(Rahmawati, 2009).
Gambar 8. Prinsip kerja SDS-PAGE
2.7 BPTU-HPT Sapi Bali Denpasar
Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak,
Denpasar Bali yang selanjutnya disingkat BPTU-HPT Denpasar adalah unit
pelaksana teknis dibidang peternakan dan kesehatan hewan yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan. Secara teknis BPTU-HPT Denpasar dibina oleh Direktur
Perbibitan Ternak dan Direktur Pakan Ternak Kementerian Pertanian
Republik Indonesia (Permentan RI, 2013).
24
BPTU-HPT Denpasar berlokasi di Denpasar Provinsi Bali yang
mempunyai tugas melaksanakan pemeliharaan, produksi, pemuliaan,
pelestarian, pengembangan, penyebaran, dan distribusi produksi bibit ternak
sapi bali unggul serta produksi dan distribusi benih/ bibit hijauan pakan
ternak. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPTU-HPT Denpasar
mempunyai susunan organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya yang
terdiri atas: Kepala, Subbagian Tata Usaha, Seksi Pelayanan Teknis, dan
Kelompok Jabatan Fungsional (Permentan RI, 2013).
25
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah protein plasma sapi bali yang dipelihara di
Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)
Sapi Bali Denpasar.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain: spuit, cooler
bag, tabung reaksi, gelas piala, cook micrometer, stirrer, centrifuge,
refrigerator, timbangan digital, alat pencetak gel (mini protean 3 sistem),
mikropipet, sisir (comb), tabung eppendorf, kaca dengan spacer, rak tabung,
silinder plastik, mistar plastik, penjepit dan tempat untuk pewarnaan/
pencucian yang berupa baki-baki plastik.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah plasma
sapi bali yang dipelihara di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan
Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sapi Bali Denpasar. Bahan lain yang digunakan
untuk penelitian karakteristik protein plasma darah sapi bali terdiri dari:
tabung antikoagulan EDTA, alkohol 70%, garam fisiologis (NaCl 0,9%),
dan asam klorida 1% (HCl 1%). Sedangkan bahan yang digunakan pada
elektroforesis (SDS-PAGE) adalah sampel buffer (4 mL dH2O; 1 mL
larutan 0,5 M Tris – HCl pH 6,8; 0,8 gliserol; 1,6 mL larutan SDS 10%; 0,4
mL larutan β-mercaptoetanol; 0,2 mL larutan bromophenol blue 0,05%).
Gel untuk SDS-PAGE terdiri dari dua lapis yaitu: 7,5% resolving gel/
lapisan bawah terdiri dari: (7,28 mL dH2O ditambahkan 3,75 mL larutan 1,5
M Tris-HCl pH 8,8; 150 µL larutan SDS 10%; 3,75 mL larutan akrilamid
30%; 75 µL larutan APS 10%; 7,5 µL TEMED), dan 4% stacking gel
26
(lapisan atas) terdiri dari: (9 mL dH2O ditambahkan 3,78 mL larutan 0,5 M
Tris-HCL pH 6,8; 150 µL larutan SDS 10%; 1,98 mL larutan akrilamid
30%; 75 µL larutan APS 10%; 15 µL TEMED), buffer pemisah (Electrode
Running Buffer/ ERB) yang terdiri dari: (Tris HCl 9 gram; glisin 43,2 gram;
SDS 10% dan dH2O sebanyak 600 mL), larutan pewarna (0,05% Coomassie
blue, 45% metanol, 10% asam asetat, 45% dH2O dan destain (50% dH2O,
10% asam asetat, 40% metanol).
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif analitik kualitatif yang
bertujuan untuk menemukan dan memperkenalkan karakteristik protein
plasma sapi bali. Data penelitian dianalisis dan disajikan secara sistematis
melalui gambar, grafik, dan tabel. Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) Pola Faktorial AxB (Sampurna dan Nindhia, 2008).
Faktor A: jenis kelamin sapi bali (jantan dan betina); faktor B: umur sapi
bali (pedet (0-1,5 tahun), pubertas (2-2,5 tahun), dan dewasa (3-5 tahun))
sehingga kombinasi antar faktor sebanyak 2x3 dan diulang sebanyak 4 kali.
Data pengulangan diperoleh dari rumus: P (r-1) > 15 (Musa dan Nasoetion,
1989).
3.4 Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian ini terdiri dari:
1) Variabel tergantung : bobot molekul dan jumlah pita protein plasma
sapi bali.
2) Variabel bebas : jenis kelamin dan umur sapi bali.
3) Variabel kendali : pakan, cara pemeliharaan, vaksin, hormon, dan
antibiotik.
3.5 Cara Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dikumpulkan berdasarkan dari hasil karakterisasi
protein plasma sapi bali melalui metode SDS-PAGE.
27
3.6 Prosedur Penelitian
Gambar 9. Skema Alur Penelitian (Bintang, 2010)
3.6.1 Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali
Penentuan unit pengamatan sapi bali diawali dengan melakukan
wawancara kepada pengelola sapi bali untuk memperoleh informasi
hubungan kekerabatan sapi. Sampel darah diambil secara purposive
sampling artinya pengambilan sampel dilakukan dengan memilih objek
berdasarkan kriteria spesifik dari penelitian.
Analisis Pita Protein
Pewarnaan dan Pencucian Pita Protein
Proses Elektroforesis
Pembuatan Buffer Pemisah
Pembuatan Gel Pemisah
Pembuatan Sampel Buffer
Karakterisasi Protein dengan Metode SDS-PAGE
Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali
Penentuan Unit Pengamatan Sapi Bali
28
3.6.2 Penyiapan Sampel Plasma Sapi Bali
Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis dengan
menggunakan vacuum shiryne steril yang telah berisi zat antikoagulan
EDTA agar darah tidak membeku. Darah diambil sebanyak 5 mL, kemudian
langsung disimpan pada cooler bag untuk menghindari kerusakan selama
perjalanan. Darah disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 3.500 rpm
pada suhu 100C. Sampel darah yang sudah disentrifus akan terpisah antara
plasma darah, sel darah putih, dan sel darah merah, serta keping darah.
Plasma dimasukkan ke dalam minitube dan disimpan pada suhu -200C.
2.6.3 Karakterisasi Protein dengan Metode SDS-PAGE
Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis menggunakan metode
standar oleh Laemmli yang terdiri dari tiga tahap (Sinlae, 2014). Tiga tahap
tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan
menggunakan sodium dodecyl sulphate-polyacrylamide gel electrophoresis
(SDS-PAGE) dan pemisahan protein dengan teknik elektroforesis yang
dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita protein yang terbentuk.
a) Pembuatan Sampel Buffer
Preparasi sampel menggunakan sampel buffer yang terdiri dari 4 mL
dH2O; 1 mL larutan 0,5 M Tris – HCl pH 6,8; 0,8 gliserol; 1,6 mL larutan
SDS 10%; 0,4 mL larutan β-mercaptoetanol; 0,2 mL larutan bromophenol
blue 0,05%. Sampel (supernatan) sebanyak 5 µL dicampur dengan 30 µL
sampel buffer dengan perbandingan 1:6, setelah supernatan tercampur
sampel buffer kemudian dipanaskan dengan suhu 950 C selama 5 menit.
Apabila sampel sudah dingin baru dimasukkan ke dalam sumur yang telah
tersedia pada gel sebanyak 5 µL lalu dianalisis pola protein menggunakan
SDS-PAGE.
b) Pembuatan Gel Pemisah
Pembuatan gel pemisah (running gel) menggunakan konsentrasi 7,5%
(resolving gel/ lapisan bawah) terdiri dari 7,28 mL dH2O ditambahkan 3,75
mL larutan 1,5 M Tris-HCl pH 8,8; 150 µL larutan SDS 10%; 3,75 mL
29
larutan akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 7,5 µL TEMED dan 4%
stacking gel (lapisan atas) terdiri dari 9 mL dH2O ditambahkan 3,78 mL
larutan 0,5 M Tris-HCl pH 6,8; 150 µL larutan SDS 10%; 1,98 mL larutan
akrilamid 30%; 75 µL larutan APS 10%; 15 µL TEMED (harus selalu
dalam keadaan baru dilarutkan). Untuk preparasi gel pengumpul (stacking
gel) dicetak dengan bantuan “sisir” (comb) untuk membuat sumur-sumur.
Ketebalan gel akan dibuat dengan ketebalan 4 mm. Setelah gel mengeras,
sisir diangkat.
c) Elektroforesis
Proses pemisahan protein menggunakan buffer pemisah (running
buffer) yang terdiri dari Tris HCl 9 gram; glisin 43,2 gram; SDS 10% dan
dH2O sebanyak 600 mL. Buffer elektroforesis dimasukkan dan alat
elektroforesis dirangkai. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam sumur
dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 5 µL, tergantung tebal tipisnya
pita protein yang diinginkan. Perangkat elektroforesis dijalankan pada suhu
rendah dengan tegangan 200 volt dan arus 42 mA selama + 1 jam hingga
bromophenol blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel.
Setelah elektroforesis selesai, gel difiksasi dengan larutan Coomassie
brilian blue R-250 (larutan 0,05% Coomassie blue sebanyak 0,50 gram yang
dilarutkan dalam 45% metanol sebanyak 225 mL dan 10% asam asetat
sebanyak 50 mL dalam 45% dH2O), kemudian gel dipucatkan dengan
larutan destain yang terdiri dari campuran 50% dH2O 250 mL; 10% asam
asetat 50 mL; 40% metanol 200 mL sambil digoyang-goyangkan sampai
terlihat pita protein. Jika sudah terlihat adanya pola (pita-pita) protein,
proses pemucatan dihentikan.
Gel hasil SDS-PAGE dianalisa dengan cara menghitung band yang
muncul dengan dilakukan perhitungan MR (mobility rate) dari masing-
masing band dengan rumus (Cavalli et al., 2006). Hasil lembaran gel
tersebut didokumentasikan dengan mesin pemindai. Setelah didapatkan
hasil gambar dalam bentuk soft copy, kemudian diukur panjang tracking tiap
30
band yaitu panjang track dari atap pita sampai band yang akan dicari bobot
molekulnya.
Pita pertama yang harus dihitung adalah pita protein marker, karena
pada protein marker sudah diketahui bobot molekulnya, sehingga digunakan
sebagai panduan mencari bobot molekul sampel lainnya, setelah didapatkan
nilai panjang tracking, selanjutnya mencari nilai mobility rate (MR) yaitu
dengan membagi jarak tracking dengan panjang tracking, setelah
didapatkan nilai (MR) maka dibuat rumus persamaan garis lurusnya, rumus
inilah yang digunakan mencari bobot molekul sampel yang diuji, pada
rumus tersebut terdiri atas sumbu x dan sumbu y, nilai (MR) sebagai sumbu
x dan sumbu y sebagai log bobot molekul, untuk mendapat nilai bobot
molekul maka antilog bobot molekul tersebut (Arif, 2012).
MR = Jarak pergerakan pita protein dari tempat awal
Jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal
Nilai MR dimasukkan dalam persamaan regresi logaritma dengan rumus:
Y = (a X ln(x)) + b
Keterangan :
Y = bobot molekul.
X = nilai Rf sampel.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh berupa pita-pita protein yang memiliki berbagai
bobot molekul. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan perangkat lunak
SPSS Versi 17 dan Image-J untuk mengkuantifikasi jumlah dan luas koloni
elektroforegram yang disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik.
3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 di
Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil SDS-PAGE Protein Plasma Sapi Bali
Gambaran pita protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode
SDS-PAGE pada perlakuan jenis kelamin dan umur disajikan pada Gambar
10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan berdasarkan
umur dan jenis kelamin
Keterangan:
J0 : Protein plasma sapi bali jantan umur 0-1,5 tahun
J1 : Protein plasma sapi bali jantan umur 2-2,5 tahun
J2 : Protein plasma sapi bali jantan umur 3-5 tahun
M : Marker protein
J0 J1 J2 M
Pita 2
Pita 8
Pita 7
Pita 3
Pita 4
Pita 5
Pita 6
Pita 9
Pita 10
Pita 11
Pita 13
Pita 14
Pita 12
Pita 1
150 kDa
25 kDa
37 kDa
100 kDa
75 kDa
50 kDa
20 kDa
15 kDa
10 kDa
250 kDa
32
Gambar 11. Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina berdasarkan
umur dan jenis kelamin
Keterangan:
M : Marker protein
B0 : Protein plasma sapi bali betina umur 0-1,5 tahun
B1 : Protein plasma sapi bali betina umur 2-2,5 tahun
B2 : Protein plasma sapi bali betina umur 3-5 tahun
Karakterisasi protein plasma sapi bali dengan metode SDS-PAGE
diperoleh profil atau karakteristik protein seperti pada Gambar 10 dan
Gambar 11. Berdasarkan Gambar 10 dan Gambar 11 jumlah pita protein
plasma sapi bali jantan dan betina pedet (umur 0-1,5 tahun), pubertas (umur
2-2,5 tahun), dan dewasa (umur 3-5 tahun) yaitu 14 pita.
Berdasarkan perhitungan nilai MR bobot molekul (BM) marker, maka
diperoleh regresi logaritma dengan persamaan Y = -0,640 Ln (x) + 0,991.
Huruf Y adalah nilai logaritma bobot molekul (BM), sedangkan huruf X
adalah nilai MR. MR adalah hasil pembagian antara jarak pergerakan pita
protein dari tempat awal dengan jarak pergerakan warna pelacak.
150 kDa
25 kDa
37 kDa
100 kDa
75 kDa
50 kDa
20 kDa
15 kDa
10 kDa
250 kDa Pita 2
Pita 8
Pita 7
Pita 3
Pita 4
Pita 5
Pita 6
Pita 9
Pita 10
Pita 11
Pita 13
Pita 14
Pita 12
Pita 1 M B0 B1 B2
33
Perhitungan bobot molekul masing-masing sampel didapatkan dari anti-log
Y yang sebelumnya nilai MR dikonversikan kedalam persamaan regresi
logaritma. Perhitungan bobot molekul protein plasma sapi bali disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik protein plasma sapi bali berdasarkan umur dan jenis
kelamin
No.
pita
BM protein plasma sapi bali
jantan (kDa)
BM protein plasma sapi bali
betina (kDa)
J0 J1 J2 B0 B1 B2
1 963,50 963,50 963,50 963,50 963,50 963,50 2 530,00 530,00 530,00 530,00 530,00 530,00
3 346,82 346,82 346,82 346,82 346,82 346,82
4 104,94 124,84 124,84 124,84 124,84 124,84
5 89,85 89,85 89,85 89,85 89,85 89,85
6 61,03 68,67 78,07 68,67 61,03 68,67
7 54,71 54,71 61,03 54,71 54,71 54,71
8 37,77 37,77 34,88 34,88 34,88 37,77
9 19,69 20,78 20,78 21,97 20,78 19,69
10 16,95 16,95 16,95 17,79 16,95 16,95
11 16,18 16,18 16,18 16,18 16,18 16,18
12 15,46 15,46 15,46 15,46 15,46 15,46
13 12,56 12,56 12,56 12,56 12,56 12,56
14 10,83 10,83 10,83 10,46 10,46 10,46
Jumlah
pita
14 14 14 14 14 14
Tabel 4 menunjukkan total pita protein plasma sapi bali jantan dan
betina pedet (umur 0-1,5 tahun), pubertas (umur 2-2,5 tahun), dan dewasa
(umur 3-5 tahun) masing-masing memiliki 14 pita protein. Hal ini
menunjukkan bahwa jenis kelamin dan umur sapi bali tidak berpengaruh
terhadap jumlah pita protein plasma. Berdasarkan perhitungan bobot
molekul tersebut di atas, maka 14 pita protein plasma sapi bali dapat
dikelompokkan menjadi lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β, dan γ.
Fraksi albumin ditunjukkan oleh pita ke-6 sampai pita ke-14 dengan bobot
molekul 68,67-10,46 kDa. Fraksi globulin α1 dan α2 ditunjukkan oleh pita
ke-5 dan pita ke-4 dengan bobot molekul masing-masing 89,85 kDa dan
34
124,84 kDa. Fraksi globulin β ditunjukkan oleh pita ke-3 dengan bobot
molekul 346,82 kDa. Fraksi globulin γ ditunjukkan oleh pita ke-1 dan pita
ke-2 dengan bobot molekul 963,50 kDa dan 530 kDa. Klasifikasi protein
plasma sapi bali disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi protein plasma sapi bali berdasarkan bobot molekul
No. pita BM (kDa) Jenis fraksi protein
1 963,50 Globulin γ
2 530,00
3 346,82 Globulin β
4 124,84 Globulin α2
5 89,85 Globulin α1
6 68,67
Albumin
7 54,71
8 37,77
9 20,78
10 16,95
11 16,18
12 15,46
13 12,56
14 10,46
Hasil SDS-PAGE protein plasma sapi bali menunjukkan bahwa
masing-masing pita protein memiliki perbedaan intensitas ketebalan pita
yang menggambarkan konsentrasi atau kadar protein. Perbedaan intensitas
ketebalan pita dianalisis menggunakan software Image-J untuk mengetahui
luas masing-masing pita protein. Perhitungan luas pita protein plasma sapi
bali disajikan pada Tabel 6.
35
Tabel 6. Karakteristik luas pita protein plasma sapi bali berdasarkan umur dan
jenis kelamin
Jenis fraksi
protein
Luas pita protein plasma sapi bali
jantan (nm2)
Luas pita protein plasma sapi
bali betina (nm2)
J0 J1 J2 B0 B1 B2
Albumin 87623519 70478456 327270606 79806988 74931231 74303959
Rata-rata 119069126,5 (92%)
Globulin α1 1432640 1615619 1176083 1116426 1960690 2929761
Rata-rata 1705203,167 (1%)
Globulin α2 5397288 3297782 3972317 4304347 4210882 3919004
Rata-rata 4183603,333 (3%)
Globulin β 380506 427749 1630569 896598 1781447 1313426
Rata-rata 1071715,833 (1%)
Globulin γ 5.795.137 2.924.255 1.925.477 2.804.033 3.160.134 1.317.627
Rata-rata 2987777,167 (2%)
Total 129017426
Gambar 12. Kurva persentase luas pita protein plasma sapi bali yang
dianalisis menggunakan software Image-J
Berdasarkan Tabel 6, Gambar 11, dan Gambar 12, persentase luas pita
protein plasma sapi bali yang dianalisis menggunakan software Image-J,
menunjukkan bahwa kelima fraksi protein memiliki perbedaan luas pita
protein. Fraksi albumin memiliki persentase luas pita sebesar 92%, fraksi
globulin α2 sebesar 3%, globulin γ sebesar 2%, dan globulin α1 dan β
sebesar 1%. Perbedaan persentase luas pita protein ini memberikan
penilaian terhadap konsentrasi masing-masing pita protein plasma sapi bali.
Albumin
Glo
buli
n α
1
Glo
buli
n α
2
Glo
buli
n β
Glo
buli
n γ
36
4.2 Pembahasan Hasil SDS-PAGE
Profil protein plasma sapi bali dalam penelitian ini dideteksi
menggunakan metode elektroforesis. Elektroforesis merupakan teknik
pemisahan molekul dalam suatu campuran dibawah pengaruh medan listrik.
Elektroforesis melalui gel agarosa atau poliakrilamid merupakan metode
standar untuk pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA dan
protein. Teknik ini merupakan teknik sederhana, cepat, dan dapat
memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya (Rahmawati, 2009).
Metode karakterisasi protein menggunakan SDS-PAGE umumnya
didasarkan pada bobot molekul protein. Metode elektroforesis digunakan
karena tidak mempengaruhi struktur bipolimer dan sensitif terhadap bobot
molekul yang cukup kecil (Bachrudin, 1999). Pada penelitian ini
identifikasi protein plasma sapi bali didasarkan atas bobot molekul
relatifnya yang dibandingkan dengan marker protein yang memiliki bobot
molekul 10-250 kDa (Arif, 2012).
Protein plasma sapi bali memiliki 14 pita protein. Berbeda dengan
penelitian (Dja’far, 1988) menyatakan bahwa pita protein plasma sapi
peranakan ongole adalah lima pita protein yang dikelompokkan menjadi
fraksi albumin, globulin α1, α2, β, dan γ (Dja’far, 1988). Aminah (2005)
melaporkan bahwa pita protein plasma sapi jawa dan madura berjumlah 10
pita protein yang dikelompokkan menjadi empat fraksi yaitu fraksi albumin,
transferrin, seruloplasmin, dan post-transferrin. Sedangkan hasil
karakterisasi protein plasma sapi Frisian Holstein (FH) berjumlah delapan
pita protein yang terdiri dari fraksi albumin, globulin α1, α2, α3, β1, β2, γ1 dan
γ2 (Larson dan Salisbury, 1954).
Empat belas pita protein plasma sapi bali memiliki intensitas
ketebalan yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi
protein plasma masing-masing fraksi berbeda-beda (Sinlae, 2014). Hasil
penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Albert et al., (2002) yang
menyatakan bahwa ketebalan pita protein menunjukkan konsentrasi protein
tersebut. Pita protein dengan intensitas yang lebih tebal memiliki
37
konsentrasi yang lebih tinggi. Selanjutnya, menurut Cahyarini et al., (2004)
menyatakan bahwa perbedaan tebal tipis protein yang terbentuk disebabkan
karena perbedaan jumlah dari molekul-molekul yang termigrasi. Pita yang
memiliki kekuatan ionik/ muatan lebih besar akan termigrasi lebih jauh
daripada pita yang berkekuatan ionik lebih kecil.
Menurut Sinlae (2014) pita protein yang memiliki ketebalan dan
intensitas warna yang lebih besar dibandingkan dengan pita-pita lainnya
dinyatakan sebagai pita mayor. Pita mayor merupakan pita protein yang
memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan pita-pita lainnya
(pita minor). Selain itu, Pasila (2008) juga menyatakan bahwa tebal tipisnya
pita protein yang terwarnai merupakan gambaran yang menunjukkan
konsentrasi protein yang terkandung dalam profil protein. Selanjutnya
Ilminingtyas et al., (2000) melaporkan bahwa perubahan pola protein hasil
SDS-PAGE menunjukkan adanya perubahan yang terjadi pada protein,
penipisan dan hilangnya pita protein menunjukkan terjadinya perubahan
sifat pada protein tersebut.
Choi et al., (2005) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
perubahan sifat fungsional protein dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri
dan enzim serta denaturasi protein akibat penyimpanan dingin. Perbedaan
intensitas ketebalan pita protein yang menunjukkan peningkatan maupun
penurunan konsentrasi protein juga mengindikasikan adanya gangguan yang
bersifat patologis pada hewan, misalnya gangguan organ hati dan ginjal
(Dja’far, 1988).
Berdasarkan perhitungan bobot molekul pita ke-1 sampai pita ke-14
secara berurutan memiliki bobot molekul yaitu 963,50 kDa, 530,00 kDa,
346,82 kDa, 124,84 kDa, 89,85 kDa, 68,67 kDa, 54,71 kDa, 37,77 kDa,
20,78 kDa, 16,95 kDa, 16,18 kDa, 15,46 kDa, 12,56 kDa, dan 10,46 kDa.
Selanjutnya, dengan mengacu pada perhitungan bobot molekul tersebut di
atas, maka 14 pita protein plasma sapi bali dapat dikelompokkan menjadi
lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β, dan γ. Perbedaan ukuran bobot
molekul antar protein plasma akan berpengaruh terhadap kecepatan
38
pergerakan dalam melewati pori-pori gel. Protein yang memiliki ukuran
molekul kecil akan bergerak lebih cepat dan jauh dibandingkan dengan
molekul protein yang berukuran besar.
Fraksi albumin ditunjukkan oleh pita ke-6 sampai pita ke-14 dengan
bobot molekul 68,67-10,46 kDa. Nilai ini sesuai dengan pernyataan
Girindra (1987) bahwa bobot molekul protein albumin sekitar 69 kDa.
Albumin merupakan molekul protein plasma yang terkecil dan terdapat
dalam jumlah yang paling banyak. Albumin adalah salah satu protein
plasma darah yang berjumlah antara 3-5% dari total volume darah atau
sekitar 35-50% dari total protein plasma (Johari et al., 2007). Albumin
disintesis dalam hati dan terdiri dari 610 asam amino dan dikatabolisme oleh
semua jaringan secara aktif. Metabolisme albumin pada sapi memerlukan
waktu paruh 16,5 hari. Albumin berperan dalam menjaga keseimbangan
tekanan osmosis, sumber cadangan protein, pengikat, dan pembawa asam
amino (Dja’far, 1988).
Fraksi globulin α1 dan α2 ditunjukkan oleh pita ke-5 dengan bobot
molekul 89,85 kDa. Globulin α1 yang termasuk komponen glikoprotein
yaitu seruloplasmin yang berfungsi sebagai pembawa ion tembaga (Cu).
Sedangkan, globulin α2 ditunjukkan oleh pita ke-4 dengan bobot molekul
124,84 kDa. Salah satu jenis globulin α2 adalah haptoglobulin yang
berfungsi sebagai pembawa hemoglobin (Dja’far, 1988).
Fraksi globulin β ditunjukkan oleh pita ke-3 dengan bobot molekul
346,82 kDa. Nilai ini sesuai dengan pernyataan Girindra (1987) bahwa
bobot molekul pita protein globulin β berkisar antara 150–350 kDa.
Globulin β berperan untuk pengangkutan zat besi (Fe) yang disebut
transferin atau sideropilin. Pengangkutan pertama terjadi di tempat absorpsi
Fe pada traktus intestinal menuju ke organ hati dan limpa, selanjutnya
diedarkan ke seluruh tubuh, termasuk sumsum tulang belakang sebagai
bahan penyusun hemoglobin (Johari et al., 2007).
Fraksi globulin γ ditunjukkan oleh pita ke-1 dan ke-2 dengan bobot
molekul yaitu 963,50 kDa dan 530 kDa. Nilai ini sesuai dengan pernyataan
39
Rahmawati (2009) bahwa bobot molekul globulin γ berkisar antara 150–950
kDa. Imunglobulin atau antibodi adalah protein yang disintesis oleh hewan
sebagai respon terhadap substansi asing. Antibodi ini disekresi oleh sel
plasma yaitu sel yang diturunkan oleh sel limfosit B (Rahmawati, 2009).
Lima kelas antibodi terdiri dari: imunoglobulin G (IgG) adalah antibodi
utama dalam darah. Imunoglobulin M (IgM) adalah antibodi yang pertama
muncul setelah pemaparan terhadap suatu antigen. Imunoglobulin A (IgA)
adalah antibodi yang paling banyak dalam sekret eksternal serta
imunoglobulin E (IgE) yang melindungi terhadap parasit, sedangkan peran
imunoglobulin D (IgD) belum diketahui (Stryer, 2002).
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Karakteristik protein plasma sapi bali yang dideteksi dengan metode
SDS-PAGE dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Jumlah pita protein plasma sapi bali jantan dan betina pedet (umur 0-1,5
tahun), pubertas (umur 2-2,5 tahun), dan dewasa (umur 3-5 tahun)
terdiri dari 14 pita protein.
2) Berdasarkan perhitungan bobot molekul pita protein ke-1 sampai pita
protein ke-14 secara berurutan memiliki bobot molekul yaitu 963,50
kDa, 530,00 kDa, 346,82 kDa, 124,84 kDa, 89,85 kDa, 68,67 kDa,
54,71 kDa, 37,77 kDa, 20,78 kDa, 16,95 kDa, 16,18 kDa, 15,46 kDa,
12,56 kDa, dan 10,46 kDa.
3) Berdasarkan perhitungan bobot molekul, protein plasma sapi bali dapat
dikelompokkan menjadi lima fraksi yaitu albumin, globulin α1, α2, β,
dan γ.
4) Perbedaan persentase luas pita protein menunjukkan konsentrasi
masing-masing fraksi protein plasma sapi bali.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap kadar atau
konsentrasi masing-masing fraksi protein plasma sapi bali dengan metode
spektrofotometri agar diperoleh data acuan fisiologis tentang konsentrasi
fraksi albumin, globulin α1, α2, β, dan γ.
41
DAFTAR PUSTAKA
Albert B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walter P. 2002. Molecular
Biology of The Cell. Edisi ke-4. Garland Science: New York.
Aminah S. 2005. Keragaman Protein Darah (Albumin, Transferrin,
Ceruloplasmin, dan Post Transferrin) sebagai Parameter Biogenetik pada
Sapi Jawa. Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Arif M. 2012. Profil SDS-PAGE Outer Membrane Protein Porphyromonas
gingivalis (Penelitian Observasional Analitik in vitro). Skripsi. Program
Sarjana. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Jember. Jember.
Bachrudin Z. 1999. Petunjuk Laboratorium: Isolasi, Identifikasi, dan Pewarnaan
Protein. PAU Bioteknologi UGM: Yogyakarta.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Cahyarini RD, Yunus A, Purwanto E. 2004. Identifikasi Keragaman Genetik
Beberapa Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis Isozim. J.
Agrosains. 6 (2):79-83.
Choi JY, Kang IK, Lanier TC. 2005. Proteolytic Enzymes and Control in Surimi.
2nd Ed. CRC Press, Boca Racon. Pp 227-277.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary
Technicians. Mosby Inc: USA.
Dewi NY. 2013. Penetapan Kadar dan Analisis Profil Protein dan Asam Amino
Ekstrak Ampas Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn.) dengan Metode
SDS-PAGE dan KCKT. Skripsi. Program Sarjana. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Detik Finance. 2016. Pengusaha Minta Kuota Impor Sapi Bakalan Ditambah.
http://finance.detik.com/read/2016/01/05/153319/3111157/4/pengusaha-
minta-kuota-impor-sapi-bakalan-ditambah. Diakses pada tanggal 10 Januari
2016.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner, Hematologi Klinik.
Udayana University Press: Denpasar.
Ditjennak Keswan Kementan RI. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan: Livestock and animal health statistics 2013. Penerbit Ditjennak
Keswan Kementan RI: Jakarta.
42
Dja’far AH. 1988. Gambaran Elektroforesis Plasma Protein Darah Sapi Peranakan
Ongole dari Rumah Potong Hewan Bogor. Skripsi. Program Sarjana.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Djuwita T. 2004. Pemanfaatan Teknik Elektroforesis untuk Karakterisasi DNA
dan Protein. Dalam Modul Pemanfaatan Teknik dan Instrumentasi pada
Tingkat Molekuler untuk Meningkatkan Potensi Penelitian dan Terapan
Dibidang Biologi dan Biomedis. Pelatihan Dosen Universitas/ Perguruan
Tinggi. Kerjasama Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
dengan Departemen Anatomi IPB, Bogor, 21 Juni-30 Juni 2004.
Fansidar A, Rudyanto MD, Suada IK. 2014. Implikasi Pengetahuan Ayat tentang
Pemotongan Undang-undang Peternakan dan Kesehatan terhadap Sapi Bali.
Indonesia Medicus Veterinus. 3 (2) : 134-141.
Girindra A. 1987. Patologi Klinik Veteriner. Biokimia Klinik. Jurusan Biokimia.
Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Guyton AC. 1983. Textbookof Medical Physiology. 5th Edition. Diterjemahkan
Adji Dharma. Fisiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran:
Jakarta.
Handiwirawan E, Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik
Sapi Bali. Wartazoa. 14 (3): 5-8.
Ilham N. 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang
Pertanian: Bogor.
Ilminingtyas D, Hadiwiyoto S, Wisesa S, Naruki S. 2000. Pembentukan Fraksi-
fraksi Protein selama Fermentasi Peda. J. Agrosains. 13 (1): 1-17.
Johari S, Kurnianto E, Sutopo, Aminah S. 2007. Keragaman Protein Darah
sebagai Parameter Biogenetik pada Sapi Jawa. J. Indon. Trop. Anim. Agric.
32 (2) : 112-118.
Laemmli UK. 1970. Cleavage on Structural Proteins During the Assembly of the
Head of Bacteriopage T4. Nature (London). 227 (5259): 680-685.
Larson BL, Salisbury GW. 1954. The Proteins of Bovine Seminal Plasma: I.
Preliminary and Electrophoretic Studies. J. Biol. Chem. 206: 741-749.
43
Lehninger AL. 1998. Dasar-dasar Biokimia. Alih Bahasa Dr. Ir. Maggy
Thenawidjaya, Institut Pertanian Bogor. Erlangga: Jakarta.
Martin DW. 1983. Plasma Darah dan Pembekuan. Biokimia (Review of
Biochemistry. Edisi 19. EGC Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.
Menteri Pertanian RI. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
52/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Denpasar.
Kementan RI. Jakarta.
Muazin, Suastika P, Wandia IN. 2012. Polimorfisme Lokus Mikrosatelit DRB3
Sapi Bali di Nusa Penida. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (5) : 621-635.
Muhammad Z, Puja IK, Wandia IN. 2012. Polimorfisme Lokus Mikrosatelit
RM185 Sapi Bali di Nusa Penida. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (4) : 505-
518.
Musa MS, Nasoetion AH. 1989. Bahan Pengajaran Perancangan dan Analisis
Percobaan Ilmiah Pusat Antar Universitas. Ilmu Hayat. Institut Pertanian
Bogor.
Ngili Y. 2010. Biokimia Dasar. Penerbit Rekayasa Sains: Bandung.
Oka IGL, Suyadnya IP, Putra S, Suarna IM, Suparta N, Saka IK, Suwiti NK,
Antara IM, Puja IN, Sukanata IW, Oka AA, Mudita IM. 2012. Sapi Bali
Sumberdaya Genetik Asli Indonesia. Pusat Kajian Sapi Bali. Udayana
University Press: Denpasar.
Pasila AR. 2008. Identifikasi Protein Sekresi-Ekskresi dari Haemonchus contortus
Dewasa dengan SDS-PAGE. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Rahmawati D. 2009. Pengaruh Vaksinasi Kultur Klebsiella pneumoniae Hasil
Inaktivasi Pemanasan dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Kondisi Fisik
serta Profil Protein Serum Darah Mencit. Skripsi. Program Sarjana. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Rasdiyanah. 2014. Karakteristik Protein dan Komposisi Asam Amino Otot Aktif
dan Pasif pada Daging Sapi Bali dan Wagyu. Tesis. Program Pascasarjana.
Universitas Udayana. Denpasar.
Sampurna IP, Nindhia TS. 2008. Analisis Data dengan SPSS dalam Rancangan
Percobaan. Penerbit Udayana University Press. ISBN: 978–979–8286–40–
7. Cetakan 1 Mei 2008.
44
Sinlae RN. 2014. Karakteristik Protein dan Asam Amino Daging Sapi Bali dan
Wagyu pada Penyimpanan Suhu Dingin 4oC. Tesis. Program Pascasarjana.
Universitas Udayana. Denpasar.
Sobari I, Trilaksana IGNB, Suatha IK. 2012. Perbedaan Aktivitas Ovarium Sapi
Bali Kanan dan Kiri serta Morfologi Oosit yang Dikoleksi Menggunakan
Metode Slicing. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (1) : 1-11.
Subagyo WC. 2014. Karakteristik Protein Daging Sapi Bali dan Wagyu setelah
Direbus. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Udayana. Denpasar.
Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology.
Lowa State Press a Blackwell Publishing Company.
Stryer L. 2002. Biokimia Edisi 4, Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Syarifuddin A, Laksmi DNDI, Bebas W. 2012. Efektivitas Penambahan berbagai
Konsentrasi Glutathion terhadap Daya Tahan dan Motilitas Spermatozoa
Sapi Bali. Indonesia Medicus Veterinus. 1 (2) : 173-185.
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga: Jakarta.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE standar marker protein
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa)
1 0,4 4,5 0,08889 250
2 0,8 4,5 0,17778 150
3 1,1 4,5 0,24444 100
4 1,3 4,5 0,28889 75
5 1,5 4,5 0,33333 50
6 1,8 4,5 0,40000 37
7 2,2 4,5 0,48889 25
8 2,7 4,5 0,60000 20
9 3,3 4,5 0,73333 15
10 4,1 4,5 0,91111 10
Gambar 13. Kurva persamaan regresi logaritma bobot molekul marker
Lo
g B
M
Y = -0,640 Ln (x) + 0,991
R2 = 0,972
MR
47
Lampiran 2. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan pedet (umur 0-1,5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a b Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,9 4,5 0,20 104,94 -0,640 0,991 -1,60944 2,02095
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,3 4,5 0,29 61,03 -0,640 0,991 -1,24171 1,78554
7 1,4 4,5 0,31 54,71 -0,640 0,991 -1,16761 1,73809
8 1,8 4,5 0,40 37,77 -0,640 0,991 -0,91629 1,57720
9 2,8 4,5 0,62 19,69 -0,640 0,991 -0,47446 1,29434
10 3,1 4,5 0,69 16,95 -0,640 0,991 -0,37268 1,22918
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,2 4,5 0,93 10,83 -0,640 0,991 -0,06899 1,03477
48
Lampiran 3. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan pubertas (umur 2-2,5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a b Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,8 4,5 0,18 124,84 -0,640 0,991 -1,72722 2,09636
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,2 4,5 0,27 68,67 -0,640 0,991 -1,32176 1,83678
7 1,4 4,5 0,31 54,71 -0,640 0,991 -1,16761 1,73809
8 1,8 4,5 0,40 37,77 -0,640 0,991 -0,91629 1,57720
9 2,7 4,5 0,60 20,78 -0,640 0,991 -0,51083 1,31763
10 3,1 4,5 0,69 16,95 -0,640 0,991 -0,37268 1,22918
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,2 4,5 0,93 10,83 -0,640 0,991 -0,06899 1,03477
49
Lampiran 4. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali jantan dewasa (umur 3-5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a b Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,8 4,5 0,18 124,84 -0,640 0,991 -1,72722 2,09636
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,1 4,5 0,24 78,07 -0,640 0,991 -1,40877 1,89248
7 1,3 4,5 0,29 61,03 -0,640 0,991 -1,24171 1,78554
8 1,9 4,5 0,42 34,88 -0,640 0,991 -0,86222 1,54259
9 2,7 4,5 0,60 20,78 -0,640 0,991 -0,51083 1,31763
10 3,1 4,5 0,69 16,95 -0,640 0,991 -0,37268 1,22918
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,2 4,5 0,93 10,83 -0,640 0,991 -0,06899 1,03477
50
Lampiran 5. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina pedet (umur 0-1,5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a B Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,8 4,5 0,18 124,84 -0,640 0,991 -1,72722 2,09636
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,2 4,5 0,27 68,67 -0,640 0,991 -1,32176 1,83678
7 1,4 4,5 0,31 54,71 -0,640 0,991 -1,16761 1,73809
8 1,9 4,5 0,42 34,88 -0,640 0,991 -0,86222 1,54259
9 2,6 4,5 0,58 21,97 -0,640 0,991 -0,54857 1,34179
10 3,0 4,5 0,67 17,79 -0,640 0,991 -0,40547 1,25018
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,3 4,5 0,96 10,46 -0,640 0,991 -0,04546 1,01970
51
Lampiran 6. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina pubertas (umur 2-2,5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a b Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,8 4,5 0,18 124,84 -0,640 0,991 -1,72722 2,09636
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,3 4,5 0,29 61,03 -0,640 0,991 -1,24171 1,78554
7 1,4 4,5 0,31 54,71 -0,640 0,991 -1,16761 1,73809
8 1,9 4,5 0,42 34,88 -0,640 0,991 -0,86222 1,54259
9 2,7 4,5 0,60 20,78 -0,640 0,991 -0,51083 1,31763
10 3,1 4,5 0,69 16,95 -0,640 0,991 -0,37268 1,22918
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,3 4,5 0,96 10,46 -0,640 0,991 -0,04546 1,01970
52
Lampiran 7. Perhitungan elektroforesis SDS-PAGE protein plasma sapi bali betina dewasa (umur 3-5 tahun)
No. pita Jarak pita standar
(mm)
Jarak pita pelacak
(mm) MR BM (kDa) a b Ln MR (x) Y = Log BM
1 0,2 4,5 0,04 963,50 -0,640 0,991 -3,11352 2,98385
2 0,3 4,5 0,07 530,00 -0,640 0,991 -2,70805 2,72428
3 0,4 4,5 0,09 346,82 -0,640 0,991 -2,42037 2,54010
4 0,8 4,5 0,18 124,84 -0,640 0,991 -1,72722 2,09636
5 1,0 4,5 0,22 89,85 -0,640 0,991 -1,50408 1,95350
6 1,2 4,5 0,27 68,67 -0,640 0,991 -1,32176 1,83678
7 1,4 4,5 0,31 54,71 -0,640 0,991 -1,16761 1,73809
8 1,8 4,5 0,40 37,77 -0,640 0,991 -0,91629 1,57720
9 2,8 4,5 0,62 19,69 -0,640 0,991 -0,47446 1,29434
10 3,1 4,5 0,69 16,95 -0,640 0,991 -0,37268 1,22918
11 3,2 4,5 0,71 16,18 -0,640 0,991 -0,34093 1,20886
12 3,3 4,5 0,73 15,46 -0,640 0,991 -0,31015 1,18916
13 3,8 4,5 0,84 12,56 -0,640 0,991 -0,16908 1,09884
14 4,3 4,5 0,96 10,46 -0,640 0,991 -0,04546 1,01970
53
Lampiran 8. Konsentrasi akrilamid yang digunakan untuk SDS-PAGE
Konsentrasi akrilamid dalam gel (%) Bobot molekul protein (kDa)
20 4 – 40
15 12 – 45
12,5 10 – 70
10 15 – 100
8 25 – 200
Lampiran 9. Dokumentasi laboratorium
Gambar 14. Persiapan alat dan bahan elektroforesis
Gambar 15. Pemanasan sampel pada suhu 950C
54
Gambar 16. Penuangan buffer elektroforesis
Gambar 17. Penuangan sampel ke sumuran gel
Gambar 18. Hasil SDS-PAGE
J0 J1 J2 M M B0 B1 B2
top related