infrastruktur kota yogyakartaeditaaann
Post on 03-Jan-2016
194 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DI YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat dapat menyelesaikan laporan akhir dengan judul “STUDI PENGELOLAAN
DAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DI YOGYAKARTA”.
Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penilaian dalam mata
kuliah Perencanaan Pembangunan Infrastruktur. Atas bantuan dan dukungan secara
langsung maupun tidak langsung yang telah kami terima, kami mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Ir. Achmad Djunaedi, MUP, Ph.D sebagai dosen pengampu mata kuliah
Perencanaan Pembangunan Infrastruktur.
2. Dr. Ir. Kawik Sugiana, M.Eng sebagai Sugiana dosen pengampu mata kuliah
Perencanaan Pembangunan Infrastruktur dan telah memberi kesempatan untuk
menulis laporan akhir ini.
3. Seluruh Pengelola TPST Piyungan yang telah memberikan bantuan dan menyediakan
waktunya untuk membantu kami dalam mendapatkan penjelasan.
4. Mbak Raisa sebagai asisten dosen mata kuliah Perencanaan Pembangunan
Infrastruktur yang telah bersedia membantu kami memberikan pengarahan
penulisan laporan akhir ini.
5. Mbak Andika sebagai asisten dosen mata kuliah Perencanaan Pembangunan
Infrastruktur yang telah bersedia membantu kami memberikan pengarahan
penulisan laporan akhir ini.
Dengan segala kemampuan yang ada dan mengingat terbatasnya pengalaman serta
pengetahuan, kami sepenuhnya menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari
sempurna, baik dalam pengungkapan, pokok pikiran, tata bahasa maupun kelengkapan
pembahasannya. Semoga laporan akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, Juni 2013
Penulis
Kata Pengantar.........................................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................................
BAB I. Pendahuluan................................................................................................................
I.1 Latar Belakang...........................................................................................................
I.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
I.3 Tujuan Penulisan .....................................................................................................
I.4 Ruang Lingkup Pembahasan.................................................................................
I.5 Sistematika Penulisan.............................................................................................
BAB II. Pembahasan................................................................................................................
II.1 Sistem Kelembagaan...............................................................................................
II.2 Sistem Operasional..................................................................................................
II.2.1 Sarana Prasarana Pengumpulan (Container)......................................
II.2.2 Pengangkutan (Arm Roll Truck)..............................................................
II.2.3 Pengolahan di Tempat Akhir.....................................................................
II.2.4 Penanganan Akhir.........................................................................................
II.3 Sistem Pengolahan...................................................................................................
II.3.1 Reduce...............................................................................................................
II.3.2 Recycling..........................................................................................................
II.3.3 Reuse.................................................................................................................
II.3.4 Recovery...........................................................................................................
II.4 Sistem Pembuangan Akhir....................................................................................
II.4.1 Open Dumping................................................................................................
II.4.2 Controlled Landfill........................................................................................
II.4.3 Sanitary Landfill.............................................................................................
II.5 Sistem Pembiayaan..................................................................................................
II.6 Sistem Pengaturan...................................................................................................
II.6.1 Kebijakan Pengaturan Pengelolaan Sampah.......................................
II.7 Sistem Perencanaan................................................................................................
II.7.1 Rencana Induk................................................................................................
II.7.2 Analisa Kebutuhan........................................................................................
II.8 Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan..............................................
II.8.1 Tingkat dan Cakupan Pelayanan yang Ada...........................................
II.8.2 Performa Pelayanan.....................................................................................
II.8.3 Pengembangan Jaringan Pelayanan atau Kapasitas Pengolahan..
II.8.4 Performa Keliembagaan, SDM, dan Keuangan....................................
II.9 Integrasi dengan Infrastruktur Lain
BAB III. Penutup
III.1 Kesimpulan...............................................................................................................
III.2 Saran
Daftar Pustaka..........................................................................................................................
Lampiran....................................................................................................................................
PENDAHULUAN
Akibat dari adanya pertumbuhan penduduk di perkotaan menyebabkan kota akan
semakin berkembang dan hal tersebut menyebabkan kebutuhan akan infrastruktur juga
akan meningkat. Terciptanya suatu kota yang berorientasi pada suistainable tidak hanya
terletak pada pembangunan fisik saja namun juga melihat bagaimana suatu lingkungan
mampu berkembang dan mendukung kehidupan suatu kota. Kehidupan suatu kota tidak
terlepas dari adanya man(manusia),activity(kegiatan) dan space(ruang). Manusia akan
terus dan terus melakukan kegiatan jika adanya ruang yang mendukung manusia tersebut
untuk melakukan aktifitasnya. Aktifitas ini berhubungan langsung dengan sifat konsumtif
manusia yang terus menerus terjadi dalam kehidupan kota. Perilaku konsumtif ini
berakibat langsung pada kebersihan kota karena sejatinya sifat konsumtif yang ada pada
manusia selalu berimplikasi terhadapa jumlah sisa kegiatan mereka atau yang disebut
sampah.
Masalah persampahan merupakan masalah yang sangat kompleks dan sangat sulit
untuk dicari solusinya. Solusi yang munculpun terkadang hanya menjadi solusi yang
sementara mengingat jumlah sampah yang ditimbulkan dari kegiatan manusia selalu
bertambah dari hari kehari. Fenomena ini akan membuat masalah sampah harus mendapat
perhatian khsusus dari setiap stakeholders masyarakat bahkan pemerintah juga.
KONDISI EKSISTING INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN YOGYAKARTA DAN
SEJARAH PENDIRIAN TPST PIYUNGAN
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5
(lima) aspek/komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan yang lainnya
saling berinteraksi untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-2454-2002).
Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional , aspek organisasi dan
manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek bembiayaan, aspek peran serta masyarakat
. Teknik operasional pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai
dengan urutan yang berkesinambungan yaitu: penampungan/pewadahan, pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengolahan. Penanganan persamasalahan
sampah di Provinsi Yogyakarta secara umum dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Penanganan sampah Kota Yogyakarta
2. Penanganan sampah Sleman
3. Penanganan sampah Bantul
Ketiga penanganan tersebut di bagi berdasarkan wilayah administratif yaitu dengan adanya
kota Yogyakarta,Sleman dan Bantul. untuk kelembagaanya pun dibagi sesuai dengan
wilayah administratif. Lembaga yang menganani tersebut adalah :
1. Badan Lingkungan Hidup
Badan lingkungan hidup secara penuh menangani permasalahan sampah khsusus di
wilayah Kota Yogyakarta dan Bantul. Badan ini mengatur secara penuh untuk
perencanaan, teknis dan pendanaan. Yang berkaitan erat dengan Infrastruktur
persampahan Kota Yogyakarta dan Bantul. Sesuai dengan Perda Provinsi DIY No 2
tahun 2004, badan lingkungan hidup memiliki tugas sebagai berikut :
Menyusun program di bidang pengendalian dampak lingkungan sesuai
dengan rencana strategis pemerintah daerah.
Merumuskan kebijaksanaan teknis di bidang pengendalian dampak
lingkungan.
Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan,
pemulihan kualitas lingkungan.
Melaksanakan pelayanan penunjangan terhadap penyelenggaraan
pengendalian lingkungan oleh instansi di lingkungan pemerintah daerah.
Memfasilitasi penyelenggaran pengendalian lingkungan pemerintah
kabupaten / kota.
Memberdayakan aparatur dan menjalin hubungan kerja dengan mitra kerja
dibidang pengendalian lingkungan.
Menyelenggarakan kegiatan ketata-usahaan
2. Dinas PUP-ESDM
Dinas ini menangani khusus masalah sampah yang ada di wilayah Kota Sleman.
Sejatinya lembaga ini mengatur juga tentang tata ruang yang berkaitan erat dengan
pembangunan perumahan dsb. dinas PUP-ESDM menangani 31 persen sampah Kota
Sleman yang ada di TPST Piyungan . Ada beberapa fungsi dari dinas PUP-ESDM
yang berkaitan erat dengan masalah persampahan. Fungsi tersebut adalah :
pengelolaan sumber daya mineral, kegeologian, air tanah
pemberian fasilitasi, pembinaan, perlindungan dan pengembangan energi
dan sumber daya mineral
Secara umum setiap dinas diatas tergabung dalam satu kesatuan kerja yang bernama
SEKBER KARTAMANTUL (Sekretariat Bersama Yogyakarta, Sleman dan Bantul) dan
tanggung jawab pengelolaan TPST Piyungan dipegang secara bergilir setiap tiga tahun
sekali sehingga walaupun penanganannya sampah kota/kabupaten dibagi sesuai wilayah
administrasi masing-masing , namun secara umum dinas-dinas diatas saling berkoordinasi
dalam menangani permasalahan lingkungan yaitu sampah Provinsi Yogyakarta. Adapun
beberapa dinas yang ikut turut menangani sampah yaitu BAPPEDA DIY sebagai lembaga
perencanaan di Provinsi DIY dan Dinas Pekerjaan Umum untuk pembangunan
infrastrukturnya .
Sampai saat ini Bagian Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
melayani semua kelurahan yang ada di Kota Yogyakarta, sebanyak 45 kelurahan yang
tersebar di 14 kecamatan. Akan tetapi tingkat pelayanan yang diberikan berbeda-beda,
tergantung kondisi wilayahnya. Tingkat pelayanan yang rendah ada di daerah-daerah yang
sulit untuk dijangkau dengan sarana prasarana persampahan yang ada, seperti di daerah
bantaran sungai atau daerah dengan kemiringan lahan yang cukup tinggi (DLH Kota
Yogyakarta, 2008). Berdasarkan luas daerah pelayanan, jangkauan pelayanan pengelolaan
sampah di Kota Yogyakarta mencapai ±2.000 ha atau 80% dari luas Kota Yogyakarta. Hal ini
berarti ada 20% wilayah di Kota Yogyaarta yang belum mendapatkan layanan
persampahan. Daerah pelayanan dibagi menjadi 8 (delapan) sektor pelayanan, yaitu sektor
Malioboro, Gunung Ketur, Kotagede, Kranggan,Krasak, Gading dan Ngasem (DLH Kota
Yogyakarta, 2008) Pada tahun 2007 jumlah timbulan sampah di Kota Yogyakarta
mencapai1.571 m3/hari. Dari jumlah sampah tersebut, sanpah yang terkelola dengan
system yang ada sebanyak 1.334 m3/hari atau 85% dari total volume timbulan sampah.
Gambar di atas merupakan penggambaran teknik operasional pengelolaan sampah
di Yogyakarta, yang memiliki beberapa tahap. Untuk tahap awal ada pewadahan pada setiap
timbulan sampah yang ada. Tujuan pewadahan adalah untuk mencegah sampah
berserakan dan mempermudah proses pengumpulan. Sesuai Perda nomor 18 tahun 2002
tentang Pengelolaan Kebersihan, tahap pewadahan dan pengangkutan sampah dari sumber
hingga tempat pembuangan sampah sementara (TPSS) adalah tanggung jawab setiap
sumber sampah. Pada prakteknya, masyarakat menggunakan jasa tenaga penggerobak
sampah untuk memindahkan sampahnya dari rumah tangga ke TPSS Wadah yang dipakai
memiliki berbagai jenis dan bentuk, antara lain tong sampah, bak permanen, dan kantong
plastik.
Tahap berikutnya adalah tahap pengumpulan, dimana pengumpulan ini
menggunakan berbagai cara Berdasarkan sarana pemindahan yang digunakan, seperti:
TPSS, container, transfer depo, dikenal beberapa pola operasional pengumpulan /
pemindahan yaitu: pola individual langsung, pola individual tidak langsung, pola komunal
langsung dan pola komunal tidak langsung. Selanjutnya adalah tahap pemindahan. Berikut
adalah karakteristik pemindahan sampah yang ada saat ini :
1. TPSS ( Tempat Pembuangan Sampah Sementara)
yaitu bak dengan konstruksi dari bata tanpa atap yang diberi lubang pintu
dengan atau tanpa pintu. Ukuranrata-rata 3 m3. Penempatannya diupayakan
dekat dengan sumber timbulan sampah.
2. Container
yaitu bak dengan konstruksi dari kayu, besi atau baja yang diberi pintu dan
jendela, dengan volume 6 m3. Karakteristik container adalah : cocok digunakan
pada sumber sampah yang besar, dapat diletakkan pada banyak tempat dan
dapat dipindah-pindahkan, memerlukan lahan penempatan yang luas,
operasional pemindahan dan pengangkutan mudah dan cepat
3. Transfer Depo
yaitu tempat pertemuan alat pengumpul dan truck pengangkut dan bukan TPSS.
Kemudian setelah itu, sampah yang sudah terkumpul dalam TPSS, container atau
transfer depo diangkut ke tempat pembuangan akhir. Pengangkutan ini harus segera
dilakukan karena hal ini akan menambah beban pengangkutan berikutnya dan beresiko
menimbulkan gangguan kenyamanan lingkungan di sekitar tempat penyimpanan. Ada
beberapa jenis sarana pengangkutan sampah di Yogyakarta , yaitu dengan :
1. Truk biasa
Pemakaian truk biasa ini dirasa masih kurang praktis karena bongkar muat
sampah memerlukan waktu yang lama. Namun kelebihannya adalah
mempunyai kapasitas tampung yang besar dan juga harganya relatif lebih
murah.
2. Dump Truck
Kendaraan ini merupakan modifikasi dari truk biasa bak truck dapat
digerakkan secara hidrolik sehingga proses bongkar sampah bisa efektif,
sedangkan lama operasionalisasi sama dengan truck biasa. Bak terbuat daribaja
dengan kapasitas bervariasi 8 m3 , harganya relatif lebih mahal dari truck biasa
dengan kapasitas operasional adalah 2-3 rit perhari. Jenis kendaraan ini
digunakan pada pola operasional sistem door to door, jemput bola, transfer
depo, dan juga sistem TPSS atau container yang berfungsi sebagai TPSS
3. Arm roll truck
Yaitu truck tanpa bak dengan lengan hidrolik untuk menggerakkan container.
Dengan kendaraan ini, operasi pengangkutan dan pembuangan sampah menjadi
lebih praktis. Bentuk dan ukurannya bervariasi menurut container. Harga kendaraan
relatif lebih mahal dari dump truck.Kapasitas operasional adalah 4-6 rit perhari,
tergantung pada jarak pengangkutan. Jenis kendaraan ini digunakan pada pola
operasional sistem transfer depo dan container
4. Lain-lain ( pick up, motor roda 3, dan sepeda sampah)
Kendaraan ini digunakan untuk keadaan yang insidentaldan untuk melayani
eilayah yang sulit untuk dijangkau.
Setelah di angkut, sampah masuk ke tahap pemrosesan akhir di TPST/TPA. Untuk
pemrosesan sampah berada di TPST Piyungan. TPST (Tempat Pembuangan Sampah
Terpusat ) Piyungan pertama kali didirikan pada tahun 1996. TPSA berlokasi di Desa
Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, di area pegunungan bagian tenggara
dari pusat Yogyakarta dengan luas area 12,5 hektar. Lokasi tersebut ditentukan oleh
seorang ahli dari Swiss dengan berbagai pertimbangan yaitu :
a. Tanah untuk Lokasi TPST Piyungan ini mengandung gamping yang kedap air.
Dan sebelum digunakan tanah diberi lapisan tanah lempung setebal 30cm
b. Tanah tersebut adalah tanah tadah hujan dan tidak di gunakan.
c. Jauh dari permukiman warga
d. Jauh dari fasilitas umum seperti sekolah dan perkantoran
TPST Piyungan ini merupakan tempat pembuangan akhir untuk wilayah
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul. Setiap harinya, jumlah sampah yang datang ke TPST
Piyungan mencapai 350-400 ton.
Setelah sampah sampai di TPST Piyungan proses pengelolaan selanjutnya yaitu
sampah datang dari sumber kemudian ditimbang dan dicatat untuk mengetahui laju
pertumbuhan sampah dan juga untuk menghitung biaya yang akan harus di sharing oleh
Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul . Kemudian setelah di timbang truk pengangkut
sampah diberi informasi lokasi pembongkaran yang ditentukan apakah di zona I, zona II,
ataukah Zona III. Kemudian pengangkutan sampah ke lokasi pembongkaran yang
ditentukan. Sampah dibongkar dan dilakukan pemilahan sampah oleh pemulung untuk
selanjutnya diserahkan ke pengepul sedangkan sampah yang tidak dipilah dibiarkan atau
jika sampah organik mengelola sampah menjadi pupuk kompos. Lalu dilakukan perataan
menggunakan alat berat sampai benar-benar rata dan dipadatkan hingga padat dan stabil.
Terakhir penutupan dengan tanah ketika ketinggian sampah sudah mencapai 2,5 meter
dengan teknik Controlled Landfill.
Untuk optimalisasi dan mendukung kegiatan operasional pengolahan sampah di TPST ini,
disediakan sarana prasara penunjang seperti :
1. Pos Jaga
Untuk tempat menjaga keamanan area sekitar,
yang letaknya di dekat pintu masuk
2. Kantor Pengelola
Kantor ini digunakan sebagai pusat pemantau
kegiatan operasional, pusat pengelola secara
administratif, informasi dan pelayanan.
3. Garasi
Garasi tersebut digunakan sebagai tempat
penyimpanan truk pengangkut sampah dan
alat-alat berat.
4. Bengkel
Bengkel tersebut digunakan untuk pembenahan
alat-alat berat seperti excavator, bulldozer
ataupun kendaraan atau truk sampah yang
rusak
5. Pos Penimbangan
Truk sampah yang datang segera masuk ke
tempat penimbangan untu mengetahui volume
sampah. Penimbangan dilakukan sebagai upaya
pemantauan terhadap jumlah sampah yang
datang dan mengetahui usia TPA.
6. Sumur Pantau
Terdapat 6 titik sumur pantau yang terletak
tersebar di sekitar area TPA Piyungan untuk
memantau kualitas airtanah di sekitar TPA di
mana setiap 3 bulan dilakukan uji laboratorium
terhadap kualitas air tersebut.
7. Bak Komposting
Terletak di area pembongkaran sampah zona I.
Merupakan tempat untuk contoh pengomposan
saja, bukan untuk mengolah sampah organik
seluruhnya. Kompos yang telah jadi digunakan
untuk pupuk pada penghijauan.
8. Pagar Keliling
Pagar keliling ini mengitari lahan area TPA
Piyungan sehingga ada batas yang jelas antara
lokasi pembongkaran dengan yang bukan lokasi
pembongkaran.
9. Air Bersih
Air bersih disediakan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari seperti mck, air minum
dan sebagainya.
10. Tanah Urug
Tanah disediakan untuk mengurug sampah.
Setiap bulan membutuhkan 1600 m3 tanah.
11. Alat Berat
Alat berat tersebut antara lain bulldozer dan
excavator. Alat berat digunakan untuk
meratakan, memadatkan dan menggali sampah
serta digunakan dalam proses pengurugan
sampah yang telah padat dengan tanah.
12. Drainase Keliling
Drainase disediakan di sekeliling area TPA
untuk menampung air hujan agar tidak
mengalir ke area pembongkaran sampah
sehingga mengurangi masuknya air ke dalam
tumpukan sampah. Air yang masuk dapat
menyebabkan sampah membusuk dan
menimbulkan masalah baru.
13. Pipa Gas
Pipa gas disediakan untuk pembuangan gas ke
alam yang dihasilkan dari dalam tumpukan
sampah yang terurug dengan tanah. Tujuannya
untuk menghindari terjadinya ledakan atau
kebakaran akibat gas yang terjebak.
14. Dermaga
Dermaga merupakan tempat yang disediakan
bagi kendaraan atau truk pengangkutsampah
untuk mempermudah pembongkaran.
15. Pengolahan Air Lindi
Disediakan 7 kolam untuk menampung air lindi
yang masuk. Ketika kolam pertama penuh maka
akan mengelir ke kolam kedua dan seterusnya.
Di samping itu ada pengolahan air lindi
menggunakan bahan seperti tawas, pk dan ada
alat yang disebut dengan water treatment
untuk mengolah air agar air lindi aman bagi
lingkungan.
Pada TPST ini juga dilakukan composting. Namun, tidak semua composting
dilakukan di TPST ini. Ada daerah yang melakukan composting. Selain itu, masing-masing
wilayah harus melakukan kegiatan 3R (Reduse, Reuse, dan Recycle) sebelum dibuang ke
TPST. TPST Piyungan mempunyai 3 zona yang dikelompokkan berdasar ketinggian
sampah. untuk penampungan sampah terdiri dari zona I, zona II, dan zona III Untuk zona I
sudah tidak beropeasi karena sudah penuh. Berikut adalah gambar zona –zona di TPST
piyungan.
Pengelolaan sampah di TPST Piyungan menggunakan sistem Controlled Landfill.
Sistem pengelolaan Controlled Landfill merupakan gabungan sistem pengelolaan sampah
Open dumping dan Sanitary Landfill. Open dumping adalah cara sederhana dalam
pembuangan sampah., yaitu sampah dibuang pada lokasi luas, terbuka, dan dibiarkan saja
pada tempat tersebut. Sedangkan sanitary landfill adalah metode yang lebih modern dari
sistem pengolahan sampah open dumping. Sampah dikumpulkan dan ditimbun dilahan
yang sebelumnya telah dilapisi oleh plastik kemudian ditambahkan tanah lempung lalu
sampah dimasukkan kemudian dipadatkan dan yang terakhir adalah pada permukaan atas
sampah ditaburi tanah tiap harinya. Pada sistem ini juga dilengkapi dengan saluran lindi.
Metode sanitary landfill in mempunyai kelebihan yaitu sampah tidak merembes ke dalam
lapisan tanah karena telah diberi plastik. Lapisan tanah yang diberikan tiap hari tersebut
dapat mencegah menyebarnya gas metan ke udara.
Bila pengelolaan sampah menggunakan sistem open dumping murni maka dapat
menimbulkan masalah visual dan lingkungan, yaitu merusak pemandangan, munculnya bau
busuk, tikus, lalat bahkan menimbulkan bahaya kebakaran dan pencemaran air. Sedangkan
Denah Pembagian Zona Penampung Sampah
kekurangan dari sistem pengelolaan sanitary landfill terletak pada lokasinya. Lokasi yang
tersedia harus basah dan berlumpur bahkan area yang cukup luas untuk menampung
sampah.
Sebelum memasuki area penampung sampah, truk-truk yang datang dari luar
wilayah tersebut harus melewati jembatan timbang terlebih dahulu untuk mengetahui
berapa muatan sampah yang diangkut (gambar jembatan timbang). Karena TPST Piyungan
menggunakan sistem pembuangan akhir Controlled Landfill (gabungan dari sistem
pengelolaan sampah open dumping dan sanitary landfill) maka berikut akan dijelaskan
plot-plot dari sistem pengelolaan sampah tersebut.
A. Open Dumping TPST Piyungan
Sistem pembuangan sampah akhir menggunakan metode open dumping ini
dengan menggunakan lahan yang cukup luas dan sampah ditampung pada tempat
tersebut. Sampah hanya dibiarkan saja menumpuk pada tempat tersebut. Hal
tersebut menarik perhatian pemulung untuk memilah sampah dan menjualnya
guna untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarga. Dan sekitar 300 orang
pemulung yang mencari nafkah di sana. Selain itu, banyak warga Bantul yang
mempunyai ternak sapi dan membiarkan ternaknya mencari makan di tempat
pembuangan akhir tersebut. Diperkirakan terdapat 600 ekor sapi yang mencari
makan di sana. Para pemulung dan hewan ternak memang diperbolehkan untuk
berada di TPST tersebut dengan syarat tidak mengganggu aktivitas alat berat yang
sedang bekerja di sana.
B. Sanitary Landfill
Sistem pembuangan sampah sanitary landfill pada TPST Piyungan
menggunakan alat berat misalnya katrol untuk meratakan sampah agar tidak
menggunung. Setiap harinya sampah di TPST Piyungan juga ditimbun dengan tanah.
Suasana di TPST Piyungan
Tanah tersebut disediakan oleh pihak ketiga yang memenangkan tender. Dan yang
berhak untuk menentukan tender pastilah perusahaan yang memenuhi syarat dan
hal tersebut merupakan wewenang dari sekber. Sampah-sampah tersebut dibuang
melalui dermaga dengan menggunakan truk.
C. Controlled Landfill
Telah disebutkan bahwa sistem ini merupakan gabungan dari sistem open
dumping dan sanitary landfill. Pengoperasian menggunakan metode ini mulai
memperhatikan syarat teknis (surat keputusan SNI) mengenai TPST. Terdapat
beberapa fasilitas yang diperlukan yaitu saluran drainase untuk mengendalikan
aliran air hujan, saluran pengumpul air lindi dan instalasi pengolahannya serta pos
pengendalian operasional bahkan fasilitas pengendalian gas metan dan alat berat.
Metode controlled landfill merupakan metode penimbunan sampah dalam suatu
TPST yang sebelumnya telah dipersiapkan secara teratur. Dibuatkanlah barisan dan
lapisan yang setiap harinya atau dalam kurun waktu tertentu timbunan sampah
tersebut diratakan dengan cara dipadatkan oleh alat berat seperti Buldozer maupun
Track Loader. Setelah rata dan padat timbunan sampah kemudian ditutup oleh
tanah.
Dermaga di TPST Piyungan
Sistem ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut adalah
kekurangan dari sistem controlled landfill :
Masih bergantung pada alam
Sistem ini menggunakan alat berat dan alat berat tersebut harganya mahal.
Sehingga, saat ini TPST Piyungan kekurangan alat berat.
Sistem ini membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Sedangakan untuk kelebihan yang didapatkan melalui sistem ini adalah
sebagai berikut :
Sistem ini telah memperhatikan aspek teknis dalam pengelolaan sampah
dan sesuai aturan.
Mengurangi pencemaran air tanah.
Untuk gas hasil pembusukan sampah tidak dikelola, hanya dibuang begitu saja.
Pembuangan gas yang terbentuk dari degradasi bahan organik di TPA dibantu dengan
penyediaan ventilasi gas dengan memasang pipa PVC yang terletak secara horizontal dan
bercabang-cabang dan berlubang-lubang sekitar berdiameter 100 mm untuk menampung
gas yang diproduksi dalam sampah. Gas akan masuk dalam pipa dan dikeluarkan dengan
pipa vertical ke udara bebas. Ketika volume sampah meningkat, pipa vertical tersebut
disambungsambung terus sehingga gas dapat keluar ke udara bebas. Hal ini karena gas
yang dihasilkan dan terjebak dalam sampah dapat menyebabkan kebakaran atau bahkan
ledakan.
Kemudian pada sistem pembuangan akhir di TPST Piyungan ada air yang keluar
akibat dari pembusukan sampah yang disebut air lindi.Air lindi ini harus diolah agar agar
mempunyai pH netral sehingga tidak menimbulan pencemaran terhadap tanah maupun air
di sekitarnya yang dapat membahayakan.
Air lindi yang dihasilkan dari pembusukan sampah tersebut dialirkan menggunakan
pipa-pipa yang berlubang-lubang yang dipasang dibawah untuk mengalirkan air ke bak
penampungan. Air yang dikelola oleh TPST ini ditampung dengan 7 bak, dan pengolahannya
menggunakan bahan- bahan kimia seperti tawas, soda api, kaporit, PK, soklir, dan TSP
dengan alat tertentu (water treatment) kemudian hasilnya dapat dialirkan ke sungai
ataupun digunakan untuk memelihara ikan sehingga tetap aman.
SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DIY
Menurut Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996, bahwa sampah
merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan asalnya, sampah
padat dapat digolongkan menjadi sampah organik yang berasal dari alam dan sampah
anorganik yang dapat berasal dari masyarakat.
Dewasa ini, jumlah penduduk khususnya di perkotaan, terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Hal ini juga berdampak pada jumlah sampah buangan
masyarakat yang ikut mengalami peningkatan. Alhasil, untuk menangani jumlah sampah
yang tiap tahun semakin bertambah, maka dibutuhkan sebuah proses pengelolaan sampah
yang ramah lingkungan. Pada umumnya, cara penanganan pengelolaan sampah berupa
pengolahan sampah dapat dibedakan berdasarkan skala. Sesuai dengan metoda dan
penanggung jawabnya, maka skala pengolahannya antara lain sebagai berikut.
Skala Individu
Air Lindi dari TPST Piyungan
Pengolahan pada skala ini dilakukan secara langsung oleh pembuang sampahnya.
Contoh pengolahannya adalah pemilahan sampah dan sebagainya.
Skala Kawasan
Pengolahan ini dilakukan untuk melayani suatu lingkungan / kawasan (perumahan,
perkantoran, pasar, dll) saja. Lokasi pengolahan skala kawasan dilakukan di TPST.
Skala Kota
Pengolahan skala kota berarti pengolahan sampah yang dilakukan untuk melayani
sebagian atau seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota.
menggunakan bantuan peralatan mekanis.
Gambar. Skematik Pengelolaan Sampah Skala Sumber, Pedoman Penanganan Sampah PU
Pengolahan sampah merupakan bagian penting dalam penanganan pengelolaan
sampah, yang berguna untuk merubah sampah menjadi bentuk yang tidak mencemari
lingkungan dan untuk mengurangi jumlah sampah yang harus ditimbun di TPA. Sehingga
sistem 3R atau reuse, reduce, dan recycle tersebut menjadi salah satu cara pengelolaan
sampah yang tepat, di samping mengolah sampah menjadi kompos atau memanfaatkan
sampah menjadi sumber listrik (PLTS, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Penerapan
sistem 3R yang tepat adalah dilakukan pada skala individu dan kawasan. Sehingga
penerapan 3R ini tidak dilakukan pada skala kota di TPA, melainkan hanya dilakukan pada
skala tiap-tiap kawasan, seperti komunitas-komunitas lingkungan dan sebagainya.
Gambar. Reuse Reduce Recycle,
http://plantagama.wordpress.com/2012/07/09/konsep-reuse-reduce-recycle-repair/
Dalam implementasi penerapan pengolahan sampahnya di Kota Yogyakarta, salah
satu contoh kawasan yang menggunakan sistem 3R tersebut adalah Desa Wisata
Lingkungan Sukunan di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Seperti kita ketahui bahwa Desa Sukunan merupakan desa wisata yang berhasil
memberdayakan masyrakatnya dalam hal mengelola sampah. Desa Sukunan terletak di
desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Desa dengan penduduk 890
jiwa tersebut menjadi inspirasi desa-desa lain dalam pengelolaan sampah pada skala
kawasan.
Dalam penerapan pengelolaan persampahan, langkah pertama yang dilakukan oleh
Desa Sukunan adalah sosialisasi konsep 3R (reduce, reuse and recycle). Menurut Iswanto,
salah satu pencetus pengelolaan sampah 3R Desa Sukunan, bahwa untuk membuat
masyarakat peduli terhadap sampah memang harus dilakukan secara bertahap. Dimana
organisasi masyarakat harus jelas dan semua masyarakat harus ikut andil walaupun sekecil
apapun.
Gambar. Alur Pengelolaan Sampah ala Sukunan, Sosialisasi Pengelolaan Sampa Terpadu
Contoh Dusun Sukunan (KKN UGM Hargobinangun 2008)
Penanganan berbagai jenis sampah di Desa Sukunan, dilakukan dengan berbagai
cara seperti berikut di bawah ini. Penanganan sampah organik ditujukan pada pembuatan
kompos mandiri, yang dilakukan pada tiap rumah tangga dan tiap Rukun Tetangga (RT)
kampung. Kemudian sampah dapur dari tiap rumah diselesaikan di rumah masing-masing,
yang dimana tiap rumah diberikan 2 buah gentong untuk dipakai bergantian tiap kali
gentong penuh. Lalu penanganan sampah pekarangan seperti dedaunan kering, yaitu
dengan disatukan pada bak besar yang ditempatkan di lokasi yang strategis di tiap RT
untuk diolah menjadi kompos juga.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa langkah pertama yang dilakukan dalam
penanganan sampah adalah pengelolaan sampah yang dilakukan pada skala invidu, yaitu si
pembuang sampah sendiri. Disini, tugas tiap rumah tangga yaitu memisahkan sampah
plastik, logam dan kaca, serta kertas kemudian membuangnya ke tong-tong sampah sesuai
jenis sampah yang telah disediaan dusun untuk dikekola lebih jauh, telah selesai. Lalu
sejanjutnya, sampah-sampah ini akan dibawa ke tempat pengumpulan sampah sementara
dusun skala kawasan untuk dipilah mana yang masih dapat dijual mana yang tidak laku
dijual.
Gambar. Penerapan 3R di Desa Sukunan, http://ciptakarya.pu.go.id
Gambar. Hasil Penerapan 3R di Desa Sukunan,
http://lisaontheblog.wordpress.com/2008/09/01/menyelesaikan-sampah-ala-dusun-
sukunan/
Penerapan Sistem 3R dalam Pengolahan Sampah pada Desa Sukunan ini, yang juga
dapat diterapkan oleh kawasan lain pada umumnya, adalah sebagai berikut.
Reuse
Reuse merupakan tindakan untuk yang memakai dan memanfaatkan kembali
barang-barang yang sudah tidak terpakai menjadi sesuatu yang baru. Tindakan reuse ini
dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini.
Menggunakan kembali sampah rumah tangga yang bisa digunakan untuk seperti
koran bekas, kardus bekas susu, kaleng susu, dsb. Sampah-sampah tersebut dapat
diolah menjadi sesuatu yang berguna, contohnya tempat tusuk gigi, tempat
perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
Sampah-sampah tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh anak-anak, misalnya
membuat tempat celengan, tempat pensil dari botol atau kaleng bekas, dan
sebagainya.
Sampah plastik yang susah diurai, dapat digunakan kembali menjadi kantong plastik
belanja, bungkus barang, dan sebagainya.
Reduce
Reduce merupakan tindakan untuk mengurangi sampah dengan mengurangi
pemakaian barang atau benda yang tidak terlalu kita butuhkan. Tindakan reduce ini dapat
dilakukan dengan cara seperti berikut ini.
Kurangi pemakaian kantong plastik. Biasanya sampah rumah tangga yang paling
sering di jumpai adalah sampah dari kantong plastik yang dipakai sekali lalu
dibuang.
Membeli produk atau barang yang tahan lama.
Memperbaiki barang-barang yang rusak.
Mengutamakan membeli produk berwadah, dan sebagainya.
Recycle
Recycle merupakan tindakan yang mendaur ulang kembali barang lama menjadi
barang baru. Tindakan recycle ini dapat dilakukan dengan cara seperti berikut ini.
Sampah organik dapat diolah kembali menjadi pupuk kompos.
Sampah anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa digunakan kembali.
Mengumpulkan sampah, lalu disetorkan ke bank sampah yang kemudian
dikonversikan ke tabungan, sehingga sampah dapat menjadi barang yang bernilai,
dan sebagainya
SISTEM PEMBIAYAAN
Aglomerasi perkotaan memunculkan beragam persoalan diantaranya adalah persoalan
dalam penyediaan pelayanan publik, dalam hal ini penyediaan Infrastruktur yang
berkualitas Berkaitan dengan pembiayaan, dalam Pasal 24 UU RI Nomor 18 Tahun 2008
disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan
pengelolaan sampah yang bersumber dari APBN serta APBD. Sedangkan ketentuan lebih
lanjut mengenai pembiayaan tersebut diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau
peraturan daerah. Dalam operasionalnya, pembangunan Infrastruktur persampahan
Yogyakarta seperti membangun TPA , Pengadaan alat-alat pendukung seperti alat berat dan
lain-lain ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun keterbatasan anggaran dari
alokasi pemerintah daerah dan pusat, maka untuk mengantisipasi keterbatasan tersebut
dukungan dan partisipasi masyarakat swasta serta lembaga donor baik lokal maupun
internasional sangat dibutuhkan. Dalam bidang persampahan ini, program terkait yang
dilakukan oleh Sekretariat Bersama Kartamantul (SEKBER KARTAMANTUL) yakni
pengelolaan TPST Piyungan. Adapun sumber pendanaan TPST ini dilakukan dengan cara
Development Sharing, yaitu dengan berbagi alokasi anggaran dan besarnya biaya
operasional didasarkan pada jumlah sampah yang dibuang pada TPST tersebut.
Biaya Operasional dan Maintenance
Pada tahun 2009, dana alokasi bersama untuk pengelolaan sampah ini terkumpul
sebanyak 1,7 miliar yang berasal dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul
dimana Yogyakarta sebagai penyumbang terbesar yang proporsinya didasarkan pada
volume sampah yang dibuang pada TPA Piyungan. Dalam pembiayaan ini, Sekber
Kartamantul tidak memiliki sumber dana sendiri melainkan menunggu anggaran
pembangunan dari ketiga daerah tersebut. Ketika alokasi anggara pembangunan tersebut
tidak ada, maka program yang disusun tidak akan berjalan, dalam hal mewujudkan
pembangunan TPST Piyungan. Inilah sebenarnya yang menjadi kendala pembiayaan
pembangunan TPST Piyungan. Adanya ketergantungan dana dari masing-masing daerah
membuat program yang dibuat tidak berjalan lancar. Kegiatan yang dilaksanakan oleh
Sekber Kartamantul tidak serta merta dilaksanakan oleh daerah mengingat daerah sendiri
memiliki keterbatasan anggaran dalam pembangunan.
STRATEGI PEMBIAYAAN
Strategi pembiayaan yang dilakukan untuk pembangunan infrastruktur persampahan
di Yogyakarta dalam pembangunan TPST Piyungan ini dilakukan dengan mengadakan
kerjasam dan perjanjian dengan donator asing, diantaranya penyediaan fasilitas publik:
Yogyakarta Urban Development Project. Namum kenyataannya, aspek hubungan antar
lembaga yang kuat tersebut kurang “merangkul” aspirasi masyarakat. Dalam hal ini,
aspirasi masyarakat yang digali secara terus menerus akan mewujudkan perencanaan
pembangunan yang benar-benar didasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat.
SISTEM PENGATURAN
Hal yang melatar belakangi sistem pengaturan sampah yang memiliki cakupan
Yogyakarta, Sleman, dan Bantul adalah pasal 4 ayat (4) PP Nomor 79 Tahun 2005. Sistem
ini dipayungi perjanjian antara walikota/bupati yang terkait, dimana dalam pengelolaan
setiap Kota/Kabupaten yang bersangkutan diberi mandat untuk mengelola secara
bergiliran setiap 3 tahun.
Sistem Pengelolaan
A. DI Yogyakarta
Sistem persampahan di DI Yogyakarta diatur dalam Perda No 3 Tahun 2013. Di
peraturan tersebut dijelaskan mekanisme pengelolaan sampah seperti diagram berikut:
Pada sistem ini, masyarakat diharapkan dapat memilah sampah secara mandiri
apabila ingin langsung membuang ke TPA atau TPST.
a. Kota Yogyakarta
Peraturan mengenai persampahan di Kota Yogyakarta diatur dalam Perda No
18 Tahun 2002. Mekanisme pengelolaan sampah dapat dilihat seperti diagram
berikut:
`
Dari diagram ini dijelaskan bahwa fasilitas-fasilitas umum seperti jalan – jalan
arteri, fasilitas sosial seperti pasar dan instansi – instansi pemerintah
pengangkutan sampahnya diatur oleh instansi terkait seperti pasar maka
sampahnya akan dikelola oleh pengelola pasar sedangkan untuk rumah warga
diatur oleh masing – masing rumah tangga kemudian untuk diangkut ke TPS.
Setelah sampah sampai TPS pemerintah bertanggung jawab untuk
mengangkutnya ke TPA untuk diolah.
Dalam pola pengumpulan dan pengangkutan sampah dibagi menjadi beberapa bagian seperti:
Masyarakat
Dilakukan pemilahan bila belum dilakukan pemilahan dari rumah warga.
1. TPS 3R2. TPST
Pengolahan:
1. TPA2. TPST
Diangkut oleh:
1. Truk2. Motor
Rumah Warga
1. Fasilitas Umum2. Fasilitas Sosial3. Instansi pemerintah
Swasta
Instansi terkait
TPS
Truk Pengangkut
TPA
Pola Individual Langsung yaitu dari sumber sampah langsung dikumpulkan oleh
Dump Truck dan kemudian diangkut menuju TPA
Pola Individual Tidak Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan oleh
gerobak lalu ditampung di TPS(Transfer Depo) dan Container yang kemudian untuk
sampah yang berada di TPS diangkut oleh Dump Truck dan sampah yang berada di
Container diangkut oleh Arm Roll dan dibuang ke TPA
Pola Komunal Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan langsung ke
TPS(Transfer Depo) dan Conteiner kemudian untuk sampah yang berada di TPS
diangkut oleh Dump Truck dan sampah yang berada di Container diangkut oleh Arm
Roll, dan dibuang ke TPA
Pola Komunal Tidak Langsung yaitu dari sumber sampah dikumpulkan oleh
gerobak lalu ditampung di TPS(Transfer Depo) dan Container yang kemudian untuk
sampah yang berada di TPS diangkut oleh Dump Truck dan untuk sampah yang
berada di Conteiner diangkut oleh Arm Roll dan dibuang ke TPA.
b. Kabupaten Sleman
Kebijakan persampahan di Kabupaten Sleman diatur dalam Perda No 10 Tahun
2001. Dalam mekanisme pengelolaan di Kabupaten Sleman sama dengan Kota
Yogyakarta, dimana sampah dari Komunal, pengangkutannya diatur oleh
instansi terkait dan untuk rumah warga diatur oleh masing-masing rumah
tangga. Sampah yang telah masuk TPS pemerintah bertanggung jawab dalam
pengangkutannya ke TPA
c. Kabupaten Bantul
Kebijakan persampahan di Kabupaten Bantul diatur dalam Perda No 4 Tahun
2011. Mekanisme pengelolaan sampah di Kabupaten Bantul terdiri atas:
1. Pengelolaan cara setempat adalah pengelolaan di tingkat rumah tangga yang
meliputi pengurangan, pemilihan, dan pemilahan secara komunal maupun
pengolahan secara mandiri.
2. Pengelolaan cara komunal adalah pengangkutan dengan armada angkutan
sampah menuju ke pengolahan sampah akhir
3. pengolahan sampah mandiri yang dilakukan pada masing – masing rumah
tangga yang hanya dapat dilakukan apabila memiliki lahan yang luas dan
hanya untuk sampah organik sedangkan sampah non organik dikelola
secara komunal di pengolahan sampah akhir.
SISTEM PERENCANAAN
Sistem pengelolaan persampahan di wilayah Kartamantul telah dilakukan sejak
tahun 1995 yang dituangkan dalam Master Plan Persampahan APY. Kemudian dilakukan
pembangunan TPA Piyungan dan pemanfaatan secara bersama hingga sekarang. Master
Plan Persampahan APY berisi mengenai perumusan biaya operasional dan maintanance
(O&M) TPA Piyungan, kinerja pengelolaan TPA, penyediaan sarana dan prasarana,
pembentukan organisasi dan tata kerja, serta kaitan dengan pengelolaan lingkungan
hidup.Sistem pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul yang dikelola oleh TPA Piyungan
dinilai masih perlu banyak perbaikan. Volume sampah yang begitu besar tidak sebanding
dengan daya tampung area pembuangan. Volume sampah terbesar dihasilkan oleh Kota
Yogyakarta, kemudian disusul oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Bahkan
pertumbuhan produksi sampah di Kota Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
penduduk kota. Saat ini kondisi TPA Piyungan mulai kritis, diperkirakan bahwa pada tahun
2015 TPA Piyungan akan penuh sehingga pemerintah harus segera mengambil solusi untuk
masalah ini.
Pada awal tahun 2005, melihat kondisi jumlah sampah yang semakin meningkat
membust pemerintah berencana memperbesar luas TPA Piyungan sebesar 4 hektar untuk
menambah daya tampung pembuangan akhir sampah DIY ini. Namun rencana perluasan ini
mengalami pro dan kontra. Masalah muncul terkait perijinan dengan masyarakat sekitar
dimana banyak yang tidak setuju dengan rencana tersebut. Dengan dibangunnya TPA
Piyungan di wilayah mereka saja mereka sudah merasa dirugikan, pasalnya penumpukan
sampah tersebut mencemari air tanah yang berada di sekitarnya sehingga masyarakat
menjadi sulit dalam mendapatkan air bersih. Ketika rencana pemerintah tersebut mulai
dicanangkan, muncul kenyataan lain dimana perkiraan volume sampah yang akan semakin
meningkat justru terjadi sebaliknya yaitu penurunan produksi volume sampah. Pada tahun
2005, produksi sampah yang masuk di TPA Piyungan mencapai 150.000 ton per tahun,
sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 111.000 ton per tahun.
Persentase volume sampah yang berasal dari Kota Yogyakarta pun juga menurun, awalnya
Kota Yogyakarta menyumbang sebesar 80% pada tahun 2005 yang kemudian menurun
menjadi 50 % pada tahun 2010. Hal ini bisa dipandang sebagai hal yang positif dimana
mulai muncul kesadaran masyarakat untuk mengolah sampahnya.
Rencana selanjutnya terkait pengolahan sampah di TPA Piyungan. Besarnya volume
sampah yang menumpuk di TPA Piyungan juga disebabkan kurang atau tidak adanya
sistem pengolahan sampah di TPA tersebut. Sistem pengolahan sampah yang telah
dilakukan di TPA Piyungan merupakan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos.
Sistem pengolahan ini didukung dengan disediakannya area khusus penyimpanan
pupuk kompos dan area untuk menanam pohon dengan pupuk yang berasal langsung dari
TPA Piyungan. Namun, saat ini pengolahan sampah menjadi pupuk kompos tersebut sudah
tidak berlanjut. Pengolahan tersebut dinilai kurang maksimal dimana area yang disediakan
hanya kecil dan tidak dilakukan secara intensif. Padahal dengan dilakukannya pengolahan
sampah dapat mengurangi volume sampah secara signifikan. Contohnya pengolahan
sampah yang telah dilakukan oleh Kabupaten Bantul dimana 30% dari sampah yang
dihasilkan berhasil dikelola secara mandiri dan memiliki nilai ekonomis karena telah
diubah dalam berbagai bentuk kerajinan. Hal tersebut dapat menjadi contoh bagi wilayah
lainnya baik wilayah Kartamantul maupun wilayah DIY di luar Kartamantul.
Sistem pengolahan yang saat ini sedang direncanakan di TPA Piyungan saat ini
adalah pengolahan dengan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) dimana gas metana yang
dihasilkan dari timbunan sampah diolah menjadi sumber energi terbarukan. Untuk
pengolahan dengan teknologi RDF ini diperlukan tanah seluas 5 hektar di sekitar TPA
sehingga pemerintah berencana memperluas area TPA untuk membuat tempat pengolahan
bukan untuk menambah area penimbunan sampah yang telah ada. Rencana ini mulai
berjalan dengan dilakukannya pembebasan lahan oleh Dinas Pekerjaan Umum di Provinsi
DIY dengan anggaran APBD DIY 2012 sebesar Rp 5 Miliar. Dari 5 hektar lahan yang harus
dibebaskan, 2 hektar merupakan milik warga sedangkan 3 hektar sisanya milik Sri Sultan
Hamengkubuwono X. Dalam pengolahan sampah dengan teknologi RDF ini, pemerintah
perlu bekerjasama dengan beberapa pihak yaitu dari perguruan tinggi, pihak swasta, dan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Pihak perguruan tinggi bertugas sebagai
peneliti dalam pengolahan gas metana menjadi sumber energi alternatif. Rencana
pengolahan sampah secara RDF ini banyak diminati oleh investor luar negeri diantaranya
berasal dari Perancis, Swiss, Inggris dan Jepang yang menawarkan diri melalui Departemen
Kementrian Luar Negeri.
Alternatif lain muncul dalam pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul. Menurut
Manajer Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul Ferry Anggoro Suryokusumo dalam
koran Radar Jogja tanggal 2 November 2012 disebutkan bahwa terdapat 2 alternatif
rencana pengelolaan sampah di wilayah Kartamantul. Alternatif pertama yaitu dengan pola
Intermediate Treatment Facility (ITF) atau pengolahan sampah modern dan ramah
lingkungan. Pola tersebut dapat mengurangi volume sampah yang diproduksi setiap
wilayah sehingga mengurangi beban sampah di TPA Piyungan. Kekurangan dari model ITF
ini adalah luas area yang diperlukan cukup besar dengan luas minimal 2 hektar. Namun
apabila tidak ada lahan seluas itu, pengelolaan sampah dapat disesuaikan dengan lokasinya.
Untuk saat ini sudah ada usulan lahan yaitu di Kota Yogyakarta ada sekitar 2000 meter
persegi di Nitikan, Kabupaten Sleman menyiapkan 3000 meter persegi di Tambak Boyo,
sedangkan Kabupaten Bantul menyediakan 1500 meter persegi di Banguntapan. Dari ketiga
area tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut. Alternatif yang kedua adalah
pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan, salah satunya sebagai bahan bakar bagi
industri semen. Pengelolaan tersebut menggunakan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF).
Untuk alternatif yang kedua ini pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak swasta dalam
pengolahan sampah di TPA Piyungan.
Dari beberapa alternatif rencana baik perluasan area timbunan di TPA, perluasan area TPA
untuk tempat pengolahan dan pengolahan sampah secara mandiri oleh msyarakat. Dirasa
sistem pengolahan sampah menjadi solusi bagi besarnya volume sampah yang diproduksi
karena melihat potensi yang ada apabila dilakukan perluasan area pembungan pada
akhirnya lahan tersebut juga akan segera penuh sehingga sebaiknya mulai diprogramkan
kegiatan pengolahan sampah secara mandiri seperti yang dilakukan oleh Kabupaten Bantul.
Dalam hal ini pemerintah perlu turun tangan dan mendukung program-program
masyarakat dalam mengolah sampah.
Dalam pengelolaan sampah di TPA Piyungan masih banyak yang harus dievaluasi.
Ketersediaan sarana dan prasarana, teknologi, serta jumlah petugas dinilai pihak pengelola
TPA masih kurang. Selain kebutuhan akan area yang lebih luas, TPA Piyungan juga
memerlukan penambahan alat berat seperti bulldozer yang berfungsi sebagai alat
penghancur timbunan sampah sehingga proses pembusukan sampah dapat terjadi lebih
cepat. Saat ini ketersediaan alat berat bulldozer di TPA Piyungan sudah ada 4 namun
jumlah tersebut masih belum mencukupi ditambah kondisi alat yang sudah tua. Fasilitas
lain yang dibutuhkan yaitu eskavator, water treatment, garasi dan area pengolahan sampah.
Kebutuhan TPA Piyungan akan penggunaan teknoogi juga perlu mendapat perhatian
khusus, pasalnya penggunaan teknologi untuk pengolahan sampah di TPA Piyungan selama
ini masih belum dilakukan. Penggunaan teknologi dimana dilakukan pengolahan gas
metana hasil timbunan sampah menjadi sumber energi listrik masih belum dilakukan
hingga sekarang. Pengolahan tersebut masih dalam rencana yang memerlukan kerjasama
dengan pihak swasta.
PERMASALAHAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
PERSAMPAHAN YOGYAKARTA
Permasalahan Peningkatan volume sampah
Volume sampah yang semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk Kota Yogyakarta.
Biaya Operasional Pengelolaan sampah Menjadi semakin meningkat
Hal ini disebabkan karena pendapatan dalam bentuk retribusi masih sangat kecil
dan tidak sebanding dengan besaran anggaran yang digunakan untuk pengelolaan sampah.
Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta, peningkatan biaya ini seiring dengan peningkatan
volume sampah yang dihasilkan masyarakat.
Partisipasi Masyarakat yang Masih rendah
Parisipasi masyarakat masih rendah, terutama dalam sub sistem teknis operasional.
Masih sedikit masyarakat yang mau mengelola sampahnya di tingkat sumber (rumah
tangga). Sedangkan partisipasi masyarakat dalam membayar retribusi sudah bagus.
Permasalahan Cakupan Pelayanan
TPST piyungan berada di Dusun Ngablak, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan
Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dibawah ini adalah penampang TPST piyungan.
Secara fisik dapat dilihat berbagai macam aktifitas yang terjadi di tempat ini, dari
mulai sampah sampah datang, ditimbang lalu dibuang langsung di area ini dan para warga
yang notabene seorang pemulung turut mengais rezeki dari sampah ini, tidak kalah juga
para sapi sapi milik warga yang sengaja dibiarkan untuk memakan sampah sampah ini.
Dapat dilihat inilah peta lokasi TPST piyungan.
Berdasarkan sistem yang ada di TPST piyungan, sistem pengaturannya sudah
sangat baik. TPST ini bekerjasama dengan dinas-dinas terkait di karmantul (Jogjakarta,
Sleman, Bantul) contohnya PUP Sleman, UPTKP3 Bantul, BLH Kota untuk mengoperasikan
sistem pelayanan persampahan di Jogja, Sleman, Bantul. Tetapi permasalahan pertama yang
muncul disini adalah tidak semua wilayah itu dapat tercakupi dengan baik. Masih ada TPS -
TPS yang tidak terlayani. Volume sampah terbanyak bersumber dari Kota Jogja. Dan di Kota
Jogja masih banyak pengolahan pengolahan sampah yang masih secara mandiri, bisa
langsung di bakar oleh warga atau dimanfaatkan untuk produk baru lain, dll.
Masalah Performa Layanan
Definisi umum mengenai performa yang ada di TPST piyungan, TPST piyungan
memiliki 3 zona, zona 1 memiliki luasan 4 hektar, zona 2 dan zona 3 memiliki luasan 3
hektar. Dan dari keseluruhan luasan TPST piyungan ini zona 3 lah yang sedang aktif
menampung keseluruhan sampah sampah yang ada di KARTAMANTUL. TPST ini perhari
bisa menampung sebanyak 350-400 ton/hari. Dengan fakta ini tentunya TPST piyungan
harus didukung dengan fasilitas fasilitas layanan yang baik seperti contohnya alat alat berat
seperti contoh gambar dibawah ini.
Alat ini sangat berperan dalam mengatur pemerataan sampah yang masuk dan
untuk mendukung program composting dan sanitary landfill. Sanitary landfill adalah suatu
program dimana hanya alat berat yang beraktifitas di area TPST, para warga dan binatang
binatang ternak tidak boleh masuk ketika sanitary landfill. Sesuai hasil wawancara
langsung dengan pihak kantor TPST piyungan, fasilitas pendukung yang sangat penting
seperti alat berat diatas hanya memiliki 2 unit alat berat, dan kondisinya sudah buruk,
pihak kantor TPST ini mengharapkan pihak pemerintah yang mengatur TPST piyungan
mampu menambah alat berat ini guna mendukung performa pelayanan. Pihak TPST juga
menjelaskan bahwa ternyata sapi sapi disekitar area ini sangat membantu dalam
pengurangan volume sampah, sekitar 5 ton/hari/ekor dapat mengurangi volume sampah di
TPST ini sangat membantu kapasitas layanan TPST ini.
Pengembangan Jaringan Pelayanan Kapasitas Pengolahan
Pengembangan pelayanan dan kapasitas pengolahan di TPST sangat sungguh
dibutuhkan, karena permasalahan sampah ini tidak dapat dipandang sebelah mata, sampah
adalah hal kronis permasalahan kota kota besar yang jika tidak diolah dengan baik akan
mengakibatkan kerusakan lingkungan, maka pengembangan pelayanan dan kapasitas ini
perlu ditingkatkan. Kondisi eksisting pelayanan TPST piyungan ini melayani wilayah Jogja,
Sleman, Bantul. Menurut saya hal ini perlu dikembangkan lagi, perlu di cek lagi cakupan
pelayanannya, karena menurut laporan banyak wilayah-wilayah di Jogja, Sleman, Bantul
yang belum terlayani dengan baik, mungkin karena susahnya akses atau masalah
kelembagaan lain. Kemudian pengembangan lain yang perlu dicermati adalah rencana dari
TPST piyungan ini yang akan menambah luas wilayahnya 5 hektar lagi. Tetapi hal ini yang
masih terkendala oleh masalah perizinan pembebasan lahan. Pengembangan lain yang
sudah terbilang baik adalah masalah infrastruktur fisik pendukung di TPST ini seperti
kerjasama dengan PU mengenai jaringan irigasi air bersih dan sanitasi dan jaringan
jaringan lain seperti telefon, listrik itu sudah terhubung dengan baik.
Masalah Performa Kelembagaan, SDM, dan Keuangan
Kondisi eksisting hubungan antar daerah yang diwakili oleh sekber kartamantul ini
sangat baik, karena hubungan simbiosis mutualisme antar daerah Jogja, Sleman dan Bantul
saling terintegrasi masalah Infrastruktur, baik infrastruktur sampah ini sendiri maupun
infrastruktur lain seperti pengelolaan air bersih, air limbah, dll. Yang menjadi masalah
adalah akan adanya rasa kecemburuan daerah daerah yang menjadi tempat pengelolaan
seperti Bantul yang mengelola sampah piyungan dan IPAL Sewon. Antisipasi dari
pemerintah sangat dibutuhkan untuk mediator dari masalah masalah ini agar tidak terjadi
masalah kecemburuan sosial antar daerah seperti yang dijelaskan diatas, ini juga
menyinggung masalah SDM nya tiap daerah, perlu diadakan sosialisasi supaya masyarakat
setempat legowo untuk keberlangsungan sistem pengelolaan ifrastruktur khususnya yang
menjadi kajian disini adalah persampahan. Masalah yang terjadi juga di lapangan adalah
sistem keuangannya yang tidak transparan, menurut pihak kepala lapangan TPST ini
mereka hanya mendapat mandat dari atas tidak ada pembicaraan mengenai seluk beluk
keuangan. Dan diharapkan dari pemerintah pusat memang memberikan dana yang terbaik,
yang dimaksudkan terbaik disini adalah tidak adanya penyelewengan dana, atau
kecurangan kecurangan keuangan lain agar seluruh program yang ada di TPST ini dapat
didukung dengan sangat baik agar meningkatkan taraf hidup masyarakat di kartamantul
ini.
INTEREGRASI INFRASTRUKTUR PERSAMPAHAN DENGAN INFRASTRUKTUR
LAIN
Penanganan sampah di kota yogyakarta tidak mutlak hanya pada penanganan
sampah yang ada di TPA saja namun juga di daerah pinggiran sungai. Integrasi antara
infrastruktur ini membuat adanya hubungan timbal balik antara sampah dan air bersih
yang ada di kota yogyakarta. Jika penanganan sampah berjalan baik maka akan
meningkatkan kualitas dari air tanah yang ada di kota yogya pun akan baik begitupun
sebaliknya. Penanganan sampah yang terintegrasi dengan air bersih di kota yogyakarta
telah berjalan dengan cukup baik yaitu dengan adanya evakuasi sampah dari badan-badan
sungai yang ada di kota yogyakarta seperti sungai progo,code,opak dan winongo.evakuasi
sampah ini akan berakibat pada kebersihan sungai yang berimplikasi langung pada
kenaikan kualitas kebersihan air.Evakuasi juga di lakukan di daerah pantai sehingga akan
menambah nilai visual atau citra pantai yang lebih baik.Evakuasi sampah yang telah
berlangsung saat awalnya dilakukan mulai dari gembira loka sampai dengan pantai
parangtritis yaitu dengan menangkat semua sampah yang berceceran di pinggiran sungai
dan pinggiran pantai. Dengan interegasi ini diharapkan akan menaikan kualitas lingkungan
yang lebih baik yaitu kebersihan kota dan kebersihan air.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.slideshare.net/mrizkigabrielfc/limbah-padat-part-1
2. http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ved=0CEwQFjAE&url=http
%3A%2F%2Fejurnal.bppt.go.id%2Findex.php%2FJTL%2Farticle%2Fview
%2F399%2F511&ei=r5ykUZerFsPhkAWmm4HIBw&usg=AFQjCNENQE9aDLoK6dc
4X1uy4kAcUX-tYA&bvm=bv.47008514,d.bmk
3. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-
wiraafrian-27773
4. http://muhammad_agus-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-49663-kuliah%20-
Pengelolaan%20Limbah%20Sampah%20%28Open%20Damping%20&
%20Controlled%20Landfill%29.html
5. PP Nomor 79 Tahun 2005
6. Perda No 4 Tahun 2011
7. Perda No 10 Tahun 2001.
8. Perda No 18 Tahun 2002
top related