hubungan partnership pemerintah dan swasta
Post on 21-Jun-2015
1.055 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM BIDANG INFRASTRUKTUR
Oleh : Ir. Moch. Yasin Kurdi
nfrastruktur merupakan prasarana publik paling primer dalam mendukung kegiatan ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban Pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada tahap awal pembangunan disuatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh Pemerintah hal ini yang dibiayai dari APBN murni. Pada saat itupun infrastruktur masih bersifat sebagai pure public good, dengan dua ciri pokok yaitu non-rivalry (masyarakat pengguna tidak saling bersaing) dan non-excludable (siapapun dapat menggunakannya, tidak hanya sekelompok masyarakat tertentu). Pada tahap selanjutnya akan berkembang menjadi semi public good (sudah mulai bersaing). Data empiris menunjukkan hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur dasar dengan pendapatan per kapita masyarakat di berbagai negara. Dan permintaan terhadap pelayanan infrastruktur akan meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahannya justru peningkatan permintaan ″diimbangi″ dengan penurunan kemampuan Pemerintah. Sejalan dengan Visi dan Misi Jawa Barat telah tersusun suatu konsep dalam mengarahkan seluruh potensi dalam dimensi pembangunan di Jawa Barat, dan dengan telah ditetapkan Perda Propinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis (Renstra) Propinsi Jawa Barat Tahun 2001-2005 yang mengacu pada PROPEDA (Program Pembangunan Daerah). Selanjutnya Renstra tersebut dijadikan bahan rujukan oleh Perangkat Daerah dalam menyusunnya masing-masing. Posisi Propinsi Jawa Barat secara geografis sangat strategis karena berbatasan dengan Ibukota Negara DKI Jakarta. Posisi geografis serta sumber daya yang ada menjadikan Propinsi Jawa Barat mempunyai daya tarik bagi tumbuhnya kegiatan pembangunan. Kebijakan pembangunan Jawa Barat didasarkan pada pencapaian visi dan misi Jawa Barat 2010, dengan prioritas pengembangan pada 6 (enam) kegiatan utama, ini akan mempengaruhi substansi, kedudukan, fungsi, dan legalitas RTRW Propinsi Jawa Barat. Di dalam perkembangannya, kegiatan pembangunan di Jawa Barat yang dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah sosial, ekonomi maupun lingkungan. Permasalahan tersebut antara lain adalah tingginya pertumbuhan (pengembangan SDM, Industri Manufaktur, Industri Jasa, Agribisnis, Bisnis Kelautan dan Pariwisata) dan 14 (empat belas) indikator keberhasilan pembangunan yang diterjemahkan dalam dimensi ruang sesuai dengan daya dukung dan daya tampungnya.
Pertambahan jumlah penduduk yang pesat akan berakibat pada semakin meningkatnya kebutuhan prasarana dan sarana social ekonomi, kekurang mampuan penyediaan sarana dan prasarana perkotaan yang dapat mengakibatkan banyak nya kerugian antara lain : - kemacetan lalu lintas - polusi lingkungan - ketidak nyamanan hidup - persaingan usaha, dll
Yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan fisik kawasan perkotaan. Pertumbuhan perekonomian yang cepat akan membawa ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan yang diperlukan. Sumbangan ekonomi perkotaan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional cukup tinggi dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu, kegiatan ekonomi di perkotaan telah menggerakan 40-50 % PDB nasional. Dari hasil studi BAPPENAS bahkan diperkirakan pada tahun 2000 yang lalu mencapai 60-70 % PDB Nasional yang digerakan dari kegiatan di perkotaan, hal ini jelas mengakibatkan peningkatan permintaan prasarana dan sarana.
Dengan nuansa dan semangat yang baru serta diawali dari motivasi untuk lebih menyerap aspirasi Kabupaten/Kota dan masyarakat serta setelah mengalami proses yang panjang dan telaahan yang mendalam dari berbagai pihak terkait dalam dialog-dialog interaktif, maka diformulasikan visi Jawa Barat yaitu :
Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa sebagai Propinsi Termaju Di Indonesia dan Mitra terdepan Ibukota Negara Tahun 2010
Potensi infrastruktur Jawa Barat yang dapat dilaksanakan/ ditawarkan kepada swasta diantaranya : - sektor Jalan - sektor Kelistrikan - sektor Perhubungan/ Telekomunikasi - sektor Air Bersih - sektor Sanitasi (persampahan, air limbah) - dll. Laporan Pembangunan Bank Dunia tahun 1995 memberikan gambaran kondisi ketersediaan infrastruktur di beberapa negara sebagai berikut :
Negara Listrik (kWh/org)
Telkom (tlp/ribu-org)
Jalan aspal (km/juta-org)
Air bersih (%org memp akses)
Singapura 6.352 415 11 100 Hongkong 6.051 485 22 100
Korea Selatan 996 487 1.090 78 Malaysia 1.612 112 160 78
Muangthai 1.000 31 841 72 Filipina 419 10 242 81
Indonesia 233 8 160 42
Pembangkit Listrik USD 17 Milyar
Transmisi Listrik USD 8 Milyar
Telekomunikasi USD 7 Milyar
Air Bersih USD 6 Milyar
Pel. & Bandara USD 3 Milyar
Irigasi USD 3 Milyar
Jalan Raya & KA USD 21 Milyar
Kebutuhan Infrastruktur Indonesia 1994-1999 (Sumber : Repelita VI, Jasa Marga, World Bank, Peregrine, Asian Infrastructure Fund)
16.000 MW
KAPASITAS CADANGAN
BEBAN PUNCAK
KAPASITAS EFEKTIF
KAPASITAS TERPASANG 15.000 MW
14.000 MW
13.000 MW
12.000 MW
11.000 MW
10.000 MW
9.000 MW
Krisis Tenaga Listrik Jaringan Jawa-Bali
Januari 1999 – Juni 2002
(Sumber : Semiloka “Mencari Solusi Komprehensif Krisis Tenaga Listrik”, Jakarta 29-30 Oktober 2002)
ecara ideal, seluruh infrastruktur ekonomi seharusnya dibangun oleh negara, rakyat tidak dibebankan biaya pemakaian. Tetapi kemudian menjadi dilematis lagi yaitu antara kebutuhan pembangunan infrastruktur untuk percepatan pembangunan ekonomi dan keterbatasan APBN dan APBD, untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam mengatasi dilema inilah kehadiran swasta diperlukan melalui pola Public-Private Partnership yang seharusnya dimotivasi melalui berbagai insentif, seperti tax holiday, tarif yang layak, dsb. Disamping itu, yang sangat mempunyai arti strategis adalah selayaknya Pemerintah memberikan kepastian hukum dan keamanan bagi peran swasta. Agar konsep privatisasi manajemen proyek infrastruktur bisa berjalan maka harus berlaku prinsip cost-recovery, yaitu investasi yang ditanamkan bisa kembali (pay back). Hal ini harus disosialisasikan dan idealnya menjadi kesepakatan segenap Stakeholders, karena sifat swadana sebagaimana diuraikan didepan. Kondisi cost-recovery harus dipandang secara proporsional dengan manfaat ganda yang ditimbulkan dari langkah Public-Private Partnership ini yaitu :
1) Tidak membebani bukan pengguna infrastruktur yang bersangkutan, misalnya seperti sumber dana berasal dari general taxes
2) Tidak membebani sumberdaya (keuangan maupun manajemen) Pemerintah yang makin terbatas, sehingga bisa lebih berkonsentrasi ke sektor lainnya
3) Memberdayakan asset (swasta) nasional dalam bidang pembangunan infrastruktur yang juga bisa berkarya di tingkat regional / internasional
Kebutuhan kebutuhan PPP (Public Private Partnership)
alam 3 dan 5 tahun kedepan sejumlah kota-kota Metropolitan di Indonesia seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar dan Banjarmasin berpandangan sama bagaimana mengatasi masalah terbatasnya penyediaan infrastruktur bagi daerahnya, dengan terbatas pula dari sisi pembiayaan pemeintah daerah. Hal tersebut tentunya dapat diupayakan secara komperhensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan investasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan yang ada. Sekalipun nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan oleh Pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak. Pola kerjasama pun dapat dicari, setelah dilakukan kajian terhadap pengalaman beberapa negara dalam melakukan kerjasama pembangunan dengan pihak swasta, yaitu dapat berupa BOT (Built Operate, Transfer) dipandang cocok diterapkan dalam investasi jangka panjang, selama masa konsesinya dengan membiayai, membangun dan mengoperasikan. Bentuk badan usaha yang akan melakukan kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk Joint Venture (usaha patungan) atau Joint Operation (kerjasama operasi gabungan). Biaya pengadaan
tanah / lahan yang dibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak Swasta yang akan diperhitungkan dalam masa konsesi, hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994 karena terbatasnya dana APBN/ APBD. Beberapa contoh alur inisiasi proyek infrastruktur diuraikan berikut ini. Contoh pertama adalah dalam sub-sektor jalan tol, yaitu sebagai berikut :
Pernyataan minat dari
calon Investor
Pra Seleksi calon Investor
Seleksi calon Investor
Letter of Intent (Pernyataan Minat) & Company Profile
Evaluasi berdasarkan Kriteria Pra Seleksi
Evaluasi berdasarkan Kriteria Seleksi
Keputusan/Pe-nunjukan In-vestor terpilih
Proses Pemilihan Investor Jalan Tol
Contoh kedua adalah dalam sub-sektor ketenagalistrikan, yaitu khusus bagi investasi pembangkitan listrik karena transmisi dan distribusi masih menjadi monopoli PT PLN (Persero), yang membuka kemungkinan sama besar baik untuk solicited maupun untuk un-solicited. Harga jual listrik dituangkan dalam perjanjian berupa PPA (Power Purchase Agreement) yang dihitung atas dasar perhitungan biaya terhindar (prinsip ″Avoided Cost″) dari biaya produksi, yang diperlukan dalam rangka memenuhi pertumbuhan keperluan tenaga listrik apabila pembangkit swasta tersebut harus dibangun sendiri oleh PLN, dengan :
- Kapasitas pembangkitan yang sama - Sumber dan persyaratan pendanaan yang serupa seperti kalau dibangun
oleh swasta, karena dana Pemerintah / PLN terbatas - Selain itu juga bagi PLN masih mungkin menjual listrik listrik untuk
kepentingan masyarakat sesuai TDL yang berlaku
Seleksi/Nego calon Investor
Penunjukan Investor terpilih
Power Pur-chase Agree-ment (PPA)
Business Plan Proposal
UN-SOLICITED PROJECT
SOLICITED PROJECT
Aanwijzing & Site Visit
Business Plan Proposal
Pra Seleksi calon Investor
Studi Kelayakan
Seleksi/Nego calon Investor
Penunjukan Investor terpilih
Power Pur-chase Agree-ment (PPA)
Proses Pemilihan Investor Pembangkit Listrik
Fungsi dan Kebijakan Instansi Terkait dalam KPS
Dukungan terhadap pelaksanaan KPS oleh Instansi terkait
Pemerintah Propinsi - Koordinasi antar PemKab/ PemKota
(masalah tanah, air baku) - Dukungan terhadap penyelesaian
persoalan di Daerah - Keseimbangan pelayanan - Bertindak atas nama Pem. Pusat
sebagai fungsi dekonsentrasi
Pemerintah Kab/ Kota - Persiapan rencana
pembangunan - Usulan untuk KPS - Pengawasan pelakssanaan KPS
Pemerintah Pusat - Kebijakan Startegi secara
nasional - Dukungan dalam penyusunan
kerangka kerja - Fasilitas dukungan teknis,
administrasi dan keuangan - Penciptaan iklim yang kondusif
ANALISA SWOT Dalam pemilihan calon investor dapat dilakukan terlebih dahulu analisa SWOT, dimana dengan maksud untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, dalam pemilihan tersebut diawali dari perencanaan dalam KPS/ PPP. Pada analisa yang dilakukan adalah analisa TWOS, atau yang biasa disebut sebagai analisa SWOT. Dimaksudkan dengan analisa TWOS ini adalah dilakukannya terlebih dahulu analisa Threat (Ancaman) relatif terhadap Weakness (Kelemahan), baru kemudian analisa Opportunity (Peluang) relatif terhadap Strength (Kekuatan). Dengan kata lain, Kelemahan yang tidak mendapat Ancaman bukanlah Kelemahan yang
aktual, demikian juga halnya dengan Kekuatan yang tidak mendapat Peluang bukanlah Kekuatan yang Aktual. Pada tahap awal ini dicoba untuk melakukan analisa TWOS pendahuluan secara garis besar, yaitu untuk point-point penting yang berkaitan seperti dibawah ini.
Threat Weakness Opportunity Strength
- 12 12 -
Kelambatan lobby komersial - 11 11 - Arus kas yang menarik investasi
Ketergantungan adanya kebijakan - 10 10 - Otonomi Daerah bidang tertentu
Mengandalkan dukungan luar - 9 9 - bantuan luar negeri
Jaringan informasi terbatas - 8 8 - Kompetensi pemegang saham
Sumber kemampuan proyek terbatas - 7 7 - Potensi wilayah Jawa Barat
Sumber pendanaan terbatas - 6 6 - Potensi menarik mitra strategis
Pengalaman proyek terbatas - 5 5 - Dukungan kerjasama dengan mitra lain
Kompetensi SDM terbatas - 4 4 - Dukungan pelatihan/ pendidikan terkait
Jumlah SDM terbatas - 3 3 - Rekuiment tenaga terampil
Modal kerja awal terbatas - 2 2 - Dukungan Lembaga keuangan & Bank
Modal peralatan kerja terbatas - 1 1 - Dukungan mitra swasta lain
Weakness (internal) Strength (internal)
Threat (external) Opportunity (external)
Kebutuhan biaya pra-ops (overhead) tinggi - 1 1 - Kebutuhan program infrastruktur yang tinggi
Lambatnya perolehan pemasukan / laba - 2 2 - Pengamanan/pengadaan tanah sesuai RTRW
Kompetitor yang full-team - 3 3 - Jaminan regulasi daerah & akurasi tata ruang
Kompetitor yang proffesional - 4 4 - Peluang pengembangan kawasan
Capital intensive - 5 5 - Potensi daerah yang semakin berperan
Slow yieding (BEP lama) - 6 6 - Tender investasi yang sangat kompetitif
Ketidakpastian RoR tinggi - 7 7 - Jaminan untuk pendanaan (fund raising)
Informasi sangat terbatas & cepat - 8 8 - Peluang membentuk aliansi strategis
Kesetaraan BUMN-BUMD-BUMS - 9 9 - Pengembangan kawasan / property
Asas transparansi : harus pelelangan - 10 10 - Perijinan bisnis terkait/turunan di daerah
Lobby yang harus cepat dan costly - 11 11 - Ketersediaan dana yang over-liquid
- 12 12 -
Setelah dilakukan inventarisasi unsur-unsur TW dan OS, selanjutnya dipergunakan dalam penyusunan matriks guna analisa rencana aksi strategis terhadap unsur-unsur T – W – O dan S tersebut.
Internal factors Strength Weakness
• Dukungan Pemda & instansi terkait • Modal kerja awal & asset Swasta
• Potensi menarik mitra strategis • Sumber pendanaan proyek
• Potensi wilayah Jawa Barat • Jumlah & kompetensi SDM
• Arus kas proyek yg menarik investor • Kelambatan lobby komersial
• Kompetensi pemilik proyek • Informasi potensi proyek
• Wewenang Pemda bidang tertentu • Mengandalkan dukungan birokrasi
External factors • •
Opportunity SO – Strategy WO – Strategy
• Kebutuhan infrastruktur • Identifikasi kawasan potensial • Identifikasi proyek fast yielding
• Pengembangan kawasan • Konsep pengembangan kawasan • MoU untuk membentuk JV atau JO
• Kemitraan melalui aliansi strategis • Informasi program infrastruktur • Konsep proposal yang kompetitif
• Ketersediaan dana over-liquid • •
• Tender terbuka yang kompetitif • •
• Bisnis terkait/turunan di daerah • •
• Usulan untuk KPS • •
Threat ST – Strategy WT – Strategy
• Overhead (biaya pra ops) tinggi • Aliansi dengan mitra strategis • Fungsi sebagai arranger yang efisien
• Slow yielding (BEP lama) • Subsidi pengembangan kawasan • Menggali potensi Daerah / Pemda
• Ketidakpastian hukum, keamanan • Konsep percepatan pembangunan • Proyek dengan sustainable income
• Aspek transparansi dgn pelelangan • •
• Kesetaraan BUMN-BUMD-BUMS • •
• Capital intensive • •
• • •
Setelah dilakukan pengukuran dengan analisa dan matrik dari TWOS
ini kita akan mengetahui prioritas kemampuan dari investor yang mampu menangani suatu proyek.
Pengertian : Pengertian kemitraan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat adalah
bahwa kewenangan kepemilikan asset masih dimiliki oleh Pemerintah, sedangkan untuk kerjasama Swastanisasi asset menjadi milik Swasta. Bentuk – bentuk kemitraan dapat berupa peran serta Sektor Swasta (Private Sector Participation/ PSP), kerjasama Pemerintah – Swasta (Public Private Partnership/ PPP), dan Peranserta Pemerintah, Swasta dan Masyarakat (Public-Private-Community Partnership/ PPCP).
PSP merupakan jenis kemitraan yang pada umumnya tidak padat modal, sector Swasta melakukan pengadaan dan operasionalisasi prasarana sedangkan Pemerintah sebagai penyedia prasarana.yang sesuai dengan kebijakannya. Dalam hal ini Pemerintah tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksana kerjasama. PPP merupakan kemitraan Pemerintah – Swasta yang melibatkan investasi yang besar/ padat modal dimana sector swasta membiayaai, membangun, dan mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan kerjasama.
MASYARAKAT
BADAN REGULATOR
SWASTA
PEMERINTAH
Tujuan partisipasi sector swsta dibidang infrastruktur adalah :
- Mencari modal swasta untuk menjembatani modal pembiayaan yang besar dibutuhkan investasi infrastruktur pelayanan umum
- Memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan sarana pelayanan - Mengimpor alih teknologi - Memeperluas dan mengembangkan layanan bagi pelanggan - Meningkatkan effesiensi operasi
Untuk mendorong sektor swasta agar meningkatkan investasinya diperlukan pengembangan kerangka Hukum, Peraturan, Institusi dan Keungan yang kondusif. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama anatara Pemerintah dan Swasta antara lain adalah :
Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan.
Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat diperlukan keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan dengan dicapainya hasil yang saling menguntungkan.
Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah, DPRD, Masyarakat, Karyawan dll.
Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten.
Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/ Kota).
Kriteria persyaratan lelang/ negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten.
Struktur dan tugas Tim Negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keungan.
KEBUTUHAN DANA INVESTASI
• kebutuhan dana investasi sangat besar • Masalah :
- dana pembangunan terbatas - sukar memperoleh hutang jangka panjang - kapasitas pinjaman terbatas - pasar modal belum berkembang
Dengan demikian penulis hanya memberikan gambaran bahwa kemitraan sudah waktunya kita fikirkan bersama, karena keterbatasan pembiayaan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, sehingga untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang akuntabel.***
top related