hubungan antara religiusitas dengan pemaafan pada pelayan
Post on 04-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYANGEREJA ISA ALMASIH PATI
OLEH
ELUZIA YULITASARI
802012032
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUKKEPENTINGAN
AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eluzia Yulitasari
Nim : 802012032
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW
hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya
berjudul:
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYAN GEREJA ISA ALMASIHPATI
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia
atau mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan
mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis
atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga
PadaTanggal : 29 Maret 2016
Yang menyatakan,
Eluzia Yulitasari
Mengetahui,
Pembimbing
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Eluzia Yulitasari
Nim : 802012032
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYAN GEREJA ISA ALMASIH PATI
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 29 Maret 2016
Yang memberipernyataan,
Eluzia Yulitasari
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYAN GEREJA ISA ALMASIH PATI
Oleh
Eluzia Yulitasari
802012032
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 29 Maret 2016
Oleh:
Pembimbing,
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA
Diketahui Oleh, Disahkan Oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. SutartoWijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN PEMAAFAN PADA
PELAYANGEREJA ISA ALMASIH PATI
Eluzia Yulitasari
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan
pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 50 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan sampel jenuh. Alat ukur
yang digunakan dalam pengambilan data adalah The Religiousity scale of christian
sample dan Transgression-Related Interpersonal Motivasion Inventory ( TRIM-18).
Data dianalisis menggunakan program SPSSv 16. Hasil penelitian ini menunjukkan
korelasi antara religiusitas dengan pemaafan memperoleh r = 0,516 dengan sig 0,000
(p<0,05) yang berarti adanya hubungan positif antara religiusitas dengan pemaafan.
Kata Kunci : Religiusitas, Pemaafan
ii
Abstract
This study was aimed to determine the relation between religiousitywith forgiveness in
clergy of Isa Almasih Church in Pati. Total sample in this study was 50 respondents.
The sampling technique used was boring sampling. The measuring instruments used in
data collection were The Religiousity Scale of Christian Sample and Transgression-
Related Interpersonal Motivation Inventory ( TRIM-18). Analysis of the data in this
study using SPSSv.16 program.These results indicate a correlation between religiosity
with forgiveness to obtain results with r = 0.516 sig = 0.000 (p >0.05), which means
that there is a significant positive relationship between religiousity with forgiveness.
Keywourds : Relogiousity, Forgiveness
1
PENDAHULUAN
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Sugiyono., Muryati, Y., 2008) gereja
adalah suatu gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama kristen dan
badan (organisasi) umat kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (-
Katolik, - Protestan, dan lain-lain). Salah satu gereja yang ada di Pati adalah Gereja Isa
Almasih. Sebelum melakukan penelitian peneliti melakukan wawancara terhadap
pendeta dari Gereja Isa Almasih mengenai misi dan visi gereja pada tanggal 25 Oktober
2015 setelah selesai ibadah pagi di gereja tersebut. Dalam Gereja Isa Almasih sendiri
memiliki misi yaitu membangun Tubuh Kristus (Gereja dan Pribadi masing-masing)
dan mewujudkan perubahan penanaman nilai-nilai Kerajaan Allah (Alkitab sebagai
buku ajaran umat kristiani) dan memiliki visi yaitu menjadikan jemaat yang dinamis,
bertumbuh secara iman dan berdampak kepada sesama, sehingga gereja tersebut dapat
menjalankan setiap misi dan visi tersebut dengan adanya pelayan gereja yang membantu
dalam proses pelayanan baik di dalam atau di luar gereja.
Pelayanan didalam gereja meliputi pemimpin pujian atau yang memimpin
dalam bernyanyi, sebagai singer atau sebagai pengisi suara yang membantu pemimpin
pujian, pemain musik, pembawa renungan atau pengkotbah, pembawa kantong
persembahan, sebagai user atau penyambut tamu jemaat gereja, sebagai petugas LCD,
dan masih banyak lagi, hal ini diketahui oleh peneliti dari hasil observasi dan dengan
melakukan wawancara sebagai penguat observasi yang dilakukan pada tanggal 25
Oktober 2015. Ada pula pelayanan diluar gereja dilakukan dalam hal kemanusiaan
seperti menjual sembako kepada masyarakat sekitar gereja yang kurang mampu seperti
tukang becak, keluarga miskin dan lain-lain dengan harga yang sangat murah. Jika
2
terjadi bencana alam seperti banjir maka pelayan gereja menyediakan makanan, obat-
obatan bagi korban bencana alam tersebut.
Pelayan gereja adalah seseorang atau tim yang bergerak untuk memenuhi
kebutuhan suatu kegiatan gerajani yang dilakukan secara sukarela tanpa adanya tekanan
dari manapun (Haryyo, 2010). Dalam setiap pelayanan terdapat banyak individu yang
mengajukan diri sebagai pelayan yang bersedia melayani tanpa mendapatkan upah atau
gaji dari gereja itu sendiri. Begitu pula hal tersebut dilakukan oleh pelayan Gereja Isa
Almasih kota Pati yang bersedia melakukan pelayanan tanpa mendapatkan upah atau
gaji dari majelis gereja. Setiap pelayan sudah memiliki jadwal-jadwal pelayanan yang
sudah ditetapkan, sehingga bagi pelayan gereja yang sedang berhalangan karena suatu
hal yang sangat mendesak atau penting seperti sedang sakit dapat bertukar waktu
pelayanan dengan pelayan yang lain.
Pelayan di gereja tersebut memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda-
beda. Mereka melakukan interaksi satu sama lain sebagai makhluk sosial yang memiliki
kebutuhan untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hal tersebut kerap
memunculkan gesekan antara satu dengan yang lainnya. Baik dalam perlakukan, tutur
kata yang menyakiti hati ataupun kritikan-kritikan tajam yang memicu adanya perasaan
sakit hati pada setiap pelayan itu sendiri. Hal ini berpotensi memunculkan rasa sakit hati
oleh satu sama lain dan adanya kesulitan dalam memaafkan atau meminta maaf pada
orang yang disakiti.
Hal tersebut didukung dengan wawancara pada beberapa pelayan gereja
tersebut, wawancara dilakukan di Gereja Isa Almasih pada tanggal 1 November 2015
setelah kegiatan ibadah pagi digereja tersebut. Berdasarkan hasil observasi dan
3
wawancara yang dilakukan oleh peneliti efek negatif yang akan terjadi jika individu
tidak mampu melakukan pemaafanadalah ketidaknyamanan saat pelayanan berlangsung,
tidak adanya ketulusan dalam bekerjasama saat pelayanan, dan saling merugikan satu
sama lain seperti memfitnah atau menyebarkan hal negatif pada pelayan yang lainnya.
Sehingga mengakibatkan beberapa pelayan gereja undur diri dari pelayanan, bahkan ada
beberapa pelayan yang memutuskan untuk berpindah ke gereja lain karena merasa sakit
hati dan merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan
perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya keinginan untuk
menjauhi pelaku (McCullough dalam prasylia, 2015). Adanya pemaafan menimbulkan
keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti walaupun
orang yang telah menyakiti telah berbuat menyakitkan terhadap individu. Namun
pemaafan merupakan hal yang tidak mudah dilakukan karena harus melibatkan dua
faktor, yaitu harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menghilangkan
motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 1999). Pemaafan tidak
hanya menghilangkan perasaan negatif saja, namun harus mengembalikan perasaan
positif terhadap pelakunya (Worthington, 1998). Pemaafan juga memiliki tujuan untuk
mengembalikan hubungan yang baik antara individu dengan individu lainnya.
Efek negatif yang akan terjadi jika tidak mampu melakukan pemaafan diantara
pelayan gereja adalah akan terjadi perpecahan diantara mereka yang akan memengaruhi
gereja, akan terbentuknya kelompok-kelompok yang menimbulkan perpecahan dalam
gereja dan akan menimbulkan persaingan antar kelompok pelayan satu dengan yang
lainnya. Hal tersebut diketahui dengan adanya wawancara terhadap beberapa pelayan
4
Gereja Isa Almasih pada tanggal 25 Oktober 2015. Ketidakmampuan untuk memaafkan
juga memiliki efek negatif yang dapat merugikan diri individu sendiri. Hal ini
ditemukan dalam penelitian di Medical College of Georgia, orang-orang yang mengaku
tidak dapat memaafkan memiliki dendam selama bertahun-tahun mengalami
peningkatan risiko beberapa masalah kesehatan termasuk penyakit jantung, hipertensi,
maag, sakit punggung, dan sakit kepala. (Detik.com, 2014 )
McCullough (2000) mengemukakan 3 aspek forgivenessyang menentukan perilaku
seseorangyaitu tidak adanyaa) Avoidance motivation, ditandai dengan individu yang
menghindar atau menarik dari (withdrawal) dari perilaku.b) Revenge motivation,
ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang ditujukan
kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan berkeinginan untuk
membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu dilukai oleh individu lain (pelaku),
maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar
(avoidance) dan membalas dendam (revenge). Dan adanya c)Benevolence motivation,
ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan adanya
kehadiran benevolance, berarti juga menghilangkan kehadiran dua dimensi sebelumnya.
Oleh karena itu, individu yang memaafkan memiliki benevolance motivations yang
tinggi, namun di sisi lain memiliki avoidance yang rendah.
Faktor yang berpengaruh terhadap forgiveness menurut Wade dan
Warthington(2003) yaitu a) Empati, empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut
merasakan perasaan atau pengalama orang lain. Melalui empati terhadap pihak yang
menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah
dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. b) Keramahan, dimana individu dapat
mengerti keadaan individu lain dan memakluminya. Keramahan memungkinkan untuk
5
terjadi pemaafan. c) Kemarahan, merupakan emosi negatif yang sering menstimulasi
usaha untuk mengurangi tindakan untuk memaafkan. d) Perasaan malu, individu
sebagai pelaku kejahatan merasa malu atas perbuatan yang dilakukannya dengan
mneyakiti orang lain. Adanya perasaan malu tersebut kemudian akan mempersulit
terjadinya pemaafan. e) Kedekatan hubungan dengan transgressor. Hal ini
dikarenakan pemaafan melibatkan perubahan dorongan dari negatif menjadi positif
terhadap transgressor, maka kedekatan hubungan kemudian akan mempengaruhi proses
tersebut. f) Kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi. McCullough,
Rachal, sabdage, Worthington, Brown dan Hight (1998) menyatakan bahwa hubungan
yang romantik mungkin lebih bersedia untuk memaafkan karena mempunyai sumber
daya yang cukup besar dalam hubungan. g) Reaksi transgressor (luka yang
ditimbulkan oleh transgressor), semakin besar luka yang dihasilkan , maka semakin
sulit pula individu untuk memaafkan transgressor. h) Permintaan maaf, hal ini
menstimulasi emosi dalam diri korban dan menumbuhkan empati terhadapnya, sehingga
dapat meningkatkan pemaafan individu terhadap transgressor. i) Religiusitas, dimana
individu yang mendasarkan tingkah laku hidup sehari-hari atau segala aspek hidupnya
dalam agama yang diyakininya dapat melakukan pemaafan. Individu yang memiliki
tingkat religiusitas tinggi dapat melakukan pemaafan.
Dari pernyataan Wade dan Warthington (2003) terlihat bahwasalah satu faktor yang
mempengaruhi forgiveness adalah religiusitas. Para pelayan gereja seharusnya memiliki
tingkat pemaafan atau mudah memaafkan karena individu yang melakukan praktik
keagamaan memiliki pemaafan yang tinggi ( Prasylla, 2015 ) . Nilai agama
mempengaruhi nilai dan konsep pemaafan individu, sedangkan keterlibatan di dalam
6
praktik keagamaan mempengaruhi kecenderungan memaafkan di situasi yang nyata.
(Hui, Watkins, Wong & Sun, 2006 )
Religiusitas menurut Stark dan Glock (1968) menyatakan bahwa religiusitas
sebagai komitmen religius yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu
yang bersangkutan dengan agama yang dianut.
Menurut Stark dan Glock (1968), dimensi religiusitas terdiri dari lima dimensi yaitu
a) Dimensi ideologi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan dimana orang yang
religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan mengakui kebenaran
ajaran agama. b) praktik keagamaan dimensi ini mencakup perilaku pemujaan,
ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmennya terhadap
agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting
yaitu ritual dan ketaatan. Ritual seperti menghadiri pengajian agama, sedangkan
ketaatan seperti mengerjakan shalat. c) Pengalaman Keagamaan dimensi ini berisikan
fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan yang pasti, meski
tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama baik pada suatu saat akan
mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa seseorang
akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural. d) Pengetahuan
keagamaan dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama
paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-
ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi. e) Konsekuensi Keagamaan dimensi ini mengacu
kepada indentifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
7
Hubungan antara religiusitas dan pemaafan
Religiusitas merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu dan
merupakan hal yang penting bagi pembentukan perilaku individu tersebut. Individu
yang memiliki religiusitas yang tinggi dalam kehidupannya memilih dan memakai nilai-
nilai agama sebagai bagian dari kehidupan duniawinya dan sebagai sarana untuk
kehidupan yang lebih baik (Turmudi dalam Haryyo, 2010). Individu yang memiliki
tingkat religiusitas akan menerapkan nilai-nilai agama yang dianutnya dalam kehidupan
sosialnya. Salah satunya adalah pemaafan. Apabila individu memiliki pemahaman
dasar-dasar agama yang baik maka individu mampu mengatasi permasalahan yang
dihadapi dan individu dapat menerapkan prinsip religiusitas agar memiliki perasaan
aman. Hal tersebut didukung dengan pernyataan (Allport & Ross dalam widyarini,
2009) sebagai pelopor psikologi sosial yang menyatakan bahwa salah satu orientasi
religiusitas adalah orientasi ekstrinsik yaitu memandang agama sebagai sesuatu yang
memberikan banyak manfaat seperti rasa aman dan penghiburan.
Sesuai dengan pandangan umumnya dimensi religiusitas menurut Stark dan
Glock (1968) yang pertama adalah dimensi iman yang mencakup ekspektasi (harapan)
bahwa seorang penganut agama menganut dan memahami suatu pandangan teologis
yang menyebabkan dia mengakui dan menerima kebenaran agama tertentu, hal tersebut
menyatakan bahwa jika individu mengakui dan melakukan ajaran yang diajarkan oleh
agama tersebut, sebagaimana agama kristiani mengajarkan umatnya untuk memaafkan.
Kemudian yang kedua orang yang religius adalah orang yang melakukan praktik
keagamaanyang mencakup ibadat (rituals) yang menjadi kewajiban yang harus dipenuhi
oleh setiap penganut agama seperti yang dilakukan oleh pelayan Gereja Isa Almasih
adalah wajib mengikuti doa puasa, Sekolah orientasi melayani (SOM) dan mengikuti
8
persekutuan-persekutuan kelompok daerah yang akan membentuk ketaatan akan
agamanya sehingga mendapatkan pengertian tentang ajaran untuk memaafkan pula.
Kemudian yang ketiga seseorang yang religius akan memiliki pengalaman
keagamaan yaitu mencakup kenyataan bahwa semua agama punya harapan yang
standard (umum) namun setiap pribadi penganutnya bisa memperoleh suatu pengalaman
langsung dan pribadi (subyektif) dalam berkomunikasi dengan realitas supranatural itu
hal . Dimensi religiusitas yang keempat seseorang yang religius akan memiliki
pengetahuan keagama yang merujuk pada ekspektasi bahwa penganut agama tertentu
hendaknya memiliki pengatahuan minimum mengenai hal-hal pokok dalam agama:
iman, ritus, Kitab Suci dan tradisi. Dimensi iman dan pengetahuan memiliki hubungan
timbal balik, yang mempengaruhi sikap hidup dalam penghayatan agamanya setiap hari.
Hal tersebut sudah tercatat dalam buku ajaran atau kitab suci umat Kristiani bahwa
orang yang menganut agama tersebut harus menerapkan pemaafan. Dalam Alkitab
sendiri mengatakan “ Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah
hendaklah dibuang diantara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah
kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”kalimat tersebut
berdasarkan ayat alkitab Efesus 4 : 31 (LAI, 2006). Berdasarkan kalimat diatas yang
tertulis menunjukkan bila individu yang memiliki religiusitas yang tinggi maka dapat
menerapkan ajaran agamanya tersebut dengan mampu memaafkan. kemudian dimensi
religiusitas yang kelima adalah konsekuensi sosial. Dimensi ini mengidentifikasi efek
dari keempat dimensi diatas dalam praktek, pengalaman serta kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini individu harus mempraktekkan setiap apa yang sudah diajarkan oleh
9
agama yang dianutnya, demikian juga dengan agama kristiani yang mengharuskan
setiap umatnya untuk memaafkan.
Pada hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasylia (2015)
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dengan
pemaafan pada individu yang melakukan praktik keagamaan. Namun ada hasil
penelitian yang berbeda dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Christina
(2015) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara religiusitas
dengan pemaafan pada warga dewasa awal yang tidak mengikuti ibadah/kegiatan non-
minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bandung.
Hipotesis
Adanya hubungan antara religiusitas dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih
Pati
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
Variabel Bebas ( X ) : Religiusitas
Variabel Terikat ( Y ): Pemaafan
Populasi penelitian & teknik sampling
Azwar (2012) mendefinisikan populasi sebagai kelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian. Dalam pengertian tersebut populasi dari penelitian
ini adalah seluruh pelayan Gereja Isa Almasih Pati yang berjumlah 50 Orang. Sampel
adalah sebagian dari populasi (Azwar, 2005). Dengan jumlah populasi subjek yang
10
berjumlah 50 orang maka dengan semua pertimbangan sumber daya dari populasi maka
peneliti mengambil sampel sejumlah 50 orang. Peneliti menggunakan teknik
pengambilan sampel dengan menggunakan sampling jenuh. Sampling jenuh adalah
sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap
kecil atau kurang dari 100 ( Sugiyono, 2012). Karakteristik dalam penelitian ini adalah
:
1. Pelayan Gereja Isa Almasih dan Pelayan Tempat Penyebaran Injil cabang
Gereja Isa Almasih Pati
2. Usia 20 – 60 Tahun.
Metode Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel penelitian adalah
korelasi product moment dari Pearson. Dan akan menggunakan analisis data dengan
bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows
Alat ukur Penelitian
1. The Religiosity scale of Christian Sample
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakanskala untuk
mengukur Religiusitas dengan skala The Religiosity scale of Christian Sample
berdasarkan teori dari Stark dan Glock (1968) untuk mengukur Religiusitas.
Skala Religiusitas ini berisikan 23 item subjek diminta untuk menjawab
berdasarkan 4 pilihan jawaban yaitu “ sangat setuju” dengan skor 4 “ setuju”
dengan skor 3 “ tidak setuju” dengan skor 2 dan “ sangat tidak setuju” dengan
skor 1 Dengan arti semakin tinggi skor yang diperoleh maka religiusitas semakin
tinggi. alpha Cronbach 0,851 didapatkan dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Christina (2015). Dalam penelitian ini dilakukan pengujian
kembali oleh peneliti dengan memperoleh hasil seleksi aitem dan reliabilitas The
Religiosity scale of Christian Sample dengan dengan menyisakan 13 aitem
11
karena 10 aitem telah gugur. Nilai korelasi aitem total bergerak mulai dari
0,307-0,696 dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0, 856) yang berarti
alat ukur ini sangat reliabel (Azwar, 2004).
2. Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory (TRIM-18)
Sedangkan skala yang kedua untuk mengukur Pemaafan, maka peneliti
menggunakan skala Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18) yang disusun oleh McCullough, Root dan Cohen (2006). Yang terdiri
dari 18 item, 6 aitem adalah favorable dan 12 unfavorable peneliti menguji
kembali dengan meminta subjek untuk menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban
yaitu “ sangat setuju” dengan skor 4 “ setuju” dengan skor 3 “ tidak setuju”
dengan skor 2 dan “ sangat tidak setuju” dengan skor 1 untuk aitem favorabel
dan skoring sebaliknya untuk unfavorable. Dengan arti semakin tinggi skor yang
diperoleh maka pemaafan akan semakin tinggi. alpha cronbach 0,861
didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasylia (2015).
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan skala Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18) kemudian memperoleh hasil dengan menyisakan 15 aitem karena 3
aitem telah gugur nilai korelasi aitem bergerak mulai dari 0,315-0,622 dengan
koefisien Alpha Cronbach sebesar (α = 0, 835) yang berarti alat ukur tersebut
sangat reliabel (Azwar, 2004).
HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif
Tabel 1 merupakan analisis statistik deskriptif dari variabel Religiusitasdan
variabel Pemaafan. Peneliti kemudian membagi skor dari tiap skala menjadi 5 kategori
12
dimulai “sangat rendah” sampai “sangat tinggi” menggunakan rumus kategorisasi
jenjang (Azwar, 2012).
Tabel 1. Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
RELIGIUSITAS 50 30 52 43.76 4.529
PEMAAFAN 50 34 60 47.80 5.387
Valid N (listwise) 50
Tabel 2.Kriteria skor Religiusitas
No. Interval Kategori Frekuensi % Mean
1. 44,8≤ x ≤ 52 Sangat Tinggi 22 44%
2. 36,4 ≤ x <44,8 Tinggi 25 50% 43,76
3. 28,6 ≤ x <36,4 Cukup 3 6%
4. 20,8≤ x <28,6 Rendah 0 0%
5. 13≤ x <20,8 Sangat Rendah 0 0%
Jumlah 50 100%
SD = 4,529Max = 52 Min = 30
X = Skor Religiusitas
Data di atas menunjukkan Religiusitas yang diperoleh dari 50 subjek yang
berbeda dari tingkat sangat tinggi hingga sangat rendah. Pada kategori sangat tinggi
didapati persentase sebesar 44%, kategori tinggi sebesar 50%, kategori cukup 6%,
kategori rendah 0% dan sangat rendah 0%. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa
sebagian besar subjek berada pada kategori tinggi dengan presentase sebesar 50%. Hasil
analisis religiusitas mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 30 dan nilai maksimum
52 skor rata-rata 43,76 dan standar deviasi 4,529 berdasarkan hasil kriteria skor
religiusitas pelayan Gereja Isa Almasih termasuk dalam golongan religiusitas yang
tinggi.
13
Tabel 3.Kriteria skor Pemaafan
No. Interval Kategori Frekuensi % Mean
1. 51≤ x ≤ 60 Sangat Tinggi 30 60%
2. 42≤ x <51 Tinggi 15 30% 47,80
3. 33≤ x <42 Cukup 5 10%
4. 24≤ x <33 Rendah 0 0%
5. 15≤ x <24 Sangat Rendah 0 0%
Jumlah 50 100%
SD = 5,387Max = 60 Min = 34
x = skor pemaafan
Data di atas menunjukkan tingkat pemaafan yang diperoleh dari 50 subjek yang
berbeda dari tingkat sangat tinggi hingga sangat rendah. Pada kategori sangat tinggi
didapati persentase sebesar 60%, kategori tinggi sebesar 30%, kategori cukup 10%,
kategori rendah 0% dan sangat rendah 0%. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa
sebagian besar subjek berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase sebesar
60%. Hasil analisis afek positif mendapatkan nilai minimum yakni sebesar 34 dan nilai
maksimum 60 skor rata-rata 47,80 dan standar deviasi 5,387. Berdasarkan hasil kriteria
skor pemaafan pelayan Gereja Isa Almasih termasuk dalam golongan pemaafan yang
tinggi.
Uji Asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya korelasi antara Religiusitas dengan Pemaafan. Namun, sebelum
dilakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk
menentukan jenis statistik parametrik atau non-parametrik yang akan digunakan untuk
uji korelasi.
14
1. Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RELIGIUSIT
AS
PEMAAFA
N
N 50 50
Normal Parametersa Mean 43.76 47.80
Std. Deviation 4.529 5.387
Most Extreme
Differences
Absolute .091 .096
Positive .051 .096
Negative -.091 -.082
Kolmogorov-Smirnov Z .644 .681
Asymp. Sig. (2-tailed) .801 .743
a. Test distribution is Normal.
Penelitian ini juga menggunakan uji normalitas untuk menguji normal atau tidaknya
data dalam penelitian ini. Pengujian normalitas data menggunakan rumus one sampel
Kolmogrov- Smirnov test pada program SPSS.v 16.0. Dengan demikian variabel
memiliki distribusi normal (p > 0,05). Nilai signifikansi untuk variabel Religiusitas
adalah(K-S-Z = 0,644, p = 0,801,(p > 0,05 ). Kemudian nilai signifikansi untuk
pemaafan adalah (K-S-Z = 0,681, p= 0,741, (p > 0,05 ) Hal ini menunjukkan bahwa
keduanya memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yang berarti kedua
variabel memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
2. Uji Lineraitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu
variabel bebas dan variabel terikat. Pengujian linearitas data menggunakan
SPSS.v 16.0 dan diketahui hasil analisis linearitas yang menggunakan tabel
Anova. Dari nilai Deviation from linearity maka didapat variabel Religiusitas
15
dan Pemaafan nilai F sebesar 1,149 dengan signifikansi sebesar 0,356 (p > 0,05)
yang menunjukkan bahwa variabel religiusitas dan Pemaafan bersifat linear.
Hasil Analisis Data
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji
normalitas dan uji linearitas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan
SPSSv.16.0. Hasil korelasi antara Religiusitas dengan pemaafan di Gereja Isa
Almasih Pati dapat dilihat di tabel di bawah ini :
Tabel 4. Korelasi
Correlations
Religiusitas Pemaafan
Religiusitas Pearson
Correlation 1 .516
**
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
Pemaafan Pearson
Correlation .516
** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi
Religiusitas dengan Pemaafan adalah sebesar 0,516 dengan taraf signifikansi
sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan positif yang
signifikan antara Religiusitas dengan Pemaafan pada pelayan Gereja Isa
Almasih Pati.
16
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengujian korelasi dapat diketahui bahwa religiusitas berkorelasi
positif dan signifikan dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati.
Berdasakan hasil uji perhitungan korelasi keduanya, memiliki r sebesar 0,516 dengan
signifikan sebesar 0.000 (P < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu religiusitas dengan
pemaafan memiliki hubungan yang positif signifikan yang artinya ketika individu
memiliki religiusitas yang tinggi maka individu tersebut cenderung mampu melakukan
pemaafan sesuai dengan ajaran yang sudah di ajarkan oleh agama tersebut, yaitu agama
kristen. Sebaliknya jika religiusitas seseorang itu rendah maka individu itu cenderung
tidak mampu untuk memaafkan.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prisylia (2015)
yaitu penelitian yang menunjukkan adanya hubungan positif signifikan antara
religiusitas dengan pemaafan pada individu yang melakukan praktik keagamaan dan
medukung penelitian yang dilakukan oleh Hui, Watkins, Wong & Sun (2006)
menunjukkan bahwa religiusitas memiliki peran dalam melakukan pemaafan. Namun
penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh
Christina (2015) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
religiusitas dengan pemaafan pada warga dewasa awal yang tidak mengikuti
ibadah/kegiatan non-minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bandung.
Menurut Stark dan Glock (1968) individu yang memiliki religiusitas tinggi
memenuhi lima dimensi religiusitas yaitu yang pertama adalah dimensi iman, seseorang
yang religius akan berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui
kebenaran ajaran agama tersebut, termasuk mengakui ajaran untuk memaafkan, karena
individu yang memiliki religiusitas tinggi akan mengakui ajaran yang dianut oleh umat
17
kristiani, yaitu ajaran untuk memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan
kepadanya, sehingga religiusitas yang tinggi tersebut mendorong mereka untuk
melakukan pemaafan.
Dimensi religiusitas yang kedua adalah praktik keagamaan, dimensi ini
mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan seseorang
untuk menunjukkan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Praktik
agama ini terdiri dari dua hal yang penting yaitu ritual dan ketaatan. Individu
yang memiliki religiusitas tinggi akan melakukan praktik keagamaan yaitu
misalnya dengan mengikuti ibadah doa puasa, mengikuti sekolah orientasi
melayani (SOM) dan mengikuti persekutuan kelompok kecil daerah yang
memungkinkan mereka mendapatkan pengajaran untuk menaati ajaran agama
tersebut yaitu pemaafan. Nilai agama mempengaruhi nilai dan konsep pemaafan
individu, sedangkan keterlibatan di dalam praktik keagamaan mempengaruhi
kecenderungan memaafkan di situasi yang nyata (Hui dkk., 2006)
Dimensi religisuitas yang ketiga adalah pengalaman keagamaan, dimensi
ini berisikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan
yang pasti, namun setiap pribadi penganutnya bisa memperoleh suatu
pengalaman langsung secara pribadi (subyektif) dalam berkomunikasi dengan
realitas supranatural itu. individu yang memiliki religiusitas tinggi akan
memiliki pengalaman keagamaan yaitu memiliki hubungan yang lekat dengan
Tuhan dan mampu mencapai kontak spiritual yang nyata sehingga dapat
melakukan pemaafan. Hal tersebut dikuatkan dengan wawancara pada pelayan
Gereja Isa Almasih pada tanggal 6 maret 2016 yang menyatakan bahwa jika
seseorang tidak mampu untuk memaafkan maka akan megalami ketidaktenangan
18
dalam mejalani kehidupan, hal tersebut dikarenakan pelayan gereja tersebut
memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan sehingga mendorong dirinya untuk
memaafkan.
Kemudian dimensi religiusitas yang keempat adalah pengetahuan
keagamaan, dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang
beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritual-ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi dalam agama tersebut.
Individu yang memiliki religiusitas tinggi akan memiliki pengetahuan
keagamaan dari khotbah-khotbah yang diberikan dari pendeta dan pengajaran-
pengajaran yang jelas tertulis dari kitab suci yaitu ajaran untuk memaafkan
kesalahan orang lain, karena pengajaran orang kristiani jika individu tidak
melakukan pemaafan, maka Tuhan juga tidak memaafkan kesalahannya
sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk melakukan pemaafan bagi
orang yang bersalah kepadanya. Hal diatas tersebut berdasarkan dari hasil
wawancara kepada beberapa pelayan Gereja Isa Almasih Pati pada tanggal 6
Maret 2016 .
Dimensi religiusitas yang terakhir adalah konsekuensi keagamaan,
dimensi ini mengacu kepada identifikasi efek keyakinan keagamaan, praktek,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan demikian
adalah efek keseluruhan dari keempat dimensi sebelumnya yang menyatakan
bahwa pelayan Gereja Isa Almasih Pati sudah membuktikan telah memenuhi
dimensi religiusitas yang ada yaitu dengan melakukan setiap apa yang sudah
diajarkan oleh agamanya, memiliki dasar pengetahuan dari agama tersebut dan
19
mempraktikkan setiap apa yang sudah di ajarkan oleh agamanya, yaitu
melakukan pemaafan pada kehidupan sehari-harinya.
Berdasarkan dengan hasil analisa desktiptif diketahui bahwa rata-rata
pelayan Gereja Isa Almasih Pati memiliki religiusitas yang tinggi. Menurut
hasil wawancara dari pelayan gereja tersebut menyampaikan bahwa pelayan
gereja diwajibkan untuk mengikuti pendalaman Alkitab, Sekolah Orientasi
Melayani (SOM) dan mengikuti doa puasa karena dalam doa puasa itu sendiri
merupakan doa yang wajib diikuti oleh semua pelayan gereja serta mengikuti
persekutuan-persekutuan kelompok kecil di wilayah mereka tinggal seperti
bagian timur, barat, utara, selatan dan bagian tengah hal tersebut adalah menara-
menara doa untuk mendoakan program gereja, Pendeta, majelis dan lain-lain.
Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara terhadap beberapa pelayan gereja
dan salah satu majelis gereja pada tanggal 6 Maret 2016.
Menurut hasil analisa deskriptif juga diketahui bahwa rata-rata pelayan
Gereja Isa Almasih Pati memiliki pemaafan yang tinggi. Hal tersebut dikuatkan
dengan hasil wawancara terhadap pelayan gereja tersebut pada tanggal 6 Maret
2016, mereka dapat memaafkan karena hal tersebut adalah hal yang wajib
dilakukan oleh umat Tuhan. Jika seseorang tidak memaafkan orang lain maka
Tuhan juga tidak akan memaafkan kesalahan mereka, bahkan akan mendapatkan
hukuman dari Tuhan. Setiap awal bulan diadakan perjamuan suci jika seseorang
tidak dapat memaafkan atau menyimpan sakit hati terhadap orang lain maka
mereka tidak diperbolehkan mengambil atau mengikuti perjamuan suci, jika
mereka melanggar maka akan mendapatkan hukuman atas hal yang dilakukan
sehingga pelayan gereja tersebut memilih untuk memaafkan agar tidak
20
mendapatkan hukuman dari Tuhan. Disamping itu mereka dapat memaafkan
karena mereka memiliki dasar yang kuat dari agama kristiani sehingga
mendorong mereka untuk memaafkan.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS version 16.0 for windows
menunjukkan bahwa sumbangan efektif religiusitas terhadap pemaafan sebesar
26,63%, jadi 73,37% dipengaruhi oleh faktor lain yang berpengaruh terhadap
pemaafan dikemukakan oleh Wade dan Warthington (2003) yaitu empati,
keramahan, kedekatan hubungan terhadap transgressor, kualitas hubungan
interpersonal sebelum transgresi, permintaan maaf.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan antara
religiusitas dengan pemaafan pada pelayan Gereja Isa Almasih Pati, maka dapat
disimpulkan:
Adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan pemaafan pada
pelayan Gereja Isa Almasih Pati.
Sebagian besar pelayan Gereja Isa Almasih Pati memiliki tingkat religiusitas
yang berada pada kategori sangat tinggi. Kemudian tingkat pemaafan pada
pelayan Gereja Isa Almasih Pati berada pada kategori sangat tinggi
Saran :
Berdasarkan hasil penelitian mengingat masih banyak keterbatasan dalam
penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
Bagi pelayan Gereja Isa Almasih Pati
Meningkatkan kembali kegiatan gerejawi yang dapat membangun
religiusitas seperti mengikuti persekutuan-perekutuan doa, mengikuti Sekolah
orientasi melayani (SOM) dan menjalin hubungan yang bersifat kekeluargaan
dengan pelayan gereja yang lainnya sehingga tercipta hubungan yang
harmonis.
Bagi pihak Gereja
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu membuktikan
bahwa adanya fenomena yang terjadi dalam Gereja Isa Almasih dalam
lingkup pelayanan, sehingga dapat membantu pelayan gereja untuk
22
mempertahankan religiusitasnya dengan mengadakan kegiatan yang dapat
mempertahankan religiusitas seperti mewajibkan jemaat atau pelayan gereja
mengikuti ibadah doa puasa, mengikuti persekutuan-persekutuan kelompok.
Bagi peneliti selanjutnya
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif sehingga kurang
mendalam maka dari itu peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan
penelitian kualitatif sehingga semua aspek dan faktor religiusitas dan
pemaafan dapat di teliti lebih mendalam lagi.
Jika peneliti selanjutnya menggunakan penelitian kuantitatif peneliti
memberikan saran untuk menambah jumlah partisipan, memodifikasi alat
ukur sesuai dengan keadaan tempat yang akan diteliti dan mengontrol dengan
ketat variabel-variabel sekunder yang dapat memengaruhi validitas hasil
penelitian seperti penggunaan bahasa yang lebih jelas dan lebih mudah
dipahami. Peneliti selajutnya disarankan untuk menggunakan faktor lain yang
mempengaruhi pemaafan yaitu empati, keramahan, kemarahan, perasaan
malu, kedekatan hubungan dengan transgressor, kualitas hubungan
interpersonal sebelum transgresi, reaksi transgresor (luka yang ditimbulkan
oleh transgressor), dan permintaan maaf.
23
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Azwar,S (2005).Metodologi penelitian. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Azwar,S(2012).Reliabilitas dan Validitas ed. Ke – 4. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Azam, A (2003). Impact of 5-D of religiosity on diffucion rate og innovation.
International journal of bussiness and social science. 2 (17). www. Ijbssnet.com.
Bono,G.,McCullough, M. E.,&Root,L.M. (2006). Forgiveness and Well-being. Coral
Gabes,Fl: University of Miami.
Baker,J (2009). 8 Pilihan hidup bahagia bebas kepahitan, masa lalu, dan kebiasaan
buruk. Jakarta : Gunumg Mulia.
Christina, Z.J (2015). Hubungan religiusitas dengan Forgiveness pada warga dewasa
yang tidak aktif mengikuti ibadah non-minggu di Gereja Bethel Indonesia (GBI)
Bandung. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Kristen Satya Wacana: Salatiga
Dampak negatif bagi kesehatan bila menyimpan sakit hati dan dendam . Dalam :
http://health.detik.com/read/2014/09/19/152834/2695498/763/suka-menyimpan-
dendam-pada-orang-lain-bisa-berdampak-buruk-bagi-kesehatan
Haryyo,Y (2010). Buletin Bahtera. Jakarta :Media Informasi dan Komunikasi Gereja
Yesus Sejati.
Hui, E. K. P., Watkins, D., Wong, T. N. Y., & Sun, R. C. F (2006). Religion and
forgiveness from Hong Kong chinese perspective. Pastoral Psychology, 55, 183-
195.
LAI ( 2006 ). Alkitab. Jakarta : Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.
McCullough, M. E. (2000). Forgiveness As Human Strength: Theory, Measurement,
And Links To Well-Being. Journal of Social and Clinical Psychology, 19.43-55
McCullough. M. E., Root, L.M., & Cohen, A.D. (2006). Waiting About the Benefits of
an International Transgression Facilitates Forgiveness. Journal of Consulting and
Clinical Psychology.
McCullough. M. E. (2013). Trangression-Related Interpersonal Motivation Inventory
(TRIM-18). www.midss.ie.
McCullough, M. E., Rachal, K. C., Sandage, S. J., Worthington, L. E. Jr., Brown, S. W.,
& Hight, T. L. (1998). International Forgiving In Close Relationships; II. Journal
of Counsulting and Clinical Psychology, 73, 321-336.
McCullough, M. E., & Worthington. L. E. (1999). Religion and the Forgiving
personality. Journal of Personality, 67-1141-1164.
24
Padil, (2009). Perilaku keagamaan jemaat gereja protestan di indonesia bagian barat
(GPIB) Yogyakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga: Yogyakarta
Paramitasari, R (2012). Hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan
memaafkan pada remaja akhir. Jurnal psikologi pendidikan dan perkembangan.
1(2).
Prasylia,N. E. (2015). Hubungan religiusitas dengan Forgiveness pada individu yang
tidak melakukan praktik keagamaan. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Kristen
Satya Wacana:Salatiga.
Stark, R & Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature religious comitmen.
University of California perss: London
Sudiro,G. W. (2009). Hubungan antara religiusitas dengan perilaku obsesif kompulsif
dalam beribadah pada pria muslim. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sebelas
Maret:Surakarta
Sugiyono., Maryati, Y (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:Pusat Bahasa.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung:
Alvabeta.
Wade. N. G., & Warthington, E. L. Jr. (2003). Overcoming international offense: Is
forgiveness the only way to deal with unforgiveness? Journal of Counseling &
Development- Summer, 18, 343-353
Widyarini (2009). Seri Psikologi Populer Gaya Hidup Sehat. Jakarta:Elex Media
Komputindo.
top related