hubungan status sosial ekonomi dan perilaku …
Post on 29-Dec-2021
4 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU
PENYALAHGUNAAN NAPZA
(Studi kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)
SKRIPSI
Disusun oleh:
Kurnia Alif Adicahya
1113111000074
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JUNI
2020
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU
PENYALAHGUNAAN NAPZA
(Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Juni 2020
Kurnia Alif Adicahya
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Kurnia Alif Adicahya
NIM : 1113111000074
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU
PENYALAHGUNAAN NAPZA (Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)
Dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 18 Juni 2020
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Bambang Ruswandi, M.Stat
NIP. 197609182003122033 NIP. 198310052015031001
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Perilaku Penyalahgunaan Napza
(Studi Kasus: Pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta)
Oleh
Kurnia Alif Adicahya
1113111000074
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Juni 2020. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada
Program Studi Sosiologi.
Ketua, Sekretaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si Dr. Joharotul Jamilah, M.Si
NIP. 197609182003122033 NIP. 196808161997032002
Penguji I, Penguji II,
Dr. Muhammad Guntur Alting, M.Pd, M.Si. Iim Halimatusa'diyah, Ph.D
NIP. 197405121999031005 NIP. 198101122011012009
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 Juli 2020
Ketua Program Studi Sosiologi
FISIP UIN JAKARTA
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si NIP. 1976091820031220033
iv
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini menganalisa hubungan antara status sosial ekonomi
dan perilaku penyalahgunaan napza pada pasien di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
status sosial ekonomi pasien di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Jakarta, mengetahui tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, dan menganalisis hubungan antara
status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza pasien di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif yang menggunakan metode
kuantitatif untuk menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variable lain.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta yang berjumlah 92 orang. Teknik pengambilan sampel
menggunakan non probability sampling. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode angket atau kuesioner.
Dari hasil temuan penelitian menunjukan bahwa status sosial ekonomi dapat
diukur dengan pendidikan responden, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan
responden, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendapatan ayah, pendapatan keluarga,
kebutuhan keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan
kepemilikan kendaraan. Sedangkan tingkat penyalahgunaan napza dalam kategori
tinggi dan berada pada tingkat adiktif dengan nilai R-sqaure mencapai 0,782 atau
78,2%. Kemudian, status sosial ekonomi memiliki 9 indikator yang berhubungan
dengan perilaku penyalahgunaan napza yaitu pendidikan responden, pekerjaan
responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendapatan keluarga, kebutuhan
keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi, dan kepemilikan
kendaraan. Hasil tersebut telah diperkuat dengan uji Chi-square dan diperoleh
nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima atau ada
hubungan status sosial ekonomi yang signifikan dan perilaku penyalahgunaan
napza.
Kata Kunci: Status Sosial Ekonomi, Perilaku Penyalahgunaan Napza, Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta
v
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur tiada henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena atas izin dan kuasanya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan Napza
Studi Kasus Pasien di Rumah Sakit (RSKO) Jakarta”. Meskipun dalam
penulisannya masih jauh dari kata sempurna. Selama proses penulisan hingga
akhirnya terselesaikan skripsi ini, penulis dipertemukan dengan orang-orang hebat
yang berjasa besar selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, atas segalanya
penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Drs. Ali Munhanif, MA, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. selaku Ketua Prodi Sosiologi yang telah
memberi saran dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Dr. Joharotul Jamilah, M.Si. selaku Sekertaris Prodi Sosiologi yang
telah membantu dan melancarkan skripsi ini.
4. Bambang Ruswandi, M.Stat. sebagai dosen pembimbing yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas
doa, kesabaran, pengertian, waktu, dan ilmunya dalam membimbing
dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya
Program Studi Sosiologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan
dan pembelajaran berharganya.
vi
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Tongaya dan Ibu Tihaya. Serta adik
penulis yang bernama Agisna Septiaji Yahya.
7. Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang telah
membantu penulis dan memudahkan penulis dalam mengumpulkan
data-data yang diperlukan untuk skripsi ini.
8. Terkhusus sahabat WSS yakni Alm. Muhammad Arif Rinova, Fakri
Farantaqi, Luthfi Baskara, Abdul Malik, Mustofa, Rifnu Dian Haryadi,
Ahmad Hudzaifi, Oktanta, Ahsanu Amala dan Gaung yang telah
banyak memberi energi positif dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Syifa Fauziah, seseorang yang selalu membantu penulis ketika
mengalami kesulitan sekaligus editor dalam penulisan skripsi ini.
10. Arif Nugroho, Adam Renaldi, Idrus Ami Maulana, Bagus Adhi
Prakoso, Tiara, Isti, Hanisya, Faizah, yang senantiasa memberikan
masukkan dan memberi semangat kepada penulis dalam pembuatan
skripsi ini.
Demikianlah ucapan terima kasih, semoga segala bantuan dan dukungannya
mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT. Maka dengan ini penulis
menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat.
J
vii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR RUMUS ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah .................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................... 5
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 6
E. Kerangka Teoretis ..................................................................................... 10
F. Definisi Operasional .................................................................................. 13
G. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 24
H. Operasionalisasi Konsep ........................................................................... 24
I. Metode Penelitian ...................................................................................... 26
BAB II GAMBARAN UMUM .......................................................................... 42
1. Sejarah dan Latarbelakang RSKO Jakarta Tahun 2018 ............................ 42
2. Visi dan Misi RSKO Jakarta Tahun 2018 ................................................. 44
3. Teknik Perencanaan .................................................................................. 44
4. Evaluasi dan Monitoring Tahun 2018 ....................................................... 47
BAB III ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ......................... 48
A. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Pasien RSKO jakarta ...................... 48
viii
B. Tingkat Perilaku Penyalahgunaan Napza .................................................. 54
C. Analisis Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan
Napza ......................................................................................................... 63
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 68
A. Kesimpulan ............................................................................................... 68
B. Saran .......................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN ......................................................................................................... xii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Literature ............................................................................. 9
Tabel 2. Tingkat Penyalahgunaan Napza ............................................................... 24
Tabel 3. Jenis Kelamin Pasien ............................................................................... 28
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Status Sosial Ekonomi ............................ 31
Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. 31
Tabel 6. Tingkatan Skala ....................................................................................... 41
Tabel 7. Karakteristik Responden .......................................................................... 48
Tabel 8. Uji Validitas Outer Model Revisi ............................................................ 55
Tabel 9. Uji Realibilitas Outer Model Revisi ........................................................ 56
Tabel 10. Uji Kesuaian Inner Model ...................................................................... 57
Tabel 11. Tingkatan Skala ..................................................................................... 59
Tabel 12. Rescaling Data Perilaku Penyalahgunaan Napza .................................. 60
Tabel 13. Crosstab Indikator-indikator Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku
Penyalahgunaan Napza .......................................................................... 63
Tabel 14. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Status Sosial Ekonomi ........... xviii
Tabel 15. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Penyalahgunaan Napza ............ xix
Tabel 16. Crosstab Pendidikan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza .... xx
Tabel 17. Crosstab Pendidikan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. xx
Tabel 18. Crosstab Pendidikan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza .............. xxi
Tabel 19. Crosstab Pekerjaan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza .... xxi
Tabel 20. Crosstab Pekerjaan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza ............. xxi
Tabel 21. Crosstab Pekerjaan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza ................ xxii
Tabel 22. Crosstab Pendapatan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza . xxii
x
Tabel 23. Crosstab Pendapatan Keluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza ... xxiii
Tabel 24. Crosstab Kebutuhan Sekeluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza xxiii
Tabel 25. Crosstab Kepemilikan Karyawan * Perilaku Penyalahgunaan Napzaxxiv
Tabel 26. Crosstab Kepemilikan Investasi * Perilaku Penyalahgunaan Napza . xxiv
Tabel 27. Crosstab Kepemilikan Kendaraan * Perilaku Penyalahgunaan Napza xxv
xi
DAFTAR RUMUS
Persamaan 1. Rumus Slovin .................................................................................. 28
Persamaan 2. Rumus komposisi proposional ......................................................... 29
Persamaan 3. Rumus Korelasi Pearson Product Moment ...................................... 33
Persamaan 4. Rumus Alpha Cronbach ................................................................... 35
Persamaan 5. Rumus Frekuensi dan Persentase .................................................... 35
Persamaan 6. Rumus Frekuensi dan Persentase .................................................... 36
Persamaan 7. Rumus Q-Square .............................................................................. 39
Persamaan 8. Rumus Univariate Distribution ........................................................ 40
Persamaan 9. Rumus Q-square .............................................................................. 58
Persamaan 10. Rumus Univariate Distribution ...................................................... 59
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Variabel Status Sosial Ekonomi (X) .................................................... 25
Gambar 2. Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza (Y) ..................................... 26
Gambar 3. Laoading Faktor dan T-hitung Model Akhir ........................................ 55
Gambar 4. Loading Factor Model Awal .............................................................. xvi
Gambar 5. T-hitungModel Awal ......................................................................... xvii
Gambar 6. Status sosial Ekonomi ...................................................................... xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya. Selain narkoba, sebutan lain yang merujuk pada ketiga zat tersebut
adalah napza yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Istilah napza biasanya
lebih banyak dipakai oleh praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi, pada
intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga jenis zat
yang sama (Ali dan Duse, 2007).
Sedangkan penyalahgunaan napza adalah menyalahgunakan salah satu
atau beberapa jenis narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya secara berkala
atau teratur di luar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan
fisik, psikis dan gangguan fungsi sosial. Sedangkan penyalahguna napza adalah
orang yang menggunakan napza tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter
yang hanya ingin menikmati efek sampingnya saja bukan mengharapkan efek
pengobatannya dan merupakan tindakan melawan hukum (Depkes, 2001).
Di seluruh dunia, penyalahgunaan napza menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun. Dilaporkan, 5 % dari total populasi dunia pernah mencoba napza,
dan kini ada sekitar 27 juta orang yang kecanduan dan mengalami masalah
dengan penyalahgunaan napza. Kematian akibat napza diperkirakan sekitar
200.000 orang per tahun (Mere, 2011). Karena itu di Indonesia penyalahgunaan
napza merupakan masalah serius yang harus dicarikan jalan penyelesaiannya.
2
Sedangkan menurut hasil data dari penelitian Badan Nasional (BNN) dan
Puslitkes UI pada 2017, sekitar 1,77% atau 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi
penyalahguna narkoba dengan jumlah kerugian ekonomi maupun sosial mencapai
Rp 84,7 triliun. David Hutapea (Direktur Diseminasi Informasi Bidang
Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN)), mengatakan jumlah prevalensi
pengguna narkoba dari tahun ke tahun terlihat meningkat. Pada 2016 masih 0,02%
dari total penduduk Indonesia dan pada tahun 2017 menjadi 1,77%. Selain
kerugian material, permasalahan narkoba di Indonesia juga sudah menyebabkan
korban meninggal yakni diperkirakan 11.071 orang per tahun atau 30 orang per
hari. Berdasarkan data penyalahgunaan napza tersebut, mayoritas adalah pekerja
59%, disusul pelajar 24% dan populasi umum yakni 17% (Info DATIN
Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Sedangkan menurut data yang didapatkan dari RSKO Jakarta jumlah
pasien napza di RSKO mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir dari tahun
2013-2017. Tahun 2013 diperoleh data pasien berjumlah 78 orang. Tahun 2014
terdapat penurunan pasien berjumlah 70 orang. Tahun 2015 pasien berjumlah
sama dengan tahun sebelumnya yakni 70 orang. Tahun 2016 pasien meningkat
drastis dengan jumlah mencapai 263 orang dan pada tahun 2017 pasien
mengalami sedikit penurunan dari tahun sebelumnya yakni berjumlah 244 orang.
Data-data di atas menunjukan bahwa jumlah penyalahgunaan napza di
Indonesia masuk dalam kategori tinggi. Tingginya jumlah penyalahgunaan
tersebut membuat pemerintah tidak tinggal diam. Untuk itu, Badan Narkotika
Nasional (BNN) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK)
3
memfokuskan Kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) pada lima bidang. Kelima bidang tersebut
adalah bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama,
Pemberantasan serta rehabilitasi seperti di Rumah Sakit Ketergantungangan Obat
(Badan Narkotika dan Departemen Kesehatan RI, 2003).
Sebelum proses rehabilitasi dilakukan kepada para penyahlaguna napza,
perlu diketahui terlebih dahulu tingkatan perilaku penyalahgunaan napza pada
pengguna tersebut dan membaginya menjadi empat tingkat, yakni eksperimental,
situasional, reguler dan adiktif (Kapeta, 2016).
Pada tingkat eksperimental memiliki tingkat keparahan yang sangat rendah
dan hanya coba-coba saja karena pengguna biasanya hanya terdorong akan rasa
ingin tahu atau tekanan dari teman sebaya. Sedangkan pada tingkat situasional
pengguna mulai mengejar efek dari napza itu sendiri atau untuk mengatasi situasi
tertentu contohnya seperti menghilangkan rasa malu dan efek dari napza tersebut
dapat membuatnya lebih percaya diri. Pada tingkatan ketiga yakni reguler
pengguna biasanya mulai menggunakan secara terus-menerus dengan dosis yang
sedang dan digunakan untuk terbebas dari masalah yang dialaminya misalnya
seperti depresi. Pada tingkat terakhir yakni adiktif, pengguna napza
mengkonsumsi dengan dosis tinggi secara rutin atau setiap hari karena pengguna
ingin mendapatkan efek fisik atau psikologis yang ingin dicapainnya atau hanya
sekedar menghindari gejala putus zat (sakaw). Pada tingkatan ini napza telah
menjadi bagian dari hidup pengguna yang sulit untuk lepas walaupun sudah tahu
dampak buruk bagi dirinya (Kapeta, 2016).
4
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menjadi
penyalahguna napza, diantaranya faktor individu, lingkungan, ekonomi dan napza
itu sendiri. Dari beberapa faktor tersebut, faktor individu dan ekonomi (umur,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan) mempunyai peranan penting
yang dapat mempengaruhi seseorang menyalahgunakan napza (BNN, 2007).
Oleh karena itu, masalah penyalahgunaan napza tidak luput dengan
masalah status sosial yang dimiliki para penggunanya baik itu dalam faktor
individu ataupun ekonominya. Masalah status sosial di masyarakat itu sendiri
mewakili peran pengguna napza sebagai aktor dalam proses keberlangsungan di
lingkungan hidupnya, di mana status sosial ini menjadi salah satu faktor individu
mendorong perilaku penyalahgunaan napza, status sosial yang diraih individu di
dalam masyarakat ini tidaklah sebagai pemberian dari tuhan melainkan status
yang memerlukan kualitas tertentu, status jenis ini tidak diberikan pada individu
sejak lahir melainkan harus diraih melalui persaingan dan usaha pribadi yang
disebut sebagai Achieved status (Sunarto, 2004). Dalam meraih status sosial
ekonomi, individu memiliki sarana untuk meraihnya yaitu dengan cara bekerja.
Dengan bekerja individu dapat memiliki pendapatan dan dapat miliki harta benda
yang bernilai dalam kebutuhan ekonominya. Bekerja sendiri telah dianggap
semata-mata sebagai suatu sarana untuk mencari nafkah atau dalam perspektif lain
suatu alat untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi. Lebih jauh lagi,
persepsi-persepsi modern telah mempertinggi konsep bekerja secara layak, yaitu
sebagai nilai manusiawi, kebutuhan sosial dan sarana untuk pengembangan diri
agar meningkatkan status sosial individu tersebut (Arus, 2001).
5
Fokus Perhatian adalah “Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan
Perilaku Penyalahgunaan Napza (Studi Kasus: Pasien Di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta)” Dari pemaparan di atas, apakah ada hubungan
status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza? Untuk membuktikan
penyataan tersebut perlu dilakukan suatu penelitian. Penelitian yang memastikan
adanya hubungan dari status sosial ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka dapat ditarik beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran status sosial ekonomi pasien RSKO Jakarta?
2. Bagaimanakah tingkatan perilaku penyalahgunaan napza pasien RSKO
Jakarta?
3. Adakah hubungan status sosial ekonomi dan pasien di RSKO Jakarta
dalam perilaku penyalahgunaan napza ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pertanyaan masalah tersebut, tujuan penelitiannya adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan bagaimana gambaran status sosial ekonomi pasien
RSKO Jakarta.
6
2. Untuk mengukur tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien
RSKO Jakarta.
3. Untuk menjelaskan hubungan status sosial ekonomi dan perilaku
penyalahgunaan napza pada pasien RSKO Jakarta.
Manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat Teoretis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu-
ilmu sosiologi dan dapat digunakan sebagai panduan, referensi serta menambah
hasil penelitian yang berhubungan dengan status sosial ekonomi. Pembaca
diharapkan dapat memahami penelitian ini sebagai gambaran dalam aspek
kriminalitas serta dapat menambah pengetahuan tentang status sosial ekonomi
yang mengacu pada pekerjaan, pendidikan dan pendapatan dalam berbagai aspek
terutama ekonomi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tambahan dan evaluasi
untuk memahami indikator status sosial ekenomi serta mengetahui hubungan
status sosial ekonomi tersebut dan perilaku penyalahgunaan napza.
D. Tinjauan Pustaka
Agar penelitian ini menjadi relevan, tentu dibutuhkan perbandingan
dengan penelitian yang terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan tema
7
yang sama yaitu perilaku penyalahgunaan napza maupun status sosial ekonomi.
Berikut ini peneliti akan memaparkan berbagai penelitian yang terkait dengan
perilaku penyalahgunaan napza dan juga status sosial ekonomi untuk meletakan
peta penelitian ini :
Pertama, yaitu penelitian yang di tulis oleh Matwimiyadi yang berjudul
“Hubungan Terhadap Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan dengan
Penyalahgunaan Napza”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkat
pendidikan dan perkerjaan dengan penyalahgunaan napza di RSJ Tampan
Provinsi Riau. Dikarenakan angka penyalahgunaan napza semakin meningkat
setiap tahunnya, peneliti ingin melihat seberapa tingginya angka kenaikan tersebut
dengan berfokus pada tingkat pendidikan dan tingkat pekerjaan yang dimiliki oleh
responden yakni para penyalahguna napza. Dengan menunjukan hasil bahwa
orang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki peluang lebih besar menjadi
penyalahguna napza daripada yang bekerja.
Kedua, yaitu penelitian yang ditulis oleh Aziza, Jamaluddin dan Wahyudin
yang berjudul “Hubungan Tingkat pengetahuan dan Sikap Narapidana dengan
Penggunaan Narkoba di Lembaga Permasyarakatan Klas IIB Kabupaten
Tolitoli”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang terdapat antara
tingkat pengetahuan dan sikap individu terhadap penggunaan narkoba. Dari hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan dan sikap narapidana dengan penggunaan narkoba atau
semakin rendah tingkat pengetahuan dan sikap seseorang maka semakin tinggi
kemungkinan dia menggunakan narkoba.
8
Ketiga, yaitu penelitian yang bersumber dari Nurhayati Surbakti yang
berjudul “Analisis Dampak Sosial-Ekonomi Penyalahgunaan Narkoba”.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak-dampak yang disebabkan oleh
penyalahgunaan narkoba baik itu dampak sosial maupun ekonomi. Dari penelitian
tersebut menunjukan bahwa penyalahgunaan narkoba memberikan dampak yang
negatif terhadap faktor sosial-ekonomi yakni meliputi kesehatan, keluarga,
pendidikan dan produktivitas dalam bekerja.
Keempat, yaitu penelitian yang ditulis oleh Miller dan Carrol yang
berjudul “The Influence of Social Factors in Drug Addiction”. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat faktor sosial yang mempengaruhi seorang pecandu
narkoba dengan menjelaskan hasil bahwa seorang pecandu narkoba terdorong
akan hasrat dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuannya. Dengan melihat
faktor-faktor sosial seperti teman sebaya, keluarga, lingkungan dan ekonominya.
Kelima, yaitu penelitian yang ditulis oleh Dr. Jerome, Nyameh, Magaji I.
Yakubu, Susan Teru dan Agnes Titus yang berjudul “Economic Implications of
Drug Abuse among the Youths”. Penelitian ini menejelaskan bahwa permasalahan
napza bukanlah masalah antar individu tetapi menyangkut masalah bersama yang
harus diselesaikan dalam masyarakat, terutama sistem dalam tatanan sosialnya
ketika individu harus memerankan perannya masing-masing dengan baik dan
saling bekerja sama karena masalah napza akan berdampak dalam semua faktor,
termasuk faktor ekonomi.
9
Tabel 1. Perbandingan Literature
NO JUDUL
LITERAURE
METODE FOKUS
PENELITIAN
PERSAMAAN PERBEDAAN
1 Matwimiyadi
2014, Hubungan
Terhadap Tingkat
Pendidikan dan
Pekerjaan dengan
Penyalahguna
Napza
Kuantitatif Melihat
hubungan antara
tingkat
pendidikan dan
pekerjaan
responden
terhadap
penyalahgunaan
napza.
Membahas
tingkat
pendidikan dan
pekerjaan yang
merupakan
faktor dalam
status sosial
ekonomi serta
berhubungan
dengan
penyalahgunaan
napza.
Hanya
membahas
pendidikan dan
pekerjaan saja
tidak membahas
tentang
kepemilikan
harta benda dan
pendapatan.
2 Aziza, Jamaludin
dan Wayudin
2018, Hubungan
Tingkat
pengetahuan dan
Sikap Narapidana
dengan
Penggunaan
Narkoba di
Lembaga
Permasyarakatan
Klas IIB
Kabupaten
Tolitoli
Kuantitatif Melihat
Hubungan
Tingkat
pengetahuan
dan Sikap
Narapidana
dengan
Penggunaan
Narkoba di
Lembaga
Permasyarakat
an Klas IIB
Kabupaten
Tolitoli.
Sama-sama
membahas
tentang
penyalahgunaan
napza dan
hubungannya
dengan tingkat
pendidikan.
Penelitian ini
melihat
hubungaan
penyalahgunaan
napza hanya
dari tingkat
pengetahuan
atau pendidikan
saja. Tidak
membahas
tentang
pekerjaan,
pendapatan dan
kepemilikan
harta benda.
3 Nurhayati
Surbakti 2006,
Analisis Dampak
Sosial-Ekonomi
Penyalahgunaan
Narkoba
Kualitatif Ingin
mengetahui
faktor-faktor apa
saja yang
mempengaruhi
seseorang dalam
penyalahgunaan
napza.
Sama-sama
membahas
tentang
penyalahgunaan
napza dan
melihat dari segi
faktor ekonomi
yakni tingkat
pendidikan dan
pekerjaan.
Metode yang
digunakan
penilitan ini
adalah kualitatif
dan tidak
membahas
tentang
pendapatan dan
kepemilikaan
4 Miller dan Carrol
2006, The
Influence of
Social Factors in
Drug Addiction.
Kualitatif Melihat faktor-
faktor sosial apa
saja pada
pecandu
narkoba.
Membahas
tentang faktor
sosial yang
berhubungan
dengan
penyalahgunaan
napza.
Metode yang
digunakan
kualitatif dan
hanya
membahas
masalah faktor
sosial secara
10
E. Kerangka Teoretis
1. Teori Status Sosial Ekonomi
Pada dasarnya kehidupan manusia itu berbeda–beda, baik dari segi
ekonomi maupun kedudukannya (status) dalam suatu masyarakat. Ada yang dari
segi ekonomi dan kedudukannya, ataupun sebaliknya. Status diartikan sebagai
tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
orang-orang lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Masyarakat pada
umumnya memperkembangkan dua macam status, seperti yang dipopulerkan
Linton bahwa pembagian status ada dua (Linton, 1968), yaitu:
a. Ascribed Status (Status yang diperoleh)
Status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan
atau perbedaan antarindividu yang dibawa sejak lahir. Misalnya, usia dan jenis
kelamin.
umum.
5 Jerome, Nyameh,
Magaji I.
Yakubu, Susan
Teru dan Agnes
Titus 2013,
Economic
Implications of
Drug Abuse
among the
Youths
Kualitatif Membahas
masalah
ekonomi tentang
penyalahgunaan
napza pada
remaja.
Sama-sama
membahas
tentang ekonomi
dan
hubungannya
dengan
penyalahgunaan
napza.
Yang menjadi
objek penelitian
hanya kalangan
remaja saja
tidak membahas
kalngan dewasa
dan usia lanjut.
11
b. Achieved status (status yang diraih)
Status yang memerlukan kualitas tertentu, status jenis ini tidak
diberikan pada individu sejak lahir melainkan harus diraih melalui persaingan
dan usaha pribadi.
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
masyarakat, status sosial ekonomi diartikan sebagai gambaran tentang
keadaan seseorang atau masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi,
gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan lainnya.
Sedangkan status sosial ekonomi merupakan keadaan ekonomi yang
menentukan kedudukan (status) di dalam lapisan masyarakat. Apakah
tergolong lapisan atas, sedang atau rendah. Maka dari itu status sosial
ekonomi merupakan suatu kondisi dan kedudukan seseorang yang diukur dan
terkait dengan pendidikan, pekerjaan, pendapatan, fasilitas dan jenis tempat
tinggal.
2. Teori Pilihan Rasional
Teori ini mengadopsi pemikiran yang berlandaskan ekonomi yakni
manusia adalah sebuah makhluk yang rasional dalam membuat keputusan
dengan mempertimbangkan berbagai cara untuk memperoleh tujuan atau hasil
yang diinginkannya (Clarke, 1997). Pendekatan ini dibangun oleh Clarke
untuk menyusun strategi pencegahan kejahatan situasional. Pendekatan ini
berasumsi bahwa kejahatan adalah sebuah perilaku yang secara sadar
dilakukan untuk memenuhi hasrat si pelanggar misalnya seperti uang, hasrat
12
seksual dan narkoba. Dalam proses memenuhi kebutuhan tersebut pelaku
terkadang sering menimbang terlebih dahulu secara rasional keputusan yang
akan diambil dengan mengukur sumber daya yang dimiliki dan cara mencapai
keinginannya (Clarke,1997). Oleh karena itu, Pendekatan ini berpendapat
bahwa manusia memiliki kodrat yang sama yaitu selalu mempertimbangkan
keputusannya berdasarkan hal yang ingin diraihnya walaupun itu baik ataupun
buruk selama dia bisa mencapainnya.
Asusmsi dasar dalam teori pilihan rasional juga dijelaskan oleh Keel
(1997) dengan membaginya pada beberapa poin pokok sebagai berikut:
a. Manusia adalah subjek yang rasional.
b. Rasionalitas termasuk kalkulasi pada tujuan atau cara.
c. Manusia bebas untuk memilih perilakunya baik patuh atau
melanggar, berdasarkan atas pertimbangannya sendiri.
d. Elemen yang paling penting dari pertimbangan tersebut meliputi
analisis baik dan buruk, lebih mengedepankan kesenangan yang
didukung karna faktor ekonomi.
e. Pilihan, apabila diasumsukan bahwa kondisi lainnya adalah sama.
Hal tersebut berarti baik atau buruknya keputusan yang diambil itu
adalah pilihan yang sama asalkan dapat mencapai keinginannya.
Pilihan rasional dalam melihat penyalahgunaan napza lebih
mengedepankan pada prinsip ekonomi, memandang mereka sebagai sebuah
13
pihak yang mempunyai pertimbangan rasional dengan mempertimbangkan
berbagai cara untuk mendapat kesenangannya agar berhasil mencapai efek
yang ingin diraih walaupun itu melalui keputusan yang buruk atau melanggar
norma. Karena hal tersebut adalah keputusan yang telah diperhitungkannya
(Piquero dan Hickman, 2002).
F. Definisi Operasional
1. Status Sosial
Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur sosial,
yakni menentukan hubungan dengan orang lain. Status sosial atau kedudukan
individu, apakah ia berasal dari golongan atas atau ia berasal dari golongan bawah
dari status orang lain, hal ini mempengaruhi perannya. Peranan adalah
konskuensi atau akibat kedudukan atau status sosial ekonomi seseorang. Tetapi,
cara seseorang membawakan peranannya tergantung pada kepribadian dari setiap
individu karena indivdu satu dengan yang lain berbeda (Nasution, 1994).
2. Faktor Dalam Status Sosial Ekonomi
Soekanto memiliki ukuran atau kriteria dalam menggolongkan anggota
masyarakat dalam suatu lapisan sosial, kriteria tersebut diantaranya ukuran
kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan.
Namun, status sosial ekonomi masyarakat juga dapat dilihat dari beberapa faktor
yang mempengaruhi, yaitu:
14
a. Pekerjaan
Manusia adalah makhluk yang berkembang dan makhluk yang aktif.
Manusia disebut sebagai makhluk yang suka bekerja, manusia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya yang terdiri dari pakaian, sandang, papan,
serta memenuhi kebutuhan sekunder seperti pendidikan tinggi, kendaraan,
alat hiburan dan sebagainya (Mulyanto, 1985).
Pekerjaan akan menentukan status sosial ekonomi karena dari bekerja
segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaan tidak hanya mempunyai
nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasaan dan
mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi
kebutuhan hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan
ekonominya, untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap
indivdu sebab dalam bekerja mengandung dua segi, kepuaasan jasmani dan
terpenuhinya kebutuhan hidup.
b. Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia, pendidikan
dapat bermanfaat seumur hidup manusia. Dengan pendidikan, diharapkan
seseorang dapat membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru baik berupa
teknologi, materi, sistem teknologi maupun berupa ide-ide baru serta
bagaimana cara berpikir secara alamiah untuk kelangsungan hidup dan
kesejahteraan dirinya, masyarakat dan tanah airnya.
15
Ngadiyono (1998) membedakan pendidikan berdasarkan isi program
dan penyelengaraannya menjadi 3 macam, yaitu :
1. Pendidikan formal merupakan pendidikan resmi di sekolah-sekolah,
penyelenggaraannya teratur dengan penjenjangan yang tegas,
persaratan tegas, disertai peraturan yang ketat, pendidikan ini
didasarkan pada peraturan yang tegas.
2. Pendidikan informal merupakan pendidikan yang diperoleh melalui
hasil pengalaman, baik yang diterima dalam keluarga maupun
masyarakat. Penjenjangan dan penyelenggaraannya tidak ada,
sistemnya tidak diformulasikan.
3. Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang dilakukan di
luar sekolah, penyelenggaraanya teratur. Isi pendidikannya tidak
seluas pendidikan formal, begitu juga dengan peraturannya.
c. Pendapatan
Christoper dalam sumardi (2004) mendefinisikan pendapatan
berdasarkan kamus ekonomi adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam
bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba, dan lain sebagainya. Biro pusat Statistik
merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:
1. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang
yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau
kontra prestasi, sumbernya berasal dari :
16
a. Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan,
kerja lembur dan kerja kadang-kadang.
b. Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari hasil usaha sendiri,
komisi, penjualan dari kerajinan rumah.
c. Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik
tanah. Keuntungan serial, yakni pendapatan yang diperoleh dari
pihak milik.
2. Pendapatan yang berupa barang, yaitu pembayaran upah dan gaji
yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan
dan kreasi.
d. Kepemilikan
Pendapatan seseorang akan mempengaruhi jenis kepemilikan harta
benda yang dimiliki oleh individu tersebut. Semakin tinggi pendapatan maka
akan semakin besar peluangnya untuk masuk kedalam kategori kelas atas.
“Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta benda
yang banyak. Di pedesaan kepemilikan sawah, kebun, ladang, ternak yang
banyak dan rumah yang besar merupakan simbol pemilikan dari kelas atas
masyarakat tersebut. Di perkotaan, rumah, kendaraan, tanah, perhiasaan,
surat-surat berharga, dan benda-benda seni adalah simbol pemilikan dari
kelas atas. Dimana ia tinggal akan menentukan kelas sosial seseorang. Di
Jakarta, pemukiman di Menteng, Pondok Indah, Perumahan Kota Wisata
Cibubur, Kelapa Gading adalah lokasi perumahan bagi kelas sosial atas”
(Sumarwan, 2011 : 267).
17
3. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya)
a. Pengertian Narkotika
Narkotika berasal dari bahasa inggris “narcitics” yang berarti obat yang
menidurkan atau obat bius (Warjowasito & tito, 1998).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, narkotika adalah untuk
menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau
rangsangan (opium, ganja, dsb) (Depdikbud, 1998). Kemudian, Departemen
Agama RI mengungkapkan bahwa narkotika adalah bahan atau zat aktif yang
bekerja pada sistem syaraf, dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dan rasa
sakit, serta dapat pula menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya
adalah putaw, ganja, kokain, morfin, hasish dan opium (Depag, 2003).
b. Pengertian Psikotropika
Psikotropika Merupakan salah satu zat yang dapat digunakan untuk
pengobatan dan dapat berbahaya jika digunakan dengan dosis yang berlebihan.
Di dalam buku Penggunaan Penyalahgunaan NARKOBA Oleh
Masyarakat Sekolah, psikotropika adalah zat atau bahan yang bekerja pada sistem
syaraf pusat yang dapat menyebabkan perubahan pada aktifitas mental dan prilaku
dan dapat menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya yaitu ekstasi,
shabu-shabu, LSD pil BK, rohypnol, magadon, valium, mandrax (Depag, 2003).
Adapun jenis-jenis psikotropika berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun
1997 psikotropika dibedakan menjadi empat golongan, yaitu:
18
1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat yang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi yang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang yang mengakibatkan
sindroma ketergantungan namun tidak separah golongan II.
4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat untuk
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (Sasangka, 2003).
Dari beberapa pengertian diatas, penulis memahami bahwa psikotropika
merupakan zat yang bisa menjadi obat untuk pengobatan jika digunakan sesuai
akan tetapi akan menjadi zat yang dapat merusak susunan sistem syaraf pusat jika
dikonsumsi secara berlebihan.
19
c. Pengertian Zat Adiktif Lainnya
Hari Sasangka menjelaskan bahwa ”Zat-zat adiktif lainnya yaitu selain
narkotika dan selain psikotropika”. Penggunaannya dapat menimbulkan
ketergantungan, contohnya adalah rokok, kelompok alkohol dan minuman lain
yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan, cafein pada kopi dan jamur
pada tahi sapi” (Sasangka, 2003).
4. Perilaku Menyimpang
Penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan yang dilakukan
orang, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sangsi yang
dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tindakan tersebut, sehingga
penyimpangan diartikan sebagai setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu
pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat (Razak, 2008).
Diketahui bahwa penyalahgunaan napza dalam keadaan atau kondisi
seseorang yang mengkonsumsinya berkadar tidak terlalu banyak dan dijadikan
obat adalah baik jika sesuai aturan. Namun, apabila terlalu banyak atau berlebihan
menjadi tidak baik lagi. Penyalahgunaan napza adalah keadaan ketergantuangan
secara fisik maupun psikis yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan
hukum. Oleh karena itu, perbuatan tersebut menjadi suatu perilaku yang
menyimpang.
Perilaku menyimpang dalam hal penyalahgunaan napza ini juga
mempengaruhi keadaan instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, dan tak mampu
mengendalikan diri. Perilaku negatif, sebagai dampak rusaknya sel-sel syaraf
20
otak. Tidak mampu lagi berfikir kritis dan hidup disiplin. Segala perilakunya
hanya tertuju demi napza. Pecandu akan mencari uang diluar rumah dengan
berbagai cara. Termasuk cara kriminal yang mendorong melakukan
penyimpangan lainnya seperti mencuri, menodong dan bahkan menjual dirinya
(Kadarmanta, 2010).
Kemudian, ambivalensi nilai terhadap napza tersebut muncul dari
kenyataan bahwa napza dapat menjadi pengubah perilaku. Modifikasi perilaku
terjadi melalui proses pemabukan, hal ini secara personal dan sosial merupakan
sesuatu yang bersifat destruktif terutama dilihat dari integrasi personal dan sosial.
napza dapat membuat orang menjadi sakit dan tidak bahagia. Dampak paling
kentara dari napza adalah perilaku menjadi agresif dan kecenderungan pada
deviasi dalam perilaku seksual dan membuat seseorang menelantarkan atau
kurang memerhatikan dan peranan sosialnya (Soetomo, 2008) .
5. Tingkat Penyalahgunaan Napza
Ada beberapa tingkat di dalam penyalahgunaan napza , dan tingkatan
tersebut dibagi menjadi empat yakni:
a. Pengguna Eksperimental (Rekreasional)
Penggunaan eksperimental adalah tingkatan penggunaan zat yang paling
rendah tingkat keparahannya. Biasanya terjadi dalam tatanan sosial diantara
teman-teman, jarang terjadi, dan biasanya melibatkan penggunaan zat psikoaktif
dalam jumlah kecil sampai sedang. Biasanya juga didorong oleh rasa ingin tahu
atau tekanan teman sebaya (teman sepermainan). Orang yang menggunakan
21
secara rekreasional biasanya belum memiliki masalah terkait penggunaan zatnya,
kecuali jika terkait penggunaan zat ilegal. Contoh umum misalnya anak SMP
yang mencoba ganja karena penasaran atau diajak teman-temannya.
Pada masa ini seseorang hanya coba-coba memakai narkoba. Mereka yang
menggunakannya hanya sekali-sekali. Dan pada masa ini gejalanya sulit dikenali
serta hanya orang dekat yang dapat mengetahuinya (Sunarno, 2007). Adapun ciri-
cirinya adalah :
Rasa senang
Rasa gembira
Terus senyum dan ramah
b. Penggunaan Situasional (Sirkumstansial)
Penggunaan situasional sering terjadi ketika seseorang termotivasi
mengejar efek yang diinginkan sebagai cara mengatasi (coping) kondisi atau
situasi tertentu. Sebagai contoh, orang yang memiliki sifat sangat pemalu akan
merasa bahwa dengan mengkonsumsi ganja membuatnya menjadi lebih santai,
mampu berbicara dengan orang lain, berdansa, dan merasa lebih gaul. Dalam
contoh lain, orang yang mengalami depresi cenderung mencoba mengkonsumsi
zat untuk merasa lebih hidup dan lebih baik.
Contoh lain yang lebih ekstrim adalah serdadu yang menggunakan ganja,
heroin, atau zat lainnya dalam peperangan untuk santai dan terlepas dari stres
yang menderanya saat peperangan. Pada tingkat ini, orang secara situasional dapat
menggunakan untuk mencari kesenangan atau bersosialisasi. Seseorang pada
22
tingkat ini dapat saja memiliki masalah atau tidak memiliki masalah terkait
penggunaannya.(Sunarno, 2007) adapun ini ciri-cirinya adalah:
Lebih lincah, riang dan percaya diri
Rajin olahraga
Senang makan
c. Penggunaan Reguler (Intensif)
Beberapa orang memulai penggunaan zat dari penggunaan rekreasional
atau sirkumstansial. Namun, kemudian mulai menggunakan secara terus-menerus.
Ketika penggunaan zat menjadi setiap hari dan terus-menerus, dari dosis rendah
sampai sedang, efek yang dirasakan akan meningkat. Pada tingkatan ini, biasanya
seseorang termotivasi untuk menggunakan agar terbebas dari masalah yang
dialami, seperti anxietas atau depresi, atau untuk mempertahankan kemampuan
yang dikehendaki. Pada tingkatan ini, seseorang biasanya mulai mengalami
masalah terkait penggunaannya (misal: terlambat masuk kerja pada hari Senin
karena malamnya habis mabuk tinggi; membuat orang lain prihatin akan
penggunaannya). Pada tingkatan penggunaan ini sering juga disebut sebagai
tingkat penyalahgunaan.
Pada masa ini seseorang akan lebih sering menggunakan napza.
Ketergantungan sudah mulai tampak, dan memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut:
Pribadi tertutup dan mudah tersinggung.
Sulit bergaul dan murung.
23
Ketika menggunakan ia normal tetapi ketika tidak, ia kurang percaya diri
dan tidak sehat.
d. Penggunaan Adiktif (Kompulsif)
Penggunaan adiktif merupakan penggunaan paling parah dan paling
berbahaya. Pada tingkat ini , dosis tinggi secara rutin atau setiap hari (bisa
beberapa kali dalam sehari) diperlukan untuk mencapai efek fisik atau psikologis
yang diinginkan, atau sekedar untuk menghindari gejala putus zat (seperti sakaw).
Pada tingkat ini, zat (narkoba) menjadi sesuatu yang paling penting dalam
kehidupan seseorang, melebihi aktivitas lainnya. Pada tingkat ini, orang
mengalami masalah terkait penggunaan berkelanjutan, namun tetap menggunakan
walaupun tahu itu bermasalah untuk dirinya, yang sering disebut sebagai
adiksi.(Sunarno,2007)
Pada masa ini seseorang yang menggunakan napza, kehidupannya hanya
bergantung pada napza jika tidak memakai ia akan mengalami sakaw dan
meperlihatkan ciri-ciri berikut:
Sering mengancam dan mencuri
Gigi menguning kecoklatan
Memiliki bekas sayatan/ tusukan jarum di bagian kaki, tangan, dada atau
lainnya.
24
Tabel 2. Tingkat Penyalahgunaan Napza
No TINGKATAN TUJUAN
1 Eksperimental Hanya ingin tahu, penasaran.
2 Situasional Untuk mengatasi situasi atau kondisi tertentu.
3 Reguler Dosis bertambah dan termotivasi untuk menggunakan
agar terbebas dari masalah yang dialami,
4 Adiktif
Dosis tinggi secara rutin atau setiap hari (bisa beberapa
kali dalam sehari) diperlukan untuk mencapai efek fisik
atau psikologis yang diinginkan
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan status sosial ekonomi pasien RSKO jakarta dan
perilaku penyalahgunaan napza.
Ha: Ada hubungan status sosial ekonomi pada pasien RSKO jakarta dan
perilaku penyalahgunaan napza
H. Operasionalisasi Konsep
Konsep dari penelitian ini terdiri dari 2 variabel, yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Di sini status sosial ekonomi (SSE) sebagai variabel
independen (X) dan perilaku penyalahgunan napza (PPN) sebagai variabel
dependen (Y). Dalam penelitian ini, variabel status sosial ekonomi diukur dari
25
beberapa dimensi yaitu pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Sedangkan
variabel perilaku penyalahgunaan napza diukur dari dimensi eksperimental,
situasional, reguler, dan adiktif dengan gambar sebagai berikut:
Gambar 1. Variabel Status Sosial Ekonomi (X)
26
Gambar 2. Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza (Y)
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan
pendekatan kuantitatif. Kuantitatif yakni penyelidikan tentang masalah
kemasyarakatan atau kemanusiaan yang didasarkan pada pengujian suatu teori
yang tersusun atas variabel-variabel, diukur dengan bilangan-bilangan, dan
dianalisis dengan prosedur statistik. Tujuannya adalah mengeneralisasi temuan
penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi pada populasi
yang lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan
sebab akibat antar variabel yang diteliti (Supriyadi, 2014).
27
Penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian survei yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data yang pokok (singarimbun, 1989).
2. Objek Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta. Alasan memilih RSKO sebagai lokasi penelitian karena
RSKO ini di latar belakangi sebagai rumah sakit yang khusus menangani
pasien pecandu narkoba, sekaligus rumah sakit terbaik di Jakarta perihal
menangani narkoba, baik itu proses medis, rehabilitasi maupun motivasi.
Peneliti juga ingin memperdalam apakah para pasien di RSKO dalam
masalah penyalahgunaan napza memiliki faktor sosial ekonomi sebagai
pemicu melakukan perbuatan tersebut. Karena itu peneliti ingin melihat
hubungan status sosial ekonomi mereka dan masalah penyalahgunaan napza.
3. Teknik Sampling dan Ukuran Sampel Penelitian
a. Populasi Penelitian
Populasi adalah ide abstrak dari sehimpunan besar yang peneliti ambil
sampelnya, dan hasil dari sampel tersebut digeneralisasikan (Lawrence,
2013). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien RSKO
Cibubur Jakarta tahun 2018 yang berjumlah 120 orang.
28
Tabel 3. Jenis Kelamin Pasien
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki 101
Perempuan 19
Total 120
b. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian yang diambil dari suatu populasi. Pada
penelitian ini jumlah populasi sebanyak 120 orang. Dari populasi ini peneliti
mengambil sampel dengan menggunakan rumus perhitungan sampel slovin:
Persamaan 1. Rumus Slovin
n: jumlah sampel
N: jumlah populasi
e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Setelah mendapatkan jumlah sempel dengan menggunakan rumus
slovin, maka dalam penelitian ini jumlah responden sebanyak 92,307 dan
dibulatkan menjadi 92 responden.
29
Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampling non
probability sampling dengan tipe Quota sampling yaitu membuat kerangka
sampel untuk setiap beberapa kategori kasus, dan mengambil sampel tersebut
secara acak dari setiap kategori yang akan mencerminkan populasi
(Lawrence, 2013). Penelitian ini menggunakan Quota sampling dikarenakan
sangat cocok untuk melihat jumlah pasien yang ada di RSKO jakarta yang
sedang dirawat, baik itu rawat jalan maupun rawat inap. Yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk teknik pengambilan unit sampel
dari setiap Quota adalah dengan menggunakan Convenience Sampling.
Persamaan 2. Rumus komposisi proposional
N= + = 91,999 ≈ 92
4. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menyebarkan
kuesioner pada responden yang telah ditetapkan, kuesioner merupakan sebuah
pertanyaan tertulis yang berkaitan dengan fokus penelitian dan peneliti juga
melakukan wawancara lebih mendalam lagi kepada responden agar data yang
didapatkan bisa lebih akurat dan valid. Lalu sebelum mengumpulkan data, peneliti
30
melakukan observasi di RSKO Cibubur untuk melihat lingkungan sekitar Pasien
yang dirawat.
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner dan
wawancara dengan responden, yaitu Pasien RSKO Cibubur Jakarta.
b. Data Sekunder
Sumber data ini meliputi arsip-arsip yang didapat dari pihak rumah
sakit dan termasuk juga buku, jurnal, teori, skripsi, tesis, penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya serta sumber lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2. Skala Pengukuran
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala ordinal dan
nominal untuk mengukur variabel independen (status sosial ekonomi) dan
skala nominal pada variabel dependen (perilaku penyalahgunaan napza).
5. Operasional Variabel
Dalam penelitian ini memiliki dua variable, yakni variabel independen dan
dependen. Variabel independen ialah variabel yang dapat mempengaruhi nilai dari
variabel lainnya atau sering juga disebut dengan variabel bebas (X), sedangkan
variabel dependennya ialah variabel yang dipengaruhi oleh varibel independen
tersebut (Y).
31
Penelitian ini hanya memiliki satu variabel independen yaitu status sosial
ekonomi (X) yang memiliki empat dimensi, meliputi pendidikan, pekerjaan,
pendapatan dan kepemilikan. Sedangkan variabel dependen dari penelitain ini
adalah perilaku penyalahgunaan nazpa (Y) dengan empat dimensi di dalamnya
yakni eksperimental, situasional, reguler dan adiktif.
Tabel 4. Definisi Operasional Variabel Status Sosial Ekonomi
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR SKALA
Status Sosial
Ekonomi
Pendidikan
- Tingkat pendidikan
pribadi
-Tingkat pendidikan
orang tua
Likert Pekerjaan -Pekerjaan pribadi
-Pekerjaan orang tua
Pendapatan -Pendapatan pribadi
-Pendapatan dan
kebutuhan keluarga
Kepemilikan -Harta benda
Tabel 5. Definisi Operasional Variabel Perilaku Penyalahgunaan Napza
VARIABEL TINGKATAN DIMENSI SKALA
Perilaku
Penyalahgunaan
Napza
Level 1 Penggunaan
Eksperimental
Likert
Level 2 Penggunaan
Situasional
Level 3 Penggunaan
Reguler
Level 4 Penggunaan
Adiktif
32
6. Metode Analisis Data
Data dalam penelitian ini, yaitu menggunakan teknik analisis deskriptif.
Analisis deskriptif dalam penelitian ini bertujaun untuk memberikan gambaran
yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Statistik deskriptif
diantaranya terdiri dari frekuensi dan deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel
atau diagram batang (Prasetyo, 2014). Dalam mengolah data, langkah-langkah
yang dilakukan adalah:
a. Pertama, ialah proses editing data yang telah terkumpul melalui daftar
pertanyaan (kuesioner) ataupun pada wawancara perlu dibaca kembali
untuk melihat apakah ada hal-hal yang masih meragukan dari jawaban
responden. Jadi, editing bertujuan untuk memperbaiki kualitas data serta
menghilangkan keraguan data (Nazir, 2013).
b. Kedua, adalah proses coding atau mengodekan data yaitu kegiatan
memberikan kode pada setiap data yang terkumpul di setiap instrumen
penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis
dan penafsiran data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka, kalimat
pendek atau panjang, ataupun hanya jawaban “ya” atau “tidak”.
c. Ketiga adalah membuat tabulasi, yaitu memasukkan data ke dalam tabel-
tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus
dalam berbagai kategori.
Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul maka selanjutnya
adalah proses pengolahan data. Sebagai berikut:
33
A. Uji Validitas dan Reliabilitas
Pertama peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Di
mana validitas ialah bagaimana suatu alat ukur yang digunakan telah mengukur
apa yang ingin diukur dan reliabilitas ialah sejauh mana hasil pengukuran tetap
konsisten apabila dilakukan pengukuran kembali pada orang yang sama di waktu
yang berbeda atau orang yang berbeda di waktu yang sama (Nifsiannoor, 2011).
1. Uji Validitas
Uji validitas di sini untuk melihat sejauh mana item yang akan
digunakan tersebut isinya layak mengukur objek yang seharusnya diukur
dan sesuai dengan kriteria tertentu. Analisis ini dengan cara
mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total
adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang
berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut
mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin
diungkap valid. Batas validitas di sini menggunakan perhitungan menurut
Azwar yakni jika r hitung > 0,300 maka instrumen atau item-item
pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total dapat dinyatakan
valid (Bahri dan Zamzam, 2012). Dalam menguji validitas peneliti
menggunakan rumus korelasi product moment person (purwoto, 2007).
Dan hasilnya dilampirkan pada lembar lampiran.
Persamaan 3. Rumus Korelasi Pearson Product Moment
∑ ∑ ∑
√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]
34
Keterangan rumus:
∑
∑
∑
∑
∑
2. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari perubah atau konstruk. Suatu kuesioner
dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas suatu test
merujuk pada derajat stabilitas, konsistensi, daya prediksi, dan akurasi.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi adalah pengukuran
yang dapat mempunyai data yang reliabel. Pengujian reliabilitas instrumen
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Menurut Robert M Kaplan
suatu angket dikatakan reliabel apabila nilai dari Alpha Cronbach ≥ atau
0,7 (Saccuzo, 2012). Dan hasilnya dilampirkan pada lembar lampiran,
adapun rumus Alpha Cronbach yang digunakan adalah sebagai berikut:
35
Persamaan 4. Rumus Alpha Cronbach
[
] [
∑
]
Keterangan :
Kedua adalah penyajian analisis statistika deskriptif, yaitu
berkaitan dengan metode-metode pengumpulan, penyajian, dan
peringkasan data sehingga memberikan suatu informasi yang berguna
(Bambang, 1994). Di sini analisis statistika deskriptif berguna untuk
memberikan informasi data berupa frekuensi dan persentase (%) mengenai
gugus data antara variabel status sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan.
Di mana untuk melihat frekuensi dan persentase (%) data dengan
menggunakan rumus (Sudijono, 2006) :
Persamaan 5. Rumus Frekuensi dan Persentase
Keterangan rumus:
P: Persentase
F: Frekuensi dari setiap jawaban yang telah menjadi pilihan responden
N: Jumlah responden
36
B. Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif digunakan berdasarkan dengan metode-metode dari
pengumplan data yang telah diperoleh, disajikan melalu ringkasan data. Pada
penilitian ini, statistika deskriptif berfungsi untuk memberi informasi secara
ringkas terutama dalam penyajian data dan berbentuk frekuensi dalam skala
presentase yakni mengenai status sosial pasien RSKO Jakarta dan menggunakan
rumus seperti berikut:
Persamaan 6. Rumus Frekuensi dan Persentase
Penjelasan rumus:
P: Persentase (%)
F: Frekuensi dari jawaban yang diperoleh berdasarkan pilihan responden
N: Jumlah Keseluruhan Responden
C. CFA (Confirmatory Factor Analysis)
1. Pengertian CFA
CFA atau Confirmatory Factor Analysis berdasarkan Church dan Burke
dalam Widhiarso (2004) ialah meruapakan teknik yang cukup baik dalam analisis
model sederhana untuk melihat berfungsinya suatu konstruk empirik (faktor) pada
sebuah model yang struktural. Kelebihan yang dimiliki oleh Confirmatory Factor
Analysis ini ialah tingkat fleksibilitas yang baik ketika digunakan pada sebuah
model hipotesis yang memiliki kerumitan tinggi. Analisis faktor ini bertujuan
untuk menggambarkan serta menjelaskan dengan cara mereduksi jumlah
parameter yang dimiliki. (Widhiarso, 2004).
37
Second order CFA ialah laten variabel yang pengukurannya tidak bisa
secara langsung melalui variabel-variabel indikatornya. Pengukuran second order
hanya dilakukan melalui keterikatan konstruk dengan indikator lewat dimensi
varibelnya, pengujian dilakukan melalui dua tahap, pertama menguji indikator
dengan dimensi variabel sedangkan tahap kedua menguji suatu dimensi dengan
konstruk laten yang dimilikinya. (Bahri dan Fakhry, 2015). Dan memiliki syarat
yang harus terpenuhi yaitu jumlah dimensi minimal dua, karna jika hanya
memiliki satu dimensi saja tidak akan dapat menggambarkan adanya dimensi
tersebut, karna dimensi merupakan sudut pandang di dalam suatu penelitian, yang
berarti jika hanya memiliki satu dimensi juga hanya memiliki satu sudut pandang
(Bahri dan Fakhry, 2015). Karna ketika melalukan analisis CFA dimensi yang
hanya berjumlah dua tersebut wajib dipertahankan hingga evaluasi akhir selesai.
2. Pengaplikasian CFA
a. Membangun Model Berbasis Teori
Berdasarkan informasi yang telah peneliti kumpulkan, peneliti
memperoleh sebuah model yang sesuai dengan masalah penelitian yang akan
dikaji. Yakni terdapat model satu buah variabel indpenden (eksogen) yaitu status
sosial ekonomi yang berhubungan dengan variabel dependen (endogen) yaitu
perilaku penyalahgunaan napza pasien RSKO Cibubur Jakarta.
Pada model penelitian ini variabel yang telah terbentuk terdiri dari dimensi
dan indikator-indikatornya. Setiap variabel memiliki empat dimensi yakni
variabel status sosial ekonomi dengan dimensi pendidikan, dimensi pekerjaan,
dimensi pendapatan dan dimensi kepemilikan. Sedangkan variabel perilaku
38
penyalahgunaan napza juga memiliki empat buah dimensi yaitu dimensi
eksperimental, dimensi situasional, dimensi reguler dan dimensi adiktif.
b. Membuat Diagram Jalur
Setelah membangun model berbasis teori, tahap selanjutnya adalah
membuat diagram jalur berdasarkan dari model yang telah ditetentukan. Diagram
jalur digunakan untuk mempermudah dalam menjelaskan hubungan-hubungan
yang ada pada setiap indikator, melalui diagram jalur ini juga dapat digambarkan
hubungan antara variabel laten dan hubungan antara variabel laten dengan
indikator-indikatornya.
c. Evaluasi Kesesuaian Model Pengukuran (Outer Model)
Pada bagian ini, kesesuaian model yang telah dibuat akan diuji
pengukurannya meliputi uji validitas dan uji reliabilitas, sedangkan untuk
pengujian validitas model pengukuran, peneliti menggunakan hipoteses (Wijanto,
2008). Sebagai berikut:
Ho: Ө = 0 (koefisien parameter loading factor tidak signifikan atau
tidak valid)
H1: Ө ≠ 0 (koefisien parameter loading factor signifikan atau valid)
Dengan syarat pengujian statistik uji t, sebagai berikut :
Jika > (1,96), maka Ho ditolak
Jika < (1,96), maka Ho diterima
39
Selanjutnya melakukan uji convergen yaitu dengan melihat nilai loading
factor. Jika nilai loading faktor memenuhi syarat atau sesuai standar > 0,50, maka
dapat dikatakan indikator tersebut baik dan valid untuk mengukur latennya.
Sedangkan pada pengujian reliabilitas, dibuktikan oleh dua ukuran
penilaian yakni composite reliability (CR) dan Average Varian Extracted (AVE)
dan dapat dikatakan baik, jika (Wijanto, 2008) :
a. Nilai Composite reliability (CR) > 0,7
b. Nilai Average Varian Extracted (AVE) > 0,5
d. Evaluasi Kesesuaian Model Struktural (Inner Model)
Pada tahap terakhir adalah pengujian inner model yakni dengan melihat
evaluasi kesesuaian model yang telah dibuat. Adapun caranya dengan melihat
nilai Q-Square (Q²) untuk mengukur seberapa baik nilai yang diperoleh oleh
model dan juga estimasi parameternya.
Persamaan 7. Rumus Q-Square
Q² = 1 –(1- R₁²)
Di mana R₁² adalah R-Square variabel induktif (endogen) yang ada dalam
model. Dan interpretasi Q² sama dengan koefisien determinasi total pada analisis
jalur yang telah dibuat, sama dengan nilai R₁². Dan memiliki kriteria uji sebagai
berikut:
a. Nilai Q² memiliki rentang nilai 0 < Q² < 1, yang artinya semakin nilai Q²
mendekati angka 1 maka model semakin baik. Nilai Q² ini setara dengan
koefisien determinasi total.
40
b. Dan jika nilai Q² > 0 menjelaskan bahwa model memiliki predictive
relevance.
c. Sebaliknya jika nilai Q² < menjelaskan bahwa model kurang memiliki
predictive relevance.
D. Rescaling dan Tabulasi Data
Teknik rescaling digunakan untuk mendapatkan data yang nantinya akan
digunakan pada tahap akhir yaitu uji tabulasi silang (cross tabulation). Teknik ini
dilakukan untuk melihat adanya suatu hubungan dari dua variabel tersebut dalam
bentuk tabulasi.
Untuk menghitung besaran yang terdapat dalam kedua variabel, peneliti
menggunakan aplikasi SPSS untuk mengkonversi nilai-nilai yang telah diperoleh.
Namun, sebelum melakukan uji tersebut, terlebih dahulu peneliti konversi
skor variabel dengan mengolah data dimensi yang diukur melalui beberapa
indikator, kemudian hasilnya dikonversi ke dalam skala agar dapat dilihat besaran
dan tingkatannya dengan menggunakan software smartPLS. berikut adalah uraian
rumus yang digunakan:
Persamaan 8. Rumus Univariate Distribution
.
Penjelasan:
: skor maksimal : nilai skala terkecil
: nilai skala terbesar V : nilai skala per-responden
41
Kemudian, setelah nilai tersebut telah dikonversi skornya menjadi urutan
skala, peneliti akan membat urutan skala berdasarkan tingkatan mulai dari yang
sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Berikut adalah hasilnya:
Tabel 6. Tingkatan Skala
Skala Tingkatan
76-100 Sangat Tinggi
55-75 Tinggi
26-50 Rendah
0-25 Sangat rendah
E. Cross Tabulation
Digunakan untuk melihat bagaimana hubungan status sosial ekonomi dan
perilaku penyalahgunaan napza, maka akan disajikan dalam bentuk crosstab yang
dibuat berdasarkan indikator status sosial ekonomi. Crosstab tersebut bertujuan
untuk melihat hubungan antar variabel yang telah diuji yakni dengan menghitung
persentase responden untuk setiap kelompok dalam sebuah kategori supaya lebih
mudah dilihat dan dipahami. (Fariz, Windy & Afi, 2015)
42
BAB II
GAMBARAN UMUM
1. Sejarah dan Latarbelakang RSKO Jakarta Tahun 2018
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) ini digagas pendirinya oleh
bapak H. Ali Sadikin yang dulu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,
kemudian dr. Herman Susilo (Mantan Ka. Ditkeswa Depkes) dan bagian Psikiatri
Universitas Indonesia. Rumah sakit ini secara resmi mulai beroprasi pada 12 April
1972. Berdirinya rumah sakit ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
meminta akan adanya rumah sakit yang secara khusus memberikan pelayanan
kesehatan dibidang penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya), dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau biasa di sebut
RSKO ini menjawab permintaan dari masyarakat serta mendapatkan tanggapan
yang positif.
Di Indonesia sendiri masalah napza merupakan masalah serius yang harus
dicarikan jalan penyelesaiannya. Menurut hasil data dari penelitian Badan
Nasional (BNN) dan Puslitkes UI pada 2017, sekitar 1,77% atau 3,3 juta
penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkoba dengan jumlah kerugian
ekonomi maupun sosial mencapai Rp 84,7 triliun. David Hutapea (Direktur
Diseminasi Informasi Bidang Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN)),
mengatakan jumlah prevalensi pengguna narkoba dari tahun ke tahun terlihat
meningkat. Pada 2016 masih 0,02% dari total penduduk Indonesia dan pada tahun
2017 menjadi 1,77%. Selain kerugian material, permasalahan narkoba di
43
Indonesia juga sudah menyebabkan korban meninggal yakni diperkirakan 11.071
orang per tahun atau 30 orang per hari. Berdasarkan data penyalahgunaan napza
tersebut, mayoritas adalah pekerja 59%, disusul pelajar 24% dan populasi umum
yakni 17% (Info DATIN Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Oleh sebab itu dibuatnya RSKO Jakarta ini mendapatkan tanggapan yang
positif juga diiringi dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan
kesehatan yang lebih baik dan lebih lengakap lagi. Bahkan RSKO cibubur ini
menambah kapasitas layanan serta perbaikan dengan mendirikan bangunan baru
di Cibubur, Jakarta Timur pada tahun 2002 yang dikenal dengan nama RSKO
Cibubur. Karena narkotika sifatnya selalu berkembang baik dari segi dan jenis,
pemulihan ataupun cara penanggunalangannya. Karena itu, RSKO
penanganannya bersifat komperhensif. Penanganan para pasien penyalahgunaan
NAPZA dengan berbagai macam disiplin keilmuan yakni: dokter, perawat,
psikolog atau psikiater, pekerja sosial, ahli fisioterapi dan lain sebagainya.
Kemudian, upaya merealisasikan gedung RSKO Cibubur, Jakarta Timur
diperoleh dengan pembuatan Master Plan berdasarkan surat-surat Ditjen
YanMedik No. PR.02.01.6.1.6620. pada tanggal 15 oktober 2002 dilakukan saat
pembukaan RSKO Cibubur yang menandai dimulainya operasional RSKO
cibubur, yang berlokasi di jalan Lapangan Tembak Nomor 75 Cibubur-Jakarta
Timur.
44
2. Visi dan Misi RSKO Jakarta Tahun 2018
a. Visi
Menjadi rumah sakit yang unggul dalam pelayanan, pendidikan, dan
penelitian dalam bidang napza di tahun 2019.
b. Misi
1. Menyelenggarakan upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif
dalam bidang napza dan penyakit terkait secara komperhensif dan
paripurna yang memenuhi kaidah mutu keselamatan pasien dan
terjangkau oleh masyarakat yang dikelola oleh tenaga yang kompeten.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta
masyarakat umum dalam bidang napza dan melaksanakan penelitian
dan pengembangan berbasis bukti dalam bidang napza.
3. Menjadi sarana bagi pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan
kesejahteraan.
3. Teknik Perencanaan
a. Teknik Perencanaan penyembuhan pada pasien
Penyembuhan adalah fokus utama dari setiap rumah sakit bagi para
pasiennya. Sama halnya dengan RSKO, menggunakaan berbagai cara dalam
menyembuhkan pasiennya yang berhubungan dengan zat beserta penyakit-
penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan untuk pasien rawat inap akan
melalui proses detoksifikasi atau lebih popular dengan nama Medical Psikiatik
45
Evaluation (MPE) pasien akan menjalani proses pemulihan selama satu sampai
tiga minggu. Kemudian, setelah menjalani program detoksifikasi tersebut, pasien
akan dilanjutkan ketahap selajutnya yaitu perawatan rehabilitasi yang masih
dalam satu instansi dengan program detoksifikasi. Model program yang dipakai
oleh RSKO adalah TC yang berbasis Rumah Sakit. Maksudnya adalah
penanganan-penanganan medis dalam prakteknya dan ada juga penerapan medis
12 steps Narcotic Anonymous.
TC adalah suatu grup/komunitas orang dengan masalah yang sama dan
ditempatkan pada tempat tinggal yang sama, memiliki peraturan, filosofi, norma
dan nilai budaya yang disepakati, dipahami dan dianut bersama. Hal tersebut
dijalankan demi keberlangsungan pemulihan diri pasien tersebut. Secara garis
besar metode pemulihan ini bertitik berat pada peran kelompok dalam
penyembuhan setiap pasien GBZ. Tujuan dari program ini adalah merubah
tingkah laku negatif ke arah tingkah laku positif.
Ada dua jenis penyembuhan di RSKO, yaitu substitusi dan simptomatis.
Subtitusi ialah memberikan zat pengganti napza sedangkan simptomatis ialah
memberikan pemulihan sesuai dengan keluhan yang diderita pasien. Pasien yang
berobat di RSKO memiliki dua pilihan program yaitu rawat jalan dan rawat inap.
Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
a. Rawat Jalan
Dalam program rawat jalan ini terdapat beberapa jenis layanan dan
satunya ialah Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Dalam pelaksanaan
46
program ini proses penyembuhan dilakukan dengan metode substitusi yakni
para pasien GBZ akan diberikan pengganti napza yang berupa methadone.
Para pasien yang mendaftarkan diri sebagai pasien methadone memiliki
perlindungan hukum tersendiri dan memiliki kartu IPWL (Insitusi Penerimaan
Wajib Lapor), ialah sebuah kartu tanda bukti bahwa status paseien methadone.
Untuk meningkatkan progress penyembuhan yang pasien jalani, dosis
methadone akan dikurangi secara bertahap jika melihat perkembangan positif
pada pasien tersebut. Dan pengurangan dosis itu harus berdasarkan anjuran
dari dokter yang berwenang. (Walking Paper RSKO, 2018)
b. Rawat Inap
Proses awal yang dilakukan untuk mengangani pasien rawat inap ialah
pertama-tama pasien akan menjalani proses detoksifikasi atau penghilang
racun-racun yang ada didalam tubuh. Kemudian setelah melakukan
detoksifikasi, pasien dapat memilih apakah akan melanjutkan ke tahap
selanjutnya, yakni rehabilitasi atau bisa langsung kembali pulang kerumah.
Akan tetapi, pihak rumah sakit biasanya akan memberikan rekomendasi untuk
melanjutkan pada proses rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan dari
pengadilan maka dirinya wajib mengikuti program tersebut dan harus melewati
beberapa fase pengobatan. Tetapi sebelumnya pasien akan dievaluasi
psikososialnya terlebih dahulu untuk menyesuaikan program yang akan
diberikan ke pasien sesuai dari hasil tes yang diterima. (Reguler Program
RSKO, 2018)
47
4. Evaluasi dan Monitoring Tahun 2018
Evaluasi dan monitoring dapat dilakukan pada tingkat selanjutnya ketika
pasien telah berada di luar lingkungan RSKO, yakni melakukan home visit. Jadi
pada home visit ini, pihak rumah sakit memiliki biaya khusus untuk bimbingan
yang lebih lanjut, dengan melakukan program home visit yang diajukan setahun
sekali. Program ini tidak hanya memperdalam data-data tetapi bisa dilakukan saat
pasien berada di dalam, contohnya untuk memberikan pelayanan kepada para
pasien pihak rumah sakit harus mengetahui permasalahannya secara mendalam
dan pada waktu inilah peran program home visit diselenggarakan. Akan tetapi,
home visit seperti itu bukan untuk evaluasi dan monitoring.
Perbedaan antara evaluasi dan monitoring adalah, monitoring dilakukan
sambil berjalan saat pasien masih berada di dalam atau di luar pemulihan tapi
pelayanan belum selesai. Sedangkan evaluasi dilakukan saat pelayanan sudah
selesai. Fasilitas evaluasi dan monitoring bisa melalui home visit.
Pada program evaluasi dan monitoring proses penyembuhan pasien
terdapat beberapa alasan kenaikan fase diantaranya sebagai berikut:
1. Kondisi atau progres yang sudah cukup untuk naik ke fase selanjutnya.
Kriteria cukup ialah pasien memahami program dan mengetahui apa
kebutuhan untuk pemulihan dirinya sesuai dengan fase yang dijalaninya.
2. Kenaikan fase dibutuhkan pasien untuk melanjutkan hidupnya secara lebih
produktif.
48
BAB III
ANALISIS DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Karakteristik Status Sosial Ekonomi Pasien RSKO jakarta
Dalam analasis ini telah diketahui bahwa populasi atau jumlah data yang
diambil oleh peneliti adalah pasien di RSKO Jakarta yang berjumlah 120 orang
dan sampel yang didapatkan pada penelitian ini berjumlah 92 responden.
Kemudian untuk melihat gambaran profil responden, frekuensi status sosial
ekonomi dalam jumlah presentase disajikan dalam bentuk tabel agar data yang
diperoleh dapat dengan mudah dimengerti.
Tabel 7. Karakteristik Responden
No Informasi Responden Pilihan Responden Frekuensi Presentase
1 Usia
17 – 30 32 34,8%
31 – 45 50 54,3%
>45 10 10,9%
2 Jenis Kelamin Laki-laki 78 84,8%
Perempuan 14 15,2%
3 Status
Kawin 51 55,4%
Belum Kawin 33 35,9%
Cerai 8 8,7%
4 Agama
Islam 77 83,7%
Kristen 8 8,7%
Budha 2 2,2%
Katolik 3 3,3%
Konghucu 2 2,2%
5 Suku
Jawa 29 31,5%
Betawi 26 28,3%
Sunda 4 4,3%
Batak 7 7,6%
Melayu 1 1,1%
Lainnya 25 27,2%
6 Pendidikan Responden
(0,702)
Sarjana 23 25%
Diploma 8 8,7%
SMA/SMK 52 56,5%
SMP/MTS 5 5,4%
49
SD/MI 4 4,3%
7 Pendidikan Ayah
Responden (0,902)
Sarjana 27 29,3%
Diploma 9 9,8%
SMA/SMK 32 34,8%
SMP/MTS 17 18,5%
SD/MI 7 7,6%
8 Pendidikan Ibu
Responden (0,885)
Sarjana 23 25%
Diploma 3 3,3%
SMA/SMK 41 44,6%
SMP/MTS 17 18,5%
SD/MI 8 8,7%
9 Pekerjaan Responden
(0,562)
Pejabat Pemerintah 0 0%
PNS 3 3,3%
Pegawai Swasta 27 29,3%
Wirausaha 32 34,8%
Kerja Serabutan 30 32,6%
10 Pekerjaan Ayah
Responden (0,561)
Pejabat Pemerintah 3 3,3%
PNS 18 19,6%
Pegawai Swasta 22 23,9%
Wirausaha 29 31,5%
Kerja Serabutan 20 21,7%
11 Pekerjaan Ibu
Responden (0,786)
Pejabat Pemerintah 1 1,1%
PNS 6 6,5%
Pegawai Swasta 9 9,8%
Wirausaha 10 10,9%
Ibu Rumah Tangga 66 71,7%
12 Pendapatan Responden
(0,812)
>Rp 6 jt 20 21,7%
Rp 4.5 jt – Rp 6 jt 10 10,9%
Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 19 20,7%
Rp 1.5 jt – Rp 3 jt 21 22,8%
< Rp 1.5 jt 22 23,9%
13 Pendapatan Keluarga
(0,885)
>Rp 10 jt 24 26,1%
Rp 7.5 jt – Rp 10 jt 13 14,1%
Rp 4.5 jt – Rp 7.5 jt 15 16,3%
Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 23 25%
< Rp 3 jt 17 18,5%
14 Kebutuhan Keluarga
(0,820)
Lebih Dari Cukup 13 14,1%
Cukup 43 46,7%
Pas-pasan 28 30,4%
Kurang 4 4,3%
Sangat Kurang 4 4,3%
15 Kepemilikan Pegawai
(0,791)
Karyawan 16 17,4%
PRT 22 23,9%
Tukang Cuci Baju 5 5,4%
50
Pegawai Lain 3 3,3%
Tidak Ada 46 50%
16 Kepemilikan Investasi
(0,826)
Perusahaan 15 16,3%
Toko 9 9,8%
Kontrakan 9 9,8%
Sawah 4 4,3%
Tidak Punya 55 59,8%
17 Kepemilikan
Kendaraan (0,847)
Mobil & Motor 31 33,7%
Mobil 10 10,9%
Motor 44 47,8%
Sepeda 1 1,1%
Tidak Punya 6 6,5%
Penelitian ini terdapat empat dimensi status sosial ekonomi yaitu
pendidikan, pekerjaan pendapatan dan kepemilikan. Setiap dimensi tersebut
memiliki indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kontribusi setiap
dimensi. Kemudian keseluruhan indikatornya berjumlah 12 yaitu pendidikan
responden, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan responden, pekerjaan
ayah, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendepatan keluarga, kebutuhan
keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan kepemilikan
kendaraan dianggap kuat karena memiliki nilai loading factor di atas 0,5. Dari 12
indikator dalam status sosial ekonomi, indikator pendidikan ayah memiliki nilai
0,902 hal tersebut menandakan bahwa indikator pendidikan ayah memiliki
pengaruh yang kuat dalam mengukur status sosial ekonomi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa para pasien RSKO Jakarta
memiliki status sosial ekonomi yang kuat. Para pasien memiliki pendidikan,
pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan yang terikat dalam status sosial ekonomi
mereka. Dari dimensi keempat unsur tersebut, pasien RSKO Jakarta memiliki
51
status sosial ekonomi yang dalam masyarakat lebih tepatnya Achieved status atau
status yang diraih lewat persaingan bukan dari pemberian dari lahir dan yang
paling berpengaruh dalam pengukuran status sosial tersebut adalah pendidikan
dan indikator yang paling mendominasi adalah pendidikan ayah. Hal ini
menunjukan bahwa status sosial ekonomi seseorang merupakan keadaan ekonomi
yang menentukan kedudukan (status) di dalam lapisan masyarakat terkait dengan
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan (Linton, 1968).
Berikut adalah penjabaran indikator dalam setiap dimensi pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan juga kepemilikan.
a. Dimensi Pendidikan
Pendidikan yang dimiliki oleh para responden menjadi tolak ukur dalam
penelitian ini. Penggunaan dimensi pendidikan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pendidikan yang dimiliki responden yakni pasien RSKO Jakarta. Untuk
mengukur dimensi pendidikan, terdapat tiga indikator yang digunakan untuk
mengukur kontribusi dimensi pendidikan sebagai status sosial ekonomi.
Pada dimensi pendidikan terdapat tiga indikator yakni pendidikan
responden, pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Ketiga indikator tersebut
memiliki nilai yang berbeda-beda. Di mana nilai Loading Factor terbesar pada
indikator pendidikan ayah dengan nilai 0,902 sedangkan nilai terendah berada
pada indikator pendidikan responden sebesar 0,702. Semua item indikator pada
dimensi pendidikan memiliki nilai loading factor > 0,5. Maka dari itu semua
52
indikator tersebut memiliki hubungan tinggi dalam menilai pendidikan pasien
RSKO Jakarta.
b. Dimensi Pekerjaan
Selain dimensi pendidikan, terdapat dimensi pekerjaan dalam variabel
status sosial ekonomi. Pekerjaan ini sangat penting untuk para pasien RSKO
Jakarta ketika hendak melakukan penyalahgunaan napza. karena dengan memiliki
pekerjaan nantinya mereka akan memiliki upah kemudian dapat membeli apa
yang diinginkannya, entah itu keinginin baik ataupun buruk misalnya seperti
membeli napza. Dalam dimensi pekerjaan ini terdapat tiga indikator yang terdiri
dari pekerjaan responden, pekerjaan ayah dan pekerjaan ibu.
Dalam tabel tersebut terlihat bahwa indikator yang memiliki nilai tertinggi
adalah pekerjaan ibu dengan jumlah 0,786. Oleh karena itu indikator pekerjaan ini
dianggap memiliki kontribusi paling tinggi dalam menilai dimensi pekerjaan.
Sedangkan nilai terendah berada pada indikator pekerjaan ayah dengan nilai 0,561
dan tidak terpaut jauh dengan nilai indikator pekerjaan responden yakni 0,562.
Dalam dimensi pekerjaan semua indikator memiliki nilai lebih dari 0,5, hal
tersebut menunjukan setiap indikator handal untuk digunakan sebagai pengukur
dimensi pekerjaan. Maka dari itu tiga indikator tersebut terbukti dapat mengukur
dimensi pekerjaan.
c. Dimensi Pendapatan
Dalam dimensi pendapatan juga memiliki tiga indikator di dalamnya.
Ketiga indikator tersebut yaitu pendapataan responden, pendapatan keluarga, dan
53
pendpatan untuk kebutuhan keluarga. Ketiga indikator tersebut penting dalam
mengukur bagaimana jumlah pendapatan dapat berdapampak pada status sosial
eknomi para pasien RSKO Jakarta.
Berdasarkan hasil pengolahan data, menunjukan bahwa ketiga indikator
tersebut dapat mengukur dimensi pekerjaan. Dengan memiliki nilai tertinggi yakni
indikator pendapatan keluarga yang berjumlah 0,885. Pendapatan keluarga sangat
menentukan taraf hidup seseorang, lebih atau kurangnya antara pemasukan dan
pengeluaran dalam keluarga tersebut memberikan dampak yang besar dalam
masyarakat yang dinilai dalam segi ekonominya.
d. dimensi kepemilikan
Terakhir ialah dimensi kepemilikan, dimensi kepemilikan juga mempunyai
tiga indikator di dalamnya yaitu kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan
kepemilikan kendaraan. Dimensi kepemilikan ini juga tak kalah penting dalam
pengukuran variabel status eknomi karena menyangkut harta benda yang dimiliki
individu dan hasil yang telah diraih atas jeri payahnya. Dengan nilai tertinggi
didominasi oleh kepemilikan kendaraan sebesar 0,847. Hal tersebut menandakan
bahwa ketika seseorang memiliki kendaraan yang lebih baik mereka dapat
dianggap telah mampu dan mendapat predikat lebih baik dalam segi ekonomi
daripada yang tidak memiliki. Terlebih lagi kendaraan merupakan sarana yang
dimiliki individu supaya mempermudah individu tersebut mencapai keinginannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat empat dimensi dalam variabel
status sosial ekonomi menunjukan angka yang besar. Dan setiap indikator
54
memiliki hubungan yang besar dalam mengukur dimensinya. Dengan nilai
loading factor yang tinggi dan sesuai standar dapat mengukur variabel status
sosial ekonomi. Dan indikator yang paling mendominasi dalam status sosial
eknomomi adalah pendidikan ayah.
B. Tingkat Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pada tahapan ini peneliti akan menguji varibel laten yang tidak bisa
diuikur secara langsung yakni perilaku penyalahgunaan napza. Sedangkan dalam
proses pengukuran variabel tersebut memiliki empat dimensi didalamnya yaitu
eksperimental, situasional, reguler dan adiktif. Pada setiap dimensi tersebut juga
memiliki indikatornya masing-masing yang telah diukur dan merupakan variabel
observasi. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data
Second Order CFA yang dibantu dengan software pengolah data SmartPLS Versi
3.0.
1. Hasil Penaksiran Parameter Model Akhir
Pada Pengujian ini sebelumnya dilakukan penaksiran model awal terlebih
dahulu di mana hal tersebut berguna untuk melihat item-item yang tidak valid dan
kemudian dihapus hingga menghasilkan model akhir yang lebih akurat, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lembar lampiran. Semula jumlah item berisi 12
kemudian 3 item dihapus karena nilai loading factor tidak memenuhi syarat yakni
kurang dari < 0,50 dan jumlah item yang tersisa menjadi 9 item, seperti dijelaskan
pada gambar berikut:
55
Gambar 3. Laoading Faktor dan T-hitung Model Akhir
2. Evaluasi Outer Model Akhir
Hasil uji validitas pada outer model akhir ini adalah hasil yang telah diuji
sebelumnya, langkah berikutnya hasil yang didapatkan adalah dari evaluasi
validitas outer model akhir untuk menguji kecocokan model.
Tabel 8. Uji Validitas Outer Model Revisi
Variabel
Loading Faktor
T-Hitung
Kesimpulan 1st CFA
Ekesperimental
eks2 0,686 2,262 Valid
eks3 0,801 3,470 Valid
Situasional
sit1 0,739 4,358 Valid
sit2 0,643 3,292 Valid
sit3 0,802 5,764 Valid
Reguler
reg1 0,730 2,649 Valid
56
reg2 0,713 1,984 Valid
Adiktif
adk1 0,808 1,992 Valid
adk2 0,909 2,390 Valid
2nd
CFA
PPN
Eksperimental 0,695 9,536 Valid
Situasional 0,886 19,574 Valid
Reguler 0,769 9,553 Valid
Adiktif 0,575 3,039 Valid
Setalah pengujian pada analisis data diatas, hasil parameter yang didapat
menunjukan bahwa semua item yang tersisa sesuai dengan persyaratan yakni nilai
loading factor lebih dari > 0,5 dan t hitung > 1,96 akan tetapi pada variabel adiktif
menunjukan angka di bawahnya namun tetap dikatakan valid karna menurut
Yamin & Kurniawan (2011), sehingga seluruh indikator yang memiliki nilai
diatas 0,5 dikatakann valid. Dari kesimpulan tersebut dapat dikatakan
eksperimental, situasional, reguler dan adiktif seluruhnya valid.
Tabel 9. Uji Realibilitas Outer Model Revisi
Pada hasil pengolahan data outer model revisi ini menunjukan bahwa
eksperimental, situasional, reguler, adiktif dan perilaku penyalahgunaan napza
(PPN) valid karena telah memenuhi persyaratan. Dengan nilai Construcy
Konstruk Construcy
Reliability
Variance
Extracted
Kesimpulan
1st CFA
Eksperimental 0,713 0,556 Fit
Situasional 0,773 0,534 Fit
Reguler 0,700 0,520 Fit
Adiktif 0,850 0,739 Fit
2nd
CFA
PPN 0,783 0,503 Fit
57
Reliability kelima variabel lebih dari >0,7 dan Variance Extracted pada
eksperimental, situasional, reguler, adiktif dan PPN lebih dari >0,50 sehingga
model struktur ini dikatakan fit dan dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
3. Pengujian Inner Model
Pada pengujian ini dilakukan setelah mendapat hasil dari outer model
revisi yang telah diuji sebelumnya kemudian nilai loading factor yang telah
memenuhi syarat outer model dilakukan pengujian inner model. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat gambaran hubungan antar variabel laten berdasarkan
subtantif teori (Noor, 2014: 147) berikut adalah nilai R-square yang didapat:
Tabel 10. Uji Kesuaian Inner Model
Konstruk R-Square
Eksperimental 0,323
Situasional 0,478
Reguler 0,588
Adiktif 0,782
Hasil dari setiap konstruk pada tabel di atas didapatkan melalui
pengolahan data yang menggunakan software SmartPLS dan menunjukan bahwa
nilai Rsquare eksperimental 0,323, situasional 0,478, reguler 0,588, dan adiktif
0,782. Maka untuk mengetahui nilai Qsquare menggunakan rumus sebagai
berikut:
58
Persamaan 9. Rumus Q-square
Q² = 1 –(1- R₁²)(1- R2²)(1- R32)(1- R4
2)
Perhitungan :
Q² = 1 –(1- R₁²)(1- R2²)(1- R32)(1- R4
2)
Q²= 1 –(1- 0,3232)(1-0,478
2)(1-0,588
2)(1-0,782
2)
Q²= 1 –(1- 0,104)(1-0,229)(1-0,346)(1-0,611)
Q²= 1 –(0,896)(0,771)(0,654)(0,389)
Q²= 1 –0,176
Q² = 0,824
Pengujian Q² ini dilakukan untuk memberikan bukti bahwa variabel yang
digunakan di dalam suatu model memiliki keterkaitan prediktif (predictive
relevance) pada variabel yang lainnya sehingga model dapat dikatakan baik dan
dengan ambang batas pengukuran diatas 0 (nol) (Subiyakto: 2015). Dan hasil dari
pengujian menunjukan bahwa Q² memiliki nilai 0,824 > 0 atau mendekati 1.
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kecocokan antar model dengan data
yang diuji.
4. Rescaling dan Tabulasi Data Penilitian
Pada pengujian terakhir, peneliti akan menampilkan hasil yang telah
didapat pada uji tabulasi dengan menggunakan uji deskriptif pada software SPSS.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat tingkat frekuensi dari keseluruhan variabel
dan indikator-indikatornya ditampilkan dengan bentuk tabel.
Tetapi sebelum melakukan pengujian tersebut, peneliti terlebih dahulu
mengolah data yang telah dilakukan sebelumnya yakni pada uji outer model dan
inner model, caranya dengan melihat nilai latent variabel yang ada pada software
59
SmartPLS. Kemudian, nilai tersebut dikonversi menggunakan univariate
distribution untuk menghasilkan nilai yang bisa di proses pada software SPSS.
Proses ini dilakukan untuk mendapat hasil data yang bisa diolah untuk uji
crosstab pada bagian selanjutnya sehingga nilainya harus dikonveris dengan
rumus seperti berikut:
Persamaan 10. Rumus Univariate Distribution
.
Keterangan:
: Skor maksimal : Nilai skala terkecil
: Nilai skala terbesar V : Nilai skala per-responden
Setelah proses konversi telah dilakukan dan mendapatkan skor menjadi
urutan skala, kemudian peneliti mengurutkan hasil skor tersebut berdasarkan
tingkatan skala. mulai dari yang terkecil hingga terbesar. Adapun tingkatan yang
digunakan adalah sangat tinggi, tinggi, rendah dan sangat rendah. Tingkatan
tersebut dibuat untuk menjelaskan data frekuensi dan peresentase yang diperoleh
pada hasil yang didapat, berikut adalah penjelasnnya:
Tabel 11. Tingkatan Skala
Skala Tingkatan
76-100 Sangat Tinggi
55-75 Tinggi
26-50 Rendah
0-25 Sangat rendah
60
Kemudian dari hasil rescaling tersebut berguna untuk melihat tingkatan
perilaku penyalahgunaan napza dalam jumlah presentase dan disajikan dalam
bentuk tabel agar data yang diperoleh dapat dengan mudah dimengerti.
Tabel 12. Rescaling Data Perilaku Penyalahgunaan Napza
No Informasi Responden Pilihan Responden Frekuensi Presentase
1 Eksperimental
Sangat Tinggi 21 22,8%
Tinggi 36 39,1%
Rendah 30 32,6%
Sangat Rendah 5 5,4%
2 Situasional
Sangat Tinggi 21 22,8%
Tinggi 32 34,8%
Rendah 28 30,4%
Sangat Rendah 11 12%
3 Reguler
Sangat Tinggi 41 44,6%
Tinggi 30 32,6%
Rendah 13 14,1%
Sangat Rendah 8 8,7%
4 Adiktif
Sangat Tinggi 56 60,9%
Tinggi 19 20,7%
Rendah 10 10,9%
Sangat Rendah 7 7,6%
5 Variabel Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Sangat Tinggi 30 32,6%
Tinggi 36 39,1%
Rendah 20 21,7%
Sangat Rendah 6 6,5%
a. Tingkat Eksperimental
Tingkat ini memiliki indikator yang digunakan untuk mengukurnya.
Ketiga indikator tersebut ialah lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis
yang digunakan. Dengan menunjukan hasil pilihan responden terbesar pada
kategori “Tinggi” mencapai 39,1%. Hal ini menandakan bahwa hampir setengah
dari pasien pada tingkat eksperimental atau coba-coba saja. Yang awalnya hanya
61
ingin tahu dan ikut-ikut teman, alasan utamanya bukan untuk mendapatkan efek
dari napza tersebut.
b. Tingkat Situasional
Pada tingkat situasional juga diukur menggunakan tiga indikator yang
sama yakni lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis yang digunakan.
Kategori pada tingkat ini berada pada posisi “Tinggi” dengan jumlah 34,8%.
Menandakan bahwa pasien pada tingkat ini berusaha untuk mendapatkan efek
yang ingin diraihnya lewat apa yang ia konsumsi dan mengupayakan semua
sarana yang ia miliki untuk mendapatkannya, misalnya dengan membelinya
dengan uang baik itu uang yang diperoleh dari hasil kerja ataupun yang diberikan
oleh keluarganya.
c. Tingkat Reguler
Tingkat selanjutnya adalah Reguler. Tingkatan ini juga memiliki tiga
indikator yang sama yaitu lama penggunaan, alasan penggunaan dan dosis
penggunaan. Pada tingkat ini pilihan responden semakin besar yakni mencapai
44,6% dengan kategori sangat tinggi. Ini menunjukan bahwa seseorang mulai
merasa dirinya harus menggunakan napza setiap hari karena butuh akan efek dari
napza dan mulai menjadi kebiasaan yang tak bisa dilepaskan walaupun tahu
berdampak buruk. Pilihan tersebut tetap diambilnya karena yang dituju adalah
efek yang ingin dicapai tidak perduli baik atau buruknya pilihan tersebut selama ia
memiliki sarana untuk meraihnya.
62
d. Tingkat Adiktif
Tingkatan terakhir ini merupakan tingkat yang paling parah dari keempat
tingkatan yang ada, karena pada tingkat ini para pengguna sangat sulit untuk lepas
dan tidak dapat mengontrol dirinya. Dan berdasarkan hasil yang didapat
menunjukan bahwa lebih dari setengah responden berada pada tingkat adiktif
yakni mencapai 60,9% serta berada pada kategori sangat tinggi. Menandakan
bahwa para pasien RSKO Jakarta paling banyak pada tingkat adiktif dengan masa
waktu penggunaan yang sangat lama atau lebih dari dua tahun dan dengan dosis
yang sangat tinggi. Semua itu mereka lakukan karena merasa sudah tidak dapat
terlepas dari napza sehingga selalu mebutuhkan efek dari napza tersebut setiap
hari. Dan pada tingkat ini benar-benar tidak memperdulikan hal pilihan baik lagi,
semua pilihan buruk dianggap wajar karena itu adalah pilihannya sendiri dan
mencoba mendapatkannya dengan berbagai cara karena mereka pikir semua
sarana yang mereka miliki adalah salah satu kelebihan untuk membantu mereka
meraih keinginannya untuk menggunakan napza.
Berdasarkan hasil penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa para pasien
RSKO Jakarta berada pada kategori tinggi dengan tingkat adiktif. Untuk meraih
semua yang diinginkan tidak memperdulikan lagi pilihan baik dan buruknya.
Semua pilihan dianngap sama asalkan dapat meraih keinginannya untuk
menggunakan napza.
63
C. Analisis Hubungan Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Pada pengujian ini menggunakan analisis crosstab untuk melihat
hubungan antara variabel yaitu hubungan status sosial ekonomi dan perilaku
penyalahgunaan napza. Pada variabel napza berisikan 12 indikator dalam
pengukurannya. Sehingga crosstab tidak dilakukan secara langsung kepada
variabel status sosial ekonomi tetapi terhadap 12 indikator yang berada
didalamnya. Data berikut juga telah diproses melalu perhitungan pada software
SPSS dan diolah dalam bentuk tabel dengan hanya menyajikan pilihan responden
beserta jumlah yang memilih dan nilai P-Value yang didapatkan dari Uji Chi-
Square. Namun, apabila ingin melihat lebih lengkap data aslinya dapat dilihat
pada lembar lampiran yang tertera dalam penelitian ini. Berikut adalah hasil olah
data yang diringkas oleh peneliti agar dapat dengan mudah dimengerti:
Tabel 13. Crosstab Indikator-indikator Status Sosial Ekonomi Dan Perilaku
Penyalahgunaan Napza
No Crosstab Pilihan Responden Total P-Value
1
Pendidikan Responden
* Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Sarjana 23
0,001
Diploma 8
SMA/SMK 52
SMP/MTS 5
SD/MI 4
2
Pendidikan Ayah
Responden * Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Sarjana 27
0,246
Diploma 9
SMA/SMK 32
SMP/MTS 17
SD/MI 7
3
Pendidikan Ibu
Responden * Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Sarjana 23
0,65
Diploma 3
SMA/SMK 41
SMP/MTS 17
SD/MI 8
64
4
Pekerjaan Responden
* Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Pejabat Pemerintah 0
0,043
PNS 3
Pegawai Swasta 27
Wirausaha 32
Kerja Serabutan 30
5
Pekerjaan Ayah
Responden * Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Pejabat Pemerintah 3
0,612
PNS 18
Pegawai Swasta 22
Wirausaha 29
Kerja Serabutan 20
6
Pekerjaan Ibu
Responden * Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Pejabat Pemerintah 1
0,044
PNS 6
Pegawai Swasta 9
Wirausaha 10
Ibu Rumah Tangga 66
7
Pendapatan Responden
* Perilaku
Penyalahgunaan Napza
>Rp 6 jt 20
0,043
Rp 4.5 jt – Rp 6 jt 10
Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 19
Rp 1.5 jt – Rp 3 jt 21
< Rp 1.5 jt 22
8
Pendapatan Keluarga *
Perilaku
Penyalahgunaan Napza
>Rp 10 jt 24
0,003
Rp 7.5 jt – Rp 10 jt 13
Rp 4.5 jt – Rp 7.5 jt 15
Rp 3 jt – Rp 4.5 jt 23
< Rp 3 jt 17
9
Kebutuhan Keluarga *
Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Lebih Dari Cukup 13
0,010
Cukup 43
Pas-pasan 28
Kurang 4
Sangat Kurang 4
10
Kepemilikan Pegawai
* Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Karyawan 16
0,001
PRT 22
Tukang Cuci Baju 5
Pegawai Lain 3
Tidak Ada 46
11
Kepemilikan Investasi
* Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Perusahaan 15
0,007
Toko 9
Kontrakan 9
Sawah 4
Tidak Punya 55
12
Kepemilikan
Kendaraan * Perilaku
Penyalahgunaan Napza
Mobil & Motor 31
0,009 Mobil 10
Motor 44
Sepeda 1
65
Tidak Punya 6
Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa status sosial
ekonomi memiliki hubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza di mana
variabel status sosial ekonomi memiliki sembilan indikator yang dapat dikatakan
behubungan secara signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza karena
memiliki nilai p-value lebih kecil dari 0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima
atau terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza.
hasil p-value ini diperoleh dari pengolahan data lewat SPSS melalui uji chi-
square. Sembilan indikator tersebut ialah pendidikan responden, pekerjaan
responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden, pendapatan keluarga, kebutuhan
keluarga, kepemilikan karyawan, kepemilikan investasi dan kepemilikan
kendaraan.
Variabel X yaitu status sosial ekonomi memiliki empat dimensi yakni
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan. Keempat dimensi tersebut
telah diyakini valid karena memiliki nilai yang telah mencukupi standar yang
telah diuji pada tahap sebelumnya. Status sosial didefinisikan oleh linton ialah
pandangan dalam segi ekonomi maupun kedudukannya (status) dalam suatu
masyarakat. Status juga diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya di dalam
kelompok yang lebih besar lagi. Dan terdapat dua macam status dalam masyarakat
yaitu ascribed dan achieved status. Ascribed ialah status yang diberikan sejak
lahir misalnya jenis kelamin dan usia sedangkan achieved adalah status yang
66
diraih oleh seseorang melalu persaingan atau usaha pribadi serta mempengaruhi
kedudukan seseorang dalam masyarakat terkait dengan pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, fasilitas dan jenis tempat tinggal (Linton, 1968). Status sosial
ekonomi dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan baik
ataupun buruknya keputusan tersebut selama ia memiliki sarana untuk meraih
keinginannya, karena manusia adalah makhluk yang rasional dan pilihan baik atau
buruk itu dianggap sama selama ia dapat mencapai tujuannya (Clarke, 1997).
Dalam unsur status sosial ekonomi terdapat empat unsur yaitu pendidikan,
pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan. Dalam unsur-unsur tersebut juga terdapat
indikator-indikator yang memperkuatnya. Unsur-unsur tersebut dipilih sesuai
dengan keadaan responden, yang mana mereka merupakan pasien RSKO Jakarta.
Untuk membeli napza tentunya mereka harus memiliki uang yang cukup dan
proses mendapatkan uang tersebut dapat dilihat dalam segi ekonomi yang dimiliki
oleh pasien.
Sedangkan variabel Y dalam penelitian ini adalah perilaku
penyalahgunaan napza. Diketahui perilaku penyalahgunaan napza terbagi menjadi
empat tingkatan yaitu eksperimental, situasional, regular dan adiktif. Tingkatan
tersebut digunakan untuk melihat keparahan seseorang dalam penggunaan napza
yang juga diukur dari lama penggunaan, efek yang ingin dicapai serta dosis yang
digunakan (Kapeta, 2016). Semakin tingginya tingkatan pengguna mengharuskan
pengguna tersebut untuk membeli atau memperoleh napza lebih sering lagi dan
hal tersebut berpengaruh dalam segi ekonomi seseorang, semakin ekonominya
67
tercukupi serta sarana yang memadai dapat mempermudah seseorang untuk
meraih dan memperoleh napza.
68
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dipaparkan
pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik status sosial ekonomi memiliki empat dimensi yaitu pendidikan,
pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan dan didalamnya terdapat indikator-
indakator yang mengukurnya. Masing-masing indikator tersebut memiliki
hubungan kuat untuk mengukur variabel status sosial ekonomi karena
memiliki nilai loading factor yang kuat. Indikator yang paling mendominasi
dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah pendidikan ayah dengan
loading factor sebesar 0,902 atau 90,2% dalam mengukur status sosial
ekonomi. Oleh karena itu dapat dikatakan para pasien RSKO Jakarta
memiliki pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kepemilikan yang digunakan
untuk mengukur status sosial ekonomi.
2. Tingkat perilaku penyalahgunaan napza pada pasien RSKO Jakarta terbagi
menjadi empat yaitu ekperimental, situasional, regular dan adiktif. Keempat
tingkat tersebut memiliki nilai R-square yang tinggi. Nilai tertinggi adalah
adiktif sebesar 0,782 yang berarti berpengaruh 78,2%. Hal tersebut
menandakan bahwa pilihan rasional pada pasien RSKO Jakarta dalam kasus
penyalahgunaan napza cenderung tinggi pada tingkat adiktif.
69
3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa status sosial
ekonomi memiliki hubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza. Di
mana varibel status sosial ekonomi memiliki sembilan indikator yang
berhubungan dengan perilaku penyalahgunaan napza yaitu pendidikan
responden, pekerjaan responden, pekerjaan ibu, pendapatan responden,
pendapatan keluarga, kebutuhan keluarga, kepemilikan karyawan,
kepemilikan investasi dan kepemilikan kendaraan. Hasil tersebut telah
diperkuat dengan uji Chi-square dan diperoleh nilai p-value lebih kecil dari
0,05 yang menandakan bahwa Ha diterima atau ada hubungan status sosial
ekonomi yang signifikan dengan perilaku penyalahgunaan napza
B. Saran
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini, peneliti ingin
memberikan saran terkait dengan masalah yang menyangkut status sosisal
ekonomi dan perilaku penyalahgunaan napza, yakni sebagai berikut:
1. Difokuskan kepada pasien RSKO Jakarta, pada era globalisasi sekarang ini di
mana sesuatu dapat menyebar dengan begitu mudah terlebih dalam
bertransaksi dan bergaul dengan teman atau kalangan lainnya, diharapkan
pasien ataupun masyarakat lainnya untuk berhati-hati dalam mengambil
tindakan, pilihan rasional dalam masalah penyalahgunaan napza ini sangat
diperlukan agar tidak terjerumus didalam lubang kesalahan yang nantinya
akan sulit untuk keluar kecuali dengan bantuan medis dan tentunya itupun
memerlukan biaya juga. Baiknya kita lebih memperkuat diri dan
70
menggunakan harta yang kita miliki untuk yang lebih bermanfaat daripada
membeli atau menggunakan napza.
2. Para orang tua dan keluarga lainnya juga tak luput untuk mangawasi agar
mencegah kejadian tersebut terjadi, baiknya jika melakukan pendekatan
secara personal terhadap anak ataupun keluarga lainnya, karna napza tidak
mengenal seseorang dengan umur, siapapun bisa terkait dalam masalah
tersebut oleh karena itu lingkungan sekitar juga harus diawasi dan berikanlah
anak uang jajan secukupnya untuk meminimalisir penggunaan uang tersebut
agar tidak disalahgunakan untuk membeli barang-barang haram seperti napza.
71
DAFTAR PUSTAKA
Arus, Masenus. 2001. Hak ekonomi, Sosial, Budaya. Jakarta: Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Bahri, Syamsul dan Zamzam, Fahkry. 2012. Model Penelitian Kuantitatif
Berbasis SEM-AMOS. Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.
Clarke, Ronald V. 1997. Situasional Crime Prevention Succesful Case Studies
(Second Edition). Albany, NY: Harrow and Heston
Departemen Agama RI. 2003. Penyalahgunaan Narkoba Oleh Masyarakat
Sekolah. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta.
Depkes. 2001. Pedoman Praktis Bagi Petugas Kesehatan (Puskesmas) Mengenai
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lain (Napza).
Hagan, Frank E. 1978. Introduction to Criminology: Theory, Methods, Criminal
Behavior. Chicago: Nelson-Hall Inc Publisher.
Kadarmanta, A. 2010. Narkoba Membunuh Karakter Bangsa. Jakarta: PT Forum
Media Utama.
Kaplan M. Robbert. Saccuzo dan Dennis. 2012. Pengukuran Psikologi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Kerlinger N. Fred. 2014. Asas-asas penelitian pendidikan behavior (Ed.3, cet.7).
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kusdianto, Bambang dan Rudy Badrudin. 1994. Statistika 1 (Deskriptif). Jakarta:
Gunadarma.
Mere. 2011. Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia. Jakarta: Suara
Pembaruan.
Narwoko, Dwi dan Bagong, Suyanto. 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Prenada Media.
72
Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Neuman, W Laurence. 2013. Metodologi Penelitian Sosial: pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks.
Nifsiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2011. Metode Penelitian
Kuantitatif. Teori dan Aplikasi. Jakarta; Rajawali Pers.
Purwoto, Agus. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta:
Grasindo.
Razak, yusron. Sosiologi sebuah pengantar : Tinjauan pemikiran Sosiologi
perspektif Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama 2008.
Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Jakarta:
Mandar Maju.
Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sunarno, Drs. 2007. Narkoba : Bahaya dan Upaya Pencegahannya. Semarang:
PT Bengawan Ilmu, Anggota IKAPI
Sunarto, Kamanto. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar (edisi revisi). Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Supriyadi, Edy. 2014. SPSS + Amos. Jakarta: In Media.
Warjowasito, S dan W, Tito. 1998. Kamus lengkap bahasa inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris. Bandung.
xii
LAMPIRAN
KUESIONER PENILITIAN
HUBUNGAN STATUS SOSIAL EKONOMI DAN PERILAKU
PENYALAHGUNAAN NAPZA (STUDI KASUS PASIEN RSKO
CIBUBUR JAKARTA)
A. Identitas Responden
1. Umur :______Tahun
2. Jenis Kelamin :
(A) Laki-laki (B) Perempuan
3. Status Perkawinan :
(A)Kawin (B) Belum Kawin (C) Cerai
4. Agama :
(A) Islam (C) Hindu (E) Katolik
(B) Kristen (D) Budhipot (F) Konghucu
5. Suku :
(A)Jawa (C) Sunda (E) Melayu
(B) Betawi (D) Batak (F) Lainya .....
B. Status Sosial Ekonomi
1. Apa pendidikan terakhir anda?
A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI
B. Diploma D. SMP/MTS
2. Apa Pendidikan terakhir Ayah anda?
A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI
B. Diploma D. SMP/MTS
3. Apa pendidikan terakhir Ibu anda?
A. Sarjana C. SMA/SMK E. SD/MI
xiii
B. Diploma D. SMP/MTS
4. Apa Pekerjaan Anda?
A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Kerja serabutan
B. PNS D. Wirausaha
5. Apa Pekerjaan Ayah anda?
A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Tidak Bekerja
B. PNS D. Wirausaha
6. Apa Pekerjaan Ibu anda?
A. Pejabat Pemerintah C. Pegawai Swasta E. Ibu Rumah
Tangga
B. PNS D. Wirausaha
7. Berapa penghasilan anda dalam 1 bulan?
A. Lebih dari Rp 6.000.000
B. Rp 4.500.001 – Rp 6.000.000
C. Rp 3.000.001 – Rp 4.500.000
D. Rp 1.500.001 – Rp 3.000.000
E. Kurang dari Rp 1.500.000
8. Berapa pendapatan rumah tangga (Ayah+Ibu (jika bekerja) + Anda) di
keluarga anda setiap bulan ?
A. Lebih dari Rp 10.000.000
B. Rp 7.500.001 – Rp 10.000.000
C. Rp 4.500.001 – Rp 7.000.000
D. Rp 3.000.001 – Rp 4.500.000
E. Kurang dari Rp 3.000.000
9. Apakah dari penghasilan anda dan orang tua mampu mencukupi kebutuhan
keluarga?
A. Lebih dari cukup C. Pas-pasan E. Sangat kurang
B. Cukup D. Kurang
xiv
10. Pegawai apa yang dipekerjakan dalam keluarga anda?
A. Karyawan
B. Pembantu Rumah Tangga (PRT)
C. Tukang cuci baju
D. Pegawai lain jika diperlukan
E. Tidak ada
11. Apa status rumah yang anda tempati di keluarga anda?
A. Milik sendiri C. Rumah Dinas E. Numpang
dirumah saudara
B. Rumah Orang tua D. Kontrakan / sewa
12. Apa jenis Investasi atau usaha yang dimiliki oleh anda dan orang tua anda?
A. Perusahaan C. Kontrakan E. Tidak punya
B. Toko D. Sawah
13. Jenis kendaraan apa yang dimiliki oleh anda dan orang tua anda?
A. Mobil dan sepeda motor
B. Mobil
C. Sepeda Motor
D. Sepeda
E. Tidak punya
C. Penyalahgunaan Napza
Pertanyaan Kuesioner
Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini
dengan memberikan ceklis(√) atau silang (X) pada kotak jawaban yang sudah
disediakan.
Keterangan
SS Sangat Setuju
S Setuju
KS Kurang Setuju
xv
TS Tidak Setuju
STS Sangat Tidak Setuju
No Perrtanyaan Skala pengukuran
SS S KS TS STS
1 Saya menggunakan Napza baru 3 bulan . 2 Saya menggunakan Napza Kurang dari 1
tahun.
3 Saya menggunakan Napza Kurang dari 3
tahun.
4 Saya menggunakan Napza Lebih dari 3
tahun.
5 Ketika saya masih menggunakan Napza,
alasannya karena ingin tahu.
6 Ketika saya masih menggunakan Napza,
karena Napza membuat saya lebih
percaya diri.
7 Ketika saya masih menggunakan Napza,
karena Napza membuat saya terbebas dari
masalah atau depresi.
8 Ketika saya masih menggunkan Napza,
alasannya untuk menghindari gejala putus
zat (sakaw).
No Pertanyaan Skala Pengukuran
SS S KS TS STS
9 Sebelum menjadi pasien RSKO, saya
menggunakan Napza dengan dosis yang
sangat kecil.
10 Sebelum menjadi pasien RSKO, Saya
menggunakan Napza dengan dosis rendah
berdasarkan situasi tertentu.
11 Sebelum menjadi pasien RSKO, saya
menggunakan Napza 1 hari sekali.
12 Sebelum menjadi pasien RSKO, dalam 1
hari saya bisa menggunakan napza 2 kali
atau lebih
13 Saya sudah berhenti dari Napza dan sama
sekali tidak menggunakannya lagi.
14 Saya akan berhenti dari Napza jika sudah
bisa bersosialisasi dengan baik di
masyarakat.
15 Saya akan berhenti dari Napza jika saya
sudah bisa mengontrol diri ketika sakaw.
xvi
16 saya tidak akan berhenti dari Napza.
Gambar Pendukung
Gambar 4. Loading Factor Model Awal
xvii
Gambar 5. T-hitungModel Awal
xviii
Gambar 6. Status sosial Ekonomi
Tabel- Tabel Terkait Penelitian
Tabel 14. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Status Sosial Ekonomi
No.
Item
Corrected
Item-Total
Correlation
Nilai
Kofisien
Korelasi/
r tabel
Keterangan
Cronbach's
Alpha
Keterangan
1. 0,478 0.300 Valid
2. 0,440 0.300 Valid
3. 0,622 0.300 Valid
4. 0,459 0.300 Valid
5. 0,346 0.300 Valid
xix
6. 0,310 0.300 Valid 0,833
Reliabel
7. 0,508 0.300 Valid
8. 0,586 0.300 Valid
9. 0,622 0.300 Valid
10 0,578 0.300 Valid
11 0,142
0.300 Tidak
Valid
12 0,519 0.300 Valid
13 0,740 0.300 Valid
Tabel 15. Uji Validitas dan Realibitas Variabel Penyalahgunaan Napza
No.
Item
Corrected
Item-Total
Correlation
Nilai
Kofisien
Korelasi/
r tabel
Keterangan
Cronbach's
Alpha
Keterangan
1. 0,493 0,300 Valid
0,775
Reliabel
2. 0,491 0,300 Valid
3. 0,311 0,300 Valid
4. 0,509 0,300 Valid
5. 0,466 0,300 Valid
6. 0,663 0,300 Valid
7. 0,679 0,300 Valid
8. 0,645 0,300 Valid
9. 0,514 0,300 Valid
10 0,701 0,300 Valid
11 0,310 0,300 Valid
12 0,416 0,300 Valid
13 0,085
0,300 Tidak
Valid
14 -0,101
0,300 Tidak
Valid
15 -0,283
0,300 Tidak
Valid
16 0,227
0,300 Tidak
Valid
xx
Tabel 16. Crosstab Pendidikan Responden * Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Pendidikan
Responden
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
SD 0
(0%)
2
(50%)
2
(50%)
0
(10%) 4
(100%)
0,001
SMP 4
(80%)
1
(20%)
0
(0%)
0
(0%) 5
(100%)
SMA/Sederajat 16
(30,8%)
26
(50%)
6
(11,5%)
4
(7,7%) 52
(100%)
Diploma 6
(75%)
2
(25%)
0
(0%)
0
(0%) 8
(100%)
Sarjana S1/S2 4
(17,4%)
5
(21,7%)
12
(52,2%)
2
(8,7%) 23
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 17. Crosstab Pendidikan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pendidikan
Ayah
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
SD 2
(28,6%)
5
(71,4%)
0
(0%)
0
(0%) 7
(100%)
0.246
SMP 6
(35,3%)
6
(35,3%)
5
(29,4%)
0
(0%) 17
(100%)
SMA/Sederajat 12
(37,5%)
13
(40,6%)
3
(9,4%)
4
(12,5%) 32
(100%)
Diploma 4
(44,4%)
3
(33,3%)
2
(22,2%)
0
(0%) 9
(100%)
Sarjana S1/S2 6
(22,2%)
9
(33,3%)
10
(37%)
2
(7,4%) 27
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
xxi
Tabel 18. Crosstab Pendidikan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pendidikan
Ibu
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
SD 2
(25%)
6
(75%)
0
(0%)
0
(0%) 8
(100%)
0,65
SMP 6
(35,3%)
5
(29,4%)
6
(35,3%)
0
(0%) 17
(100%)
SMA/Sederajat 17
(41,5%)
16
(39%)
4
(9,8%)
4
(9,8%) 41
(100%)
Diploma 1
(33,3%)
0
(0%)
2
(66,7%)
0
(0%) 3
(100%)
Sarjana S1/S2 4
(17,4%)
9
(39,1%)
8
(34,8%)
2
(8,7%) 23
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 19. Crosstab Pekerjaan Responden * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pekerjaan
Responden
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Serabutan 15
(50%)
12
(40%)
1
(3,3%)
2
(6,7%) 30
(100%)
0,043
Wirausaha 10
(31,3%)
10
(31,3%)
10
(31,3%)
2
(6,3%) 32
(100%)
Pegawai
Swasta
5
(18,5%)
11
(40,7%)
9
(33,3%)
2
(7,4%) 27
(100%)
PNS 0
(0%)
3
(100%)
0
(0%)
0
(0%) 3
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 20. Crosstab Pekerjaan Ayah * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pekerjaan
Ayah
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Tidak Bekerja 6
(30%)
8
(40%)
4
(20%)
2
(10%) 20
(100%)
xxii
Wirausaha 9
(31%)
13
(44,8%)
7
(24,1%)
0
(0%) 29
(100%)
0,612
Pegawai
Swasta
5
(22,7%)
7
(31,8%)
7
(31,8%)
3
(13,6%) 22
(100%)
PNS 8
(44,4%)
7
(38,9%)
2
(11,1%)
1
(5,6%) 18
(100%)
Pejabat Tinggi
Pemerintah
2
(66,7%)
1
(33,3%)
0
(0%)
0
(0%) 3
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 21. Crosstab Pekerjaan Ibu * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pekerjaan
Ibu
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Ibu Rumah
Tangga
25
(37,9%)
20
(30,3%)
17
(25,8%)
4
(6,1%) 66
(100%)
0,044
Wirausaha 4
(40%)
5
(50%)
1
(10%)
0
(0%) 10
(100%)
Pegawai
Swasta
0
(0%)
6
(66,7%)
1
(11,1%)
2
(22,2%) 9
(100%)
PNS 1
(16,7%)
5
(83,3%)
0
(0%)
0
(0%) 6
(100%)
Pejabat Tinggi
Pemerintah
0
(0%)
0
(0%)
1
(100%)
0
(0%) 1
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 22. Crosstab Pendapatan Responden * Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Pendapatan
Responden
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
< Rp 1,5 jt 10
(45,5%)
6
(27,3%)
2
(9,1%)
4
(18,2%) 22
(100%)
0,043
Rp 1,5 – Rp 3
jt
9
(42,9%)
8
(38,1%)
4
(19%)
0
(0%) 21
(100%)
Rp 3 jt – Rp
4,5 jt
7
(36,8%)
8
(42,1%)
4
(21,1%)
0
(0%) 19
(100%)
xxiii
Rp 4,5 – Rp 6
jt
2
(20%)
3
(30%)
5
(50%)
0
(0%) 10
(100%)
> Rp 6
jt
2
(10%)
11
(55%)
5
(25%)
2
(10%) 20
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 23. Crosstab Pendapatan Keluarga * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Pendapatan
Ayah
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
< Rp 3 jt 9
(52,9%)
6
(35,3%)
0
(0%)
2
(11,8%) 17
(100%)
0,003
Rp 3 – Rp 4,5
jt
13
(56,5%)
3
(13%)
5
(21,7%)
2
(8,7%) 23
(100%)
Rp 4,5 – Rp
7,5 jt
0
(0%)
11
(73,3%)
4
(26,7%)
0
(0%) 15
(100%)
Rp 7,5 – Rp
10 jt
4
(30,8%)
6
(46,2%)
3
(23,1%)
0
(0%) 13
(100%)
> Rp
10 jt
4
(16,7%)
10
(41,7%)
8
(33,3%)
2
(8,3%) 24
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 24. Crosstab Kebutuhan Sekeluarga * Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Pendapatan
Sekeluarga
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Sangat Kurang 2
(50%)
0
(0%)
0
(0%)
2
(50%) 4
(100%)
0,010
Kurang 2
(50%)
1
(25%)
1
(25%)
0
(0%) 4
(100%)
Pas-pasan 12
(42,9%)
10
(35,7%)
4
(14,3%)
2
(7,1%) 28
(100%)
Cukup 13
(30,2%)
20
(46,5%)
10
(23,3%)
0
(0%) 43
(100%)
Lebih Dari
Cukup
1
(7,7%)
5
(38,5%)
5
(38,5%)
2
(15,4%) 13
(100%)
xxiv
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 25. Crosstab Kepemilikan Karyawan * Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Kepemilikan
Karyawan
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Tidak Punya 22
(47,8%)
10
(21,7%)
12
(26,1%)
2
(4,3%) 46
(100%)
0,001
Pegawai
Lainnya
0
(0%)
3
(100%)
0
(0%)
0
(0%) 3
(100%)
Tukang Cuci
Baju
0
(0%)
15
(100%)
0
(0%)
0
(0%) 5
(100%)
Pembantu
Rumah Tangaa
4
(18,2%)
14
(63,6%)
4
(18,2%)
0
(0%) 22
(100%)
Karyawan
perusahaan
4
(25%)
4
(25%)
4
(25%)
4
(25%) 16
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
Tabel 26. Crosstab Kepemilikan Investasi * Perilaku Penyalahgunaan Napza
Kepemilikan
Investasi
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Tidak Punya 23
(41,8%)
21
(38,2%)
9
(16,4%)
2
(3,6%) 55
(100%)
0,007
Sawah 1
(25%)
1
(25%)
2
(50%)
0
(0%) 4
(100%)
Kontrakan 2
(22,2%)
2
(22,2%)
5
(55,6%)
0
(0%) 9
(100%)
Toko 1
(11,1%)
7
(77,8%)
1
(11,1%)
0
(0%) 9
(100%)
Perusahaan 3
(20%)
5
(33,3%)
3
(20%)
4
(26,7%) 15
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
xxv
Tabel 27. Crosstab Kepemilikan Kendaraan * Perilaku Penyalahgunaan
Napza
Kepemilikan
Kendaraan
Perilaku Penyalahgunaan Napza
Total
P-Value Sangat
Tinggi
Tinggi Rendah Sangat
Rendah
Tidak Punya 0
(0%)
2
(33,3%)
2
(33,3%)
2
(33,3%) 6
(100%)
0,009
Sepeda 0
(0%)
1
(100%)
0
(0%)
0
(0%) 1
(100%)
Sepeda Motor 23
(52,3%)
15
(34,1%)
4
(9,1%)
2
(4,5%) 44
(100%)
Mobil 2
(20%)
5
(50%)
3
(30%)
0
(0%) 10
(100%)
Mobil dan
Motor
5
(16,1%)
13
(41,9%)
11
(35,5%)
2
(6,5%) 31
(100%)
Total 30
(32,6%)
36
(39,1%)
20
(21,7%)
6
(6,5%)
92
(100 %)
top related