web viewproduk samping sapi potong berupa kulit dapat diolah ... faktor-faktor yang mempengaruhi...
Post on 31-Jan-2018
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS EKONOMI MAKRO“Wet Blue” Penyumbang Devisa Negara
Disusun oleh:
Yuni Puji LestariProgram Studi : Agribisnis
NIM : H0810127
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2011
BAB IPendahuluan
A. Latar belakang masalah
Indonesia sebagai negara agraris yang terkenal dengan
kekayaan alamnya, sekarang tidak hanya berkutat pada masalah
pertanian dalam arti sempit saja, yang hanya meliputi masalah
bercocok tanam, tapi mulai melirik bidang bisnis pertanian dalam arti
luas seperti peternakan. Selain dapat melaksanakan tujuan pertanian
yang terpadu dan berkelanjutan, yakni melaksanakan pertanian yang
ramah lingkungan, misalnya dengan jalan pemanfaatan kotoran sapi
sebagai pupuk kandang yang berfungsi menyuburkan tanah. Sapi
ternyata tidak hanya dimanfaatkan sebagai penyubur tanah melalui
pupuk kandang atau hanya bisa diambil daging dan susunya saja,
sekarang mulai dilirik usaha pemanfaatan kulit sapi. Selain dapat
digunakan sebagai bahan dasar kerupuk rambak kulit sapi, tapi juga
dapat menjadi peluang yang menjanjikan untuk sektor industri tekstil.
Seiring dengan semakin mambaiknya kehidupan sosial di
Indonesia, dengan mengesampingkan problematika kesenjangan
sosial yang terjadi saat ini, para kaum menengah ke atas lebih
cenderung untuk memperindah sandang mereka dengan produk-
produk tekstil berkualitas. Kali ini Indonesia tidak kalah dengan
bangsa-bangsa penghasil tekstil terbaik dunia, pasalnya dengan
pelimpahan sumberdaya yang ada, Indonesia mampu bersaing di
pasar ekspor dengan menonjolkan produk kulit sapi jadi, kulit sapi wet
blue, kulit sapi crust.
Produk kulit sapi yang pada mulanya hanya dipandang sebelah
mata, terbukti dapat meningkatkan pendapatan nasional Indonesia.
Selain itu, perusahaan yang mengadakan jasa pembuatan produk-
produk tekstil dari bahan dasar kulit sapi tersebut juga ikut serta dalam
program pengentasan rakyat miskin melalui pengadaan tenaga kerja
yang dapat menjadi sumber penghasilan bagi mereka.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pemanfaatan kulit sapi agar memiliki nilai ekonomis
yang tinggi?
2. Apa hubungan antara ekspor kulit sapi samakan dengan
peningkatan devisa negara?
C. Tujuan
Tujuan penulisan paper ini untuk mengetahui:
1. Pemanfaatan kulit sapi agar memiliki nilai ekonomis yang tinggi
2. Hubungan antara ekspor kulit sapi samakan(wetblue) dengan
peningkatan devisa negara
BAB IIKerangka Teori Dan Tinjauan Pustaka
A. Kerangka Teori
Diversifikasi Pertanian
Peternakan Sapi Potong
Produk olahan dari kulit sapi
Bagian yang dianggap sebagai produk
sampingan setelah daging
Peningkatan devisa negara
Ekspor
Kulit sapi samakan (wet blue)
B. Tinjauan Pustaka
Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya
diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri,
jasa, dan atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.
Dalam kegiatan ini, ternak yang dimaksudkan adalah Sapi Potong,
Sapi Perah, dan Kerbau (Anonima, 2011).
Ekspor kulit, tulang dan tanduk yang merupakan bahan
selain pangan menduduki rangking berikutnya walaupun
menunjukkan kecenderungan fluktuatif. Pada tahun 2003
ekspornya berjumlah US$ 66.723,3 atau setara Rp 614 milyar
kemudian pada tahun 2007 terjadi penurunan yang cukup dramatis
yaitu US$ 59.819,13 ribu atau setara Rp 550 milyar sehingga
pertumbuhannya berkisar -6,3% pertahun (Chairul Arifin, 2008).
Kinerja ekspor kulit Indonesia akhir-akhir ini menurun tajam.
Walaupun jumlah ternak pemamahbiak yang dipotong selalu
bertambah setiap tahunnya dengan rata-rata pertambahan berkisar
1,9 - 3,5 %
(Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil, 1998).
HPE untuk kulit hewan dari jangat dan kulit merah biri-biri/
domba tetap 5,5 dolar AS per lembar, sapi dan kerbau 2,6 dolar AS
per kg, dan kambing 5,5 dolar AS per lembar. Sementara HPE
janggat dan kulit pickled dari sapi dan kerbau 1,8 dolar AS per kaki
persegi, biri-biri/domba 1,2 dolar AS per kaki persegi, dan kambing
1,1 dolar AS per kaki persegi (Anonimb, 2007).
Produk samping sapi potong berupa kulit dapat diolah enjadi
kulit samak berbulu, kulit samak, kulit jangat dan gelatin. Kulit
samak diolah melalui proses pengawetan dapat menjadi kulit awet
dan kulit perkamen. Kulit awet dapat dijadikan sebagai kulit split,
kulit kalf untuk kulit lapis bahan pembuatan tas, sepatu, ikat
pinggang dan dompet, kulit potongan, wet blue, kulit afkir dan kulit
berat untuk kulit sol, harmes dan ban mesin. Kulit perkamen dapat
dijadikan kap lampu, wayang kulit dan rebana. Kulit jangat dapat
diolah menjadi kerupuk kulit
(Judoamidjojo,1980; Wahyono dan Marzuki, 2004; Murtidjo, 2005).
BAB IIIData dan Pembahasan
Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan
baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada
umumnya. Pada tahun 2006. Badan Pusat Statistik mencatat bahwa
subsektor peternakan menyumbang Rp 33.309.9 Milyar (12.75%) dari
jumlah total PDB sektor pertanian secara nasionalarah pemanfaatan
Bukti tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian khususnya
untuk subsektor peternakan tidak boleh dipandang sebelah mata. Sangat
banyak yang dapat kita ambil manfaatnya, tidak hanya untuk kebutuhan
daging, tapi juga untuk penyedia bahan baku industri tekstil dan jasa.
Peluang kerja yang diciptakan pun juga tergolong tidak sedikit, sebab
untuk saat ini terdapat 67 pabrik dan 120 industri rumahan penyamakan
kulit yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Kapasitas terpasang
industri penyamakan itu mencapai 150 juta square feet setara dengan
lima juta lembar kulit sapi dan 100 juta lembar kulit kambing. Sementara
itu, tingkat utilitas mencapai 40 persen kulit sapi dan 20 persen kulit
kambing. Industri ini mampu menyerap 6.410 orang tenga kerja.
Sejak masa pra sejarah pemanfaatan kulit telah dikenal oleh
masyarakat. Hal tersebut terbukti dari peninggalan tertulis maupun
pahatan/relief pada batu yang menunjukan bagaimana proses pengolahan
kulit dan kegunaannya pada manusia sebagai pakaian serta rumah tenda
dari bahan kulit (bangsa Indian).
A. Definisi dan Kriteria KulitKulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau
tubuh hewan dari pengaruh-pengaruh luar, seperti panas, pengaruh
yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan pengatur suhu
badan. Pada saat hidup, kulit mempunyai fungsi antara lain sebagai
indra perasa, tempat pengeluaran hasil pembakaran, sebagai
pelindung dari kerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap
benturan, sebagai penyaring sinar matahari, serta sebagai alat
pengatur suhu tubuh. Masing-masing kulit hewan memiliki sifat dan
karakter yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
kulit antara lain kondisi geografi asal ternak, aktifitas ternak,
kesehatan dan usia ternak.
Definisi dan Kriteria Teknis
Jenis kulit Definisi Kriteria Teknis
Kulit Mentah Kulit yang diperoleh dari hasil pemotonganternak (Kerbau, sapi, Domba dan Kambing),dimana kulit tersebut telah dipisahkan dariseluruh bagian dagingnya, baik yang segar(green Hide), yang dikeringkan (dried hide)maupun yang digarami (salted hide)
Berbulu dalam keadaan segar (Freshed/green Hides)
Berbulu dalam keadaan kering (dried Hide)
Berbulu dalam keadaan awet garam basah (wet salterd)
Berbulu dalam keadaan awet garam kering (brain cured).
Pickled Kulit Mentah yang sudah diproses sampaipengasaman
Tidak berbulu Dalam keadaan
basah Derajat keasaman
(pH) paling tinggi 3 Berwarna Putih
Wetblue Kulit mentah yang disamak sampia proses penyamakan krom (chrome), masih dalam keadaan basah dan belum di proses selanjutnya.
Berwarna biru Dalam keadaan
basah Derajat keasaman
(pH) 3,5 - 4,0
Crust Kulit Hewan yang disamak masak (tanning)dan disamak ulang (re-tanning)/penyamakankombinasi yang baik yang mengalamipewarnaan (natural crust) dan belum mengalamipenyempurnaan.
Untuk kulit natural crust berwarna putih kebiruan
Untuk kulit dyed crust berwarna seperti bahan pewarnanya (dyestuff
Dalam keadaan kering (kadar air pailing tinggi 25%)
Sumber: Departemen Perdaganagan, 2010
Jenis kulit berdasarkan bagian tubuh hewan:
a. Bagian punggung
Bagian kulit yang letaknya ada pada punggung dan mempunyai
jaringan struktur yang paling rapat luasnya 40% dari seluruh luas
kulit.
b. Bagian leher
Bagian kulit agak tebal, sangat rapat dan terdapat beberapa
kerutan .
c. Bagian bahu.
Bagian kulit lebih tipis, kualitasnya lebih baik, namun terdapat
kerutan yang dapat mengurangi kualitas kulit.
d. Bagian perut dan paha
Struktur jaringan kurang rapat, tipis dan mulur setelah kering dan
kualitas kulit tidak homogen.
Dalam industri perkulitan dikenal dua pengelompokan kulit, yaitu:
a. Kulit yang belum mengalami pengolahan penyamakan dikenal
dengan kulit perkamen atau kulit mentah, dapat digunakan sebagai
bahan seni tatah sungging.
b. Kulit yang telah melalui proses pengolahan penyamakan kulit
disebut kulit-jadi (kulit tersamak), digunakan sebagai bahan baku
berbagai industri barang jadi kulit.
Perbedaan Kulit Mentah dan Kulit Tersamak
Jenis Kulit Mentah Kulit TersamakBentuk lembaran belahanWarna Seperti kulit aslinya Tergantung bahan
penyamak yang digunakan
Kenampakan sifat
Kering, kaku, keras, mudah busuk karena
bakteri
Lemas, elastis, plastis, tidak mudah busuk,
tidak mudah menjadi lem
Susunan penampang
Bulu, epidermis, corium, dan sub cutis
Corium saja
Kulit yang bisa digunakan dalam pembuatan produk adalah
kulit jadi, yaitu kulit yang sudah disamak atau diproses menggunakan
bahan kimia dan nabati. Berat kulit sapi, kambing dan kerbau sekitar
7-10% dari berat tubuh, secara ekonomis kulit memiliki harga sekitar
10-15% dari harga ternak. Kulit mempunyai sifat dan ciri yang unik,
daya tahan dan nilai artistik yang tidak dimiliki oleh bahan lain.
Untuk wilayah Jawa Tengah sendiri, terdapat produk unggulan
dari Kota Magelang yang telah berhasil menembus pasar dunia.
Beberapa produk yang telah menembus pasar ekspor dan
menghasilkan devisa adalah kulit sapi jadi, kulit sapi wet blue, kulit
sapi crust, laminating board, dan tembakau krosok. Kecuali
Laminating Board, nilai ekspor produk-produk tersebut cenderung
naik. Kenaikan terbesar dan juga nilai ekspor terbesar dihasilkan oleh
produk kulit sapi wet blue, yakni sebesar US $ 6.459.684,73. Pada
pengembangan usaha jenis ini lebih banyak digunakan wet blue dari
sapi, karena memiliki kepadatan kulit dan kekuatan, berukuran lebih
lebar, tebal dan permukaan.
Kulit sapi yang akan dipasarkan perlu diolah terlebih dahulu
agar digunakan pada industri barang jadi kulit. Industri penyamakan
kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah hewan menjadi kulit
jadi yang siap digunakan untuk berbagai keperluan bagi industri
barang jadi kulit seperti industri sepatu/sandal, tas, sarung tangan,
sabuk, jaket dan sebagainya.
Penyamakan dilakukan untuk mengubah kulit mentah yang
mudah rusak oleh mikroorganisme. Kulit tersamak lebih tahan
terhadap faktor-faktor yang dapat merusak kulit yaitu dengan
memasukkan bahan penyamak ke dalam jaringan kulit yang berupa
jaringan kolagen sehingga terbentuk ikatan kimia antara keduanya
menjadikan lebih tahan terhadap faktor perusak. Zat penyamak bisa
berupa penyamak nabati, sintetis, mineral dan penyamak minyak.
B. Perkembangan Ekspor Produk Kulit IndonesiaPopulasi ternak sapi selama kurun waktu 2005 hingga 2009
mengalami kenaikan. Pada tahun 2005 populasi sapi sebesar 10,6
juta ekor dan pada tahun 2006 menjadi 10,9 juta ekor atau meningkat
2,8%. Kenaikan populasi sapi meningkat tajam pada tahun 2007 dan
2008 yakni masing-masing 5,5% dan 6,9%. Kenaikan populasi sapi ini
kemudian melambat 2,4% pada tahun 2009.
Berdasarkan data dan keterangan di atas, menunjukkan bahwa
untuk saat ini, populasi sapi semakin berkurang. Ketersediaan kulit
mentah nasional baru mencapai 20% dari kebutuhan kulit nasional.
Tingginya harga kulit mentah dunia menyebabkan para pengusaha
kulit cenderung mengekspor kulit mentah dari pada memasok
kebutuhan industri kulit nasional, sehingga industri penyamakan kulit
nasional kekurangan bahan baku kulit mentah. Pada saat ini terdapat
sekitar 100 perusahaan penyamakan kulit dengan kapasitas 94,7 juta
sqfeet pertahun yang berlokasi didaerah yang berdekatan dengan
pusat pertumbuhan industri alas kaki yang sebenarnya dapat
membentuk klaster guna peningkatan efisiensi produksi dan daya
saing (Departemen Perindustrian, 2007).
Adanya kebijakan Pajak Eksport (PE) terhadap kulit mentah
dengan tujuan untuk mendukung industri penyamakan kulit nasional,
ternyata belum memiliki arti lebih. Hal tersebut dapat kita lihat dari
rendahnya ketersediaan bahan baku kulit yang bersumber dari dalam
negeri, sehingga kekurangan bahan baku industri harus diimpor. Disisi
lain birokrasi dan prosedur impor kulit (mentah, wet-blue/pickle dan
kulit jadi) belum mendukung pengembangan industri yang bergerak
dalam pengolahan kulit.
Semenjak tahun 1970 hingga tahun 1995, industri penyamakan
kulit telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di dalam
penggunaan teknologi untuk merubah kulit mentah dan wet blue
hingga menjadi kulit jadi yang akan digunakan untuk kepentingan
industi barang-barang kulit, seperti sepatu, tas, sarung tangan,
garmen dan lain lain. Nilai tambah yang dihasilkan kulit cukup tinggi
yang menjadikannya bahan baku potensial untuk kepentingan industri
hilir barang-barang kulit seperti tersebut di atas. Hal ini dibuktikan
dengan pertumbuhan nilai ekspor kulit dan barang-barang kulit setiap
tahunnya. Sebagai contohnya total nilai ekspor kulit dan barang-
barang kulit di tahun 1995 mencapai US$ 2,4 miliar dan menjadi
penyumbang devisa terbesar ke-3 untuk kategori ekspor non-migas.
Untuk komoditi peternakan, ekspor kulit ke Hongkong masih
menjanjikan karena 94% kenaikan yang dialami oleh komoditi ini di
tahun 2009. Walaupun hal yang sama terjadi untuk ke negara tujuan
Malaysia, Vietnam, dan Thailand, seperti Malaysia Pakistan, dan AS,
mengalami penurunan masing-masing 11%,10%, dan 3%, di tahun
2009. Tapi volume ekspornya masih lebih kecil jika dibandingkan ke
Hongkong.
Setiap tahun, 67 pabrik penyamakan kulit dan 120 industri
rumah tangga penyamakan kulit di Indonesia kekurangan pasokan
bahan baku sebanyak 3 juta lembar kulit sapi dan 15 juta lembar kulit
kambing/domba. Hal ini diakibatkan karena ekspor kulit mentah ke
negara-negara tujuan tidak dibatasi oleh peraturan pemerintah,
sehingga terjadi kekurangan suplai bahan baku untuk rumah tangga
industri kulit yang ada di Indonesia. Lebih-lebih bahan mentah berupa
kulit sapi Jawa sangat laku keras di pasar ekspor, karena kulit sapi
Jawa banyak sekali diminati kalangan pembeli di luar negeri.
Produksi Kulit dan Produk Kulit Indonesia
Berdasarkan uraian di atas, menjelaskan bahwa industri kulit
merupakan industri andalan keempat untuk menghasilkan barang-
barang yang berorientasi ekspor, terutama ekspor non-migas,
sehingga mampu mendatangkan devisa bagi negara. lndustri
pengolahan kulit merupakan salah satu industri strategis karena
bahan baku yang digunakannya merupakan limbah dari industri
peternakan. Bahan baku kulit diperoleh dari kulit-kulit yang berasal
dari ternak pemamahbiak yang dipotong di rumah-rumah potong
hewan, seperti sapi, kerbau, kambing dan domba; dan bahan baku
kulit yang diperoleh dari hewan-hewan lain yang khusus dipelihara
untuk mendapatkan kulitnya, seperti buaya dan ular.
Perkembangan nilai ekspor kulit Indonesia pada periode 2004-
2008 menujukkan trend yang menurun sebesar 17,12%. Pasar
tradisional ekspor kulit Indonesia ditujukan ke 10 negara terbesar Italy,
Spanyol, RRC, India, Hongkong, Jepang, Singapura, vietnam, Prancis
dan Thailand dengan total nilai ekspor ke negara tersebut sebesar
US$ 22,77 Juta. Kinerja ekspor kulit Indonesia ke negara tujuan pasar
ekspor tradisional pada periode 2004-2008 dengan pangsa pasar Italy
(26%), Spanyol (18%), RRC (16%), India (12%), Hongkong (8%),
Jepang (5%), Singapura (3%), vietnam (3%), Perancis (2%) dan
Thailand (2%). Pangsa pasar lima negara pengekspor kulit didominasi
oleh Italy, USA, Brazil, German dan India. Italy memiliki pangsa pasar
terbesar yaitu 18,74% dengan trend 2,31%, sedangkan USA dengan
pangsa pasar 10,24% dengan trend -2,88%, Brazil dengan Pangsa
sebesar 7,63% dengan trend 8,37%, Jerman dengan pangsa pasar
4,07% dengan trend 4,36% dan India dengan pangsa pasar 3,90%
dengan trend 8,97%. Sedangkan Indonesia hanya memiliki pangsa
pasar 0.87% dengan trend perdagangan menunjukkan trend yang
naik sebesar 13,96% pada periode yang sama dan berada pada
peringkat ke-26 negara-negara pengekspor kulit dunia
(Pusdata Depdag, 2010).
Industri penyamakan kulit yang memasok kebutuhan bahan
baku kulit untuk industri sepatu. Bahan baku kulit untuk kebutuhan
industri sepatu biasanya lebih tebal dan lebih kaku. Untuk keperluan
industri sepatu ini industri penyamakan kulit biasanya menggunakan
bahan mentah dari kulit sapi atau kulit kerbau.
Sedangkan untuk produk alas kaki Indonesia sendiri memiliki
keunggulan spesifik dan kekuatan di pasar dunia, terutama untuk
komoditi alas kaki formal dan pesta (formal and dress shoe). Hal ini
disebabkan sifat kulit sapi (terutama sapi Jawa) memiliki keunggulan
khusus/ tertentu dan telah dikenal didunia dengan julukan Java Boks.
Sepatu buatan tangan (hand made shoe) kualitas tinggi sangat
diminati dan potensial untuk pasar Eropa dan USA.
Lain halnya dengan industri penyamakan kulit yang memasok
kebutuhan bahan baku kulit untuk industri garmen dari kulit. Biasanya
kulit samakan untuk industri garmen memiliki ketebalan kulit yang
lebih tipis jika dibandingkan dengan kulit samakan untuk industri
sepatu. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ini, biasanya
kalangan industri penyamakan kulit menggunkan bahan mentah
berupa kulit kambing atau kulit domba. Selain dipergunakan sebagai
bahan baku untuk industri garmen (seperti jaket kulit), jenis kulit ini
biasanya juga dipakai sebagai bahan baku untuk industri sarung
tangan golf. Sedangkan industri penyamakan kulit yang memasok
kebutuhan bahan baku kulit untuk industri sarung tangan kerja
(working gloves) dari kulit. Bahan kulit mentah yang dipakai untuk
proses penyamakan kulit jenis ini biasanya diambil dari hasil split atau
seset dari kulit sapi atau kulit kerbau.
Salah satu pelaku industri penyamakan kulit di daerah Garut,
Sukaregang adalah Endies Leather Company yang menggeluti
industri penyamakan kulit sejak tahun 1990. Perusahaan tersebut
memfokuskan diri dalam industri penyamakan kulit untuk kebutuhan
industri garmen dan sarung tangan golf dengan bahan baku utama
berupa kulit kambing dan kulit domba yang memang banyak terdapat
di wilayah Garut dan kabupaten di sekitarnya seperti Bandung dan
Sumedang.
Sentra industri kulit di Kabupaten Garut ini telah berkembang
menjadi klaster industri yang cukup lengkap dan mapan, mulai dari
industri hulu berupa industri penyamakan kulit hingga industri hilir
berupa industri kerajinan sepatu, tas, jaket, dompet, ikat pinggang,
topi dan lain-lain. Keterkaitan antara industri hulu dengan industri
hilirnya pun sudah terjalin dengan sangat erat sehingga tumbuh
menjadi hubungan yang saling membutuhkan antara satu dengan
yang lainnya.
Endies Leather Company sendiri rata-rata memproduksi kulit
samakan antara 50.000 sampai 60.000 kaki persegi setiap bulannya.
Produk kulit samakan itu dijual kepada kalangan industri pengguna di
dalam negeri yang sudah menjadi pelanggan tetap dan tersebar di
Jawa Barat, Yogyakarta dan Bali. Selain dijual kepada industri
kerajinan jaket kulit di Garut, kulit samakan dengan ukuran di atas 7
kaki persegi produksi Endies Leather Company juga dijual kepada
industri garmen kulit di Yogyakarta dan Bali. Sedangkan kulit samakan
dengan ukuran di bawah 7 kaki persegi biasanya dijual kepada
perusahaan-perusahaan sarung tangan golf milik pengusaha Jepang
dan Korea yang berlokasi di Yogyakarta. Sementara itu, kegiatan
ekspor kulit samakan tidak dilakukan secara langsung melainkan
melalui pihak ketiga.
C. Kebijakan Terkait Perdagangan KulitDalam rangka peningkatan pendapatan nasional melalui
pelaksanaan ekspor, pemerintah tidak hanya memikirkan keuntungan
semata, melainkan juga melindungi produk ekspor dan badan usaha
yang melaksanakan kegiatan ekspor agar lebih memiliki landasan dan
perlindungan hukum yang kuat, seperti:
1. PP No. 55 Tahun 2008
Dalam pelaksanaan ekspornya sesuai dengan PP No. 55
Tahun 2008 kulit mentah, pickle dan wet blue dikenakan pungutan
ekspor (PE). Adapun besarnya pungutan ekspor dimaksud adalah
25 % untuk kulit mentah dan pickle dan 15% untuk wet blue.
2. Undang-undang No.16 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2000
Dengan pertimbangan terhadap dampak sosial ekonomi
nasional dan perdagangan internasional serta gangguan kesehatan
masyarakat veteriner serta untuk mencegah menularnya penyakit
hewan melalui bahan baku kulit yang diekspor, ditetapkan bahwa
media pembawa hama penyakit hewan karantina yang berasal dari
hewan, bahan asal hewan, hasil bahan hewan dan atau benda lain
yang dapat diolah lebih lanjut bersifat dapat membawa atau
mempunyai potensi penyebaran hama penyakit bila dibawa atau
dikirim dari suatu area ke area lain, transit dan atau dikeluarkan dari
wilayah Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.
Sehingga dalam pelaksanaan ekspornya harus dilengkapi dengan
dokumen karantina.
Dokumen karantina merupakan sertifikat kesehatan yang
diterbitkan oleh pejabat berwenang, sekurangkurangnya memuat
keterangan tentang; negara asal, area, atau tempat yang dalam
kurun waktu tertentu tidak terjangkit hama penyakit hewan
karantina yang dapat ditularkan melalui jenis hewan, saat
pemberangkatan tidak menunjukkan hama penyakit menular, bebas
ektoparasit, dalam keadaan sehat dan layak diberangkatkan,
berasal dari jenis hewan yang sehat dan bebas dari penyakit.
3. SK. Menperindag N0. 558/MPP/kep/4/1998 jo Permendag No.
01//M-DAG/PER/1/2007
Sesuai dengan SK. Menperindag N0.558/MPP/kep/4/1998 jo
Permendag No. 01//M-DAG/PER/1/2007 tentang Ketentuan Umum
di Bidang Ekspor bahwa bahwa kulit adalah termasuk dalam
kelompok komoditi yang bebas tata niaga ekspornya, artinya kulit
dapat di ekspor oleh setiap badan usaha atau perorangan yang
telah memiliki SIUP, NPWP dan TDP.
4. Convention on Internatinal Trade in Endangerous Species (CITES)
Untuk kulit yang berasal dari hewan yang dilindungi sesuai
dengan Appendix II Convention on Internatinal Trade in
Endangerous Species (CITES) adalah kelompok komoditi yang
diawasi tata niaga ekspornya artinya dalam pelaksanaan ekspornya
harus mendapat sertifikat CITES yang dikeluarkan oleh
Managemant Authority di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen
Kehutanan dan mendapat persetujuan ekspor dari Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.
Daftar Pustaka
Anonima, http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/38698/Jaga-Pasokan-Domestik-Ekspor-Kulit-Sapi-Mentah-Semestinya-Ditutup
b, http://www.cps-sss.org/web/home/kabupaten/kab/Kota+ Magelang
c, http://arifh.blogdetik.com/endies-leather-company-memasok-bahan-baku-kulit-berkualitas-hingga-ke-mancanegara/
d http://www.tempo.co/hg/bisnis/2011/04/28/brk,20110428-
330763,id.html
e www.depdag.go.idf www.ipb.ac.id/pembangunan-peternakan-sapi-potong/.
Majalah Kina (No.5-2007).2007.Departemen Perindustrian RI.
Hastutiningrum, Sri. 2009. Pemanfaatan limbah kulit split industri Penyamakan kulit untuk glue dengan hidrolisis Kolagen. Jurnal Teknologi, Volume 2 Nomor 2 , Desember 2009, 208-212.
top related