ilmu dan profesionalisme dalam islam tujuan kedudukan ilmu
Post on 30-Jan-2017
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Ilmu dan profesionalisme dalam Islam
Tujuan
1. Peserta memahami kedudukan ilmu dan pengetahuan dalam islam
2. Peserta memahami derajat orang yang berilmu
3. Peserta memahami profesional dalam islam
Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
1. Kewajiban Menuntut Ilmu
Manusia diciptakan lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain.
Kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya tersebut adalah dengan dengan
pemberian akal pikiran dalam penciptaannya. Akal inilah yang dapat membedakan manusia dari
makhluk lainnya.
Dengan akal itu Allah SWT telah memuliakan manusia, mengangkat derajatnya dengan derajat yang
tinggi. Akal adalah alat untuk berpikir, Allah SWT menjadikan akal sebagai sumber tempat bermula
dan dasar dari ilmu pengetahuan. Imam Ghazali mengatakan sebagaimana dikutip oleh Wahbah Az-
Zuhaili, penyebutan kata yang terkait dengan “al-„aqlu” dalam Al-Qur‟an sedikitnya ada lima puluh
kali dan penyebutan „Uulin-nuhaa‟ sebanyak dua kali.
Allah SWT berfirman dalam S. Al-Jastiyah ayat 3-5:
( واختالف انيم وانُهار ويااَسل هللا 4( وفي خهقكى ويايبث يٍ دابة ايات نقىو يىقُىٌ)3اٌ في انسًىات واالرض اليات نهًؤيُيٍ)
(5) يٍ انسًاء يٍ رزق فاحيابه االرض بعد يىتها وتصريف انرياح ايات نقىو يعقهىٌ
Artinya: Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata yang
bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. Dan
pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya
dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.
Agama Islam datang dengan memuliakan sekaligus mengaktifkan kerja akal serta menuntutnya kearah
pemikiran Islam yang rahmatun lil‟alamin. Manusia harus dapat menggunakan kecerdasan yang
dimilikinya untuk kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat.
Akal sebagai dasar dari ilmu pengetahuan memberikan kemampuan kepada manusia untuk
membedakan antara yang baik dan yang buruk dan dapat memberikan argumen tentang kepercayaan
dan keberagamaannya. Dengan kemampuan akal untuk berpikir ini manusia mampu menentukan
pilihan yang terbaik untuk dirinya dan agamanya.
Islam juga meluaskan cakrawala manusia mengenai potensi intelektual, psikologis dan unsur-unsur
penting penghidupan lainnya. Islam mengajarkan manusia untuk menggunakan kemampuan
berpikirnya untuk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan akal
yang dimilikinya manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan.
Manusia harus terus menimba ilmu karena ilmu terus berkembang mengikuti zaman. Apabila
manusia tidak mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, niscaya pandangannya akan sempit yang
berakibat lemahnya daya juang menghadapi jalan kehidupan yang cepat ini.
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekananya terhadap Ilmu
(sains). Al-Qur‟an dan al-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan
kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Allah SWT
telah menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Derajat orang yang berilmu
Setiap muslim wajib menuntut ilmu. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban
bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi
orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 :“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat”. Orang-orang yang berilmu akan pula dimudahkan jalannya ke
syurga oleh Allah dan senantiasa didoakan oleh para malaikat.
Sebenarnya ilmu hanyalah merupakan suatu alat untuk mendektkan diri kita kepada Allah. Adapun
fungsi ilmu itu antara lain adalah :
1. Sebagai petunjuk keimanan (QS. 22:54, 3:7, 35:28)
2. Sebagai petunjuk beramal
“Seorang alim (berilmu)dengan ilmunya dan amal perbuatannya akan berada di dalam syurga,
maka apabila seseorang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya maka ilmu dan amalnya akan
berada di dalam syurga, sedangkan dirinya akan berada dalam neraka” (HR. Daiylami)
(Ingat pula kisah Sayyidina Ali r.a. ketika disuruh memilih antara harta dan ilmu)
Keutamaan manusia dari makhluk Allah lainnya terletak pada ilmunya. Allah bahkan menyuruh
para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam as karena kelebihan ilmu yang dimilikinya. Cara kita
bersyukur atas keutamaan yang Allah berikan kepada kita adalah dengan menggunakan segala potensi
yang ada pada diri kita untuk Allah atau di jalan Allah.
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Keutamaan menuntut ilmu dapat kita lihat pada kisah Imam Syafiiy
Yang mulia Imam Syafiiy dilahirkan pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di Ghazab dalam
keadaan yatim. Pada usia 2 tahun Imam Syafiiy dibawa oleh ibunya ke Mekkah, tempat kelahiran
ayahnya. Beliau hidup di bawah asuhan ibunya dalam penghidupan dan kehidupan yang sangat
sederhana dan kadang-kadang menderita kesulitan. Walaupun demikian ketika baru berusia sembilan
tahun, beliau sudah hafal Al-Qur„an sebanyak 30 juzz di luar kepala dengan lancar. Pada usia ke
sepuluh tahun beliau sudah hafal dan mengerti Al Muwaththa„ Imam Maliky.
Imam Syafiiy sangat rajin dan tekun menuntut ilmu, walaupun sering menderita kesukaran dan
kekurangan untuk membeli alat-alat perlengkapan belajar seperti kertas, tinta, dan sebagainya. Namun
karena semangatnya yang tinggi maka beliau sering mencari tulang-tulang dan mengumpulkannya
dari jalanan untuk ditulis di atasnya pelajaran yang diperoleh atau mencari kertas bekas untuk
menulis. Catatan beliau sangat banyak sampai memenuhi gubuk sehingga beliau tidak bisa tidur
berbaring karena gubuknya sudah penuh sesak. Akhirnya beliaui mencoba menghafalkan semua
catatan yang telah ada sehingga semuanya terekam dalam hati dan tercatat dalam otak. Syairnya yang
terkenal berbunyi :
“Ilmuku selalu bersamaku ke mana aku pergi
Kalbuku yang telah menjadi gudangnya dan bukan lagi peti-peti
Bila aku berada di rumah, ilmuku pun bersamaku pula di rumah
Dan bila aku di pasar, ilmuku pun berada di pasar”
Beliau belajar dari banyak guru, tidak pernah merasa cukup akan ilmu yang dimilikinya, selalu
haus akan ilmu, dan bila mendengar ada ilmu baru maka beliau akan mengejarnya walaupun harus
menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. Beliau telah diberi izin untuk mengajar dan
memberi fatwa kepada khalayak ramai dan diberi jabatan sebagai guru besar di dalam Masjidil Haram
karena kepintarannya tersebut, walaupun usianya masih muda sekali yaitu 15 tahun. Imam Syafiiy
dihormati baik oleh pengusaha negeri maupun masyarakat awam yang berada di tempat beliau tinggal
karena keluhuran dan ketinggian ilmunya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mujaadilah ayat
11, maka telah terbukti bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu sebagai
keutamaan mereka karena tidak jemu-jemunya menuntut ilmu baik itu ilmu pengetahuan maupun
ilmu agama.
Allah memberikan kemuliaan kepada orang-orang yang berilmu dengan memberikan berbagai
keutamaan kepada mereka seperti yang tercantum dalam:
1. “Sebaik-baik umatku adalah ulama dan sebaik-baik ulama adalah yang berkasih sayang. Ingatlah
bahwa sesungguhnya Allah akan mengampuni orang alim sebanyak 40 dosa dan setelah itu Allah
mengampuni 1 dosa orang bodoh.”
2. “Dan ingatlah orang alim yang rahim (kasih sayang) akan datang pada hari kiamat dengan
bercahaya dan akan menerangi antara barat dan timur seperti terangnya bulan purnama.”
3. “Allah akan tetap menolong hamba-Nya selama hamba-Nya mau menolong saudaranya. Dan
barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu pasti Allah memudahkan baginya jalan
untuk ke syurga. Dan apabila berkumpul suatu kaum di suatu rumah dari rumah-rumah Allah
(mesjid) dengan membaca Al-Qur`an dan mempelajarinya sesama mereka maka niscaya turun atas
mereka ketentraman dan mereka diliputi rahmat dan dikelilingi para malaikat dan Allah
menyebutnya dalam golongan yang adapada-Nya. Dan barangsiapa yang lambat amalnya maka
tidak akan dipercepat diangkat derajatnya.”
4. “Barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke
syurga”(HR. Muslim).
5. “Barangsiapa memberikan petunjuk kebaikan maka baginya akan mendapatkan ganjaran seperti
ganjaran yang diterima oleh orang yang mengikutinya dan tidak berkurang sedikit pun hal itu dari
ganjaran orang tersebut.” (HR. Muslim).
6. “Jika anak Adam telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali 3 hal:
1) Ilmu yang bermanfaat
2) Sedekah jariyah
3) Anak Shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya” (HR. Muslim).
7. “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diberi kebaikan maka orang itu lalu
memperdalam agama Islam” (HR. Bukhari-Muslim).
Profesional dalam islam
Profesionalisme biasa diartikan secara sederhana adalah suatu pandangan untuk selalu berfikir,
berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, dengan disiplin, jujur, dan penuh dedikasi untuk
mencapai hasil kerja yang memuaskan. Sebagai sebuah konsepsi masyarakat modern, profesionalisme
paling tidak memiliki dua karakteristik. Karaketeristik pertama meniscayakan adanya pengetahuan dan
ketrampilan spesifik yang terspesialisai, sedang karakteristik kedua bersumber dari integritas moral dan
budaya.
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus terspesialisasi menjadi prasyarat mutlak yang harus dimiliki
oleh para profesionalis. Kemampuan individual ini masih perlu didukung oleh sistem manajemen dan
organisasi kerja yang tepat, yang dapat menempatkan individu pada posis yang tepat. Jelasnya, individu
yang memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus terspesialisasi hanya akan menjadi profesional
jika ditempatkan pada tugas (job) atau posisi yang tepat (the right man on the right place). Dalam Al
Qur‟an Allah berfirman yang artinya katakanlah setiap orang bekerja menurut keadaan masing-masing,
maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS. Al Isra‟).
Sedangkan karakteristik kedua tentang integritas moral dan budaya, mencakup kejujuran, disiplin, rajin,
tepat waktu dan lain-lain. Meruapakan kode etik dan pedoman setiap para profesional dalam bekerja.
Kurang lebih lima belas abad yang lalu Islam telah mengajarkan umatnya tentang integritas moral atau
kode etik. Berikut butir-butir penting dalam Al Qur‟an dan Hadist yang menyuruh bekerja secara
profesional:
1. Bekerja sesuai dengan kemampuan atau kapasitasnya (QS. An‟am: 135, Az Zumar: 39 dan Huud:
93)
2. Bekerja dengan hasil terbaik (QS. Al Mulk: 2)
3. Bekerja sesuai dengan bidang keahlian (QS. Al Isra‟: 84)
4. Jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya (HR. Bukhari)
5. Bekerja sesuai dengan patut dan layak (QS. An Nahl: 97, Al Anbiya‟: 94, dan Al Zalzalah: 7)
Selanjutnya pada ayat yang lain Islam mendorong umatnya agar:
1. Memiliki kejujuran (QS. Al Ahzaab: 23-24)
2. Kerjasama dan tolong-menolong dalam kebaikan (QS. Al Maidah: 2)
3. Bekerja dengan penuh tanggung jawab karena selalu diawasi Allah, Rasul dan masyarakat (QS. At
Taubah: 105)
4. Sederhana dan tidak berlebih-lebihan (QS. Al A‟raaf: 13, Al Israa‟: 29, Al Furqaan: 67, dan Ar
Rahman: 7-7)
5. Rajin dan bekerja keras (QS. Al Jumu‟ah: 10)
6. Disiplin (QS. Al Hasyr: 7)
7. Hati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan (QS> Al Hujurat: 6)
8. Berlomba-lomba dalam kebaikan (QS. Al Baqarah: 148, Al Maidah: 48)
9. Jujur dan dapat dipercaya (QS. An Nisa‟: 58, Al Baqarah: 283, Al Mu‟minun: 8)
Etos kerja dan semangat seorang muslim sangat tinggi, serta tidak pernah berputus asa karena Allah
melarang hal itu. Dalam suatu hadist (riwayat Ahmad) Rasulullah SAW telah bersabda: “Apabila salah
seorang kamu menghadapi kiamat sementara di tangannya masih ada benih hendaklah ia tanam benih itu”.
Demikianlah, Islam memiliki ajaran yang menjunjung tinggi nilai dasar kerja dan mendorong umatnya
bersikap profesional. Sejarah membuktikan tatkala masyarakat Barat dan Eropa menempatkan kelas
pendeta dan militer pada kedudukan tinggi, Islam justru menghargai orang-orang berilmu, para pedagang,
petani, tukang, dan pengarajin. Sebagai manusia biasa, mereka tidak diunggulkan dari yang lain, karena
Islam menganut nilai persamaan diantara sesama manusia. Ketinggian derajat manusia semata-mata diukur
dari ketakwaanya kepada Allah, yakni derajat keimanan dan amal salehnya.
Semua petunjuk yang ditemukan dalam Al Qur‟an tersebut menjadi landasan etis-telogis kerja dan
pengembangan etos profesionalisme setiap muslim, sehingga kaum muslimin diharapkan memiliki
semangat kerja dan etos profesionalisme yang lebih tinggi dibanding umat lainnya.
Diskusi
Bagaimana Peran umat islam hari ini ( kita) dalam berkontribusi nyata terutama dalam bidang ke
ilmuan ?
Tugas
Membaca buku
top related