jurnal i.docx
Post on 01-Dec-2015
204 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan atau sekolah (Muslich, 2007). Dalam KTSP,
proses pembelajaran yang terjadi adalah berpusat pada siswa (Student Centered
Learning). Siswa dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka guru
bertindak sebagai fasilitator terhadap permasalahan yang dipecahkan oleh siswa.
Ketercapaian kompetensi dasar dalam KTSP adalah sangat penting karena
merupakan parameter untuk mengetahui keberhasilan metode pembelajaran yang
digunakan untuk mengajar siswa.
Fisika adalah suatu ilmu yang lebih banyak memerlukan pemahaman daripada
penghafalan, maka kunci kesuksesan dalam belajar fisika adalah kemampuan
memakai tiga hal pokok fisika yaitu konsep, hukum-hukum atau asas-asas, dan teori-
teori (Budikase, 1995). Dalam pembelajaran fisika, kemampuan pemahaman
konsep merupakan syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya
dengan penguasaan konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan, baik
permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan
fisika dalam bentuk soal-soal fisika di sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa
pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep
bahkan aplikasi konsep tersebut (Piping, 2005).
Berdasarkan pada hasil wawancara yang telah dilakukan, selama ini pelaksanaan
pembelajaran masih jarang menggunakan media, alat peraga, dan masih jarang
dilakukan praktikum, serta berpusat pada guru. Selain itu, metode pembelajaran yang
selama ini dilaksanakan masih berpusat pada guru sehingga siswa tidak aktif. Metode
pembelajaran seperti ini masih perlu dilakukan perbaikan agar siswa dapat secara
aktif ikut ambil bagian dari setiap proses belajar mengajar yang dilaksanakan. Pada
dasarnya, pembelajaran yang berorientasi pada KTSP adalah pembelajaran yang
berpusat pada siswa (Student Centered Learning) bukan berpusat pada guru saja
(Teacher Centered Learning), seperti yang selama ini dilakukan.
1
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah umum dalam penelitian tersebut
adalah “Adakah peningkatan hasil belajar dengan menerapkan pembelajaran Problem
Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP Negeri 1
Demak?”.
Secara khusus masalah penelitian tersebut dirumuskan ke dalam sub-sub masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana hasil belajar siswa sebelum diajarkan dengan penerapan pembelajaran
Problem Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP
Negeri 1 Demak?
2. Bagaimana hasil belajar siswa sesudah diajarkan dengan penerapan pembelajaran
Problem Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP
Negeri 1 Demak?
3. Bagaimana aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Demak selama
diterapkan pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga pada
materi Cahaya?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui adakah peningkatan
hasil belajar dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Instruction
berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP Negeri 1 Demak.
Secara khusus tujuan penelitian tersebut adalah untuk mendapatkan informasi
tentang:
1. Hasil belajar siswa sebelum diajarkan dengan penerapan pembelajaran Problem
Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP Negeri 1
Demak.
2. Hasil belajar siswa sesudah diajarkan dengan penerapan pembelajaran Problem
Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi Cahaya di SMP Negeri 1
Demak.
2
3. Aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Demak selama diterapkan
pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga pada materi
Cahaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian tersebut dapat meningkatkan wawasan keilmuan terutama
ilmu pendidikan fisika khususnya pada materi “Cahaya”, dan dapat menjadi
bahan bacaan dan referensi mahasiswa/ i untuk melakukan kegiatan penelitian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan tentang pendekatan
pembelajaran Problem Based Instruction.
b. Bagi guru
Dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam menggunakan
pembelajaran Problem Based Instruction supaya dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang dikehendaki.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi variabel dan definisi operasional, sebagai
berikut:
1. Variabel Penelitian
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau
obyek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain (Hatch dan Farhady, 1981).
Kerlinger (1973) variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil
dari suatu nilai yang berbeda (different values). Sedangkan menurut Sugiyono
3
(2012: 61) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel Bebas
Menurut Haryono (2005: 207) variabel bebas adalah kondisi-kondisi atau
karakteristik-karakteristik yang oleh peneliti dimanipulasi dalam rangka
untuk menerangkan hubungannya dengan fenomena yang diobservasi. Fungsi
variabel ini sering disebut variabel pengaruh sebab berfungsi mempengaruhi
variabel lain. Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 61) variabel bebas
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran Problem Based Instruction
berbantuan alat peraga pada materi Cahaya.
b. Variabel Terikat
Nawawi (2007: 61) menyatakan bahwa variabel terikat adalah sejumlah
gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau
ditentukan oleh adanya variabel bebas. Menurut Sugiyono (2012: 61) variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diajarkan dengan penerapan
pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga pada
materi Cahaya di SMP Negeri 1 Demak.
2. Aktivitas belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Demak selama
diterapkan pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat
peraga pada materi Cahaya.
c. Variabel Kontrol
Nawawi (2007:61) mengemukakan bahwa variabel kontrol adalah
sejumlah gejala, faktor atau unsur yang dengan sengaja dikendalikan, agar
4
tidak mempengaruhi variabel bebas dan variabel terikat. Sedangkan menurut
Sugiyono (2012: 64) variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau
dibuat konstan sehingga hubungan variabel independen terhadap dependen
tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah jam pelajaran
Jumlah jam pelajaran adalah sama, baik dikelas kontrol maupun kelas
eksperimen.
2. Guru yang mengajar
Guru yang mengajar di kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah guru
yang sama yaitu peneliti.
3. Materi pelajaran
Materi yang diajarkan di kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah
materi yang sama yaitu Cahaya.
2. Definisi Operasional
Menurut Marzuki, definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas
sifat-sifat yang dapat diamati. Untuk menghindari perbedaan penafsiran pada
istilah-istilah yang terdapat di dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan-
batasan dari istilah tersebut. Adapun istilah yang perlu dijelaskan sebagai berikut:
a. Penerapan
Penerapan adalah pelaksanaan. Penerapan yang dimaksud dalam
penelitian tersebut adalah pelaksanaan pendekatan pembelajaran Problem
Based Instruction pada materi Cahaya untuk dilihat pengaruhnya terhadap
hasil belajar dan aktivitas siswa di kelas VIII SMP Negeri 1 Demak.
b. Pembelajaran Problem Based Instruction
Didalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang
diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus
menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.
5
Di dalam penelitian tersebut pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
pembelajaran Problem Based Instruction.
Yang dimaksud dengan pembelajaran Problem Based Instruction
dalam penelitian tersebut adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu peristiwa yang nyata,
mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah ditentukan sendiri untuk
mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang kemudian akan
dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja (Afcariono, 2008). Pembelajaran
Problem Based Instruction merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa, sehingga siswa dituntut untuk aktif melakukan eksperimen dan guru
hanya sebagai fasilitator terhadap kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran Problem Based Instruction adalah pembelajaran yang
mengacu pada KTSP, sehingga diharapkan kompetensi dasar dari masing-
masing siswa dapat tercapai melalui kegiatan pembelajaran Problem Based
Instruction ini.
c. Alat Peraga
Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga
dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih
efektif dan efisien. (Sudjana, 2002: 59 ).
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat
bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Proses belajar
mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, bahan,
metode dan alat, serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang
tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau
tehnik untuk mengantarkan sebagai bahan pelajaran agar sampai tujuan.
Dalam pencapaian tersebut, peranan alat peraga memegang peranan yang
penting sebab dengan adanya alat peraga ini bahan dengan mudah dapat
dipahami oleh siswa.
Alat peraga yang digunakan yaitu peralatan dari lab, media lukisan
pembentukan bayangan pada cermin datar, cekung, dan cembung, serta lensa
cekung dan cembung. Alat yang digunakan pada penyelidikan berupa sumber
6
cahaya, cermin, lensa, dan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar yang
berhubungan dengan materi cahaya. Penggunaan media berupa powerpoint
presentasion dan macromedia flash.
d. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai
materi pelajaran sekolah dalam bentuk skor yang diperoleh dari tes yang
mengenai sejumlah materi pelajaran. Yang dimaksud hasil belajar siswa
dalam penelitian tersebut adalah tingkat penguasaan siswa yang diperoleh
dari mengerjakan soal-soal tes penelitian yang diberikan sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran Problem Based Instruction
pada materi Cahaya.
e. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah kegiatan
belajar yang dilakukan siswa ketika mengikuti proses pembelajaran
menggunakan pembelajaran Problem Based Instruction.
f. Respon Siswa
Respon siswa dalam penelitian tersebut adalah tanggapan atau jawaban
siswa terhadap sejumlah pertanyaan-pertanyaan berupa tes objektif berbentuk
pilihan ganda setelah mengikuti pembelajaran Problem Based Instruction
pada materi Cahaya. Tes objektif tersebut terdiri dari empat pilihhan jawaban.
Tes ini digunakan untuk mengukur ranah kognitif dari tiap siswa, baik pada
kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
g. Pengaruh
Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah tingkat
pencapaian hasil belajar siswa terhadap sesuatu yang telah dilaksanakan.
Pengaruh dapat diketahui dengan rata–rata hasil belajar, ketuntasan hasil
belajar dan aktivitas siswa. Jika hasil belajar lebih baik dari kelas kontrol,
ketuntasan hasil belajar tuntas secara individual dan klasikal dan aktivitas
siswa aktif.
7
h. Materi Cahaya
Materi Cahaya dalam penelitian tersebut adalah materi yang diajarkan
kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Demak.
F. Hipotesis Penelitian
Arikunto (2010: 71) mengatakan hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Menurut Sugiyono (2012: 96) hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Hipotesis dalam penelitiann tersebut adalah adanya peningkatan hasil belajar
siswa setelah diterapkannya pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan
alat peraga pada materi Cahaya di kelas VIII SMP Negeri 1 Demak.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Fisika
Nana Syaodih Sukmadinata (2005: 68) menyebutkan bahwa sebagian besar
perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar. Menurut Moh. Surya
(1997: 46) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya”. Menurut Djamarah, Syaiful Bahri “belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif dan psikomotor”. Sedangkan menurut Gage & Berliner “belajar
adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman”. Hal ini
berarti bahwa seseorang yang mengalami proses belajar akan mengalami perubahan
tingkah laku baik aspek pengetahuan, keterampilan maupun aspek sikapnya.
Perubahan ini misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, ragu menjadi yakin dan
seterusnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling
bertukar informasi. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam
konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga
dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
9
Ilmu yang mempelajari gejala alam disebut sains. Sains berasal dari bahasa Latin
yang berarti “mengetahui”. Sains terbagi atas beberapa cabang ilmu, diantaranya
adalah fisika. Menurut Sears dan Zemansky (2002: 1) fisika adalah ilmu
eksperimental. Fisikawan mengamati fenomena alam dan berusaha menemukan pola
dan prinsip yang menghubungkan fenomena-fenomena ini. Pola ini disebut teori
fisika atau hukum atau prinsip fisika. Menurut Marcelo Alonso dan Edward J. Finn
fisika adalah suatu ilmu yang tujuannya mempelajari komponen materi dan saling
antar-aksinya. Dengan menggunakan pengertian antaraksi ini ilmuan menerangkan
sifat materi dalam benda, sebagaimana gejala alam lain yang kita amati. Sedangkan
menurut Freedman, mengungkapkan definisi fisika diantaranya:
1. Fisika adalah salah satu ilmu yang paling dasar dari ilmu pengetahuan.
2. Fisika merupakan dasar dari semua ilmu rekayasa dan teknologi.
3. Fisika adalah ilmu eksperimental.
4. Fisika adalah proses yang membawah kita pada prinsip – prinsip umum yang
mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.
5. Fisika adalah ilmu percobaan
Di dalam Marthen Kanginan (2007: 2) fisika mempelajari gejala-gejala alam
seperti gerak, kalor, cahaya, bunyi, listrik, dan magnet. Semua gejala tersebut adalah
bentuk dari energi. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa fisika adalah ilmu yang
terutama mempelajari hubungan antara materi dan energi. Fisika diawali dengan
mengamati alam, tetapi hanya duduk di kursi saja dan menyaksikan gejala alam
tidaklah cukup. Pengamatan gejala alam haruslah disertai dengan data kuantitatif
yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, baik
dalam kognitif, afektif, maupun psikomotor dalam bidang fisika.
10
B. Pembelajaran Problem Based Instruction
1. Pengertian Pembelajaran Problem Based Instruction
Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa
dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan.
Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-
teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar Roestiyah N. K (2012:
1). Agar proses belajar mengajar dapat menciptakan suasana yang dapat
menjadikan siswa sebagai subjek belajar yang berkembang secara dinamis kearah
positif, maka diperlukan pemilihan metode yang tepat, berbagai metode yang
dapat digunakan dalam pengajaran IPA Fisika salah satu metode yang sesuai
adalah pendekatan Problem Based Instruction.
Pembelajaran Problem Based Instruction merupakan suatu pendekatan
dalam pembelajaran yang membantu siswa untuk menemukan masalah dari suatu
peristiwa yang nyata, mengumpulkan informasi melalui strategi yang telah
ditentukan sendiri untuk mengambil satu keputusan pemecahan masalahnya yang
kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk unjuk kerja (Afcariono, 2008).
Pembelajaran Problem Based Instruction merupakan pembelajaran yang
berpusat pada siswa, sehingga siswa dituntut untuk aktif melakukan eksperimen
dan guru hanya sebagai fasilitator terhadap kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran Problem Based Instruction adalah pembelajaran yang mengacu
pada KTSP, sehingga diharapkan kompetensi dasar dari masing-masing siswa
dapat tercapai melalui kegiatan pembelajaran Problem Based Instruction ini.
Problem Based Instruction atau pengajaran berdasarkan masalah adalah
cara pembelajaran dimana pembelajaran itu dapat mendorong pemahaman lebih
dalam dari materi daripada ulasan dangkal, dan juga orientasi masalah
pembelajaran dimana siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan ketika belajar,
namun juga pengalaman bagaimana mereka menggunakan pengetahuan mereka
untuk menyelesaiakan masalah (Bilgin, 2009).
2. Langkah – Langkah Pembelajaran Problem Based Instruction
Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai
dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri
dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut
dijelaskan berdasarkan langkah-langkah seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.
11
Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah (Ibrahim dalam Trianto, 2007)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelasakan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi
siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk
belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3
Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Tahap-4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
3. Kelebihan Pembelajaran Problem Based Instruction
Teknik Pembelajaran Problem Based Instruction sering kali digunakan
karena memiliki kelebihan yaiu:
a. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-
benar diserapnya dengan baik.
b. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
12
c. Siswa berperan aktif dalam KBM.
d. Melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut
keterampilan berfikir siswa yang lebih tinggi.
e. Menjadikan siswa lebih mandiri.
f. Menanamkan sikap sosial yang positif, memberi aspirasi dan menerima
pendapat orang lain.
g. Dapat mengembangkan cara berfikir logis serta berlatih mengemukakan
pendapat.
C. Materi Cahaya
1. Pengertian Cahaya
Cahaya merupakan suatu gelombang elektromagnetik yang dalam kondisi
tertentu dapat berkelakuan seperti suatu partikel. Sebagai sebuah gelombang
cahaya dapat dipantulkan dan dibiaskan, serta mengalami polarisasi dan
interferensi.
2. Pemantulan Cahaya
Karena merupakan paket gelombang, cahaya dapat dipantulkan. Jika
mengenai suatu permukaan benda, cahaya akan dipantulkan. Besar pantulan
cahaya bergantung pada jenis permukaan benda. Cermin merupakan benda yang
paling baik dalam pemantulan cahaya. Ada dua macam pemantulan cahaya,
yaitu:
a. Pemantulan teratur
Berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan bidang yang halus dan
rata, akan dipantulkan sejajar. Hal ini mengakibatkan banyaknya sinar pantul
yang masuk ke mata pengamat. Peristiwa ini disebut pemantulan teratur.
13
b. Pemantulan baur
Berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan bidang yang kasar atau
tidak rata, akan dipantulkan ke segala arah. Hal ini mengakibatkan banyaknya
sinar pantul yang tidak masuk ke mata pengamat. Peristiwa ini disebut
pemantulan baur (difus).
Benda yang terlihat oleh mata ada dua macam, yaitu sumber cahaya dan
benda gelap. Sumber cahaya memancarkan berkas cahaya yang masuk ke
mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Contoh sumber cahaya: lilin,
lampu, matahari, bintang, dan lain-lain.
Benda gelap akan terlihat oleh mata jika berkas cahaya yang dipantulkan
oleh benda tersebut masuk ke mata. Benda gelap ada 3 macam: benda bening,
benda tembus cahaya, benda tak tembus cahaya.
3. Pembiasan Cahaya
Pembiasan cahaya (refraksi) adalah peristiwa pembelokan berkas cahaya
yang merambat dari suatu medium ke medium yang lainnya yang berbeda
kerapatan optiknya.
“Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang dan
ketiganya berpotongan pada satu titik”. Pernyataan tersebut dikenal dengan
dengan Hukum I Snellius
“Sinar datang dari medium renggang, menuju ke medium rapat dibiaskan
mendekati garis normal. Sebaliknya, sinar datang dari medium rapat menuju ke
medium renggang dibiaskan menjauhi garis normal”. Pernyataan ini disebut
dengan Hukum II Snellius
Cahaya yang merambat dari suatu medium ke medium lain akan mengalami
perubahan kecepatan. Perbandingan antara indeks bias mutlak medium tujuan
dan indeks bias mutlak medium asal disebut indeks bias relatif. Pada saat cahaya
merambat dari udara ke medium lain, panjang gelombang cahaya berubah, tetapi
14
frekuensinya tetap. Sudut bias adalah sudut antara sinar bias dengan garis normal.
Sedangkan sudut datang adalah sudut antara sinar datang dan garis normal.
4. Pembentukan Bayangan Cermin Datar
Cermin datar merupakan benda mengkilap yang dapat memantulkan hampir
semua cahaya yang mengenainya secara teratur. Sifat-sifat bayangan yang terjadi
pada cermin datar:
a. Maya, karena bayangan benda tidak dapat ditangkap layar
b. Tegak, karena posisi bayangan sama dengan posisi benda
c. Sama besar, karena bayangan sama besar dengan benda
d. Bersebelahan, karena letak bayangan selalu berlawanan dengan letak benda
e. Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin
5. Pembentukan Bayangan Cermin Dan Lensa Cekung
Cermin cekung mempunyai permukaan bagian dalam yang mengkilap
sehingga dapat memantulkan hampir semua cahaya yang mengenainya. Berkas
sinar datang dengan sumbu utama dipantukan mengumpul menuju ke titik fokus.
Lensa cekung bersifat divergen, yaitu menyebarkan berkas cahaya yang
dibiaskan. Pembentukan bayangan oleh lensa cekung. Sifat sifat bayangan yang
dibentuk oleh lensa cekung selalu tegak, selalu maya, didepan lensa, selalu
diperkecil.
6. Pembentukan Bayangan Cermin Dan Lensa Cembung
Cermin cembung mempunyai permukaan luar yang mengkilap sehingga dapat
memantulkan hampir seluruh cahaya yang mengenainya. Sinar yang datang
menuju cermin cembung dipantulkan dengan sudut yang besarnya sama dengan
sudut datang.
Lensa cembung bersifat konvergen, yaitu: mengumpulkan berkas cahaya
yang dibiaskan. Pembentukan bayangan oleh lensa cembung memiliki sifat
bayangan terbalik, nyata, dibelakang lensa, diperbesar.
15
D. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai materi
pelajaran sekolah dalam bentuk skor yang diperoleh dari tes yang mengenai sejumlah
materi pelajaran. Yang dimaksud hasil belajar siswa dalam penelitian tersebut adalah
tingkat penguasaan siswa yang diperoleh dari mengerjakan soal-soal tes penelitian
yang diberikan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran
Problem Based Instruction pada materi Cahaya.
E. Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah kegiatan belajar
yang dilakukan siswa ketika mengikuti proses pembelajaran menggunakan
pembelajaran Problem Based Instruction.
F. Respon Siswa
Respon siswa dalam penelitian tersebut adalah tanggapan atau jawaban siswa
terhadap sejumlah pertanyaan-pertanyaan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda
setelah mengikuti pembelajaran Problem Based Instruction pada materi Cahaya.
Tes objektif tersebut terdiri dari empat pilihhan jawaban. Tes ini digunakan untuk
mengukur ranah kognitif dari tiap siswa, baik pada kelas kontrol maupun kelas
eksperimen.
16
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode dan Bentuk Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan
dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2012: 03). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu suatu cara untuk mencari
hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau
menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu, karena eksperimen selalu
dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat suatu perlakuan (Arikunto, 2010:
03).
2. Bentuk Penelitian
Penelitian eksperimen yang digunakan adalah dengan model True
Eksperimental Design. Digunakannya bentuk True Eksperimental Design agar
peneliti dapat mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya
eksperimen.
Pada penelitian tersebut digunakan rancangan Pretest-Posttest Control Group
Design. Dalam penelitian tersebut digunakan dua kelompok sampel. Penelitian
tersebut untuk mengetahui keefektifan suatu metode mengajar terlebih dahulu
melakukan pretest (tes awal) terhadap sampel penelitian sebelum diberikan
perlakuan kemudian baru diadakan posttest (tes akhir) pada masing-masing kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
17
Adapun populasi dalam penelitian tersebut adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Demak kelas VIII A dan VIII B yang akan mempelajari materi cahaya.
2. Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2012: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Berdasarkan pendapat tersebut
dan populasi yang ada dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan teknik
cluster random sampling yakni teknik penarikan sampel dari populasi dengan
cara memilih kelas secara acak untuk dipilih sebagai kelas kontrol dan
eksperimen.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi di SMP Negeri 1 Demak.
b. Mengurus surat izin yang diperlukan, baik dari lembaga maupun dari
sekolah yang bersangkutan.
c. Membuat perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
d. Membuat instrumen penelitian berupa soal pre-test, post-test, bahan ajar.
e. Melakukan validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian.
f. Melaksanakan uji coba instrumen penelitian
g. Menganalisis data hasil uji coba
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pre-test untuk melihat kondisi awal siswa pada kelas kontrol
dan eksperimen.
b. Memberikan perlakuan pembelajaran Problem Based Instruction
sesuai dengan langkah-langkahnya.
c. Melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa pada saat diberi
pembelajaran Problem Based Instruction yang dilakukan oleh peneliti.
d. Memberikan post-test.
18
e. Memberikan skor hasil pre-test dan post-test.
3. Tahap Analisis Data
a. Mendeskripsikan data ke dalam tabel hasil pre-test, post-test, tabel
aktivitas siswa.
b. Mengolah data dengan rumus yang ditetapkan.
c. Mendeskripsikan dan menganalisis hasil pengolahan data serta
menyimpulkan sebagai jawaban dari masalah penelitian.
d. Menyusun laporan penelitian.
D. Teknik dan Alat Pengumpul Data
Dalam setiap penelitian diperlukan kemampuan memilih dan menyusun teknik
dan alat pengumpul data yang relevan. Kecermatan dalam memilih dan menyusun
teknik dan alat pengumpul data sangat berpengaruh pada objektivitas hasil penelitian.
Teknik dan alat pengumpulan data yang tepat dalam suatu penelitian akan
memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel.
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Menurut Nawawi (2007: 94) ada 6 teknik penelitian sebagai cara yang dapat
ditempuh untuk mengumpulkan data yaitu teknik observasi langsung, teknik
observasi tidak langsung, teknik komunikasi langsung, teknik komunikasi tidak
langsung, teknik pengukuran, teknik studi dokumenter / bibliographis.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Teknik Pengukuran
Pengukuran berarti usaha untuk mengetahui suatu keadaan berupa
kecerdasan, kecakapan nyata (achievement) dalam bidang tertentu, panjang,
19
berat, dan lain-lain dibandingkan dengan norma tertentu (Nawawi, 2007: 125).
Teknik pengukuran adalah cara mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif.
Teknik pengukuran dilakukan untuk mengetahui data hasil belajar siswa pada
materi cahaya. Kegiatan pengukuran yang dimaksud adalah pemberian tes awal
(pre-test) dan tes akhir (post-test). Dalam menghitung hasil tes menggunakan
pengskoran dengan memberikan siswa skor setiap butir soal yang dijawab dengan
benar sesuai dengan tabel penskoran dan kunci jawaban. Setelah diperoleh skor
hasil tes, siswa diberikan nilai. Adapun perhitungan nilai sebagai berikut:
N= skor yagdiperoleh siswaskala maksimum
x 100
b. Teknik Observasi Langsung
Teknik observasi langsung adalah cara pengumpulan data yang dilakukan
melalui pengamatan dan pencatatan gejala yang tampak pada objek penelitian
yang pelaksanaannya langsung pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau
situasi yang sedang terjadi. (Nawawi, 1997: 94)
Teknik observasi langsung dilakukan untuk melihat aktivitas belajar siswa
dalam penerapan pembelajaran Problem Based Instruction pada materi cahaya
kelas VIII SMP Negeri 1 Demak. Pengamatan dilakukan dari guru membuka
pelajaran sampai menutup pelajaran.
2. Alat Pengumpul Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian tersebut adalah teknik
pengukuran hasil belajar siswa. Menurut Nawawi (2007: 125) pengukuran adalah
usaha untuk mengetahui keadaan berupa kecerdasan, kecakapan nyata
(achievement) dalam bidang tertentu. Alat pengumpul data yang digunakan
dalam penelitian tersebut adalah tes yang berupa pre-test dan post test dalam
bentuk objektif pilihan ganda dengan empat pilihan. Uraian instrument dan
perangkat pembelajaran diuraikan sebagai berikut:
20
a. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu atau kelompok. Tes yang dipilih dalam penelitian tersebut
adalah tes objektif berbentuk pilihan ganda. Tes ini diberikan untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi.
Dalam penyusunan soal tes harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penulisan butir soal
Penulisan butir soal sesuai dengan kisi-kisi soal yang dibuat berdasarkan
pada kurikulum yang digunakan yaitu KTSP dan buku pelajaran yang
digunakan. Dalam penyusunan butir soal langkah yang ditempuh adalah
membuat kisi-kisi sebagai acuan yang memuat standar kompetensi,
kompetensi dasar, indikator, aspek penilaian dan nomor soal tes.
2. Membuat Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran
Pembuatan kunci jawaban atas butir soal yang dibuat dengan berpedoman
pada penskoran. Perhitungan dilakukan dengan memberikan skor setiap
butir soal yang dijawab benar sesuai dengan kunci jawaban dan kriteria
pada rubrik penskoran.
3. Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan dan
kesahihan suatu instrument. Validitas berkenaan dengan ketepatan alat
penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa
yang seharusnya dinilai. Karena penulisan butir soal berpedoman pada
kisi-kisi yang disusun berdasarkan kurikulum 2006, maka jenis validitasi
yang digunakan adalah validitas isi (content validitasi). Selanjutnya
Sudjana mengemukakan bahwa validitas isi tidak memerlukan ujicoba
dan analisis statistik atau dinyatakan dalam bentuk angka-angka tetapi
cukup dimintakan kepada para ahli bidang studi untuk menelaah apakah
konsep materi yang diajukan telah memadai atau tidak sebagai sampel tes.
21
4. Reliabilitas
Reliabilitas artinya dapat dipercaya dan berkenaan dengan ketetapan alat
tes. Hal ini berarti alat tes tidak beleh bersifat temporer, namun harus
konstan. Setelah tes ini diuji cobakan, selanjutnya dihitung reliabilitas
tesnya. Karena tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pilihan
ganda, maka rumus untuk menentukan reliabilitas menggunakan rumus
alpha. Adapun rumus alpha adalah sebagai berikut :
r11 = [ kk−1 ][1−∑ σi2
σ i2 ]
Keterangan :
r 11 : Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σi2 : Jumlah varians butir
σi2 : Varians total
Dengan
σi2 = ∑ x2−(∑ x )2
NN
Keterangan :
(Σx)2 : Kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa
∑ x 2 : Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa
N : Jumlah subjek
Kriteria reliabilitas r 11 yang digunakan adalah :
0,800 – 1,00 : sangat tinggi
0,600 – 0,799 : tinggi
0,400 – 0,599 : cukup
0,200 – 0,399 : rendah
< 0,200 : sangat rendah
(Arikunto, 2010: 167)
22
5. Daya Pembeda (Discrimination Power) Soal
Analisis daya pembeda mengkaji butir-butir soal dengan tujuan untuk
mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa yang tergolong
mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang atau
lemah prestasinya. Daya pembeda soal ditentukan dengan mencari indeks
pembeda soal (Discrimination Index of a test item). Indeks pembeda soal
adalah angka yang menunjukkan perbedaan kelompok tinggi (HG) dam
kelompok rendah (LG). Karena kelompok kecil (kurang dari 100 orang)
atau genap maka data dibagi dua sama besar 50% nilai teratas sebagai
kelompok tinggi dan 50% nilai terendah sebagai kelompok terendah.
Daya pembeda ditentukan dengan :
DP =SA−SB
12
n .maks
Keterangan :
DP =daya pembeda
SA =jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah
SB =jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah
n =banyaknya peserta tes
maks =skor maksimal soal yang bersangkutan
Interpretasi nilai DP sebagai berikut :
0,71-1,00 : sangat baik
0,40-0,70 : baik
0,20-0,40 : cukup
0,20-0,00 : jelek,dibuang atau dirombak
6. Indeks Kesukaran (Difficulty Indekx)
23
Agar tes dapat digunakan secara luas, setiap soal harus diselidiki
keseimbangan tingkat kesukarannya, yaitu apakah soal tersebut termasuk
soal yang mudah, sedang atau sukar. Soal-soal yang terlalu mudah atau
terlalu sukar harus direvisi atau diganti.
Untuk menentukan tingkat kesukaran soal bentuk uraian
menggunakan rumus sebagai berikut :
P = BJS
Keterangan :
P =indeks kesukaran
B =banyaknya siswa yang menjawab benar butir soal
N =jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria interprestasi tingkat kesukaran yang digunakan :
0,00 - 0,30 : sukar
0,31 - 0,70 : sedang
0,71 – 1,00 : mudah
b. Lembar Pengamatan Akivitas Siswa
Lembar pengamatan aktivitas siswa digunakan untuk melihat keterlibatan
siswa dalam pembelajaran. Ada beberapa tingkah laku yang dinilai dalam lembar
aktivitas siswa antara lain :
(1) bersikap tidak relevan dengan KBM, seperti bergurau, tidur dll,
(2) mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru,
(3) membaca buku pegangan,
(4) menulis yang relevan dengan KBM,
(5) berdiskusi antar teman,
(6) berdiskusi antar teman dan guru,
24
(7) menjawab pertanyaan yang ada dilembar soal,
(8) mengerjakan tugas dan mengumpulkan tepat waktu.
E. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah data yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menjawab sub masalah pertama dan kedua yaitu mengetahui hasil belajar
siswa maka digunakan statistik deskriptif dengan cara menentukan rata-rata dan
standar deviasi skor.
a. Mencari nilai rata-rata X :
X=∑i=1
n
ᵪi
n
b. Mencari standar deviasi : SD
SD = √ ( X i−X 0 )2−1n
[∑ ( X i−X0 ) ]n
Keterangan :
SD = Standar Deviasi
Xi = Nilai Data
X0 = Nilai Rata-rata
n = Banyak Data
2. Untuk menjawab sub masalah ketiga yaitu aktivitas belajar siswa. Hasil
pengamatan aktivitas belajar siswa dideskripsikan dengan cara menganalisis
menggunakan persentase yang menggunakan rumus sebagai berikut :
X % = nN
x 100 %
Keterangan :
X = presentase aktivis siswa
25
n = jumlah siswa yang melakukan aktivis
N = jumlah keseluruhan siswa yang diobservasi
Dengan kriteria :
0 % ≤ P ˂ 20 % kurang sekali
21 % ≤ P ˂ 40 % kurang
41 % ≤ P ˂ 60 % cukup
61 % ≤ P ˂ 80 % baik
81 % ≤ P ˂ 100 % baik sekali
3. Menguji hipotesis penelitian
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji statistik, dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mengetes uji normalitas pre-test dan post-test dengan menggunakan rumus
chi kuadrat, sebagai berikut :
χ2 = ∑ (Oi−E i )2
Ei
Keterangan :
χ2 = Chi Kuadrat
Oi = Frekuensi Observasi
Ei = Frekuensi Ekspektasi
Kriteria pengujian normalitas : “ jika χ2 hitung˂ χ2 tabel, maka data berdistribusi
normal. Pada keadaan lain, data tidak berdistribusi normal”
b. Jika data berdistribusi normal, maka diuji dengan uji-t satu kelompok.
Rumus uji-t adalah sebagai berikut :
t =
Md
√∑ d2−(∑ d )2
nn (n−1 )
26
Keterangan :
t = Uji- t
Md = Rata-rata beda antara per-test dan post-test
d = Gain ( selisih ) skor post-test terhadap pre-test
setiap subjek
n = Jumlah subjek
BAB IV
PEMBAHASAN
Data yang diperoleh merupakan data hasil tes kognitif materi cahaya pada kelas
kontrol maupun eksperimen setelah pelaksanaan pembelajaran. Pada kelas kontrol
dilakukan pembelajaran seperti biasanya, sedangkan pada kelas eksperimen
dilakukan pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga. Hasil
belajar kognitif siswa dapat dilihat pada tabel 2. Data nilai kognitif ini juga digunakan
untuk menguji hipotesis dari pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan
alat peraga di SMP Negeri 1 Demak, dengan menggunakan uji t.
Uji peningkatan hasil belajar dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
peningkatan hasil belajar kelas eksperimen, serta untuk membandingkan besarnya
peningkatan hasil belajar antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Dalam uji
peningkatan hasil belajar rumus yang digunakan adalah uji gain. Berdasarkan
perhitungan diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 di bawah.
Data hasil observasi tentang keaktifan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. dilakukan baik pada kelas kontrol, maupun pada kelas eksperimen.
Hasil aktivitas siswa pada materi cahaya dapat dilihat pada tabel 4 di bawah.
Berdasarkan hasil analisis data, hasil belajar kognitif siswa mengalami
peningkatan baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Pada kelas
eksperimen terjadi peningkatan yang lebih signifikan dari pada kelas kontrol, hal
tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen lebih
baik dari pada kelas kontrol. Rata-rata nilai kognitif untuk kelas kontrol adalah
69,3415 sedangkan kelas eksperimen sebesar 73,5238. Ketuntasan klasikal untuk
kelas kontrol sebesar 87,80% sedangkan kelas ekperimen sebesar 92,86%.
Perbedaan hasil tes kognitif siswa dapat terlihat jelas setelah diadakan uji t untuk
27
menguji hipotesis, yang menunjukkan bahwa besarnya t hitung(4,2447) > ttabel
(1,993) yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Uji hipotesis ini menunjukkan bahwa
rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen lebih besar dari pada rata-rata hasil
belajar kelas kontrol. Kelas ekperimen mempunyai hasil yang lebih baik karena
menerapkan pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga yang
sebelumnya belum pernah diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
28
Selama ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih bersifat
konvensional. Akibat pembelajaran konvensional tersebut siswa merasa bosan
sehingga hasil belajar dari beberapa siswa masih belum mencapai KKM yaitu 67.
Menurut Kurnaz, (2008) bahwa pemahaman siswa terhadap konsep akan menjadi
lebih baik ketika siswa melakukan aktivitas konseptual, yaitu siswa menemukan
konsep dari aktivitas memecahkan masalah. Siswa juga merasa bahwa aktivitas
memecahkan masalah membuat siswa tidak merasa bosan dan siswa sangat tertarik
dengan pembelajaran yang dilakukan. Hal ini memberikan pengertian kepada siswa
bahwa permasalahan sederhana dan peristiwa alam yang terjadi di lingkungan siswa
sangat erat kaitannya dengan fisika.
Meningkatnya hasil belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen juga disebabkan
oleh keaktifan dan keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
29
Siswa dihadapkan pada peristiwa- peristiwa menarik dalam kehidupan sehari-hari
yang berhubungan dengan fisika, kemudian siswa diarahkan untuk melakukan
eksperimen yang merupakan penyederhanaan dari peristiwa-peristiwa menarik
tersebut dengan tujuan agar siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Piping (2005) bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran
hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.
Pada kelas kontrol, pertemuan I menunjukkan 32 siswa termasuk dalam kriteria
cukup aktif, 6 siswa pada kriteria rendah, dan 3 siswa pada kriteria tinggi. Pada
pertemuan II menunjukkan 36 siswa masuk dalam kriteria cukup aktif, 3 siswa dalam
kriteria rendah, dan 3 siswa dalam kriteria tinggi. Pada pertemuan III menunjukkan
33 siswa masuk dalam kriteria cukup aktif, 4 siswa dalam kriteria rendah, dan 4 siswa
dalam kriteria tinggi.
Pada kelas e ksperimen, pertemuan I menunjukkan bahwa 30 siswa dalam kriteria
cukup aktif dan 12 siswa dalam kriteria tinggi. Pada pertemuan II menunjukkan 12
siswa masuk dalam kriteria cukup aktif dan 29 siswa dalam kriteria tinggi. Pada
pertemuan III menunjukkan 8 siswa masuk dalam kriteria cukup aktif dan 34 dalam
kriteria tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Problem Based
Instruction yang dilaksanakan di kelas eksperimen mampu memotivasi siswa untuk
meningkatkan minat belajar selama proses pembelajaran.
Pada peningkatan hasil belajar kelas kontrol sebesar 45 %, sedangkan kelas
eksperimen sebesar 52%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
Problem Based Instruction berbantuan alat peraga memberikan pengaruh dan hasil
yang lebih baik dari pada pembelajaran konvensional dalam hal pencapaian
ketuntasan baik secara individu maupun klasikal, serta dalam hal peningkatan hasil
belajar siswa.
Pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga memberikan
hasil positif pada pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Bilgin (2009) yaitu pengajaran berdasarkan masalah dapat mendorong pemahaman
lebih dalam dari materi daripada ulasan dangkal, dan juga orientasi masalah
pembelajaran di mana siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan ketika belajar,
namun juga pengalaman bagaimana mereka menggunakan pengetahuan mereka untuk
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan hasil tanggapan siswa mengenai pembelajaran Problem Based
30
Instruction secara umum siswa memberikan tanggapan positif dengan persentase
yang bervariasi. Para siswa sangat setuju terhadap pembelajaran Problem Based
Instruction yang diterapkan di kelas, terbukti sebanyak 48,8% siswa menjawab
sangat cocok. Pada hasil tanggapan berikutnya, 34,1% siswa sangat tertarik dengan
pembelajaran Problem Based Instruction. Hal ini menunjukkan bahwa minat siswa
dalam pembelajaran sangat tinggi. Pembelajaran Problem Based Instruction
memberikan pengaruh positif pada kegiatan yang dilakukan, mereka akan lebih
termotivasi dan akibatnya dalam mempelajari materi cahaya akan lebih bisa
menyerap dengan baik.
Respon terhadap pembelajaran Problem Based Instruction juga
mengindikasikan bahwa belajar, khususnya belajar fisika bukan hanya sekedar
menghafal rumus, namun penguasaan konsep menjadi hal terpenting. Belajar berbuat
untuk memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal
ini berarti penentuan strategi pembelajaran yang digunakan guru harus dapat
mendorong aktivitas siswa, yang dibuktikan dengan aktivitas siswa pada kelas
eksperimen dan kontrol. Terdapat perbedaan aktivitas siswa yang cukup signifikan
antara kelas eksperimen dan kontrol, terbukti pada kelas eksperimen sebagian besar
siswa termasuk dalam kategori aktivitas tinggi. Para siswa kelas eksperimen lebih
antusias dengan pembelajaran yang baru, karena pembelajaran yang selama ini
dilaksanakan kurang variatif sehingga membuat siswa merasa bosan. Hal ini
menyebabkan penurunan motivasi belajar siswa dalam memahami materi yang
diajarkan.
Respon guru sendiri terhadap pembelajaran Problem Based Instruction sangat
positif, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat akan berpengaruh pada aktivitas
siswa. Strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa akan mampu
meningkatkan minat siswa untuk lebih termotivasi dalam kegiatan pembelajaran.
Adanya minat dari guru untuk melaksanakan pembelajaran Problem Based
Instruction member kenyamanan guru dalam kegiatan untuk mengajar.
Penerapan pembelajaran Problem Based Instrtuction berbantuan alat peraga
dapat mencapai kompetensi dasar di SMP Negeri 1 Demak, dapat meningkatkan
hasil belajar siswa, serta dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: Pertama,
pembelajaran Problem Based Instruction berbantuan alat peraga dapat mencapai
kompetensi dasar siswa serta meningkatkan hasil belajar pada materi cahaya di SMP
Negeri 1 Demak tahun ajaran 2009/2010. Kedua, pembelajaran Problem Based
Instruction berbantuan alat peraga lebih baik dari pada pembelajaran konvensional di
SMP Negeri 1 Demak tahun ajaran 2009/2010. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
belajar kognitif siswa, dengan nilai rata-rata pada kelas kontrol sebesar 69,3415
sedangkan pada kelas eksperimen sebesar 73,5238. Peningkatan hasil belajar pada
kelas kontrol sebesar 45% sedangkan pada kelas eksperimen sebesar 52%.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti dengan tujuan memberikan sumbangan
pemikiran untuk meningkatkan kualitas pendidikan terutama dalam kegiatan belajar
mengajar untuk mata pelajaran IPA (fisika) di SMP Negeri 1 Demak yaitu sebagai
berikut: Pertama, guru seyogianya mempertimbangkan pembelajaran Problem
Based Instruction berbantuan alat peraga untuk diterapkan, karena metode
pembelajaran ini terbukti mampu mencapai kompetensi dasar dari tiap siswa dan
mampu meningkatkan hasi belajar siswa secara signifikan. Kedua, pelaksanaan
pembelajaran Problem Based Instruction membutuhkan waktu yang panjang,
sehingga efisiensi waktu sangat diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
32
DAFTAR PUSTAKA
Amirul Hadi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka
Setia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Kanginan, Marthen. 2007. Fisika untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Nawawi, Hadari. 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Sears dan Zemansky. 2002. Fisika Universitas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
33
top related