kajian kurikulum pendidikan agama islam dalam …
Post on 16-Oct-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DARUL ULUM Jurnal Ilmiah Keagamaan, Pendidikan dan Kemasyarakatan
Volume 9, Nomor 2, 2018 E-ISSN: 2621-2404, P-ISSN: 1907-3003
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor. 2, 2018 264
KAJIAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM TINJAUAN HISTORIS, SOSIOLOGI, POLITIS,
EKONOMIS DAN MANAJEMEN NEGARA
Agus Setiawan Institut Agama Islam Negeri Samarinda
agus.rdat@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui bagaimana analisis kurikulum pendidikan agama Islam dalam tinjauan historis, sosiologis, politis, ekonomis dan manajemen negara. Metode yang digunakan adalah analisis konten, yaitu menganalisis kurikulum PAI dari beberapa aspek. Hasil analisis memberikan gambaran bahwa kurikulum Pendidikan agama Islam senantiasa mengalami perkembangan sebagaimana sifatnya yang sentiasa berubah dipengaruhi oleh faktor-faktor persekitaran manusia yang terlibat dalam kepentingannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan idealisme dan perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi persekolahan yang akan meneruskan kebudayaan. Faktor historis menggambarkan bahwa kurikulum pendidikan mengalami 11 kali perubahan dengan berbagai inovasi yang ditawarkan untuk peningkatan mutu pendidikan, terlebih pendidikan Islam di dalamnya dengan adanya peraturan Menteri agama. Juga faktor sosiologis yang berusaha untuk mensinergikan kurikulum PAI dengan nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia sesuai kearifan lokalnya. Faktor politis juga ikut mempengaruhi arah kebijakan kurikulum PAI. Indonesia yang merupakan mayoritas penduduknya muslim, ikut memberikan pengaruh positif bagi pendidikan Islam di Indonesia. Pada faktor ekonomis, kurikulum PAI saat ini konsen pada pembangunan SDM yang menunjang ekonominya. Dan terakhir pada faktor manajemen negara, bahwa saat ini masing-masing Lembaga sudah otonomi dalam membagi manajemennya, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kementerian Pendidikan Islam secara khusus dibawah Kementerian Agama. Dengan manajemen ni sangat memudahkan untuk mengembangkan arah kurikulum PAI sesuai konteks digitalisasi Islam. Kata kunci: kurikulum PAI, pendidikan Islam, historis, sosiologis politis, ekonomis dan manajemen negara.
Agus Setiawan
265 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
A. Pendahuluan
Perkembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia tidak terlepas
dari masa klasik dimana pertama kali Islam masuk ke Indonesia. Kurikulum
Pendidikan Agama Islam di Indonesia Perkembangan kurikulum merupakan hal yang
tidak bisa dihindarkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Adanya perkembangan
akibat dari pengembangan kurikulum tersebut sehingga kurikulum bisa berubah
menurut kondisi dan tantangan zaman saat ini. Sehingga benar apa yang dikatakan
Syaifuddin Sabda dalam kata pengantar bahwa “kurikulum senantiasa berubah dan
berganti, telah menjadi sebuah keniscayaan, karena kurikulum sebagai isi dan proses
pendidikan harus senantiasa menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dimana dan
kapan kurikulum tersebut digunakan”.1 Hal ini pun biasa terjadi dan merupakan
dinamika sejarah pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Dinamika sejarah pendidikan Indonesia mencatat bahwa pelaksanaan
kurikulum dan proses pergantian terbilang relatif cepat. Ada istilah menarik di
khalayak ramai bila mengamati perkembangan dan perubahan kurikulum di Indonesia
yaitu “kalau ganti menteri pendidikan maka akan ganti pula kurikulumnya”.
Padahal pergantian kurikulum merupakan hal biasa-biasa saja bagi negara yang
mempunyai pendidikan yang maju di dunia. Hal itu dilakukan untuk menyokong
relevansi pendidikan terhadap tantangan zaman yang kian maju, sehingga kurikulum
yang diterapkan di lembaga pendidikan Indonesia tidak mungkin stagnan. Maka,
menurut Imam Machali dan Ara Hidayat bahwa terjadinya pengembangan
kurikulum didasarkan pada hasil analisis, prediksi, dan berbagai tantangan yang
dihadapi baik internal maupun eksternal yang terus berubah.2
Berbeda dengan Rustam Abong yang mengatakan adanya gonta-ganti
kurikulum mengakibatkan belum dibuatnya dan dirumuskannya kurikulum sebagai isu
bersama untuk pengembangan pendidikan di Indonesia, padahal kurikulum juga
1Syaifuddin Sabda, Pengembangan Kurikulum Tinjauan Teoritis (Yogyakarta: Aswaja Pressindo,
2016), h. iv. 2Imam Machali dan Ara Hidayat, The Handbook of Education Management: Teori dan Praktik
Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 421.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 266
sebagai bagian dari penentu keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.3
Perkembangan dan perubahan kurikulum nasional ini juga mengakibatkan berubahnya
kurikulum pendidikan Islam di Indonesia.
Realitasnya, bahwa sejarah pengembangan kurikulum tersebut ternyata
mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun paradigma itu masih
dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut: (1)
perubahan dari tekanan pada halafan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-
ajaran agama Islam kepada pemahaman dengan tujuan untuk mencapai tujuan
pembelajaran PAI dengan berprinsip pada pendidikan akhlak4; (2) perubahan dari cara
berfikir tekstual, normative dan absolutis kepada cara berfikir historis, empiris dan
kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai agama
Islam; (3) perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam
dari para pendahulunya kepada metologinya sehingga menghasilkan produk tersebut;
dan (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan
pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI kearah keterlibatan
yang luas dari pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengindentifikasi tujuan
PAI dan cara-cara mencapainya.
Hakikat dari tujuan kurikulum PAI sendiri di sekolah yaitu untuk
mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul dalam beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (visi dan misi sekolah).
Landasan sebagai kerangka konseptual turut memberikan dorongan terhadap
pola pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), dalam landasan
pengembangan kurikulum memiliki muatan-muatan yang saling terintegrasi sehingga
saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam (PAI)
tidak hanya penting menjadikan landasan utama yaitu pada akar fundamentalnya
3Rustam Abong, Konstelasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia, At-Turats, Vol. 9 Nomor 2
Desember Tahun 2015. 4 Lihat Agus Setiawan, Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam (Studi Komparasi
Pemikiran al-Ghazali dan Burhanuddin al-Zarnuji), Dinamika Ilmu, 14 (1), 2014, h. 7.
Agus Setiawan
267 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
sebagai konseptual semata tetapi Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kurikulumnya
penting turut mengikuti ritme global dan dinamika masyarakat yang kian berkembang
dan penuh tantangan saat ini. Sehingga dengan keterpaduan landasan pengembangan
kurikulum menjadikan Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki kekuatan kurikulum
dan berbeda dengan pelajaran lainnya.
Pengembangan dan perubahan kurikulum PAI diharapkan menjangkau realitas
sosial kehidupan masyarakat baik dalam lokal maupun secara global dengan realitasnya
yang lahir dan terus, sehingga konseptual kurikulum PAI urgen ditempatkan pada
posisi tersebut. Landasan yang terpadu dan holistik dalam pengembangan kurikulum
PAI akan menjadi sebuah kekuatan kurikulum dan dinilai akan memberikan pengaruh
besar terhadap mutu pendidikan baik pada lembaga-lembaga pendidikan Islam
khususnya lembaga pendidikan pada umumnya sesuai pada tujuan pendidikan
nasional.
B. Pembahasan
Analisis Kurikulum Pendidikan Islam dari Beberapa Aspek
1. Tinjauan Historis
Di Indonesia sejarah mencatat bahwa sampai saat ini telah terjadi beberapa kali
perubahan kurikulum, yaitu dimulai masa kemerdekaan, masa orde lama, orde baru
hingga reformasi, yang terus menerus disempurnakan. 5
Rinciannya adalah pada zaman Orde Lama (Orla) atau zaman Presiden
Soekarno berkuasa, pernah terjadi 3 kali perubahan kurikulum, yaitu (Kurikulum)
Rencana Pelajaran tahun 1947, (Kurikulum) Rencana Pendidikan Sekolah dasar tahun
1964 dan Kurikulum SD tahun 1968.
Pada zaman Orde Baru (Orba) atau zaman kekuasaan Presiden Soeharto, terjadi
5 kali pergantian kurikulum, yaitu Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) tahun 1973, Kurikulum SD tahun 1975, Kurikulum 1984,
Kurikulum 1994, dan Revisi Kurikulum 1997.
5Muhammedi, Perubahan Kurikulum Di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan
Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal, RAUDHAH: Vol. IV, No. 1: Januari-Juni 2016.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 268
Usai zaman Orba berakhir atau dimulainya masa reformasi terjadi 3 kali
perubahan kurikulum, yaitu Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) tahun 2006 dan terakhir
Kurikulum 2013.
Sumber: Materi Persentasi Kemendikbud 2015
Berikut penjelasan perubahan kurikulum dan pengaruhnya terhadap
pendidikan agama Islam yaitu:
a. Kurikulum 1947, yaitu ini masih kental dengan corak system pendidikan
Jepang ataupun Belanda. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena Negara
ini baru merdeka. Sehingga, proses pendidikan lebih ditekankan untuk
mewujudkan manusia yang cinta Negara, sehingga menjadi berdaulat dan
tumbuh kesadaran berbangsa dan bernegara.
Pada masa awal kemerdekaan, sebelum peresmian Kementerian Agama
pada tanggal 3 Januari 1946, BP KNIP menyampaikan usulan dan rencana
pengembangan kelembagaan agama Islam, baik di lingkungan pesantren
maupun madrasah kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan (PP&K). Di antara usulan itu adalah perbaikan kualitas pesantren
dan madrasah, modernisasi pengajarannya dan diberikan bantuan. Setelah
Kementerian Agama dibentuk dengan K.H. Wahid Hasyim sebagai Menteri
Agama, perhatian terhadap pesantren semakin bertambah. Siswa, kiyai, dan
Agus Setiawan
269 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
pesantren semakin bertambah banyak dan pada akhir periode Orde Baru
jumlah pesantren tercatat 8.376 buah.6
Pesantren telah banyak melakukan modernisasi dengan
mengembangkan bentuk alternatif kelembagaannya. Tidak hanya aspek
kurikulum, manajemen, kegiatan, ataupun sistem pengajarannya yang
dikembanghkan, tetapi sebagian pesantren saat ini telah memadukan
madrasah ke dalam pesantren, bahkan, tidak sedikit di antara madrasah swasta
yang ada sekarang didirikan di lingkungan pesantren. Menurut Abuddin Nata,
kemunculan madrasah setidaknya didasari oleh lima hal yakni modernisasi
lembaga (khususnya masjid), perkembangan ilmu pengetahuan yang
memunculkan universitas, pemasyarakatan mazhab, perubahan politik
pemerintahan, dan perubahan orientasi pendidikan sebagai sebuah profesi.7
Keberadaan pendidikan agama Islam telah diatur pelaksanaannya
dalam SKB dua menteri (Menteri PP & K dan Menteri Agama) tahun 1946.
b. Kurikulum 1964 yaitu dalam kurikulum ini muatannya adalah pada
pengajaran yang harus disampaikan pada siswa, dalam bentuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan
sejarah.
Sedangkan untuk pendidikan Islamnya, muncul SKB dua menteri
tahun 1951 yang menegaskan bahwa pendidikan agama wajib
diselenggarakan di sekolah-sekolah, minimal 2 jam perminggu.
Pada masa awal Orde Baru antara tahun 1967-1970 dilakukan penegerian
di lingkungan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) serta
mengubah nama dan struktur madrasah negeri.
c. Kurikulum 1968 yaitu boleh dibilang adalah penyempurnaan dari
kurikulum 1964 dan sistemnya pun hanya melengkapi.
6Abd. Rachman Assagaf, Internationalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-
Negara Islam dan Barat (Yogyakarta: Gama Media, 2003), h. 286. 7Abuddin Nata, Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.
126-130.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 270
Sedangkan untuk pelaksanaan pendidikan agama Islam, kebijakannya
kurang lebih sama dengan kurikulum 1964.
d. Kurikulum 1973, yaitu kurikulum PSPP Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP), Kurikulum 1973 sebagai pengganti kurikulum 1968
menggunakan prinsip-prinsip di antaranya sebagai berikut: Berorientasi pada
tujuan dan menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap
pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya
tujuan-tujuan yang lebih integratif.
e. Kurikulum 1975, yaitu berorientasi untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan belajar mengajar. Di era inilah dikenal istilah satuan
pelajaran yang merupakan rencana pengajaran pada setiap bahasan.
Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan
pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan
instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Adapun pendidikan agama Islam dalam kurikulum 1975 mengalami
perubahan cukup signifikan. Melalui SKB 3 Menteri,8 madrasah ditingkatkan
mutu pendidikannya. SKB 3 Menteri menempatkan pendidikan islam pada
perguruan agama menjadi sejajar dengan sekolah umum. Ijazah madrasah
dinilai sama dengan ijazah sekolah umum, lulusan madrasah dapat
melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum mulai dari jenjang SD
sampai PT. Di samping itu, status dan kedudukan madrasah sama dengan
sekolah. Konsekuensi SKB 3 Menteri ini adalah bahwa seluruh madrasah harus
melakukan perubahan kurikulum, yakni 70% merupakan ilmu pengetahuan
umum dan 30% ilmu pengetahuan agama dengan ini pula diharapkan LPI
dapat meningkatkan kualitasnya sehingga mampu berkompetisi dengan
sekolah umum.9 Bedanya, madrasah berada di bawah Kementerian Agama,
8SKB 3 Menteri dikeluarkan pada tanggal 24 Maret 1975 di Jakarta oleh Menteri Agama
Nomor 6 Tahun 1975, Menteri P&K, Nomor 0037/u/1975, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 1975. Lihat Alamsyah, Pembinaan Pendidikan Agama ( Jakarta: Depag RI, 1982), h. 138.
9M. Irsyad Djuwaeni, Pembaruan Kembali Pendidikan Islam ( Jakarta: Karsa Utama Mandiri, 1998), h. 53-54.
Agus Setiawan
271 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
sementara sekolah di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, di samping
perbedaan proporsi materi pelajaran agama Islam.
f. Kurikulum 1984 yaitu sebagai menyempurnakan kurikulum 1975. Peran
siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru
sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan
dalam kurikulum ini.
Pendidikan agama dikuatkan melalui SKB 2 Menteri (Menteri P&K
dan Menteri dalam Negeri) yang mempertegas lulusan madrasah juga bisa
juga melanjutkan pendidikannya ke sekolah umum.10
g. Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-
kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Yang patut
dicatat dalam periode ini adalah, terbitnya UU SISDIKNAS No 2 tahun
1989 yang menegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang
berciri khas Islam.
Posisi madrasah ini dipertegas kembali dalam UUSPN No. 2 tahun 1989,
bab IV pasal 11, ayat 6 tentang pendidikan keagamaan,11 yang kemudian
dijabarkan dalam peraturan pemerintah ataupun keputusan menteri, bahwa
MI, MTs, dan MA masing-masing termasuk SD, SLTP, SMU yang berciri khas
agama Islam dan diselenggarakan oleh Kementerian Agama.
Artinya muatan kurikulum struktur dan konsepnya senafas dengan
nilai-nilai islam. Lebih jauh, dengan Undang-Undang SISDIKNAS ini,
pendidikan agama Islam akhirnya berjalan satu paket dengan system
pendidikan nasional.
h. Kurikulum 1997, yaitu kurikulum hasil revisi dari kurikulum 1994.
Pelaksanaan kurikulum 1997 kecenderungan kepada pendekatan
10Muhyidin Albarobis A. Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial (Jakarta, Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 67. 11Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Edisi Revisi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.
287.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 272
penguasaan materi (content oriented). Penyempurnaan kurikulum tidak
mempersulit guru dalam mengimplementasikan dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
i. Kurikulum KBK tahun 2004 yaitu Era reformasi telah memberikan ruang
yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang
bersifat reformatif dan revolusioner. Era ini memiliki visi untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya saing, maju, sejahtera
dalam wadah NKRI.12 Sebagai salah satu dampak dari laju reformasi adalah
dibuatnya sistem
j. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006,
Secara umum KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK namun perbedaan
yang menonjol terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu
mengacu pada desentralisasi sistem pendidikan. Pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan sekolah
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan
penilaiannya sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan agama Islam di
madrasah/sekolah, dijabarkan dalam kurikulum agama yang dikeluarkan
oleh Kemenag, dan tepat pada bulan Mei 2008 menteri Agama
menandatangani Permenag no 02 tahun 2008, menyangkut standard
kompetensi lulusan dan standard isi PAI.13
Berjalannya waktu hingga saat ini mengacu kurikulum pendidikan Islam
telah mewarnai sistem pendidikan tidak hanya umum namun juga pada
madrasah. Ini dapat dilihat pada UUSPN No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang membawa angin segar bagi pendidikan keagamaan
12E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 3. 13Muhyidin Albarobis A. Sutrisno, Pendidikan , h . 7 3
Agus Setiawan
273 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
(Islam). Karena, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 ayat (1), bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan tidak diskriminatif.14
Maka Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagaimana dimuat
dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 2 Tahun 2008 yang
berjudul Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan
Bahasa Arab di Madrasah yang terdiri dari 6 bab. Ini juga mengalami kritik dari
beberapa ahli, sehingga terdapat kelebihan dan kekurangannya.
Sebagaimana Abuddin Nata mengulas tentang Permenag No. 2 Tahun
2008, yaitu:15
Pertama, dilihat dari segi cakupan dan sistematikanya, Kurikulum
Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagaimana terdapat dalam Peraturan Menteri
Agama Nomor 2 Tahun 2008 telah cukup baik, yakni sesuai dengan Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kedua, cakupan kurikulum
PAI dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 tersebut telah
mencakup mata pelajaran agama Islam untuk tingkat Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, dan Aliyah sebagai Sekolah Umum yang berciri khas agama Islam,
termasuk pula di dalamnya kurikulum PAI untuk Madrasah Aliyah program
bahasa dan program agama. Ketiga, Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun
2008 tentang Kurikulum PAI belum memuat tentang prinsip-prinsip yang
harus dipedomani dalam menyusun silabus yang berbasis pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, serta langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
proses penyusunan silabus tersebut. Keempat, pelaksanaan Peraturan Menteri
14Lihat Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 (Bandung: Citra Umbara,
cet. 1, 2008), h. 6. 15Abuddin Nata, Kajian Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Diunduh di ResearchGate,
https://www.researchgate.net/publication/301203698, DOI: 10.13140/RG.2.1.2827.5607. Tanggal 14-4-2018.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 274
Agama Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kurikulum (Standar Kompetensi
Lulusan dan Standar Isi PAI) di Madrasah harus diikuti dengan pengembangan
strategi dan model pembelajaran yang efektif. Kelima, pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kurikulum (Standar
Kompetensi Lulusan dan Standar Isi) PAI di Madrasah harus bergerak dari
paradigma Ulum al-Din ke al-Fikr al-Islami dan Islamic Studies (Kajian Islam)
dengan menggunakan pendekatan pembelajaran holistik yang berbasis
karakter. Keenam, guna mendukung berbagai pendekatan dan metode
pembelajaran yang efekif, holistik, emansipatoris dan kontekstual
sebagaimana tersebut di atas, maka perlu didukung oleh penciptaan kultur
keagamaan (religious culture) yang kuat, dukungan kemauan dan komitmen
yang kuat dari selurus sivitas sekolah.
k. Kurikulum 2013, ini berorientasi pada mewujudkan pendidikan
berkarakter, menciptakan pendidikan berwawasan lokal serta menciptakan
pendidikan yang ceria dan bersahabat. Ini tentu akan membuka peluang
untuk pendidikan Islam untuk lebih berkembang.
2. Tinjauan Sosiologis
Perkembangan dan perubahan kurikulum saat ini sangat dipengaruhi oleh
faktor sosiologis, dimana pastinya anak didik kelak dilepas di tengah masyarakat
sehingga mampu mandiri dan menyesuaikan diri dengan irama kehidupan
masyarakat. Tinjauan sosiologis (sociological foundation) sangat berkenaan dengan
kebutuhan, perkembangan dan karakteristik suatu masyarakat yang mengalami
suatu proses sosial. mempertimbangkan pola-pola interaksi suatu masyarakat yang
mengalami dinamika dalam proses sosial. Ini menjadi benar kalau merujuk pada
pendapat Dimyati dan Mudjiono bahwa “masyarakat dalam melaksanakan
penerimaan, penyebarluasan, pelestrasian atau penolakan dan pelaksanaan nilai-
nilai sosial, budaya dan agama memanfaatkan pendidikan yang dirancang di dalam
kurikulum”.16
16Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999), h. 270.
Agus Setiawan
275 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
Tinjauan sosiologis ini mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka
bumi ini apalagi di Indonesia, terlebih lagi pada lembaga pendidikan Islamnya.
Suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan
kebutuhan masyarakat. Karena itu sudah sewajarnya kalau pendidikan
memperhatikan aspirasi masyarakat, dan pendidikan mesti memberi jawaban atas
tekanan-tekanan yang datang dari kekuatan sosio-politik-ekonomi yang dominan.17
Pendidikan pada dasarnya memiliki keterkaitan dengan aspek-aspek lain seperti
politik, ekonomi, budaya dan lain-lain.
Oleh karena itu dalam sistem pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan
sangat berfungsi untuk kepentingan suatu masyarakat bangsa. Jika ditinjau
khususnya di Indonesia yang heterogen aneka ragam kultur dan latarbelakang
sosial masyarakatnya, pendidikan selama ini yang telah berjalan dengan semestinya
merangkul dan mewujudkan fungsi utamanya dalam perubahan sosial terhadap
masyarakat.
Mengambil suatu keputusan mengenai kurikulum, para pengembang mesti
merujuk pada lingkungan atau dunia di mana mereka tinggal, merespon berbagai
kebutuhan yang dilontarkan atau diusulkan oleh beberapa golongan dalam
masyarakat dan memahami tuntutan pencantuman nilai-nilai falsafah pendidikan
bangsa dan berkait dengan falsafah pendidikan yang berlaku.18
Sangat banyak kebutuhan masyarakat yang perlu dipilah-pilah, disaring dan
diseleksi. Agar kebutuhan itu menjadi suatu keputusan dalam pengembangan
kurikulum, maka tugas pengembangan kurikulum pun sangat kompleks. Menurut
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati yang dikutip oleh Abdullah Idi bahwa kompleksnya
kehidupan dalam masyarakat disebabkan karena;19 (1) dalam masyarakat terdapat
tata kehidupan yang beraneka ragam, (2) kepentingan antar-individu berbeda-beda,
dan (3) masyarakat selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Kurikulum
17Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.
75-76. 18Abdullah Idi, Pengembangan..., h. 77-78. 19Abdullah Idi, Pengembangan..., h. 77-78.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 276
sedapat mungkin dibangun dan dikembangkan dengan tetap merujuk pada asas
kemasyarakatan sekaligus dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu
pengembangan kurikulum dalam landasan sosiologisnya dipengaruhi oleh
kekuatan sosial, kemajuan IPTEK, perubahan pola hidup dan perubahan social
politik.20
Lebih jauh Farid Hasyim menjelaskan urgensi tinjauan sosiologis ini harus
juga melihat pada konteks perkembangan masyarakat. Sehingga kurikulum sebagai
program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntunan masyarakat.21
3. Tinjauan Politis
Sudah menjadi rahasia umum bahwa perubahan kurikulum yang ada di
berbagai negara tidak pernah lepas dari kondisi politik yang sedang berlaku di
negara tersebut. Untuk itu, tidak menutup kemungkinan kurikulum akan berubah
sewaktu-waktu sesuai dengan kondisi politik yang memengaruhi negara pada saat
itu. Begitu pula kurikulum yang ada di Indonesia.
Pendidikan yang diterapkan di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
faktor, di antaranya adalah kebijakan politik pemerintahan. Kebijakan-kebijakan
pemerintah, mulai dari pemerintahan kolonial, awal dan pasca kemerdekaan
hingga masa orde baru terkesan mengabaikan pendidikan Islam.22
Secara potensial, dalam setiap perubahan kurikulum akan selalu tersirat
didalamnya tujuan yang bersifat politis dan non politis. Contohnya kurikulum
1964 disusun untuk meniadakan Manipol-Usdek yaitu merupakan akronim dari
manifesto politik / Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia yang oleh Soekarno
sebagai haluan daripada negara Republik Indonesia maka harus dijunjung tinggi,
dipupuk, dan dijalankan oleh semua bangsa Indonesia. Pada kurikulum 1975
digunakan untuk memasukkan Pendidikan Moral Pancasila. Kurikulum 1984
20Lihat Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010), h. 55-60. 21Farid Hasyim, Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Filosofi Pengembangan Kurikulum Transformatif
Antara KTSP dan Kurikulum 2013 (Malang: Madani, 2015), h. 20. 22M. Shabir U, Kebijakan Pemerintah Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Islam Di
Indonesia, Lentera Pendidikan, Vol. 16 No. 2 Desember 2013, h. 166-177.
Agus Setiawan
277 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
digunakan untuk memasukkan mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB). Kurikulum 1994, di samping meniadakan mata pelajaran PSPB
juga untuk mengenalkan kurikulum SMU yang menjadikan pendidikan umum
sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi.23 Itulah secara tersirat dari
perubahan kurikulum yang sengaja dibuat untuk memasukkan urusan politik.
Adapun pada era Orde baru, perubahan kurikulum sangat tampak ada
sebuah pergesekan doktrin politik, seiring pergantian politik pada era reformasi
pada perkembangannya tidak jauh berbeda dengan orde sebelumnya dalam
politisasi pendidikan, hanya saja pada era reformasi doktrin tersebut tidak nampak
secara “ blak-blakan” karena dalam praktek pemerintahan terdapat adanya kritik
dari luar. Ini tidak hanya terjadi di negara Indonesia, namun juga terjadi di
beberapa negara.
Fakta menarik seperti Amerika dan Jepang yang mengubah kurikulum
dalam waktu singkat karena adanya pergolakan politik di negara tersebut. Contoh
saja Jepang, baru dua tahun pernah mengubah kurikulum hanya karena aspek
politik. Terkait Jepang, konten dalam pelajaran sejarahnya ada yang dihilangkan
dengan maksud agar generasi saat itu tetap memiliki nasionalisme dan kecintaan
terhadap negara.
Tidak ada satu pun kurikulum bebas dari pengaruh politik. Itu sudah
established dalam kurikulum. Begitu power politik itu berubah, akan ada
berpengaruh juga pada kurikulum. Perubahan kurikulum juga dipengaruhi jika
telah terjadi pergantian pemerintahan, makanya banyak yang mengistilahkan
bahwa kalau ganti menteri pendidikan, maka akan berganti pula kurikulumnya.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa perkembangan dan perubahan
kurikulum secara nasional apalagi kurikulum pendidikan Islam tentu dipengaruhi
oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu
bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah. Walaupun
kekuasaan politik terpusat pada berbagai kelompok dan individu, efektifitas dan
23Soedijarto, Konsep & Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),
h. 25.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 278
kegunaannya dibentuk oleh berbagai institusi dan pola institusional pendidikan
publik mungkin saja tampak kokoh, cukup mantap, sehingga untuk dapat berhasil,
setiap proposal perlu menyesuaikan diri dengannya.
4. Tinjauan Ekonomis
Pada dasarnya pendidikan itu memerlukan biaya yang banyak, apalagi
sampai merubah kurikulum dari waktu ke waktu. Adanya perubahan oleh karena
adanya proses pengembangan kurikulum ke arah yang lebih baik. Ini tentu akan
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saat ini saja pemerintah telah mengeluarkan
anggaran biaya yang sangat banyak yaitu 20% untuk pendidikan.
Sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, belanja pendidikan
terus meningkat signifikan dari sekira Rp. 208 triliun di 2009 menjadi Rp444,1
triliun untuk alokasi tahun 2017.24 Adapun Menteri Mohamad Nasir mengatakan
bahwa globalisasi Pendidikan dan Revolusi Industri ke 4 (RI 4.0) tidak terelakkan
dan harus dihadapi oleh generasi muda Indonesia. Menyambut tahun 2018,
Kemenristekdikti telah aktif menyuarakan kebijakan, program dan pandangannya,
untuk menghadapi globalisasi pendidikan harus direspon secara cepat dan tepat
oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan agar mampu meningkatkan daya
saing bangsa Indonesia di tengah persaingan global.25
Ini semakin memperjelas bahwa untuk mengarah kepada perkembangan
kurikulum maka biaya sangat perlu dipertimbangkan dalam hal pendidikan. Maka
untuk lebih efisien dari segi ekonomis, maka di dalam manajemen kurikulum ada
salah satu prinsip yang harus dijalankan.
Prinsip efisien maksudnya mengusahakan agar dalam pengembangan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya dan sumber-sumber lain yang ada
secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. Kurikulum dikatakan
24“Anggaran Pendidikan Rp.444 Triliun, Tapi Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
Kalah dari Malaysia” diunduh dari https://economy.okezone.com/read/2018/02/03/20/1854285/ anggaran-pendidikan-rp444-triliun-tapi-indeks-pembangunan-manusia-di-indonesia-kalah-dari-malaysia. Tanggal 29 Maret 2018.
25“Menristekdikti Nasir: Indonesia Siap Menyambut Globalisasi Pendidikan dan Revolusi Industri ke-4”. Diunduh dari https://ristekdikti.go.id/menristekdikti-nasir-indonesia-siap-menyambut-globalisasi-pendidikan-dan-revolusi-industri-ke-4. Tanggal 29 Maret 2018, Jam 16.44 Wita
Agus Setiawan
279 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal
dan waktu terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal.
Contohnya dari tinjauan ekonomis yaitu mengenai inovasi kurikulum.
Pembiayaan transfer kurikulum dan transfer intelektual tentu tidak sedikit, disini
perlu dukungan (support) yang memadai dari segenap komponen bangsa terutama
adanya saling pengertian antara eksekutif dan legislatif. Program ini merupakan
program nasional, siapapun penguasa yang mengelola pemerintahan maka
program ini secara permanen merupakan cita-cita yang dikehendaki oleh segenap
rakyat. Program ini bukan merupakan kehendak dari parpol, ormas, golongan,
tetapi merupakan pelaksanaan undang-undang atau peraturan pemerintah.
Pengawasan transfer kurikulum dilakukan oleh seluruh rakyat melalui
tangan-tangan DPR, khususnya Komisi IX bidang pendidikan yang menjalankan
fungsi kontrol, sehingga diharapkan upaya transfer kurikulum akan berjalan
secara efektif. Pengawasan penggunaan anggaran terutama peruntukannya
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sedangkan secara internal dilakukan
oleh Inspektur Jenderal Depdiknas. Rakyat secara langsung akan bereaksi melalui
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pendidikan bila terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang kontra produktif di dunia pendidikan.
Evaluasi ditekankan pada seputar upaya transfer kurikulum, telah
mengenai sasaran atau tidak, berapa lama lagi dan perlu mengerakkan daya
apalagi agar obsesi tersebut kesampaian. Depdiknassebagai Leading Sector tentu
harus mengkaji lebih dalam, program transfer kurikulum apa benar-benar dapat
berlangsung sesuai dengan yang diinginkan. Kemajuan iptek macam apa yang
telah didapatkan dari dampak transfer kurikulum yang selama ini telah
diupayakan, setimpalkah antara biaya dan manfaat yang telah dikeluarkan (cost
and benefit analisys).
5. Tinjauan Manajemen Negara
Manajemen pemerintahan negara atau manajemen publik merupakan
unsur dinamik dari sistem administrasi negara yang berperan melakukan
transformasi nilai yang terarah pada pencapaian cita-cita dan tujuan bernegara,
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 280
melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan bangsa”. Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen itu dilakukan
dengan memberdayakan semua potensi sumber daya manusia dan lingkungannya
melalui pendekatan manajemen yang tepat, agar tujuan pemerintah dapat dicapai
sesuai dengan rumusan yang telah ditetapkan sebelumnya. Apalagi manajemen
yang diarahkan pada pendidikan nasional dan khususnya kurikulum.
Menurut Ermaya terdapat lima strategi unggulan dalam manajemen
pemerintahan, yaitu (1) Pekerjaan yang diperlukan pada masa datang, tidak bisa
lepas dari proses masa lalu, (2) demokratisasi merupakan seni mencari
kesepahaman dari berbagai perbedaan pendapat, (3) kesepahaman yang diperoleh
berdasarkan asas kepatutan yang menghasilkan kebenaran, (4) tindakan yang
diambil harus berdasarkan keputusan hasil pemikiran matang sesuai dengan fungsi
manajemen yang telah ditetapkan, dan (5) fungsi manajemen pemerintahan sangat
ditentukan oleh kepemimpinan pemerintahan yang dipercaya oleh rakyatnya.26
Negara, politik dan pendidikan merupakan tiga komponen penting,
karena semuanya adalah bagian yang ikut mempengaruhi sistem kehidupan
sosial dan kebudayaan manusia. Negara memiliki wilayah, rakyat, pemerintah
dan kedaulatan yang melindungi potensi manusia dan alam serta
pemberdayaannnya. Sedangkan politik adalah sistem ketatanegaraan yang
disepakati untuk menghantarkan bangsa menuju cita-cita seluruh rakyatnya, dan
suatu sistem yang mengatur kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.27
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, ia adalah organisasi
pokok dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus dalam suasana
antagonistis dan penuh pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam
sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua
26Ermaya Suradinata, Manajemen Sumber Daya Manusia (Bandung: CV Ramadhan, 2002), h. 22. 27Kasful Anwar Us, Dimensi Hubungan Negara, Politik dan Pendidikan, TA’DIB, Vol. XV.
No. 02. Edisi, Nopember 2010, h. 297.
Agus Setiawan
281 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari
kehidupan bersama.
Kurikulum Pendidikan yang berisikan perangkat pembelajaran untuk
merealisasikan tujuan pendidikan merupakan upaya besar dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Kurikulum pendidikan negara yang satu dengan negara yang lain saling berbeda
dan memiliki ciri khas serta penekanan atau prioritas berdasarkan kepentingan
masing-masing.
Setidaknya ada beberapa permasalahan dalam pendidikan keagamaan Islam di
Indonesia yang perlu diselesaikan oleh pemerintah dengan manajemen yang baik. Salah
satunya yaitu permasalahan yang dihadapi satuan pendidikan keagamaan (Islam)
adalah jumlah satuan pendidikan keagamaan swasta (sebagian besar madrasah di
Indonesia adalah swasta), yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. 28
Kondisi ini semakin terpuruk karena sebagian lokasi madrasah berada di daerah
pinggiran dan pedesaan, sehingga akses informasi pun sangat sulit. Padahal, jika
ditinjau dari sejarah perkembangan madrasah, hampir semua madrasah di
lingkungan Kemenag berasal dari madrasah swasta yang dinegerikan. Hampir
tidak ditemukan madrasah negeri yang didirikan secara khusus.29
Kementerian Agama sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan satuan
pendidikan keagamaan, sudah seharusnya mengembangkan suatu sistem perbaikan
yang berkesinambungan, dan peningkatan mutu yang berkelanjutan (continuous
quality improvement). Semestinya, dengan diberlakukannya UUSPN No. 20
Tahun 2003, Kemenag tidak lagi mengalami ketertinggalan dengan Kemendiknas
dalam hal perbaikan dan peningkatan mutu. Ini merupakan tuntutan yang harus
direspons atas diberlakukannya status yang sama antara pendidikan umum dan
pendidikan keagamaan. Status yang non-diskriminatif tersebut merupakan
28Abd. Rahman Halim, "Kebijakan dan Partisipasi Masyarakat: Studi Kritis Terhadap
Perspektif Pembinaan Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan", Disertasi, (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2007), h. 3.
29Husni Rahim, Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, t.t), h. 159.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 282
tantangan bagi Kemenag sebagai pengelola satuan pendidikan keagamaan (Islam)
agar senantiasa mengurangi ketertinggalan dalam banyak hal.
Dengan kondisi yang demikian, tentu harus ada political will dari para
pimpinan di satuan pendidikan keagamaan Islam, untuk merubah pola
kepemimpinan menjadi lebih transformatif. Berkaitan dengan upaya untuk
meningkatkan kualitas, Kemenag telah menjalin kerja sama dengan beberapa
lembaga berupa BEP (Basic Education Project) untuk MI dan MTs, dan DMAP
(Development Madrasah Aliyah Project).30
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, satuan pendidikan
keagamaan (Islam) optimis bisa bersaing dan mampu menghadapi tantangan baik
nasional maupun global, tanpa harus kehilangan ciri khasnya,31 sebagaimana
dikhawatirkan sebagian kalangan. Mengenai bidang sarana dan prasarana yang
belum memadai, pendekatan efisiensi bisa dijadikan alternatif. Pendekatan ini
digunakan untuk mengantisipasi keterbatasan dalam anggaran. Prinsip ini dikenal
sebagai prinsip dasar dalam manajemen ketika terjadi keterbatasan dalam sumber
daya. Efisiensi menurut Drucker adalah the extent to wich the result produced was
produced at least cost.32
Melihat konteks di atas, maka secara komprehensif kurikulum pendidikan
Islam hendaknya perlu ditinjau dari beberapa aspek, sehingga dengan perkembangan
saat ini terlebih pada perkembangan teknologi dan perkembangan paradigma
masyarakat, idealnya kurikulum baik nasional maupun kurikulum pendidikan Islam
menuntut untuk lebih berkembang menyesuaikan zamannya.
C. Kesimpulan
Proses perkembangan kurikulum sebagai sifatnya yang sentiasa berubah turut
dipengaruhi oleh faktor-faktor persekitaran yang merangsang reaksi manusia yang
terlibat dalam kepentingannya. Hasrat terhadap perubahan kurikulum itu
30Muhaimin, Pengembangan..., h. 188. 31Muhaimin, Pengembangan..., h. 188. 32Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan Unggul (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 119.
Agus Setiawan
283 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
menggambarkan keperluan pendidikan yang menjadi wadah penerus kemajuan bangsa
dan negara itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan kurikulum baik nasional maupun pendidikan Islam adalah pada elemen
yang saling berkait antara satu sama lain. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kurikulum itu sendiri mencerminkan idealisme dan
perubahan keperluan masyarakat dan negara, melalui institusi persekolahan yang akan
meneruskan kebudayaan. Faktor historis, memuat perubahan yang semakin
memperkuat keberadaan pendidikan Islam di Indonesia. Juga pengaruh politik di
dalam dunia pendidikan sangatlah kuat, karena para pengambil kebijakan di bidang
pendidikan tetap bersikap acuh tak acuh dan tidak mau mengambil keputusan apapun
untuk menjadikan dunia pendidikan bersih dari praktik-praktik bisnis politik. Pada
faktor sosiologis, yang senantiasa harus benar-benar diperhatikan karena begitu ragam
dan heterogennya budaya dan masyarakat Indonesia, ini juga dapat mempengaruhi.
Juga pada faktor ekonomis, yang juga patut untuk diperhatikan. Karena pendidikan
adalah biaya, maka sebaiknya perubahan dan perkembangan kurikulum disesuaikan
dengan anggaran pendidikan dan prinsip efisiensi dalam manajemen kurikulum patut
ada untuk mengoptimalkan tujuan kurikulum. Dan terakhir tentunya dengan
manajemen negara yang baik dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum nasional
maupun kurikulum pendidikan Islam, maka tujuan pendidikan nasional Indonesia
akan tercapai sesuai visi dan misinya.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 284
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Pembinaan Pendidikan Agama. Jakarta: Depag RI, 1982. Albarobis, Muhyidin A. Sutrisno, Pendidikan Islam Berbasis Problem Sosial. Jakarta,
Ar-Ruzz Media, 2012. Anwar Us, Kasful. Dimensi Hubungan Negara, Politik dan Pendidikan, TA’DIB,
Vol. XV. No. 02. Edisi, Nopember 2010. Assagaf, Abd. Rachman. Internationalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di
Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta: Gama Media, 2003. Daulay, Haidar Putra. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Rineka
Cipta, 2009. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999. Djuwaeni, M. Irsyad. Pembaruan Kembali Pendidikan Islam. Jakarta: Karsa Utama
Mandiri, 1998. Fatah, Nanang. Ekonomi & Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2002. Halim, Abd. Rahman. "Kebijakan dan Partisipasi Masyarakat: Studi Kritis
Terhadap Perspektif Pembinaan Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan", Disertasi; Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2007.
Hamalik, Oemar. Sistem dan Prosedur Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Trigendi Karya, 1993.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Edisi Revisi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008.
Hasyim, Farid. Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Filosofi Pengembangan Kurikulum Transformatif Antara KTSP dan Kurikulum 2013. Malang: Madani, 2015.
https://economy.okezone.com/read/2018/02/03/20/1854285/ anggaran-pendidikan-rp444-triliun-tapi-indeks-pembangunan-manusia-di-indonesia-kalah-dari-malaysia.
https://ristekdikti.go.id/menristekdikti-nasir-indonesia-siap-menyambut-globalisasi-pendidikan-dan-revolusi-industri-ke-4.
Idi, Abdulah. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009. Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2007. Machali, Imam dan Ara Hidayat, The Handbook of Education Management: Teori dan
Praktik Pengelolaan Sekolah/Madrasah di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Machali, Imam. Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045, Jurnal Pendidikan Islam, Volume III, Nomor 1, Juni 2014/1435.
Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Agus Setiawan
285 DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018
Mudlofir, Ali. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Bahan Ajar dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindi Persada, 2014.
Muhammedi, Perubahan Kurikulum Di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal, RAUDHAH: Vol. IV, No. 1: Januari-Juni 2016.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Nasution, Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Nata, Abuddin. Kajian Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Diunduh di
ResearchGate, https://www.researchgate.net/publication/301203698, DOI: 10.13140/RG.2.1.2827.5607.
Nata, Abuddin. Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Nugroho, Riant. Kebijakan Pendidikan Unggul. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Nuryanti, Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No. 3,
Desember 2008. Rahim, Husni. Madrasah dalam Politik Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, t.t. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003. Bandung: Citra Umbara,
cet. 1, 2008. Rustam Abong, Konstelasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia, At-Turats, Vol. 9
Nomor 2 Desember Tahun 2015. Sabda, Syaifuddin. Pengembangan Kurikulum Tinjauan Teoritis. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo, 2016. Salamah, Pengembangan Model Kurikulum Holistik PAI pada Madrasah Tsanawiyah.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016. Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana, 2010. Setiawan, Agus. Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam (Studi Komparasi
Pemikiran al-Ghazali dan Burhanuddin al-Zarnuji), Dinamika Ilmu, 14 (1), 2014.
Shabir U, M. Kebijakan Pemerintah Dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia, Lentera Pendidikan, Vol. 16 No. 2 Desember 2013.
Soedijarto, Konsep & Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Soetopo dan Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
Soetopo, Hendyat dan Wast Soenanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Subandiah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. Suradinata, Ermaya. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Ramadhan,
2002.
Kajian dan Analisi Kurikulum Pendidikan Agama Islam…
DARUL ULUM, Volume 9, Nomor 2, 2018 286
Yaqin, Husnul. Sistem Pendidikan Pesantren di Kalimantan Selatan. Banjarmasin: Antasari Press, 2010.
top related