jazirah arab
Post on 18-Jun-2015
1.677 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jazirah arab ialah sebuah tanah semenanjung terletak di bagian barat daya benua Asia,
tanah ini terkenal dengan nama jazirah Arab atau pulau Arab, walaupun masih bertali
dengan daratan benua Asia. Karena ia dilingkupi oleh lautan dari tiga segi, yaitu
lautan Merah, lautan Hindia, lautan Oman dan selat Persia. Jazirah Arab terbagi atas
dua bagian yaitu, bagian tengah dan bagian tepi. Bagian tengah terbagi atas dua yaitu:
bagian utara disebut "Najed" dan bagian selatan disebut "al-Ahqof".
Pada jazirah arab bagian tengah terdiri dari tanah pegunungan yang amat jarang
dituruni hujan. Penduduknyapun sedikit sekali, yaitu terdiri dari kaum pengembara
yang berpindah-pindah tempat menuruti turunnya hujan, dan mencari padang-padang
yang ditumbuhi rumput tempat mengembala binatang ternaknya.
Sedanngkan pada jazirah Arab bagian tepi, hujan turun dengan teratur. Oleh karena
itu penduduknya tidak mengembara, melainkan menetap di tempatnya. Mereka
mendirikn kota-kota dan kerajaan-kerajaan dan sempat pula membina berbagai
kebudayan.
II. PEMBAHASAN
A. Kondisi Politik
Ahli sejarah membagi penduduk jazirah arab menjadi dua yaitu Arab Baidah dan
Arab Baqiyah.
Ø Arab Baidah yaitu orang-orang arab yang telah lenyap jejaknya. Dan tidak dikethui
lagi kecuali karena tersebut dalam kitab-kitab suci, seperti kaum Ad dan kaum
Tsamud.
Ø Arab Baqiyah (Arab Lestari), yaitu orng-orang Arab yang masih terdapat jejaknya.
Dinegeri-negeri Jazirah Arab telah berdiri beberapa kerajaan yang sifatnya dan
bentuknya dua macam:
1
Ø Kerjaan yang bermahkota, tetapi tunduk pada kerajaan lain (mendapat otonomi
dalm negeri).
Ø Kerjaan tidak bermahkota, tetapi mempunyai kemerdekaan penuh. Ia juga
mempunyai apa yang dipunyai oleh kerajaan-kerajaan sebenarnya. Kerajaan yang
bermahkota sangat banyak, diantaranya yaitu :
1.
Kerajaan Makyam, kerajaan ini terletak diselatan arabia yaitu didaerah Yaman.
2.
Kerajaan Saba', kerajaan ini juga berdiri didaerah Yaman yang pada waktu itu
kerajaan Saba' ini menggantikan kerajaan Makyam. Kerajan Saba' mulai berdiri tahun
950 SM. Mula berdirinya merupakan satu kerajaan kecil saja, kemudian bertambah
besar dan luas. Sementara itu Kerajan Makyam dan Quthban semakin kecil dan
lemah. Akhirnya roboh dan dikuasai Kerajaan Saba' dan Kerajaan Saba' berdiri
sampai tahuhn 115 SM.
3.
Kerajaan Himyar, berdiri mulai Kerajaan Saba' mulai lemah. Kelemahan kerajaan
Saba' memberi kesempatan bagi kerajaan Himyar untuk tumbuh dan berkembang
dengan pesat hingga akhirnya kerajaan Himyar dapat menguasai kerajaan Saba'.
4.
Kerajaan Hirah, sejarah keamiran Hirah ini mulai sejak abad 111 M. dan terus berdiri
sampai lahirnya Islam. Kerajaan ini telah berjasa juga terhadap kebudayaan Arab,
2
karena warga negaranya, banyak mengadakan perjalanan-perjalanan diseluruh jazirah
Arab terutama untuk berniaga, dalam pada itu mereka juga menyiarkan kepandaian
menulis dan membaca. Karena itu mereka dapat dianggap sebagai pennyiar ilmu
pengetahuan di jazirah Arab.
5.
Kerajaan Ghassan, nama Ghassan itu berasal dari mata air di Syam yang disebut "
Ghassan". Kaum Ghassan memerintah dibagian selatan dari negeri Syam dan
dibagian utara dari jazirah Arab. Mereka telah mempunyai kebuayaan yang tinggi,
dan menganut agama Masehi yang diterimanya dari bangsa Romawi dan merekalah
yang memasukkan agama Masehi itu ke jazirah Arab.
6.
Hijaz, Hijaz berbeda dengan negeri-negeri arab yang lain, telah dapat menjaga
kemerdekaannya. Tidak pernah negeri Hijaz dijajah, diduduki dan dipengaruhi
negara-nagara asing. Hal itu disebabkan oleh letak dan kemiskinan negerinya,
sehingga tidak menimbulkan keinginan pada negara-negara lain untuk menjajahnya.
7.
Mekkah, yaitu kota tempat berdirinya Ka'bah. Dikeliling Ka'bah didirikan berbagai
patung untuk disembah sebagai Tuhan orang-orang Arab. Pada mulanya Mekkah dan
Ka'bah dikuasai oleh Nabi Ismail, kemudian putra sulungnya Nabit, kemudian oleh
penguasa-penguasa dari kabilah Jurhum. Kemudian kabilah Jurhum diganti oleh
kabilah Khuza'ah, yang datang dari Yaman setelah runtuhnya bendungan Ma'rib, dan
berkusa di Mekkah selama 300 th. Dalam periode ini mereka banyk membuat
kesalahan, terutama dalam bidang agama.
3
Dalam abad V M, kaum Quraisy merebut pimpinan Mekkah dan Ka'bah dari
Khuza'ah. Dibawah pimpinan kaum Quraisy Mekkah menjadi maju. Untuk mengurus
Mekkah dan sekitarnya, didirikanlah semacam pemerintahan oleh kaum Quraisy.
Pada zaman Abdul Muthalib Mekkah lebih maju dan telaga Zam-Zam disempurnakan
pemugarannya yaitu dalam tahun 540 M.
B. Kondisi Sosial
Ada dua cara dalam mempelajari syair Arab dimasa Jahiliyah, kedua cara itu sangat
besar faedahnya :
Ø Mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bangsa Arab sangat
dihargai.
Ø Mempelajari syair itu dengan maksud, supaya kita dapat mengetahui adat istiadat
dan budi pekerti bangsa Arab.
Syair adalah salah satu seni yang paling indah yang amat dihargai dan dimulyakan
oleh bangsa Arab. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi penyir-penyair, untuk
mendengarkan syair-syair mereka.
4
Ada beberapa pasar tempat penyair-penyair berkumpul, yaitu : Pasar Ukaz,
Majinnah, dan Zul Majas. Dipasar-pasar itu penyir-penyair memperdengarkan
syairnya yang telah disiapkannya untuk maksud itu, dengan di kelilingi oleh warga
sukunya; yang memuji dan merasa bangga dengan penyair-penyair mereka. Dipilihlah
diantara syair-syair itu yang terbagus, lalu digantungkan di Ka'bah tidak jauh dari
patung dewa-dewa pujaan mereka.Seorang penyair mempunyai kedudukan yang
sangat amat tinggi dalam masyarakat bangsa Arab.Salah satu pengaruh dari syair pada
bangsa Arab ialah bahwa syair itu dapat meninggikan derajat seorang yang tadinya
hina, atau sebaliknya, dapat menghina-dinakan seseorang yang tadinya mulia.
Sebagai contoh dapat kita sebutkan disini Abdul 'Uzza Ibnu 'Amir, dia adalah
seorang yang hidupnya melarat dan putri-putrinya banyak, akan tetapi tidak ada
pemuda-pemuda yang mau memperistri mereka. Kemudian dia dipuji oleh al A'sya
seorang penyair ulung. Syair al A'sya yang berisi pujian itu tersiar kemana-mana.
Dengan demikian menjadi masyhurlah Abdul 'Uzza itu; penghidupanya menjadi baik,
maka berebutlah pemuda-pemuda meminang putri-putrinya. Itulah syair dan
demikianlah pengaruhnya, syair itu sebagai suatu seni yang telah menggambarkan
kehidupan, budi pekerti, dan adat istiadat bangsa Arab.
Syair-syair dari penyair-penyair yang hidup dimasa Jahiliyah menjadi sumber yang
terpenting bagi sejarah bangsa Arab sebelum Islam. Syair-syair dapat
menggambarkan kehidupan bangsa Arab dimasa Jahiliyyah. Orang yang membaca
syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab tergambar dengan jelas pada syair
itu. Dia akan melihat padang pasir kemah-kemah tempat permainan dan sumber-
sumber air. Dia akan mendengar tutur kata pemimpin-pemimpin laki-laki dan wanita.
5
Di akan mendengar bunyi kuda dan gemerincingan pedang. Syair itu akan
mengisahkan kepadanya peperangan-peperangan, adat istidat dan budi pekerti bangsa
Arab, dan banyak lagi hal-hal lain yang syair Arab Jahiliyah itu adalah sumber untuk
mengetahuinya.
C. Kondisi Agama
Ada perlainan pendapat dalam kalangan ahli-ahli sejarah agama tentang
menentukan keadaan keadaan yang menolong bagi pertumbuhan dan perkembangan
naluri beragama itu.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa naluri beragama akan tumbuh dan
berkembang, bila fikiran telah maju dan kecerdasan tinggi; bila manusia telah sampai
kepada taraf berfikir tentang dirinya, bagaimana dirinya itu dijadikan, tenaga-tenaga
dan daya-daya apa yang ada pada dirinya itu, bagaimana dia dapat melihat dan
mendengar dan sebagainya.
Sedang sebagian lain berpendapat bahwa naluri beragama itu tumbuh dan
berkembang, dimana perbedaan gejala-gejala alam amat jelas kelihatannya, dimana
manusia merasa lemah berhadapan dengan gejala-gejala alam itu, maka timbullah
keinginannya hendak meminta pertolongan atau meminta perlindungan kepada gejala-
gejala alam itu. Beginilah halnya manusia primitif ; dikala mereka melihat hujan,
angin, penyakit, maut, binatang-binatang buas, mereka merasakan kelemahan mereka
maka oleh karena itu dicarilah perlindungan. Juga terdapat dari bekas-bekas zaman
6
purbakala itu telah dapat diketahui orang, apakah agama yang dipeluk pada masa itu.
Rupanya mereka juga menyembah bulan dan matahari, mereka sifatkan kedua benda
itu dengan bermacam-macam sifat, mereka sembah. Barang kali lantaran dialah
penerang yang utama alam ini, dan bintang-bintang adalah sebagai pahlawan-
pahlawan wakil Tuhan Matahari.
Penyelidikan-penyelidikan ilmiah telah menunjukkan bahwa jazirah Arab yang
sekarang merupakan padang pasir yang tandus, dahulunya adalah bumi yang subur
dan hijau, yang telah menganugerahkan kepada penduduknya berbagai macam
kemakmuran. Oleh karena itu amat boleh jadi perasaan keagamaan telah timbul pada
bangsa Arab semenjak zaman yang disebutkan. Dikatakan demikian karena semangat
beragama amat kuat pada bangsa Arab, hal ini adalah nyata dan tidak diragukan lagi,
serta dapat disaksikan setiap hari.
Bangsa Arab adalah salah satu dari bangsa-bangsa yang telah mendapat petunjuk.
Mereka mengikuti agama Nabi Ibrahim, setelah Nabi Ibrahim melarikan dii dari
kaumnya yang hendak membakar dengan api, karena beliau mengingkari dan
melawan dewa-dewa mereka.
Tetapi bangsa Arab setelah mengikuti Nabi Ibrahim lantas kembali lagi
menyembah berhala. Berhala-berhala itu mereka buat dari batu dan ditegakkan di
Ka'bah. Dengan demikian agama Nabi Ibrahim bercampur-aduklah dengan
kepercayaan Watsani, dan hampir-hampir kepercayaan Watsani itu dapat
mengalahkan agama Nabi Ibrahim, atau benar-benar agama Nabi Ibrahim telah kalah
7
oleh kepercayaan Watsani.
D. Kesimpulan
1.
Sebelum Islam datang dijazirah Arab sudah berdiri kerajaan-kerajaan dan membentuk
peradapan. Peradapan yang terus berkembang dan maju.
2.
Kondisi
sosial bangsa arab menjadikan syair sebagai kesenian dan sebagai penjelmaan adat
istiadat bangsa Arab, watak, dan kondisi sosil mereka.
3.
bangsa Arab sebelum Islam telah mempunyai kepercayaan dengan melihat fenomena
alam dan menjadikannya sebagai Dewa seperti hujan, petir, gempa bumi dan
sebagainya. Juga menjadikan benda-benda langit sebagai Dewa dan menyembahnya
seperti Matahari, Bulan dan Bintang.
ttp://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/kondisi-sosial-politik-dan-agama-
arab.html
8
BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM
Muhammad Husain Haekal
Kedua kekuatan yang sekarang sedang berhadap-hadapan itu
ialah: kekuatan Kristen dan kekuatan Majusi, kekuatan Barat
berhadapan dengan kekuatan Timur. Bersamaan dengan itu
kekuasaan-kekuasaan kecil yang berada dibawah pengaruh kedua
kekuatan itu, pada awal abad keenam berada di sekitar jazirah
Arab. Kedua kekuatan itu masing-masing mempunyai hasrat
ekspansi dan penjajahan. Pemuka-pemuka kedua agama itu
masing-masing berusaha sekuat tenaga akan menyebarkan agamanya
ke atas kepercayaan agama lain yang sudah dianutnya.
Sungguhpun demikian jazirah itu tetap seperti sebuah oasis
yang kekar tak sampai terjamah oleh peperangan, kecuali pada
beberapa tempat di bagian pinggir saja, juga tak sampai
terjamah oleh penyebaran agama-agama Masehi atau Majusi,
kecuali sebagian kecil saja pada beberapa kabilah. Gejala
demikian ini dalam sejarah kadang tampak aneh kalau tidak kita
lihat letak dan iklim jazirah itu serta pengaruh keduanya
terhadap kehidupan penduduknya, dalam aneka macam perbedaan
dan persamaan serta kecenderungan hidup mereka masing-masing.
Jazirah Arab bentuknya memanjang dan tidak parallelogram. Ke
sebelah utara Palestina dan padang Syam, ke sebelah timur
9
Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk Persia, ke
sebelah selatan Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke
sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan
daerah ini dilingkungi lautan, dari utara padang sahara dan
dari timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan tetapi bukan
rintangan itu saja yang telah melindunginya dari serangan dan
penyerbuan penjajahan dan penyebaran agama, melainkan juga
karena jaraknya yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu
melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu
kilometer pula. Dan yang lebih-lebih lagi melindunginya ialah
tandusnya daerah ini yang luar biasa hingga semua penjajah
merasa enggan melihatnya. Dalam daerah yang seluas itu sebuah
sungaipun tak ada. Musim hujan yang akan dapat dijadikan
pegangan dalam mengatur sesuatu usaha juga tidak menentu.
Kecuali daerah Yaman yang terletak di sebelah selatan yang
sangat subur tanahnya dan cukup banyak hujan turun, wilayah
Arab lainnya terdiri dari gunung-gunung, dataran tinggi,
lembah-lembah tandus serta alam yang gersang. Tak mudah orang
akan dapat tinggal menetap atau akan memperoleh kemajuan.
Samasekali hidup di daerah itu tidak menarik selain hidup
mengembara terus-menerus dengan mempergunakan unta sebagai
kapalnya di tengah-tengah lautan padang pasir itu, sambil
mencari padang hijau untuk makanan ternaknya, beristirahat
sebentar sambil menunggu ternak itu menghabiskan makanannya,
sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di tempat
10
lain. Tempat-tempat beternak yang dicari oleh orang-orang
badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari
bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di
daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang terserak
di sana-sini dalam wahah-wahah yang berada di sekitar mata
air.
Sudah wajar sekali dalam wilayah demikian itu, yang seperti
Sahara Afrika Raya yang luas, tak ada orang yang dapat hidup
menetap, dan cara hidup manusia yang biasapun tidak pula
dikenal. Juga sudah biasa bila orang yang tinggal di daerah
itu tidak lebih maksudnya hanya sekadar menjelajahinya dan
menyelamatkan diri saja, kecuali di tempat-tempat yang tak
seberapa, yang masih ditumbuhi rumput dan tempat beternak.
Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal
karena sedikitnya orang yang mau mengembara dan mau
menjelajahi daerah itu. Praktis orang zaman dahulu tidak
mengenal jazirah Arab, selain Yaman. Hanya saja letaknya itu
telah dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun
dapat bertahan diri.
Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi lautan
guna mengangkut barang dagangan atau mengadakan pelayaran.
Dari peribahasa Arab yang dapat kita lihat sekarang
menunjukkan, bahwa ketakutan orang menghadapi laut sama
11
seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk
mengangkut barang dagangan itu harus ada jalan lain selain
mengarungi bahaya maut itu. Yang paling penting transpor
perdagangan masa itu ialah antara Timur dan Barat: antara
Rumawi dan sekitarnya, serta India dan sekitarnya. Jazirah
Arab masa itu merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang
diseberanginya melalui Mesir atau melalui Teluk Persia, lewat
terusan yang terletak di mulut Teluk Persia itu. Sudah tentu
wajar sekali bilamana penduduk pedalaman jazirah Arab itu
menjadi raja sahara, sama halnya seperti pelaut-pelaut pada
masa-masa berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai air
daripada daratan, menjadi raja laut. Dan sudah wajar pula
bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal seluk-beluk jalan
para kafilah sampai ke tempat-tempat yang berbahaya, sama
halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal garis-garis
perjalanan kapal sampai sejauh-jauhnya. "Jalan kafilah itu
bukan dibiarkan begitu saja," kataHeeren, "tetapi sudah
menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di daerah padang pasir
yang luas itu, yang biasa dilalui oleh para kafilah, alam
telah memberikan tempat-tempat tertentu kepada mereka,
terpencar-pencar di daerah tandus, yang kelak menjadi tempat
mereka beristirahat. Di tempat itu, di bawah naungan
pohon-pohon kurma dan di tepi air tawar yang mengalir di
sekitarnya, seorang pedagang dengan binatang bebannya dapat
menghilangkan haus dahaga sesudah perjalanan yang melelahkan
12
itu. Tempat-tempat peristirahatan itu juga telah menjadi
gudang perdagangan mereka, dan yang sebagian lagi dipakai
sebagai tempat penyembahan, tempat ia meminta perlindungan
atas barang dagangannya atau meminta pertolongan dari tempat
itu."1
Lingkungan jazirah itu penuh dengan jalan kafilah. Yang
penting di antaranya ada dua. Yang sebuah berbatasan dengan
Teluk Persia, Sungai Dijla, bertemu dengan padang Syam dan
Palestina. Pantas jugalah kalau batas daerah-daerah sebelah
timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur. Sedang yang
sebuah lagi berbatasan dengan Laut Merah; dan karena itu
diberi nama Jalan Barat. Melalui dua jalan inilah produksi
barang-barang di Barat diangkut ke Timur dan barang-barang di
Timur diangkut ke Barat. Dengan demikian daerah pedalaman itu
mendapatkan kemakmurannya.
Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat tentang
negeri-negeri yang telah dilalui perdagangan mereka itu.
Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik pihak Barat
maupun pihak Timur sedikit sekali yang mau mengarunginya -
kecuali bagi mereka yang sudah biasa sejak masa mudanya.
Sedang mereka yang berani secara untung-untungan
mempertaruhkan nyawa banyak yang hilang secara sia-sia di
tengah-tengah padang tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa
13
hidup mewah di kota, tidak akan tahan menempuh gunung-gunung
tandus yang memisahkan Tihama dari pantai Laut Merah dengan
suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga
orang yang sampai ke tempat tersebut - yang hanya mengenal
unta sebagai kendaraan - ia akan mendaki celah-celah
pegunungan yang akhirnya akan menyeberang sampai ke dataran
tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang yang sudah
biasa hidup dalam sistem politik yang teratur dan dapat
menjamin segala kepuasannya akan terasa berat sekali hidup
dalam suasana pedalaman yang tidak mengenal tata-tertib
kenegaraan. Setiap kabilah, atau setiap keluarga, bahkan
setiap pribadipun tidak mempunyai suatu sistiem hubungan
dengan pihak lain selain ikatan keluarga atau kabilah atau
ikatan sumpah setia kawan atau sistem jiwar (perlindungan
bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang lemah kepada
yang lebih kuat.
Pada setiap zaman tata-hidup bangsa-bangsa pedalaman itu
memang berbeda dengan kehidupan di kota-kota. Ia sudah puas
dengan cara hidup saling mengadakan pembalasan, melawan
permusuhan dengan permusuhan, menindas yang lemah yang tidak
mempunyai pelindung. Keadaan semacam ini tidak menarik
perhatian orang untuk membuat penyelidikan yang lebih dalam.
Oleh karena itu daerah Semenanjung ini tetap tidak dikenal
14
dunia pada waktu itu. Dan barulah kemudian - sesudah Muhammad
s.a.w. lahir di tempat tersebut - orang mulai mengenal
sejarahnya dari berita-berita yang dibawa orang dari tempat
itu, dan daerah yang tadinya samasekali tertutup itu sekarang
sudah mulai dikenal dunia.
Tak ada yang dikenal dunia tentang negeri-negeri Arab itu
selain Yaman dan tetangga-tetangganya yang berbatasan dengan
Teluk Persia. Hal ini bukan karena hanya disebabkan oleh
adanya perbatasan Teluk Persia dan Samudera Indonesia saja,
tetapi lebih-lebih disebabkan oleh - tidak seperti
jazirah-jazirah lain - gurun sahara yang tandus. Dunia tidak
tertarik, negara yang akan bersahabatpun tidak merasa akan
mendapat keuntungan dan pihak penjajah juga tidak punya
kepentingan. Sebaliknya, daerah Yaman tanahnya subur, hujan
turun secara teratur pada setiap musim. Ia menjadi negeri
peradaban yang kuat, dengan kota-kota yang makmur dan
tempat-tempat beribadat yang kuat sepanjang masa. Penduduk
jazirah ini terdiri dari suku bangsa Himyar, suatu suku bangsa
yang cerdas dan berpengetahuan luas. Air hujan yang menyirami
bumi ini mengalir habis menyusuri tanah terjal sampai ke laut.
Mereka membuat Bendungan Ma'rib yang dapat menampung arus air
hujan sesuai dengan syarat-syarat peradaban yang berlaku.
Sebelum di bangunnya bendungan ini , air hujan yang deras
15
terjun dari pegunungan Yaman yang tinggi-tinggi itu, menyusur
turun ke lembah-lembah yang terletak di sebelah timur kota
Ma'rib. Mula-mula air turun melalui celah-celah dua buah
gunung yang terletak di kanan-kiri lembah ini, memisahkan satu
sama lain seluas kira-kira 400 meter. Apabila sudah sampai di
Ma'rib air itu menyebar ke dalam lembah demikian rupa sehingga
hilang terserap seperti di bendungan-bendungan Hulu Sungai
Nil. Berkat pengetahuan dan kecerdasan yang ada pada penduduk
Yaman itu, mereka membangun sebuah bendungan, yaitu Bendungan
Ma'rib. Bendungan ini dibangun daripada batu di ujung lembah
yang sempit, lalu dibuatnya celah-celah guna memungkinkan
adanya distribusi air ke tempat-tempat yang mereka kehendaki
dan dengan demikian tanah mereka bertambah subur.
Peninggalan-peninggalan peradaban Himyar di Yaman yang pernah
diselidiki - dan sampai sekarang penyelidikan itu masih
diteruskan -menunjukkan, bahwa peradaban mereka pada suatu
saat memang telah mencapai tingkat yang tinggi sekali, juga
sejarahpun menunjukkan bahwa Yaman pernah pula mengalami
bencana.
Sungguhpun begitu peradaban yang dihasilkan dari kesuburan
negerinya serta penduduknya yang menetap menimbulkan gangguan
juga dalam lingkungan jazirah itu. Raja-raja Yaman kadang dari
keluarga Himyar yang sudah turun-temurun, kadang juga dari
16
kalangan rakyat Himyar sampai pada waktu Dhu Nuwas al-Himyari
berkuasa. Dhu Nuwas sendiri condong sekali kepada agama Musa
(Yudaisma), dan tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
menimpa bangsanya. Ia belajar agama ini dari orang-orang
Yahudi yang pindah dan menetap di Yaman. Dhu Nuwas inilah yang
disebut-sebut oleh ahli-ahli sejarah, yang termasuk dalam
kisah "orang-orang yang membuat parit," dan menyebabkan
turunnya ayat: "Binasalah orang-orang yang telah membuat
parit. Api yang penuh bahan bakar. Ketika mereka duduk di
tempat itu. Dan apa yang dilakukan orang-orang beriman itu
mereka menyaksikan. Mereka menyiksa orang-orang itu hanya
karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Mulia dan
Terpuji." (Qur'an 85:4-8)
Cerita ini ringkasnya ialah bahwa ada seorang pengikut Nabi
Isa yang saleh bernama Phemion telah pindah dari Kerajaan
Rumawi ke Najran. Karena orang ini baik sekali, penduduk kota
itu banyak yang mengikuti jejaknya, sehingga jumlah mereka
makin lama makin bertambah juga. Setelah berita itu sampai
kepada Dhu Nuwas, ia pergi ke Najran dan dimintanya kepada
penduduk supaya mereka masuk agama Yahudi, kalau tidak akan
dibunuh. Karena mereka menolak, maka digalilah sebuah parit
dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit
itu dan yang tidak mati karena api, dibunuhnya kemudian dengan
pedang atau dibikin cacat. Menurut beberapa buku sejarah
17
korban pembunuhan itu mencapai duapuluh ribu orang. Salah
seorang di antaranya dapat lolos dari maut dan dari tangan Dhu
Nuwas, ia lari ke Rumawi dan meminta bantuan Kaisar
Yustinianus atas perbuatan Dhu Nuwas itu. Oleh karena letak
Kerajaan Rumawi ini jauh dari Yaman, Kaisar itu menulis surat
kepada Najasyi (Negus) supaya mengadakan pembalasan terhadap
raja Yaman. Pada waktu itu [abad ke-6] Abisinia yang dipimpin
oleh Najasyi sedang berada dalam puncak kemegahannya.
Perdagangan yang luas melalui laut disertai oleh armada yang
kuat2 dapat menancapkan pengaruhnya sampai sejauh-jauhnya.
Pada waktu itu ia menjadi sekutu Imperium Rumawi Timur dan
yang memegang panji Kristen di Laut Merah, sedang Kerajaan
Rumawi Timur sendiri menguasainya di bagian Laut Tengah.
Setelah surat Kaisar sampai ke tangan Najasyi, ia mengirimkan
bersama orang Yaman itu - yang membawa surat - sepasukan
tentara di bawah pimpinan Aryat (Harith) dan Abraha al-Asyram
salah seorang prajuritnya. Aryat menyerbu Kerajaan Yaman atas
nama penguasa Abisinia. Ia memerintah Yaman ini sampai ia
dibunuh oleh Abraha yang kemudian menggantikan kedudukannya.
Abraha inilah yang memimpin pasukan gajah, dan dia yang
kemudian menyerbu Mekah guna menghancurkan Ka'bah tetapi
gagal, seperti yang akan terlihat nanti dalam pasal berikut.
Anak-anak Abraha kemudian menguasai Yaman dengan tindakan
18
sewenang-wenang. Melihat bencana yang begitu lama menimpa
penduduk, Saif bin Dhi Yazan pergi hendak menemui Maharaja
Rumawi. Ia mengadukan hal itu kepadanya dan memintanya supaya
mengirimkan penguasa lain dan Rumawi ke Yaman. Tetapi karena
adanya perjanjian persekutuan antara Kaisar Yustinianus dengan
Najasyi tidak mungkin ia dapat memenuhi permintaan Saif bin
Dhi Yazan itu. Oleh karena itu Saif meninggalkan Kaisar dan
pergi menemui Nu'man bin'l-Mundhir selaku Gubernur yang
diangkat oleh Kisra untuk daerah Hira dan sekitarnya di Irak.3
Nu'man dan Saif bin Dhi Yazan bersama-sama datang menghadap
Kisra Parvez. Waktu itu ia sedang duduk dalam Ruangan Resepsi
(Iwan Kisra) yang megah dihiasi oleh lukisan-lukisan bimasakti
pada bagian tahta itu. Di tempat musim dinginnya bagian ini
dikelilingi dengan tabir-tabir dari bulu binatang yang mewah
sekali. Di tengah-tengah itu bergantungan lampu-lampu kendil
terbuat daripada perak dan emas dan diisi penuh dengan air
tawar. Di atas tahta itulah terletak mahkotanya yang besar
berhiaskan batu delima, kristal dan mutiara bertali emas dan
perak, tergantung dengan rantai dari emas pula. Ia sendiri
memakai pakaian serba emas. Setiap orang yang memasuki tempat
itu akan merasa terpesona oleh kemegahannya. Demikian juga
halnya dengan Saif bin Dhi Yazan.
Kisra menanyakan maksud kedatangannya itu dan Saifpun
19
bercerita tentang kekejaman Abisinia di Yaman. Sungguhpun pada
mulanya Kisra Parvez ragu-ragu, tetapi kemudian ia mengirimkan
juga pasukannya di bawah pimpinan Wahraz (Syahrvaraz?), salah
seorang keluarga ningrat Persia yang paling berani. Persia
telah mendapat kemenangan dan orang-orang Abisinia dapat
diusir dari Yaman yang sudah didudukinya selama 72 tahun itu.
Sejak itulah Yaman berada di bawah kekuasaan Persia, dan
ketika Islam lahir seluruh daerah Arab itu berada dalam
naungan agama baru ini.
Akan tetapi orang-orang asing yang telah menguasai Yaman itu
tidak langsung di bawah kekuasaan Raja Persia. Terutama hal
itu terjadi setelah Syirawih (Shiruya Kavadh II) membunuh
ayahnya, Kisra Parvez, dan dia sendiri menduduki takhta. Ia
membayangkan - dengan pikirannya yang picik itu bahwa dunia
dapat dikendalikan sekehendaknya dan bahwa kerajaannya
membantu memenuhI kehendaknya yang sudah hanyut dalam hidup
kesenangan itu. Masalah-masalah kerajaan banyak sekali yang
tidak mendapat perhatian karena dia sudah mengikuti nafsunya
sendiri. Ia pergi memburu dalam suatu kemewahan yang belum
pernah terjadi Ia berangkat diiringi oleh pemuda-pemuda
ningrat berpakaian merah, kuning dan lembayung, dikelilingi
oleh pengiring-pengiring yang membawa burung elang dan harimau
yang sudah dijinakkan dan ditutup moncongnya; oleh budak-budak
20
yang membawa wangi-wangian, oleh pengusir-pengusir lalat dan
pemain-pemain musik. Supaya merasa dirinya dalam suasana musim
semi sekalipun sebenarnya dalam musim dingin yang berat, ia
beserta rombongannya duduk di atas permadani yang lebar
dilukis dengan lorong-lorong, ladang dan kebun yang ditanami
bunga-bungaan aneka warna, dan dilatarbelakangi oleh
semak-semak, hutan hijau serta sungai-sungai berwarna perak.
Tetapi sungguhpun Syirawih begitu jauh mengikuti
kesenangannya, kerajaan Persia tetap dapat mempertahankan
kemegahannya, dan tetap merupakan lawan yang kuat terhadap
kekuasaan Bizantium dan penyebaran Kristen. Sekalipun dengan
naik tahtanya Syirawih ini telah mengurangi kejayaan
kerajaannya, ia telah memberi kesempatan kepada kaum Muslimin
memasuki negerinya dan menyebarkan Islam.
Yaman yang telah dijadikan gelanggang pertentangan sejak abad
ke-4 itu sebenarnya telah meninggalkan bekas yang dalam sekali
dalam sejarah Semenanjung Arab dari segi pembagian
penduduknya. Disebutkan bahwa Bendungan Ma'rib yang oleh
suku-bangsa Himyar telah dimanfaatkan untuk keuntungan
negerinya, telah hancur pula dilanda banjir besar. Disebabkan
oleh adanya pertentangan yang terus-menerus itu, lalailah
mereka yang harus selalu mengawasi dan memeliharanya.
Bendungan itu lapuk dan tidak tahan lagi menahan banjir.
21
Dikatakan juga, bahwa setelah Rumawi melihat Yaman menjadi
pusat pertentangan antara kerajaannya dengan Persia dan bahwa
perdagangannya terancam karena pertentangan itu, iapun
menyiapkan armadanya menyeberangi Laut Merah - antara Mesir
dengan negeri-negeri Timur yang jauh - guna menarik
perdagangan yang dibutuhkan oleh negerinya. Dengan demikian
tidak perlu lagi ia menempuh jalan kafilah.
Mengenai peristiwanya, ahli-ahli sejarah sependapat, tetapi
mengenai sebab terjadinya peristiwa itu mereka berlainan
pendapat. Peristiwanya ialah mengenai pindahnya kabilah Azd di
Yaman ke Utara. Semua mereka sependapat tentang kepindahan
ini, sekalipun sebagian menghubungkannya dengan sepinya
beberapa kota di Yaman karena mundurnya perdagangan yang biasa
melalui tempat itu. Yang lain menghubung-hubungkan kepada
rusaknya bendungan Ma'rib, sehingga banyak di antara
kabilah-kabilah yang pindah karena takut binasa. Tetapi apapun
juga kejadiannya, namun adanya imigrasi ini telah menyebabkan
Yaman jadi berhubungan dengan negeri-negeri Arab lainnya,
suatu hubungan keturunan dan percampuran yang sampai sekarang
masih dicoba oleh para sarjana menyelidikinya.
Apabila sistem politik di Yaman sudah menjadi kacau seperti
yang dapat kita saksikan, yang disebabkan oleh keadaan yang
menimpa negeri itu serta dijadikannya tempat itu medan
22
pertarungan, maka struktur politik serupa itu tidak dikenal
pada beberapa negeri Semenanjung Arab lainnya waktu itu.
Segala macam sistem yang dapat dianggap sebagai suatu sistem
politik seperti pengertian kita sekarang atau seperti
pengertian negara-negara yang sudah maju pada masa itu, di
daerah-daerah seperti Tihama, Hijaz, Najd dan sepanjang
dataran luas yang meliputi negeri-negeri Arab, pengertian
demikian itu belum dikenal. Anak negeri pada masa itu bahkan
sampai sekarang adalah penduduk pedalaman yang tidak biasa di
kota-kota. Mereka tidak betah tinggal menetap di suatu tempat.
Yang mereka kenal hanyalah hidup mengembara selalu,
berpindah-pindah mencari padang rumput dan menuruti keinginan
hatinya. Mereka tidak mengenal hidup cara lain selain
pengembaraan itu.
Seperti juga ditempat-tempat lain, disinipun dasar hidup
pengembaraan itu ialah kabilah. Kabilah-kabilah yang selalu
pindah dan mengembara itu tidak mengenal suatu peraturan atau
tata-cara seperti yang kita kenal. Mereka hanya mengenal
kebebasan pribadi, kebebasan keluarga dan kebebasan kabilah
yang penuh. Sedang orang kota, atas nama tata-tertib mau
mengalah dan membuang sebagian kemerdekaan mereka untuk
kepentingan masyarakat dan penguasa, sebagai imbalan atas
ketenangan dan kemewahan hidup mereka. Sedang seorang
pengembara tidak pedulikan kemewahan, tidak betah dengan
23
ketenangan hidup menetap, juga tidak tertarik kepada apapun -
seperti kekayaan yang menjadi harapan orang kota - selain
kebebasannya yang mutlak. Ia hanya mau hidup dalam persamaan
yang penuh dengan anggota-anggota kabilahnya atau
kabilah-kabilah lain sesamanya. Dasar kehidupannya ialah
seperti makhluk-makhluk lain, mau survive, mau bertahan terus
sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah kehormatannya yang sudah
ditanamkan dalam hidup mengembara yang serba bebas itu.
Oleh karena itu, kaum pengembara tidak menyukai tindakan
ketidak adilan yang ditimpakan kepada mereka. Mereka mau
melawannya mati-matian, dan kalau tidak dapat melawan,
ditinggalkannya tempat tinggal mereka itu, dan mereka
mengembara lagi ke seluruh jazirah, bila memang terpaksa harus
demikian.
Juga itu pula sebabnya, perang adalah jalan yang paling mudah
bagi kabilah-kabilah ini bila harus juga timbul perselisihan
yang tidak mudah diselesaikan dengan cara yang terhormat.
Karena bawaan itu juga, maka tumbuhlah di kalangan sebagian
besar kabilah-kabilah itu sifat-sifat harga diri, keberanian,
suka tolong-menolong, melindungi tetangga serta sikap
memaafkan sedapat mungkin dan semacamnya. Sifat-sifat ini akan
makin kuat apabila semakin dekat ia kepada kehidupan
pedalaman, dan akan makin hilang apabila semakin dekat ia
24
kepada kehidupan kota.
Seperti kita sebutkan, karena faktor-faktor ekonomi juga, baik
Rumawi maupun Persia, hanya merasa tertarik kepada Yaman saja
dari antara jazirah lainnya yang memang tidak mau tunduk itu.
Mereka lebih suka meninggalkan tanah air daripada tunduk
kepada perintah. Baik pribadi-pribadi atau kabilah-kabilah
tidak akan taat kepada peraturan apapun yang berlaku atau
kepada lembaga apapun yang berkuasa.
Sifat-sifat pengembaraan itu cukup mempengaruhi daerah yang
kecil-kecil yang tumbuh di sekitar jaziarah karena adanya
perdagangan para kafilah, seperti yang sudah kita terangkan.
Daerah-daerah ini dipakai oleh para pedagang sebagai tempat
beristirahat sesudah perjalanan yang begitu meletihkan. Di
situ mereka bertemu dengan tempat-tempat pemujaan sang dewa
guna memperoleh keselamatan bagi mereka serta menjauhkan
marabahaya gurun sahara serta mengharapkan perdagangan mereka
selamat sampai di tempat tujuan.
Kota-kota seperti Mekah, Ta'if, Yathrib dan yang sejenis itu
seperti wahah-wahah (oase) yang terserak di celah-celah gunung
atau gurun pasir, terpengaruh juga oleh sifat-sifat
pengembaraan demikian itu. Dalam susunan kabilah serta
cabang-cabangnya, perangai hidup, adat-istiadat serta
25
kebenciannya terhadap segala yang membatasi kebebasannya lebih
dekat kepada cara hidup pedalaman daripada kepada cara-cara di
kota, sekalipun mereka dipaksa oleh sesuatu cara hidup yang
menetap, yang tentunya tidak sama dengan cara-hidup pedalaman.
Dalam pembicaraan tentang Mekah dan Yathrib pada pasal berikut
ini akan terlihat agak lebih terperinci.
Lingkungan masyarakat dalam alam demikian ini serta keadaan
moral, politik dan sosial yang ada pada mereka, mempunyai
pengaruh yang sama terhadap cara beragamanya. Melihat
hubungannya dengan agama Kristen Rumawi dan Majusi Persia,
adakah Yaman dapat terpengaruh oleh kedua agama itu dan
sekaligus mempengaruhi kedua agama tersebut di jazirah Arab
lainnya? Ini juga yang terlintas dalam pikiran kita, terutama
mengenai agama Kristen. Misi Kristen yang ada pada masa itu
sama giatnya seperti yang sekarang dalam mempropagandakan
agama. Pengaruh pengertian agama dalam jiwa serta cara hidup
kaum pengembara tidak sama dengan orang kota. Dalam kehidupan
kaum pengembara manusia berhubungan dengan alam, ia merasakan
adanya wujud yang tak terbatas dalam segala bentuknya. Ia
merasa perlu mengatur suatu cara hidup antara dirinya dengan
alam dengan ketak-terbatasannya itu. Sedang bagi orang kota
ketak-terbatasan itu sudah tertutup oleh kesibukannya
hari-hari, oleh adanya perlindungan masyarakat terhadap
dirinya sebagai imbalan atas kebebasannya yang diberikan
26
sebagian kepada masyarakat, serta kesediaannya tunduk kepada
undang-undang penguasa supaya memperoleh jaminan dan hak
perlindungan. Hal ini menyebabkannya tidak merasa perlu
berhubungan dengan yang di luar penguasa itu, dengan kekuatan
alam yang begitu dahsyat terhadap kehidupan manusia. Hubungan
jiwa dengan unsur-unsur alam yang di sekitarnya jadi
berkurang.
Dalam keadaan serupa ini, apakah yang telah diperoleh Kristen
dengan kegiatannya yang begitu besar sejak abad-abad permulaan
dalam menyebarkan ajaran agamanya itu? Barangkali soalnya
hanya akan sampai di situ saja kalau tidak karena adanya
soal-soal lain yang menyebabkan negeri-negeri Arab itu,
termasuk Yaman, tetap bertahan pada paganisma agama
nenek-moyangnya, dan hanya beberapa kabilah saja yang mau
menerima agama Kristen.
Manifestasi peradaban dunia yang paling jelas pada masa itu -
seperti yang sudah kita saksikan - berpusat di sekitar Laut
Tengah dan Laut Merah. Agama-agama Kristen dan Yahudi
bertetangga begitu dekat sekitar tempat itu. Kalau keduanya
tidak memperlihatkan permusuhan yang berarti, juga tidak
memperlihatkan persahabatan yang berarti pula. Orang-orang
Yahudi masa itu dan sampai sekarang juga masih menyebut-nyebut
adanya pembangkangan dan perlawanan Nabi Isa kepada agama
27
mereka. Dengan diam-diam mereka bekerja mau membendung arus
agama Kristen yang telah mengusir mereka dari Palestina, dan
yang masih berlindung dibawah panji Imperium Rumawi yang
membentang luas itu.
Orang-orang Yahudi di negeri-negeri Arab merupakan kaum
imigran yang besar, kebanyakan mereka tinggal di Yaman dan
Yathrib. Di samping itu kemudian agama Majusi (Mazdaisma)
Persia tegak menghadapi arus kekuatan Kristen supaya tidak
sampai menyeberangi Furat (Euphrates) ke Persia, dan kekuatan
moril demikian itu didukung oleh keadaan paganisma di mana
saja ia berada. Jatuhnya Rumawi dan hilangnya kekuasaan yang
di tangannya, ialah sesudah pindahnya pusat peradaban dunia
itu ke Bizantium.
Gejala-gejala kemunduran berikutnya ialah bertambah banyaknya
sekta-sekta Kristen yang sampai menimbulkan pertentangan dan
peperangan antara sesama mereka. Ini membawa akibat merosotnya
martabat iman yang tinggi ke dalam kancah perdebatan tentang
bentuk dan ucapan, tentang sampai di mana kesucian Mariam:
adakah ia yang lebih utama dari anaknya Isa Almasih atau anak
yang lebih utama dari ibu - suatu perdebatan yang terjadi di
mana-mana, suatu pertanda yang akan membawa akibat hancurnya
apa yang sudah biasa berlaku.
28
Ini tentu disebabkan oleh karena isi dibuang dan kulit yang
diambil, dan terus menimbun kulit itu di atas isi sehingga
akhirnya mustahil sekali orang akan dapat melihat isi atau
akan menembusi timbunan kulit itu.
Apa yang telah menjadi pokok perdebatan kaum Nasrani Syam,
lain lagi dengan yang menjadi perdebatan kaum Nasrani di Hira
dan Abisinia. Dan orang-orang Yahudipun, melihat hubungannya
dengan orang-orang Nasrani, tidak akan berusaha mengurangi
atau menenteramkan perdebatan semacam itu. Oleh karena itu
sudah wajar pula orang-orang Arab yang berhubungan dengan kaum
Nasrani Syam dan Yaman dalam perjalanan mereka pada musim
dingin atau musim panas atau dengan orang-orang Nasrani yang
datang dari Abisinia, tetap tidak akan sudi memihak salah satu
di antara golongan-golongan itu. Mereka sudah puas dengan
kehidupan agama berhala yang ada pada mereka sejak mereka
dilahirkan, mengikuti cara hidup nenek-moyang mereka.
Oleh karena itu, kehidupan menyembah berhala itu tetap subur
di kalangan mereka, sehingga pengaruh demikian inipun sampai
kepada tetangga-tetangga mereka yang beragama Kristen di
Najran dan agama Yahudi di Yathrib, yang pada mulanya
memberikan kelonggaran kepada mereka, kemudian turut
menerimanya. Hubungan mereka dengan orang-orang Arab yang
menyembah berhala untuk mendekatkan diri kepada Tuhan itu
29
baik-baik saja.
Yang menyebabkan orang-orang Arab itu tetap bertahan pada
paganismanya bukan saja karena ada pertentangan di antara
golongan-golongan Kristen. Kepercayaan paganisma itu masih
tetap hidup di kalangan bangsa-bangsa yang sudah menerima
ajaran Kristen. Paganisma Mesir dan Yunani masih tetap
berpengaruh ditengah-tengah pelbagai mazhab yang beraneka
macam dan di antara pelbagai sekta-sekta Kristen sendiri.
Aliran Alexandria dan filsafat Alexandria masih tetap
berpengaruh, meskipun sudah banyak berkurang dibandingkan
dengan masa Ptolemies dan masa permulaan agama Masehi.
Bagaimanapun juga pengaruh itu tetap merasuk ke dalam hati
mereka. Logikanya yang tampak cemerlang sekalipun pada
dasarnya masih bersifat sofistik - dapat juga menarik
kepercayaan paganisma yang polytheistik, yang dengan
kecintaannya itu dapat didekatkan kepada kekuasaan manusia.
Saya kira inilah yang lebih kuat mengikat jiwa yang masih
lemah itu pada paganisma, dalam setiap zaman, sampai saat kita
sekarang ini. Jiwa yang lemah itu tidak sanggup mencapai
tingkat yang lebih tinggi, jiwa yang akan menghubungkannya
pada semesta alam sehingga ia dapat memahami adanya kesatuan
yang menjelma dalam segala yang lebih tinggi, yang sublim dari
semua yang ada dalam wujud ini, menjelma dalam Wujud Tuhan
30
Yang Maha Esa. Kepercayaan demikian itu hanya sampai pada
suatu manifestasi alam saja seperti matahari, bulan atau api
misalnya. Lalu tak berdaya lagi mencapai segala yang lebih
tinggi, yang akan memperlihatkan adanya manifestasi alam dalam
kesatuannya itu.
Bagi jiwa yang lemah ini cukup hanya dengan berhala saja. Ia
akan membawa gambaran yang masih kabur dan rendah tentang
pengertian wujud dan kesatuannya. Dalam hubungannya dengan
berhala itu lalu dilengkapi lagi dengan segala gambaran kudus,
yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan di seluruh
dunia, sekalipun dunia yang mendakwakan dirinya modern dalam
ilmu pengetahuan dan sudah maju pula dalam peradaban. Misalnya
mereka yang pernah berziarah ke gereja Santa Petrus di Roma,
mereka melihat kaki patung Santa Petrus yang didirikan di
tempat itu sudah bergurat-gurat karena diciumi oleh
penganut-penganutnya, sehingga setiap waktu terpaksa gereja
memperbaiki kembali mana-mana yang rusak.
Melihat semua itu kita dapat memaklumi. Mereka belum nmendapat
petunjuk Tuhan kepada iman yang sebenarnya Mereka melihat
pertentangan-pertentangan kaum Kristen yang menjadi tetangga
mereka serta cara-cara hidup paganisma yang masih ada pada
mereka, di tengah-tengah mereka sendiri yang masih menyembah
berhala itu sebagai warisan dari nenek-moyang mereka. Betapa
31
kita tak akan memaafkan mereka. Situasi demikian ini sudah
begitu berakar di seluruh dunia, tak putus-putusnya sampai
saat ini, dan saya kira memang tidak akan pernah berakhir.
Kaum Muslimin dewasa inipun membiarkan paganisma itu dalam
agama mereka, agama yang datang hendak menghapus paganisma,
yang datang hendak menghilangkan segala penyembahan kepada
siapa saja selain kepada Allah Yang Maha Esa.
Cara-cara penyembahan berhala orang-orang Arab dahulu itu
banyak sekali macamnya. Bagi kita yang mengadakan penyelidikan
dewasa ini sukar sekali akan dapat mengetahui seluk-beluknya.
Nabi sendiri telah menghancurkan berhala-berhala itu dan
menganjurkan para sahabat menghancurkannya di mana saja
adanya. Kaum Muslimin sudah tidak lagi bicara tentang itu
sesudah semua yang berhubungan dengan pengaruh itu dalam
sejarah dan lektur dihilangkan. Tetapi apa yang disebutkan
dalam Quran dan yang dibawa oleh ahli-ahli sejarah dalam abad
kedua Hijrah - sesudah kaum Muslimin tidak lagi akan tergoda
karenanya - menunjukkan, bahwa sebelum Islam paganisma dalam
bentuknya yang pelbagai macam, mempunyai tempat yang tinggi.
Di samping itu menunjukkan pula bahwa kekudusan
berhala-berhala itu bertingkat-tingkat adanya. Setiap kabilah
atau suku mempunyai patung sendiri sebagai pusat penyembahan.
Sesembahan-sesembahan zaman jahiliah inipun berbeda-beda pula
32
antara sebutan shanam (patung), wathan (berhala) dan nushub.
Shanam ialah dalam bentuk manusia dibuat dari logam atau kayu,
Wathan demikian juga dibuat dari batu, sedang nushub adalah
batu karang tanpa suatu bentuk tertentu. Beberapa kabilah
melakukan cara-cara ibadahnya sendiri-sendiri. Mereka
beranggapan batu karang itu berasal dari langit meskipun
agaknya itu adalah batu kawah atau yang serupa itu. Di antara
berhala-berhala yang baik buatannya agaknya yang berasal dari
Yaman. Hal ini tidak mengherankan. Kemajuan peradaban mereka
tidak dikenal di Hijaz, Najd atau di Kinda. Sayang sekali,
buku-buku tentang berhala ini tidak melukiskan secara
terperinci bentuk-bentuk berhala itu, kecuali tentang Hubal
yang dibuat dari batu akik dalam bentuk manusia, dan bahwa
lengannya pernah rusak dan oleh orang-orang Quraisy diganti
dengan lengan dari emas. Hubal ini ialah dewa orang Arab yang
paling besar dan diletakkan dalam Ka'bah di Mekah. Orang-orang
dari semua penjuru jazirah datang berziarah ke tempat itu.
Tidak cukup dengan berhala-berhala besar itu saja buat
orang-orang Arab guna menyampaikan sembahyang dan memberikan
kurban-kurban, tetapi kebanyakan mereka itu mempunyai pula
patung-patung dan berhala-berhala dalam rumah masing-masing.
Mereka mengelilingi patungnya itu ketika akan keluar atau
sesudah kembali pulang, dan dibawanya pula dalam perjalanan
bila patung itu mengijinkan ia bepergian. Semua patung itu,
33
baik yang ada dalam Ka'bah atau yang ada disekelilingnya,
begitu juga yang ada di semua penjuru negeri Arab atau
kabilah-kabilah dianggap sebagai perantara antara penganutnya
dengan dewa besar. Mereka beranggapan penyembahannya kepada
dewa-dewa itu sebagai pendekatan kepada Tuhan dan menyembah
kepada Tuhan sudah mereka lupakan karena telah menyembah
berhala-berhala itu.
Meskipun Yaman mempunyai peradaban yang paling tinggi di
antara seluruh jazirah Arab, yang disebabkan oleh kesuburan
negerinya serta pengaturan pengairannya yang baik, namun ia
tidak menjadi pusat perhatian negeri-negeri sahara yang
terbentang luas itu, juga tidak menjadi pusat keagamaan
mereka. Tetapi yang menjadi pusat adalah Mekah dengan Ka'bah
sebagai rumah Ismail. Ke tempat itu orang berkunjung dan ke
tempat itu pula orang melepaskan pandang. Bulan-bulan suci
sangat dipelihara melebihi tempat lain.
Oleh karena itu, dan sebagai markas perdagangan jazirah Arab
yang istimewa, Mekah dianggap sebagai ibukota seluruh jazirah.
Kemudian takdirpun menghendaki pula ia menjadi tanah kelahiran
Nabi Muhammad, dan dengan demikian ia menjadi sasaran
pandangan dunia sepanjang zaman. Ka'bah tetap disucikan dan
suku Quraisy masih menempati kedudukan yang tinggi, sekalipun
mereka semua tetap sebagai orang-orang Badwi yang kasar sejak
34
berabad-abad lamanya.
Catatan kaki:
1 Dikutip oleh Sir Muir dalam The Life of Mohammad, p.xc.
2 Cerita demikian terdapat dalam beberapa buku sejarah.
Encylopedia Britannica juga menyebutnya, dan dikutip oleh
penulis-penulis buku Historian's History of the World dan juga
dijadikan pegangan oleh Emile Derminghem dalam la Vie de
Mahomet. Akan tetapi At-Tabari menceritakan melalui Hisyam ibn
Muhammad bahwa setelah orang Yaman itu pergi meminta bantuan
Najasyi atas perbuatan Dhu Nuwas serta menjelaskan apa yang
telah dilakukannya terhadap orang-orang Kristen oleh pembela
agama Yahudi itu dan memperlihatkan sebuah Injil yang sudah
sebagian dimakan api, Najasyi berkata: "Tenaga manusia di sini
banyak, tapi aku tidak punya kapal. Sekarang aku menulis surat
kepada Kaisar supaya mengirimkan kapal dan dengan itu akan
kukirimkan pasukanku." Lalu ia menulis surat kepada Kaisar
dengan melampirkan Injil yang sudah terbakar. Dan menambahkan:
"Hisyam ibn Muhammad menduga, bahwa setelah kapal-kapal itu
sampai ke tempat Najasyi, pasukannyapun dinaikkan dan
berangkat ke pantai Mandab." Lihat Tarikh't-Tabari cetakan
Al-Husainia, vol. 2, p. 106 dan 108.
35
3 Beberapa keterangan dalam buku-buku sejarah berbeda-beda
tentang sebab penyerbuan Abisinia (Habasya) ini ke Yaman.
Keterangan itu mengatakan, bahwa hubungan dagang antara Arab
Musta'riba di Hijaz dengan Yaman dan Abisinia terus
berlangsung. Pada waktu itu pantai-pantai Habasya membentang
sepanjang Laut Merah lengkap dengan armada perdagangannya.
Karena kekayaan dan kesuburannya, Kerajaan Rumawi ingin sekali
menguasai Yaman. Aelius Galius penguasa (prefek) Kaisar Rumawi
di Mesir mengadakan persiapan. akan menyerbu Yaman. Pasukannya
dikerahkan menyeberangi Laut Merah ke Yaman dan juga menyerang
Najran. Tetapi karena adanya penyakit yang menyerang mereka.
Orang-orang Yaman mudah sekali mengusir mereka itu dan
merekapun kembali ke Mesir. Sesudah itupun Rumawõ
berturut-turut menyerang jazirah Arab di Yaman dan di luar
Yaman, tapi kenyataannya tidak lebih menguntungkan dan yang
pernah dilakukan oleh Galius. Saat itu Najasyi di Abisinia
merasa perlu mengadakan pembalasan terhadap Yaman yang telah
memaksakan agama Yahudi terhadap orangorang Rumawi yang
beragama Kristen. Pasukan Aryat dikerahkan menyerbu Yaman dan
berkuasa di tempat itu sampai pada waktu Persia datang
mengusir mereka
A. PENDAHULUAN
Islam menjadi agama yang sangat fenomenal ketika dalam waktu
relatif singkat sejak kelahirannya mampu menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Hal inilah pula yang membuat tertarik Michael H. Hart untuk meneliti Nabi
36
Muhammad sebagai seorang nabi pembawa agama Islam sehingga menempatkan
beliau sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di dunia.[1]
Namun di balik keberhasilannya tersebut, tak urung muncul pula
tudingan bahwa Islam bisa menyebar sedemikian rupa karena disebarkan lewat
jalan kekerasan atau –dalam bahasa konotatif lewat– pedang. Namun apakah
memang begitu faktanya? Inilah salah satu hal yang juga ingin dikupas dalam
makalah ini.
B. PERLUASAN ISLAM KE LUAR JAZIRAH ARAB
1. Di mana Jazirah Arab?
Semenanjung atau jazirah adalah formasi geografis yang terdiri atas
pemanjangan daratan dari badan daratan yang lebih besar (misalnya pulau atau
benua) yang dikelilingi oleh air pada 3 sisinya. Secara umum, semenanjung
adalah tanjung yang (sangat) luas. Sedangkan tanjung sendiri adalah daratan
yang menjorok ke laut, atau daratan yang dikelilingi oleh laut di ketiga sisinya.
[2]
Jazirah Arab adalah sebuah jazirah (semenanjung besar) di Asia Barat
Daya pada persimpangan Afrika dan Asia. Perbatasan pesisir jazirah ini ialah:
di barat daya Laut Merah dan Teluk Aqabah; di tenggara Laut Arab; dan di
timur laut Teluk Oman dan Teluk Persia. Secara politik, Jazirah Arab terdiri
dari negara Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, dan
Bahrain. Sedangkan secara geologi, daerah ini lebih tepat disebut Anak Benua
Arab sebab memiliki plat tektonik tersendiri, Plat Arab.[3]
Negara Arab Saudi meliputi hampir seluruh Jazirah Arab. Kebanyakan
penduduk jazirah ini tinggal di Arab Saudi dan Yaman. Jazirah ini
mengandung sejumlah besar minyak bumi dan merupakan tempat kota suci
Islam, Mekkah dan Madinah, keduanya di Arab Saudi. Uni Emirat Arab dan
Qatar merupakan tempat stasiun televisi berbahasa Arab utama seperti Al-
Jazeera. [4]
37
Terkadang istilah Timur Tengah digunakan pada jazirah saja, namun
biasanya merujuk pada daerah yang lebih besar; istilah Arab, bagaimanapun,
sering digunakan merujuk hanya pada Arab Saudi. Di waktu lain istilah Arab
bisa berarti seluruh Dunia Arab, terbentang dari Maroko di barat sampai Oman
di timur. [5]
2. Usaha Ekspansi Islam ke Luar Jazirah Arab
a. Ekspansi Gelombang Pertama
Sebelum Nabi Muhammad wafat pada tanggal 8 Juni 632 M,[6]
seantero Jazirah Arab telah dapat ditaklukkan di bawah kekuasaan Islam.
Usaha ekspansi ke luar jazirah Arab kemudian dimulai oleh khalifah
pengganti Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Bakar Shiddiq.[7]
Setelah melewati masa-masa sulit di awal pemerintahannya karena
harus menumpas pemberontakan kaum murtad dan pembangkang zakat,
Abu Bakar kemudian mulai mengirimkan kekuatan militer ke berbagai
negeri di luar jazirah Arab. Khalid bin Walid yang dikenal dengan gelar
Pedang Allah, dikirim ke Irak sehingga dapat menduduki Al-Hirah pada
tahun 12 H yang waktu itu di bawah kekuasaan Imperium Persia.[8]
Sedangkan ke Palestina, Abu Bakar mengirimkan balatentara di
bawah pimpinan Amr bin al-Ash. Sementara ke Syam,[9] sang khalifah
mengirimkan balatentara di bawah pimpinan tiga orang, yaitu Yazid bin
Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Syurahbil bin Hasanah.
Karena mendapat perlawanan sengit pasukan Romawi yang menguasai
wilayah itu, pasukan Islam pun kewalahan. Akhirnya untuk menambah
kekuatan militer yang dipimpin ketiga jenderal itu, Khalid bin Walid yang
telah berhasil menaklukkan Irak diperintahkan Abu Bakar untuk
meninggalkan negara itu dan berangkat ke Syam.[10]
Setelah Khalid bin Walid berhasil menaklukkan Syam, ia
kemudian bersama Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah
38
berangkat menuju Palestina untuk membantu Amr bin al-Ash dalam
menghadapi pasukan Romawi. Kedua pasukan pun akhirnya terlibat
peperangan yang sengit di daerah Ajnadin. Karena itulah, peperangan ini
dalam sejarah Islam dikenal dengan nama Perang Ajnadin. Meski
kemenangan di pihak Islam, tapi banyak juga pasukan Islam yang gugur.
[11]
Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H karena sakit,[12]
ekspansi tetap dilanjutkan oleh khalifah berikutnya, Umar bin Khattab.
Pada era Umarlah gelombang ekspansi pertama pun dimulai. Wilayah
demi wilayah di luar jazirah dapat ditaklukkan. Pada tahun 14 H, Abu
Ubaidah bin al-Jarrah bersama Khalid bin Walid dengan pasukan mereka
berhasil menaklukkan kota Damaskus dari tangan kekuasaan Bizantium.
[13] Selanjutnya, dengan menggunakan Suriah sebagai basis pangkalan
militer, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr bin al-Ash.
[14] Sedangkan ke wilayah Irak, Umar bin Khattab mengutus Sa’ad bin
Abi Waqqash untuk menjadi gubernur di sana.[15]
Pada tahun 640 M, Babilonia[16] juga dikepung oleh balatentara
Islam. Sedangkan pasukan Bizantium yang menduduki Heliopolis mampu
dikalahkan sehingga Alexandria dikuasai oleh pasukan Islam pada tahun
641 M. Tak pelak, Mesir pun jatuh ke tangan imperium Islam. Amr bin al-
Ash yang menjadi komandan perang Islam lantas menjadikan tempat
perkemahannya yang terletak di luar tembok Babilon sebagai ibukota
dengan nama Al-Fustat.[17]
Di masa gelombang ekspansi pertama ini, Al-Qadisiyah, sebuah
kota yang terletak dekat Al-Hirah di Irak, dapat dikuasai oleh imperium
Islam pada tahun 15 H.[18] Dari kota itulah, ekspansi Islam berlanjut ke
Al-Madain (Ctesiphon), ibukota Persia hingga dapat dikuasai. Karena Al-
Madain telah jatuh direbut pasukan Islam, Raja Sasan Yazdagrid III
akhirnya menyelamatkan diri ke sebelah Utara.[19] Selanjutnya pada
tahun 20 H, kota Mosul yang notabene masih dalam wilayah Irak juga
dapat diduduki.[20]
39
Gelombang ekspansi pertama di era Umar bin Khattab menjadikan
Islam sebagai sebuah imperium yang tidak hanya menguasai jazirah Arab,
tapi juga Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir. Saat pemerintahan
Umar bin Khattab berakhir karena ia wafat terbunuh pada tahun 23 H,[21]
Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga tetap meneruskan kebijakan
penaklukan ke berbagai wilayah di luar jazirah Arab. Meski pada zaman
Umar bin Khattab telah dikirim balatentara ke Azerbaijan dan Armenia,
pada era Usman bin Affanlah, yaitu pada tahun 23 H, kedua wilayah baru
berhasil dikuasai saat ekspansi dipimpin oleh al-Walid bin Uqbah.[22]
Ketika Usman bin Affan menghadapi turbulensi politik di dalam
negeri hingga akhirnya ia mati terbunuh pada tahun 35 H,[23] Ali bin Abi
Thalib pun naik ke tampuk kekuasaan sebagai khalifah keempat. Sayang
suhu politik di pusat kekuasaan Islam semakin tinggi sehingga terjadi
beberapa pemberontakan seperti yang dipimpin oleh Aisyah dalam Perang
Jamal pada tahun 36 H.[24] Tak ayal, Ali bin Thalib mau tak mau harus
menumpas pemberontakan tersebut. Pada gilirannya, hal itu menguras
kekuatan militer Islam sehingga akhirnya gelombang pertama ekspansi
Islam ke luar jazirah Arab pun berhenti.
b. Ekspansi Gelombang Kedua
Ekspansi gelombang kedua ini dimulai di zaman Dinasti Umayyah
setelah era Khulafaur Rasyidin berakhir. Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
sebagai pendiri dan khalifah pertama pada dinasti itu, melanjutkan
kebijakan ekspansi Islam yang sempat terhenti sejak tahun-tahun akhir
kekuasaan Usman bin Affan hingga kekuasaan Ali bin Thalib tumbang.
Mu’awiyah mengutus Uqbah bin Nafi untuk mengadakan ekspansi
Islam ke wilayah Afrika Utara hingga berhasil merebut Tunis. Di sanalah
pada tahun 50 H, Uqbah mendirikan kota baru bernama Qairawan yang
selanjutnya terkenal sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam.[25] Tidak
cukup sampai di situ, Mu’awiyah juga berhasil mengadakan perluasan
wilayah Islam dari Khurasan sampai Sungai Oxus[26] dan Afghanistan
40
sampai ke Kabul. Angkatan laut Muawiyah juga dengan gagah berani
menyerang Konstantinopel, ibu kota Bizantium.
Masih dalam zaman Dinasti Umayah, pada masa pemerintahan
Abdul Malik ekspansi ke wilayah Timur dilanjutkan di bawah pimpinan
seorang jenderal terkenal bernama Al-Hajjaj bin Yusuf. Balatentara Islam
berhasil menyeberangi Sungai Oxus dan akhirnya dapat menaklukkan
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tidak hanya
sampai di situ, balatentara Islam juga berhasil mencapai wilayah India
hingga dapat merebut Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke
Multan.[27]
Ekspansi Islam kembali dilanjutkan pada era Khalifah Al-Walid.
Saat itu sang khalifah mengutus Musa bin Nushair dengan balatentaranya
untuk menyerang Aljazair dan Marokko sehingga berhasil membuat
wilayah itu bertekut lutut. Musa bin Nusair lantas mengangkat Tariq bin
Ziad sebagai wakil untuk memerintah wilayah tersebut.[28]
Sebagai penguasa baru di wilayah tersebut dan juga seorang
komandan perang yang piawai, Tariq bin Ziad dengan armadanya berhasil
menyeberangi selat yang membentang antara Marokko dan Benua Eropa.
Sang komandan bersama pasukan angkatan lautnya lantas mendarat di
suatu tempat yang kemudian dikenal dengan sebutan Gibraltar (Jabal
Thariq).[29]
Dalam peperangan tersebut, tentara Kristen Spanyol di bawah
pimpinan Raja Roderick[30] pun dapat dikalahkan oleh pasukan Islam
yang dipimpin Tariq bin Ziad. Dengan kekalahan itu, pintu untuk
memasuki Spanyol menjadi terbuka lebar. Toledo –yang notabene ibukota
Spanyol waktu itu—berhasil direbut. Sedangkan kota-kota lain seperti
Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova, juga tak luput dari penaklukan
tentara Islam.[31]
Selanjutnya, Cordova kemudian menjadi ibukota pemerintahan
Islam yang tetap menginduk ke pusat pemerintahan Islam di Kufah.
41
Spanyol yang telah menjadi daerah Islam lantas dikenal dalam bahasa
Arab dengan sebutan Al-Andalus.
Pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik, pasukan Islam
juga berupaya melakukan ekspansi ke wilayah Perancis. Saat itu, upaya
ekspansi terutama dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi.
[32] Ekspansi tersebut juga dilakukan al-Ghafiqi karena termotivasi oleh
kesuksesan penaklukan atas Spanyol oleh Thariq bin Ziad dan Musa bin
Nushair.[33]
Bersama balatentaranya, al-Ghafiqi menyerang kota-kota seperti
Bordeux dan Poitiers. Dari kota Poiters, al-Ghafiqi berangkat untuk
menyerang kota Tours. Tetapi dalam perjalanan itu antara kedua kota itu,
ia bisa ditahan oleh Charles Martel.[34] Ekspansi ke Perancis pun gagal.
Al-Ghafiqi bersama pasukannya akhirnya mundur kembali ke Spanyol.
Meski sempat gagal karena ditahan Charles Martel, pasukan Islam tetap
berupaya menyerang beberapa wilayah di Perancis, seperti Avignon dan
Lyon pada tahun 743 M.[35]
Pada zaman Dinasti Umayah pula, pulau-pulau yang terdapat di
Laut Tengah, Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cypurs dan
sebagian Sicilla juga berhasil ditaklukkan oleh imperium Islam.[36]
Ekspansi yang dilakukan Dinasti Umayyah inilah yang membuat Islam
menjadi imperium besar pada zaman itu. Berbagai bangsa yang melintasi
berbagai ras dan suku di berbagai pelosok dunia bernaung dalam satu
pemerintahan Islam.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN ISLAM MAMPU
BEREKSPANSI KE LUAR JAZIRAH ARAB
Di antara sebab-sebab yang membuat ekspansi Islam ke luar daerah
Semenanjung Arabia demikian cepat adalah hal-hal berikut:[37]
42
1. Islam mengandung ajaran-ajaran dasar yang tidak hanya mempunyai
sangkut-paut dengan soal hubungan manusia dengan Tuhan dan soal hidup
manusia sesudah hidup pertama sekarang. Tetapi Islam, sebagaimana kata
H.A.R. Gibb, adalah agama yang mementingkan soal pembentukan
masyarakat yang berdiri sendiri lagi mempunyai sistem pemerintahan,
undang-undang dan lembaga-lembaga sendiri.[38] Dengan kata lain, seperti
kata Philip K. Hitti, Islam bisa dilihat dari tiga corak, yaitu corak aslinya
sebagai agama; kemudian menjadi suatu negara (state), dan akhirnya sebagai
suatu kebudayaan. [39] Islam di Mekkah memang baru mempunyai corak
agama, tetapi di Medinah coraknya bertambah dengan corak negara. Dalam
corak negara itulah, Islam pun kian lama penyebarannya kian meluas.
Sedangkan Islam di Bagdad, corak agama dan negara itu ditambahkan lagi
dengan corak kebudayaan dan peradaban.
2. Terdapat keyakinan yang kuat tentang kewajiban menyampaikan ajaran-
ajaran Islam sebagai agama baru ke seluruh dunia. Keyakinan itulah yang
bersemayam dalam hati para sahabat Nabi Muhammad seperti Abu Bakar,
Umar, dan lain-lain. Keyakinan tersebut kemudian diperkuat dengan faktor
suku-suku Arab di zaman Jahiliyah yang cenderung pemberani serta gemar
berperang antara sesama mereka.[40] Namun karena suku-suku itu telah
dipersatukan dalam Islam sehingga mereka tidak lagi berperang satu sama
lain, maka mereka pun memilih pihak lain sebagai “musuh” bersama, yaitu
orang-orang non-Islam di luar jazirah Arab. Dengan demikian, Islam pun
menjadi kekuatan militer baru di dunia yang mampu mengalahkan dua
kekuatan dunia waktu itu, yaitu Imperium Romawi (Bizantium) dan
Imperium Persia.
3. Kedua negara itu pada zaman itu telah memasuki fase kelemahannya.
Kelemahan itu timbul bukan hanya karena peperangan, yang semenjak
beberapa abad senantiasa telah terjadi antara keduanya, tetapi juga karena
faktor-faktor dalam negeri. Jika di daerah-daerah yang berada di bawah
kekuasaan Bizantium terdapat pertentangan-pertentangan agama; di Persia di
samping pertentangan agama terdapat pula persaingan antara anggota-
anggota keluarga raja untuk merebut kekuasaan. Hal-hal ini membawa
kepada pecahnya keutuhan masyarakat di kedua negara itu.
43
4. Kebijakan-kebijakan pihak Kerajaan Bizantium untuk memaksakan aliran
keagamaan membuat rakyat merasa kehilangan kemerdekaan beragama. Di
samping itu, rakyat juga dibebani dengan pajak yang tinggi guna menutupi
anggaran perang Kerajaan Bizantium dengan Kerajaan Persia. Hal-hal ini
membuat timbulnya perasaan tidak senang dari rakyat di daerah-daerah yang
dikuasai Bizantium terhadap kerajaan ini. Kondisi rakyat demikian menjadi
memudahkan Islam untuk diterima sebagai agama dan penguasa alternatif
yang diharapkan mampu membebaskan mereka.
5. Adanya permintaan dari wilayah tertentu kepada Imperium Islam saat itu
untuk membebaskan mereka dari rezim tiran yang berkuasa di wilayah
tersebut. Hal ini misalnya terjadi pada kasus ekspansi Islam di Spanyol. Saat
itu penguasa Kristen di sana bertindak lalim kepada rakyatnya sehingga
kedatangan pasukan Islam di sana betul-betul diharapkan agar membebaskan
mereka dari penindasan sang penguasa. Apalagi ke manapun kekuatan Islam
datang, ia mem-proklamirkan ajakan kebebasan manusia dari penyembahan
kepada selain Allah, dan memandang seluruh manusia sama serta
menghormatinya apapun warna kulit dan rasnya.[41]
D. BENARKAH ISLAM DISEBARKAN MELALUI PEDANG?
Tuduhan bahwa Islam disebarkan melalui pedang memang sudah lama
dihembuskan oleh terutama para orientalis sejak dulu hingga sekarang. Tuduhan
itu didasarkan Islam di antaranya pada fakta sejarah banyaknya terjadi ekspansi
militer yang dilakukan kekuatan Islam ke seluruh pelosok dunia sejak zaman
Nabi Muhammad hingga era Kesultanan Usmani. Di samping itu, ajaran Islam
sendiri banyak yang mengemukakan konsep jihad yang sering diartikan semata-
mata sebagai peperangan. Dalam al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat
“perang” yang sangat mungkin menimbulkan misinterpretasi jika dimaknai secara
parsial dan terpisah dari konteksnya.
Dalam lintasan sejarah Islam, memang pernah tercatat peristiwa Ain Tamr.
Peristiwa inilah yang dijadikan salah satu alasan untuk menuding bahwa Islam
memang sangat kejam dan menyebarkan Islam melalui kekerasan. Ath-Thabari
menceritakan peristiwa tersebut dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-Mulk.
44
Saat itu, Khalid bin Walid mengepung sebuah benteng yang dihuni oleh orang-
orang Kristen Arab. Mereka yang sudah terkepung akhirnya mengajak berdamai
Khalid. Namun Khalid menolak ajakan damai itu kecuali jika mereka mau
mematuhi tawarannya: masuk Islam atau membayar jizyah. Jika mereka
menerima tawaran itu, Khalid akan memperlakukan mereka dengan baik. Namun
tawaran Khalid itu ditolak mereka. Akhirnya benteng itu pun diserbu oleh
pasukan Khalid bin Walid. Semua orang yang di dalam benteng ditebas lehernya
kecuali 40 orang anak muda yang sedang belajar Injil. Saat itu kelompok anak
muda itu selamat karena berada di sebuah ruang yang tertutup saat terjadi
penyerbuan.[42]
Perilaku Khalid bin Walid sendiri dalam peperangan memang cenderung
sadis. Hal ini memang dipahami karena dia memang seorang bekas jenderal
perang di zaman Jahiliyah. Ia baru masuk Islam pada tahun 8 H sehingga
pemahamannya terhadap ajaran Islam pun masih minim.[43] Namun
sebagaimana juga dicatat dalam sejarah, sepak terjang Khalid bin Walid di
berbagai penaklukan Islam terhenti saat ia dicopot dari jabatannya sebagai
panglima perang oleh Khalifah Umar bin Khattab.[44] Tampaknya, Umar mulai
khawatir terhadap tingkah polah Khalid di medan perang yang bisa merusak citra
Islam. Meskipun harus diakui pula, Khalid sangat berjasa atas kemenangan Islam
di berbagai peperangan, terutama pada saat peperangan melawan kaum murtad.
Terlepas dari kasus Khalid bin Walid tersebut, pada dasarnya para penguasa
Islam yang menduduki sebuah negeri tidaklah memaksa rakyatnya untuk
memeluk agama Islam. Dalam proses penaklukan sebuah negeri oleh penguasa
Islam, opsi yang ditawarkan kepada rakyat yang ditaklukkan adalah apakah
mereka bersedia masuk Islam dengan sukarela sehingga mereka berhak mendapat
perlindungan atau mereka tidak mau masuk Islam tapi mereka harus membayar
pajak (jizyah) sebagai tebusan atas perlindungan yang diberikan oleh penguasa
Islam. Jika kedua opsi itu tidak diindahkan dan rakyat di sebuah negeri tersebut
justeru berani melawan dan memerangi penguasa Islam, maka barulah jalan
militer menjadi pilihan terakhir. Etika penyebaran Islam seperti inilah yang
diajarkan dan diterapkan oleh Nabi Muhammad dan para pengikutnya di
belakang hari.
45
Jika tuduhan Islam disebarkan melalui pedang itu benar adanya, tentu di
berbagai wilayah yang pernah ditaklukkan kekuasaan Islam akan banyak terjadi
tragedi pemaksaan agama oleh pemerintah Islam saat itu. Dengan kekuasaan dan
kekuataan yang ada, tentu para penguasa Islam saat itu mudah sekali memaksa
rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Namun sebaliknya, sejarah tidak pernah
mencatat –sepanjang pengetahuan penulis—adanya tragedi pemaksaan agama
yang dilakukan oleh para penguasa Islam. Bahkan di daerah-daerah yang pernah
dikendalikan kekuasaan Islam seperti di India dan Spanyol (Andalusia), para
penguasa Islam saat itu betul-betul membebaskan rakyatnya untuk memeluk
agama masing-masing.[45] Hal itulah salah satu faktor yang bisa menjelaskan
mengapa sekarang di kedua wilayah itu, India[46] dan Spanyol,[47] Islam bukan
menjadi agama mayoritas, tapi justeru menjadi agama minoritas yang banyak
memperoleh penindasan saat berada di bawah kekuasaan non Islam.
Sejarah mencatat, tragedi pengadilan gereja (inkuisisi) justru dilakukan
oleh penguasa Kristen Spanyol. Tragedi ini terjadi saat kekuasaan Islam berhasil
ditumbangkan oleh kekuasaan Kristen dan Spanyol dikuasai oleh Ratu Isabella.
Saat itu ribuan orang Islam dan orang Yahudi disiksa, diusir, bahkan dibunuh
karena tidak mau memeluk agama Kristen. Akhirnya, sebagian orang Muslim dan
Yahudi memilih memeluk agama mereka secara sembunyi atau meninggalkan
Spanyol.[48]
Dalam artikelnya di Republika, Rosihon Anwar membantah tuduhan
tersebut dan menyatakan bahwa sesungguhnya Islam disebarkan dengan dakwah,
bukan dengan pedang.[49] Hal itu didasarkan pada beberapa argumentasi historis
berikut ini. Pertama, ketika berada di Makkah untuk memulai dakwahnya, Nabi
tidak disertai senjata dan harta. Kendati demikian, justeru banyak pemuka
Makkah seperti Abu Bakar, Utsman, Sa’ad ibn Waqqas, Zubair, Talhah, Umar
bin Khattab, dan Hamzah yang masuk Islam.
Kedua, ketika Nabi dan para pengikutnya mendapat tekanan yang sangat
berat dari kafir Quraisy, penduduk Madinah banyak yang masuk Islam dan
mengundang Nabi serta pengikutnya hijrah ke Madinah. Mungkinkah Islam
tersebar di Madinah dengan senjata? Ketiga, pasukan Salib datang ke Timur
ketika Khalifah Bani Abbas berada dalam masa kemunduran. Tak diduga, banyak
46
anggota pasukan Salib tertarik kepada Islam dan kemudian menggabungkan diri
dengan pasukan Salib lainnya.
Keempat, pada abad VII H (XIII M) pasukan Mongol di bawah pimpinan
Hulagu memporak-porandakan Baghdad, ibu kota Khilafah Abbasiyah, beserta
peradaban yang dimiliki Islam. Mereka menghancurkan masjid-masjid,
membakar kitab-kitab, membunuh para ulama, dan serentetan perbuatan sadis
lainnya. Tahun 1258 merupakan lonceng kematian bagi khilafah Abbasiyah.
Akan tetapi, sungguh mencengangkan bahwa di antara orang-orang Mongol
sendiri yang menghancurkan pemerintahan Islam ternyata banyak yang memeluk
Islam.
Kelima, sejarah menjelaskan bahwa masa terpenting Islam adalah masa
damai ketika diadakan perjanjian Hudaibiyah antara orang-orang Quraisy dan
Muslimin yang berlangsung selama dua tahun. Para sejarawan pun mengatakan
bahwa orang yang masuk Islam pada masa itu lebih banyak dibanding masa
sesudahnya. Ini menunjukkan bahwa penyebaran Islam banyak terjadi pada masa
damai bukan masa peperangan.
Keenam, tidak ada kaitan antara penyebaran Islam dan peperangan yang
terjadi antara Muslimin dan Persia serta Romawi. Ketika peperangan antara
mereka berkecamuk dan orang-orang Islam memperoleh kemenangan kemudian
peperangan berhenti, pada saat itu para dai menjelaskan bangunan, dasar, dan
filsafah Islam. Dakwah Islam itu yang kemudian menyebabkan orang-orang non-
Islam –terutama mereka yang tertindas oleh penguasa– masuk Islam.
Ketujuh, Islam tersebar luas di Indonesia, Malaysia, dan Afrika lewat
orang-orang dari Hadramaut yang tidak didukung oleh harta dan penguasa, dan
atau Islam diajarkan oleh orang-orang Indonesia yang berwatakkan Islam dalam
kefakiran. Kedelapan, peneliti dunia Islam Jerman, Ilse Lictenstadter, dalam
Islam and the Modern Age, mengatakan bahwa pilihan yang diberikan kepada
Persia dan Romawi bukanlah antara Islam dan pedang, tetapi antara Islam dan
jizyah (pembayaran pajak).
47
Kenyataan bahwa sejarah Islam diwarnai dengan peperangan merupakan
fakta yang tidak dapat dibantah. Bila Islam disebarkan dengan dakwah, lalu
kenapa terjadi peperangan? Di antara motivasi peperangan dalam sejarah Islam
adalah: Pertama, mempertahankan jiwa raga. Seperti disebutkan dalam sejarah,
sebelum hijrah orang-orang Islam belum diizinkan untuk berperang. Padahal
umat Islam memperoleh berbagai siksaan dan tekanan dari kafir Quraisy. Ammar,
Bilal, Yasir, dan Abu Bakar adalah di antara mereka yang mendapat perlakuan
keras itu.
Ketika perlakuan kafir Quraisy semakin keras dan umat Islam meminta izin
kepada Nabi untuk berperang, Nabi belum juga mengizinkan karena belum ada
perintah dari Allah SWT. Namun, ketika Nabi beserta pengikutnya hijrah ke
Madinah dan kafir Quraisy bertekad untuk membebaskan kota itu dari Islam,
maka Allah SWT akhirnya –karena demi membela diri orang-orang Islam
sendiri– mengizinkan mereka berperang (QS Al Hajj [22]:37). Namun izin itu
dikeluarkan dengan beberapa persyaratan seperti demi jalan Allah SWT, bukan
demi harta atau prestise, mempertahankan diri, dan tidak berlebihan (QS Al-
Baqarah [2]:190).
Data historis yang dapat dikemukakan berkaitan dengan hal di atas adalah
penyebaran Islam ke Habsyi, sebuah kota yang tidak begitu jauh dari jazirah Arab
dan kota yang pernah menjadi tujuan hijrah Nabi. Orang-orang Islam tidak
pernah memerangi kota itu karena tidak mengancam keselamatan mereka. Bila
penyebaran Islam dengan kekuatan, tentunya orang-orang Islam sudah
menghancurkan kota itu. Seperti diketahui, umat Islam saat itu sudah memiliki
angkatan perang yang cukup kuat.
Kedua, melindungi dakwah dan orang-orang lemah yang hendak memeluk
Islam. Seperti diketahui bahwa dakwah Nabi memperoleh tantangan keras dari
kafir Quraisy Makkah. Mereka menempuh jalan apa saja untuk menghalanginya
(QS al-Fath [48]:25). Banyak penduduk Makkah dan Arab lainnya bermaksud
memeluk Islam, tetapi mereka takut terhadap ancaman itu. Allah lalu
mengizinkan Rasul-Nya beserta pengikutnya untuk melindungi dakwah dengan
cara berperang.
48
Ketiga, mempertahankan umat Islam dari serangan pasukan Persia dan
Romawi. Keberhasilan dakwah Nabi dalam menyatukan kabilah-kabilah Arab di
bawah bendera Islam ternyata dianggap ancaman oleh penguasa Persia dan
Romawi –dua adikuasa saat itu. Itu sebabnya, mereka mengumumkan perang
dengan umat Islam.
Tahun 629 M Nabi mengutus satu kelompok berjumlah 15 orang ke
perbatasan Timur Ardan untuk berdakwah, tetapi semuanya dibunuh atas perintah
penguasa Romawi. Pada tahun 627 M Farwah bin Umar Al Judzami, gubernur
Romawi di Amman, memeluk Islam. Untuk itu, ia mengutus Mas’ud bin Sa’ad
Al Judzami menghadap Nabi untuk menyampaikan hadiah. Ketika berita itu
sampai ke telinga 49 orang-orang Romawi, mereka memaksa Farwah untuk
keluar dari Islam, tetapi paksaan itu ditolaknya. Akibatnya, ia dipenjara dan
akhirnya disalib. Atas alasan itu dan demi melindungi umat Islam dari serangan-
serangan Romawi dan Persia berikutnya, Nabi kemudian mengumumkan perang.
E. PENUTUP
Adalah tidak terbantahkan bahwa Islam membolehkan peperangan
sebagaimana yang diungkapkan pada QS Al Hajj [22]:37 di atas. Namun hal itu
tidaklah berarti bahwa Islam disebarkan lewat pedang sebagaimana yang telah
diuraikan di atas. Islamlah tetaplah agama rasional yang menghendaki umatnya
untuk bersikap realistis ketika keberadaan mereka terancam. Adalah tidak
rasional jika Islam tidak membolehkan umatnya untuk berperang padahal,
misalnya, mereka diserang bertubi-tubi, seperti yang terjadi di Bosnia, Palestina,
Afghanistan, dan lain-lain.
Meski demikian, dalam lintasan sejarah memang juga tampaknya
beberapa ekspansi umat Islam, terutama setelah lewat Khulafaur Rasyidin,
terdapat motif duniawi, yaitu perluasan kekuasaan selain motif dakwah. Hal ini
tampak pada kasus Turki Usmani yang bahkan bekerja sama dengan Perancis,
Inggris dan Belanda yang non-Islam untuk menaklukkan Habsburg, di tengah dan
selatan Eropa. Di samping itu, sebagaimana galibnya politik dan kekuasaan,
intrik dan pengkhianatan juga mewarnai perjalanan pemerintahan-pemerintahan
Islam. Kudeta disertai dengan pembunuhan juga menodai perjalanan kekuasaan
49
Islam. Hal inilah pula yang tampaknya membuat pemerintahan-pemerintahan
Islam akhirnya tumbang satu demi satu. Wallahu a’lam bi shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Adzari, Ibnu, al-Bayan al-Maghrib fi Akhbar al-Andalus wa al-Maghrib, dalam al-Maktabah al-Syamilah.
Anwar, Rosihon. “Islam dan Jalan Pedang”. Republika. 20 September 2006.
Gibb, H.A.R. Islam dalam Lintasan Sejarah. Format e-book dari http://media.isnet.org/islam/Gibb.
Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah. Jakarta: Litera AntarNusa, 2006.
Hart, Michael H. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1978. Format e-book.
Hibban, Ibnu. as-Sirah li Ibn Hibban, tk: tp, tt.
Hitti, Philip K. History of the Arabs from the Earliest Times to the Present. London: The Macmillian Press, 1970.
Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, Ismail ibn Umar ibn. al-Bidayah wa an-Nihayah. Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.
Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr. Tarikh Khalifah bin Khayyath. Damaskus: Darul Qalam, 1397 H.
Ma’luf, Louis. al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq, 1986.
Mahmudunnasir, Syed. Islam Its Concepts & History. New Delhi: Kitab Bhavan, 1994.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 2001.
Stoddard, Lothrop. Dunia Baru Islam (The New Word of Islam). Terj. Muldjadi Djodjomartono, et. al,. Jakarta: Bulan Bintang, 1966.
Suyuthi, Abdur Rahman bin Abu Bakar as-. Tarikh al-Khulafa., Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952.
Thabari, Muhammad bin Jarir ath. Tarikh al-Umam wal Mulk. Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H.
Tilmasani, Ahmad bin al-Muqri al-. Nafh al-Thayyib fi Ghasn al-Andalus al-Rathib, Beirut: Dar ash-Shadir, 1900.
50
Umari, Akram Diya al-. Tolok Ukur Peradaban Islam, Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans-Global. Terj. Hasani Asro dan A. Fawaid Syadzili Yogyakarta, IRCiSod, 2003.
[1] Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaedi (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1978), format e-book.
[2] Lihat, www.wikipedia.org.id dalam artikel “Semenanjung”.
[3] Lihat, ibid., dalam artikel “Jazirah Arab”.
[4] Lihat, ibid.
[5] Lihat, ibid.
[6] Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah (Jakarta: Litera AntarNusa, 2006), hal. 583.
[7] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2001), jilid I, hal. 50-51.
[8] Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi Abu al-Fida, al-Bidayah wa an-Nihayah, (Beirut: Maktabah al-Ma’arif, tt.) juz 6 hal. 342-343.
[9] Syam adalah sebutan untuk wilayah Suriah di zaman dulu. Sekarang Syam digunakan untuk sebutan nama lain dari Damaskus, ibukota Suriah. Lihat, Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hal. 382.
[10] Ibnu Hibban, as-Sirah li Ibn Hibban, (tk: tp, tt), juz 1, hal. 430 dalam al-Maktabah asy-Syamilah.
[11] Ibid., juz I, hal. 450.
[12] Lihat, Abdur Rahman bin Abu Bakar as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, (Mesir: Mathba’ah as-Sa’adah, 1952), hal. 74.
[13] Lihat, Khalifah bin Khayyath al-Laitsi al-Ushfuri Abu ‘Amr, Tarikh Khalifah bin Khayyath, (Damaskus: Darul Qalam, 1397 H), hal. 22-23. Bizantium adalah nama asli kota modern Istanbul. Bizantium awalnya diduduki koloni Yunani dari Megara pada 667 SM dan dinamakan menurut raja mereka, Byzas. Nama “Bizantium” adalah Latinisasi nama Yunani asli Byzantion. Kota ini kemudian direbut oleh Roma dan mengalami kerusakan parah pada tahun 196. Bizantium kemudian dibangun kembali oleh kaisar Romawi Septimius Severus. Konstantinus yang Agung pada 330, menamakannya ulang menjadi Nova Roma (Roma Baru) atau Konstantinoupolis (Konstantinopel). Sejak saat itu, Kekaisaran Romawi Timur yang menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota hingga 1453. Setelah direbut oleh Turki Usmani, dan
51
menjadi bagian wilayah Turki modern, Bizantium atau Konstantinopel diganti menjadi Istambul pada 1930. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/ Bizantium.
[14] Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wal Mulk, (Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 1407 H). juz 2, hal 511-512.
[15] Ibnu Katsir, al-Bidayah., op. cit., juz 7, hal. 30.
[16] Babylonia, dinamai sesuai dengan ibukotanya, Babel, adalah negara kuno yang terletak di selatan Mesopotamia (sekarang Irak), di wilayah Sumeria dan Akkadia. Babel pertama disebut dalam sebuah tablet dari masa pemerintahan Sargon of Akkad, dari abad ke-23 SM. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Babilonia
[17] Ibnu Katsir, al-Bidayah., op. cit., juz 7, hal. 100.
[18] Ibid., juz 7, hal. 47.
[19] Ibnu Khaldun, Tarikh., op. cit., juz 2, hal. 536.
[20] Ibid., juz 2, hal. 543.
[21] Thabari, Tarikh alUmam., op. cit., juz 2, hal. 587.
[22] Ibid.., juz 2, hal. 591.
[23] Ibnu Katsir, al-Bidayah., op. cit., juz 7, hal. 170.
[24] Ibid., juz 7, hal. 229-230.
[25] Ibid., juz 8, hal. 85.
[26] Sungai Oxus adalah satu sungai yang mengalir panjang dan membelah negara Uzbekistan, sebuah negara muslim yang besar sebelum tentara Rusia mengambil alih dan menggempur daerah itu pada tahun 1873. Lihat, www.muslimsources.com.
[27] Ibnu Khaldun, Tarikh., op. cit., juz 3, hal. 76-77
[28] Ibid., juz 4, hal. 239.
[29] Ibnu Adzari, al-Bayan al-Maghrib f iAkhbar al-Andalus wa al-Maghrib, juz 1, hal. 140 dalam al-Maktabah al-Syamilah.
[30] Raja Roderick (Spanyol and Portugis: Rodrigo, Arab: Ludhriq, لذريق ; meninggal 711 atau 712) adalah raja terakhir Hispania (sekarang Iberia) (710-712) yang berasal dari bangsa Visigoth. Dalam legenda ia dikenal sebagai “raja terakhir bangsa Goth”. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Roderic.
[31] Ibnu Adzari, loc. cit.
52
[32] Ahmad bin al-Muqri al-Tilmasani, Nafh al-Thayyib fi Ghasn al-Andalus al-Rathib, (Beirut: Dar ash-Shadir, 1900), juz I, hal. 235.
[33] Syed Mahmudunnasir, Islam Its Concepts & History, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1994), hal. 175.
[34] Charles Martel (23 Agustus 686-22 Oktober 741) adalah seorang penguasa kerajaan di Prancis. Ia memang dikenal sebagai pahlawan Eropa yang mengklaim dirinya sebagai Duke of the Franks yang mampu menahan ekspansi Islam pimpinan Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi ke Prancis dalam Perang Tours. Lihat, http://en.wikipedia.org/wiki/Charles_Martel.
[35] Harun Nasution, Islam Ditinjau., op. cit., jilid I, hal. 57.
[36] Ibid.
[37] Ibid.., jilid I, hal. 52-55.
[38] H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah, e-book dari http://media.isnet.org/islam/Gibb pada Bab I Perluasan Islam.
[39] Lihat, Philip K. Hitti, History of the Arabs from the Earliest Times to the Present, (London: The Macmillian Press, 1970), hal. 145.
[40] Ibnu Khaldun, Tarikh Ibnu Khaldun, (tk: tp, tt.) juz I, hal. 155 dalam al-Maktabah asy-Syamilah.
[41] Akram Diya al-Umari, Tolok Ukur Peradaban Islam, Arkeologi Sejarah Madinah dalam Wacana Trans-Global, terj. Hasani Asro dan A. Fawaid Syadzili, (Yogyakarta, IRCiSod, 2003), hal. 28.
[42] Thabari, Tarikh alUmam., op. cit., juz 2, hal. 324.
[43] Ali bin Burhan, as-Sirah al-Halbiyah, (Program al-Maktabah asy-Syamilah, versi 2.09), juz 7, hal 138.
[44] Thabari, Tarikh alUmam., op. cit., juz 2, hal. 491.
[45] Lihat, Syed Mahmudunnasir, Islam., op. cit., hal. 166.
[46] Saat ini penganut Islam di India berjumlah sekitar 147 juta orang atau 13,4 % dari total rakyat India. Islam masih menjadi agama minoritas dibandingkan dengan Hindu sebagai agama mayoritas yang penganutnya mencapai 828 juta orang atau 80,4 persen. Populasi penganut Islam di India menempati peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Indonesia (210 juta orang) dan Pakistan (166 juta orang). Lihat, www.wikipedia.com.
[47] Saat ini, penganut Islam di Spanyol diperkirakan sekitar 3 % dari seluruh penduduk negara matador tersebut. Sementara Kristen Katolik Roma dianut oleh sekitar 90 % penduduknya. Lihat, ibid.
53
[48] http://id.wikipedia.org/wiki/Inkuisisi_Spanyol.
[49] Rosihon Anwar, “Islam dan Jalan Pedang”, Republika, 20 September 2006
http://racheedus.wordpress.com/makalahku/ekspansi-islam-ke-luar-jazirah-arab/
Masa Kekhilafahan Utsmaniyah: 1517-1924/ 923-1349 H (407 tahun)Kata “Utsmaniyah” yang berarti anak-anak Utsman, didirikan oleh Utsman (1258-1326). Mencapai keemasannya selama tahun 1481-1566, dalam masa pemerintahan Bayezid II (1481-1512), Selim I (1512-1520), dan Suleiman I (1520-1566). Bayezid mengembangkan wilayah kekuasaan hingga ke daratan Eropa, hingga Laut Hitam, dan Asia Timur. Bayezid digantikan oleh putranya, Selim I. Dalam waktu singkat, kekuasaan Utsmaniyah berhasil menjangkau Suriah, Mesopotamia (Iraq), Arab dan Mesir. Saat berada di Mekkah, Selim mengangkat dirinya sebagai khalifah, pemimpin seluruh umat Muslim. Dengan kekuasaan penuh atas dunia Arab, Selim memboyong para cendekiawan dan seniman untuk datang ke Konstantinopel, ibukota dinasti Utsmani yang direbut dari tangan Byzantium tahun 1453 silam. Selim I kemudian digantikan oleh putranya, Sulaiman I (1520-1566). Gebrakan Sulaiman pada masa awal pemerintahannya sungguh mengesankan. Setahun setelah memerintah, Beograd berhasil ditaklukkan. Setahun kemudian, 1522, giliran Rhodes yang jatuh ke tangan Utsmani, sementara itu kekuatan militer Hungaria dihancurkan. Tahun 1529, Afrika Utara berhasil direbut, disusul oleh Tripoli tahun 1551. Pada setiap kota utama yang ditaklukannya, Sulaiman menghiasinya dengan mesjid, aquaduk, jembatan dan berbagai fasilitas umum lainnya. Tapi karena terlalu gencar meluaskan kekuasaan, keadaan dalam negeri menjadi keropos. Banyak daerah yang berniat untuk melepaskan diri. Akhirnya setelah perang dunia I yang Turki termasuk negara kalah perang karena ada dalam satu blok dengan Jerman, Mustafa Kemal Pasha melakukan reformasi dan membubarkan kesultanan Turki diganti dengan Republik Sekuler.
Penutup
Islam berkembang dengan pesat. Hampir sebagian besar dari bumi ini menjadi daerah kekuasaan Islam pada masa kejayaan dinasti-dinasti Islam. Wilayah tersebut membentang dari sebelah barat yaitu menyentuh samudera Atlantik, dan di sebelah timur sampai Cina. Tapi jika dari pengaruh secara agama, Islam benar-benar mencapai seluruh pelosok dunia. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad dari sebuah kota kecil bernama Mekkah ini, benar-benar menjadi rahmatan lil Alamin pada akhirnya.Perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat. Banyak ilmuwan dan sarjana Islam yang berjasa dalam bidangnya. Sebut saja Ibnu Sina yang berjasa bagi ilmu pengetahuannya. Dialah orang pertama yang membuat ensiklopedi untuk bidang ilmu
54
kedokteran. Bahkan ensiklopedi itu masih dijadikan referensi sampai sekarang. Kota-kota Islam seperti Damaskus dan Baghdag sempat menjadi pusat-pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan manusia. Tapi sekarang hal tersebut mengalami kemunduran. Setelah masa dinasti runtuh, Islam terpecah dalam negeri-negeri kecil. Negeri-negeri tersebut sangat mudah menjadi santapan negara-negara imperialis barat. Generasi Islam malas untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dahulunya sangat maju di dunia Islam. Banyak yang terlena dengan hanya mementingkan urusan akhirat saja. Tapi untuk kewajiban mencari ilmu dan rizki Allah di muka bumi ini tidak diabaikannya. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda Islam. Kita wajib untuk mengkaji terus ilmu pengetahuan dan mencari ilmu-ilmu baru yang akan bermanfaat bagi kemaslahatan hidup umat manusia. Ingatlah bahwa Islam pernah jaya, dan abad ke-21 ini adalah momen tepat untuk kita mengembalikan kejayaan Islam itu. Tak ada kata terlambat. Dengan usaha dan izin dari Allah, Insya Allah Islam bisa kembali jaya dengan rasa toleransi sesama manusia
55
top related