karakteristik dan likuiditas obligasi pemerintah di indonesia
Post on 31-Oct-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Karakteristik dan Likuiditas Obligasi Pemerintah di Indonesia
Cita Ayu Pratiwi, Irwan Adi Ekaputra
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia
E-mail : cita.ayu01@ui.ac.id, irwan.adi@ui.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkat likuiditas pasar obligasi pemerintah di Indonesia dengan menggunakan proksi Amihud, Roll dan Zeros. Selain itu, penelitian juga ditujukan untuk menangkap pengaruh karakteristik obligasi terhadap tingkat likuiditas. Penelitian dilakukan terhadap 42 Obligasi Negara seri FR di Indonesia periode 2010-2013. Dengan menggunakan teknik estimasi pooled least square, secara menyeluruh didapatkan adanya pengaruh dari karakteristik obligasi terhadap tingkat likuiditas. Namun, peneliti menemukan signifikansi yang berbeda pada setiap proksi likuiditas Amihud, Roll dan Zeros. Dalam penelitian ini juga ditemukan dimana pengukuran likuiditas dengan metode Roll kurang sesuai dengan kondisi pasar obligasi Indonesia. Kata kunci : Karakteristik obligasi; likuiditas; obligasi pemerintah.
Characteristics and Government Bond’s Liquidity in Indonesia
Abstract
This research measures the level of government bonds’ liquidity in Indonesian market by using Amihud, Roll and Zeros as the proxies. In addition, this research examines the impact of bond’s characteristics on the level of liquidity. The research conducted on 42 Indonesian government bond series FR within period 2010-2013. By using pooled least square estimation technique, the research finds that bond’s characteristics affect the level of liquidity of government bond. But there are some differences in significance level among the Amihud, Roll and Zeros proxy. This research also finds that Roll measurement is less compatible with the Indonesian bond market conditions.
Keyword: Bond’s characteristics; liquidity; government bond. Pendahuluan
Aktivitas investor pada pasar obligasi pemerintah di Indonesia sudah semakin aktif.
Berdasarkan Asia Bond Monitor pada bulan Maret 2014 lalu, Indonesia termasuk kedalam
lima besar negara yang mengalami pertumbuhan pasar obligasi dengan mata uang lokal
terpesat di Asia Timur. Pertumbuhan pasar obligasi Indonesia menempati peringkat ke tiga
dengan pertumbuhan sebesar 3.6%, mengungguli Singapura dan Filipina, yang masing-
masing tumbuh sebesar 3.2% dan 2.9%.
Peningkatan aktivitas investor juga terlihat pada pertumbuhan total volume
perdagangan obligasi dengan denominasi rupiah. Pada tahun 2007, total volume perdagangan
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
2
obligasi pemerintah adalah sebesar Rp 1.074.812 miliar, sementara untuk obligasi korporasi
hanya sebesar Rp 68.587 miliar. Di tahun 2012, total volume perdagangan obligasi
pemerintah telah tumbuh menjadi Rp 1.995.878 miliar dan obligasi korporasi Rp 160.118
miliar. Dan jika membandingkan data frekuensi transaksi obligasi tahun 2012 dengan 2007,
telah terjadi peningkatan frekuensi transaksi sebesar 163% pada perdagangan obligasi
pemerintah. Sementara untuk obligasi korporasi peningkatan yang terjadi adalah sebesar 64%.
Berdasarkan jumlah volume dan transaksi perdagangan pada pasar obligasi Indonesia,
dapat dikatakan bahwa aktifitas investor pada pasar obligasi pemerintah cenderung lebih aktif,
dibandingkan dengan pasar obligasi korporasi. Sebesar 80% dari komposisi kepemilikan
obligasi pemerintah di Indonesia sendiri, didominasi oleh bank komersial, investor asing dan
perusahaan asuransi.
Disisi lain, terdapat beberapa risiko yang dihadapi oleh investor saat memutuskan
untuk melakukan investasi pada instrumen obligasi, salah satu risiko tersebut adalah risiko
likuiditas. Likuiditas merupakan kemampuan dari suatu aset untuk dikonversikan kedalam
bentuk cash pada biaya transaksi terendah (Aitken & Forde, 2003). Dengan tujuan untuk
menjaga aktivitas investor pada pasar obligasi pemerintah di Indonesia yang semakin
meningkat, dibutuhkan pemahaman mengenai tingkat likuiditas pada pasar obligasi
pemerintah Indonesia. Likuiditas dapat diukur melalui dua dimensi yang bergantung pada
kondisi pasar, yaitu biaya transaksi atau bid-ask spread dan price impact (Zhang, 2010).
Sayangnya, sistem perdagangan obligasi dilakukan secara Over-The-Counter (OTC),
sehingga sulit untuk memperoleh harga bid-ask dari obligasi. Sebagai solusinya, untuk
mengestimasi nilai bid-ask spread digunakan metode pengukuran Roll dan Zeros. Sementara
itu, digunakan metode pengukuran Amihud untuk dapat menangkap likuiditas berdasarkan
dimensi price impact.
Mahanti et al. (2008), menjelaskan bahwa karakteristik obligasi, seperti jumlah
penawaran, usia, on-the-run serta besarnya kupon, memberikan pengaruh terhadap tingkat
likuiditas obligasi. Apabila hasil penelitian tersebut terbukti pada pasar obligasi pemerintah
Indonesia, investor dapat terbantu dalam memitigasi risiko likuiditas dengan cara
memperhatikan karakteristik obligasi yang dikehendakinya. Tidak hanya itu, diharapkan
penelitian ini juga dapat menjadi rujukan bagi regulator dalam meningkatkan tingkat
likuiditas pada pasar obligasi pemerintah di Indonesia.
Dari penjabaran tersebut maka didapatkan dua permasalah dan tujuan penelitian, yaitu
mengetahui tingkat likuiditas pasar obligasi pemerintah di Indonesia selama tahun 2010-2013
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
3
serta mengetahui signifikansi dari pengaruh karakteristik obligasi, seperti usia, on-the-run,
kupon dan jumlah penerbitan, terhadap tingkat likuiditas obligasi pemerintah di pasar obligasi
Indonesia.
Tinjauan Teoretis
1. Pengukuran Likuiditas
1.1 Amihud
Amihud merupakan pengukuran likuiditas berdasarkan price impact proxy,
berdasarkan penelitian Kyle (1995) yang dikutip oleh Amihud (2002). Illikuiditas dapat
mencerminkan dampak dari volume transaksi pada harga akibat dari adverse selection.
Dikarenakan pasar tidak dapat membedakan apakah pergerakan volume perdagangan yang
terjadi digerakkan oleh informed trader atau noise trader, pasar menetapkan fungsi harga
yang lebih tinggi terhadap volume perdagangan. Hal ini didasari oleh kecenderungan
tingginya volume perdagangan yang diprakarsai oleh informed traders. Sehingga terdapat
korelasi positif antara volume transaksi dengan perubahan harga.
Amihud (2002) mengembangkan teknik pengukuran likuiditas yang dapat diartikan
sebagai dampak harga obligasi harian atas volume perdagangan (rupiah). Semakin besar
respon yang diberikan oleh harga terhadap volume transaksi, maka semakin besar tingkat
illikuiditas aset tersebut. Langkah ini mendefinisikan illkuiditas sebagai rata-rata rasio dari
absolut return harian terhadap volume perdagangan (rupiah) pada hari itu.
!""#$%#&#'() =1!!,!
!!,!!"#!,!
!!,!
!!!
(2.1)
dimana Ni,m merupakan jumlah hari perdagangan dengan non-zero volume dari obligasi i pada
bulan m, |Ri,t| merupakan nilai absolut dari return yang didapatkan obligasi i pada hari t, dan
VOLi,t adalah jumlah volume perdagangan obligasi i pada hari t dalam satuan rupiah. Untuk
dimensi price impact, metode Amihud dapat dengan baik dan konsisten mengukur tingkat
ilikuiditas, baik pada data time series maupun cross sectional (Schestag, Schuster, &
Homburg, 2013)
1.2 Roll
Roll (1984) mengembangkan teknik pengukuran implisit atas effective bid-ask spread,
yang didasari oleh kovarians dari perubahan harga pada aset. Dalam hal ini diasumsikan pasar
dalam kondisi efisien dan distribusi probabilitas dari perubahan harga yang terobservasi
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
4
bersifat stasioner. Harga pasar bergerak secara bolak balik pada tingkat bid-ask aset tersebut
dan akan terkoreksi pada t +1. Berikut merupakan metode perhitungan Roll.
!"## = 2 − !"#(!"#$!%! , !"#$!%!!!) !"#$!% !"# !"#$!%! , !"#$!%!!! < 00 !"#$!% !"# !"#$!%! , !"#$!%!!! ≥ 0
Nilai Roll bulan t didapatkan dengan menghitung kovarians dari return harian pada
bulan t dengan return harian pada bulan t-1. Berdasarkan asumsi yang diterapkan metode
perhitungan Roll, dimana pasar bersifat efisien, maka kovarians order pertama dari return pun
diharapkan memiliki nilai negatif. Ketika kovarians tersebut memiliki positif, maka Roll pun
tidak dapat terdefinisi dan secara default memiliki nilai nol. Semakin besar nilai Roll yang
didapatkan, semakin tinggi spread daripada obligasi tersebut. Dengan begitu, tingkat
likuiditas pun semakin rendah.
1.3 Zeros
Lesmond, Ogden dan Trzcinka (1999) mengembangkan teknik pengukuran untuk
dapat menggambarkan biaya transaksi. Dalam teknik pengukuran ini data yang dibutuhkan
hanyalah data return harian. Asumsi dasar dari metode ini adalah aset dengan likuiditas yang
rendah cenderung memiliki hari tanpa volume transaksi, dimana ketika itu terjadi zero return
days. Selain itu, investor relatif memiliki insentif yang rendah untuk memperoleh informasi
privat atas obligasi, akibat tingginya biaya transaksi yang terjadi. Hal ini menyebabkan trader
cenderung noise, hanya mengikuti tren serta over-react terhadap informasi yang beredar, dan
berujung pada zero return walaupun volume transaksi bernilai positif. Metode zeros dapat
diestimasi dengan rumus berikut:
!"#$% = !"#$%ℎ ℎ!"# !"#$%# !"#$ !"#$!%
! (2.3)
dimana T merupakan jumlah hari transaksi dalam satu bulan (rata-rata hari transaksi adalah 21
hari).
Semakin besar nilai Zeros yang didapatkan, maka semakin rendah tingkat likuiditas daripada
obligasi tersebut.
2. Pengaruh Karakteristik Obligasi terhadap Tingkat Likuiditas
2.1 Usia
Pada penelitian empiris Mahanti et al. (2008) mengenai hubungan antara usia dengan
likuiditas pada pasar obligasi korporasi di Amerika, menemukan bahwa usia dari obligasi
memiliki hubungan negatif dengan tingkat likuiditas. P. Houweling et al. (2005) menyebutkan
(2.2)
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
5
bahwa investor seringkali lebih fokus terhadap younger bonds, obligasi yang masih jauh dari
waktu jatuh tempo. Pernyataan serupa juga disebutkan oleh Sarig dan Warga (1989), dimana
seiring dengan pertambahan usia obligasi, aktifitas perdagangan obligasi tersebut semakin
melemah, menjadikan obligasi tersebut semakin tidak likuid. Jika obligasi tersebut telah
bersifat illiquid, maka hal tersebut akan bertahan hingga mencapai waktu jatuh tempo.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa terdapat hubungan positif antara usia dengan proxy
likuiditas obligasi pemerintah.
2.2 On-the-run (OTR)
On-the-run merupakan identitas bagi obligasi yang baru diterbitkan. Tingkat likuiditas
obligasi menempati posisi puncak ketika obligasi tersebut baru diterbitkan (Mahanti et al.
2008). Sekuritas yang baru diterbitkan seringkali bersifat underpriced, sehingga menarik
minat investor untuk membeli sekuritas tersebut lalu menjual kembali beberapa waktu
setelahnya (Schultz, 2001). Dengan begitu, karakteristik on-the-run memiliki hubungan
negatif terhadap proxy likuiditas.
2.3 Kupon
Berdasarkan penelitian Mahanti et al. (2008), obligasi dengan nilai pemberian kupon
yang tinggi memiliki tingkat likuiditas yang tinggi pula. Kupon merupakan bentuk dari
pembayaran bunga yang dilakukan oleh penerbit kepada investor sebagai bentuk imbal balik
atas investasi yang telah dilakukan. Semakin besar kupon yang ditawarkan dapat
meningkatkan preferensi investor, hal tersebut membuat likuiditas dari sekuritas tersebut
meningkat (Erni, 2009). Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdapat hubungan negatif
antara kupon dengan proxy likuiditas obligasi. Namun kupon ini juga turut dipengaruhi oleh
usia, waktu jatuh tempo, serta tanggal penerbitan, yang memungkinkan terjadinya perbedaan
arah antara kupon dengan tingkat likuiditas (Mahanti et al. 2008).
2.4 Jumlah Penerbitan (I_A)
Menurut Fisher (1959), seperti yang dikutip oleh P. Houweling et al. (2005), dimana
sekuritas dengan jumlah penerbitan yang besar akan sering diperdagangkan. Berdasarkan
observasi Hong & Warga (2000), obligasi deengan jumlah penerbitan yang besar, cenderung
memiliki tingkat bid-ask spread yang lebih rendah (Choudhry, 2009). Jumlah perdagangan
yang besar memiliki biaya informasi yang kecil, dikarenakan banyaknya investor yang
memiliki dan telah menganalisa sekuritas tersebut untuk periode jangka panjang. Dengan
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
6
begitu sekuritas tersebut akan lebih likuid (Crabbe & Turner, 1995). Selain itu, jumlah
perdagangan dari suatu obligasi mengandung informasi-informasi mengenai penerbit.
Semakin besar jumlah yang diterbitkan, mengindikasikan bahwa penerbit memiliki proyeksi
bisnis yang besar dengan kemampuan pengembalian yang baik dan membuat obligasi tersebut
banyak diperdagangkan (Sutiyono, 2009). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
negatif antara jumlah penerbitan dengan proxy likuiditas obligasi.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memberi batasan atas objek maupun data penelitian yang
digunakan. Pembatasan ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari bias dan
mempermudah proses penelitian.
Objek dari penelitian ini merupakan obligasi pemerintah seri fixed rate di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan latar belakang sebelumnya, dapat dikatakan bahwa aktivitas
perdagangan obligasi di Indonesia didominasi oleh obligasi pemerintah. Sementara itu, 43,8%
obligasi pemerintah merupakan obligasi dengan seri fixed rate. Sehingga dengan meneliti
obligasi pemerintah seri fixed rate ini diharapkan dapat mewakili sebagian besar dari kondisi
pasar obligasi di Indonesia. Periode penelitian adalah empat tahun, yaitu dari tahun 2010 –
2013. Sehingga didapatkan sampel dengan 42 observasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh
melalui Bursa Efek Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan metode pooled least
square, dimana pengujian pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan dengan
uji statistik t dan uji statistik F, sebagai pengujian pengaruh simultan.
Untuk mengetahui pengaruh dari karakteristik obligasi terhadap tingkat likuiditas
pasar obligasi pemerintah, maka dalam penelitian ini digunakan model regresi sebagai
berikut:
!"#$"%"&'!" = ! + !!!"#!" + !!!"#!" + !!!"#$"%!" + !!!"# !! !" + !!!"#$%&#&%'!"+ !!!"#$_!"#$!" + !!" 3.1
Pada persamaan di atas, i merupakan komponen cross-section yang menandakan unit dari
observasi, sedangkan t merupakan komponen time-series yang menandakan periode waktu.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
7
Tabel 1. Deskripsi Variabel dalam Model
Variabel Proxy Keterangan
Variabel Dependen
Liquidityit Amihudit Nilai Amihud obligasi i pada bulan t
Rollit Nilai Roll Measure obligasi i pada bulan t
Zerosit Nilai Zeros obligasi i pada bulan t
Variabel Independen
Usia Ageit Usia obligasi i pada bulan t (dalam satuan bulan)
On-the-run OTRit
Dummy variabel untuk status penerbitan obligasi i pada bulan t 1: obligasi yang masih dalam masa satu bulan penerbitan (berusia
satu bulan) 0: obligasi yang telah berusia lebih dari 1 bulan
Kupon Couponit Besaran koupon yang diterbitkan obligasi i pada bulan t
Jumlah penerbitan I_Ait Jumlah penerbitan obligasi i pada bulan t
Variabel Kontrol
Volatility Volatilityit !"#$%&'(!!! !"#$%&#&%'!" = ln !"#ℎ!"# !"#$%!" − ln !"#$%& !"#$%!" !
4 ln 2
Trading volume Turn_overit !""#$"%&$ !"#$%&'#!" = !"#$%& !"#$%&%'&%'!"!"#$%ℎ !"#"$%&'(#!
Hasil Penelitian
Berdasarkan rata-rata perhitungan dari tingkat likuiditas dengan menggunakan metode
Amihud, Roll dan Zeros, tingkat likuiditas obligasi negara seri FR selama periode penelitian
menunjukan nilai yang cukup baik. Namun dapat dilihat pada Gambar 1. dimana selama
periode 2010 sampai dengan 2013 tergambar tren yang meningkat pada nilai Amihud, Roll
dan Zeros.
Kondisi pasar obligasi dari tahun 2010 cukup baik dengan datangnya aliran modal dari
asing sebagai dampak dari krisis yang melanda Amerika pada tahun sebelumnya. Dimana
komposisi asing yang semula sebesar 18.6% menjadi 30.5% di tahun 2010. Kondisi pasar
obligasi pada tahun 2011 pun terlihat membaik, dengan meningkatnya peringkat utang
Indonesia dari “BB+” menjadi “BBB-“ oleh Fitch Ratings. Hal ini membuat Indonesia masuk
kedalam kategori investment grade. Jumlah volume perdagangan obligasi di tahun 2011 pun
meningkat.
Sementara itu pada tahun 2012, terdapat beberapa sentimen negatif yang
mempengaruhi kondusifitas dari pasar obligasi Indonesia. Diduga kondisi krisis Eropa yang
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
8
0.0000000
0.0100000
0.0200000
0.0300000
Jan-‐10
Jan-‐11
Jan-‐12
Jan-‐13
Roll
Roll
0.0000000 0.0000500 0.0001000 0.0001500 0.0002000 0.0002500
Jan-‐10
Jan-‐11
Jan-‐12
Jan-‐13
Amihud
Amihud
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80
Jan-‐10
Au
g-‐10
Mar-‐11
Oct-‐11
May-‐12
Dec-‐12
Jul-‐1
3
Zeros
Zeros
memburuk, dimana terdapat kekhawatiran bank-bank sentral di kawasan tersebut mengurangi
utang terus berlanjut yang menyebabkan aliran likuiditas ke emerging market tertahan. Serta
terdapat dugaan, dimana peningkatan investor asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia
(dari 30,8 % pada tahun 2011 menjadi 33% di tahun 2012) memiliki stretegi pasif ditambah
dengan adanya peningkatan pada komposisi pension fund (dari 4,8% di tahun 2011 menjadi
6.9% di tahun 2012) yang juga turut mendorong menurunnya tingkat likuiditas.
Pada akhir tahun 2013, kondisi likuiditas pasar obligasi pemerintah pun semakin
menurun. Hal ini diduga dipengaruhi oleh isu global dimana The Federal Reserve (The Fed)
yang berencana mengurangi besaran aliran stimulus moneter melalui program Quantitative
Easing (QE) sehingga aliran dana investor asing pun keluar dari pasar domestik. Selain itu,
kondisi makroekonomi domestik ketika itu juga cukup mengkhawatirkan, dimana terjadi
kenaikan inflasi yang membuat suku bunga acuan naik hingga mencapai 7.5%.
Pergerakan akan tingkat likuiditas obligasi pemerintah berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan Amihud, Roll dan Zeros dapat dilihat pada Grafik 1. Semakin tinggi
nilai perhitungan yang didapat, mengindikasikan menurunnya tingkat likuiditas obligasi di
pasar. Terlihat pola pergerakan Amihud berbeda dengan pergerakan kedua pengukuran
lainnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh perbedaan dimensi yang diukur oleh Amihud, dimana
Amihud mengukur berdasarkan price impact sementara metode pengukuran lainnya
mengukur berdasarkan biaya transaksi atau dikenal dengan dimensi Width.
Gambar 1. Pergerakan Likuiditas Obligasi Pemerintah seri FR periode 2010-2013
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
9
Hasil output regresi dari model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2. Ringkasan Output Regresi Model Penelitian
(1) (2) (3) Amihud Roll Zeros C 0.7889*** - 0.0008 0.7954***
Prob(t-stat) 0.0009 0.7626 0.0000 AGE 0.0029*** - 0.00002 0.0033***
Prob(t-stat) 0.0162 0.1084 0.0000 OTR - 0.0342 - 0.0044*** - 0.0390
Prob(t-stat) 0.8518 0.0000 0.2982 COUPON - 0.0326** 0.0003 0.0486
Prob(t-stat) 0.0214 0.1068 0.0000 LOG(I_A) - 0.0659*** 0.0004 - 0.1246***
Prob(t-stat) 0.0081 0.1167 0.0000 VOLATILITY 4.3140*** 0.0779*** - 0.4258
Prob(t-stat) 0.001 0.0033 0.2293 TURN_OVER - 0.0079* 0.00001 - 0.0162***
Prob(t-stat) 0.1408 0.8304 0.0000
R-squared 0.013354 0.023774 0.682828 Adjusted R-squared 0.94% 1.99% 68.16% F-statistic 3.372314 6.173536 545.7515 Prob(F-statistic) 0.002631 0.000002 0.000000
Berdasarkan Tabel 2, nilai Adjusted R2 dari model Amihud, Roll dan Zeros adalah
sebesar 0.94%, 1.99% dan 68.16%. Hal tersebut menunjukan bahwa variabel bebas yang
digunakan dalam model penelitian dapat menjelaskan variabel terikat pada model Amihud,
Roll dan Zeros sebesar 0.94%, 1.99% dan 68.16%. Dengan ini, variabel independen pada
model penelitian dapat menjelaskan nilai Zeros dengan lebih baik, dibandingkan dengan
kedua variabel terikat lainnya. Diduga masih terdapat variabel lainnya yang turut
mempengaruhi variabel Amihud dan Roll, namun tidak dimasukkan kedalam variabel
penelitian.
Selain itu, keterbatasan informasi pasar untuk dapat memprediksi nilai Roll dengan
baik juga turut berpengaruh kedalam hasil penelitian. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi
pasar obligasi Indonesia, yang tidak memenuhi asumsi yang diterapkan metode Roll. Terlihat
dari banyaknya nilai nol yang dihasilkan pada Roll measure, dimana kovarians order pertama
dari return obligasi bernilai positif. Dari 1528 observasi, terdapat 803 observasi yang
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
10
memiliki nilai nol pada Roll measure. Hal ini dapat terjadi pada emerging market, mengingat
masih rendahnya tingkat efisiensi pasar yang terjadi di dalamnya (Zhang, 2010). Ketika
kovarians bernilai positif, formula roll tidak dapat diterapkan dan sebagai solusi, secara
default, diberikan nilai nol. Dalam hal ini, tidak dapat terdefinisi apakah pasar bersifat likuid
atau tidak. Sehingga nilai yang diperoleh dapat menjadi bias ketika data perhitungan yang
dihasilkan didominasi oleh nilai tersebut. Dengan kata lain, metode Zeros dapat dengan lebih
baik menjelaskan tingkat likuiditas pada pasar obligasi pemerintah di Indonesia berdasarkan
dimensi biaya transaksi (spread).
Sementara itu, metode Amihud yang mencoba menjelaskan tingkat ilikuiditas
berdasarkan dimensi price impact, tidak dapat secara sempurna diterapkan di pasar obligasi
pemerintah Indonesia. Aktifitas perdagangan obligasi pemerintah di Indonesia pun cenderung
belum stabil. Masih terdapat beberapa bulan yang tidak disertai dengan kegiatan transaksi.
Sehingga, pada periode tersebut tidak dapat dilakukan perhitungan Amihud. Berbeda dengan
metode Zeros, dimana jika pada bulan tersebut tidak terjadi transaksi, perhitungan masih
dapat dilakukan dan nilai Zeros pada periode tersebut adalah satu. Sehingga, dengan
membandingkan ketiga metode perhitungan dari proxy likuiditas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa metode Zeros merupakan metode yang paling sesuai untuk diterapkan pada pasar
obligasi pemerintah Indonesia.
Nilai probabilitas F-statistic menunjukan apakah semua variabel independen
mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama. Dengan tingkat signifikansi sebesar
5%, berdasarkan hasil estimasi koefisien pada Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen pada ketiga model
pengujian secara signifikan.
Pembahasan
Berikut merupakan pembahasan analisis dari hasil estimasi penelitian.
1. Age
Variabel Age menunjukan usia obligasi dalam satuan bulan. Sesuai dengan hipotesis
penelitian, hasil estimasi menunjukan variabel Age memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap Amihud dan Zeros. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahanti et
al. (2008), dimana obligasi memiliki hubungan negatif terhadap likuiditas, semakin tua usia
obligasi semakin berkurang tingkat likuiditas dari obligasi tersebut. Ketika usia obligasi terus
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
11
meningkat, peningkatan volume perdagangan lebih terserap kepada portofolio investor yang
bersifat buy-and-hold (Sarig & Warga, 1989). Berdasarkan nilai koefisien estimasi tersebut,
dapat dikatakan bahwa usia memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap pergerakan
Zeros dibandingkan dengan Amihud.
Sementara itu pada model Roll, variabel Age memiliki pengaruh negatif signifikan.
Perbedaan tanda koefisien yang terjadi diduga dengan semakin bertambahnya usia obligasi,
pelaku pasar dapat semakin mengenal dan menjadikan obligasi tersebut sebagai pilihan untuk
ditransaksikan di pasar. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya nilai spread yang terjadi. Pada
dasarnya nilai spread yang tinggi dibutuhkan untuk menutupi biaya dan memberikan
keuntungan yang cukup atas obligasi yang ditransaksikan. Semakin banyak jumlah obligasi
yang ditransaksikan, semakin kecil biaya inventori yang perlu dikeluarkan oleh dealer
(Crabbe & Turner, 1995).
2. OTR (On-the-Run)
Terdapat dua kemungkinan pada obligasi dengan jatuh tempo 10 tahun, yaitu obligasi
yang baru diterbitkan dengan jatuh tempo 10 tahun atau sudah mendekati waktu jatuh tempo
nya pada tahun ke 10. Fenomena tersebut dapat dibedakan melalui variabel OTR. Variabel
OTR merupakan variabel dummy dengan nilai 1 untuk obligasi yang baru saja diterbitkan
pada bulan t dan 0 untuk obligasi yang sudah diterbitkan lewat dari satu bulan lamanya
terhitung dari waktu penerbitan.
Sesuai dengan hipotesis penelitian, koefisien variabel OTR pada ketiga model
memiliki arah negatif, dimana obligasi yang baru diterbitkan cenderung memiliki tingkat
likuiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi lainnya. Hal ini pun sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahanti et al. (2008), dimana tingkat likuiditas mencapai
pada titik maksimum ketika obligasi tersebut baru diterbitkan, dan tingkat likuiditas akan
menurun setelah melewati periode tersebut sampai dengan waktu jatuh tempo. Terdapat
kecenderungan dimana investor lebih fokus terhadap obligasi yang baru diterbitkan
(Houweling, Mentink, & Vorst, 2005). Pada model Roll, secara signifikan variabel OTR
mempengaruhi tingkat likuiditas. Sementara itu pada kedua model lainnya, selang waktu dari
obligasi diterbitkan tidak mempengaruhi tingkat likuiditas berdasarkan pengukuran Amihud
dan Zeros.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
12
3. Coupon
Variabel Coupon menunjukan besaran bunga yang dibayarkan issuer kepada
pemegang obligasi secara periodik. Tampak adanya perbedaan arah dari hubungan antara
tingkat kupon dengan likuiditas pada ketiga model uji. Hasil yang serupa juga ditemukan pada
penelitian Mahanti et al. (2008), hal ini dapat disebabkan oleh tingkat kupon yang ditentukan
oleh faktor-faktor lainnya seperti maturity dan peringkat. Namun pada model Amihud,
terbukti bahwa semakin besar tingkat kupon yang ditawarkan, membuat tingkat likuiditas
meningkat. Dengan tinggi nya tingkat kupon yang ditawarkan, meningkatkan preferensi
investor untuk melakukan transaksi di pasar.
Perbedaan tanda koefisien yang terjadi pada model Roll dan Zeros, diduga karena
kupon merupakan bagian dari return yang didapatkan investor, bagi investor yang cenderung
risk averse, dengan semakin tinggi nya tingkat kupon meningkatkan preferensi investor untuk
melakukan buy-hold atas obligasi yang dimilikinya. Hal ini akan semakin didukung dengan
adanya ekspektasi penurunan suku bunga acuan di pasar oleh investor tersebut. Selain itu, jika
diasosiasikan dengan market segmentation theory, dengan tingkat kupon yang tinggi dapat
meningkatkan preferensi perusahaan asuransi untuk melakukan buy-hold terhadap obligasi
ini.
4. Jumlah Penerbitan (I_A)
Variabel jumlah penerbitan (I_A) menjelaskan jumlah obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah saat penerbitan. Dikarenakan nilai dari jumlah penerbitan obligasi sangat besar
jika dibandingkan dengan nilai variabel lainnya, maka digunakan rumus log dalam
pengoperasian variabel tersebut.
Berdasarkan hasil regresi model, jumlah penerbitan memiliki hubungan yang tidak
konsisten terhadap ketiga proxy likuiditas. Pada model Amihud dan Zeros, arah hubungan
karakteristik jumlah penerbitan terhadap tingkat likuiditas sesuai dengan hipotesa penelitian.
Dimana, semakin besar jumlah yang diterbitkan oleh issuer, pemerintah, semakin besar
tingkat likuiditas obligasi tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian Mahanti et al. (2008).
Disebutkan pada penelitian Houweling et al. (2005) semakin besar jumlah yang diterbitkan,
akan semakin banyak investor yang memiliki dan menganalisa aset tersebut. Dan ketika
informasi mengenai suatu aset dapat dengan mudah didapatkan, maka biaya transaksi pun
menjadi rendah. Selain itu, terdapat kecenderungan bagi obligasi dengan jumlah penerbitan
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
13
yang rendah untuk masuk kedalam portofolio buy-and-hold oleh investor, aktifitas
perdagangan di pasar atas obligasi tersebut pun menurun (Sarig & Warga, 1989).
Sementara itu perbedaan tanda yang terjadi, diduga disebabkan oleh adanya korelasi
antara maturity terhadap jumlah penerbitan. Berdasarkan segmented market theory,
perusahaan asuransi lebih memilih untuk melakukan investasi pada obligasi jangka panjang
untuk memenuhi premi asuransi nasabah. Ketika jumlah obligasi yang diterbitkan cukup
besar, maka terdapat kemungkinan jumlah obligasi yang masuk dalam portofolio buy-and-
hold perusahaan asuransi pun semakin besar. Berdasarkan Bond Book yang diterbitkan oleh
IDX pada tahun 2014, bank komersial, investor asing, dan perusahaan asuransi mendominasi
lebih dari 80% atas kepemilikan obligasi pemerintah di Indonesia. Dan selama periode 2009 –
2013, porsi kepemilikan perusahaan asuransi terhadap obligasi pemerintah mengalami
peningkatan.
5. Volatillity
Variabel volatility merupakan penggambaran variasi dari pergerakan harga obligasi
yang terjadi selama periode satu bulan. Semakin besar volatilitas yang dialami oleh obligasi,
semakin tinggi frekuensi perubahan harga obligasi tersebut.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chabchitrchaidol & Panyanukul
(2005), dimana volatilitas memiliki hubungan negatif dengan likuiditas, volatilitas pada hasil
estimasi menunjukan hubungan positif terhadap nilai Amihud dan Roll. Semakin tinggi tingkat
volatilitas, semakin besar risiko yang dihadapkan oleh investor dan membuat spread obligasi
pun meningkat. Sementara itu, perbedaan arah hubungan pada Zeros diduga karena Zeros
dihitung berdasarkan jumlah hari dengan Zero returns, dimana kondisi tersebut dapat
disebabkan oleh tidak bergeraknya harga obligasi di pasar. Ketika tingkat volatilitas
meningkat, probabilitas dari harga untuk mencapai titik yang sama dalam beberapa waktu
bersifat rendah. Sehingga nilai Zeros yang didapatkan pun semakin kecil, seiring dengan
peningkatan volatilitas yang terjadi.
6. Turn_Over
Turn_Over merupakan variabel yang menggambarkan tingkat volume perdagangan
yang terjadi pasa satu periode. Turn_Over diperoleh dengan membagi volume perdagangan
yang terjadi pada periode tertentu dengan jumlah penerbitan.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
14
Pada model Amihud dan Zeros, variabel Turn_over memiliki hubungan negatif dengan
proxy likuiditas. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chabchitrchaidol &
Panyanukul (2005), dimana semakin tinggi volume yang diperdagangkan semakin tinggi pula
tingkat likuiditas. Dengan tingginya volume obligasi yang diperdagangkan di pasar, biaya
inventoris dealer menurun dan membuat spread dari harga aset pun menurun (Houweling,
Mentink, & Vorst, 2005). Biaya transaksi dapat meningkat ketika kegiatan jual dan beli tidak
terjadi secara simultan, dealer membutuhkan modal untuk melakukan hold terhadap sekuritas
tersebut serta menutupi ketidakpastian yang timbul selama menunggu transaksi dari investor
(Crabbe & Turner, 1995).
Sementara itu pada model Roll menunjukan bahwa Turn_Over memberikan pengaruh
positif tidak signifikan terhadap proxy likuiditas. Hal ini diduga terjadi karena adanya
keterkaitan antara turnover dengan volatilitas harga. Menurut Bessembinder & Seguin (1992)
terdapat hubungan positif antara volume dengan volatilitas (Brailsford, 1996). Tingkat
turnover yang tinggi dapat terjadi ketika harga mengalami fluktuasi yang tinggi, terdapat
ketidaksepakatan antar trader mengenai nilai aset atau terlalu banyak informasi yang diterima
oleh traders (Barinov, 2010). Apapun stimulus yang menyebabkan perubahan harga terus
berubah, stimulus yang sama membuat kegiatan trading yang dilakukan oleh para trader
meningkat. Semakin kuat stimulus pada kegiatan trading, semakin besar perubahan harga
yang terjadi (Dorn & Huberman, 2007). Dengan begitu, semakin tinggi tingkat turnover,
menggambarkan tingkat volatilitas yang tinggi pula dan menyebabkan likuiditas obligasi pun
menurun.
Kesimpulan
Berdasarkan rata-rata perhitungan dari tingkat likuiditas dengan menggunakan metode
Amihud, Roll dan Zeros, tingkat likuiditas obligasi negara seri FR selama periode penelitian
menunjukan nilai yang cukup baik. Namun dapat dilihat selama periode 2010 sampai dengan
2013 tergambar tren yang meningkat pada ketiga metode perhitungan likuiditas tersebut. Hal
ini diduga terjadi karena adanya pengaruh sentimen negatif dari pasar global selama tahun
2012 sampai dengan akhir tahun 2013, yang membuat likuiditas pasar obligasi pemerintah di
Indonesia pun menurun. Dengan membandingkan ketiga metode pengukuran yang digunakan,
metode Zeros cenderung lebih sesuai untuk digunakan pada pasar obligasi pemerintah di
Indonesia.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
15
Sementara itu berdasarkan hasil analisa regresi mengenai pengaruh karakteristik
obligasi terhadap tingkat likuiditas, dengan melakukan kontrol terhadap volatilitas serta
volume perdagangan, adalah sebagai berikut:
1. Secara signifikan karakteristik usia memberikan pengaruh positif terhadap
pengukuran Amihud dan Zeros.
2. Kondisi on-the-run terbukti memberikan pengaruh negatif, secara signifikan,
terhadap proxy Roll.
3. Karakteristik tingkat kupon secara signifikan memberikan pengaruh negatif
terhadap Amihud.
4. Jumlah penerbitan obligasi pemerintah secara signifikan memberikan pengaruh
negatif terhadap proxy Amihud dan Zeros.
Perbedaan hasil estimasi yang cukup banyak terjadi pada model Roll, diduga
disebabkan oleh ketidaksesuaian metode tersebut terhadap kondisi pasar obligasi Indonesia.
Dimana kondisi efisiensi pasar obligasi Indonesia masih cenderung lemah, dan hal tersebut
bertentangan dengan asumsi yang digunakan dalam metode perhitungan Roll. Dengan
membandingkan hasil estimasi dari ketiga model penelitian, karakteristik obligasi dapat
menjelaskan proxy likuiditas Zeros dengan lebih baik dibandingkan dengan Amihud dan Roll.
Saran
Disarankan pada penelitian selanjutnya, sebaiknya mengikutsertakan faktor
makroekonomi kedalam variabel penelitian. Sehingga dapat terlihat signifikansi dari pengaruh
kebijakan pemerintah maupun Bank Indonesia, akibat dari sentimen pasar, terhadap
pergerakan tingkat likuiditas pasar obligasi.
Selain itu, dapat dilakukan pengukuran tingkat likuiditas pada obligasi korporasi.
Sehingga, dapat diperoleh gambaran secara utuh mengenai tingkat likuiditas pasar obligasi di
Indonesia. Dan untuk mendapatkan parameter yang lebih baik mengenai tingkat likuiditas
yang terjadi di Indonesia, dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan data cross-
country. Sehingga didapatkan benchmark tingkat likuiditas untuk pasar obligasi Indonesia.
Bagi para investor, perlu mempertimbangkan obligasi dengan jumlah penerbitan dan
tingkat kupon yang tinggi. Investor juga disarankan untuk mengamati obligasi-obligasi yang
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
16
hendak diterbitkan ke pasar, serta lebih fokus kepada obligasi dengan usia yang rendah.
Sehingga, risiko likuiditas yang dihadapkan oleh investor pun dalam kondisi minimum.
Tidak hanya itu, investor juga diharapkan untuk mengamati tingkat volatilitas serta
volume perdagangan di pasar. Obligasi dengan volatilitas harga yang tinggi perlu untuk
dihindari dan cenderung memilih obligasi dengan volume transaksi yang tinggi. Dengan
begitu, risiko likuiditas investor pun dapat dimitigasi.
Dalam upaya meningkatkan tingkat likuiditas pasar obligasi pemerintah di Indonesia,
Kementerian Keuangan, selaku regulator, dapat meningkatkan batas minimum jumlah
obligasi yang diterbitkan. Dengan semakin tingginya jumlah penerbitan dapat meningkatkan
tingkat likuiditas obligasi tersebut. Selain itu, obligasi yang diterbitkan sebaiknya disertai
dengan tingkat kupon yang tinggi sehingga dapat meningkatkan preferensi investor untuk
melakukan transaksi pada pasar obligasi Indonesia. Daftar Referensi Aitken, M., & Forde, C. C. (2003). How Should Liquidity be Measured? Pacific-Basin
Finance Journal , 45-59.
Amihud, Y. (2002). Illiquidity and Stock Returns: Cross Section and Time-Series Effect.
Journal of Financial Markets , 31-56.
Amihud, Y., & Mendelson, H. (1986). Asset Pricing and The Bid-Ask Spread. Journal of
Financial Economics , 223-249.
Barinov, A. (2010). Turnover: Liquidity or Uncertainty? New York: Federal Reserve Bank of
New York.
Brailsford, T. J. (1996). The Empirical Relationship Between Trading Volume, Returns and
Volatility. Accounting & Finance , 89-111.
Chabchitrchaidol, A., & Panyanukul, S. (2005). Key Determinant of Liquidity in the Thai
Bond Market. Bangkok: Bank of Thailand.
Chen, L., Lesmond, D. A., & Jason, W. (2007). Corporate Yield Spread and Bond Liquidity.
The Journal of Finance , 119-149.
Choudhry, M. (2009). The Value of Introducing Structural Reform to Improve Bond Market
Liquidity: Experience from the UK Gilt Market. European Journal of Finance and
Banking Research , 13-35.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
17
Crabbe, L. E., & Turner, C. M. (1995). Does the Liquidity of a Debt Issue Increase with Its
Size? Evidence from the Corporate Bond and Mediium-Term Note Markets. The
Journal of Finance , 1719-1734.
Das, S. R., Ericsson, J., & Kalimipalli, M. (2003). Liquidity and Bond Markets. Review of
Financial Studies , 91-104.
Dorn, D., & Huberman, G. (2007). Turnover and Volatility. New Orleans: AFA 2008 New
Orleans Meetings Paper.
Erni. (2009). Likuiditas dan Karakteristik Obligasi Korporasi Indonesia Tahun 2008. Depok:
Fakultas Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Fabozzi, F. J. (2009). Bond Markets, Analysis and Strategies: 7th edition. Upper Saddle
River,NJ: Prentice Hall.
Fleming, M. J. (2003). Measuring Treasury Market Liquidity. Federal Reserve Bank of New
York Economic Policy Review , 83-108.
Goyenko, R. Y., Holden, C. W., & Trzcinka, C. A. (2009). Do Liquidity Measures Measure
Liquidity? Journal of Financial Economics , 153-181.
Harris, L. E. (1990). Liquidity, Trading Rules and Electronic Trading Systems. New York
University Salomon Center Monograph Series in Finance .
Houweling, P., Mentink, A., & Vorst, T. (2005). Comparing Possible Proxies of Corporate
Bond Liquidity. Journal of Banking and Finance , 1331-1358.
Karnaukh, N., Ranaldo, A., & Soderlind, P. (2013). Understanding FX Liquidity. Switzerland:
University of St. Gallen.
Lesmond, D. A., Ogden, J. P., & Trzcinka, C. A. (1999). A New Estimate of Transaction
Costs. The Review of Financial Studies , 1113-1141.
Lo, A. W., & Wang, J. (2000). Trading Volume: Definitions, Data Analysis, and Implications
of Portfolio Theory. The Review of Financial Studies , 257-300.
Lo, A., Mamaysky, H., & Wang, J. (2004). Asset Price and Trading Volume Under Fixed
Transaction Cost. Journal of Political Economy , 1054-1090.
Mahanti, S., Nashikkar, A., Subrahmanyam, M., Chacko, G., & Mallik, G. (2008). Latent
Liquidity: A new measure of liquidity with an application to corporate bonds. Journal
of Financial Economics , 272-298.
Parkinson, M. (1980). The Extreme Value Method for Estimating the Variance of the Rate of
Return. The Journal of Business , 61-65.
Pastor, L., & Stambaugh, R. F. (2003). Liquidity Risk and Expected Stock Returns. The
Journal of Political Economy , 642-685.
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
18
Sarig, O., & Warga, A. (1989). Bond Price Data and Bond Market Liquidity. The Hournal of
Financial and Quantitative Analysis , 367-378.
Schestag, R., Schuster, P., & Homburg, M. U. (2013). Measuring Liquidity in Bond Markets.
SSRN , 1-54.
Schultz, P. (2001). Corporate Bond Trading Costs and Practices: A Peak Behind the Curtain.
Journal of Finance , 677-698.
Sutiyono, A. P. (2009). Ukuran Indirect Proxies Terhadap Volume dan Frekuensi
Perdagangan Obligasi Korporasi di Indonesia 2007-2008. Depok: Pascasarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Zhang, H. (2010). Measuring Liquidity in Emerging Markets. Singapore: National University
of Singapore Working Paper.
http://www.idx.co.id
http://www.ibpa.co.id/
Karakteristik dan …, Cita Ayu Pratiwi, FE UI, 2014
top related